PERBEDAAN SKOR STRESS MINDSET
MEASUREMENT
VERSI LIKERT DENGAN VERSI TERBUKA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh:
Yosua Kamali Purnomo Sidhi
099114092
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
v
PERBEDAAN SKOR STRESS MINDSET MEASUREMENT
VERSI LIKERT DENGAN VERSI TERBUKA
Yosua Kamali Purnomo Sidhi
Abstrak
Penelitian ini bertujuan mengetahui ada atau tidak adanya perbedaan antara skor Stress Mindset Measurement (SMM) versi Likert dengan SMM versi terbuka. Hal ini perlu diteliti karena dugaan bahwa SMM versi Likert kurang sesuai dalam menangkap mindset stres yang merupakan variabel bawah sadar. Desain penelitian yang digunakan adalah kuantitatif menggunakan analisis paired sample t-test. Masing-masing subjek mengerjakan kedua versi alat ukur ini kemudian dua skor ini dibandingkan. Subjek penelitian ini adalah 146 mahasiswa fakultas psikologi. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (t= 17,24;
p= 0,00) antara skor yang dihasilkan SMM versi Likert (M= 1,76; SD=
0,56) dengan SMM versi Terbuka (M= 0,96; SD= 0,02). Jadi, dugaan peneliti mengenai kurang sesuainya SMM versi Likert dalam menangkap mindset stres, memiliki bukti berupa adanya perbedaan skor ini. Penelitian selanjutnya sebaiknya berfokus pada pembuktian bahwa beda skor ini memang bermakna dalam menentukan reaksi seseorang terhadap stres.
Kata kunci: Stress Mindset Measurement, skor, mindset stres, Likert,
vi
STRESS MINDSET MEASUREMENT’S SCORE DIFFERENCE
BETWEEN LIKERT VERSION AND OPEN-ENDED VERSION
Yosua Kamali Purnomo Sidhi
Abstract
This research aim to find out whether there is a difference or not between Stress Mindset Measurement’s Likert version score and Open-ended version score. This is important because there is a possibility that SMM Likert version is not compatible to tap the stress mindset, which is a unconsciouss variable. Research design used for this research is quantitative, using paired sample t-test for analyzing the data. Each subject fill both version of SMM and then these scores is compared. The subject for this research is 146 college student from psychology department. Analysis shows that there is a significant difference (t= 17,24; p= 0,00) between SMM Likert version score (M= 1,76; SD= 0,56) and SMM Open-ended version score (M= 0,96; SD= 0,02).. Therefore, the possibility that SMM Likert version is not compatible to tap the stress mindset have an evidence with these scores difference. Future research should be focus on proving that these score difference is meaningful in determining individual reactions to stress.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala kebaikan-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan
dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Psikologi di Universitas Sanata Dharma.
Skrispi ini tidak akan pernah selesai tanpa adanya dukungan dan
bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa untuk kebaikan-Nya.
2. Bapak Dr. Tarsisius Priyo Widiyanto, M. Si. selaku dekan Fakultas
Psikologi Universitas Sanata Dharma
3. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si. selaku kaprodi Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma
4. Ibu Dr. Tjipto Susana, selaku dosen pembimbing akademik dan skripsi
saya yang luar biasa.
5. Ibu Aquilina Tanti Arini, M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi saya
dulu.
6. Suster Lidwina Tri A., FCI., M.A. selaku dosen pembimbing dalam hal
statistik.
7. Bapak Victorius Didik Suryo Hartoko, M.Si., selaku dosen yang selalu
x DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar belakang masalah ... 1
B. Rumusan masalah ... 6
C. Tujuan penelitian ... 6
D. Manfaat penelitian ... 6
E.Roadmappenelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
A. Mindset ... 9
xi
C. Mindset stress ... 15
D Pengukuran mindset stres; Stress Mindset measurement (SMM) ... 18
E. Solusi Pengukuran Mindset Stres; SMM versi Terbuka ... 20
F. Dinamika ... 22
BAB III METODE PENELITIAN ... 25
A. Jenis Penelitian ... 25
B. Variabel Penelitian ... 25
C. Definisi Operasional ... 25
D. Subjek Penelitian ... 26
E. Metode dan Alat Pengumpulan Data... 27
F. Kredibilitas Alat Ukur ... 28
a. SMM versi Likert... 28
i. Pembuatan item ... 28
ii. Validasi ... 30
b. SMM versi Terbuka ... 33
i. Pengantar ... 33
ii. Sentence completion Method ... 33
iii. Pembuatan item SMM versi Terbuka ... 36
iv. Validasi... 40
c. Reliabilitas ... 40
d. Skala final ... 41
G. Metode Analisis Data ... 42
xii
2. Uji Hipotesis ... 43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44
A. Persiapan dan pelaksanaan penelitian ... 45
B. Subjek penelitian ... 46
C. Hasil penelitian ... 46
1. Uji Asumsi ... 46
2. Uji Hipotesis ... 55
D. Pembahasan ... 56
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 60
A. Kesimpulan ... 60
B. Saran ... 60
1. Untuk penelitian selanjutnya ... 60
2. Untuk pembaca ... 61
DAFTAR PUSTAKA ... 63
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Penskoran Jawaban ... 27
Tabel 2. Modifikasi SMM versi Likert menjadi SMM versi Terbuka ... 36
Tabel 3. Hasil Uji Normalitas ... 46
Tabel 4.Hasil Uji Normalitas Setelah Membuang Outlier ... 48
Tabel 5.Hasil Uji Normalitas Setelah Transformasi Akar ... 50
Tabel 6.Hasil uji normalitas setelah transformasi Box-Cox ... 51
Tabel 7.Hasil Uji Normalitas Terakhir ... 53
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.Plot Likert ... 47
Gambar 2.Plot Terbuka ... 47
Gambar 3.Plot Likert 1... 48
Gambar 4.Plot Terbuka 1 ... 49
Gambar 5.Plot Likert 2... 50
Gambar 6.Plot Terbuka 2 ... 51
Gambar 7.Plot Likert 3... 52
Gambar 8.Plot Terbuka 3 ... 52
Gambar 9.Plot Likert 4... 53
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Skala penelitian ... 67
Lampiran 2: Manual SMM versi Terbuka ... 71
Lampiran 3: Reliabilitas ... 73
Lampiran 4: Uji normalitas ... 87
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut Crum, Achor, & Salovey (2013), mindset stres adalah
keyakinan seseorang mengenai sifat stres terhadap hal-hal terkait stres.
Hal-hal tersebut adalah performansi dan produktivitas, kesehatan dan
kesejahteraan, serta pembelajaran dan perkembangan. Seseorang bisa
meyakini stres berdampak baik terhadap hal-hal tersebut, atau disebut
mindset stres-itu-menguatkan. Seseorang juga bisa meyakini stres
berdampak buruk terhadap hal-hal tersebut, atau disebut mindset
stres-itu-melemahkan. Alat untuk mengukur mindset stres ini disebut Stress
Mindset Measurement, yaitu 8 pernyataan mengenai dampak dari stres
terhadap hal-hal yang telah disebutkan. Subjek diminta untuk memberi
nilai antara 0, sangat tidak setuju, hingga 4, sangat setuju. Skor dari
kedelapan pernyataan ini kemudian dirata-rata setelah membalik
pernyataan yang unfavorable.
Crum dkk (2013) menemukan bahwa mindset stres ini merupakan
konstruk yang berbeda dan bermakna dalam menentukan respon individu
terhadap stres. Berbeda yang dimaksud adalah mindset stres berbeda dari
konstruk penentu respon individu terhadap stres sebelumnya, yaitu coping.
Maksud dari bermakna ini ada dua, yang pertama adalah mindset stres
mindset stres-itu-menguatkan memiliki profil kortisol (reaksi fisiologis)
dan keinginan meminta feedback (perilaku) yang lebih adaptif. Makna
pertama ini menjadi lebih bermakna karena makna kedua, yakni bahwa
mindset stres ini merupakan variabel yang dapat diintervensi meskipun
sifat dari mindset secara umum adalah stabil.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, Crum dkk (2013)
menyimpulkan bahwa pendekatan terhadap stres ke depannya bisa menjadi
lebih efisien. Efisien yang dimaksud adalah dengan mengintervensi pada
tingkat mindset stres, rangkaian reaksi fisiologis dan perilaku akan terjadi,
dan dampak akhirnya adalah peningkatan kesehatan dan performansi.
Pendekatan ini disebut lebih efisien karena pendekatan sebelumnya
bergerak pada tingkat yang spesifik. Misal, teknik relaksasi untuk merubah
proses fisiologis terhadap stres dan pelatihan kemampuan sosial untuk
meningkatkan kemungkinan mendapatkan dukungan sosial. Jadi,
intervensi pada mindset stres ini dinilai lebih efisien karena perubahan
aspek-aspek lain (fisiologis dan perilaku) akan mengikuti jika mindset
stres ini diintervensi.
Efisiennya intervensi melalui mindset stres tidaklah lepas dari
beberapa keterbatasan. Crum dkk (2013) menyarankan untuk meninjau
tingkat kesadaran di mana mindset beroperasi. Untuk memahami mengapa
hal ini perlu ditinjau, ada baiknya untuk memahami beberapa hal terlebih
dahulu. Hal pertama, yaitu tingkat kesadaran. Tingkat kesadaran pada
menengah, dan tingkat rendah atau tidak sadar (Huffman, Vernoy, &
Vernoy, 2000). Isinya adalah persepsi (objek dan kejadian), pikiran (verbal
dan gambar), perasaan, dan tindakan. Pembeda antar tingkatan ini
dilakukan berdasarkan tingkat pengontrolannya. Pada tingkat tinggi, isi
kesadaran tersebut dikontrol dengan kuat. Misal, mengerjakan ujian,
bermain catur, dan lain-lain. Pada tingkat menengah, isi kesadaran tidak
terlalu dikontrol, atau cenderung otomatis, tetapi sewaktu-waktu dapat
diakses atau dikontrol secara penuh. Misal, memasak sambil
mendengarkan radio, berbicara di telepon sambil menggambar, dan
lain-lain. Pada tingkat bawah, isi kesadaran sulit bahkan tidak dapat dikontrol.
Misal, mimpi.
Hal kedua yang perlu dipahami adalah mindset stres merupakan
sebuah keyakinan. Jika dilihat dari teori kognitif (Corsini & Wedding,
2011), keyakinan merupakan variabel individu yang beroperasi di tingkat
kesadaran menengah ke bawah. Hal ini dikarenakan keyakinan merupakan
salah satu komponen dari sistem yang disebut unit kognitif afektif, yaitu
unit yang bertugas menentukan respon individu. Unit ini cenderung
bekerja kompleks dan otomatis. Kompleks karena unit ini terdiri bukan
hanya dari keyakinan, tetapi juga tujuan, perasaan, nilai, dan lain-lain, di
mana semua komponen ini berinteraksi satu sama lain sehingga munculah
suatu respon. Otomatis karena individu sering tidak menyadari proses ini
dalam membentuk respon mereka. Operasi atau proses kerja keyakinan,
kompleks dan cenderung otomatisnya keseluruhan kerja unit ini. Jadi,
dapat dikatakan bahwa keyakinan beroperasi di tingkat kesadaran yang
menengah (otomatis) bahkan rendah (sulit disadari).
Hal ketiga yang perlu dipahami adalah bagaimana dinamika bawah
sadar dengan kesadaran. Freud menghipotesiskan bahwa isi bawah sadar
terdiri dari berbagai macam hal, yang apabila dibawa ke kesadaran dapat
menimbulkan kecemasan (Huffman, Vernoy, & Vernoy, 2000). Untuk
mencegah kecemasan ini terjadi, ego memiliki mekanisme pertahanan diri
(MPD). MPD memiliki prinsip utama, yaitu distorsi realitas. Jadi, ketika
sesuatu dari bawah sadar hendak muncul ke kesadaran, fungsi ego ini akan
mendistorsi isi bawah sadar tersebut sehingga isi yang sampai ke
kesadaran cenderung tidak menimbulkan kecemasan. Dinamika MPD
dalam menjembatani bawah sadar dan kesadaran ini membuat kecurigaan
bahwa apa yang disadari belum tentu mewakili apa yang berada di bawah
sadar.
Berdasarkan ketiga hal tersebut, muncul kecurigaan bahwa
pengukuran mindset stres yang dilakukan dengan SMM belum mewakili
mindset stres yang sebenarnya beroperasi di bawah sadar. SMM yang
berupa pernyataan lengkap cenderung membuat subjek menyadari mindset
stres mereka. Ketika subjek menyadari mindset stres mereka, dinamika
MPD diasumsikan terjadi. Oleh karena inilah SMM secara teoritis, hanya
menangkap mindset stres yang telah terdistorsi MPD, bukan mindset stres
Untuk mengkonfirmasi hal ini, peneliti hendak membandingkan
skor SMM ini dengan skor SMM yang telah dimodifikasi. Modifikasi
SMM ini dilakukan berdasarkan prinsip kebebasan merespon yang
merupakan prinsip dari teknik-teknik praktis para psikolog psikoanalisis
dan kognitif dalam menangkap isi bawah sadar, salah satunya yaitu
keyakinan (Huffman, Vernoy, & Vernoy, 2000; Neenan & Dryden, 2006).
Prinsip ini diasumsikan dapat menangkap keyakinan atau bawah sadar
dengan baik karena ketika individu diberi kebebasan untuk merespon,
fungsi MPD individu tersebut dihipotesiskan akan melemah. Ketika
individu membaca suatu pernyataan, misal item SMM versi Likert,
informasi yang masuk akan diolah oleh ego. Hal ini memungkinkan fungsi
MPD ego untuk mengeluarkan isi bawah sadar, yakni mindset stres yang
sebenarnya, dalam wujud yang telah didistorsi. Sedangkan ketika individu
diberi kebebasan untuk merespon, atau menuliskan apa yang ada di
benaknya, fungsi MPD ego dihipotesiskan akan lebih mengendor. Fungsi
MPD ego yang mengendor ini memungkinkan apa yang benar-benar di
bawah sadar muncul dengan distorsi yang lebih rendah.
Berdasarkan penjabaran yang ada, peneliti memiliki hipotesis
bahwa ada perbedaan yang signifikan antara skor SMM versi Likert
dengan SMM versi terbuka. Asumsinya adalah SMM versi Likert
menangkap mindset stres yang telah didistorsi, sedangkan SMM versi
B. Rumusan Masalah
Apakah terdapat perbedaan antara skor SMM versi Likert dan skor
SMM versi terbuka?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya
perbedaan antara skor SMM versi Likert dan skor SMM versi terbuka.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini secara teoretis bermanfaat menambah referensi
keilmuan, terutama dalam bidang psikologi. Penelitian ini bermanfaat
untuk memberikan gambaran mengenai bagaimana mindset stres
ditangkap oleh alat inventori (SMM versi Likert) maupun oleh alat
proyektif (SMM versi terbuka). Diharapkan penelitian ini dapat menjadi
gambaran bagi peneliti-peneliti selanjutnya mengenai bagaimana pengaruh
jenis alat ukur (proyektif versus inventori) terhadap skor yang dihasilkan,
terutama untuk variabel bawah sadar (mindset).
Secara praktis, penelitian ini bermanfaat untuk menambah
pengetahuan pembaca mengenai variabel bawah sadar dengan kesadaran.
Selain itu, penelitian ini juga mengajak pembaca untuk selalu
merefleksikan apakah yang disadari oleh pembaca konsisten dengan
bawah sadar pembaca. Untuk menguji kekonsistenan ini, pembaca dapat
E. Roadmap Penelitian
Berangkat dari keterbatasan penelitian Crum dkk (2013) yang telah
dijabarkan, peneliti memiliki rangkaian hipotesis untuk penelitian ke
depannya. Hipotesis pertama, yakni hipotesis pada penelitian ini, adalah
adanya perbedaan skor antara SMM versi Likert dengan SMM versi
terbuka.
Jika hipotesis pertama diterima, maka hipotesis selanjutnya adalah
konstruk mindset stres bawah sadar ini valid, baik secara konvergen
maupun kriterion. Oleh karena itu, dapat dikatakan penelitiannya akan
bergerak pada usaha validasi konvergen dan validasi kriterion. Validasi
konvergen adalah usaha membuktikan bahwa variabel ini tidak sama atau
redundan dari variabel lain, terutama mindset stres yang disadari (didapat
dari SMM versi Likert). Validasi kriterion adalah usaha membuktikan
bahwa variabel mindset stres bawah sadar ini juga memiliki peran
terhadap variasi variabel lain (misal, kesehatan, performansi, dan
lain-lain).
Jika konstruk mindset stres bawah sadar ini terbukti valid secara
konvergen maupun kriterion, maka hipotesis terakhir adalah adanya
perbedaan kekuatan prediksi antara skor SMM versi Likert dengan skor
SMM versi terbuka. Jika menggunakan teori psikoanalisa Freud, di mana
teori ini meyakini bahwa perilaku manusia lebih besar dipengaruhi oleh
bawah sadar, maka dapat dihipotesiskan lebih dalam lagi bahwa skor
prediktif yang lebih besar dibandingkan skor SMM versi Likert (sadar)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Mindset
Individu sering mengandalkan suatu sistem pada diri mereka untuk
memahami dan mengorganisasi beragam informasi yang ada di sekitarnya.
Hal ini dikarenakan banyaknya hal yang ada di sekitar individu dan semua
hal tersebut belum tentu relevan dengan kehidupan individu. Mindset
adalah kerangka mental yang secara selektif mengorganisasi dan mengolah
informasi-informasi tersebut, sehingga individu memiliki pemahaman dan
perilaku yang unik terkait suatu peristiwa (Crum, Salovey, & Achor,
2013).
Mindset ini memiliki pengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan
nyata. Levy dan Myers (2004) menemukan bahwa individu yang memiliki
mindset negatif terhadap penuaan, cenderung tidak terlibat pada perilaku
sehat seperti makan teratur, olahraga, dan mengunjungi ahli.
Individu-individu tersebut juga cenderung mengalami penurunan semangat untuk
hidup (Levy, Slade, Kunkel, & Kasl, 2002). Pada bidang intelegensi,
murid yang memiliki mindset bahwa intelegensi bisa diubah,
menunjukkan peningkatan perilaku dan sikap yang lebih baik
dibandingkan murid dengan mindset intelegensi itu tidak dapat diubah
(Aronson, Fried, & Good, 2002; Blackwell, Trzesniewski, & Dweck,
bahwa karyawan hotel yang memiliki mindset bahwa pekerjaan mereka
adalah olahraga yang baik, menunjukkan penurunan berat badan, indeks
massa tubuh, dan tekanan darah sistolik yang signifikan.
Jika dilihat dari pengertian dan hasil penelitian yang ada, peneliti
menyimpulkan bahwa mindset ini adalah semacam istilah baru yang
digunakan untuk mengungkapkan keyakinan seseorang. Tokoh-tokoh
psikologi sebelumnya sebenarnya telah menggunakan konsep ini. Misal,
Albert Bandura dengan self-efficacy, self-esteem, self-concept, dan
lain-lain (Huffman, Vernoy, & Vernoy, 2000). Hal yang membedakan adalah
pada informasi yang diolah, yakni pada intelegensi, penuaan, kesehatan,
konsep diri, kemampuan diri, dan lain-lain. Namun, menurut peneliti,
konsep utama dari mindset ini adalah keyakinan seseorang mengenai suatu
atribut, baik yang terdapat di dalam dirinya maupun di luar dirinya, dan
keyakinan ini mampu mempengaruhi perilaku dan aspek lain dari individu.
Hal yang menarik adalah Crum dkk (2013) memberikan pemahaman
bahwa mindset adalah sebuah kerangka mental yang membantu proses
seleksi dan organisasi sehingga terbentuk suatu perilaku. Menurut peneliti,
mindset adalah keyakinan seseorang tentang suatu atribut atau informasi.
Perbedaannya adalah, menurut teori kognitif (Corsini &Wedding, 2011),
istilah yang sering digunakan untuk menyebut kerangka mental yang
melakukan proses seleksi dan organisasi adalah unit kognitif afektif. Di
dalam unit kognitif afektif ini terdapat berbagai variabel yang memproses
terkait suatu peristiwa. Variabelnya antara lain adalah tujuan, perasaan,
dan keyakinan. Jadi, mungkin lebih tepat jika mendefinisikan mindset
sebagai suatu variabel yang terdapat di dalam unit kognitif afektif, bukan
sebagai unit kognitif afektif itu sendiri.
Berdasarkan pemahaman tersebut, yakni mindset adalah keyakinan
yang berproses dengan variabel lain di dalam unit kognitif afektif, maka
dapat dikatakan bahwa mindset merupakan variabel yang beroperasi di
bawah sadar. Proses kerja unit kognitif afektif yang melibatkan banyak
variabel, termasuk mindset, cenderung tidak atau susah disadari oleh
individu. Hal ini memunculkan kesulitan dalam masalah pengukuran. Jika
membicarakan variabel bawah sadar, tentu pengukurannya pun lebih
relevan jika dilakukan dengan alat yang berlandaskan teori psikoanalisa.
B. Teori Psikoanalisa dan Beberapa Hipotesis terkait Pengukuran
Freud menghipotesiskan bahwa isi bawah sadar terdiri dari berbagai
macam hal, yang apabila dibawa ke kesadaran dapat menimbulkan
kecemasan (Huffman, Vernoy, & Vernoy, 2000). Untuk mencegah
kecemasan ini terjadi, ego memiliki mekanisme pertahanan diri (MPD).
MPD memiliki prinsip utama, yaitu distorsi realitas. Jadi, ketika sesuatu
dari bawah sadar hendak muncul ke kesadaran, fungsi ego ini akan
mendistorsi isi bawah sadar tersebut sehingga isi yang sampai ke
Jika dikaitkan dengan pengukuran, secara konseptual, MPD dapat
terwujud dalam bentuk bias ketika merespon. Misal, bias social
desirability, bias malingering, jawaban acak atau asal menjawab,
menebak, dan lain-lain (Furr, 2008). Untuk memahami bagaimana bias ini
mewakili MPD, perlu dipahami terlebih dahulu hipotesis mengenai
struktur kepribadian.
Freud menghipotesiskan bahwa stuktur individu seseorang terdiri atas
id, ego, dan superego (Huffman, Vernoy, & Vernoy, 2000). Pembagian ini
dilakukan berdasarkan fungsi struktur tersebut. Id adalah struktur pribadi
individu yang berfungsi sebagai sumber dorongan atau penggerak
kehidupan individu. Prinsip dari id ini adalah kenyamanan. Ketika
individu merasa tidak nyaman maka id akan mendorong individu untuk
membuat diri menjadi nyaman kembali. Id cenderung beroperasi di bawah
sadar.
Seiring perkembangan hidup individu, prinsip kenyamanan akan
bertemu realitas. Dari pertemuan inilah munculah fungsi ego, yaitu
struktur kepribadian yang berfungsi menghubungkan keinginan id dengan
realitas, sehingga dapat dikatakan bahwa prinsip kerja ego adalah prinsip
realitas. Ego cenderung beroperasi di tingkat sadar, tetapi juga bisa
beroperasi di bawah sadar.
Selain bertemu realitas, individu juga akan bertemu dengan
pengalaman yang belum tentu dialami langsung oleh individu, umumnya
ini cenderung didapat dari orang tua atau sesuatu yang lebih besar dari
individu (sosial). Prinsip kerja dari struktur ini adalah prinsip moralitas.
Biasanya, superego dibagi menjadi dua, yaitu hati nurani dan ego ideal.
Hati nurani cenderung berisi larangan, ego ideal cenderung berisi perintah.
Setelah memahami dinamika tersebut, bagaimana bias merespon dapat
mewakili MPD dapat dijelaskan. Social desirability adalah kecenderungan
individu untuk menjawab sesuai apa yang secara sosial baik, bukan sesuai
apa yang ada pada dirinya. Secara dinamika pribadi, dapat dikatakan ego
mendistorsi isi bawah sadar (mindset stres) menurut prinsip moralitas
superego. Hal ini dilakukan ego supaya tidak muncul kecemasan karena
tidak mampu memenuhi keinginan superego. Namun, dapat dijelaskan
juga secara hipotesis, bahwa id mendorong ego supaya diri tetap terlihat
baik (prinsip kenyamanan). Ego mendistorsi apa yang ada di bawah sadar,
sehingga apa yang muncul tetap membuat diri nyaman, yakni dengan
memberikan jawaban yang baik secara sosial. Atau, dapat dijelaskan juga
bahwa kedua proses ini terjadi bersamaan dengan porsi id atau superego
yang bervariasi.
Malingering adalah kecenderungan individu untuk menjawab seperti
korban. Jawaban-jawaban yang diberikan cenderung menunjukkan bahwa
diri individu tersebut lemah, bersalah, terganggu, dan lain-lain, lebih dari
pada yang sebenarnya mereka miliki atau alami. Dinamika MPD pada
kasus ini dapat dijelaskan dengan berbagai alternatif juga. Misal, superego
baik secara moral. Kemungkinan penjelasan lain, id memiliki kenyamanan
ketika menunjukkan bahwa dirinya adalah korban, maka pertolongan akan
datang. Penjelasan lain juga masih bisa diberikan untuk menjelaskan
dinamika malingering ini.
Jawaban acak atau asal menjawab adalah kecenderungan individu
mengisi secara acak karena kurangnya motivasi dalam mengerjakan.
Secara dinamika pribadi, kurangnya motivasi ini bisa terjadi karena
dinamika struktur tersebut, atau bisa juga karena dinamika pribadi subjek
dengan realitas di sekitarnya. Misal, pengerjaan alat ukur dilakukan ketika
subjek terburu-buru, hendak ujian, sedang tidak fit, dan lain-lain.
Menebak adalah bias merespon yang terdapat pada pengukuran
intelegensi atau semacamnya. Ketika individu menebak dan tebakannya
benar, skor yang dihasilkan bukan merepresentasikan skor sebenarnya,
tetapi lebih ke eror yang positif. Dapat dikatakan, bias semacam ini tidak
akan terjadi pada pengukuran ini, karena dalam pengukuran ini tidak ada
jawaban benar dan salah.
Berbagai bentuk MPD ini menurut Freud dapat diatasi dengan
menggunakan teknik proyektif. Teknik proyektif adalah cara untuk
menangkap kepribadian seseorang di mana individu diminta untuk
membicarakan sebuah stimulus yang cenderung ambigu (Huffman,
Vernoy, & Vernoy, 2000). Teknik ini diasumsikan mampu melemahkan
kewaspadaan MPD dalam mendistorsi isi bawah sadar. Stimulus yang
sadar dapat diproyeksikan ke kesadaran tanpa mengalami distorsi terlebih
dahaulu.
C. Mindset stres
Crum dkk (2013) mendefinisikan mindset stres sebagai keyakinan
individu mengenai sifat stres dalam mempengaruhi hal-hal tertentu.
Hal-hal tersebut antara lain performansi dan produktivitas, kesehatan dan
kesejahteraan, serta pembelajaran dan perkembangan. Berdasarkan sifat
yang diyakini, mindset stres dapat dibagi menjadi dua, yaitu mindset
stres-itu-menguatkan dan mindset stres-itu-melemahkan. Berdasarkan
pemahaman ini, aspek mindset stres dapat dijabarkan menjadi keyakinan
mengenai sifat stres secara umum dan keyakinan mengenai sifat stres pada
hal-hal tertentu.
Perlu dipahami bahwa mindset stres tidak sama dengan beberapa
variabel terkait stres seperti coping dan apraisal. Coping adalah usaha
mengelola stres (Huffman, Vernoy, & Vernoy, 2000). Apraisal adalah
proses individu menilai suatu stresor. Secara konseptual, mindset stres
bergerak di tingkat yang lebih mengakar dibandingkan variabel-variabel
ini karena mindset lebih melibatkan keyakinan individu terkait sifat stres
secara umum. Individu melakukan coping dan apraisal cenderung hanya
saat menghadapi stres atau mengalami stres. Namun, mindset stres tetap
ada meskipun individu tidak mengalami stres. Misal, perbandingan antara
menghadapi ujian kenaikan tingkat, kehabisan uang untuk makan, belum
membayar kontrakan, dan lain-lain (stresor). Secara teori coping dan
apraisal, mahasiswa tersebut memproses tiap stresor secara satu persatu.
Mahasiswa tersebut akan melihat ujian kenaikan tingkat sebagai sebuah
tantangan, kemudian melihat kehabisan uang untuk makan sebagai
tantangan, dan seterusnya. Kemudian, secara teori coping, mahasiswa
tersebut akan berusaha mengelola satu-persatu strategi yang tepat untuk
mengatasi stresor-stresor tersebut. Kelemahan dari pendekatan ini adalah
kadang proses coping dan apraisal ini bisa menjadi stresor tambahan juga.
Selain itu, pendekatan ini juga cenderung mengarahkan individu untuk
memiliki mindset bahwa stres-itu-melemahkan, sehingga stres tersebut
perlu dikelola.
Jika dibandingkan dengan pendekatan mindset stres, misal mahasiswa
tersebut memiliki mindset bahwa stres-itu-menguatkan, ia melihat secara
umum bahwa pengalaman stres itu baik untuk dirinya. Mahasiswa tersebut
tidak akan melakukan usaha mengelola stres, tetapi lebih ke arah usaha
memanfaatkan stres. Terdapat nuansa yang berbeda di antara kedua hal ini.
Pada sisi coping dan apraisal, stres dianggap sebagai sesuatu yang negatif,
sehingga perlu dikelola. Sedangkan pada sisi mindset
stres-itu-menguatkan, stres dianggap sebagai sesuatu yang positif, sehingga lebih
tepat jika menyikapinya dengan memanfaatkannya. Dengan nuansa seperti
tekanan, tetapi lebih dengan semangat karena yakin bahwa stres itu
menguatkan hal-hal dalam hidupnya.
Crum dkk (2013) membuktikan perbedaan konsep ini pada
penelitiannya. Hasil salah satu studinya menemukan bahwa pada analisis
Structural Equation Model, variabel coping dan apraisal terpisah dari
variabel mindset stres. Hal ini menunjukkan bahwa mindset stres
merupakan konstruk yang berkaitan dengan stres, tetapi bukan konstruk
yang sama dengan konstruk-konstruk yang ada (coping dan apraisal).
Selain membuktikan bahwa mindset stres merupakan variabel yang
baru dan berbeda, mindset stres ini juga ditemukan memiliki pengaruh
terhadap kesehatan dan keinginan meminta feedback. Pada salah satu
studinya, Crum dkk (2013) mengukur tingkat kortisol dasar pada sebuah
kelompok suibjek. Kortisol ini adalah salah satu hormon yang disekresikan
tubuh ketika mengalami stres. Jika diproduksi terlalu sedikit atau terlalu
banyak, tubuh menjadi kurang optimal dalam mengatasi stres (kekebalan
tubuh menurun, tekanan darah tinggi, dan lain-lain). Kelompok tersebut
kemudian diinduksi stresor berupa tugas untuk pidato. Kemudian,
dilakukan pengukuran lagi untuk melihat kadar kortisol mereka. Hasilnya
menunjukkan bahwa kelompok yang memiliki mindset
stres-itu-menguatkan memiliki profil kortisol yang lebih adaptif (moderat, tidak
terlalu tinggi atau rendah) dibandingkan kelompok dengan mindset
stres-itu-melemahkan. Selain secara fisiologis, secara psikologis pun kelompok
feedback lebih tinggi dibandingkan kelompok satunya. Keinginan ini
mewakili hal yang positif karena menerima feedback sering diasosiasikan
dengan ancaman atau sesuatu yang dapat merusak harga diri, atau dalam
bahasan ini dapat dikatakan bahwa feedback adalah stresor. Ketika
individu ingin mendapatkan feedback (stresor), dapat diasumsikan bahwa
individu tersebut menilai bahwa mengalami stres merupakan sesuatu yang
baik sehingga individu tersebut ingin mendapatkannya. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa mindset stres memang berbeda dengan konstruk stres
yang lain dan juga memiliki pengaruh terhadap aspek fisiologis dan
psikologis seseorang.
D. Pengukuran mindset stres; Stress Mindset Measurement (SMM)
Asumsi teoritis dari sebuah skor adalah X=T+e. Di mana X adalah
skor tampak; T adalah skor sebenarnya; dan e adalah eror. Jika dikaitkan
dengan mindset stres, maka X adalah skor yang dihasilkan Stress Mindset
Measurement (SMM; Crum dkk, 2013); T adalah mindset stres yang
dimiliki individu; disertai dengan eror.
SMM adalah alat ukur mindset stres dengan wujud skala Likert.
Terdapat 8 pernyataan yang terdiri dari 4 pernyataan favorabel dan 4
pernyataan unfavorable. Skor didapat dengan merata-rata seluruh skor
yang ada, dengan sebelumnya skor pada pernyataan unfavorable dibalik
terlebih dahulu. Jadi, semakin tinggi skor SMM ini semakin mewakili
Jika melihat kembali ke pemahaman mengenai mindset secara
umum, keyakinan merupakan variabel yang beroperasi di bawah sadar dan
cara untuk menangkapnya yang relevan adalah dengan teknik proyektif.
Asumsinya adalah SMM versi Likert ini membuat partisipan sadar akan
mindset stres mereka. Stimulus berupa pernyataan dapat diasumsikan
menimbulkan kecemasan, tidak seperti stimulus ambigu pada teknik
proyektif. Ketika terjadi kecemasan, dapat diasumsikan bahwa isi bawah
sadar (mindset stres) telah mengalami distorsi, sehingga apa yang disadari
tidak lagi memicu kecemasan, tetapi sekaligus tidak mewakili isi bawah
sadar atau mindset stres yang sebenarnya. Hal ini yang menjadi kecurigaan
peneliti, apakah SMM dapat mewakili isi mindset stres yang merupakan
variabel bawah sadar?
Berdasarkan hal tersebut, mungkin akan muncul pertanyaan, jika
keyakinan secara teoritis akan melibatkan MPD, apakah
penelitian-penelitian mengenai variabel keyakinan yang lain, seperti self-concept,
self-esteem, mindset intelegensi, dan lain-lain, mempermasalahkan
pengukuran dengan skala Likert seperti ini? Peneliti cukup kesulitan untuk
menemukan penelitian terkait hal tersebut. Namun, salah satu penelitian
yang peneliti temukan adalah milik Demo (1985). Pada jurnal tersebut,
Demo (1985) menyatakan bahwa masalah pengukuran memang jarang
sekali diperhatikan. Secara khusus, Demo (1985) mengangkat
permasalahan pada topik pengukuran self-concept. Hasil penelitian yang
menghasilkan pemahaman yang lebih baik mengenai variabel yang diukur.
Secara spesifik, pada penelitian tersebut, Demo (1985) menemukan bahwa
self-concept dapat dibagi menjadi dua, yaitu self concept yang dialami
atau dirasakan dan self concept yang ditampilkan. Jadi, dapat dikatakan,
masalah pengukuran memang jarang diangkat oleh penelitian-penelitian
yang ada dan peneliti secara khusus ingin meneliti hal ini karena variabel
ini bermakna dan bermanfaat untuk didalami.
E. Solusi Pengukuran Mindset Stres; SMM versi Terbuka
Jika dilihat kembali ke bagian teori psikoanalisa, dapat dikatakan
bahwa pengukuran variabel bawah sadar (mindset stres) lebih relevan jika
diukur menggunakan teknik proyektif. Oleh karena itu peneliti akan
memodifikasi SMM versi Likert menjadi SMM yang mengandung teknik
proyektif tersebut.
Berdasarkan metodenya, terdapat banyak jenis tes yang
menggunakan teknik proyektif (Huffman, Vernoy, &Vernoy, 2000).
Misal, metode menyusun cerita-TAT, metode menyebutkan
persep-Rorschah, metode melengkapi kalimat-SSCT, dan lain-lain. Berdasarkan
alternatif yang ada ini, peneliti memilih untuk memodifikasi SMM versi
Likert dengan metode melengkapi kalimat.
SMM versi melengkapi kalimat ini, atau akan disebut dengan
SMM versi Terbuka ini, akan terdiri dari kalimat-kalimat yang belum
dipilih karena metode ini yang paling memungkinkan untuk secara
spesifik menangkap mindset stres. Peneliti cukup membuat kalimat tidak
lengkap terkait mindset stres, kemudian subjek penelitian dapat
memberikan jawaban terkait kalimat tersebut yang mencerminkan mindset
stres yang dimiliki.
Peneliti tidak memilih menggunakan metode menyusun cerita
(TAT) atau menyebutkan persep (Rorschah) karena alasan kemudahan dan
kesesuaian pembuatan item dengan tujuan penelitian ini. Pembuatan item
atau stimulus ambigu pada kedua metode ini relatif lebih rumit
dibandingkan metode melengkapi kalimat. Rumit yang dimaksud adalah
sulitnya membuat stimulus ambigu berupa gambar atau bercak tinta yang
dapat menangkap mindset stres subjek. Hal ini berbeda dengan membuat
stimulus ambigu berupa kalimat tidak lengkap. Kalimat item dapat dibuat
dengan relatif lebih jelas mengarah pada mindset stres subjek, tetapi tetap
memenuhi prinsip kebebasan merespon dengan memberikan subjek
kebebasan untuk melengkapi kalimat tersebut.
Kesesuaian pembuatan item dengan tujuan penelitian juga
mendasari mengapa peneliti tidak memilih metode menyusun cerita atau
menyebutkan persep. Tujuan penelitian ini cukup sederhana, yakni
membandingkan skor. Metode menyusun cerita atau menyebutkan persep,
selain belum tentu dapat menangkap mindset stres subjek, metode-metode
ini juga cenderung menghasilkan data yang kaya dan mendalam.
nilai akan menimbulkan subjektivitas skoring yang relatif besar. Apabila
skor yang dihasilkan mengandung bobot subjektif yang relatif besar, maka
perbandingan skor antara skor mindset stres sadar dengan skor mindset
stres tidak sadar (menyusun cerita atau menyebutkan persep) peneliti nilai
tidak akan valid. Dengan kata lain, metode ini kurang sesuai untuk
memenuhi tujuan penelitian ini.
Subjektivitas ini dapat lebih dikontrol pada metode melengkapi
kalimat. Data yang dihasilkan oleh metode melengkapi kalimat realtif
lebih ringkas, hanya berupa satu kata sifat atau beberapa kata saja. Hal ini
memungkinkan pembuatan prinsip skoring yang relatif lebih objektif
dibandingkan prinsip skoring untuk metode menyusun cerita dan
menyebutkan persep. Data yang ringkas dan prinsip skoring yang relatif
objektif, memungkinkan objektivitas skoring lebih terjaga dibandingkan
dengan metode menyusun cerita atau menyebutkan persep. Skoring yang
relatif lebih objektif ini peneliti nilai sesuai untuk mencapai tujuan
penelitian ini, yakni membandingkan skor.
F. Dinamika
Mindset atau keyakinan merupakan variabel yang cenderung
beroperasi di bawah sadar, yakni di dalam unit kognitif afektif. Variabel
yang beroperasi di bawah sadar secara teoritis lebih relevan jika diukur
menggunakan teknik proyektif. Teknik ini diasumsikan mampu
bawah sadar sebelum masuk ke kesadaran. Prosesnya adalah teknik ini
memberikan stimulus yang ambigu atau cenderung tidak menimbulkan
kecemasan, dan subjek diminta untuk mengungkapkan apa yang terlintas
ketika melihat stimulus tersebut. Ketika ego tidak merasa terancam, isi
bawah sadar yang menuju ke kesadaran diasumsikan tidak melalui distorsi
MPD terlebih dahulu karena tidak ada kecemasan yang mengancam.
Dalam hal pengukuran, peneliti menduga bahwa SMM versi Likert
yang berupa pernyataan berbobot (tidak ambigu) sedikit banyak
menimbulkan kecemasan pada struktur pribadi individu (id, ego, dan
superego). Ketika individu merasa cemas, mindset stres yang sebenarnya
ada di bawah sadar, tidak dapat muncul ke kesadaran tanpa didistorsi oleh
MPD (bias merespon) terlebih dahulu. Hasilnya adalah respon atau
jawaban yang diberikan untuk SMM versi Likert ini peneliti hipotesiskan
merupakan atribut mindset stres (T) yang disertai eror (e) berupa distorsi
MPD. Hasil ini dapat dibandingkan dengan SMM versi Terbuka yang
telah dimodifikasi dengan teknik proyektif. SMM versi Terbuka ini,
peneliti hipotesiskan merupakan atribut mindset stres (T) yang lebih
minim eror (e) berupa MPD.
Secara konkrit, peneliti menghipotesiskan MPD ini dapat muncul
dalam bentuk respon bias seperti social desirability dan malingering. Bias
social desirability terjadi ketika terdapat ketidakkonsistenan skoring, di
mana skor Likert lebih tinggi dibandingkan skor terbuka. Bias malingering
lebih rendah dibandingkan skor terbuka. Kedua bias ini bisa terjadi, tetapi
bisa juga tidak terjadi, yakni jika ditemukan bahwa skor hasil pengukuran
kedua alat tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Jadi, hipotesis
penelitian ini adalah ada perbedaan yang signifikan antara skor SMM versi
Likert dengan skor SMM versi Terbuka.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif komparasi. Data
yang digunakan pada metode ini berupa angka. Angka tersebut nantinya akan
diolah dengan analisis statistik yaitu uji beda. Tujuan dari metode ini adalah
menguji signifikansi perbedaan antara rerata dua kumpulan data yang ada.
(Azwar, 1998)
B. Variabel penelitian
Variabel pada penelitian ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu variabel bebas
dan variabel tergantung sebagai berikut:
Variabel bebas : Jenis Alat ukur
Variabel tergantung : Skor Mindset stres
C. Definisi operasional
Variabel yang akan didefinisikan secara operasional pada penelitian ini
adalah jenis alat ukur dan skor mindset stres. Definisi operasional ini dibuat
berdasarkan landasan teori yang ada.
a. Jenis Alat ukur
Jenis alat ukur yang akan dibandingkan pada penelitian ini adalah
SMM versi Likert dan SMM versi Terbuka. SMM versi Likert
menengah ke atas, yakni alat ukur yang membuat partisipan sadar akan
mindset stresnya. SMM versi Terbuka diasumsikan mewakili alat ukur
yang beroperasi pada tingkat kesadaran menengah ke bawah, yakni alat
ukur yang relatif membuat partisipan tidak sadar akan mindset stresnya.
b. Skor
Pada penelitian ini, skor yang dimaksud adalah skor yang dihasilkan
oleh kedua alat tersebut, yakni skor mindset stres. Secara spesifik, akan
terdapat skor SMM versi Likert dan terdapat juga skor SMM versi
Terbuka. Aspek dari mindset stres adalah keyakinan seseorang mengenai
sifat stres, baik secara umum maupun ke hal-hal terkait stres secara khusus
(performansi dan produktivitas, kesehatan dan kesejahteraan, serta
pembelajaran dan perkembangan).
D. Subjek penelitian
Kriteria utama subjek dari penelitian ini adalah subjek memiliki
pengalaman stres dan mampu menuangkan pikirannya mengenai stres secara
tertulis. Peneliti secara khusus memilih mahasiswa yang berada di kampus III
Universitas Sanata Dharma dalam penelitian kali ini, yang mayoritas adalah
mahasiswa jurusan psikologi. Hal ini peneliti lakukan berdasarkan kemudahan
E. Metode dan alat pengumpulan data
Metode peneliti untuk mengumpulkan data adalah dengan menggunakan
self report questionaire. Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini
adalah convenience sampling. Peneliti menyebarkan skala di kampus III
Universitas Sanata Dharma dengan teknik ini karena peneliti memiliki asumsi
bahwa setiap mahasiswa yang ada telah memenuhi kriteria utama dalam
penelitian ini, yaitu pernah mengalami stres dan mampu menuangkan
pikirannya mengenai stres dalam bentuk tulisan.
Alat pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah:
1. SMM versi Likert
Pembuatan alat ini akan dijelaskan pada bagian selanjutnya. Tipe
soal dalam alat ini menggunakan tipe skala Likert.
Pernyataan-pernyataan yang diberikan terdiri dari Pernyataan-pernyataan favorable dan
pernyataan unfavorable. Pilihan jawaban bergerak dari sangat tidak
setuju, tidak setuju, netral, setuju, hingga sangat setuju.
Tabel 1. Penskoran Jawaban
Jawaban
Item
Sangat
tidak
setuju
Tidak
setuju
Netral Setuju Sangat
setuju
Favorabel 0 1 2 3 4
2. SMM versi Terbuka
Pembuatan alat ini akan dijelaskan pada bagian selanjutnya. Tipe
soal dalam alat ini menggunakan tipe sentence completion.
Pernyataan-pernyataan yang diberikan bersifat netral. Subjek diminta
melengkapi pernyataan yang ada. Skoring akan dibahas pada bagian
selanjutnya.
F. Kredibilitas alat ukur
1. Validitas
Validitas adalah kemampuan alat ukur mengukur secara tepat apa yang
seharusnya diukur (Azwar, 2011). Dalam penelitian ini validitas yang
digunakan adalah validitas isi yang diuji oleh profesional judgement yaitu
melalui penilaian beberapa dosen fakultas psikologi Universitas Sanata
Dharma. Dosen-dosen tersebut telah memperoleh gelar M.Si, dan
mengampu mata kuliah psikologi proyektif, psikologi kepribadian, dan
statistik, yang peneliti pertimbangkan cukup relevan untuk memvalidasi
alat ukur ini.
2. Pembuatan Alat ukur
a. SMM versi Likert
- Pembuatan item
Untuk menciptakan alat ukur yang dapat menangkap mindset stres,
Crum dkk. (2013) mengadakan focus group dengan dosen, mahasiswa
Laboratory. Grup ini menghasilkan item-item yang mengukur mindset
stres partisipan secara umum (misal, “Dampak dari stres adalah negatif
dan harus dihindari.”) dan juga dampak dari mindset stres tersebut
pada hasil terkait stres (misal, “Mengalami stres meningkatkan
kesehatan dan semangat saya.”) Terdapat dua versi dari skala ini yaitu
SMM-General (mengukur keyakinan sifat stres secara umum) dan
SMM-Spesifik (mengukur keyakinan sifat stres pada konteks stresor
yang spesifik).
Untuk menguji konsistensi internal item-item hasil focus group
tersebut, Crum dkk. (2013) mengadministrasikan skala tersebut pada
tiga sampel pilot yang berbeda. Pada sampel pertama, yakni 20 orang
yang menghadiri workshop mengenai parenting, Crum dkk (2013)
meminta mereka untuk mengomentari penggunaan bahasa serta
kemudahan mengerjakan item-item awal tersebut. Setelah
menyederhanakan item-item sesuai komentar tersebut, pada sampel
kedua, yakni 26 orang yang menghadiri seminar pelatihan manajemen
konflik, Crum dkk (2013) menetapkan bahwa item-item tersebut
memiliki konsistensi internal yang cukup setelah membuang item
tertentu. Akhirnya, pada sampel ketiga, yakni 40 orang dari institusi
pemerintahan, skala yang telah disempurnakan dengan membuang
item tertentu tersebut diujikan dan terbukti memiliki konsistensi
internal yang cukup untuk diseminasi pada sampel yang lebih besar.
1. Dampak dari stres adalah negatif dan harus dihindari
2. Mengalami stres memfasilitasi pembelajaran dan perkembangan
saya
3. Mengalami stres menghabiskan kesehatan dan semangat saya
4. Mengalami stres meningkatkan performansi dan produktivitas saya
5. Mengalami stres menghambat pembelajaran dan perkembangan
saya
6. Mengalami stres meningkatkan kesehatan dan semangat saya
7. Mengalami stres menurunkan performansi dan produktivitas saya
8. Dampak dari stres adalah positif dan harus dimanfaatkan
Masing-masing item akan diberi skor oleh partisipan dari angka 0
(sangat tidak setuju) hingga 4 (sangat setuju). Skor SMM didapat
dengan membalik skor pada item unfavorable (item 1, 3, 5, dan 7)
kemudian merata-rata skor kedelapan item tersebut. Tingginya rerata
skor mewakili seberapa mindset stres-itu-menguatkan dilaporkan oleh
subjek.
- Validasi
Untuk proses validasi, Crum dkk (2013) menggunakan sampel
sebanyak 388 responden dari sebuah perusahaan keuangan di daerah
timur laut Amerika Serikat. Adapun validitas yang diuji oleh Crum
dkk adalah validitas diskriminan, validitas kriterion, dan validitas
Validitas diskriminan dari mindset stres yang diukur dengan SMM
didapat dengan mengkorelasikan skor SMM tersebut dengan skor dari
variabel terkait stres yang lain. Variabel terkait stres yang lain adalah
jumlah stres, coping, dan penilaian stres. Jumlah stres diukur dengan
Social Readjustment Rating Scale (SRRS; Holmes & Rahe, 1967).
Coping diukur dengan Brief COPE (Carver et.al., 1989). Penilaian
stres diukur dengan Perceived Stress Scale (PSS; S. Cohen, Kamarck,
& Mermelstein, 1983). Selain variabel terkait stres tersebut, Crum dkk
(2013) juga memasukan variabel moderator stres seperti hardiness
yang diukur dengan Dispositional Resilience Scale (DSR 15-R;
Bartone, 2007), optimisme yang diukur dengan The Life Orientation
Test (LOT-R; Scheier, Carver, & Bridges, 1994), toleransi terhadap
ketidakpastian yang diukur dengan The Intolerance of Uncertainty
Scale (IUS; English translation: Buhr & Dugas, 2002), dan
pengalaman mindfulness yang diukur dengan Freiburg Mindfulness
Inventory (FMI; Walach, Buchheld, Buttenmüller, Kleinknecht, &
Schimdt, 2006).
Hasil pengukuran menemukan bahwa skor SMM secara signifikan
berkorelasi dengan varibel terkait stres yang lain. Korelasinya bergerak
pada angka yang kecil hingga menengah, yang berarti SMM bukanlah
konstruk yang redundan. Dengan menggunakan Structural Equation
Modeling, variabel-variabel moderator stres terpisah dari “payung”
stres berhubungan dengan variabel moderator tersebut, mindset stres
merupakan variabel yang berbeda dari variabel-variabel tersebut.
Validitas kriterion dari mindset stres diuji dengan mengkorelasikan
skor SMM dengan skor dari variabel-variabel yang terpengaruh oleh
stres (hasil terkait stres). Variabel yang terpengaruh oleh stres tersebut
adalah kesehatan, performansi, dan kualitas hidup. Untuk kesehatan,
terdapat dua alat ukur, yaitu The Mood and Anxiety Symptom
Questionnaire (MASQ; Watson et. al., 1995) untuk mengukur
simptom kecemasan dan depresi dan Healthy Days Measures (HD;
Center for Disease Control and Prevention, 2000) untuk mengukur
status kesehatan secara fisik, mental, dan energi. Untuk performansi
diukur dengan the Work Performance Scale (WPS) yang merupakan
adaptasi dari Role-Based Performance Scale (Welbourne, Jhonson, &
Erez, 1998). Untuk kualitas hidup diukur dengan Quality of Life
Inventory (QOLI; Frisch et. al., 2005).
Selain korelasi, analisis regresi juga dilakukan untuk memahami
sejauh mana mindset stres memprediksi variasi pada variabel-variabel
tersebut. Analisis regresi dilakukan dengan variabel jumlah stres,
active coping, social coping, distractive coping, dan avoidance coping
sebagai prediktor pada tahap pertama dan mindset stres pada tahap
kedua. Secara singkat, mindset stres merupakan prediktor yang
signifikan dalam memprediksi variasi pada kesehatan dan kepuasan
performansi. Selain itu, pada analisis regresi ini, validitas inkremental
mindset stres juga ditemukan, yakni mindset stres berperan secara
signifikan pada variasi kesehatan dan kepuasan hidup, meski hanya 2%
hingga 3%.
b. SMM versi Terbuka
- Pengantar
Peneliti memodifikasi SMM versi Likert dengan menghilangkan
bobot yang diberikan pada versi tersebut dan sedikit modifikasi lain
yang akan dijelaskan pada bagian selanjutnya. Penghilangan bobot
semacam ini menjadikan SMM versi Terbuka ini mirip dengan metode
alat ukur sentence completion.
- Sentence completion Method
Sentence completion adalah metode pengukuran proyektif di mana
subjek diminta menyelesaikan kalimat tidak lengkap yang disediakan.
Seperti metode proyektif lainnya, respon yang diberikan subjek pada
metode ini diasumsikan mampu menggambarkan keinginan, harapan,
ketakutan, dan sikap subjek terkait stimulus yang diberikan (Rotter &
Raferty, 1950).
Keuntungan secara umum dari metode sentence completion
1. Ada kebebasan merespon. Subjek tidak dipaksa untuk menyetujui
atau tidak menyetujui atau netral terhadap suatu pernyataan.
Subjek dipersilakan untuk merespon dengan respon yang subjek
inginkan.
2. Administrasi secara kelompok relatif efisien. Pada umumnya
metode ini bisa diberikan pada kelompok besar tanpa mengurangi
validitasnya,
3. Tidak perlu pelatihan khusus untuk mengadministrasikan metode
ini.
4. Objektivitas skoring cukup mudah diberikan untuk tujuan
screening atau tujuan eksperimen.
5. Waktu adminstrasi cenderung lebih singkat dibandingkan tes-tes
pada umumnya dan waktu skoring atau analisis cenderung lebih
singkat dibandingkan alat-alat proyektif lainnya.
6. Metode ini sangat fleksibel, yakni awal kalimat dapat diubah untuk
berbagai tujuan yang dikehendaki pengguna.
Di sisi lain, metode ini memiliki tiga kekurangan dibandingkan
pengukuran yang lain, yaitu:
1. Meskipun mudah untuk melakukan skoring secara semi-objektif,
interpretasi hasil skoring yang dihasilkan tidak bisa dilakukan
secara kaku, yakni membutuhkan kemampuan dan pengetahuan
2. Apa yang hendak diukur oleh metode ini lebih mudah ditebak oleh
subjek karena stimulus yang diberikan relatif lebih lugas
dibandingkan alat proyektif lainnya.
3. Data yang tidak lengkap kadang didapatkan, terutama dari subjek
yang mengalami buta huruf atau subjek yang tidak kooperatif.
Aplikasi dari metode ini dalam kelompok juga membutuhkan
kemampuan menulis dan bahasa yang belum dievaluasi potensi
manfaat klinisnya untuk kelompok anak kecil.
Meskipun memiliki kekurangan tersebut, peneliti tetap memilih
metode ini karena:
1. Interpretasi hasil skoring bukan menjadi fokus pada penelitian ini.
SMM versi Terbuka diciptakan untuk menangkap mindset stres
pada tingkat kesadaran yang berbeda dengan SMM, untuk
kepentingan memahami konstruk mindset stres lebih dalam. SMM
versi Terbuka tidak secara khusus diciptakan untuk kepentingan
diagnosis klinis, sehingga keterbatasan berupa kesulitan dalam
interpretasi hasil skoring ini dapat diabaikan.
2. Meskipun lugas dan mudah ditebak hendak mengukur apa, metode
ini tetap lebih ambigu dan memberikan kebebasan kepada subjek
3. Meskipun ada kemungkinan data tidak lengkap, kemudahan
administrasi memungkinkan pengambilan data dalam skala besar,
sehingga keterbatasan ini cukup mudah diatasi.
- Pembuatan item SMM versi Terbuka
Peneliti membuat item-item SMM versi Terbuka dengan cara
memodifikasi item-item pada SMM versi Likert. Tujuan dari SMM
versi Terbuka sejalan dengan SMM versi Likert, yaitu menangkap
seberapa mindset stres-itu-menguatkan dimiliki oleh subjek. Semakin
tinggi skornya, semakin mindset stres-itu-menguatkan dimiliki oleh
subjek, dan sebaliknya. Berikut proses modifikasi item-item SMM
versi Likert menjadi SMM versi Terbuka.
Tabel 2. Modifikasi SMM versi Likert menjadi SMM versi
Terbuka
Item SMM versi
Likert
Item SMM versi
Terbuka
1. Dampak dari stres
adalah negatif dan
harus dihindari
Diubah menjadi
1. Bagi saya, dampak
dari stres secara
umum adalah...
2. Dampak dari stres
adalah positif dan
harus dimanfaatkan
2. Dampak dari stres
3. Mengalami stres
menghabiskan
kesehatan dan
semangat saya
Diubah menjadi
3. Mengalami stres
membuat kesehatan
saya...
4. Mengalami stres
meningkatkan
kesehatan dan
semangat saya
4. Mengalami stres
membuat semangat
saya...
5. Mengalami stres
memfasilitasi
pembelajaran dan
perkembangan
pribadi saya
Diubah menjadi
5. Mengalami stres
membuat
pembelajaran saya...
6. Mengalami stres
menghambat
pembelajaran dan
perkembangan
pribadi saya
6. Mengalami stres
membuat
perkembangan
pribadi saya..
7. Mengalami stres
menurunkan
performansi dan
produktivitas saya
Diubah menjadi
7. Mengalami stres
membuat
performansi saya...
meningkatkan
performansi dan
produktivitas saya
membuat
produktivitas saya...
Skor SMM versi Terbuka didapat dengan menskor
jawaban-jawaban subjek berdasarkan prinsip-prinsip skoring. Prinsipnya:
1. Skor berkisar dari angka 0 hingga 4. Semakin tinggi skornya
cenderung menggambarkan semakin mindset stres-itu-menguatkan
dimiliki oleh responden.
2. Skor 0 diberikan pada jawaban yang menunjukkan bahwa stres
bersifat sangat melemahkan. Sifat sangat melemahkan ini dapat
dilihat dari adanya penekanan, bobot kata yang relatif berat,
dan jumlah respon yang lebih dari satu. Contoh dapat dilihat
pada bagian “Contoh respon dan skoringnya”.
3. Skor 1 diberikan pada jawaban yang menunjukkan bahwa stres
bersifat melemahkan. Contoh dapat dilihat pada bagian “Contoh
respon dan skoringnya”.
4. Skor 2 diberikan pada jawaban yang menunjukkan bahwa stres
bersifat netral atau ambigu. Contoh dapat dilihat pada bagian
“Contoh respon dan skoringnya”.
5. Skor 3 diberikan pada jawaban yang menunjukkan bahwa stres
bersifat menguatkan. Contoh dapat dilihat pada bagian “Contoh
6. Skor 4 diberikan pada jawaban yang menunjukkan bahwa stres
bersifat sangat menguatkan. Contoh dapat dilihat pada bagian
“Contoh respon dan skoringnya”.
7. Khusus untuk item 2, berbeda dengan item lain, item ini
merupakan satu-satunya item yang menanyakan perilaku. Prinsip
skoringnya adalah
a. Skor 0 diberikan untuk perilaku yang menjauhi atau
menghindari dampak stres tersebut.
b. Skor 1 diberikan untuk perilaku yang menghadapi, mengelola,
mengurangi, menghilangkan, dan perilaku sejenis, terhadap
dampak stres tersebut. Perilaku-perilaku seperti ini masuk skor
1 karena menggambarkan keyakinan bahwa sifat stres adalah
melemahkan sehingga perlu dilakukan perilaku-perilaku
tersebut.
c. Skor 2 diberikan untuk perilaku yang netral.
d. Skor 3 diberikan untuk perilaku yang memanfaatkan,
mengoptimalkan, dan perilaku sejenis. Perilaku seperti ini
masuk skor 3 karena perilaku semacam ini menggambarkan
keyakinan subjek bahwa stres bersifat menguatkan.
e. Skor 4 diberikan untuk perilaku yang memanfaatkan,
mengoptimalkan, dan perilaku sejenis yang memiliki
penekanan.
- Validasi
SMM versi Terbuka ini peneliti validasi menggunakan
professional judgment dari dosen-dosen fakultas psikologi Universitas
Sanata Dharma. Peneliti memaparkan latar belakang penelitian ini,
kemudian menceritakan proses pembuatan atau pengubahan item
SMM versi Likert ke item SMM versi Terbuka. Peneliti kemudian
menanyakan apakah item-item pada SMM versi terbuka ini mengukur
hal yang sama dengan SMM versi Likert. Pertama, dosen-dosen yang
bersangkutan menyetujui konsep pengukuran proyektif yang dipilih,
yakni sentence completion, sesuai dengan latar belakang masalah yang
dipaparkan. Kemudian, berdasarkan observasi item-item SMM versi
Terbuka, dosen-dosen tersebut menilai bahwa pengubahan SMM versi
Likert ke SMM versi Terbuka cukup baik. Cukup baik di sini adalah
item SMM versi Terbuka dinilai relevan atau konsisten mengukur apa
yang diukur SMM versi Likert, dengan melibatkan unsur proyektifnya.
c. Reliabilitas
Reliabilitas alat ukur adalah sejauh mana hasil dari alat ukur tersebut
dapat dipercaya. Hasil yang dapat dipercaya adalah hasil yang cenderung
sama walaupun telah dilakukan pengukuran beberapa kali pada kelompok
yang sama (Azwar, 2011). Penerapan reliabilitas dapat dilihat melalui
koefisien reliabilitas. Koefisien ini bergerak dari angka 0,00 hingga 1,00.
Dalam penelitian ini, koefisien reliabilitas yang diperoleh SMM versi
Likert adalah 0,823. Sedangkan koefisien reliabilitas SMM versi Terbuka
adalah 0,716. Jadi, dapat dikatakan bahwa kedua alat yang digunakan pada
penelitian ini cukup reliabel.
d. Skala Final
Skala yang digunakan pada penelitian ini secara lengkap terdapat pada
bagian lampiran. Halaman pertama dari skala merupakan halaman judul.
Halaman kedua merupakan terdiri dari bagian pengantar dan kebersedian.
Bagian pengantar menjelaskan mengenai tujuan penelitian yang
dikaburkan sesuai kebutuhan penelitian (single-blind), identitas peneliti,
dan informed consent. Bagian kebersedian merupakan bukti kebersediaan
subjek untuk mengisi skala ini dengan memberikan tanda tangan.
Halaman ketiga, atau halaman terakhir, terdiri dari dua bagian. Bagian
pertama adalah SMM versi Terbuka. Bagian ini diawali dengan instruksi
pengerjaan yang kemudian diikuti dengan item-item SMM versi Terbuka.
Bagian kedua adalah SMM versi Likert. Bagian ini diawali dengan
instruksi pengerjaan yang kemudian diikuti dengan item-item SMM versi
Likert.
Untuk halaman ketiga, peneliti memberikan SMM versi Terbuka di
awal dengan asumsi subjek penelitian belum banyak menggenerasi isi
bawah sadar mengenai mindset stres. Implikasi dari hal ini adalah jawaban
dilakukan jika subjek pertama-tama langsung dihadapkan dengan SMM
versi Likert yang sudah memiliki bobot jawaban mengenai mindset stres.
Alternatif lain yang mungkin dilakukan adalah memberikan SMM
versi Terbuka terlebih dahulu, kemudian subjek diberi jeda sekitar satu
minggu, baru diberi SMM versi Likert. Namun, peneliti memutuskan
untuk memberikannya pada hari yang sama, dalam skala yang sama,
dengan landasan teori struktur kepribadian milik psikoanalisa.
Pada bagian landasan teori sudah dijelaskan bahwa apa yang disadari
bisa berbeda dari apa yang tidak disadari karena adanya dinamika MPD.
Teori ini tidak membicarakan mengenai jeda pengambilan isi kesadaran
dan isi bawah sadar. Jadi, dengan berlandaskan teori ini, dapat dikatakan
bahwa selama alat itu mengukur kesadaran (Likert) dan ketidaksadaran
(Terbuka), tanpa memperdulikan jeda waktu pengambilannya, hasilnya
akan berbeda.
G. Metode analisis
1. Uji asumsi
Uji asumsi pada penelitian ini adalah uji normalitas. Uji normalitas
adalah uji yang dilakukan untuk melihat apakah data penelitian memiliki
distribusi normal atau tidak. Data penelitian dapat dikatakan normal
apabila p>0,05 dan sebaliknya, tidak normal apabila p<0,05 (Santoso,
2010). Dalam penelitian ini, uji normalitas akan menggunakan analisis
2. Uji hipotesis
Pengujian hipotesis komparasi menggunakan One-Sample t-test
pada SPSS Statistics 17.0. Uji hipotesis tetap dapat dilakukan meskipun
data tidak memenuhi asumsi normalitas. Hal ini dikarenakan t-test
memiliki ketangguhan (robustness) yang cukup baik untuk mengatasi
asumsi normalitas yang tidak terpenuhi (Santoso, 2010).
Dalam penelitian ini, terdapat dua pasang data yang akan diuji
perbedaannya. Pasangan pertama adalah skor SMM versi Likert dan skor
SMM versi Terbuka yang memiliki rentang skala 0 hingga 4. Pasangan
data kedua adalah skor SMM versi Likert dan skor SMM versi Terbuka
yang memiliki rentang skala hanya dari 1 hingga 3 saja.
Pasangan kedua ini didapat dari melakukan transformasi rentang
skala pada data di pasangan pertama. Proses transformasinya adalah
mengubah skor 0 dan 1 menjadi skor 1 dan mengubah skor 3 dan 4
menjadi skor 3. Jadi, mindset stres-itu-melemahkan diwakili oleh skor 1
saja; mindset netral diwakili oleh skor 2; dan mindset
stres-itu-menguatkan diwakili oleh skor 3 saja.
Transformasi rentang skala ini dilakukan untuk mengatasi
kecurigaan subjektivitas skoring pada skala SMM versi Terbuka.
Berdasarkan uji reliabilitas interater untuk skoring yang dilakukan untuk
membuat manual penilaian skala SMM versi Terbuka, peneliti
menemukan bahwa ada kemungkinan individu memberikan skor yang
kesehatan saya memburuk.” Peneliti menemukan ada perbedaan skoring
yang dilakukan (subjektivitas). Bagi peneliti, kata memburuk sudah masuk
kategori skor 0, tetapi bagi interater pada penelitian ini, memburuk masih
setara dengan menurun, yang memiliki skor 1. Namun, menurut peneliti,
subjektivitas skoring ini tidak akan sampai melewati antar kelompok
mindset stres. Misal, jawaban negatif (antara skor 0 atau 1) diberi skor
positif (3 atau 4). Jadi, dapat dikatakan subjektivitas skoring ini hanya ada
di batas membedakan 0 dengan 1 dan 3 dengan 4, sehingga jika skor 0 dan
1 serta 3 dan 4 dipadatkan menjadi hanya skor 1 dan 3, maka subjektivitas
skoring peneliti rasa sudah bisa teratasi.
Transformasi rentang skala ini juga akan dilakukan pada data skor
SMM versi Likert. Sehingga, sepasang data ini hanya akan berkisar di
angka 1 hingga 3. Pasangan kedua ini juga akan diuji normalitasnya
terlebih dahulu. Namun, sekalipun data pasangan kedua ini tidak normal,
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan dan pelaksanaan penelitian
Persia