i
REALITA KETIDAKCEMASAN SISWA MENGHADAPI
MATEMATIKA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh:
Deviani Retno Martanti NIM: 131134241
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
ii
SKRIPSI
REALITA KETIDAKCEMASAN SISWA MENGHADAPI
MATEMATIKA
Oleh:
Deviani Retno Martanti NIM: 131134241
Telah disetujui oleh:
Pembimbing I
Eny Winarti, M.Hum., Ph.D. Tanggal, 30 Mei 2017
Pembimbing II
iii
SKRIPSI
REALITA KETIDAKCEMASAN SISWA MENGHADAPI
MATEMATIKA
Dipersiapkan dan ditulis oleh: Deviani Retno Martanti
NIM: 131134241
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji pada tanggal 13 Juni 2017
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji
Nama Lengkap Tanda Tangan
Ketua : Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. ... Sekretaris : Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd. ... Anggota : Eny Winarti, M. Hum., Ph.D. ... Anggota : Maria Agustina Amelia, S.Si., M.Pd. ...
Anggota : Irine Kurniastuti M.Psi. ……….
Yogyakarta, 13 Juni 2017
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma
Dekan,
iv
PERSEMBAHAN
Karya yang indah, sederhana dan jauh dari kata sempurna ini kupersembahkan
kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus yang setia memberi berkat pertolongan serta kekuatan dalam hidup saya.
2. Kedua orang tua saya dan kakak yang selalu memberikan perhatian dan semangat dalam menjalani hidup.
3. Dosen-dosenku yang selalu memberikan bimbingan, ilmu, dan mendidikku menjadi calon pendidik yang cerdas dan humanis.
4. Teman-temanku satu payung cemas yang selalu setia dan memberi semangat saat penyusunan skripsi.
v MOTTO
Ora Et Labora – Berdoa dan Bekerja
Kebahagiaan itu milik orang yang mau bersyukur
Life is must go on, go on your dreams!!!
“Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang
dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.”
(1 Tesalonika 5:18)
“Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah
bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkanmu,
bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau
dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan.” –
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 13 Juni 2017
Peneliti
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Deviani Retno Martanti
Nomor Mahasiswa : 131134241
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta karya ilmiah saya yang berjudul:
REALITA KETIDAKCEMASAN SISWA MENGHADAPI MATEMATIKA Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: 13 Juni 2017 Yang menyatakan
viii
Penelitian ini dilakukan berdasarkan kenyataan yang terjadi di lapangan mengenai ketidakcemasan belajar matematika. Adanya pandangan bahwa siswa yang mendapatkan nilai matematika di bawah KKM biasanya akan mengalami kecemasan belajar matematika. Namun, pada kenyataannya ada siswa yang mendapatkan nilai matematika di bawah KKM tidak mengalami kecemasan belajar matematika. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi penyebab siswa yang mendapatkan nilai matematika di bawah KKM tidak mengalami kecemasan belajar matematika.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode
grounded theory. Partisipan dalam penelitian ini adalah salah satu siswa kelas III A di SD Nila yang bernama Fabian (Pseudonym). Fabian salah satu siswa yang mendapatkan nilai matematika di bawah KKM tetapi tidak mengalami kecemasan belajar matematika. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu, observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan sistem
coding sesuai dengan langkah metode grounded theory.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penyebab Fabian tidak mengalami kecemasan belajar matematika walaupun nilai matematikanya di bawah KKM disebabkan oleh dua faktor yaitu, faktor lingkungan dan faktor kepribadian. Faktor lingkungan berasal dari orang tua Fabian tidak menuntut ataupun memaksa Fabian untuk memperoleh hasil yang baik dalam matematika. Faktor kepribadian dapat dilihat dari tingkah laku Fabian yang terkesan tidak acuh dengan nilai matematika yang diperolehnya dan Fabian kurang termotivasi untuk memperbaiki nilai matematikanya.
Kata kunci: kecemasan, kecemasan matematika, matematika, metode penelitian
ix ABSTRACT
A STUDENT’S REALITY NO ANXIETY IN FACING MATHEMATICS
By
Deviani Retno Martanti
Sanata Dharma University Yogyakarta 2017
This study was conducted based on the fact that occurred in the field about mathematics learning no anxiety. The view that students who get a bad score on mathematics will usually experiencing anxiety learning mathematics. However, in reality, there is student who get a bad score in mathematics but not experiencing the anxiety at all of learning mathematics. This study aims is to identify what causes the student who get a bad score in math but not experiencing the anxiety of learning mathematics.
The type of this research is qualitative research using grounded theory method. Participants in this study is a 3rd grader at SD Nila named Fabian (Pseudonym). Fabian was one of the students who got a bad score in mathematics but not experiencing the anxiety of learning mathematics. Data collection techniques that used are observation, interviews, and documentation studies. Data analysis technique that used is encoding system according to the step of grounded theory method.
The results showed why Fabian not experiencing the anxiety of learning mathematics even though he get a bad score in mathematics caused by two factors, environmental factors and personality factors. Environmental factors derived from Fabian's parents neither demand nor force Fabian to obtain good results in mathematics. Personality factors can be seen from Fabian's behavior that seems indifferent to his mathematics score and Fabian is less motivated to improve his mathematics score.
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas semua berkat dan kasih-Nya yang melimpah, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Realita Dibalik Kecemasan Belajar Matematika Pada Siswa SD”. Tujuan penulisan skripsi ini untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Peneliti menyadari proses penyusunan skripsi ini melibatkan banyak pihak mulai dari awal hingga akhir penyusunan skripsi.
Skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik, tanpa bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada: Bapak Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Ibu Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd, selaku Kaprodi PGSD. Bapak Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd., selaku Wakaprodi PGSD. Ibu Eny Winarti, M.Hum., Ph.D., selaku dosen pembimbing I, yang dengan sabar, penuh semangat memberikan motivasi, dan tanggung jawab dalam membimbing saat menyusun skripsi. Ibu Maria Agustina Amelia, S.Si., M.Pd., selaku dosen pembimbing II, yang dengan sabar, penuh semangat memberikan motivasi, dan tanggung jawab dalam membimbing saat menyusun skripsi. Seluruh staff dosen maupun karyawan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Ibu Kepala Sekolah SD Nila yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian. Ibu Dede Guru kelas III A di SD Nila yang telah bersedia menjadi sumber informan dalam penelitian ini. Orang tua dan anak kelas III A di SD Nila yang telah bersedia menjadi sumber informan dan partisipan dalam penelitian ini.
xi
dukungan, semangat, masukan, dan bimbingan selama penelitian. Teman-teman PGSD angkatan 2013 yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu, sukses selalu untuk kita semua. Seluruh pihak yang membantu peneliti baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu.
Saya menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat pada skripsi ini. Saran dan kritik selalu saya harapkan dari pembaca untuk perbaikan-perbaikan di masa yang akan datang. Akhir kata, saya berharap tulisan ini bermanfaat bagi kemajuan dan perkembangan ilmu pendidikan dan berbagai pihak pengguna pada umumnya.
Yogyakarta, 30 Mei 2017
xii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
REALITA KETIDAKCEMASAN SISWA MENGHADAPI MATEMATIKA ... vii
ABSTRAK ... viii
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 5
2.1.1.1 Deskripsi Partisipan yang Diteliti ... 9
2.2 Teori-teori yang Mendukung ... 11
2.2.1 Kecemasan ... 11
2.2.1.1 Pengertian Kecemasan ... 11
2.2.1.2 Tipe Kecemasan ... 12
2.2.1.3 Aspek Kecemasan ... 15
2.2.2 Kecemasan Matematika ... 20
2.2.2.1 Pengertian Kecemasan Matematika ... 20
2.2.3 Pelajaran Matematika SD ... 21
2.3 Penelitian yang Relevan ... 23
2.4 Kerangka Berpikir ... 27
2.5 Pertanyaan Penelitian ... 29
BAB III METODE PENELITIAN... 31
3.1 Jenis Penelitian ... 31
3.2 Deskripsi Setting Penelitian ... 33
3.2.1 Sekolah ... 33
3.2.2 Deskripsi Pembelajaran Matematika Di SD Nila ... 34
3.2.3 Waktu Penelitian ... 36
xiii
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 46
3.4.1 Wawancara ... 46
3.4.2 Observasi ... 47
3.5 Instrumen Penelitian... 49
3.6 Kredibilitas dan Transferabilitas ... 61
3.6.1 Uji Kredibilitas ... 61
3.6.1.1 Perpanjangan Pengamatan ... 62
3.6.1.2 Triangulasi... 62
3.6.2 Pengujian Transferability ... 64
3.7 Teknik Analisis Data ... 64
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 66
4.1 Hasil Penelitian ... 66
4.2 Pembahasan ... 84
4.2.1 Faktor Kepribadian... 96
4.2.2 Faktor Lingkungan ... 99
4.3 Temuan Lain Dalam Penelitian ... 101
BAB V PENUTUP ... 103
5.1 Kesimpulan ... 103
5.2 Implikasi dan Saran ... 105
5.3 Keterbatasan Penelitian ... 106
xiv
DAFTAR GAMBAR
xv
DAFTAR TABEL
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Pedoman Observasi Proses Pembelajaran ... 111
Lampiran Kuesioner Kecemasan Belajar Matematika ... 112
Lampiran Hasil Triangulasi ... 114
Lampiran A Daftar Topik Pertanyaan Untuk Wawancara ... 120
Lampiran B Open Coding ... 122
Lampiran C Focused Coding ... 125
Lampiran D Axial Coding ... 127
Lampiran E Theoretical Coding ... 128
BAB I PENDAHULUAN
Bagian pendahuluan akan membahas tujuh hal, yakni: latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, batasan masalah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan
definisi operasional penelitian. Latar belakang penelitian berisi alasan-alasan peneliti untuk melakukan penelitian ini. Identifikasi masalah
penelitian merupakan pengenalan terhadap masalah yang ada dalam penelitian. Pembatasan masalah penelitian adalah ruang lingkup masalah yang akan diteliti. Rumusan masalah penelitian merupakan pokok-pokok
permasalahan yang akan diteliti. Tujuan penelitian memuat keinginan atau harapan yang ingin dicapai oleh peneliti. Manfaat penelitian berisi kegunaan
atau hasil yang diperoleh dari penelitian ini. Pada bagian akhir, peneliti akan menguraikan definisi operasional penelitian yang berisi beberapa pengertian atau istilah yang digunakan untuk mempermudah pembaca memahami
tujuan penelitian.
1.1 Latar Belakang Masalah
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 dalam pasal 7 ayat 2 memuat pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah
Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat. Sekolah Dasar adalah tempat bagi siswa untuk belajar
2
berhitung. Lima mata pelajaran inti yang dipelajari yaitu IPA, IPS, PKn,
Bahasa Indonesia, dan Matematika. Mata pelajaran yang memerlukan kemampuan hitung menghitung adalah matematika. Kline dalam Runtukahu
(2014: 28) menjelaskan bahwa matematika adalah pengetahuan yang tidak berdiri sendiri, tetapi dapat membantu manusia untuk memahami dan memecahkan permasalahan sosial, ekonomi, dan alam. Matematika dapat
membantu kita dalam kegiatan kehidupan sehari-hari, contohnya seperti kegiatan jual beli. Kegiatan jual beli membutuhkan kemampuan berhitung.
Kemampuan berhitung yang biasa digunakan seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Hal tersebut menjadikan matematika sebagai mata pelajara inti yang dipelajari di sekolah.
Fenomena yang terjadi di sekolah saat ini siswa masih menganggap bahwa matematika itu sulit. Maulaty (2014) dalam artikelnya tentang
beberapa penyebab matematika itu sulit mengungkapkan salah satu sebabnya yaitu para pelajar sudah menjudge bahwa matematika itu sulit yang selalu berhubungan dengan angka, rumus, dan hitung menghitung. Hal
tersebut menjadikan mereka tidak mempunyai niat untuk mempelajarinya kecuali karena kewajiban untuk mendapatkan pelajaran tersebut. Kewajiban
mempelajari matematika mau tidak mau peneliti harus dapatkan ketika peneliti masih belajar di bangku sekolah. Saat masih bersekolah peneliti beranggapan matematika menjadi mata pelajaran yang tidak peneliti sukai
karena matematika itu sulit untuk dipelajari.
Anggapan bahwa matematika merupakan mata pelajaran yang sulit
3
peneliti mencoba bertanya kepada siswa SD mengenai matematika.
Beberapa siswa berpendapat bahwa matematika itu sulit karena terdapat hitung menghitung, rumus, dan membutuhkan cara berpikir yang baik untuk
menyelesaikan soal seperti soal cerita. Hal tersebut menjadikan mereka tidak menyukai matematika. Munculnya perasaan tidak suka terhadap matematika menimbulkan rasa tidak nyaman saat siswa belajar matematika.
Daradjat (1990: 27) mengungkapkan bahwa proses emosi orang yang sedang mengalami tekanan perasaan (frustasi) dan pertentangan batin
(konflik) adalah manifestasi dari kecemasan.
Kecemasan terhadap matematika sering disebut sebagai kecemasan matematika (mathematics anxiety). Tobias dalam Anita (2014: 127) mengungkapkan pengertian kecemasan matematika sebagai perasaan-perasaan tegang dan cemas saat menghadapi pemecahan masalah matematis
dalam beragam situasi kehidupan sehari-hari maupun situasi akademik. Bukan hanya keterlibatan siswa belajar matematika di sekolah secara akademik, tetapi apapun bentuk permasalahan dalam kehidupan sehari-hari
yang berhubungan dengan angka siswa akan mengalami cemas dan tegang. Kecemasan belajar matematika yang dialami siswa membuat siswa merasa
bahwa dirinya tidak mampu dan tidak bisa mempelajari materi matematika dan mengerjakan soal matematika. Trujillo dan Hadfield dalam Risnawita (2014: 92) mengungkapkan bahwa keadaan ketidaknyamanan yang terjadi
sebagai respon terhadap situasi yang melibatkan tugas-tugas matematika yang dianggap mengancam harga diri didefinisikan sebagai kecemasan
4
Kecemasan matematika dialami oleh salah satu siswa di SD Nila
(Pseudonym), tempat peneliti melaksanakan penelitian ini. Awal mulanya peneliti meminta kepada guru kelas III A, Bu Dede (Pseudonym) untuk melihat dalam daftar nilai nama-nama siswa yang mendapatkan nilai di bawah KKM pada mata pelajaran matematika untuk dijadikan peneliti sebagai partisipan dalam penelitian. Bu Dede memberikan lima nama-nama
siswa sebagai alternatif pilihan partisipan. Peneliti mencoba untuk melakukan observasi dan wawancara kepada lima siswa yang mendapatkan
nilai di bawah KKM.
Beberapa siswa yang mendapatkan nilai di bawah KKM mengatakan bahwa matematika itu sulit sehingga mereka mendapatkan nilai yang rendah
dalam mata pelajaran matematika. Siswa yang lainnya beranggapan biasa saja terhadap matematika. Setelah peneliti melihat hasil kuesioner dan
observasi menunjukkan bahwa ada siswa yang menunjukkan kecemasan belajar matematika tetapi ada pula siswa yang lain tidak mengalami kecemasan. Mengapa hal tersebut dapat terjadi? Peneliti dan Bu Dede yang
pada awalnya sempat menduga bahwa kelima siswa yang mendapatkan nilai rendah di bawah KKM sudah pasti menunjukkan kecemasaan belajar
matematika ternyata terbantahkan. Pada kenyataannya salah satu siswa yang mendapatkan nilai di bawah KKM tetapi tidak menunjukkan kecemasan belajar adalah Fabian (Pseudonym).
Fabian tidak menunjukkan gejala kecemasan fisik dan mental terlihat saat peneliti melakukan observasi, pengisian kuesioner, dan
5
bersifat fisik dan bersifat mental. Gejala kecemasan fisik yaitu, ujung-ujung
jari terasa dingin, pencernaan tidak teratur, pukulan jantung cepat, keringat bercucuran, tidur tidak nyenyak, nafsu makan hilang, kepala pusing, nafas
sesak, dan sebagainya. Gejala mental, antara lain: sangat takut, merasa akan ditimpa bahaya atau kecelakaan, tidak bisa memusatkan perhatian, tidak berdaya/rendah diri, hilang kepercayaan pada diri, tidak tentram, ingin lari
dari kenyataan hidup dan sebagainya. Hasil wawancara dengan Fabian mengungkapkan bahwa dia hanya merasa biasa saja ketika belajar
matematika. Hanya saja Bu Dede mengatakan bahwa Fabian kurang berkonsentrasi saat belajar matematika, Fabian agak susah mengeluarkan pendapat, dan Fabian salah satu siswa yang mendapatkan nilai matematika
di bawah KKM.
Berdasarkan hasil observasi dan penjelasan di atas peneliti merasa
terdorong untuk melakukan penelitian seorang siswa yang mendapatkan nilai matematika di bawah KKM tetapi tidak mengalami kecemasan belajar terhadap matematika. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi apa
penyebab siswa tersebut tidak mengalami kecemasan belajar matematika dengan menggunakan grounded theory. Penelitian ini dibuat dengan judul “Realita Ketidakcemasan Siswa Menghadapi Matematika”.
1.2 Identifikasi Masalah
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab siswa yang
6 1.3 Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, peneliti membatasi masalah penelitian dengan penyebab siswa yang mendapatkan
nilai di bawah KKM tidak mengalami kecemasan belajar matematika. 1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah tersebut, ruumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apa penyebab
siswa yang mendapatkan nilai di bawah KKM tidak mengalami kecemasan
belajar pada mata pelajaran matematika?” 1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
untuk mengetahui penyebab siswa yang mendapatkan nilai di bawah KKM tidak mengalami kecemasan belajar pada mata pelajaran matematika.
1.6 Manfaat Penelitian 1.6.1 Manfaat Teoritis
Secara umum hasil penelitian diharapkan dapat memberi sumbangan
bagi dunia pendidikan mengenai pandangan kecemasan terhadap mata pelajaran matematika. Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan refleksi dan
perbaikan bagi orang tua maupun guru. 1.6.2 Manfaat Praktis
1.6.2.1Bagi Sekolah
Penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang penyebab siswa yang mendapatkan nilai di bawah KKM tidak mengalami kecemasan belajar
7
belajar mengajar yang inovatif dan kreatif untuk mengurangi pandangan
siswa yang mengalami kecemasan belajar terhadap mata pelajaran matematika.
1.6.2.2Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan referensi dalam mengembangkan penelitian yang selanjutnya, terutama
tentang kecemasan siswa SD dalam menghadapi mata pelajaran matematika.
1.6.2.3Bagi Peneliti
Dengan dilakukannya penelitian ini peneliti dapat mengidentifikasi penyebab siswa yang mendapatkan nilai di bawah KKM tidak mengalami
kecemasan belajar matematika dan membuat pandangan baru bagi peneliti mengenai kecemasan matematika.
1.7 Definisi Operasional
1.7.2 Kecemasan adalah suatu keadaan perasaan afektif yang tidak menyenangkan yang disertai dengan sensasi fisik yang memperingatkan
orang terhadap bahaya yang akan datang.
1.7.3 Matematika adalah matematika adalah pengetahuan yang tidak berdiri
sendiri, tetapi dapat membantu manusia untuk memahami dan memecahkan permasalahan sosial, ekonomi, dan alam.
1.7.4 Kecemasan Matematika adalah perasaan ketegangan, cemas atau
8
BAB II
LANDASAN TEORI
Bab II peneliti akan membahas empat topik, yaitu mencakup kajian pustaka, penelitian yang relevan, kerangka teori, dan pertanyaan penelitian. Kajian pustaka berisi tentang deskripsi anak dan teori-teori tentang
kecemasan. Penelitian yang relevan berisi tentang paparan hasil penelitian orang lain yang menunjang penelitian ini. Pada kerangka berpikir, peneliti
menunjukkan kepada pembaca untuk memahami penelitian yang dilakukan, serta pertanyaan penelitian yang berkaitan dengan rumusan masalah dalam penelitian ini. Empat topik dalam Bab II ini akan dibahas peneliti secara
berurutan.
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1.1Deskripsi Partisipan yang Diteliti
Partisipan dalam penelitian ini adalah anak yang tidak mengalami kecemasan. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti di SD Nila
(Pseudonym), peneliti menemukan anak yang mendapatkan nilai di bawah KKM tidak mengalami kecemasan belajar matematika di kelas III A.
Partisipan dalam penelitian ini bernama Fabian (Pseudonym). Fabian merupakan siswa kelas III A di SD Nila. Selain melakukan observasi, peneliti juga melakukan wawancara dengan partisipan. Fabian berumur 9
10
Saat peneliti melakukan observasi di dalam kelas peneliti melihat
bahwa Fabian sama seperti siswa yang lainnya. Dilihat dari segi perilaku Fabian sama seperti teman-temannya mencoba belajar dengan baik,
mendengarkan ketika guru menjelaskan, dan sesekali bercanda atau mengobrol dengan teman sebangku saat pembelajaran sedang berlangsung. Segi fisik Fabian terlihat sama dengan siswa yang lain. Namun pada saat
peneliti melakukan wawancara di SD Nila, Bu Dede (Pseudonym) sebagai guru kelas Fabian dan sumber informan mengungkapkan kebiasaan Fabian
saat belajar bahwa Fabian kurang fokus, sering melamun, terkadang suka meremehkan tugas, mengerjakan tugas sesuka hati tetapi jika ditegur Bu Dede, Fabian mau mengerjakan walaupun mengerjakannya dengan sesuka
hati dia. Secara fisik, Fabian terlihat seperti anak pada umumnya berpakaian rapi, tidak terdapat cacat fisik, tetapi hasil wawancara Bu Dede mengatakan
bahwa Fabian kurang mendapatkan perhatian dari keluarganya dikarenakan mama dan papa Fabian sibuk bekerja. Hampir keseluruhan bidang akademik seperti IPA, IPS, dan Bahasa Indonesia mendapat nilai pas-pasan KKM.
Sedangkan nilai matematika Fabian mendapatkan nilai di bawah KKM. Setelah melihat nilai matematika Fabian peneliti mencoba
mewawancarai Fabian tentang cara belajar di rumah, Fabian mengatakan bahwa Fabian terkadang mempunyai inisiatif sendiri untuk belajar tetapi harus didampingi oleh orang tua atau kakak ketika belajar di rumah. Namun
Fabian lebih sering didampingi belajar oleh kakak kandung Fabian. Berdasarkan hasil wawancara dengan Fabian bahwa Fabian mencoba belajar
11
KKM. Peneliti sempat bertanya kepada Fabian perasaan Fabian saat belajar
matematika. Fabian hanya menjawab biasa saja walaupun kenyataannya dia mendapatkan nilai di bawah KKM. Selain orang tua yang mendampingi
Fabian belajar matematika, Fabian diminta orang tua mengikuti bimbingan belajar di suatu lembaga namun sekarang Fabian tidak mengikutinya lagi. Berdasarkan penjelasan dari Fabian, peneliti akan membahas lebih lanjut
mengenai penyebab Fabian tidak mengalami kecemasan belajar matematika dengan menggunakan grounded theory. Penjelasan lebih lanjut mengenai
grounded theory terdapat pada Bab III. 2.2 Teori-teori yang Mendukung 2.2.1 Kecemasan
2.2.1.1Pengertian Kecemasan
Freud dalam Semiun (2006) menjelaskan bahwa kecemasan adalah
suatu keadaan perasaan afektif yang tidak menyenangkan yang disertai dengan sensasi fisik yang memperingatkan orang terhadap bahaya yang akan datang. Kartono (2002: 32) mengungkapkan anxiety (kecemasan,
kegelisahan) adalah perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus untuk
ketakutan tersebut.
Menurut Suryabrata (2006: 139) biasanya reaksi individu terhadap ancaman ketidaksenangan dan pengrusakan yang belum dihadapinya ialah
12
Daradjat (1990: 27) mengungkapkan kecemasan adalah manifestasi
dari berbagai proses emosi yang bercampur baur. Proses emosi ini terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan (frustasi) dan
pertentangan batin (konflik).
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah suatu keadaan emosi disertai dengan sensasi fisik yang
memperingatkan orang terhadap bahaya atau reaksi individu terhadap ketidaksenangan yang tidak jelas sebabnya.
2.2.1.2Tipe Kecemasan
Freud dalam Suryabrata (2006: 139) mengemukakan adanya tiga macam kecemasan, yaitu:
a. Kecemasan realitis
Dari ketiga macam kecemasan yaitu kecemasan realitis, kecemasan
neurotik, dan kecemasan moral yang paling pokok adalah kecemasan atau ketakutan yang realitis, atau takut akan bahaya-bahaya di dunia luar; kedua kecemasan yang lain diasalkan dari kecemasan yang realistis ini.
b. Kecemasan neurotis
Kecemasan neurotis adalah kecemasan kalau insting-insting tidak
dapat dikendalikan dan menyebabkan orang berbuat sesuatu yang dapat dihukum. Kecemasan ini sebenarnya mempunyai dasar di dalam realitas, karena dunia sebagaimana diwakili oleh orang tua dan lain-lain orang yang
13 c. Kecemasan moral
Kecemasan moral adalah kecemasan kata hati. Orang yang mempunyai rasa berkembang baik cenderung untuk merasa dosa apabila dia
melakukan atau bahkan berpikir untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan norma-norma moral. Kecemasan moral ini juga mempunyai dasar dalam realitas; karena di masa yang lampau orang telah
mendapatkan hukuman sebagai akibat dari perbuatan yang melanggar kode moral, dan mungkin akan mendapat hukuman lagi.
Menurut Daradjat (1990: 27), kecemasan terbagi dalam bermacam-macam:
a. Rasa cemas yang timbul akibat melihat dan mengetahui ada bahaya
yang mengancam dirinya. Cemas ini lebih dekat kepada rasa takut, karena sumbernya jelas terlihat dalam pikiran, misalnya ketika ingin
menyeberang jalan terlihat mobil berlari kencang seakan-akan hendak menabraknya. Atau seorang mahasiswa yang sepanjang tahun bermain-main saja, merasa cemas (gelisah) apabila ujian datang.
b. Rasa cemas yang berupa penyakit dan terlihat dalam beberapa bentuk. Yang paling sederhana ialah cemas yang umum, dimana orang merasa
cemas (takut) yang kurang jelas, tidak tertentu dan tidak ada hubungannya dengan apa-apa, serta takut itu mempengaruhi keseluruhan diri pribadi. Ada pula cemas dalam bentuk takut akan
benda-benda atau hal-hal tertentu, misalnya takut melihat darah, serangga, binatang-binatang kecil, tempat yang tinggi, atau orang ramai.
14
yang mungkin ditimbulkan oleh benda-benda tersebut atau tidak
berbahaya sama sekali. Ada pula cemas dalam bentuk ancaman, yaitu kecemasan yang menyertai gejala-gejala gangguan dan penyakit jiwa.
Orang merasa cemas karena menyangka akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, sehingga ia merasa terancam oleh sesuatu itu.
c. Cemas karena merasa berdosa atau bersalah melakukan hal-hal
berlawanan dengan keyakinan atau hati nurani. Cemas ini sering pula menyertai gejala-gejala gangguan jiwa, yang kadang-kadang terlihat
dalam bentuk yang umum.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan dalam menghadapi mata pelajaran matematika dapat digolongkan dalam
kecemasan realitas dan kecemasan dalam bentuk ancaman. Digolongkan dalam kecemasan realitas karena siswa saat belajar matematika dapat
merasakan sesuatu perasaan yang nyata dan terjadi dalam diri siswa. Perasaan yang nyata dan terjadi dalam diri siswa seperti perasaan tegang atau tertekan. Kecemasan dalam menghadapi matematika dapat
digolongkan dalam bentuk ancaman karena perasaan tegang atau tertekan menjadikan siswa berpikir sesuatu hal yang tidak menyenangkan. Misalkan
15 2.2.1.3 Aspek Kecemasan
Menurut Daradjat (1990: 28), gejala-gejala cemas ada yang bersifat fisik dan ada yang bersifat mental. Berikut adalah beberapa gejala
kecemasan:
a. Gejala fisik yaitu, ujung-ujung jari terasa dingin, pencernaan tidak teratur, pukulan jantung cepat, keringat bercucuran, tidur tidak nyenyak,
nafsu makan hilang, kepala pusing, nafas sesak, dan sebagainya.
b. Gejala mental, antara lain: sangat takut, merasa akan ditimpa bahaya
atau kecelakaan, tidak bisa memusatkan perhatian, tidak berdaya/rendah diri, hilang kepercayaan pada diri, tidak tentram, ingin lari dari kenyataan hidup dan sebagainya.
Supratiknya (1995: 39), penderita yang mengalami keadaan cemas menunjukkan simtom-simtom sebagai berikut:
a. Senantiasa diliputi ketegangan, rasa was-was dan keresahan yang bersifat tak menentu (diffuse uneasiness).
b. Terlalu peka (mudah tersinggung) dalam pergaulan, dan sering merasa
tidak mampu, minder, depresi serba sedih.
c. Sulit berkonsentrasi dan mengambil keputusan, serba takut salah.
d. Rasa tegang menjadikan yang bersangkutan selalu bersikap tegang lamban, bereaksi secara berlebihan terhadap rangsangan yang datang secara tiba-tiba atau yang tak diharapkan, dan selalu melakukan gerakan-gerakan
16
e. Sering mengeluh bahwa ototnya tegang, khususnya pada leher dan
sekitar bagian atas bahu, mengalami diare ringan yang kronik, sering buang air kecil, dan menderita gangguan tidur berupa insomnia dan mimpi buruk.
f. Mengeluarkan banyak keringat dan telapak tangannya sering basah. g. Sering berdebar-debar dan tekanan darahnya tinggi.
h. Sering mengalami gangguan pernafasan dan berdebar-debar tanpa sebab
yang jelas.
i. Sering mengalami “anxiety attacks” atau tiba-tiba cemas tanpa ada sebab pemicunya yang jelas. Gejala-gejalanya dapat berupa berdebar-debar, sulit bernafas, berkeringat, pingsan, badan terasa dingin, terkencing-kencing, atau sakit perut.
Nevid dkk (2005: 164) mengungkapkan beberapa ciri kecemasan berikut ini:
a. Ciri-ciri fisik dari kecemasan 1)Kegelisahan dan kegugupan
2)Tangan atau anggota tubuh yang bergetar atau gemetar
3)Sensasi dari pita ketat yang mengikat di sekitar dahi 4)Kekencangan pada pori-pori kulit perut atau dada
5)Banyak berkeringat
6)Telapak tangan yang berkeringat 7)Pening atau pingsan
8)Mulut atau kerongkongan terasa kering 9)Sulit berbicara
17 11)Bernafas pendek
12)Jantung yang berdebar keras atau berdetak kencang 13)Suara yang bergetar
14)Jari-jari atau anggota tubuh yang menjadi dingin 15)Pusing
16)Merasa lemas atau mati rasa
17)Sulit menelan
18)Kerongkongan terasa tersekat
19)Leher atau punggung terasa kaku 20)Sensasi seperti tercekik atau tertahan 21)Tangan yang dingin dan lembab
22)Terdapat gangguan sakit perut atau mual 23)Panas dingin
24)Sering buang air kecil 25)Wajah terasa memerah 26)Diare
27)Merasa sensitif atau “mudah marah” b. Ciri-ciri behavioral dari kecemasan
1)Perilaku menghindar
2)Perilaku melekat dan dependen 3)Perilaku terguncang
18
2)Perasaan terganggu akan ketakutan atau aprehensi terhadap sesuatu
yang terjadi di masa depan
3)Keyakinan bahwa sesuatu yang mengerikan akan segera terjadi, tanpa
ada penjelasan yang jelas
4)Terpaku pada sensasi kebutuhan
5)Sangat waspada terhadap sensasi kebutuhan
6)Merasa terancam oleh orang atau peristiwa yang normalnya hanya sedikit atau tidak mendapat perhatian
7)Ketakutan akan kehilangan kontrol
8)Ketakutan akan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah 9)Berpikir bahwa dunia mengalami keruntuhan
10)Berpikir bahwa semuanya tidak lagi bisa dikendalikan
11)Berpikir bahwa semuanya terasa sangat membingungkan tanpa bisa
diatasi
12)Khawatir terhadap hal-hal yang sepele
13)Berpikir tentang hal mengganggu yang sama secara berulang-ulang
14)Berpikir bahwa harus bisa kabur dari keramaian, kalau tidak pasti akan pingsan
15)Pikiran terasa bercampur aduk atau kebingungan
16)Tidak mampu menghilangkan pikiran-pikiran terganggu
17)Berpikir akan segera mati, meskipun dokter tidak menemukan
sesuatu yang salah secara medis 18)Khawatir akan ditinggal sendirian
19
Berdasarkan pendapat para ahli, peneliti menyimpulkan bahwa
terdapat tiga aspek kecemasan antara lain; fisik, mental, dan perilaku.
a. Indikator aspek fisik: respon dari anggota tubuh terhadap rasa cemas.
Misalnya, ujung-ujung jari terasa dingin, pencernaan tidak teratur, pukulan jantung cepat, keringat bercucuran, tidur tidak nyenyak, nafsu makan hilang, kepala pusing, nafas sesak, pingsan dan sebagainya
b. Indikator aspek mental
1)Kognitif: timbul dari pemikiran pribadi. Misalnya, khawatir tentang
sesuatu, pikiran terasa bercampur aduk atau kebingungan, tidak mampu menghilangkan pikiran-pikiran terganggu, berpikir akan segera mati meskipun dokter tidak menemukan sesuatu yang salah secara medis,
khawatir akan ditinggal sendirian, sulit berkonsentrasi dan memfokuskan pikiran.
2)Afektif: timbul dari perasaan pribadi. Misalnya, rasa takut, merasa akan ditimpa bahaya atau kecelakaan, tidak bisa memusatkan perhatian, tidak berdaya/rendah diri, hilang kepercayaan pada diri, tidak tentram, ingin lari dari kenyataan hidup, sering mengalami “anxiety attacks” atau
tiba-tiba cemas tanpa ada sebab pemicunya yang jelas, senantiasa
diliputi ketegangan, rasa was-was dan keresahan yang bersifat tak menentu (diffuse uneasiness), terlalu peka (mudah tersinggung) dalam pergaulan, dan sering merasa tidak mampu, minder, depresi serba sedih,
dan sebagainya.
c. Indikator aspek perilaku: tingkah laku seseorang untuk mengatasi
20
meninggalkan pembelajaran matematika di kelas, melekat dan dependen
dengan mencontek saat ujian berlangsung, terguncang dengan menunjukkan perilaku menolak.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan ditimbulkan oleh dua faktor yaitu faktor biologis yang ditimbulkan dari fisik seseorang dan faktor kognitif ditimbulkan dari gangguan-gangguan
kecemasan masa lalu.
2.2.2 Kecemasan Matematika
2.2.2.1Pengertian Kecemasan Matematika
Tobias dalam Anita (2014: 127) mengemukakan pengertian kecemasan matematika adalah sebagai perasaan-perasaan tegang dan cemas
yang mencampuri manipulasi bilangan-bilangan dan pemecahan masalah matematis dalam beragam situasi kehidupan sehari-hari dan situasi
akademik. Ashcraft dalam Anita (2014: 127) mendefinisikan kecemasan matematika sebagai perasaan ketegangan, cemas, atau ketakutan yang mengganggu kinerja matematika. Sedangkan Richardson dan Suinn dalam
Anita (2014: 27) menyatakan bahwa kecemasan matematika melibatkan perasaan tegang dan cemas yang mempengaruhi dengan berbagai cara
ketika menyelesaikan soal matematika dalam kehidupan nyata dan akademik.
Mathison dalam Risnawita (2014: 91) mendefinisikan kecemasan
matematika sebagai ketakutan irasional matematika yang berkisar dari yang sederhana yaitu ketidaknyamanan yang terkait dengan operasi numberik.
21
Risnawita (2014: 92) yang menyatakan kecemasan matematika adalah
keadaan ketidaknyamanan yang terjadi sebagai respons terhadap situasi yang melibatkan tugas-tugas matematika yang dianggap mengancam harga
diri.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan kecemasan matematika adalah perasaan tidak nyaman seseorang yang dapat
mengganggu kinerja berhubungan dengan matematika dalam kehidupan sehari-hari maupun akademik.
2.2.3 Pelajaran Matematika SD
Runtukahu (2014: 28) mengungkapkan bahwa pemusatan pengajaran matematika SD sering hanya pada keterampilan berhitung
(penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian bilangan bulat, pecahan, dan desimal) dan beranggapan bahwa jika anak telah menguasai berhitung
ia telah menguasai semua kompetensi matematika, jelas bahwa matematika bukan hanya menekankan berhitung. Menurut Johnson & Rising dalam Runtukahu (2014: 28), memberikan beberapa definisi matematika sebagai
berikut.
a. Matematika adalah pengetahuan terstruktur, dimana sifat dan teori
dibuat secara deduktif berdasarkan unsur-unsur yang didefinisikan atau tidak didefinisikan dan berdasarkan aksioma, sifat, atau teori yang telah dibuktikan kebenaranya.
b. Matematika adalah bahasa symbol tentang berbagai gagasan dengan menggunakan istilah-istilah yang didefinisikan secara cermat, jelas, dan
22
c. Matematika adalah seni, dimana keindahannya terdapat dalam
keterurutan dan keharmonisan.
Beth & Piaget dalam Runtukahu (2014: 28) mengatakan bahwa yang
dimaksud dengan matematika adalah pengetahuan yang berkaitan dengan berbagai struktur abstrak dan hubungan antar-struktur tersebut sehingga terorganisasi dengan baik.
Kline dalam Runtukahu (2014: 28) lebih cenderung mengatakan bahwa matematika adalah pengetahuan yang tidak berdiri sendiri, tetapi
dapat membantu manusia untuk memahami dan memecahkan permasalahan sosial, ekonomi, dan alam.
Reys dkk., dalam Runtukahu (2014: 28), mengatakan bahwa
matematika adalah studi tentang pola dan hubungan, cara berpikir dengan strategi organisasi, analisis, seni, bahasa, dan alat untuk memecahkan
masalah-masalah abstrak dan praktis.
Hudojo (1988: 3) mengatakan bahwa matematika berkenaan dengan ide-ide/konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hirarkis dan
penalarannya deduktif.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan matematika adalah
pengetahuan terstruktur dengan konsep-konsep abstrak, simbol yang didefinisikan secara keterurutan, cermat, jelas, dan akurat memerlukan cara berpikir yang kritis untuk memecahkan masalah yang nantinya dapat
23 2.3 Penelitian yang Relevan
Penelitian yang pertama dilakukan oleh Rani Ayuningtyas (2009) yang berjudul “Studi Deskriptif Kecemasan Siswa Kelas 6 Sekolah Dasar
Dalam Menghadapi Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN)”. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif-kuantitatif yang artinya memberikan gambaran secara umum
tentang kecemasan yang dialami siswa kelas 6 SD dalam menghadapi UASBN berdasarkan analisis skor jawaban subjek pada skala sebagaimana
adanya.
Metode yang digunakan dalam proses penskalaan pada penelitian ini adalah metode rating yang dijumlahkan (method of summate rating) atau populasi dengan nama penskalaan model Likert. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya permasalahan siswa yang mengalami
kecemasan dalam menghadapi ujian atau tes. Subjek penelitian adalah siswa kelas 6 SD Pangudi Luhur, Yogyakarta yang berjumlah 70 orang.
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala
kecemasan terhadap Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN). Berdasarkan analisis deskriptif data diperoleh mean empirik < mean teoritik
yaitu 113,4857 < 135. Hal tersebut menunjukkan kecemasan siswa rendah. Norma kategorisasi yang ada menunjukkan 51,43% subjek dalam penelitian berada pada kategori kecemasan terhadap UASBN sedang dan 42,86%
subjek berada pada kategori kecemasan rendah
24
Menghadapi Mata Pelajaran Matematika Pada Siswa SD Negeri Bratan III
Surakarta”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara efikasi diri dengan kecemasan menghadapi mata pelajaran matematika.
Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan negatif antara efikasi diri dengan kecemasan menghadapi mata pelajaran matematika pada siswa SD Negeri Bratan III Surakarta. Analisis data menggunakan teknik korelasi
product moment dari Pearson, diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar -0,382; p = 0,000 (p<0,01) artinya ada hubungan negatif yang sangat
signifikan antara efikasi diri dengan kecemasan menghadapi mata pelajaran matematika. Jadi hipotesis dalam penelitian ini diterima.
Teknik pengambilan subjek dalam penelitian ini adalah studi
populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa siswa kelas 3, 4, dan 5 yang berjumlah 110 orang. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian
adalah skala efikasi diri berdasarkan teori dari Bandura yang meliputi tingkat kesulitan (magnitude), umum (generality), kekuatan (strength), dan skala kecemasan berdasarkan teori dari Blackburn dan Davidson yang
terdiri dari suasana hati, pikiran, motivasi, perilaku, dan reaksi biologis. Hasil dalam penelitian adalah adanya hubungan negatif yang sangat
signifikan antara efikasi diri dengan kecemasan menghadapi mata pelajaran matematika. Hal tersebut berarti efikasi diri dengan segala aspek yang terkandung di dalamnya memberikan kontribusi terhadap kecemasan siswa
25
Penelitian yang ketiga dilakukan oleh Rossa Amelia (2011) dengan judul “Penerapan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Dalam Mengurangi Kecemasan Belajar Matematika Siswa
(Penelitian Tindakan Kelas di SDN PGS 2 Depok)”. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang terdiri dari empat tahap, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi,
dan refleksi. Instrument yang digunakan adalah lembar observasi kecemasan belajar matematika siswa, jurnal harian siswa, wawancara, dan
tes akhir siklus.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa penerapan pendekatan PMRI dapat mengurangi kecemasan belajar matematika siswa yaitu 15,5%
pada siklus I menjadi 9,2% pada siklus II. Hal tersebut menunjukkan pula adanya peningkatan rata-rata hasil belajar matematika siswa yaitu 83,48
pada siklus I menjadi 90,38 pada siklus II, dan memberikan respon positif terhadap pembelajaran matematika sebesar 81,4% pada siklus I dan 94,9% pada siklus II. Pendekatan PMRI mengurangi kecemasan belajar
matematika siswa dan meningkatkan hasil belajar matematika siswa.
Ketiga penelitian tersebut, menunjang penelitian yang peneliti
lakukan. Pada penelitian pertama menyatakan tentang siswa SD mengalami kecemasan tingkat sedang saat menghadapi UASBN. Penelitian kedua mengungkapkan adanya hubungan negatif yang sangat signifikan antara
efikasi diri dengan kecemasan menghadapi mata pelajaran matematika. Penelitian yang ketiga menjelaskan pendekatan PMRI dapat mengurangi
26
matematika siswa. Oleh sebab itu, ketiga penelitian tersebut memberikan
relevansi kepada peneliti yang akan melakukan penelitian mengenai kecemasan belajar siswa pada mata pelajaran matematika.
Peneliti membuat literature map yang memuat penelitian-penelitian terdahulu sampai dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti. Literature map yang dibuat oleh peneliti, menunjukkan hubungan antara penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Berdasarkan studi literature penelitian kecemasan matematika. Peneliti
27
Gambar 2.1 Literature Map 2.4 Kerangka Berpikir
Matematika menjadi salah satu mata pelajaran inti yang dipelajari di
Sekolah Dasar. Hal itu terjadi karena ilmu dari matematika dapat berguna dalam kehidupan sehari-hari seperti ilmu hitung menghitung. Ilmu hitung
menghitung biasa digunakan dalam kegiatan jual beli. Tetapi untuk mempelajari matematika bukanlah suatu ilmu yang mudah. Masih saja siswa yang beranggapan bahwa matematika menjadi salah satu mata pelajaran yang ‘momok’ untuk ditakuti. Saat mempelajari matematika siswa
dapat merasakan kecemasan tersendiri. Terdapat anggapan beberapa siswa
28
mendapatkan nilai yang kurang memuaskan dalam mata pelajaran
matematika.
Anggapan bahwa matematika itu sulit untuk dipahami juga
ditemukan di SD Nila (Pseudonym). SD Nila merupakan sekolah dasar yang di dalamnya terdapat beberapa anak yang memiliki kecemasan terhadap mata pelajaran matematika. Hasil dari observasi dan wawancara yang
peneliti lakukan di SD Nila, terhadap salah satu siswa yang mendapatkan nilai matematika di bawah KKM tetapi tidak merasakan kecemasan. Siswa
tersebut adalah Fabian (Pseudonym). Fabian mengungkapkan bahwa dia merasa biasa-biasa saja dengan matematika. Walaupun dia mendapatkan nilai di bawah KKM, dia tidak merasa cemas dengan hal tersebut.
Orang beranggapan bahwa biasanya siswa akan cemas jika mendapatkan nilai matematika yang jelek. Namun tidak dengan Fabian.
Peneliti melihat bahwa Fabian tidak menunjukkan tanda-tanda kecemasan sesuai dengan indikator kecemasan. Menurut pengakuan dari guru kelas Fabian mengungkapkan bahwa Fabian mendapatkan nilai matematika di
bawah KKM, perilaku Fabian saat belajar di kelas terlihat kurang berkonsentrasi, suka menyepelekan tugas, dan sesuka hati dia untuk
menyelesaikan tugas.
Berdasarkan hasil wawancara tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap Fabian. Peneliti melakukan wawancara yang
mendalam dan observasi untuk mengetahui informasi dengan lebih jelas dan terpercaya dari sumber-sumber yang ingin digali informasinya oleh peneliti.
29
siswa yang mendapatkan nilai di bawah KKM tidak mengalami kecemasan
belajar matematika.
Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berpikir 2.5 Pertanyaan Penelitian
Jenis wawancara yang dilakukan oleh peneliti tidak terstruktur.
Wawancara tidak terstruktur dilakukan karena memiliki kelonggaran dalam banyak hal termasuk dalam hal pedoman wawancara yang bersifat fleksibel
dan tidak menyimpang dari tujuan wawancara yang telah ditetapkan.
Pada bagian ini peneliti menyajikan beberapa pertanyaan penelitian yang dapat membantu pada saat melakukan penelitian antara lain:
2.5.1 Bagaimana perilaku siswa yang mendapatkan nilai matematika di bawah KKM tetapi tidak mengalami kecemasan saat belajar matematika di
sekolah?
Penyebab siswa mendapatkan nilai matematika di bawah KKM tetapi tidak merasakan kecemasan
30
2.5.2 Bagaimana perilaku siswa yang mendapatkan nilai matematika di
bawah KKM tetapi tidak mengalami kecemasan saat belajar matematika di rumah?
2.5.3 Bagaimana cara keluarga mendampingi siswa yang mendapatkan nilai matematika di bawah KKM tetapi tidak mengalami kecemasan belajar matematika di rumah?
2.5.4 Bagaimana cara guru mendampingi siswa yang mendapatkan nilai matematika di bawah KKM tetapi tidak mengalami kecemasan belajar
matematika di sekolah?
2.5.5 Bagaimana prestasi belajar siswa tersebut?
2.5.6 Bagaimana kondisi pertemanan siswa yang mendapatkan nilai
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab III peneliti akan membahas tujuh topik, yaitu jenis penelitian,
setting penelitian, desain penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik pemeriksaan keabsahan data, dan teknik analisis data.
Jenis penelitian berisi tentang jenis penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian ini yaitu grounded theory, serta alasan yang digunakan.
Setting penelitian memuat tempat dan waktu yang dilakukan selama penelitian. Desain penelitian berisi langkah-langkah peneliti saat melakukan penelitian dan perolehan data. Teknik pengumpulan data yang digunakan
oleh peneliti dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan dokumen. Instrumen penelitian ini disajikan dengan menggunakan peneliti
sendiri, sedangkan keabsahan data memuat uji kredibilitas dan pengujian
transferability. Teknik analisis data menjelaskan tentang proses awal hingga akhir dalam penelitian ini. Ketujuh hal tersebut akan dibahas secara urut
oleh peneliti.
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini disusun secara kualitatif bertujuan untuk mengetahui penyebab siswa yang mendapatkan nilai matematika di bawah KKM tidak mengalami kecemasan matematika. Jenis penelitian yang
digunakan adalah Grounded Theory. Grounded theory adalah metodologi penelitian kualitatif yang berusaha membangun teori berdasarkan data yang
32
Menurut Strauss & Corbin dalam Gunawan (2013: 201) grounded theory
dibangun dari data tentang suatu fenomena, bukan suatu hasil pengembangan teori yang sudah ada.
Meyer dalam Gunawan (2013: 113) mengungkapkan perbedaan penelitian grounded theory dengan penelitian studi kasus, jenis penelitian
grounded theory mengangkat teori secara langsung dari data temuan di lapangan (firsthand data) dan cenderung menghindari pengaruh dari teori yang ada. Sementara penelitian studi kasus menggunakan teori yang sudah
ada sebagai acuan untuk menentukan posisi hasil penelitian terhadap teori yang ada tersebut. Posisi teori yang dibangun dalam penelitian studi kasus dapat sekedar memperbaiki, melengkapi atau menyempurnakan teori yang
ada berdasarkan perkembangan dan perubahan fakta terkini.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian grounded theory karena peneliti menemukan teori secara langsung berdasarkan data temuan di lapangan bahwa tidak semuanya siswa yang mendapatkan nilai matematika di bawah KKM mengalami kecemasan belajar matematika. Salah satu
sumber yang dapat digunakan dalam grounded theory adalah literature yang meliputi: bacaan teori dalam penelitian ini menggunakan bacaan teori
mengenai kecemasan, penelitian yang relevan mengenai kecemasan matematika, dan berbagai macam dokumen dalam penelitian ini menggunakan dokumen nilai mata pelajaran matematika. Oleh karena
33
fenomena yang sedang dipelajari (Strauss & Corbin dalam Gunawan, 2013:
200).
3.2 Deskripsi Setting Penelitian 3.2.1 Sekolah
SD Nila (Pseudonym) merupakan lokasi yang digunakan oleh peneliti sebagai tempat penelitian. SD Nila merupakan sekolah swasta yang
telah berusia 94 tahun ini terletak sangat strategis berada di daerah perkotaan Yogyakarta. Suasana sekolah sangat nyaman dan sejuk, di sekitar
sekolah ditumbuhi pepohonan yang sangat rindang. Hal tersebut menjadikan sebuah kebanggaan untuk sekolah karena SD Nila mendapatkan kejuaraan Adiwiyata sejak tahun 2008. SD Nila memiliki halaman sekolah yang cukup
luas untuk melakukan aktivitas sekolah, seperti upacara bendera, olahraga, kegiatan kerohanian, maupun kegiatan lainnya. SD tersebut memiliki 12
ruang kelas. Setiap kelas merupakan kelas paralel masing-masing terdiri dari dua kelas. Peneliti melaksanakan penelitian ini di kelas III A. SD Nila merupakan sekolah yang dapat dikatakan memiliki fasilitas yang tercukupi.
SD Nila memiliki fasilitas 1 ruangan perpustakaan, 1 Unit Kegiatan Sekolah, 1 ruang komputer dengan 20 unit komputer di dalamnya, 1 ruang
guru, 1 ruang kepala sekolah beserta tata usaha, 1 kantin, dan 12 kamar mandi. Saat ini SD Nila terdapat 12 guru yang mengajar di kelas 1 sampai dengan kelas 6, kepala sekolah dibantu dengan oleh 1 petugas tata usaha, 1
penjaga kantin, 1 penjaga sekolah, dan 1 satpam. SD Nila merupakan sekolah dengan mayoritas kondisi perekonomian siswa menengah ke atas.
34
mengantar anaknya banyak mobil dan sepeda motor yang terparkir di dalam
halaman sekolah maupun luar sekolah.
3.2.2 Deskripsi Pembelajaran Matematika Di SD Nila
Pembelajaran matematika kelas III di SD Nila terjadwal setiap empat kali dalam satu minggu. Kegiatan pembelajaran matematika berlangsung selama dua JP, satu JP terdapat 40 menit. Saat peneliti
melakukan observasi pembelajaran matematika di dalam kelas III A, peneliti melihat cara mengajar guru di SD Nila masih cenderung
menggunakan metode ceramah yaitu guru menjelaskan dan siswa mendengarkan. Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan Bu Dede (Pseudonym) selaku guru kelas III A yang sekaligus mengajar matematika beliau mengungkapkan cara mengajar di dalam kelas. Bu Dede dalam mengajar tetap menggunakan buku pelajaran yang ditentukan oleh
sekolah maupun menggunakan sumber buku lain sebagai bahan acuan pembelajaran dan media pembelajaran jika dirasa perlu. Bu Dede juga melakukan pendekatan dengan siswa yang dirasa mengalami kesulitan saat
belajar matematika. Proses pendekatan yang dilakukan Bu Dede dengan lebih ekstra hati-hati dan teliti menjelaskan materi lebih detail lagi sehingga
siswa yang mengalami kesulitan lebih memahami. Bu Dede mengungkapkan bahwa Bu Dede sering menggunakan metode bercerita dan mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari agar siswa lebih tertarik dan
memahami materi.
Bu Dede mengatakan bahwa selain menerapkan metode bercerita
35
and punishment dalam kegiatan pembelajaran matematika. Salah satu
reward yang ditunjukkan dalam pembelajaran peneliti melihat jika Bu Dede meminta salah satu siswa untuk diminta mengerjakan soal di papan tulis dan
siswa tersebut dapat menjawab soal dengan benar maka siswa tersebut mendapatkan tambahan point dalam nilai matematikanya sebanyak satu point. Namun jika siswa tidak dapat menjawabnya maka siswa tersebut
tidak memperoleh tambahan point. Peneliti melihat bahwa hal tersebut dapat dilakukan saat kegiatan pembelajaran agar siswa merasa termotivasi
dan mempunyai tantangan yang lebih dalam belajar.
Ketika observasi kegiatan belajar mengajar matematika di dalam kelas, peneliti tidak melihat secara langsung bentuk punishment yang diberikan Bu Dede kepada siswa. Bu Dede hanya mengatakan kepada peneliti jika siswa tidak mengerjakan PR salah satu konsekuensi yang
didapatkan yaitu siswa diminta untuk segera mengerjakannya di perpustakaan dan melaksanakan piket kelas. Peneliti melihat mengenai cara belajar matematika siswa di dalam kelas. Bu Dede masih menggunakan cara
belajar dengan memberikan contoh soal dan mencoba menjelaskannya dengan menyelesaikan contoh soal tersebut bersama-sama siswa. Setelah
selesai memberikan penjelasan, Bu Dede meminta siswa untuk mencoba beberapa nomor soal latihan yang diberikan oleh Bu Dede. Siswa diberi beberapa menit untuk menyelesaikan soal yang diberikan oleh Bu Dede.
Ketika siswa sudah selesai mengerjakan, Bu Dede meminta salah satu siswa kelas III A untuk mencoba mengerjakan di papan tulis kemudian akan
36
mencoba menjawab soal tersebut. Jika siswa menjawab benar soal yang
diberikan oleh Bu Dede maka berlaku sistem reward tersebut. Namun terkadang ketika Bu Dede meminta salah satu siswa untuk maju menjawab
ke depan kelas masih ada siswa yang tidak mau untuk ditunjuk mengerjakan soal. Salah satu cara agar untuk mensiasatinya Bu Dede menggunakan sistem reward tersebut.
3.2.3 Waktu Penelitian
Waktu penelitian dimulai dari pertengahan bulan Desember 2016
sampai bulan Maret 2017. Waktu penelitian dapat dilihat pada tabel jadwal penelitian berikut.
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian
No Jenis Kegiatan Waktu Pelaksanaan (dalam bulan)
11 12 01 02 03 04 05 06
Tahun 2016 Tahun 2017
1 Observasi Keadaan
Lapangan
2 Pengumpulan Data
(observasi, wawancara,
dan
dokumentasi)
37 Proposal
4 Pengecekan
Data dan proposal
5 Pengolahan
Data
6 Penyusunan Laporan
7 Ujian Skripsi
Pemilihan partisipan dalam penelitian ini yaitu seorang siswa kelas III A yang tida mengalami kecemasan belajar matematika, guru kelas III A,
kakak kandung dari siswa kelas III A dan orang tua siswa kelas III A yang tidak mengalami kecemasan belajar matematika. Para partisipan ini
dianggap dapat mewakili dan menjawab penyebab siswa tidak mengalami kecemasan belajar terhadap matematika. Dalam grounded theory proses pemilihan sampel berhubungan erat dengan pengumpulan data dan analisis
data. Analisis data dalam penelitian grounded theory berlangsung selama penelitian berproses, mulai dari wawancara hingga berakhir pada
pengamatan (Tohirin, 2011: 33). Oleh karena itu partisipan dalam penelitian bisa berubah maupun bertambah. Pada penelitian ini, peneliti pertama kali melakukan wawancara dengan guru kelas III A SD Nila selaku informan I.
38
tersebut. Pembahasan lebih lanjut mengenai latar belakang partisipan akan
dibahas pada bagian latar belakang informan dan temuannya.
3.3 Desain Penelitian
Pertama kali peneliti melakukan wawancara dengan guru kelas III A yaitu Bu Dede (Pseudonym) pada tanggal 13 Januari 2017 di ruang guru. Peneliti meminta izin kepada Bu Dede untuk mengadakan penelitian di
kelas yang diampu oleh Bu Dede yaitu kelas III A di SD Nila. Peneliti mencoba menanyakan kepada Bu Dede mengenai siswa yang mengalami
kecemasan belajar terhadap mata pelajaran matematika dengan menunjukkan indikator-indikator kecemasan kepada Bu Dede. Setelah Bu Dede melihat beberapa indikator kecemasan yang ditunjukkan oleh peneliti,
Bu Dede memberikan pernyataan ada beberapa siswa yang kemungkinan bisa menjadi partisipan. Pada tanggal 18 Januari 2017 peneliti melakukan
observasi di kelas III A saat proses pembelajaran matematika sedang berlangsung. Peneliti mengamati cara guru mengajar di kelas dan mengamati cara belajar maupun tingkah laku siswa yang pada awalnya
disarankan oleh Bu Dede sebagai partisipan. Setelah mengamati beberapa partisipan akhirnya peneliti meminta kelima dugaan awal subjek peneliti
untuk diuji apakah benar mereka mengalami kecemasan belajar terhadap matematika dengan mengisi kuesioner yang berisikan pernyataan yang berhubungan indikator-indikator kecemasan belajar terhadap matematika.
Hasil kuesioner menunjukkan bahwa dari kelima dugaan awal partisipan terdapat salah satu siswa yang mengalami kecemasan belajar
39
siswa tersebut mendapatkan nilai matematika di bawah KKM. Peneliti
tertarik untuk mengambil siswa Fabian (Pseudonym) sebagai partisipan karena berdasarkan hasil pengisian kuesioner Fabian tidak menunjukkan
tanda-tanda kecemasan terhadap matematika walaupun Fabian mendapatkan nilai di bawah KKM. Peneliti melakukan wawancara terhadap Fabian sebanyak tiga kali. Peneliti menanyakan beberapa pertanyaan kepada Fabian
mengenai bagaimana cara belajar matematika Fabian saat di sekolah maupun di rumah, bagaimana kondisi lingkungan seperti teman-teman,
guru, dan orang tua Fabian dalam mendukung belajar, bagaimana perasaan Fabian saat sedang menghadapi pelajaran matematika, dan berbagai pertanyaan yang dapat membantu peneliti dalam menjawab penyebab siswa
tidak mengalami kecemasan belajar matematika sedangkan Fabian mendapatkan nilai matematika di bawah KKM. Daftar topik pertanyaan
untuk wawancara disajikan dalam Lampiran A.
Setelah melakukan wawancara dengan Fabian, peneliti melakukan wawancara yang mendalam dengan Bu Dede untuk mendapatkan informasi
tentang Fabian. Wawancara mendalam dilakukan peneliti guna untuk menanyakan kepada Bu Dede pertanyaan lebih mendalam yang peneliti
tidak bisa dapatkan dari sumber informan lain. Wawancara yang mendalam peneliti bertanya terkait latar belakang Fabian seperti kondisi keluarga, hasil belajar Fabian, tingkah laku Fabian saat belajar di dalam kelas, hubungan
sosial Fabian saat di sekolah, dan pertanyaan-pertanyaan yang dimaksudkan untuk memperoleh informasi terhadap Fabian. Daftar topik pertanyaan
40
mengenai Fabian mendapatkan nilai matematika di bawah KKM tetapi
Fabian tidak mengalami kecemasan belajar terhadap matematika lebih dalam dengan melakukan wawancara terhadap kakak kandung dan orang
tua Fabian. Wawancara dengan Alin (Pseudonym) sebagai kakak kandung Fabian yang peneliti ketahui dari Bu Dede bahwa Alin bersekolah di satu sekolah yang sama dengan Fabian namun Alin duduk di bangku kelas
tingkat lebih tinggi dari Fabian yaitu kelas IV A. Peneliti melakukan wawancara dengan Alin sebanyak dua kali sedangkan dengan kedua orang
tua Fabian peneliti mempunyai kesempatan bertanya dengan Bu Wuri (Pseudonym) selaku mama Fabian dan Pak Robi (Pseudonym) sebagai papa Fabian. Daftar topik pertanyaan Bu Wuri dan Pak Robi disajikan dalam
Lampiran A.
Latar Belakang Informan I dan temuannya
Informan I dalam penelitian ini adalah wali kelas III A. Peneliti melakukan wawancara dengan Bu Dede (Pseudonym) selaku wali kelas III A di SD Nila sebanyak tiga kali. Wawancara pertama peneliti lakukan pada
tanggal 13 Januari 2017 di ruang guru. Wawancara kedua dilakukan pada 18 Januari 2017 di ruang perpustakaan. Wawancara ketiga di lakukan pada
tanggal 9 Mei 2017. Peneliti melakukan wawancara dengan Bu Dede mengambil waktu jam istirahat atau mengambil waktu saat Bu Dede tidak sedang mengajar. Bu Dede memiliki latar belakang pendidikan dengan
program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar disalah satu Perguruan Tinggi Swasta Yogyakarta. Setelah menyelesaikan studinya Bu Dede
41
Dede kurang lebih sudah setahun beliau mengajar di SD Nila. Saat mulai
bekerja Bu Dede diberi kesempatan untuk mengajar di kelas III A. Bu Dede sudah cukup berpengalaman dalam menghadapi siswa yang berbeda-beda
karakter.
Peneliti memilih Bu Dede sebagai informan I bertujuan untuk mengetahui informasi mengenai latar belakang Bu Dede, latar belakang
siswa yang menjadi subjek penelitian ini, dan perilaku siswa tersebut ketika belajar di kelas. Wawancara ini bertujuan untuk mengetahui penyebab siswa
yang mendapatkan nilai di bawah KKM tidak mengalami kecemasan belajar terhadap matematika. Saat melakukan wawancara dengan Bu Dede peneliti menemukan salah satu siswa kelas III A yang tidak mengalami kecemasan
belajar matematika yaitu Fabian. Peneliti sempat menguji apakah benar Fabian mengalami kecemasan dengan meminta Fabian mengisi lembar
kuesioner yang berisi pernyataan berupa indikator-indikator kecemasan terhadap matematika. Hasil dari pengisian kuesioner yang diisi oleh Fabian menunjukkan Fabian tidak mengalami kecemasan belajar terhadap
matematika walaupun Fabian mendapatkan nilai matematika di bawah KKM. Oleh karena itu peneliti melakukan wawancara dengan Bu Dede
mengenai Fabian. Bu Dede mengatakan bahwa Fabian merupakan siswa yang mendapatkan hasil belajar yang kurang khususnya dalam pelajaran matematika dan Fabian anak yang sulit berkonsentrasi saat belajar
matematika. Beberapa pernyataan tersebut membuat peneliti memilih Fabian menjadi partisipan. Hasil pengolahan wawancara akan peneliti bahas
42
Latar Belakang dengan Informan II dan temuannya
Informan II dalam penelitian ini adalah Alin (Pseudonym) sebagai kakak kandung dari Fabian siswa yang mendapatkan nilai di bawah KKM
namun tidak mengalami kecemasan belajar terhadap matematika. Peneliti melakukan wawancara dengan Alin sebanyak dua kali. Wawancara pertama peneliti lakukan pada tanggal 9 Mei 2017 dan wawancara kedua pada
tanggal 11 Mei 2017. Peneliti melakukan wawancara mengambil waktu jam istirahat Alin pukul 09:00 WIB di ruang UKS yang ruangannya cukup
kondusif dan tidak ramai dengan anak-anak. Wawancara ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui latar belakang Fabian seperti kondisi keluarga, perilaku Fabian saat di rumah, dan cara belajar Fabian saat di rumah.
Peneliti memilih Alin sebagai sumber informan karena Fabian memberi informasi khususnya mengenai keluarga kurang detail karena itulah peneliti
mencoba mencari informasi kepada Alin yang kebetulan bersekolah di SD Nila hanya saja Alin duduk di bangku kelas yang lebih tinggi dari Fabian yaitu kelas IV A. Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan
Alin peneliti melihat adanya penyebab Fabian tidak mengalami kecemasaan belajar terhadap matematika. Alin mengungkapkan bahwa Fabian saat
belajar di rumah harus sering diingatkan sekedar untuk mengerjakan PR (Pekerjaan Rumah) yang diberikan oleh guru maupun untuk menata jadwal, Fabian harus sering ditemani belajar oleh kakaknya karena jika Fabian
belajar sendiri maka Fabian akan belajar dengan sesuka hati Fabian, Fabian beserta kakaknya kurang mendapatkan perhatian oleh kedua orang tuanya