• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan skor Stress Mindset Measurement versi Likert dengan versi terbuka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbedaan skor Stress Mindset Measurement versi Likert dengan versi terbuka"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN SKOR STRESS MINDSET

MEASUREMENT

VERSI LIKERT DENGAN VERSI TERBUKA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh:

Yosua Kamali Purnomo Sidhi

099114092

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v

PERBEDAAN SKOR STRESS MINDSET MEASUREMENT

VERSI LIKERT DENGAN VERSI TERBUKA

Yosua Kamali Purnomo Sidhi

Abstrak

Penelitian ini bertujuan mengetahui ada atau tidak adanya perbedaan antara skor Stress Mindset Measurement (SMM) versi Likert dengan SMM versi terbuka. Hal ini perlu diteliti karena dugaan bahwa SMM versi Likert kurang sesuai dalam menangkap mindset stres yang merupakan variabel bawah sadar. Desain penelitian yang digunakan adalah kuantitatif menggunakan analisis paired sample t-test. Masing-masing subjek mengerjakan kedua versi alat ukur ini kemudian dua skor ini dibandingkan. Subjek penelitian ini adalah 146 mahasiswa fakultas psikologi. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (t= 17,24;

p= 0,00) antara skor yang dihasilkan SMM versi Likert (M= 1,76; SD=

0,56) dengan SMM versi Terbuka (M= 0,96; SD= 0,02). Jadi, dugaan peneliti mengenai kurang sesuainya SMM versi Likert dalam menangkap mindset stres, memiliki bukti berupa adanya perbedaan skor ini. Penelitian selanjutnya sebaiknya berfokus pada pembuktian bahwa beda skor ini memang bermakna dalam menentukan reaksi seseorang terhadap stres.

Kata kunci: Stress Mindset Measurement, skor, mindset stres, Likert,

(6)

vi

STRESS MINDSET MEASUREMENT’S SCORE DIFFERENCE

BETWEEN LIKERT VERSION AND OPEN-ENDED VERSION

Yosua Kamali Purnomo Sidhi

Abstract

This research aim to find out whether there is a difference or not between Stress Mindset Measurement’s Likert version score and Open-ended version score. This is important because there is a possibility that SMM Likert version is not compatible to tap the stress mindset, which is a unconsciouss variable. Research design used for this research is quantitative, using paired sample t-test for analyzing the data. Each subject fill both version of SMM and then these scores is compared. The subject for this research is 146 college student from psychology department. Analysis shows that there is a significant difference (t= 17,24; p= 0,00) between SMM Likert version score (M= 1,76; SD= 0,56) and SMM Open-ended version score (M= 0,96; SD= 0,02).. Therefore, the possibility that SMM Likert version is not compatible to tap the stress mindset have an evidence with these scores difference. Future research should be focus on proving that these score difference is meaningful in determining individual reactions to stress.

(7)
(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

segala kebaikan-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan

dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Psikologi di Universitas Sanata Dharma.

Skrispi ini tidak akan pernah selesai tanpa adanya dukungan dan

bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa untuk kebaikan-Nya.

2. Bapak Dr. Tarsisius Priyo Widiyanto, M. Si. selaku dekan Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma

3. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si. selaku kaprodi Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma

4. Ibu Dr. Tjipto Susana, selaku dosen pembimbing akademik dan skripsi

saya yang luar biasa.

5. Ibu Aquilina Tanti Arini, M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi saya

dulu.

6. Suster Lidwina Tri A., FCI., M.A. selaku dosen pembimbing dalam hal

statistik.

7. Bapak Victorius Didik Suryo Hartoko, M.Si., selaku dosen yang selalu

(9)
(10)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar belakang masalah ... 1

B. Rumusan masalah ... 6

C. Tujuan penelitian ... 6

D. Manfaat penelitian ... 6

E.Roadmappenelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Mindset ... 9

(11)

xi

C. Mindset stress ... 15

D Pengukuran mindset stres; Stress Mindset measurement (SMM) ... 18

E. Solusi Pengukuran Mindset Stres; SMM versi Terbuka ... 20

F. Dinamika ... 22

BAB III METODE PENELITIAN ... 25

A. Jenis Penelitian ... 25

B. Variabel Penelitian ... 25

C. Definisi Operasional ... 25

D. Subjek Penelitian ... 26

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data... 27

F. Kredibilitas Alat Ukur ... 28

a. SMM versi Likert... 28

i. Pembuatan item ... 28

ii. Validasi ... 30

b. SMM versi Terbuka ... 33

i. Pengantar ... 33

ii. Sentence completion Method ... 33

iii. Pembuatan item SMM versi Terbuka ... 36

iv. Validasi... 40

c. Reliabilitas ... 40

d. Skala final ... 41

G. Metode Analisis Data ... 42

(12)

xii

2. Uji Hipotesis ... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44

A. Persiapan dan pelaksanaan penelitian ... 45

B. Subjek penelitian ... 46

C. Hasil penelitian ... 46

1. Uji Asumsi ... 46

2. Uji Hipotesis ... 55

D. Pembahasan ... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

A. Kesimpulan ... 60

B. Saran ... 60

1. Untuk penelitian selanjutnya ... 60

2. Untuk pembaca ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 63

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Penskoran Jawaban ... 27

Tabel 2. Modifikasi SMM versi Likert menjadi SMM versi Terbuka ... 36

Tabel 3. Hasil Uji Normalitas ... 46

Tabel 4.Hasil Uji Normalitas Setelah Membuang Outlier ... 48

Tabel 5.Hasil Uji Normalitas Setelah Transformasi Akar ... 50

Tabel 6.Hasil uji normalitas setelah transformasi Box-Cox ... 51

Tabel 7.Hasil Uji Normalitas Terakhir ... 53

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.Plot Likert ... 47

Gambar 2.Plot Terbuka ... 47

Gambar 3.Plot Likert 1... 48

Gambar 4.Plot Terbuka 1 ... 49

Gambar 5.Plot Likert 2... 50

Gambar 6.Plot Terbuka 2 ... 51

Gambar 7.Plot Likert 3... 52

Gambar 8.Plot Terbuka 3 ... 52

Gambar 9.Plot Likert 4... 53

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Skala penelitian ... 67

Lampiran 2: Manual SMM versi Terbuka ... 71

Lampiran 3: Reliabilitas ... 73

Lampiran 4: Uji normalitas ... 87

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut Crum, Achor, & Salovey (2013), mindset stres adalah

keyakinan seseorang mengenai sifat stres terhadap hal-hal terkait stres.

Hal-hal tersebut adalah performansi dan produktivitas, kesehatan dan

kesejahteraan, serta pembelajaran dan perkembangan. Seseorang bisa

meyakini stres berdampak baik terhadap hal-hal tersebut, atau disebut

mindset stres-itu-menguatkan. Seseorang juga bisa meyakini stres

berdampak buruk terhadap hal-hal tersebut, atau disebut mindset

stres-itu-melemahkan. Alat untuk mengukur mindset stres ini disebut Stress

Mindset Measurement, yaitu 8 pernyataan mengenai dampak dari stres

terhadap hal-hal yang telah disebutkan. Subjek diminta untuk memberi

nilai antara 0, sangat tidak setuju, hingga 4, sangat setuju. Skor dari

kedelapan pernyataan ini kemudian dirata-rata setelah membalik

pernyataan yang unfavorable.

Crum dkk (2013) menemukan bahwa mindset stres ini merupakan

konstruk yang berbeda dan bermakna dalam menentukan respon individu

terhadap stres. Berbeda yang dimaksud adalah mindset stres berbeda dari

konstruk penentu respon individu terhadap stres sebelumnya, yaitu coping.

Maksud dari bermakna ini ada dua, yang pertama adalah mindset stres

(17)

mindset stres-itu-menguatkan memiliki profil kortisol (reaksi fisiologis)

dan keinginan meminta feedback (perilaku) yang lebih adaptif. Makna

pertama ini menjadi lebih bermakna karena makna kedua, yakni bahwa

mindset stres ini merupakan variabel yang dapat diintervensi meskipun

sifat dari mindset secara umum adalah stabil.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, Crum dkk (2013)

menyimpulkan bahwa pendekatan terhadap stres ke depannya bisa menjadi

lebih efisien. Efisien yang dimaksud adalah dengan mengintervensi pada

tingkat mindset stres, rangkaian reaksi fisiologis dan perilaku akan terjadi,

dan dampak akhirnya adalah peningkatan kesehatan dan performansi.

Pendekatan ini disebut lebih efisien karena pendekatan sebelumnya

bergerak pada tingkat yang spesifik. Misal, teknik relaksasi untuk merubah

proses fisiologis terhadap stres dan pelatihan kemampuan sosial untuk

meningkatkan kemungkinan mendapatkan dukungan sosial. Jadi,

intervensi pada mindset stres ini dinilai lebih efisien karena perubahan

aspek-aspek lain (fisiologis dan perilaku) akan mengikuti jika mindset

stres ini diintervensi.

Efisiennya intervensi melalui mindset stres tidaklah lepas dari

beberapa keterbatasan. Crum dkk (2013) menyarankan untuk meninjau

tingkat kesadaran di mana mindset beroperasi. Untuk memahami mengapa

hal ini perlu ditinjau, ada baiknya untuk memahami beberapa hal terlebih

dahulu. Hal pertama, yaitu tingkat kesadaran. Tingkat kesadaran pada

(18)

menengah, dan tingkat rendah atau tidak sadar (Huffman, Vernoy, &

Vernoy, 2000). Isinya adalah persepsi (objek dan kejadian), pikiran (verbal

dan gambar), perasaan, dan tindakan. Pembeda antar tingkatan ini

dilakukan berdasarkan tingkat pengontrolannya. Pada tingkat tinggi, isi

kesadaran tersebut dikontrol dengan kuat. Misal, mengerjakan ujian,

bermain catur, dan lain-lain. Pada tingkat menengah, isi kesadaran tidak

terlalu dikontrol, atau cenderung otomatis, tetapi sewaktu-waktu dapat

diakses atau dikontrol secara penuh. Misal, memasak sambil

mendengarkan radio, berbicara di telepon sambil menggambar, dan

lain-lain. Pada tingkat bawah, isi kesadaran sulit bahkan tidak dapat dikontrol.

Misal, mimpi.

Hal kedua yang perlu dipahami adalah mindset stres merupakan

sebuah keyakinan. Jika dilihat dari teori kognitif (Corsini & Wedding,

2011), keyakinan merupakan variabel individu yang beroperasi di tingkat

kesadaran menengah ke bawah. Hal ini dikarenakan keyakinan merupakan

salah satu komponen dari sistem yang disebut unit kognitif afektif, yaitu

unit yang bertugas menentukan respon individu. Unit ini cenderung

bekerja kompleks dan otomatis. Kompleks karena unit ini terdiri bukan

hanya dari keyakinan, tetapi juga tujuan, perasaan, nilai, dan lain-lain, di

mana semua komponen ini berinteraksi satu sama lain sehingga munculah

suatu respon. Otomatis karena individu sering tidak menyadari proses ini

dalam membentuk respon mereka. Operasi atau proses kerja keyakinan,

(19)

kompleks dan cenderung otomatisnya keseluruhan kerja unit ini. Jadi,

dapat dikatakan bahwa keyakinan beroperasi di tingkat kesadaran yang

menengah (otomatis) bahkan rendah (sulit disadari).

Hal ketiga yang perlu dipahami adalah bagaimana dinamika bawah

sadar dengan kesadaran. Freud menghipotesiskan bahwa isi bawah sadar

terdiri dari berbagai macam hal, yang apabila dibawa ke kesadaran dapat

menimbulkan kecemasan (Huffman, Vernoy, & Vernoy, 2000). Untuk

mencegah kecemasan ini terjadi, ego memiliki mekanisme pertahanan diri

(MPD). MPD memiliki prinsip utama, yaitu distorsi realitas. Jadi, ketika

sesuatu dari bawah sadar hendak muncul ke kesadaran, fungsi ego ini akan

mendistorsi isi bawah sadar tersebut sehingga isi yang sampai ke

kesadaran cenderung tidak menimbulkan kecemasan. Dinamika MPD

dalam menjembatani bawah sadar dan kesadaran ini membuat kecurigaan

bahwa apa yang disadari belum tentu mewakili apa yang berada di bawah

sadar.

Berdasarkan ketiga hal tersebut, muncul kecurigaan bahwa

pengukuran mindset stres yang dilakukan dengan SMM belum mewakili

mindset stres yang sebenarnya beroperasi di bawah sadar. SMM yang

berupa pernyataan lengkap cenderung membuat subjek menyadari mindset

stres mereka. Ketika subjek menyadari mindset stres mereka, dinamika

MPD diasumsikan terjadi. Oleh karena inilah SMM secara teoritis, hanya

menangkap mindset stres yang telah terdistorsi MPD, bukan mindset stres

(20)

Untuk mengkonfirmasi hal ini, peneliti hendak membandingkan

skor SMM ini dengan skor SMM yang telah dimodifikasi. Modifikasi

SMM ini dilakukan berdasarkan prinsip kebebasan merespon yang

merupakan prinsip dari teknik-teknik praktis para psikolog psikoanalisis

dan kognitif dalam menangkap isi bawah sadar, salah satunya yaitu

keyakinan (Huffman, Vernoy, & Vernoy, 2000; Neenan & Dryden, 2006).

Prinsip ini diasumsikan dapat menangkap keyakinan atau bawah sadar

dengan baik karena ketika individu diberi kebebasan untuk merespon,

fungsi MPD individu tersebut dihipotesiskan akan melemah. Ketika

individu membaca suatu pernyataan, misal item SMM versi Likert,

informasi yang masuk akan diolah oleh ego. Hal ini memungkinkan fungsi

MPD ego untuk mengeluarkan isi bawah sadar, yakni mindset stres yang

sebenarnya, dalam wujud yang telah didistorsi. Sedangkan ketika individu

diberi kebebasan untuk merespon, atau menuliskan apa yang ada di

benaknya, fungsi MPD ego dihipotesiskan akan lebih mengendor. Fungsi

MPD ego yang mengendor ini memungkinkan apa yang benar-benar di

bawah sadar muncul dengan distorsi yang lebih rendah.

Berdasarkan penjabaran yang ada, peneliti memiliki hipotesis

bahwa ada perbedaan yang signifikan antara skor SMM versi Likert

dengan SMM versi terbuka. Asumsinya adalah SMM versi Likert

menangkap mindset stres yang telah didistorsi, sedangkan SMM versi

(21)

B. Rumusan Masalah

Apakah terdapat perbedaan antara skor SMM versi Likert dan skor

SMM versi terbuka?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya

perbedaan antara skor SMM versi Likert dan skor SMM versi terbuka.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini secara teoretis bermanfaat menambah referensi

keilmuan, terutama dalam bidang psikologi. Penelitian ini bermanfaat

untuk memberikan gambaran mengenai bagaimana mindset stres

ditangkap oleh alat inventori (SMM versi Likert) maupun oleh alat

proyektif (SMM versi terbuka). Diharapkan penelitian ini dapat menjadi

gambaran bagi peneliti-peneliti selanjutnya mengenai bagaimana pengaruh

jenis alat ukur (proyektif versus inventori) terhadap skor yang dihasilkan,

terutama untuk variabel bawah sadar (mindset).

Secara praktis, penelitian ini bermanfaat untuk menambah

pengetahuan pembaca mengenai variabel bawah sadar dengan kesadaran.

Selain itu, penelitian ini juga mengajak pembaca untuk selalu

merefleksikan apakah yang disadari oleh pembaca konsisten dengan

bawah sadar pembaca. Untuk menguji kekonsistenan ini, pembaca dapat

(22)

E. Roadmap Penelitian

Berangkat dari keterbatasan penelitian Crum dkk (2013) yang telah

dijabarkan, peneliti memiliki rangkaian hipotesis untuk penelitian ke

depannya. Hipotesis pertama, yakni hipotesis pada penelitian ini, adalah

adanya perbedaan skor antara SMM versi Likert dengan SMM versi

terbuka.

Jika hipotesis pertama diterima, maka hipotesis selanjutnya adalah

konstruk mindset stres bawah sadar ini valid, baik secara konvergen

maupun kriterion. Oleh karena itu, dapat dikatakan penelitiannya akan

bergerak pada usaha validasi konvergen dan validasi kriterion. Validasi

konvergen adalah usaha membuktikan bahwa variabel ini tidak sama atau

redundan dari variabel lain, terutama mindset stres yang disadari (didapat

dari SMM versi Likert). Validasi kriterion adalah usaha membuktikan

bahwa variabel mindset stres bawah sadar ini juga memiliki peran

terhadap variasi variabel lain (misal, kesehatan, performansi, dan

lain-lain).

Jika konstruk mindset stres bawah sadar ini terbukti valid secara

konvergen maupun kriterion, maka hipotesis terakhir adalah adanya

perbedaan kekuatan prediksi antara skor SMM versi Likert dengan skor

SMM versi terbuka. Jika menggunakan teori psikoanalisa Freud, di mana

teori ini meyakini bahwa perilaku manusia lebih besar dipengaruhi oleh

bawah sadar, maka dapat dihipotesiskan lebih dalam lagi bahwa skor

(23)

prediktif yang lebih besar dibandingkan skor SMM versi Likert (sadar)

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Mindset

Individu sering mengandalkan suatu sistem pada diri mereka untuk

memahami dan mengorganisasi beragam informasi yang ada di sekitarnya.

Hal ini dikarenakan banyaknya hal yang ada di sekitar individu dan semua

hal tersebut belum tentu relevan dengan kehidupan individu. Mindset

adalah kerangka mental yang secara selektif mengorganisasi dan mengolah

informasi-informasi tersebut, sehingga individu memiliki pemahaman dan

perilaku yang unik terkait suatu peristiwa (Crum, Salovey, & Achor,

2013).

Mindset ini memiliki pengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan

nyata. Levy dan Myers (2004) menemukan bahwa individu yang memiliki

mindset negatif terhadap penuaan, cenderung tidak terlibat pada perilaku

sehat seperti makan teratur, olahraga, dan mengunjungi ahli.

Individu-individu tersebut juga cenderung mengalami penurunan semangat untuk

hidup (Levy, Slade, Kunkel, & Kasl, 2002). Pada bidang intelegensi,

murid yang memiliki mindset bahwa intelegensi bisa diubah,

menunjukkan peningkatan perilaku dan sikap yang lebih baik

dibandingkan murid dengan mindset intelegensi itu tidak dapat diubah

(Aronson, Fried, & Good, 2002; Blackwell, Trzesniewski, & Dweck,

(25)

bahwa karyawan hotel yang memiliki mindset bahwa pekerjaan mereka

adalah olahraga yang baik, menunjukkan penurunan berat badan, indeks

massa tubuh, dan tekanan darah sistolik yang signifikan.

Jika dilihat dari pengertian dan hasil penelitian yang ada, peneliti

menyimpulkan bahwa mindset ini adalah semacam istilah baru yang

digunakan untuk mengungkapkan keyakinan seseorang. Tokoh-tokoh

psikologi sebelumnya sebenarnya telah menggunakan konsep ini. Misal,

Albert Bandura dengan self-efficacy, self-esteem, self-concept, dan

lain-lain (Huffman, Vernoy, & Vernoy, 2000). Hal yang membedakan adalah

pada informasi yang diolah, yakni pada intelegensi, penuaan, kesehatan,

konsep diri, kemampuan diri, dan lain-lain. Namun, menurut peneliti,

konsep utama dari mindset ini adalah keyakinan seseorang mengenai suatu

atribut, baik yang terdapat di dalam dirinya maupun di luar dirinya, dan

keyakinan ini mampu mempengaruhi perilaku dan aspek lain dari individu.

Hal yang menarik adalah Crum dkk (2013) memberikan pemahaman

bahwa mindset adalah sebuah kerangka mental yang membantu proses

seleksi dan organisasi sehingga terbentuk suatu perilaku. Menurut peneliti,

mindset adalah keyakinan seseorang tentang suatu atribut atau informasi.

Perbedaannya adalah, menurut teori kognitif (Corsini &Wedding, 2011),

istilah yang sering digunakan untuk menyebut kerangka mental yang

melakukan proses seleksi dan organisasi adalah unit kognitif afektif. Di

dalam unit kognitif afektif ini terdapat berbagai variabel yang memproses

(26)

terkait suatu peristiwa. Variabelnya antara lain adalah tujuan, perasaan,

dan keyakinan. Jadi, mungkin lebih tepat jika mendefinisikan mindset

sebagai suatu variabel yang terdapat di dalam unit kognitif afektif, bukan

sebagai unit kognitif afektif itu sendiri.

Berdasarkan pemahaman tersebut, yakni mindset adalah keyakinan

yang berproses dengan variabel lain di dalam unit kognitif afektif, maka

dapat dikatakan bahwa mindset merupakan variabel yang beroperasi di

bawah sadar. Proses kerja unit kognitif afektif yang melibatkan banyak

variabel, termasuk mindset, cenderung tidak atau susah disadari oleh

individu. Hal ini memunculkan kesulitan dalam masalah pengukuran. Jika

membicarakan variabel bawah sadar, tentu pengukurannya pun lebih

relevan jika dilakukan dengan alat yang berlandaskan teori psikoanalisa.

B. Teori Psikoanalisa dan Beberapa Hipotesis terkait Pengukuran

Freud menghipotesiskan bahwa isi bawah sadar terdiri dari berbagai

macam hal, yang apabila dibawa ke kesadaran dapat menimbulkan

kecemasan (Huffman, Vernoy, & Vernoy, 2000). Untuk mencegah

kecemasan ini terjadi, ego memiliki mekanisme pertahanan diri (MPD).

MPD memiliki prinsip utama, yaitu distorsi realitas. Jadi, ketika sesuatu

dari bawah sadar hendak muncul ke kesadaran, fungsi ego ini akan

mendistorsi isi bawah sadar tersebut sehingga isi yang sampai ke

(27)

Jika dikaitkan dengan pengukuran, secara konseptual, MPD dapat

terwujud dalam bentuk bias ketika merespon. Misal, bias social

desirability, bias malingering, jawaban acak atau asal menjawab,

menebak, dan lain-lain (Furr, 2008). Untuk memahami bagaimana bias ini

mewakili MPD, perlu dipahami terlebih dahulu hipotesis mengenai

struktur kepribadian.

Freud menghipotesiskan bahwa stuktur individu seseorang terdiri atas

id, ego, dan superego (Huffman, Vernoy, & Vernoy, 2000). Pembagian ini

dilakukan berdasarkan fungsi struktur tersebut. Id adalah struktur pribadi

individu yang berfungsi sebagai sumber dorongan atau penggerak

kehidupan individu. Prinsip dari id ini adalah kenyamanan. Ketika

individu merasa tidak nyaman maka id akan mendorong individu untuk

membuat diri menjadi nyaman kembali. Id cenderung beroperasi di bawah

sadar.

Seiring perkembangan hidup individu, prinsip kenyamanan akan

bertemu realitas. Dari pertemuan inilah munculah fungsi ego, yaitu

struktur kepribadian yang berfungsi menghubungkan keinginan id dengan

realitas, sehingga dapat dikatakan bahwa prinsip kerja ego adalah prinsip

realitas. Ego cenderung beroperasi di tingkat sadar, tetapi juga bisa

beroperasi di bawah sadar.

Selain bertemu realitas, individu juga akan bertemu dengan

pengalaman yang belum tentu dialami langsung oleh individu, umumnya

(28)

ini cenderung didapat dari orang tua atau sesuatu yang lebih besar dari

individu (sosial). Prinsip kerja dari struktur ini adalah prinsip moralitas.

Biasanya, superego dibagi menjadi dua, yaitu hati nurani dan ego ideal.

Hati nurani cenderung berisi larangan, ego ideal cenderung berisi perintah.

Setelah memahami dinamika tersebut, bagaimana bias merespon dapat

mewakili MPD dapat dijelaskan. Social desirability adalah kecenderungan

individu untuk menjawab sesuai apa yang secara sosial baik, bukan sesuai

apa yang ada pada dirinya. Secara dinamika pribadi, dapat dikatakan ego

mendistorsi isi bawah sadar (mindset stres) menurut prinsip moralitas

superego. Hal ini dilakukan ego supaya tidak muncul kecemasan karena

tidak mampu memenuhi keinginan superego. Namun, dapat dijelaskan

juga secara hipotesis, bahwa id mendorong ego supaya diri tetap terlihat

baik (prinsip kenyamanan). Ego mendistorsi apa yang ada di bawah sadar,

sehingga apa yang muncul tetap membuat diri nyaman, yakni dengan

memberikan jawaban yang baik secara sosial. Atau, dapat dijelaskan juga

bahwa kedua proses ini terjadi bersamaan dengan porsi id atau superego

yang bervariasi.

Malingering adalah kecenderungan individu untuk menjawab seperti

korban. Jawaban-jawaban yang diberikan cenderung menunjukkan bahwa

diri individu tersebut lemah, bersalah, terganggu, dan lain-lain, lebih dari

pada yang sebenarnya mereka miliki atau alami. Dinamika MPD pada

kasus ini dapat dijelaskan dengan berbagai alternatif juga. Misal, superego

(29)

baik secara moral. Kemungkinan penjelasan lain, id memiliki kenyamanan

ketika menunjukkan bahwa dirinya adalah korban, maka pertolongan akan

datang. Penjelasan lain juga masih bisa diberikan untuk menjelaskan

dinamika malingering ini.

Jawaban acak atau asal menjawab adalah kecenderungan individu

mengisi secara acak karena kurangnya motivasi dalam mengerjakan.

Secara dinamika pribadi, kurangnya motivasi ini bisa terjadi karena

dinamika struktur tersebut, atau bisa juga karena dinamika pribadi subjek

dengan realitas di sekitarnya. Misal, pengerjaan alat ukur dilakukan ketika

subjek terburu-buru, hendak ujian, sedang tidak fit, dan lain-lain.

Menebak adalah bias merespon yang terdapat pada pengukuran

intelegensi atau semacamnya. Ketika individu menebak dan tebakannya

benar, skor yang dihasilkan bukan merepresentasikan skor sebenarnya,

tetapi lebih ke eror yang positif. Dapat dikatakan, bias semacam ini tidak

akan terjadi pada pengukuran ini, karena dalam pengukuran ini tidak ada

jawaban benar dan salah.

Berbagai bentuk MPD ini menurut Freud dapat diatasi dengan

menggunakan teknik proyektif. Teknik proyektif adalah cara untuk

menangkap kepribadian seseorang di mana individu diminta untuk

membicarakan sebuah stimulus yang cenderung ambigu (Huffman,

Vernoy, & Vernoy, 2000). Teknik ini diasumsikan mampu melemahkan

kewaspadaan MPD dalam mendistorsi isi bawah sadar. Stimulus yang

(30)

sadar dapat diproyeksikan ke kesadaran tanpa mengalami distorsi terlebih

dahaulu.

C. Mindset stres

Crum dkk (2013) mendefinisikan mindset stres sebagai keyakinan

individu mengenai sifat stres dalam mempengaruhi hal-hal tertentu.

Hal-hal tersebut antara lain performansi dan produktivitas, kesehatan dan

kesejahteraan, serta pembelajaran dan perkembangan. Berdasarkan sifat

yang diyakini, mindset stres dapat dibagi menjadi dua, yaitu mindset

stres-itu-menguatkan dan mindset stres-itu-melemahkan. Berdasarkan

pemahaman ini, aspek mindset stres dapat dijabarkan menjadi keyakinan

mengenai sifat stres secara umum dan keyakinan mengenai sifat stres pada

hal-hal tertentu.

Perlu dipahami bahwa mindset stres tidak sama dengan beberapa

variabel terkait stres seperti coping dan apraisal. Coping adalah usaha

mengelola stres (Huffman, Vernoy, & Vernoy, 2000). Apraisal adalah

proses individu menilai suatu stresor. Secara konseptual, mindset stres

bergerak di tingkat yang lebih mengakar dibandingkan variabel-variabel

ini karena mindset lebih melibatkan keyakinan individu terkait sifat stres

secara umum. Individu melakukan coping dan apraisal cenderung hanya

saat menghadapi stres atau mengalami stres. Namun, mindset stres tetap

ada meskipun individu tidak mengalami stres. Misal, perbandingan antara

(31)

menghadapi ujian kenaikan tingkat, kehabisan uang untuk makan, belum

membayar kontrakan, dan lain-lain (stresor). Secara teori coping dan

apraisal, mahasiswa tersebut memproses tiap stresor secara satu persatu.

Mahasiswa tersebut akan melihat ujian kenaikan tingkat sebagai sebuah

tantangan, kemudian melihat kehabisan uang untuk makan sebagai

tantangan, dan seterusnya. Kemudian, secara teori coping, mahasiswa

tersebut akan berusaha mengelola satu-persatu strategi yang tepat untuk

mengatasi stresor-stresor tersebut. Kelemahan dari pendekatan ini adalah

kadang proses coping dan apraisal ini bisa menjadi stresor tambahan juga.

Selain itu, pendekatan ini juga cenderung mengarahkan individu untuk

memiliki mindset bahwa stres-itu-melemahkan, sehingga stres tersebut

perlu dikelola.

Jika dibandingkan dengan pendekatan mindset stres, misal mahasiswa

tersebut memiliki mindset bahwa stres-itu-menguatkan, ia melihat secara

umum bahwa pengalaman stres itu baik untuk dirinya. Mahasiswa tersebut

tidak akan melakukan usaha mengelola stres, tetapi lebih ke arah usaha

memanfaatkan stres. Terdapat nuansa yang berbeda di antara kedua hal ini.

Pada sisi coping dan apraisal, stres dianggap sebagai sesuatu yang negatif,

sehingga perlu dikelola. Sedangkan pada sisi mindset

stres-itu-menguatkan, stres dianggap sebagai sesuatu yang positif, sehingga lebih

tepat jika menyikapinya dengan memanfaatkannya. Dengan nuansa seperti

(32)

tekanan, tetapi lebih dengan semangat karena yakin bahwa stres itu

menguatkan hal-hal dalam hidupnya.

Crum dkk (2013) membuktikan perbedaan konsep ini pada

penelitiannya. Hasil salah satu studinya menemukan bahwa pada analisis

Structural Equation Model, variabel coping dan apraisal terpisah dari

variabel mindset stres. Hal ini menunjukkan bahwa mindset stres

merupakan konstruk yang berkaitan dengan stres, tetapi bukan konstruk

yang sama dengan konstruk-konstruk yang ada (coping dan apraisal).

Selain membuktikan bahwa mindset stres merupakan variabel yang

baru dan berbeda, mindset stres ini juga ditemukan memiliki pengaruh

terhadap kesehatan dan keinginan meminta feedback. Pada salah satu

studinya, Crum dkk (2013) mengukur tingkat kortisol dasar pada sebuah

kelompok suibjek. Kortisol ini adalah salah satu hormon yang disekresikan

tubuh ketika mengalami stres. Jika diproduksi terlalu sedikit atau terlalu

banyak, tubuh menjadi kurang optimal dalam mengatasi stres (kekebalan

tubuh menurun, tekanan darah tinggi, dan lain-lain). Kelompok tersebut

kemudian diinduksi stresor berupa tugas untuk pidato. Kemudian,

dilakukan pengukuran lagi untuk melihat kadar kortisol mereka. Hasilnya

menunjukkan bahwa kelompok yang memiliki mindset

stres-itu-menguatkan memiliki profil kortisol yang lebih adaptif (moderat, tidak

terlalu tinggi atau rendah) dibandingkan kelompok dengan mindset

stres-itu-melemahkan. Selain secara fisiologis, secara psikologis pun kelompok

(33)

feedback lebih tinggi dibandingkan kelompok satunya. Keinginan ini

mewakili hal yang positif karena menerima feedback sering diasosiasikan

dengan ancaman atau sesuatu yang dapat merusak harga diri, atau dalam

bahasan ini dapat dikatakan bahwa feedback adalah stresor. Ketika

individu ingin mendapatkan feedback (stresor), dapat diasumsikan bahwa

individu tersebut menilai bahwa mengalami stres merupakan sesuatu yang

baik sehingga individu tersebut ingin mendapatkannya. Jadi, dapat

disimpulkan bahwa mindset stres memang berbeda dengan konstruk stres

yang lain dan juga memiliki pengaruh terhadap aspek fisiologis dan

psikologis seseorang.

D. Pengukuran mindset stres; Stress Mindset Measurement (SMM)

Asumsi teoritis dari sebuah skor adalah X=T+e. Di mana X adalah

skor tampak; T adalah skor sebenarnya; dan e adalah eror. Jika dikaitkan

dengan mindset stres, maka X adalah skor yang dihasilkan Stress Mindset

Measurement (SMM; Crum dkk, 2013); T adalah mindset stres yang

dimiliki individu; disertai dengan eror.

SMM adalah alat ukur mindset stres dengan wujud skala Likert.

Terdapat 8 pernyataan yang terdiri dari 4 pernyataan favorabel dan 4

pernyataan unfavorable. Skor didapat dengan merata-rata seluruh skor

yang ada, dengan sebelumnya skor pada pernyataan unfavorable dibalik

terlebih dahulu. Jadi, semakin tinggi skor SMM ini semakin mewakili

(34)

Jika melihat kembali ke pemahaman mengenai mindset secara

umum, keyakinan merupakan variabel yang beroperasi di bawah sadar dan

cara untuk menangkapnya yang relevan adalah dengan teknik proyektif.

Asumsinya adalah SMM versi Likert ini membuat partisipan sadar akan

mindset stres mereka. Stimulus berupa pernyataan dapat diasumsikan

menimbulkan kecemasan, tidak seperti stimulus ambigu pada teknik

proyektif. Ketika terjadi kecemasan, dapat diasumsikan bahwa isi bawah

sadar (mindset stres) telah mengalami distorsi, sehingga apa yang disadari

tidak lagi memicu kecemasan, tetapi sekaligus tidak mewakili isi bawah

sadar atau mindset stres yang sebenarnya. Hal ini yang menjadi kecurigaan

peneliti, apakah SMM dapat mewakili isi mindset stres yang merupakan

variabel bawah sadar?

Berdasarkan hal tersebut, mungkin akan muncul pertanyaan, jika

keyakinan secara teoritis akan melibatkan MPD, apakah

penelitian-penelitian mengenai variabel keyakinan yang lain, seperti self-concept,

self-esteem, mindset intelegensi, dan lain-lain, mempermasalahkan

pengukuran dengan skala Likert seperti ini? Peneliti cukup kesulitan untuk

menemukan penelitian terkait hal tersebut. Namun, salah satu penelitian

yang peneliti temukan adalah milik Demo (1985). Pada jurnal tersebut,

Demo (1985) menyatakan bahwa masalah pengukuran memang jarang

sekali diperhatikan. Secara khusus, Demo (1985) mengangkat

permasalahan pada topik pengukuran self-concept. Hasil penelitian yang

(35)

menghasilkan pemahaman yang lebih baik mengenai variabel yang diukur.

Secara spesifik, pada penelitian tersebut, Demo (1985) menemukan bahwa

self-concept dapat dibagi menjadi dua, yaitu self concept yang dialami

atau dirasakan dan self concept yang ditampilkan. Jadi, dapat dikatakan,

masalah pengukuran memang jarang diangkat oleh penelitian-penelitian

yang ada dan peneliti secara khusus ingin meneliti hal ini karena variabel

ini bermakna dan bermanfaat untuk didalami.

E. Solusi Pengukuran Mindset Stres; SMM versi Terbuka

Jika dilihat kembali ke bagian teori psikoanalisa, dapat dikatakan

bahwa pengukuran variabel bawah sadar (mindset stres) lebih relevan jika

diukur menggunakan teknik proyektif. Oleh karena itu peneliti akan

memodifikasi SMM versi Likert menjadi SMM yang mengandung teknik

proyektif tersebut.

Berdasarkan metodenya, terdapat banyak jenis tes yang

menggunakan teknik proyektif (Huffman, Vernoy, &Vernoy, 2000).

Misal, metode menyusun cerita-TAT, metode menyebutkan

persep-Rorschah, metode melengkapi kalimat-SSCT, dan lain-lain. Berdasarkan

alternatif yang ada ini, peneliti memilih untuk memodifikasi SMM versi

Likert dengan metode melengkapi kalimat.

SMM versi melengkapi kalimat ini, atau akan disebut dengan

SMM versi Terbuka ini, akan terdiri dari kalimat-kalimat yang belum

(36)

dipilih karena metode ini yang paling memungkinkan untuk secara

spesifik menangkap mindset stres. Peneliti cukup membuat kalimat tidak

lengkap terkait mindset stres, kemudian subjek penelitian dapat

memberikan jawaban terkait kalimat tersebut yang mencerminkan mindset

stres yang dimiliki.

Peneliti tidak memilih menggunakan metode menyusun cerita

(TAT) atau menyebutkan persep (Rorschah) karena alasan kemudahan dan

kesesuaian pembuatan item dengan tujuan penelitian ini. Pembuatan item

atau stimulus ambigu pada kedua metode ini relatif lebih rumit

dibandingkan metode melengkapi kalimat. Rumit yang dimaksud adalah

sulitnya membuat stimulus ambigu berupa gambar atau bercak tinta yang

dapat menangkap mindset stres subjek. Hal ini berbeda dengan membuat

stimulus ambigu berupa kalimat tidak lengkap. Kalimat item dapat dibuat

dengan relatif lebih jelas mengarah pada mindset stres subjek, tetapi tetap

memenuhi prinsip kebebasan merespon dengan memberikan subjek

kebebasan untuk melengkapi kalimat tersebut.

Kesesuaian pembuatan item dengan tujuan penelitian juga

mendasari mengapa peneliti tidak memilih metode menyusun cerita atau

menyebutkan persep. Tujuan penelitian ini cukup sederhana, yakni

membandingkan skor. Metode menyusun cerita atau menyebutkan persep,

selain belum tentu dapat menangkap mindset stres subjek, metode-metode

ini juga cenderung menghasilkan data yang kaya dan mendalam.

(37)

nilai akan menimbulkan subjektivitas skoring yang relatif besar. Apabila

skor yang dihasilkan mengandung bobot subjektif yang relatif besar, maka

perbandingan skor antara skor mindset stres sadar dengan skor mindset

stres tidak sadar (menyusun cerita atau menyebutkan persep) peneliti nilai

tidak akan valid. Dengan kata lain, metode ini kurang sesuai untuk

memenuhi tujuan penelitian ini.

Subjektivitas ini dapat lebih dikontrol pada metode melengkapi

kalimat. Data yang dihasilkan oleh metode melengkapi kalimat realtif

lebih ringkas, hanya berupa satu kata sifat atau beberapa kata saja. Hal ini

memungkinkan pembuatan prinsip skoring yang relatif lebih objektif

dibandingkan prinsip skoring untuk metode menyusun cerita dan

menyebutkan persep. Data yang ringkas dan prinsip skoring yang relatif

objektif, memungkinkan objektivitas skoring lebih terjaga dibandingkan

dengan metode menyusun cerita atau menyebutkan persep. Skoring yang

relatif lebih objektif ini peneliti nilai sesuai untuk mencapai tujuan

penelitian ini, yakni membandingkan skor.

F. Dinamika

Mindset atau keyakinan merupakan variabel yang cenderung

beroperasi di bawah sadar, yakni di dalam unit kognitif afektif. Variabel

yang beroperasi di bawah sadar secara teoritis lebih relevan jika diukur

menggunakan teknik proyektif. Teknik ini diasumsikan mampu

(38)

bawah sadar sebelum masuk ke kesadaran. Prosesnya adalah teknik ini

memberikan stimulus yang ambigu atau cenderung tidak menimbulkan

kecemasan, dan subjek diminta untuk mengungkapkan apa yang terlintas

ketika melihat stimulus tersebut. Ketika ego tidak merasa terancam, isi

bawah sadar yang menuju ke kesadaran diasumsikan tidak melalui distorsi

MPD terlebih dahulu karena tidak ada kecemasan yang mengancam.

Dalam hal pengukuran, peneliti menduga bahwa SMM versi Likert

yang berupa pernyataan berbobot (tidak ambigu) sedikit banyak

menimbulkan kecemasan pada struktur pribadi individu (id, ego, dan

superego). Ketika individu merasa cemas, mindset stres yang sebenarnya

ada di bawah sadar, tidak dapat muncul ke kesadaran tanpa didistorsi oleh

MPD (bias merespon) terlebih dahulu. Hasilnya adalah respon atau

jawaban yang diberikan untuk SMM versi Likert ini peneliti hipotesiskan

merupakan atribut mindset stres (T) yang disertai eror (e) berupa distorsi

MPD. Hasil ini dapat dibandingkan dengan SMM versi Terbuka yang

telah dimodifikasi dengan teknik proyektif. SMM versi Terbuka ini,

peneliti hipotesiskan merupakan atribut mindset stres (T) yang lebih

minim eror (e) berupa MPD.

Secara konkrit, peneliti menghipotesiskan MPD ini dapat muncul

dalam bentuk respon bias seperti social desirability dan malingering. Bias

social desirability terjadi ketika terdapat ketidakkonsistenan skoring, di

mana skor Likert lebih tinggi dibandingkan skor terbuka. Bias malingering

(39)

lebih rendah dibandingkan skor terbuka. Kedua bias ini bisa terjadi, tetapi

bisa juga tidak terjadi, yakni jika ditemukan bahwa skor hasil pengukuran

kedua alat tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Jadi, hipotesis

penelitian ini adalah ada perbedaan yang signifikan antara skor SMM versi

Likert dengan skor SMM versi Terbuka.

(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif komparasi. Data

yang digunakan pada metode ini berupa angka. Angka tersebut nantinya akan

diolah dengan analisis statistik yaitu uji beda. Tujuan dari metode ini adalah

menguji signifikansi perbedaan antara rerata dua kumpulan data yang ada.

(Azwar, 1998)

B. Variabel penelitian

Variabel pada penelitian ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu variabel bebas

dan variabel tergantung sebagai berikut:

Variabel bebas : Jenis Alat ukur

Variabel tergantung : Skor Mindset stres

C. Definisi operasional

Variabel yang akan didefinisikan secara operasional pada penelitian ini

adalah jenis alat ukur dan skor mindset stres. Definisi operasional ini dibuat

berdasarkan landasan teori yang ada.

a. Jenis Alat ukur

Jenis alat ukur yang akan dibandingkan pada penelitian ini adalah

SMM versi Likert dan SMM versi Terbuka. SMM versi Likert

(41)

menengah ke atas, yakni alat ukur yang membuat partisipan sadar akan

mindset stresnya. SMM versi Terbuka diasumsikan mewakili alat ukur

yang beroperasi pada tingkat kesadaran menengah ke bawah, yakni alat

ukur yang relatif membuat partisipan tidak sadar akan mindset stresnya.

b. Skor

Pada penelitian ini, skor yang dimaksud adalah skor yang dihasilkan

oleh kedua alat tersebut, yakni skor mindset stres. Secara spesifik, akan

terdapat skor SMM versi Likert dan terdapat juga skor SMM versi

Terbuka. Aspek dari mindset stres adalah keyakinan seseorang mengenai

sifat stres, baik secara umum maupun ke hal-hal terkait stres secara khusus

(performansi dan produktivitas, kesehatan dan kesejahteraan, serta

pembelajaran dan perkembangan).

D. Subjek penelitian

Kriteria utama subjek dari penelitian ini adalah subjek memiliki

pengalaman stres dan mampu menuangkan pikirannya mengenai stres secara

tertulis. Peneliti secara khusus memilih mahasiswa yang berada di kampus III

Universitas Sanata Dharma dalam penelitian kali ini, yang mayoritas adalah

mahasiswa jurusan psikologi. Hal ini peneliti lakukan berdasarkan kemudahan

(42)

E. Metode dan alat pengumpulan data

Metode peneliti untuk mengumpulkan data adalah dengan menggunakan

self report questionaire. Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini

adalah convenience sampling. Peneliti menyebarkan skala di kampus III

Universitas Sanata Dharma dengan teknik ini karena peneliti memiliki asumsi

bahwa setiap mahasiswa yang ada telah memenuhi kriteria utama dalam

penelitian ini, yaitu pernah mengalami stres dan mampu menuangkan

pikirannya mengenai stres dalam bentuk tulisan.

Alat pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah:

1. SMM versi Likert

Pembuatan alat ini akan dijelaskan pada bagian selanjutnya. Tipe

soal dalam alat ini menggunakan tipe skala Likert.

Pernyataan-pernyataan yang diberikan terdiri dari Pernyataan-pernyataan favorable dan

pernyataan unfavorable. Pilihan jawaban bergerak dari sangat tidak

setuju, tidak setuju, netral, setuju, hingga sangat setuju.

Tabel 1. Penskoran Jawaban

Jawaban

Item

Sangat

tidak

setuju

Tidak

setuju

Netral Setuju Sangat

setuju

Favorabel 0 1 2 3 4

(43)

2. SMM versi Terbuka

Pembuatan alat ini akan dijelaskan pada bagian selanjutnya. Tipe

soal dalam alat ini menggunakan tipe sentence completion.

Pernyataan-pernyataan yang diberikan bersifat netral. Subjek diminta

melengkapi pernyataan yang ada. Skoring akan dibahas pada bagian

selanjutnya.

F. Kredibilitas alat ukur

1. Validitas

Validitas adalah kemampuan alat ukur mengukur secara tepat apa yang

seharusnya diukur (Azwar, 2011). Dalam penelitian ini validitas yang

digunakan adalah validitas isi yang diuji oleh profesional judgement yaitu

melalui penilaian beberapa dosen fakultas psikologi Universitas Sanata

Dharma. Dosen-dosen tersebut telah memperoleh gelar M.Si, dan

mengampu mata kuliah psikologi proyektif, psikologi kepribadian, dan

statistik, yang peneliti pertimbangkan cukup relevan untuk memvalidasi

alat ukur ini.

2. Pembuatan Alat ukur

a. SMM versi Likert

- Pembuatan item

Untuk menciptakan alat ukur yang dapat menangkap mindset stres,

Crum dkk. (2013) mengadakan focus group dengan dosen, mahasiswa

(44)

Laboratory. Grup ini menghasilkan item-item yang mengukur mindset

stres partisipan secara umum (misal, “Dampak dari stres adalah negatif

dan harus dihindari.”) dan juga dampak dari mindset stres tersebut

pada hasil terkait stres (misal, “Mengalami stres meningkatkan

kesehatan dan semangat saya.”) Terdapat dua versi dari skala ini yaitu

SMM-General (mengukur keyakinan sifat stres secara umum) dan

SMM-Spesifik (mengukur keyakinan sifat stres pada konteks stresor

yang spesifik).

Untuk menguji konsistensi internal item-item hasil focus group

tersebut, Crum dkk. (2013) mengadministrasikan skala tersebut pada

tiga sampel pilot yang berbeda. Pada sampel pertama, yakni 20 orang

yang menghadiri workshop mengenai parenting, Crum dkk (2013)

meminta mereka untuk mengomentari penggunaan bahasa serta

kemudahan mengerjakan item-item awal tersebut. Setelah

menyederhanakan item-item sesuai komentar tersebut, pada sampel

kedua, yakni 26 orang yang menghadiri seminar pelatihan manajemen

konflik, Crum dkk (2013) menetapkan bahwa item-item tersebut

memiliki konsistensi internal yang cukup setelah membuang item

tertentu. Akhirnya, pada sampel ketiga, yakni 40 orang dari institusi

pemerintahan, skala yang telah disempurnakan dengan membuang

item tertentu tersebut diujikan dan terbukti memiliki konsistensi

internal yang cukup untuk diseminasi pada sampel yang lebih besar.

(45)

1. Dampak dari stres adalah negatif dan harus dihindari

2. Mengalami stres memfasilitasi pembelajaran dan perkembangan

saya

3. Mengalami stres menghabiskan kesehatan dan semangat saya

4. Mengalami stres meningkatkan performansi dan produktivitas saya

5. Mengalami stres menghambat pembelajaran dan perkembangan

saya

6. Mengalami stres meningkatkan kesehatan dan semangat saya

7. Mengalami stres menurunkan performansi dan produktivitas saya

8. Dampak dari stres adalah positif dan harus dimanfaatkan

Masing-masing item akan diberi skor oleh partisipan dari angka 0

(sangat tidak setuju) hingga 4 (sangat setuju). Skor SMM didapat

dengan membalik skor pada item unfavorable (item 1, 3, 5, dan 7)

kemudian merata-rata skor kedelapan item tersebut. Tingginya rerata

skor mewakili seberapa mindset stres-itu-menguatkan dilaporkan oleh

subjek.

- Validasi

Untuk proses validasi, Crum dkk (2013) menggunakan sampel

sebanyak 388 responden dari sebuah perusahaan keuangan di daerah

timur laut Amerika Serikat. Adapun validitas yang diuji oleh Crum

dkk adalah validitas diskriminan, validitas kriterion, dan validitas

(46)

Validitas diskriminan dari mindset stres yang diukur dengan SMM

didapat dengan mengkorelasikan skor SMM tersebut dengan skor dari

variabel terkait stres yang lain. Variabel terkait stres yang lain adalah

jumlah stres, coping, dan penilaian stres. Jumlah stres diukur dengan

Social Readjustment Rating Scale (SRRS; Holmes & Rahe, 1967).

Coping diukur dengan Brief COPE (Carver et.al., 1989). Penilaian

stres diukur dengan Perceived Stress Scale (PSS; S. Cohen, Kamarck,

& Mermelstein, 1983). Selain variabel terkait stres tersebut, Crum dkk

(2013) juga memasukan variabel moderator stres seperti hardiness

yang diukur dengan Dispositional Resilience Scale (DSR 15-R;

Bartone, 2007), optimisme yang diukur dengan The Life Orientation

Test (LOT-R; Scheier, Carver, & Bridges, 1994), toleransi terhadap

ketidakpastian yang diukur dengan The Intolerance of Uncertainty

Scale (IUS; English translation: Buhr & Dugas, 2002), dan

pengalaman mindfulness yang diukur dengan Freiburg Mindfulness

Inventory (FMI; Walach, Buchheld, Buttenmüller, Kleinknecht, &

Schimdt, 2006).

Hasil pengukuran menemukan bahwa skor SMM secara signifikan

berkorelasi dengan varibel terkait stres yang lain. Korelasinya bergerak

pada angka yang kecil hingga menengah, yang berarti SMM bukanlah

konstruk yang redundan. Dengan menggunakan Structural Equation

Modeling, variabel-variabel moderator stres terpisah dari “payung”

(47)

stres berhubungan dengan variabel moderator tersebut, mindset stres

merupakan variabel yang berbeda dari variabel-variabel tersebut.

Validitas kriterion dari mindset stres diuji dengan mengkorelasikan

skor SMM dengan skor dari variabel-variabel yang terpengaruh oleh

stres (hasil terkait stres). Variabel yang terpengaruh oleh stres tersebut

adalah kesehatan, performansi, dan kualitas hidup. Untuk kesehatan,

terdapat dua alat ukur, yaitu The Mood and Anxiety Symptom

Questionnaire (MASQ; Watson et. al., 1995) untuk mengukur

simptom kecemasan dan depresi dan Healthy Days Measures (HD;

Center for Disease Control and Prevention, 2000) untuk mengukur

status kesehatan secara fisik, mental, dan energi. Untuk performansi

diukur dengan the Work Performance Scale (WPS) yang merupakan

adaptasi dari Role-Based Performance Scale (Welbourne, Jhonson, &

Erez, 1998). Untuk kualitas hidup diukur dengan Quality of Life

Inventory (QOLI; Frisch et. al., 2005).

Selain korelasi, analisis regresi juga dilakukan untuk memahami

sejauh mana mindset stres memprediksi variasi pada variabel-variabel

tersebut. Analisis regresi dilakukan dengan variabel jumlah stres,

active coping, social coping, distractive coping, dan avoidance coping

sebagai prediktor pada tahap pertama dan mindset stres pada tahap

kedua. Secara singkat, mindset stres merupakan prediktor yang

signifikan dalam memprediksi variasi pada kesehatan dan kepuasan

(48)

performansi. Selain itu, pada analisis regresi ini, validitas inkremental

mindset stres juga ditemukan, yakni mindset stres berperan secara

signifikan pada variasi kesehatan dan kepuasan hidup, meski hanya 2%

hingga 3%.

b. SMM versi Terbuka

- Pengantar

Peneliti memodifikasi SMM versi Likert dengan menghilangkan

bobot yang diberikan pada versi tersebut dan sedikit modifikasi lain

yang akan dijelaskan pada bagian selanjutnya. Penghilangan bobot

semacam ini menjadikan SMM versi Terbuka ini mirip dengan metode

alat ukur sentence completion.

- Sentence completion Method

Sentence completion adalah metode pengukuran proyektif di mana

subjek diminta menyelesaikan kalimat tidak lengkap yang disediakan.

Seperti metode proyektif lainnya, respon yang diberikan subjek pada

metode ini diasumsikan mampu menggambarkan keinginan, harapan,

ketakutan, dan sikap subjek terkait stimulus yang diberikan (Rotter &

Raferty, 1950).

Keuntungan secara umum dari metode sentence completion

(49)

1. Ada kebebasan merespon. Subjek tidak dipaksa untuk menyetujui

atau tidak menyetujui atau netral terhadap suatu pernyataan.

Subjek dipersilakan untuk merespon dengan respon yang subjek

inginkan.

2. Administrasi secara kelompok relatif efisien. Pada umumnya

metode ini bisa diberikan pada kelompok besar tanpa mengurangi

validitasnya,

3. Tidak perlu pelatihan khusus untuk mengadministrasikan metode

ini.

4. Objektivitas skoring cukup mudah diberikan untuk tujuan

screening atau tujuan eksperimen.

5. Waktu adminstrasi cenderung lebih singkat dibandingkan tes-tes

pada umumnya dan waktu skoring atau analisis cenderung lebih

singkat dibandingkan alat-alat proyektif lainnya.

6. Metode ini sangat fleksibel, yakni awal kalimat dapat diubah untuk

berbagai tujuan yang dikehendaki pengguna.

Di sisi lain, metode ini memiliki tiga kekurangan dibandingkan

pengukuran yang lain, yaitu:

1. Meskipun mudah untuk melakukan skoring secara semi-objektif,

interpretasi hasil skoring yang dihasilkan tidak bisa dilakukan

secara kaku, yakni membutuhkan kemampuan dan pengetahuan

(50)

2. Apa yang hendak diukur oleh metode ini lebih mudah ditebak oleh

subjek karena stimulus yang diberikan relatif lebih lugas

dibandingkan alat proyektif lainnya.

3. Data yang tidak lengkap kadang didapatkan, terutama dari subjek

yang mengalami buta huruf atau subjek yang tidak kooperatif.

Aplikasi dari metode ini dalam kelompok juga membutuhkan

kemampuan menulis dan bahasa yang belum dievaluasi potensi

manfaat klinisnya untuk kelompok anak kecil.

Meskipun memiliki kekurangan tersebut, peneliti tetap memilih

metode ini karena:

1. Interpretasi hasil skoring bukan menjadi fokus pada penelitian ini.

SMM versi Terbuka diciptakan untuk menangkap mindset stres

pada tingkat kesadaran yang berbeda dengan SMM, untuk

kepentingan memahami konstruk mindset stres lebih dalam. SMM

versi Terbuka tidak secara khusus diciptakan untuk kepentingan

diagnosis klinis, sehingga keterbatasan berupa kesulitan dalam

interpretasi hasil skoring ini dapat diabaikan.

2. Meskipun lugas dan mudah ditebak hendak mengukur apa, metode

ini tetap lebih ambigu dan memberikan kebebasan kepada subjek

(51)

3. Meskipun ada kemungkinan data tidak lengkap, kemudahan

administrasi memungkinkan pengambilan data dalam skala besar,

sehingga keterbatasan ini cukup mudah diatasi.

- Pembuatan item SMM versi Terbuka

Peneliti membuat item-item SMM versi Terbuka dengan cara

memodifikasi item-item pada SMM versi Likert. Tujuan dari SMM

versi Terbuka sejalan dengan SMM versi Likert, yaitu menangkap

seberapa mindset stres-itu-menguatkan dimiliki oleh subjek. Semakin

tinggi skornya, semakin mindset stres-itu-menguatkan dimiliki oleh

subjek, dan sebaliknya. Berikut proses modifikasi item-item SMM

versi Likert menjadi SMM versi Terbuka.

Tabel 2. Modifikasi SMM versi Likert menjadi SMM versi

Terbuka

Item SMM versi

Likert

Item SMM versi

Terbuka

1. Dampak dari stres

adalah negatif dan

harus dihindari

Diubah menjadi

1. Bagi saya, dampak

dari stres secara

umum adalah...

2. Dampak dari stres

adalah positif dan

harus dimanfaatkan

2. Dampak dari stres

(52)

3. Mengalami stres

menghabiskan

kesehatan dan

semangat saya

Diubah menjadi

3. Mengalami stres

membuat kesehatan

saya...

4. Mengalami stres

meningkatkan

kesehatan dan

semangat saya

4. Mengalami stres

membuat semangat

saya...

5. Mengalami stres

memfasilitasi

pembelajaran dan

perkembangan

pribadi saya

Diubah menjadi

5. Mengalami stres

membuat

pembelajaran saya...

6. Mengalami stres

menghambat

pembelajaran dan

perkembangan

pribadi saya

6. Mengalami stres

membuat

perkembangan

pribadi saya..

7. Mengalami stres

menurunkan

performansi dan

produktivitas saya

Diubah menjadi

7. Mengalami stres

membuat

performansi saya...

(53)

meningkatkan

performansi dan

produktivitas saya

membuat

produktivitas saya...

Skor SMM versi Terbuka didapat dengan menskor

jawaban-jawaban subjek berdasarkan prinsip-prinsip skoring. Prinsipnya:

1. Skor berkisar dari angka 0 hingga 4. Semakin tinggi skornya

cenderung menggambarkan semakin mindset stres-itu-menguatkan

dimiliki oleh responden.

2. Skor 0 diberikan pada jawaban yang menunjukkan bahwa stres

bersifat sangat melemahkan. Sifat sangat melemahkan ini dapat

dilihat dari adanya penekanan, bobot kata yang relatif berat,

dan jumlah respon yang lebih dari satu. Contoh dapat dilihat

pada bagian “Contoh respon dan skoringnya”.

3. Skor 1 diberikan pada jawaban yang menunjukkan bahwa stres

bersifat melemahkan. Contoh dapat dilihat pada bagian “Contoh

respon dan skoringnya”.

4. Skor 2 diberikan pada jawaban yang menunjukkan bahwa stres

bersifat netral atau ambigu. Contoh dapat dilihat pada bagian

“Contoh respon dan skoringnya”.

5. Skor 3 diberikan pada jawaban yang menunjukkan bahwa stres

bersifat menguatkan. Contoh dapat dilihat pada bagian “Contoh

(54)

6. Skor 4 diberikan pada jawaban yang menunjukkan bahwa stres

bersifat sangat menguatkan. Contoh dapat dilihat pada bagian

“Contoh respon dan skoringnya”.

7. Khusus untuk item 2, berbeda dengan item lain, item ini

merupakan satu-satunya item yang menanyakan perilaku. Prinsip

skoringnya adalah

a. Skor 0 diberikan untuk perilaku yang menjauhi atau

menghindari dampak stres tersebut.

b. Skor 1 diberikan untuk perilaku yang menghadapi, mengelola,

mengurangi, menghilangkan, dan perilaku sejenis, terhadap

dampak stres tersebut. Perilaku-perilaku seperti ini masuk skor

1 karena menggambarkan keyakinan bahwa sifat stres adalah

melemahkan sehingga perlu dilakukan perilaku-perilaku

tersebut.

c. Skor 2 diberikan untuk perilaku yang netral.

d. Skor 3 diberikan untuk perilaku yang memanfaatkan,

mengoptimalkan, dan perilaku sejenis. Perilaku seperti ini

masuk skor 3 karena perilaku semacam ini menggambarkan

keyakinan subjek bahwa stres bersifat menguatkan.

e. Skor 4 diberikan untuk perilaku yang memanfaatkan,

mengoptimalkan, dan perilaku sejenis yang memiliki

penekanan.

(55)

- Validasi

SMM versi Terbuka ini peneliti validasi menggunakan

professional judgment dari dosen-dosen fakultas psikologi Universitas

Sanata Dharma. Peneliti memaparkan latar belakang penelitian ini,

kemudian menceritakan proses pembuatan atau pengubahan item

SMM versi Likert ke item SMM versi Terbuka. Peneliti kemudian

menanyakan apakah item-item pada SMM versi terbuka ini mengukur

hal yang sama dengan SMM versi Likert. Pertama, dosen-dosen yang

bersangkutan menyetujui konsep pengukuran proyektif yang dipilih,

yakni sentence completion, sesuai dengan latar belakang masalah yang

dipaparkan. Kemudian, berdasarkan observasi item-item SMM versi

Terbuka, dosen-dosen tersebut menilai bahwa pengubahan SMM versi

Likert ke SMM versi Terbuka cukup baik. Cukup baik di sini adalah

item SMM versi Terbuka dinilai relevan atau konsisten mengukur apa

yang diukur SMM versi Likert, dengan melibatkan unsur proyektifnya.

c. Reliabilitas

Reliabilitas alat ukur adalah sejauh mana hasil dari alat ukur tersebut

dapat dipercaya. Hasil yang dapat dipercaya adalah hasil yang cenderung

sama walaupun telah dilakukan pengukuran beberapa kali pada kelompok

yang sama (Azwar, 2011). Penerapan reliabilitas dapat dilihat melalui

koefisien reliabilitas. Koefisien ini bergerak dari angka 0,00 hingga 1,00.

(56)

Dalam penelitian ini, koefisien reliabilitas yang diperoleh SMM versi

Likert adalah 0,823. Sedangkan koefisien reliabilitas SMM versi Terbuka

adalah 0,716. Jadi, dapat dikatakan bahwa kedua alat yang digunakan pada

penelitian ini cukup reliabel.

d. Skala Final

Skala yang digunakan pada penelitian ini secara lengkap terdapat pada

bagian lampiran. Halaman pertama dari skala merupakan halaman judul.

Halaman kedua merupakan terdiri dari bagian pengantar dan kebersedian.

Bagian pengantar menjelaskan mengenai tujuan penelitian yang

dikaburkan sesuai kebutuhan penelitian (single-blind), identitas peneliti,

dan informed consent. Bagian kebersedian merupakan bukti kebersediaan

subjek untuk mengisi skala ini dengan memberikan tanda tangan.

Halaman ketiga, atau halaman terakhir, terdiri dari dua bagian. Bagian

pertama adalah SMM versi Terbuka. Bagian ini diawali dengan instruksi

pengerjaan yang kemudian diikuti dengan item-item SMM versi Terbuka.

Bagian kedua adalah SMM versi Likert. Bagian ini diawali dengan

instruksi pengerjaan yang kemudian diikuti dengan item-item SMM versi

Likert.

Untuk halaman ketiga, peneliti memberikan SMM versi Terbuka di

awal dengan asumsi subjek penelitian belum banyak menggenerasi isi

bawah sadar mengenai mindset stres. Implikasi dari hal ini adalah jawaban

(57)

dilakukan jika subjek pertama-tama langsung dihadapkan dengan SMM

versi Likert yang sudah memiliki bobot jawaban mengenai mindset stres.

Alternatif lain yang mungkin dilakukan adalah memberikan SMM

versi Terbuka terlebih dahulu, kemudian subjek diberi jeda sekitar satu

minggu, baru diberi SMM versi Likert. Namun, peneliti memutuskan

untuk memberikannya pada hari yang sama, dalam skala yang sama,

dengan landasan teori struktur kepribadian milik psikoanalisa.

Pada bagian landasan teori sudah dijelaskan bahwa apa yang disadari

bisa berbeda dari apa yang tidak disadari karena adanya dinamika MPD.

Teori ini tidak membicarakan mengenai jeda pengambilan isi kesadaran

dan isi bawah sadar. Jadi, dengan berlandaskan teori ini, dapat dikatakan

bahwa selama alat itu mengukur kesadaran (Likert) dan ketidaksadaran

(Terbuka), tanpa memperdulikan jeda waktu pengambilannya, hasilnya

akan berbeda.

G. Metode analisis

1. Uji asumsi

Uji asumsi pada penelitian ini adalah uji normalitas. Uji normalitas

adalah uji yang dilakukan untuk melihat apakah data penelitian memiliki

distribusi normal atau tidak. Data penelitian dapat dikatakan normal

apabila p>0,05 dan sebaliknya, tidak normal apabila p<0,05 (Santoso,

2010). Dalam penelitian ini, uji normalitas akan menggunakan analisis

(58)

2. Uji hipotesis

Pengujian hipotesis komparasi menggunakan One-Sample t-test

pada SPSS Statistics 17.0. Uji hipotesis tetap dapat dilakukan meskipun

data tidak memenuhi asumsi normalitas. Hal ini dikarenakan t-test

memiliki ketangguhan (robustness) yang cukup baik untuk mengatasi

asumsi normalitas yang tidak terpenuhi (Santoso, 2010).

Dalam penelitian ini, terdapat dua pasang data yang akan diuji

perbedaannya. Pasangan pertama adalah skor SMM versi Likert dan skor

SMM versi Terbuka yang memiliki rentang skala 0 hingga 4. Pasangan

data kedua adalah skor SMM versi Likert dan skor SMM versi Terbuka

yang memiliki rentang skala hanya dari 1 hingga 3 saja.

Pasangan kedua ini didapat dari melakukan transformasi rentang

skala pada data di pasangan pertama. Proses transformasinya adalah

mengubah skor 0 dan 1 menjadi skor 1 dan mengubah skor 3 dan 4

menjadi skor 3. Jadi, mindset stres-itu-melemahkan diwakili oleh skor 1

saja; mindset netral diwakili oleh skor 2; dan mindset

stres-itu-menguatkan diwakili oleh skor 3 saja.

Transformasi rentang skala ini dilakukan untuk mengatasi

kecurigaan subjektivitas skoring pada skala SMM versi Terbuka.

Berdasarkan uji reliabilitas interater untuk skoring yang dilakukan untuk

membuat manual penilaian skala SMM versi Terbuka, peneliti

menemukan bahwa ada kemungkinan individu memberikan skor yang

(59)

kesehatan saya memburuk.” Peneliti menemukan ada perbedaan skoring

yang dilakukan (subjektivitas). Bagi peneliti, kata memburuk sudah masuk

kategori skor 0, tetapi bagi interater pada penelitian ini, memburuk masih

setara dengan menurun, yang memiliki skor 1. Namun, menurut peneliti,

subjektivitas skoring ini tidak akan sampai melewati antar kelompok

mindset stres. Misal, jawaban negatif (antara skor 0 atau 1) diberi skor

positif (3 atau 4). Jadi, dapat dikatakan subjektivitas skoring ini hanya ada

di batas membedakan 0 dengan 1 dan 3 dengan 4, sehingga jika skor 0 dan

1 serta 3 dan 4 dipadatkan menjadi hanya skor 1 dan 3, maka subjektivitas

skoring peneliti rasa sudah bisa teratasi.

Transformasi rentang skala ini juga akan dilakukan pada data skor

SMM versi Likert. Sehingga, sepasang data ini hanya akan berkisar di

angka 1 hingga 3. Pasangan kedua ini juga akan diuji normalitasnya

terlebih dahulu. Namun, sekalipun data pasangan kedua ini tidak normal,

(60)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan dan pelaksanaan penelitian

Persia

Gambar

Tabel 5. Hasil Uji Normalitas Setelah Transformasi Akar ......................... 50
Tabel 1. Penskoran Jawaban
Tabel 2. Modifikasi SMM versi Likert menjadi SMM versi
Tabel 3. Hasil Uji Normalitas
+7

Referensi

Dokumen terkait