• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUSUNAN MUSIK: PERANAN GONG DALAM ENSAMBEL Peranan Ritmis dan Struktural Pemegang Mat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SUSUNAN MUSIK: PERANAN GONG DALAM ENSAMBEL Peranan Ritmis dan Struktural Pemegang Mat"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

SUSUNAN MUSIK:

PERANAN GONG

DALAM ENSAMBEL

Dalam bab 4 kita telah mempelajari beberapa cara untuk membedakan antara jenis atau komposisi musik yang satu dengan yang lain. Caranya adalah dengan memperhatikan tangga nada yang dipakai, wilayah suara, atau instrumentasi. Namun, kita juga bisa menggunakan cara lain, yakni dengan memperhatikan susunan musiknya. Susunan musik dapat dicermati dengan memperhatikan bagaimana alat-alat dalam suatu ensambel saling berhubungan. Lalu bagaimana peranan dari masing-masing alat musik. Dalam bab ini, kita akan mempelajari topik itu, dengan perhatian utama tetap pada peranan gong.

Bagaimana peranan gong dalam suatu ensambel? Ada beberapa peranan gong yang sering ditemukan, yaitu:

5.1. Peranan Ritmis dan Struktural

5.1.1. Pemegang Mat

Dalam beberapa jenis musik, ada sebuah gong yang berbunyi secara teratur dan

cukup cepat, sehingga membawa ketukan atau mat. Dalam konteks ini istilah-istilah ketukan, mat, beat, atau pulse memiliki arti yang sama. Ketukan menjadi acuan tempo untuk pemain-pemain lain.

Pada gamelan Jawa Tengah dan Bali, ada gong yang merangkap beberapa peran sekaligus. Kadang-kadang gong berperan sebagai pemegang mat, dan terkadang sebagai penanda struktur (lihat bagian 5.1.2.) Dalam gamelan gong Bali, misalnya, pada tempo cepat, kajar

VIDEO CD VCD 1, track 27 Joget Dankung, Pulau Bintan

(2)

menjadi pemegang mat. Pada tempo lambat, kajar jarang ter-dengar. Perannya berubah menja-di penanda struktur. Dalam ga-melan Jawa: kempul, kenong, dan ketuk juga bisa merangkap peran. Pada umumnya alat-alat ini ber-peran sebagai penanda struktur. Namun pada beberapa gendhing dengan tempo cepat (misalnya, sampak dan srepegan, yang sering mengiringi tarian atau wayang— lihat struktur penandaan pada srepegan manyura di hal. 57), alat-alat tersebut berperan sebagai pemegang mat.

Gbr. 5.1: Kajar, Bali

NOTASI RITME

Dalam satu notasi atau satu bagian dalam notasi, suatu simbol angka (misalnya pada hal. 62-64) atau huruf atau simbol lain (misalnya pada hal. 56-57) tanpa bendera (garis atas) dihitung sebagai satu ketukan. Jika tidak diberi keterangan atau tanda khusus, semua ketukan polos (tanpa bendera) tersebut dihitung persis sama, dengan kepanjangan yang serupa.

1 2 3 4 1 2 3 4

Satu ketukan bisa dibagi dua, dengan menambahkan satu bendera (garis atas) di atas dua angka/huruf/simbol. Kedua sub-ketukan mempunyai kepanjangan yang sama. Salah satu sub-ketukan (ataupun dua-duanya) bisa “diam”—dihitung tanpa dibunyikan.

1 2 . 2 3 . 4 4 atau 1 2 0 2 3 0 4 4

Satu ketukan juga bisa dibagi empat, dengan menulis dua bendera (garis atas) di atas empat angka/huruf/simbol. Sekali lagi, semua sub-ketukan mempunyai kepanjangan yang sama, dan beberapa di antaranya bisa diam.

1 2 3 4 1 . 3 4 1 . . 4 . . 3 4 dan lain-lain

Apabila satu ketukan dibagi atas delapan bagian, digunakan tiga bendera; jika dibagi atas enambelas bagian, digunakan empat bendera; dan seterusnya. Satu ketukan juga bisa dibagi tiga, lima, dan seterusnya, sebagaimana berikut ini:

(3)

5.1.2. Penanda Struktur

Gong pemegang mat bisa juga dianggap sebagai gong dengan fungsi struktural, karena menandai suatu unsur dalam struktur musiknya, yaitu mat atau beatnya. Dalam beberapa ensambel, ada gong yang menandai struktur musik, tetapi tidak terasa sebagai pemegang mat. Biasanya dalam ensambel-ensambel ini terdapat suatu melodi atau suatu bentuk (struktur) yang diulang-ulang. Lalu ada sebuah gong dengan suara rendah yang jatuh hanya pada saat terakhir setiap ulangan melodi atau bentuk tersebut. Jika melodi itu cukup panjang, gong dengan suara rendah itu tidak terdengar sebagai pemegang mat atau dasar tempo, karena jarang muncul. Fungsinya bukan untuk membawa mat, melainkan untuk menandai saat melodi atau bentuk berakhir. Jadi, kalau kita sudah terbiasa mendengar gong pada akhir melodi, kita pasti akan kaget dan merasa kosong kalau gong kebetulan tidak dimainkan (misalnya karena pemain melamun!)

Ensambel Gendang Lima Sedalanen pada masyarakat Karo di Sumatera Utara terdiri dari satu serunai yang

membawakan melodi, dua gendang (kecil), satu gung (gong besar), dan satu penganak (gong kecil). Secara umum kedua gong berperan sebagai penanda struktur, yakni pukulan penganak jatuh setiap empat ketukan, sedangkan pukulan gung jatuh setiap delapan ketukan, atau setiap dua kali penganak jatuh satu kali pukulan gung (2:1). Contohnya adalah lagu Karo terkenal, Simalungun Rayat. Namun pada irama lagu yang berjalan cepat, seperti Patam-patam, penganak berubah menjadi pemegang mat, karena jatuh pada setiap ketukan. Gung tetap jatuh setiap dua kali pukulan

peng-anak. Perbedaan peranan an-tara sebagai pemegang mat dan sebagai penanda struktur seringkali tidak jelas kalau tem-po berjalan dengan cepat.

Dalam musik gamelan Ja-wa, Bali, dan Sunda seringkali ada sistem penandaan untuk berbagai tingkatan struktur. Ada gong besar yang jatuh pada akhir sebuah ulangan me-lodi atau bentuk, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Akan tetapi, ada juga beberapa

VIDEO CD VCD 1, track 28 Gendang Lima Sedalanen, Karo

Gbr. 5.2: Kenong, rangkaian gong penanda struktur dalam gamelan Jawa Tengah

(4)

gong lebih kecil yang jatuh di antara gong besar, menandai saat-saat tertentu di dalam melodinya. Misalnya, jatuh empat kali di antara dua bunyi gong besar, sehingga melodi utuh seolah-olah dibagi menjadi empat frase. Kemudian, keempat frase itu juga bisa dibagi lagi oleh suatu gong kecil lain. Dan seterusnya, sehingga hampir setiap ketukan atau beat dalam lagu ditandai dalam strukturnya. Dalam ensambel besar yang memiliki beberapa pilihan gong, gong penanda ini kadang dipilih sesuai dengan nada melodi, namun fungsi utamanya bukan untuk membawa melodi. Dalam ensambel yang lebih kecil, barangkali tidak banyak gong penanda, sehingga tidak bisa dicocokkan dengan melodi.

5.1.2.a. Jawa

Di sini ada dua gambaran yang menjelaskan peranan gong penanda dalam salah satu bentuk atau struktur gendhing (komposisi) Jawa, yaitu bentuk ladrang.

LADRANG WILUJENG (slendro)

32 ketukan Melodi tanpa penandaan:

LADRANG PANGKUR (slendro)

(ladrang lain -- 32 ketukan)

+ - + + - + ∩ 3 2 3 1 3 2 1 6 + - + + - + 1 6 3 2 5 3 2 1 + - + ∪ + - + ∩ 3 5 3 2 6 5 3 2 + - + - ∪- + - + ∩ 5 3 2 1 3 2 1 6. .

LADRANG WILUJENG (slendro)

(32 ketukan)

Dengan penandaan -- gong, kenong, kempul, kethuk, kempyang:

+ - + + - + ∩ 2 1 2 3 2 1 2 6 + - + ∪ + - + ∩ 3 3 . . 6 5 3 2 + - + ∪ + - + ∩ 5 6 5 3 2 1 2 6 + - + - ∪- + - + ∩ 2 1 2 3 2 1 2 6 . . . * VCD 1, track 29 Ladrang Wilujeng, Gamelan Jawa VIDEO CD

(5)

1Prakiraan nada di sini tidak persis seperti tangga nada Barat. Pendekatan solmisasi “do re mi”

dan seterusnya di sini hanya untuk memberi gambaran yang relatif dekat dengan nada. Dalam buku ini, pengertian “do re mi” atau “A B C” dan seterusnya akan dipakai sebagai gambaran, atau kurang lebih mirip seperti nada yang dibicarakan.

Keterangan untuk not angka (Jawa): = gong

∩ = kenong ∪ = kempul - = kethuk + = kempyang

* = Permainan khusus (disebut kethuk “salahan”) sebelum gong

ji ro lu mo nem (notasi Jawa)

1 2 3 5 6 (not angka Jawa) (sistem notasi

“Kepatihan”)

do re mi sol la (prakiraan1/tidak persis sama

dengan solmisasi Barat)

Salah satu struktur lagi adalah sebagai berikut:

SREPEGAN MANYURA ∪ ∪ ∪ ∪ ∪ -

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

3 2 3 2 5 3 5 3 2 1 2 1 ∪ ∪ ∪ ∪ ∪ -

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

2 1 2 1 3 2 3 2 5 6 1 6 ∪ ∪ ∪ ∪ ∪ -

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-1 6 1 6 5 3 5 3 6 5 3 2

(banyak struktur lain yang tidak dimasukkan di sini)

. .

(6)

5.1.2.b. Bali

Dalam gamelan dan ensambel gong di Bali, juga terdapat beberapa gong yang berfungsi untuk menandai struktur. Di bawah ini ada dua contoh:

TABUH 8 (Pengawak)

(128 ketukan)

GILAK (8 ketukan)

Keterangan untuk not angka (Bali): = gong

∩ = kempur

k = kempli (mirip kethuk Jawa)

ding dong dèng dung dang (notasi Bali)

1 2 3 5 6 (not angka Bali)

mi fa sol si do (prakiraan/tidak persis sama dengan solmisasi Barat)

(7)

Cara membaca notasi musik Jawa, Bali, Sunda agak berbeda de-ngan cara membaca notasi musik Barat. Pada notasi Barat, tekanan yang kuat umumnya terletak pada ketukan pertama dalam suatu birama. Sebaliknya, pada notasi Jawa, Bali, dan Sunda, tekanan yang kuat justru terletak pada ketukan terakhir dalam suatu birama atau kelompok nada.

5.1.2.c. Sunda

Di bawah ini, beberapa contoh sistem penandaan struktur dalam gamelan Sunda.

Keterangan untuk not angka (Sunda): = gong

∩ = kenong

∪ = kempul

da mi na ti la (notasi Sunda)

1 2 3 4 5 (not angka Sunda) (sistem

“daminatila”)

do si sol fa mi (prakiraan/tidak persis sama dengan solmisasi Barat)

VCD 1,track 31 “Bayu-bayu”, Sunda, Jawa Barat VIDEO CD VCD 1,track 30 “Tonggeret”, Sunda, Jawa Barat

VIDEO CD

RERENGGONGAN

TONGGERET

BAYU-BAYU

Bentuk yang sama tetapi kempul kadang-kadang lepas dari struktur dan bermain sebagai penggiat ritme.

Kemudian

Bunyi kenong bisa lebih jelas terdengar pada awal lagu, khususnya sebelum vokal masuk.

(8)

5.1.3. Ostinato Ritmis

“Ostinato” berarti sebuah motif melodi atau ritme pendek yang diulang-ulang, tanpa variasi yang menonjol. Ada ensambel dengan satu gong saja yang membawakan ostinato ritmis. Ostinato itu berfungsi seperti tanda birama, di mana satu ulangan ostinato merupakan satu kesatuan birama. Salah satu contoh ensambel dengan ostinato ritmis adalah ensambel yang mengiringi tari Penca pada masyarakat Ngaju, di Kalimantan Tengah. Gong dalam ensambel ini membawakan ostinato ritmis, seperti berikut:

(=20 ketukan) Contoh lain adalah ensambel

yang mengiringi tari Joget pada

masyarakat Melayu Deli, Sumatera Utara. Dalam ensambel tersebut juga terdapat sebuah gong yang sering berperan membawa ostinato ritmis.

Contoh ostinato ritmis dari gong Melayu, dalam irama senandung:

(=16 ketukan) Ostinato ritmis merupakan unsur yang sering pula terdapat dalam musik di luar Indonesia, terutama dalam musik dari Afrika, atau musik yang terpengaruh oleh

musik Afrika. Di luar Indonesia biasanya dimainkan pada alat yang bukan gong. Misalnya di Afrika Barat ada satu ostinato yang sangat umum yang dimainkan pada bel besi:

(=12 ketukan)

1 Kotak di sini menunjukkan satuan waktu.

1

VIDEO CD

VCD 2, track 34 Pencak Silat, Kalimantan Tengah

x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x VIDEO CD VCD 2, track 33 Musik Joget, Melayu Deli, Sumatera Utara

(9)

Atau dalam musik Cuba/Puerto Rico (misalnya son, rumba, salsa) ada yang disebut clave (“kunci”), yang dimainkan pada dua batang kayu yang saling dipukulkan:

(=16 ketukan)

5.1.4. Penggiat Ritme

Pada beberapa ensambel kecil, gong tidak membawa peran melodis ataupun struktural, melainkan membawa peran ritmis. Misalnya,

ensambel gandrung Banyuwangi dari Jawa Timur. Selain penyanyi dan biola yang membawakan melodi utama, ada dua kethuk (gong kecil berpencu dalam sebuah rak) yang seolah-olah bermain paralel dengan kendang dan kluncing (segitiga dari besi). Peran kethuk ini mendukung dan menghidupkan ritme. Perannya mirip dengan peran gendang. Satu orang memainkan kedua buah kethuk tersebut. Contoh lain adalah ensambel kennong telo’ atau saronen di Madura. Melodi utama dibawa-kan saronen (serunai; sebuah alat tiup). Lalu ada tiga gong kecil berpencu (kennong) yang bersama kendang berperan untuk menggairahkan ritme. Satu orang memainkan ketiga kennong tersebut.

Contoh lainnya adalah ensambel begandang dari masyarakat Jalai, Kalimantan Barat. Dalam lagu Gamal Muda dari ensambel begandang, terdapat empat gong yang dimainkan empat pemain. Tiga di antaranya disebut babandih dan satu lagi (dengan sisi kedalaman yang lebih pan-jang) disebut tawak. Sekali lagi, keempat gong tersebut tidak berfungsi melodis, dan juga tidak menandai struktur atau membawa mat. Namun keempat gong itu dimainkan secara paralel dengan melodi (yang di-bawakan kelinang, delapan gong kecil berpencu dalam sebuah rak yang dimainkan seorang pemain). Setiap gong tunggal tersebut membawa-kan ritme sendiri dan menggiatmembawa-kan ritme ensambelnya.

VCD 1 track 32 Gandrung Banyuwangi; track 33 Kennong Telo’ Madura; dan track 34 Begandang, Kalbar

VIDEO CD x x x x x

(10)

. .. .. .. .. . 3 3 3 ... 5 6 1 1 ... 1 6 1 ... 1 1 ... 5 3 3 ... 5 6 1 1...2 ... 1 ... 1 1... 5 3 3 ... 5 3 • ... ... . . . . . • . . . • ... •• ... • ... •• ... • ... ... . . . . . • ... ... . . . . . • ... ... . . . . . • ... ... . . . . . • ... • ... ... •• ... • ... • • .. U . . . . . A . . . U A . . . . . ... A U U U A U... A U . . . A U U U A U A . . . A . . . .. . . .. . . .. . . .. . . . • ... ... . . . . . • ... ... . . . . . • • . .. .. .. .. . • ... ... . . . . . • • . .. .. .. .. . • ... ... . . . . . • • . .. .. .. .. . • . .. .. .. .. . •. . . • . .. .. .. .. . • ... ... . . . . . • • . .. .. .. .. . T U U U T U U U U U U U U U U U U U U U U U . U U U 1 . . . . . 3 3 3 3 3 ... 6 3 3 ... 5 6 5 . .. .. .. .. . 3 3 6 ... 3 ... 5 ... 3 3 ... 5 3 1 1 ... 1 1 . . . . . 1 1 ... 1 . . . . . . . .. . .. . .. . .. . . 1 1 ... . . .. . .. . .. . .. . . 3 3 ... 3 3 3 ... 5 6 • .. • ... •• ... • ... •• ... U A . . . A U U U A U A . U ... U A ... U U U A U A . . . A U U U A • . . • ... • . .. .. .. .. . • . • . • . • . . . . . . . . . . . • . . . . . . . . . . . • . . . . . . . . . . . • . • . • . • . .. .. .. .. . • ... • . . . . • . .. .. .. .. . • ... • ... • ... ... • ... • ... ... • • . . . •• ... ... • U U U U U U ... U U U 0 T U U U • • • • 12 3 4 a ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...

KELINANG BABANDIH 1 BABANDIH 2&3 TAWAK GENDANG

GENDANG KELINANG BABANDIH 1 BABANDIH 2&3 TAWAK GENDANG

• • 5678 3 • • • • • • • • • • •

(

b GAMAL MUDA

Ensambel Begandang, masyarakat Jalai, Kalimantan Barat

VCD 1,

track 34

VIDEO

(11)

91 0 11 12 • • • • • • • • 1 6 ... 5 5 5 ... 6 ... 5 ... 3 3 . . . 5 3 1 1 ... 3 353 1 . .. .. .. .. . 1 1 1 . . . 1 1 . . . . . . . . . . ... . . . . . ... . .. .. .. .. . 5 6 1 1 ... 1 6 11 6 5 ... 3 3 3 ... 5 6 • . .. .. .. .. . • . .. .. .. .. . •• ... •• ... • • • ... ... • . .. .. .. .. . • . .. .. .. .. . •• . . . • . .. .. .. .. . • • • ... ... • . .. .. .. .. . • . .. .. .. .. . •• ... •• ... •• . .. .. .. .. . • . .. .. .. .. . • . .. .. .. .. . •• ... • . .. .. .. .. . • • • ... U A . . . A U A ... U A A U A ... U ... U A . . . . . U U U A U A . . . A U U ... U U A • ... ... • ... • ... ... • ... ... • . . . • . . . . • . .. .. .. .. . • ... • . . . . • . • . . .. .. .. .. . • . . .. .. .. .. . • . . . .. . .. . .. . .. . . •• • ... • . . . • • . . . . . • . .. .. .. .. . • ... •• ... •• ... • ... •• ... T U U T U U ... U U U U U U U U U ... U U U U U ... U U U U U ... U U U 13 14 15 16 • • • •

(

3 1 1 ... 1 ... 1 ... 2 ... 2 ...1 1 1 1 ...1 2 ... 2 ... 2 ...1 1 ... 3 3 3 ... 5 6 1 1 ... 1 5 1 ... 1 1 ... 5 3 3 ... 5 3 1 1 ... 1 133 3 ... 5 3 1 1 ... 1 • . . . • . . . • • ... • ... • • • ... • . . . . . . . . . . • . . . . . . . . . . • • . . . • . .. .. .. .. . • • . .. .. .. .. . • . . . • . . . . . . . . . . • • . . . • • ... • • • ... • • ... •• . . . • • . . . • • . . . . . • • . . . . . . . . U . . . U ... U . . . . . U U U A U A . . . A U A . . . . . A U A . . . A U U U A U A . . . A U A ... U A A • . • . . . . . . . . . . . • • . . . • . . . • . . . • • ... • . . . • . . . • . .. .. .. .. . • . . . • . . . • • ... • . . .. . .. . .. . .. . . . . .. . .. . .. . .. . . •. . . .. . . .. . . .. . . .. . . . • . . . • ... T U U U U U U U U U ... U ... U U ... . U U U U U U U U U U ... U U U 17 18 19 20

(

3 • • • • c ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... KELINANG BABANDIH 1 BABANDIH 2 & 3 TAWAK GENDANG KELINANG BABANDIH 1 BABANDIH 2 & 3 TAWAK GENDANG KELINANG BABANDIH 1 BABANDIH 2 & 3 TAWAK GENDANG 1 1 ... 1 6 1 1 ...5 ... 3 3 3 . . . 5 6 1 1 ... 1 ... 2 . . . 1 1 ... 5 3 3 ... 5 3 1 1 ... 3 3 3 ... 6 ... 3 5 3 1 1 ... 1 1 ... . . .. . .. . .. . .. . . 1 1 . .. .. .. .. . 1 1 1 ... 1 • . . . • . . . . . . . . . . • • . . . • . .. .. .. .. . • • . .. .. .. .. . • . . . • . . . . . . . . . . • • . . . • • . . . . . • • • ... U A . . . A U U U A U A . . . . . A U U . .. .. .. .. . U A U A . A U A ... U A A U ... A U . . . U A ... U U U A • . . . . . . . . . . • . . . • • ... • • . . . • • . • . • . • . . . . . . • . . . . . . . . . . . . . . . • • . • . • . . . . . . . . . . • . . . • . .. .. .. .. . • . • . • . • . . . . • . . . . • . . . . • . . . . • . U U U U U U ... U U U T U U T U U . . . . . U U U

(12)

1 ... ... 3 3 3 6 ... 3 3 ... 5 3 1 1 ... 3 ... 5 ... 3 1 1 ... 1 1 1 ... 1 1 ... . .. .. .. .. . 3 3 3 ... 5 5 5 ... 5 6 1 1 ... 1 6 1 1 ...5 ... 3 3 3 ... 5 3 • . .. .. .. .. . • . .. .. .. .. . • • . . . • . . . . . . . . . . • • • ... • . .. .. .. .. . • . . . • • . . . • • ... • • . .. .. .. .. . • . . . • . . . • • ... •• ... • • • ... • . .. .. .. .. . • . . . . . . . . . . • • . . . • . .. .. .. .. . • • . .. .. .. .. . U A . . . A U A ... U A A U... A U ... U A ... U U U A U A . . . A U ... A U A A U... A U . . . U A ... U U U A • . .. .. .. .. . . . . . . • ... • . . . . . • ... . . . . . . . . . . • ... • ... • . .. .. .. .. . • ... • . .. .. .. .. . • . .. .. .. .. . ... • • . .. .. .. .. . • . .. .. .. .. . • ... • . .. .. .. .. . • ... • ... • ... • ... U U U U U U ... U U U U U U T U T U U U U ... U U U U U U U 1 . .. .. .. .. . 3 353 1 . . . . 1 1 1 1 ... . .. .. .. .. . . . . 3 3 3 ... 5 6 1 1 . . . 1 1 2 ... 1 1 1 DS B • . .. .. .. .. . • . .. .. .. .. . •• . . . • . .. .. .. .. . ••• ... • . .. .. .. .. . • . .. .. .. .. . •• ... • . .. .. .. .. . •• . .. .. .. .. . DSB U A . . . . . A U U U A U U ... U . . . U . .. .. .. .. . DSB . .. .. .. .. . • . . . . . ... ... • . . . . . . . . • . . . • . . . • . .. .. .. .. . • . . . • . . . • . . . . . . . . . . • ... • . . . . . • ... • . . . . . . . . . . . . . . . • • . . . . . . . . . . • • . . . • . . . •• ... • . . . . . DSB U U ... U U U U U U U T U U U T U U U DS B 21 22 23 24

(

3 • • • • 25 26 27

(

3 • • • • • • e ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...

KELINANG BABANDIH 1 BABANDIH 2 & 3 TAWAK GENDANG KELINANG BABANDIH 1 BABANDIH 2 & 3 TAWAK GENDANG

(13)

GAMAL MUDA

Keterangan simbol dalam notasi : Gendang

T : suara tajam (mirip suara “tak” di Jawa atau “pak” di Bali) U : suara bulat (mirip suara “dung” di Jawa atau “tut” di Bali) Babandih 1 & Tawak

: pukulan Babandih 2 & 3

U : suara babandih lebih tinggi A : suara babandih lebih rendah Lain-lain:

· : tanda berhenti atau kosong

: sama dengan birama sebelumnya (diulangi)

Tawak : gong dengan suara paling rendah (di sebelah kanan kalau

didengar dalam strereo)

Babandih 2 & 3 : dua gong yang masuk paling awal setelah bunyi gendang

Babandih 1 : masuk sesudah babandih 2 & 3, sebelum tawak dan

kelinang

Tangga nada :

Kelinang mempunyai delapan gong kecil, tetapi gong yang paling kiri (rendah) tidak dipakai dalam lagu Gamal Muda. Karena itu, kami menamakan nada yang paling rendah dalam lagu itu sebagai 1. Supaya mudah dibaca oleh orang yang mengerti sistem do-re-mi, kami artikan nomor-nomor dalam tangga nada Jalai ini sebagai berikut:

1 2 3 5 6 1 2

do re mi sol la do re

Seperti biasa, nada-nada dalam tangga nada Jalai ini tidak persis sama dengan nada-nada mayor Barat yang diberi nama do-re-mi.

5.2. Peranan Melodis

Dalam beberapa ensambel di Indonesia, gong juga mengambil peranan melodis, yaitu sebagai pembawa melodi—bisa melodi utama, atau melodi lain yang bukan melodi utama.

(14)

Sebelum kita menguraikan peranan melodis untuk gong, kita sedi-kitnya perlu membicarakan istilah melodi. Secara umum, kita bisa me-ngatakan bahwa ada dua unsur yang sering dianggap unsur utama dalam musik, yaitu ritmeritmeritmeritmeritme dan melodimelodimelodimelodimelodi. (Unsur-unsur lain, misalnya timbre atau warna suara, dan tempo atau cepat-lambat juga penting, tetapi biasanya tidak dianggap dominan.) Kalau kita membicarakan ritme, kita akan berfokus pada hal-hal yang berhubungan dengan mat, panjang-pendeknya nada, pola aksentuasi, metrum atau birama, dan sebagainya, bukan pada tangga nada, interval, laras, alur lagu, harmoni, dan sebagainya. Sebaliknya, kalau kita membicarakan melodi, fokus kita akan terletak pada (misalnya) nada, liak-liuk lagu, dan harmoni, bukan pada mat dan metrum.

Sebenarnya, ritme dan melodi kadang-kadang tidak bisa dipisah-kan. Nada tidak bisa dimainkan tanpa ritme (kecuali kalau hanya satu nada dibunyikan terus-menerus, tanpa berhenti, seperti nada yang kita dengar kalau mengangkat gagang telepon, sebelum memilih nomor yang dituju). Demikian juga dengan ritme, kalau menggunakan beberapa nada berbeda, akan menimbulkan sesuatu yang bersifat melodi. Namun anggapan sesuatu yang terjadi dalam musik terutama sebagai ritme atau terutama sebagai melodi bergantung dari unsur mana yang menonjol atau menarik perhatian dan fokus kita. Peranan-peran-an gong yPeranan-peran-ang dibicarakPeranan-peran-an sebelumnya—pemegPeranan-peran-ang mat, penPeranan-peran-anda struktur, penggiat ritme—biasanya lebih terasa mengutamakan unsur ritme. Adapun peranan-peranan yang akan dibicarakan selanjutnya adalah peranan yang lebih mengutamakan unsur melodi.

Di sini kita juga akan membicarakan melodi utama atau lagu utama. Coba ingat sebuah lagu pop atau lagu kebangsaan. Mungkin jelas terasa di mana lagu utamanya, yaitu lagu yang paling menonjol, yang di-nyanyikan oleh penyanyi solo (atau yang kita di-nyanyikan sendiri, jika misalnya lagu kebangsaan). Itulah lagu utamanya. Namun bisa juga ada permainan melodi atau lagu yang bukan merupakan melodi atau lagu utama. Misalnya, kalau ada “suara dua” yang membawakan harmoni. Suara dua itu adalah lagu, tetapi bukan lagu utama. Atau permainan gitar sebagai iringan pada penyanyi lagu pop: bisa kita ang-gap lagu iringan ataupun lagu lain yang “bersaing” dengan lagu utama. (Dalam bahasa Inggris lagu “saingan” semacam ini bisa disebut counter-melody.) Jadi ada permainan melodi yang bukan merupakan permainan melodi utama.

Dalam kasus gamelan Jawa dan Bali—dengan beberapa alat yang memainkan lagu atau melodi sendiri pada saat bersamaan—kita juga perlu mempertanyakan istilah utama. Dalam konteks gamelan, ada suatu lagu yang sering disebut lagu pokok atau lagu dasar atau (dalam

(15)

bahasa Jawa) balungan. Lagu ini biasanya dimainkan pada alat bilahan logam.2 Ada ahli yang menganggap lagu pokok atau balungan ini se-bagai pedoman atau bahan mentah yang akan diolah lagi oleh semua alat yang memainkan melodi. Ada juga yang menganggap lagu pokok sebagai abstraksi atau penyederhanaan dari suatu lagu yang tidak di-mainkan sama sekali tetapi mendasari semua permainan. Jadi, dari satu segi, lagu pokok yang berfungsi sebagai bahan mentah atau abstraksi tersebut bisa kita anggap lagu “utama.” Akan tetapi dalam gamelan Jawa dan Bali, yang menonjol seringkali bukan lagu pokok. Yang lebih menonjol justru melodi-melodi lain yang mengolah atau mengembangkan lagu pokok itu. Jadi lagu mana yang dianggap utama? Barangkali kita tidak perlu mencari satu yang utama di sini. Yang penting, dalam en-sambel semacam gamelan terdapat beberapa lagu atau melodi sekaligus yang saling berhubungan.

Di bawah ini akan diuraikan beberapa peranan gong, peranan yang lebih menekankan unsur melodi daripada unsur ritme. Namun Anda harus ingat, tidak semua jenis musik atau contoh musik bisa dimasukkan secara persis dalam salah satu kategori di sini. Seringkali ada musik yang masuk dalam beberapa kategori sekaligus! Tujuan kita sebagai pendengar bukanlah untuk menentukan kotak mana yang cocok untuk suatu musik, tetapi lebih baik kita menyimak musiknya lalu menyadari bahwa ada berbagai “unsur ini” dan “unsur itu”di dalamnya.

5.2.1. Pembawa Ostinato

5.2.1.a. Ostinato di samping Melodi Utama

Sebagaimana pernah diutarakan, “ostinato” berarti sebuah motif melodi atau ritme pendek yang diulang-ulang, tanpa variasi yang menonjol. Ada ensambel gong yang melodi utamanya adalah sebuah ostinato. Ada juga beberapa ensambel yang sekalipun memiliki melodi utama (baik ostinato maupun tidak), tetapi juga mempunyai sebuah ostinato yang dibawakan oleh beberapa gong dengan cara kait-mengait (bahasa Inggris: interlocking.) Contohnya, ensambel gondang sabangunan pada masyarakat Batak Toba di Sumatera Utara. Dalam ensambel gondang sabangunan, melodi utama dibawakan serunai dan sekaligus taganing. Taganing adalah seperangkat gendang (terdiri dari lima gendang) yang dilaras sehingga bisa memainkan melodi. Selain melodi utama itu, ada

2 Kadang-kadang dalam kreasi baru, aturan standar bisa dibalik: gong bisa saja berperan sebagai

(16)

ostinato yang dibawakan oleh empat gong berukuran sedang dengan nada sendiri-sendiri. Setiap gong dimainkan oleh satu orang. Sebagai kesatuan, keempat gong ini disebut ogung. Namun masing-masing gong mempunyai nama tersendiri, yakni oloan, ihutan, panggora, doal. Setiap gong “menyumbangkan” nadanya untuk membangun ostinato (motif melodi) yang diulang-ulang, seperti berikut:

VCD 1, track 16 Gondang Sabangunan, Batak Toba, Sumatera Utara

SIKLUS OGUNG TOBA

Panggora (sol)

Doal (mi)

Ihutan (re)

Oloan (do)

atau

Contoh lain adalah dari masyarakat Benuaq di Kalimantan Timur. Di sini ada melodi utama yang dibawakan oleh alat kentangan (enam gong kecil berpencu dalam sebuah rak). Sebenarnya, melodi kentangan ini juga bisa dianggap ostinato (lihat 5.2.1.b). Namun dalam bagian ini, kita hanya berfokus pada ostinato kedua, yang mirip dengan ostinato ogung tadi. Ostinato kedua ini dimainkan pada enam buah geniqng. Geniqng adalah gong gantung dengan ukuran lebih besar. Ada dua pemain untuk keenam geniqng tersebut. Ostinato kentangan dan geniqng bisa ditulis sebagai berikut:

VIDEO CD Ogung Panggora Doal Ihutan Oloan Nada Sol mi re do Satuan Waktu

(17)

Ostinato melodi (kentangan) dan ostinato di samping melodi (geniqng)

(Musik Benuaq, Kalimantan Timur)

Tempo : sedang Meter : 1 4 KENTANGAN GENIQNG Tempo : cepat Meter : 4 GENIQNG Keterangan : :

Kentangan – pukulan tangan kanan Geniqng – pukulan oleh pemain 1

:

Kentangan – pukulan tangan kiri Geniqng – pukulan oleh pemain 2

x

: setiap kotak dalam notasi, mewakili satuan nilai waktu/ritme = 1/16

dengan variasi dan seterusnya

dengan variasi dan seterusnya

Kedua ostinato yang dimainkan geniqng memiliki urutan yang sama, tetapi dengan ritme yang berbeda. Nada-nada dalam tangga nada Benuaq tidak persis sama dengan nada-nada Barat yang tertera di sebelah kiri notasi.

VIDEO CD VCD 1, T rack 35 VIDEO CD VCD 1, T rack 15

(18)

Perlu disadari bahwa ostinato “sampingan” semacam ini tidak ha-rus tergantung pada melodi utama. Hampir semua gondang2 (kompo-sisi/lagu yang dimainkan ensambel gondang sabangunan Batak Toba) menggunakan ostinato ogung yang persis sama, sekalipun setiap gon-dang mempunyai melodi utama sendiri. Begitu juga dalam musik Benuaq: beberapa (bahkan mungkin semua) lagu kentangan, yang ber-beda satu sama lain, diiringi ostinato geniqng yang hampir sama (ber-ubah dalam ritme tetapi nada tetap sama), seperti yang kita contohkan di sini.

Beberapa alat penggiat ritme (5.1.4) juga memainkan ostinato, yakni satu motif ritme yang diulang-ulang. Akan tetapi, dalam buku ini kami akan membedakan antara ostinato yang dimainkan pada satu alat de-ngan yang dimainkan pada beberapa alat secara kait-mengait.

5.2.1.b. Ostinato Melodi

Lagu Benuaq yang dibicarakan tadi menunjukkan ada ostinato “di samping” melodi utama. Ostinato itu dimainkan pada geniqng. Selain itu, lagu itu juga menunjukkan ostinato sebagai melodi atau lagu utama (yang dimainkan pada kentangan). Dalam hal ini, kedua ostinato tersebut sama panjangnya. Perbedaannya (selain yang satu dimainkan satu orang dan yang lainnya dimainkan dua orang) adalah ostinato geniqng bisa dimainkan pada atau “di samping” beberapa melodi kentangan. Jadi yang membedakan lagu Benuaq yang satu dari lagu Benuaq yang lain (untuk alat yang sama) bukanlah ostinato geniqng, melainkan ostinato kentangan.

Pada ostinato yang berfungsi sebagai melodi utama (dan dimainkan satu orang pemain saja) seringkali ada kelonggaran dalam melakukan variasi.

Tidak ada batasan jelas antara suatu ostinato yang berfungsi sebagai melodi dan suatu melodi yang tidak disebut ostinato. Namun, yang dianggap ostinato biasanya agak pendek. Jadi suatu melodi panjang seperti sebuah gondang Toba atau sebuah lagu pop tidak akan disebut ostinato, walaupun diulang beberapa kali.

Di samping ensambel Benuaq, ensambel lain dengan serangkaian gong kecil yang membawakan ostinato sebagai melodi utama adalah ensambel untuk musik sawat di

Pulau Buru, dan ensambel kulintang besi di daerah Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara.

VCD 1 track 36 Sawat, pulau Buru; track 37 Kulintang besi, Bolaang Mongondow

VIDEO CD

2 Coba bandingkan istilah gondang dengan istilah gendhing atau gending dalam karawitan Jawa

(19)

5.2.1.c. Ostinato Kait-Mengait Sebagai Fokus Utama

Ada ensambel—di Sumatera Barat dan terutama di Indonesia Timur— yang tidak memiliki lagu utama yang dimainkan pada satu alat (oleh satu orang). Fokus utama dalam ensambel tersebut justru pada sebuah melodi yang “dibangun” secara kait-mengait oleh beberapa gong dan dimainkan oleh beberapa pemain. Gong-gong itu dipegang sendiri-sendiri oleh pemainnya, atau disusun di atas satu atau beberapa rak. Biasanya terdapat lima gong atau lebih dengan beberapa pemain. Se-ringkali melodi yang dibangun bersifat ostinato, tetapi kadang-kadang (terutama dalam kasus reyong dalam gamelan gong di Bali) bisa bersifat melodi yang lebih panjang dan variatif. Permainan pada reyong akan dibicarakan lebih lanjut dalam bab 6, disertai contoh videonya. Dalam bab ini, kita hanya mengkhususkan permainan kait-mengait yang ber-sifat ostinato saja.

Pada ensambel talempong pacik di Sumatera Barat, biasanya ada enam gong kecil. Keenam gong itu dimainkan oleh tiga orang pemain, masing-masing memegang dua

gong. Di Sumba Barat ada tujuh gong dengan empat pemain. Satu pemain menguasai tiga gong, satu orang lagi menguasai dua gong, dan dua pemain lainnya masing-masing menguasai satu gong. Dalam ensambel-ensambel semacam ini, gong biasanya digenggam langsung oleh pemain, atau digantung, atau bisa juga ditaruh dalam rak (biasa-nya dimainkan oleh beberapa pemain, bukan satu pemain saja). (Lihat gambar 1.11.)

Pada talempong pacik maupun pada ensambel Sumba Barat, setiap pemain membawakan satu motif ostinato. Biasanya satu pola ritme dengan satu atau dua nada. Kalau ada tiga pemain, dan setiap pemain memainkan motif ostinatonya sendiri, maka ketiga motif ini saling “di-anyam” sehingga membangun suatu ostinato gabungan yang terdiri dari motif-motif itu (lihat notasi talempong pacik hal. 86) Ostinato gabungan inilah yang menjadi fokus utama musiknya.

Ostinato gabungan semacam ini agak berbeda dengan ostinato yang kita temukan di Batak Toba atau di Benuaq (pada geniqng). Ostinato Toba dan Benuaq nyaris tidak mengenal variasi. Pemainnya tidak boleh menambah ritme atau mengubah polanya. Jika ostinato menjadi fokus utama, seringkali ada sedikit kebebasan bagi para pemain untuk menam-bah variasi, asal tidak keluar dari pola dasar. Kalau keluar dari pola, bisa mengganggu pemain lainnya dan merusak kekompakan. Nada-nada yang diperlukan untuk ostinato harus muncul tepat pada waktunya.

VCD 1, track 38 Talempong Pacik, Minangkabau; track 39 Gong kematian, Sumba; track 40 Gong Waning, Sikka, Flores

(20)

Dalam ensambel semacam ini, musiknya tidak harus terdengar seperti melodi tunggal. Musiknya lebih menyerupai fragmen-fragmen kecil yang kadang muncul lalu surut lagi, yang membuat perhatian kita seolah tertarik maju mundur dari satu fragmen melodis ke fragmen lainnya.

5.2.2. Pembawa Lagu Utama

Sebagaimana yang baru saja kita pelajari, tidak semua jenis musik mempunyai lagu atau melodi utama. Kadang-kadang fokus utama adalah suatu ritme atau irama atau suatu melodi pendek yang hanya terdiri dari satu-dua nada. Dalam bagian ini, jika kita bicara tentang “lagu” atau “melodi utama,” maka yang dimaksud adalah sesuatu yang benar-benar bersifat lagu, dengan cukup banyak nada, yang mengalir atau meliuk ke sana-sini. Kami akan sebut lagu ini sebagai lagu utama, karena itulah yang menjadi fokus musikal yang menonjol dalam ensambel. Yang dimaksud dengan fokus yang menonjol adalah kalau lagu tersebut satu-satunya lagu yang dimainkan, seperti pada ensambel masyarakat Jalai (begandang), Benuaq, dan Minangkabau (talempong duduak). Sementara itu, semua alat lain berperan ritmis atau struktural, atau unsur melodi lainnya hanya untuk mengiringi lagu yang satu itu.

Jika memang terdapat lagu utama pada suatu ensambel, alat musik apa yang dipakai untuk membawakan lagu utama? Ini bergantung pada ensambelnya! Ada ensambel dengan serunai sebagai pembawa lagu utama, ada ensambel dengan rebab, atau dengan vokal (seperti musik pop!), atau dengan suling. Ada juga ensambel dengan beberapa gong kecil berpencu, yang (biasanya) disusun di atas rak, yang menjadi pembawa lagu utamanya.

Mengapa harus tersedia beberapa gong, bukan hanya satu, untuk membawakan lagu? Ya, karena satu gong cuma menghasilkan satu nada. Jadi diperlukan beberapa gong agar bisa berperan untuk mem-bawakan sebuah melodi, yang (sesuai dengan definisi di atas) meng-gunakan “cukup banyak nada”, kira-kira empat atau lima nada, atau lebih!

VCD 1 track 15 Kentangan dan geniqng, Benuaq Kaltim; track 34 Ensambel Begandang, masyarakat Jalai Hulu, Kalimantan Barat VIDEO CD

(21)

Gbr. 5.4: Talempong duduak, Sumatera Barat Gbr. 5.3: Kentangan, Benuaq

(22)

5.2.3. Pembawa Lagu Pokok

Pada pengantar untuk bagian 5.2, kita membicarakan lagu pokok, yang juga bisa disebut lagu dasar atau (di Jawa) balungan. Ahli gamelan Sunda menyebutnya sebagai arkuh lagu. Pada kebanyakan gamelan di Jawa, Sunda, dan Bali, lagu pokok dimainkan oleh alat bilahan (lo-gam, bambu, kayu). Tetapi pada gamelan degung, khususnya, di Sunda, arkuh lagu dimainkan pada jenglong (juga disebut jengglong). Jenglong adalah rangkaian gong yang terdiri dari lima, enam, atau tujuh gong yang cukup besar. (Jumlah yang paling umum adalah enam.) Letak gong dalam jenglong bisa pula digantung atau ditaruh di atas rak.

Gbr. 5.6: Gamelan degung Sunda, Jawa Barat: jenglong (kiri belakang), rangkaian enam buah gong. (Jenglong bisa digantung, dan juga bisa diletakkan di atas rak.)

Gbr. 5.8: Jenglong yang digantung Gbr. 5.7: Jenglong di atas rak

(23)

Catrik

Keterangan: Bn = Bonang Jl = Jenglong Sr = Saron Pn = Panerus

P/G = Kempul dan Goong

0 = Dalam notasi berarti nada yang dimatikan

2 2 3 3 2 2 3 5 1 5 0 2 2 3 3 2 2 3 5 0 5 0 5 . . . G 5 1 5 3 2 1 2 0 0 5 0 5 0 5 0 2 0 2 0 2 0 2 0 2 . 1 . 3 . 1 . 2 1 3 4 5 1 5 . 2 3 5 1 2 3 2 0 2 5 5 1 5 5 5 3 2 2 2 1 2 2 2 0 2 . P . . . P . G 2 1 2 3 5 1 5 0 0 2 0 2 0 2 0 5 0 5 0 5 0 5 0 5 . 1 . 3 . 1 . 5 3 5 1 2 3 2 0 5 1 3 4 5 1 5 0 2 2 1 2 2 2 3 5 5 5 1 5 5 5 0 5 . P . P . P . G Bn P/G Bn Jl Sr Pn P/G Bn Jl Sr Pn P/G Pangkat

(24)

Gbr. 5.9: Trompong, Bali

VCD 1: track 23 atau VCD 3, track 16 Gamelan Degung, Sunda; track 41 Trompong - Semar Pegulingan, Bali

VIDEO CD

5.2.4. Pengolahan Lagu

Di atas (pada pengantar untuk bagian 5.2., berkaitan dengan gamelan Jawa dan Bali) kita menyebut peranan alat yang tidak membawakan lagu utama melainkan mengolah atau mengembangkan lagu pokok. Lagu pokok itu mungkin dianggap lagu utama dan mungkin juga tidak dianggap lagu utama. Tetapi pengembangannya sering lebih menonjol daripada lagu pokok. Dalam konteks karawitan Jawa, pengembangan ini lazim disebut garapan, cukup rumit dan mendetail, yang penjelas-annya terlalu berat untuk diuraikan di sini. Dalam buku ini, kami sengaja menghindari istilah garapan justru karena mempunyai arti khusus (dalam karawitan Jawa), sementara dalam musik lain (misalnya dalam karawitan Bali) mungkin tidak sama maksudnya. Kami memakai istilah lain, yaitu pengolahan. Istilah pengolahan dipakai untuk menyebut beberapa macam pengembangan atau elaborasi yang dimainkan di atas suatu lagu dasar atau pokok. (Jadi pengertian pengolahan di sini mencakup garapan dalam karawitan Jawa, namun tidak terbatas hanya pada garapan gaya Jawa itu.)

Dalam bab 6, kita akan berbicara panjang lebar mengenai beberapa jenis pengolahan lagu, yang bisa dimainkan dengan beberapa macam alat. Secara ringkas, pengolahan lagu adalah salah satu peranan melodis yang bisa dibawakan oleh gong (biasanya pada rangkaian gong berpencu di atas rak). Rangkaian gong yang sering berperan sebagai pengolah lagu adalah bonang barung dan bonang penerus dalam gamelan Jawa, bonang

dalam gamelan degung Sunda, dan trompong serta reyong dalam gamelan gong Bali.

Referensi

Dokumen terkait

Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (sistem RAA) disebut juga “Renal Pressor System” (RPS) adalah suatu sistem/mekanisme hormon yang mengatur keseimbangan tekanan darah dan

Ketiga metode diatas masing-masing berfungsi untuk menentukan alokasi distribusi awal yang akan membuat seluruh kapasitas sumber teralokasi ke seluruh tujuan. •

Gunakan bahan yang tidak mudah terbakar seperti vermikulit, pasir atau tanah untuk menyerap produk ini dan.. tempatkan dalam kontainer untuk

Karya film “Jiwa di Balik Rel Kerata ini’ diharapkan dapat menghibur dan masyarakat dapat memahami bahwa kita hidup di dunia ini adalah sebagai makhluk sosial

Dari hasil wawancara dengan anggota kelompok tani beserta pengecer pada wilayah cakupannya diketahui bahwa tingginya harga jual pupuk bersubsidi yang tidak sesuai dengan HET

Pada saat Peraturan Gubernur ini mulai berlaku, Peraturan Gubemur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 63 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Bantuan Keuangan dan Tata Cara Bagi

Template Dokumen ini adalah milik Direktorat Pendidikan - ITB Dokumen ini adalah milik Program Studi [NamaProdi] ITB. Dilarang untuk me-reproduksi dokumen ini tanpa diketahui

Mengacu pada delapan teknik perumusan masalah 68 menurut William Dunn (2003), analisis asumsi merupakan teknik yang dianggap paling relevan dengan tujuan studi. Teknik ini