• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PERDA NO. 17/2003 TENTANG IJIN PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KECAMATAN SUKOLILO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI PERDA NO. 17/2003 TENTANG IJIN PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KECAMATAN SUKOLILO."

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI PERDA NO. 17/2003 TENTANG IJIN

PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

DI KECAMATAN SUKOLILO

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi berbagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Hukun pada Fakultas Hukum UPN “Veteran’ Jawa Timur

Oleh :

MOCHAMMAD FADOLI

NPM: 0671010009

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”JAWA TIMUR

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM SURABAYA

(2)

PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN REVISI SKRIPSI FAKULTAS HUKUM

IMPLEMENTASI PERDA NO. 17/2003 TENTANG IJIN PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KECAMATAN

SUKOLILO

Oleh :

MOCHAMMAD FADOLI NPM. 0671010009

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Hukum Fakultas

Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal 11 Juni 2011

Tim Penguji Tanda Tangan

1. H. Sutrisno, S.H.,M.Hum ( )

NIP. 19061212 1988 03 1 001

2. Haryo Sulistiyantoro, SH. MM ( )

NIP. 19620625 199103 1 001

3. Subani.,S.H.,M.Si. ( )

NIP. 19510504 198303 1 001

Mengetahui DEKAN

(3)

PENGESAHAN UNTUK MENGIKUTI UJIAN SKRIPSI FAKULTAS HUKUM

IMPLEMENTASI PERDA NO. 17/2003 TENTANG IJIN PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KECAMATAN

SUKOLILO

Disusun Oleh :

MOCHAMMAD FADOLI 0671010009

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi

Menyetujui,

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

SUBANI, SH, M.Si. MAS ANIENDA TF, SH.,MH.

NIP. 19510504 198303 1 001 NPT. 3 7709 07 0223

Mengetahui, DEKAN

(4)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Mochammad Fadoli

Tempat/Tgl Lahir : Surabaya, 20 Februari 1982

Konsentrasi : Tata Negara

Agama : Islam

Alamat : Klampis Semalang V/39 Surabaya

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi saya dengan judul :

Dalam rangka memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada

Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur adalah

benar-benar hasil karya cipta saya sendiri, yang saya buat sesuai dengan ketentuan

yang berlaku, bukan hasil jiplakan (Plagiat).

Apabila dikemudian hari ternyata skripsi ini hasil jiplakan (Plagiat) maka saya

bersedia di tuntut di depan Pengadilan dan dicabut gelar kesarjanaan (Sarjana

Hukum) yang saya peroleh.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dengan

penuh rasa tanggung jawab atas segala akibat hukumnya

Mengetahui Surabaya, Januari 2011

KaProdi Penulis,

Subani SH, MSi Mochammad. Fadoli

(5)

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahirabbil’aalamiin, segala puji bagi Allah SWT, sang Pemberi nafas hidup pada semua makhluk. Hanya kepadaNya-lah syukur dipanjatkan atas

selesainya skripsi ini. Sejujurnya penulis akui bahwa sulit ada benarnya, tetapi faktor

kesulitan itu lebih banyak datang dari diri karena itu, kebanggaan penulis bukanlah

pada selesainya skripsi ini, melainkan kemenangan atas berhasilnya menundukan diri

sendiri. Semua kemenangan dicapai tidak lepas dari bantuan berbagai pihak selama

proses penyelesaian proposal itu, penulis “wajib” mengucapkan terima kasih kepada

mereka yang disebut berikut :

1. Bapak Haryo Sulistiyantoro, SH. MM selaku Dekan Fakultas HukumUniversitas

Pembangunan “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Subani, SH. M.Si selaku pembimbing utama yang memiliki empati

terhadap kondisi penulis.

3. Ibu Mas Anienda sebagai dosen pembimbing pendamping meluruskan

kesalahan-kesalahan penulis.

4. Bapak Panggung Handoko, selaku dosen wali yang bersedia “direpoti” untuk

masalah penulis selama kuliah di Progdi Ilmu Hukum tercinta ini.

5. Bapak H. Sutrisno, S.H.,M.Hum, Bapak Haryo Sulistyantoro, S.H.,M.M., dan Ibu

Yana Indawati. S.H. ,M.Kn. terutama atas masukan dan diskusinya selama

menjadi tim penguji.

6. Istriku tercinta Ledy Julian Mirtha, SP dan anakku tersayang Qeysha Putri

(6)

v

7. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada seluruh dosen di Program

Studi Ilmu Hukum yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu

8. Terakhir untuk seluruh teman-temanku di Program Studi Ilmu Hukum yang tidak

bisa kami sebutkan satu persatu

Sungguh penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna dan penuh

keterbatasan. Dengan harapan bahwa skripsi ini Insya Allah akan berguna bagi

rekan-rekan di Program Studi Ilmu Hukum, maka saran serta kritik yang membangun

sangatlah dibutuhkan untuk memperbaiki kekurangan yang ada.

Surabaya, Juni 2011

(7)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI .. ii

HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

ABSTRAK ... xi

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Kegunaan Penelitian... 5

1.5. Kajian Pustaka ... 5

1.5.1. Pengertian Peraturan Daerah ... 12

1.5.2. Mekanisme Pembentukan Peraturan Daerah ... 14

1.5.3. Pengertian Pedagang Kaki Lima ... 15

1.5.4. Pengertian Perijinan ... 18

1.5.5. Tujuan Perijinan dalam Arti Luas ... 20

1.5.6. Ijin Penempatan Pedagang Kaki Lima ... 20

1.6. Metode Penelitian... 22

(8)

vii

1.6.2. Sumber Data ... 23

1.6.3. Pengumpulan Data ... 23

1.6.4. Teknik Analisis Data ... 26

1.6.5. Sistematika Penulisan ... 26

1.6.6. Lokasi Penelitian ... 27

1.6.7. Waktu penelitian ... 27

BAB II : PELAKSANAAN PERDA NOMOR 17 TAHUN 2003 DI KECAMATAN SUKOLILO ... 29

2.1. Gambaran Pedagang Kaki Lima di Wilayah Kecamatan Sukolilo ... 29

2.2. Kegiatan Pedagang Kaki Lima di Kawasan Kecamatan Sukolilo ... 29

2.3. Penataan Pedagang Kaki Lima di Kawasan Kecamatan Sukolilo ... 33

2.4. Implementasi Perda Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Penataan Pedagang Kaki Lima di Kawasan Kecamatan Sukolilo ... 37

BAB III: HAMBATAN PELAKSANAAN PERDA NOMOR 17 TAHUN 2003 ... 44

3.1. Hambatan-hambatan Pelaksanaan Pembinaan Pedagang Kaki Lima yang dilakukan oleh Pemerintah Kecamatan Sukolilo Surabaya Berdasarkan Perda No. 17 Tahun 2003.. 44

(9)

viii

BAB IV: PENUTUP ... 51

4.1. Kesimpulan ... 51

4.2. Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 53

(10)

ix

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Jumlah PKL Depan Giant Klampis Surabaya Berdasarkan Jenis

(11)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Kartu Bimbingan Skripsi ... 56

Lampiran 2. Surat Keterangan Ijin Penelitian dari Bakesbang ... 57

Lampiran 3. Surat Keterangan Ijin Penelitian di Kecamatan Sukolilo ... 58

Lampiran 4. Daftar Pertanyaan ... 59

Lampiran 5. Peta Kecamatan Sukolilo ... 60

Lampiran 6. Gambar PKL Depan Giant Klampis Surabaya ... 61

(12)

xi

ABSTRAKSI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS HUKUM

Nama : Mochammad Fadoli

NPM : 0671010009

Tempat/Tgl Lahir : Surabaya, 20 Februari 1982

Program Studi : Strata 1 (S1)

Judul Skripsi :

IMPLEMENTASI PERDA NO 17 TAHUN 2003 TENTANG IJIN PENATAAN

DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN

KECAMATAN SUKOLILO

ABSTRAKSI

Keberadaan pedagang kaki lima ini menimbulkan berbagai problema dikawasan Kecamatan Sukolilo, antara lain ketidaknyamanan yang dialami para pemakai jalan karena banyak trotoar dikuasai oleh pedagang kaki lima, kekumuhan, dan tidak berfungsinya fasilitas-fasilitas umum seperti taman, dan trotoar yang digunakan sebagai tempat berdagang oleh pedagang kaki lima. Keberadaan pedagang kaki lima (PKL) yang demikian, membuat pemerintah Kecamatan Sukolilo untuk melakukan pemberdayaan terhadap para pedagang kaki lima di kota surabaya berdasarkan Perda No. 17 tahun 2003 dengan tujuan untuk memandirikan PKL dan meminimalisir permasalahan yang diakibatkan oleh PKL.

Berkaitan dengan hal PKL, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa bagaimana pelaksanaan Perda PKL serta hambatan-hambatan yang dihadapi serta bagaimana solusi dalam pelaksanaan pembinaan pedagang kaki lima di Kecamatan Sukolilo. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan Yuridis Empiris. Lokasi penelitian ini adalah di kota Surabaya khususnya di Kecamatan Sukolilo Surabaya.

Jenis dan sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Untuk mengetahui pelaksanaan pemberdayaan ini, peneliti memfokuskan pada 2 (dua) hal, yaitu (1)Bagaimana pelaksanaan Perda No. 17 Tahun 2003 di Kecamatan Sukolilo, dan (2) hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Kecamatan Sukolilo Surabaya dalam pemberdayaan PKL serta bagaimana solusinya.

(13)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kota Metropolitan, Surabaya secara fisik dan ekonomi memang telah

berkembang secara luar biasa, tetapi ironisnya pertumbuhan kota yang

besar-besaran itu tidak diimbangi dengan ekonomi yang memberikan kesempatan

kerja bagi penduduk yang bertambah cepat di kota itu (over urbanization).

Kota yang tumbuh menjadi metropolis dan makin besar, ternyata disaat yang

sama harus berhadapan dengan masalah keterbatasan biaya pembangunan dan

kemampuan kota untuk menyediakan lapangan pekerjaan bagi kaum migran

yang berbondong-bondong memasuki berbagai kota besar. Di berbagai kota

besar, kesempatan kerja yang tersedia biasanya lebih banyak di sektor formal

dan jasa yang menuntut prasyarat pendidikan tinggi, padahal ciri-ciri para

migran yang melakukan urbanisasi ke kota besar umumnya adalah

berpendidikan rendah, dan sudah berkeluarga.

Satu sisi mungkin benar, bahwa kota yang berkembang menjadi

metropolis secara fisik tampak makin semarak, dipenuhi gedung-gedung

bertingkat, dan tampak menengah. Dapat dikatakan bahwa indikator untuk

menilai sebuah kota itu telah berkembang atau tidak, tidak hanya semata

didasarkan pada penampakan atau tampilan-tampilan pengembangan fisiknya

saja.1

Terciptanya perluasan kesempatan kerja bagi masyarakat luas

merupakan pencerminan yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945

1

(14)

2

Pasal 33, dimana kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan

kemakmuran orang per orang. Mendayagunakan sumber alam untuk

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan

keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan,

kepentingan ekonomi dan kebudayaan masyarakat sekitar serta penataan ruang

lingkungan yang saling mendukung.

Perluasan kesempatan kerja merupakan kebutuhan yang makin

mendesak dan dalam rangka meratakan pembangunan ke seluruh wilayah

Indonesia. Tingkat pertumbuhan angkatan kerja yang terus meningkat baik itu

di desa maupun di kota besar seperti Surabaya, itu sering tidak diimbangi

dengan tingkat pertumbuhan lapangan pekerjaan. Dari sinilah awal adanya

kecenderungan bahwa, mereka yang tidak tertampung di sektor formal

terpaksa berpartisipasi pada sektor informal yang bisanya bergerak dalam

bidang atau sektor jasa dan perdagangan. Sektor jasa dan perdagangan di

perkotaan merupakan perpindahan masyarakat menengah ke bawah yang

umumnya menumpuk pada sektor jasa dan perdagangan di perkotaan

umumnya merupakan wahana bagi perpindahan masyarakat menengah

kebawah terhadap pembangunan antar daerah yang tidak merata, urbanisasi,

meluasnya tingkat pengangguran dan merebaknya tekanan kemiskinan.

Surabaya, sekalipun telah diakui terjadi berbagai kemajuan dalam hal

pembangunan fisik, tetapi kita tidak bisa menutup mata bahwa disaat yang

sama juga masih menyisakan berbagai masalah sosial yang tak kalah pelik. Di

berbagai sudut kota, setiap hari dengan mudah disaksikan asongan yang

(15)

3

2

http://id.wikipedia.org/wiki/pedagang_kaki_lima di akses tgl 18 sept 2010 jam 15.00 wib

Kecamatan Sukolilo yang menjajakan dagangannya tanpa mengindahkan

aturan yang ada.

Pengamatan yang dilakukan oleh penulis bahwa : Pedagang Kaki Lima

yang ada di Kawasan Kecamatan Sukolilo, meskipun sudah tertata dengan rapi

tetapi masih mengganggu lalu lintas jalan raya tersebut. Selain itu para PKL

menggunakan pinggiran jalan untuk menggelar dagangannya, padahal

pinggiran jalan itu dibuat untuk pejalan kaki. Dengan dipakainya pinggiran

jalan untuk berjualan, maka pejalan kaki menggunakan sebagian jalan raya

untuk berjalan, hal inilah yang membuat kemacetan.

Sesuai dengan keterangan yang dikutip dari internet, bersumber dari

Dinas Informasi dan Komunikasi Pemda Jawa Timur tanggal 26 Februari

2006, dengan tajuk Pemkot terus lakukan Penataan PKL. Pemerintah Kota

Surabaya terus melakukan penataan bagi Pedagang Kaki Lima (PKL), hal ini

dikarenakan keberadaannya peraturan serta tidak pada tempatnya.2

Oleh sebab itu Pemerintah Kota Surabaya sendiri yang mengacu pada

Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 17 Tahun 2003, mengeluarkan Perda

tentang Pedagang Kaki Lima. Perda ini dibuat untuk mengatur dan

memberikan pembinaan PKL, agar PKL tidak lagi menganggu ketertiban dan

keindahan Kecamatan Sukolilo Surabaya.

Fenomena-fenomena yang telah terlihat tentunya sudah menjadi tugas

dari seluruh komponen masyarakat untuk berpikir lebih dalam mengenai

masalah Pedagang Kaki Lima dan hal ini tidak terlepas dari peranan Satpol PP

(16)

4

lanjut bagaimana Pelaksanaan dan Hambatan Perda No. 17 Tahun 2003

tentang Pedagang Kaki Lima di Kecamatan Sukolilo Surabaya.

1.2. Perumusan Masalah

Banyaknya PKL disekitar tempat fasilitas umum yang berada di

Kecamatan Sukolilo Surabaya perlu ditata dengan memberikan masukan atau

wawasan kepada mereka agar tidak mengganggu ketertiban umum. Hal inilah

yang menjadi permasalahan yang menarik untuk diteliti, maka permasalahan

yang akan diteliti adalah :

1. Bagaimana Pelaksanaan Perda Surabaya No. 17 Tahun 2003 tentang PKL

di Kecamatan Sukolilo.

2. Bagaimana Hambatan Pelaksanaan Perda Surabaya No. 17 Tahun 2003

tentang PKL di Kecamatan Sukolilo

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui Pelaksanaan Perda No. 17 Tahun 2003 di Kecamatan

Sukolilo.

2. Menengetahui Hambatan Pelaksanaan Perda No. 17 Tahun 2003 di

(17)

5

1.4. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan Ilmu

Pengetahuan Hukum sebagai sumbangan pikiran dalam rangka pembinaan

hukum nasional pelaksanaan sebuah Peraturan Daerah

2. Kegunaan Praktis

Memberikan masukan-masukan yang bermanfaat bagi Pemerintah serta

instansi-instansi hukum yang terkait, dalam memberikan perlindungan

hukum terhadap Pedagang Kaki Lima

3. Bagi Universitas

Untuk menambah referensi pengembangan ilmu pengetahuan mengenai

Peraturan Daerah khususnya tentang pedagang kaki lima

1.5. Kajian Pustaka

A. Kajian Umum Tentang Konsep Pembangunan

1. Pembangunan Nasional

Pembangunan secara umum adalah rangkaian usaha

mewujudkan pertumbuhan dan perubahan secara terencana dan sadar

yang ditempuh oleh suatu negara bangsa menuju modernitas dalam

rangka pembinaan bangsa. Di Indonesia proses atau program

pembangunan dikenal dengan istilah pembangunan nasional.

Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya dan

pembangunan seluruh masyarakat. Hakikat pembangunan ini

(18)

6

keseimbangan, keserasian dan keselarasan antara kemajuan lahiriah

dan kepuasan batiniah3. Pembangunan nasional yang

berkesinambungan diarahkan untuk meningkatkan kualitas hidup

bangsa, sehingga senantiasa mampu mewujudkan ketentraman dan

kesejahteraan hidup lahir dan batin.

Selanjutnya pembangunan nasional harus diselenggarakan

secara merata di seluruh negara, bagi seluruh masyarakat, dan bukan

ditujukan untuk kepentiangan sesuatu golongan atau kelompok. Hasil

pembangunan nasional harus benar-benar dirasakan oleh seluruh rakyat

dalam bentuk peningkatan taraf hidup dan kualitas kehidupan manusia

dan masyarakat.

2. Pembangunan Perkotaan

Kebijaksanaan pembangunan perkotaan terus berlanjut secara

bertahap dan berencana menurut pola pengembangan wilayah

berdasarkan suatu rencana tata ruang yang menyeluruh meliputi

pengamatan kota itu sendiri, dan kota-kota yang berdekatan.

Pelaksanaannya akan disesuaikan dengan urgensinya dikaitkan dengan

fungsi hirarkis kota yang bersangkutan sebagai pusat pelayanan

berbagai jasa bagi pengembangan wilayah yang dilayaninya.

Menurut Ilham secara keseluruhan bentuk-bentuk usaha yang

dilakukan antara lain:

a. Peningkatan kualitas hidup masyarakat kota terutama bagi

golongan masyarakat rendah, seperti pembangunan sederhana,

fasilitas air bersih dan lain-lain;

3

(19)

7

b. Program penyehatan lingkungan pemukiman seperti sistem saluran

air hujan. Sistem air buangan, sistem pengumpulan dan

pembuangan sampah, dan pengamanan kota dari kebakaran;

c. Peningkatan partisipasi aktif masyarakat dan pelimpahan kegiatan

pembangunan perkotaan kepada pemerintah daerah terutama yang

berkaitan dengan pelayanan kota yang bersifat lokal;

d. Penyusunan tata ruang dan tata kota, penyusunan kebijakan

nasional pertanahan perkotaan;

e. Pembinaan kegiatan non formal daerah perkotaan melalui kegiatan

sektoral maupun program pemerintah daerah sendiri;

f. Program pendidikan aparatur negara;

g. Peningkatan lapangan kerja, sekaligus meningkatkan taraf hidup

masyarakat perkotaan dan mendorong kegiatan berusaha;

h. Penyusunan rencana perundang-undangan perkotaan4

Pembangunan perkotaan cenderung identik dengan

perkembangan wilayah kota yang sangat menekankan pada

aspek-aspek fisik saja, seperti pembangunan prasarana dan perluasan wilayah

kota. Perluasan wilayah kota sesungguhnya merupakan tuntutan

terhadap adanya kebutuhan yang semakin meningkat akan prasarana

serta pemikiran tentang hal-hal yang berkaitan dengan pemeliharaan

perencanaan dan penataan kota. Perkembangan kota mempunyai dua

aspek, yaitu:

a. Aspek yang menyangkut perubahan-perubahan yang dikehendaki

dan yang dialami oleh warga kota.

4

(20)

8

b. Aspek yang menyangkut perluasan kota.5

Pembangunan sarana dan prasarana kota merupakan hal

yang mutlak bagi masyarakat kota serta sangat bersifat strategis.

Pembangunan kota, pembangunan sarana dan prasarana

mempunyai kedudukan yang strategis, tentang khususnya pada

pembentukan pusat-pusat pembangunan yang mempunyai fungsi

penting, baik dalam pembangunan wilayah maupun dalam rangka

pembentukan satu kesatuan ekonomi sosial yang dicita-citakan.

B. Kajian Umum Tentang Hak-hak Pedagang Kaki Lima (PKL)

Walaupun tidak ada pengaturan khusus tentang hak-hak Pedagang

Kaki Lima (PKL), namun kita dapat menggunakan beberapa produk

hukum yang dapat dijadikan landasan perlindungan bagi Pedagang Kaki

Lima. Ketentuan perlindungan hukum bagi para Pedagang Kaki Lima ini

adalah :

Pasal 27 ayat (2) UUD 45 : Tiap-tiap warga Negara berhak atas

pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Pasal 11 UU nomor 39/199 mengenai Hak Asasi Manusia : setiap

orang berhak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk tumbuh dan

berkembang secara layak.

Pasal 38 UU nomor 39/1999 mengenai Hak Asasi Manusia :

(1) Setiap warga Negara, sesuai dengan bakat, kecakapan dan kemampuan,

berhak atas pekerjaan yang layak.

(2) Setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang di sukainya

dan

5

(21)

9

Pasal 13 UU nomor 09/1995 tentang usaha kecil : Pemerintah

menumbuhkan iklim usaha dalam aspek perlindunga, dengan menetapkan

peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan untuk :

a. Menentukan peruntukan tempat usaha yang meliputi pemberian lokasi

di pasar, ruang pertokoan, lokasi sentra industri, lokasi pertanian

rakyat, lokasi pertambangan rakyat, dan lokasi yang wajar bagi

pedagang kaki lima serta lokasi lainnya.

b. memberikan bantuan konsultasi hukum dan pembelaan.

Dengan adanya beberapa ketentuan diatas, pemerintah dalam

menyikapi fenomena adanya pedagang kaki lima, harus lebih

mengutamakan penegakan keadilan bagi rakyat kecil. Walaupun didalam

Perda K3 (Kebersihan, Keindahan, dan Ketertiban) terdapat pelarangan

Pedagang Kaki Lima untuk berjualan di trotoar, jalur hijau, jalan, dan

badan jalan, serta tempat-tempat yang bukan peruntukkannya, namun

pemerintah harus mampu menjamin perlindungan dan memenuhi hak-hak

ekonomi pedagang kaki lima

1. Hak-hak PKL ketika dilakukan pembongkaran

Fenomena dalam pembongkaran para PKL ini sangat tidak manusiawi.

Pemerintah selalu menggunakan kata penertiban dalam melakukan

pembongkaran. Sangat disayangkan ternyata didalam melakukan

penertiban sering kali terjadi hal-hal yang ternyata tidak mencerminkan

kata-kata tertib itu sendiri. Kalau kita menafsirkan kata penertiban itu

adalah suatu proses membuat sesuatu menjadi rapih dan tertib, tanpa

(22)

10

melakukan penertiban sering kali tidak memperhatikan, serta selalu

saja merusak hak milik para pedagang kaki lima atas barang-barang

dagangannya. Padahal hak milik ini telah dijamin oleh UUD 45 dan

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 mengenai Hak Asasi Manusia.

Diantaranya berbunyi sebagai berikut:

a. Pasal 28 G ayat (1) UUD 45, berbunyi : setiap orang berhak atas

perlindungan diri pribadi; keluarga; kehormatan; martabat; dan

harta benda yang dibawah kekuasaannya , serta berhak atas rasa

aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau

tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

b. Pasal 28 H ayat (4) UUD 45, berbunyi : setiap orang berhak

mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh

diambil alih secara sewenang-wenang.

c. Pasal 28 I ayat (4) UUD 45, berbunyi : perlindungan; pemajuan;

penegakan; dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung

jawab Negara terutama pemerintah.

Sedangkan didalam Undang-Undang nomor 39 tahun 1999

mengenai HAM, berbunyi sebagai berikut :

a. Pasal 36 ayat (2) berbunyi : tidak seorang pun boleh dirampas hak

miliknya dengan sewenang-wenang.

b. Pasal 37 ayat (1) berbunyi : pencabutan hak milik atas sesuatu

benda demi kepentingan umum; hanya dapat diperbolehkan dengan

(23)

11

mengganti kerugian yang wajar dan serta pelaksanaannya sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang ada.

c. Pasal 37 ayat (2) berbunyi : apabila ada sesuatu benda berdasarkan

ketentuan hukum demi kepentingan umum harus dimusnahkan atau

tidak diberdayakan baik itu untuk selama-lamanya maupun untuk

sementara waktu, maka hal itu dilakukan dengan mengganti

kerugian.

d. Pasal 40 berbunyi : setiap orang berhak untuk bertempat tinggal

serta berkehidupan yang layak.

Pemerintah didalam melakukan penertiban harusnya

memperhatikan dan menjunjung tinggi hak milik para PKL atas barang

dagangannya. Ketika pemerintah melakukan pengrusakan terhadap

hak milik para PKL ini, maka ia sudah melakukan perbuatan

melanggar hukum, yakni ketentuan yang terdapat dalam hukum pidana

dan juga ketentuan yang terdapat didalam hukum perdata. Adapun

ketentuan yang diatur didalam hukum pidana adalah :

Pasal 406 ayat (1) KUHPidana berbunyi : Barang siapa dengan

sengaja dan dengan melawan hak membinasakan, merusakkan,

membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi atau menghilangkan

sesuatu barang yang sama sekali atau sebagiannya kepunyaan orang

lain, dihukum penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan.

Sedangkan ketentuan yang diatur didalam Hukum Perdatanya

(24)

12

membawa kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena

salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.

Bagaimana kita mau menegakkan suatu hukum dan keadilan,

ketika cara (metode) yang dipergunakan justru melawan hukum.

Apapun alasannya PKL ini tidak dapat disalahkan secara mutlak. Harus

diakui juga memang benar bahwa PKL melakukan suatu perbuatan

pelanggaran terhadap ketentuan yang ada didalam perda. Akan tetapi

pemerintah juga telah melakukan suatu perbuatan kejahatan ketika ia

melakukan pengrusakan atas hak milik barang dagangan PKL, dan

pemerintah juga harus mengganti kerugian atas barang dagangan PKL

yang dirusak. Pemerintah belum pernah memberikan suatu jaminan

yang pasti bahwa ketika para PKL ini di gusur, mereka harus berjualan

di tempat sepertiapa. Jangan-jangan tempat yang dijadikan relokasi

para PKL tersebut, ternyata bukanlah suatu pusat perekonomian.

Sekarang ini penguasaan pusat kegiatan perekonomian justru

di berikan pada pasar-pasar hipermart atau pasar modern dengan

gedung yang tinggi serta ruangan yang ber AC. Para pedagang kecil

hanya mendapatkan tempat pada pinggiran-pinggiran dari kegiatan

perekonomian tersebut.

1.5.1. Pengertian Peraturan Daerah

Sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 10 Tahun

2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang

(25)

13

perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah”.

Definisi lain tentang Perda berdasarkan ketentuan

Undang-undang tentang Pemerintah Daerah adalah “peraturan

perundang-undangan yang dibentuk bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah dengan Kepala Daerah baik di Propinsi maupun di Kabupaten /

Kota”.

Dalam ketentuan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda), Perda dibentuk dalam

rangka penyelenggaraan otonomi daerah Propinsi / Kabupaten / Kota

dan tugas pembantuan serta merupakan penjabaran lebih lanjut dari

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan

memperhatikan ciri khas masing-masing daerah.6

Sesuai ketentuan Pasal 12 Undang-undang Nomor 10 Tahun

2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, materi

muatan Perda adalah seluruh materi muatan dalam rangka

penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan dan

menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut

Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

Rancangan Peraturan Daerah dapat berasal dari Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Gubernur atau Bupati / Walikota.

Apabila dalam satu kali masa sidang Gubernur atau Bupati / Walikota

dan DPRD menyampaikan rancangan Perda dengan materi yang sama,

maka yang dibahas adalah rancangan Perda yang disampaikan oleh

6

(26)

14

DPRD, sedangkan rancangan Perda yang disampaikan oleh Gubernur

atau Bupati / Walikota dipergunakan sebagai bahan persandingan.

Program penyusunan Perda dilakukan dalam satu Program

Legislasi Daerah,7 sehingga diharapkan tidak terjadi tumpang tindih

dalam penyiapan satu materi Perda. Ada berbagai jenis Perda yang

ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kota dan Propinsi

antara lain:

a. Pajak Daerah

b. Retribusi Daerah

c. Tata Ruang Wilayah Daerah

d. APBD

e. Rencana Program Jangka Menengah Daerah

f. Perangkat Daerah

g. Pemerintahan Desa

h. Pengaturan umum lainnya

1.5.2. Mekanisme Pembentukan Peraturan Daerah

Rancangan Peraturan Daerah(Raperda) dapat berasal dari

DPRD atau kepala daerah (Gubernur, Bupati, atau Walikota). Raperda

yang disiapkan oleh Kepala Daerah disampaikan kepada DPRD.

Sedangkan Raperda yang disiapkan oleh DPRD disampaikan oleh

pimpinan DPRD kepada Kepala Daerah.

Pembahasan Raperda di DPRD dilakukan oleh DPRD bersama

gubernur atau Bupati / Walikota. Pembahasan bersama tersebut melalui

(27)

15

tingkat-tingkat pembicaraan, dalam rapat komisi / panitia / alat

kelengkapan DPRD yang khusus menangani legislasi, dan dalam rapat

paripurna. Raperda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan

Gubernur atau Bupati / Walikota disampaikan oleh Pimpinan DPRD

kepada Gubernur atau Bupati / Walikota untuk disahkan.8

1.5.3. Pengertian Pedagang Kaki Lima

Salah satu bentuk sektor informal yang dikaji lebih lanjut

adalah pedagang Kaki Lima (PKL), karena Pedagang Kaki Lima

dikategorikan sebagai jenis pekerjaan yang penting dan relatif khas

khususnya sebagai usaha kecil-kecilan yang kurang teratur. Istilah

Pedagang Kaki Lima (PKL) sendiri mengarah pada konotasi pedagang

barang dagangan dengan menggelar tikar di pinggir jalan, atau di

muka-muka toko yang dianggap strategis. Terdapat pula sekelompok

pedagang yang berjualan dengan menggunakan kereta dorong dan

kios-kios kecil. Oleh karena itu menurut Kartono masyarakat lazim

menyebutnya sebagai pedagang kaki lima. Latar belakang seseorang

menjadi Pedagang Kaki Lima (PKL) menurut Alisjahbana adalah

karena:

1. Terpaksa ; terpaksa karena tidak ada pekerjaan lain, terpaksa karena tidak mendapatkan pekerjaan di sektor formal, terpaksa harus mencukup kebutuhan hidup diri dan keluarganya, terpaksa karena tidak mempunyai tempat yang layak untuk membuka usaha, dan terpaksa karena tidak mempunyai bekal pendidikan dan modal yang cukup untuk membuka usaha formal;

2. Ingin mencari rejeki yang halal daripada harus menadahkan tangan, merampok atau berbuat kriminal lain;

3. Ingin mandiri dan tidak bergantung pada orang lain, termasuk tidak bergantung pada orang tua;

8

(28)

16

4. Ingin menghidupi keluarga, memperbaiki taraf hidup, bukan hanya sekadar pekerjaan sambilan;

5. Karena di desa sudah sulit mencari penghasilan9

Sebagaimana yang dikutip dari Soetandyo Wignjosoebroto

bahwa: “para pedagang kaki lima (PKL) yang menjajakan barang

dagangannya diberbagai sudut kota sesungguhnya adalah kelompok

masyarakat yang tergolong marginal, dan tidak berdaya10.

Dikatakan marginal, sebab mereka rata-rata tersisih dari arus

kehidupan kota dan bahkan ditelikung oleh kemajuan kota itu

sendiri. Sedangkan dikatakan tidak berdaya, karena mereka

biasanya tidak terjangkau dan tidak terlindungi oleh hukum, posisi

bargaining (tawar-menawar)-nya lemah, dan sering kali menjadi

objek penertiban dan penataan kota yang tak jarang bersifat

represif. Keberadaan pedagang kaki lima yang dalam skripsi ini

disebut PKL yang ada di Kecamatan Sukolilo tergabung dalam

paguyuban PKL masing-masing, hal ini bertujuan untuk

menertibkan dan mengkoordinasi para PKL yang ada dikawasan

Sukolilo

Di dalam PERDA No. 17 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 6 adalah

pedagang yang menjalankan kegiatan usahanya dalam jangka

waktu tertentu dengan mempergunakan sarana / perlengkapan yang

mudah dipindahkan, di bongkar pasang dan mempergunakan

fasilitas umum sebagai tempat usahanya. Pedagang Kaki Lima atau

disingkat PKL adalah istilah untuk menyebut penjaja dagangan

yang menggunakan gerobak. Istilah itu sering ditafsirkan demikian

9

Alisjahbana. Marginalisasi Sektor Informal Perkotaan. 2006. Surabaya: ITS Press. Hlm 147 10

(29)

17

karena jumlah kaki pedagangnya ada lima. Lima kaki tersebut

adalah dua kaki pedagang ditambah tiga "kaki" gerobak (yang

sebenarnya adalah tiga roda atau dua roda dan satu kaki). Saat ini

istilah PKL juga digunakan untuk pedagang di jalanan pada

umumnya.

Sebenarnya istilah kaki lima berasal dari masa penjajahan

kolonial Belanda. Peraturan pemerintahan waktu itu menetapkan

bahwa setiap jalan raya yang dibangun hendaknya menyediakan

sarana untuk pejalanan kaki. Lebar ruas untuk pejalan adalah

lima kaki atau sekitar satu setengah meter.

Sekian puluh tahun setelah itu, saat Indonesia sudah

merdeka, ruas jalan untuk pejalan kaki banyak dimanfaatkan oleh

para pedagang untuk berjualan. Dahulu namanya adalah pedagang

emperan jalan, sekarang menjadi pedagang kaki lima. Padahal jika

merunut sejarahnya, seharusnya namanya adalah pedagang lima

kaki.

Di beberapa tempat, pedagang kaki lima dipermasalahkan

karena menggangu para pengendara kendaraan bermotor. Selain itu

ada PKL yang menggunakan sungai dan saluran air terdekat untuk

membuang sampah dan air cuci. Sampah dan air sabun dapat lebih

merusak sungai yang ada dengan mematikan ikan dan

menyebabkan eutrofikasi. Tetapi PKL kerap menyediakan makanan

atau barang lain dengan harga yang lebih, bahkan sangat, murah

(30)

18

sehingga kerap mengundang pedagang yang hendak memulai bisnis

dengan modal yang kecil atau orang kalangan ekonomi lemah yang

biasanya mendirikan bisnisnya disekitar rumah mereka.11

Dari pengertian tersebut di atas jadi yang dimaksud PKL

adalah kegiatan usaha yang dilakukan para pedagang di tempatkan

ruangan kosong di pinggir-pinggir jalan seperti trotoar,

taman-taman kota dan tempat usaha lainnya yang bukan miliknya

1.5.4. Pengertian Perijinan

Agak sulit memberikan definisi izin. Hal ini dikemukakan oleh

Sjachran Basah.12 Pedapat yang dikatakan Sjachran agaknya sama

dengan yang berlaku di negeri Belanda, seperti dikemukakan Van Der

Pot sangat sukar membuat definisi untuk menyatakan pengertian izin

itu.13 Hal ini disebabkan oleh antara pakar tidak dapat persesuaian

paham, masing-masing melihat dari sisi yang berlainan terhadap objek

yang didefinisikannya. Sukar memberikan definisi, bahkan ditemukan

definisi yang beragam.14

Izin adalah persetujuan dari penguasa berdasarkan

Undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu

menyimpang dari larangan umum tersebut. Izin dalam istilah asing

(Belanda) disebut Verguming. Bentuk Izin itu harus tertulis. HO

(Hinder Ordonansi): Hinder = Gangguan, Ordonansi = peraturan, HO

11

http://id.wikipedia.org/wiki/pedagang_kaki_lima diakses tgl 18 Sept 2010 jam 16.00 wib 12

Basah, Sjachran. Pencabutan Izin Salah Satu Sanksi Hukum Administrasi. Makalah pada Penataran Hukum Administrasi dan Lingkungan. Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya. November 1995. Hal 1-2

13

Utrecht,E. Pengantar Hukum Administrasi Negara. Cetakan Kedelapan. Jakarta:Ichtiar 1957 Halaman 187.

14

(31)

19

yaitu sebuah izin yang diberikan oleh masyarakat sekitar untuk usaha

yang ada disitu. Sedangkan menurut Van Der Port, izin merupakan

keputusan yang memperkenankan dilakukannya perbuatan yang pada

prinsipnya tidak dilarang oleh pembuat peraturan.15

Utrecht memberikan pengertian Vergunning sebagai berikut

:bilamana pembuat peraturan tidak umumnya melarang suatu

perbuatan, tetapi masih juga memperkenankannya asal saja diadakan

secara yang

ditentukan untuk masing-masing hal konkret, maka perbuatan

administrasi Negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat

suatu izin (vergunning).16 Adapun pengertian perizinan Menurut

Adrian Sutedi adalah salah satu bentuk pelaksanaan fungsi pengaturan

dan bersifat pengendalian yang dimiliki oleh pemerintah terhadap

kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat.17 Perizinan dapat

berbentuk pendaftaran, rekomendasi, sertifikasi, penentuan kuota dan

izin untuk melakukan sesuatu usaha yang biasanya harus dimiliki atau

diperoleh suatu organisasi perusahaan atau seseorang sebelum yang

bersangkutan dapat melakukan suatu kegiatan atau tindakan.

Jadi kesimpulan dari pengertian izin adalah dokumen yang

dikeluarkan oleh pemerintah daerah berdasarkan peraturan daerah atau

peraturan lainnya yang merupakan bukti legalitas, menyatakan sah atau

diperbolehkannya seseorang atau badan untuk melakukan usaha atau

kegiatan tertentu baik dalam bentuk izin maupun tanda daftar usaha.

15

N.M, Spelt, J.B.J.M. Ten Berge, Philipus.M.Hadjon, Pengantar Hukum Perizinan, Yuridika, 1993, Hlm 186

16

OP. Cit. Utrecht,E. Hlm 187 17

(32)

20

1.5.5. Tujuan Perijinan dalam Arti Luas

Tujuan izin yaitu untuk mempengaruhi masyarakat untuk

mengikuti keinginan pemerintah.

1. Mengarahkan aktifitas tertentu (Sturen).

2. Mencegah bahaya bagi lingkungan.

3. Keinginan melindungi objek tertentu.

4. Hendak membagi benda-benda yang sedikit.

5. Mengarahkan dengan meyeleksi orang-orang dan

aktivitas-aktivitas.18

1.5.6. Ijin Penempatan Pedagang Kaki Lima

Ketentuan Tanda Daftar Usaha dan Syarat-syarat Permohonan

Tanda Daftar Usaha PKL :

1. Setiap orang dilarang melakukan usaha PKL pada fasilitas umum

yang dikuasai oleh Kepala Daerah tanpa memiliki Tanda Daftar

Usaha yang dikeluarkan Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk;

2. Untuk memperoleh Tanda Daftar Usaha sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) yang bersangkutan harus mengajukan permohonan

secara tertulis kepada Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk ;

3. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus dilampiri :

a. Kartu Tanda Penduduk (KTP) Surabaya ;

b. Rekomendasi dari Camat yang wilayah kerjanya meliputi lokasi

PKL yang dimohon ;

c. Gambar alat peraga PKL yang akan dipergunakan ;

(33)

21

d. Surat pernyataan yang berisi :

1) Tidak akan memperdagangkan barang illegal;

2) Tidak akan membuat barang permanent / semi permanent

diliokasi tempat usaha ;

3) Mengosongkan / mengembalikan / menyerahkan lokasi

PKL pada pemerintah daerah apabila lokasi dimaksud

sewaktu-waktu dibutuhkan oleh pemerintah daerah, tanpa

syarat apapun.

4) Tata cara permohonan dan pemberian tanda daftar usaha

ditetapkan lebih lanjut oleh kepala daerah.

5) Jangka waktu tanda daftar usaha sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) adalah 6 (enam) bulan dan dapat

diperpanjang.19

Kewajiban dan Larangan Pemegang Tanda Daftar Usaha:

1. Memelihaara kebersihan, keindahan, ketertiban, keamanan dan kesehatan lingkungan tempat usaha;

2. Menempatkan sarana usaha dan menata barang dagangan dengan tertib dan teratur ;

3. Menempati sendiri tempat usaha sesuai tanda daftar usaha yang dimilikinya ;

4. Mengosongkan tempat usaha apabila pemerintah daerah mempunyai kebijakan lain atas lokasi tempat usaha tanpa meminta ganti kerugian

5. Mematuhi ketentuan penggunaan lokasi PKL dan ketentuan usaha PKL yang ditetapkan oleh kepala daerah ;

6. Mematuhi semua ketentuan yang ditetapkan dalam tanda daftar usaha PKL ;

7. Mengosongkan tempat usaha dan tidak meninggalkan alat peraga diluar jam operasional yang telah ditentukan oleh kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk.20

19 Peraturan Daerah No. 17 Tahun 2003. Hlm 5 20

(34)

22

Untuk menjalankan kegiatan usahanya, pemegang Tanda Daftar

Usaha dilarang :

1. Mendirikan bangunan permanent / semi permanent dilokasi PKL ; 2. Mempergunakan tempat usaha sebagai tempat tinggal ;

3. Menjual barang dagangan yang dilarang untuk diperjualbelikan ; 4. Melakukan kegiatan usaha di lokasi PKL selain yang telah

dinyatakan dalam Tanda Daftar Usaha ;

5. Mengalihkan Tanda Daftar Usaha PKL kepada pihak lain dalam bentuk apapun.21

Pencabutan dan Tidak Berlakunya Tanda Daftar Usaha PKL

(1) Tanda Daftar Usaha dapat dicabut, apabila :

1. Tanda Daftar Usaha palsu atau dipalsukan baik sebagian maupun seluruhnya;

2. Tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ; 3. Melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ;

4. Pemerintah Daerah akan menggunakan lokasi tersebut ; 5. Jangka waktu Tanda Daftar Usaha PKL telah berakhir.

Ayat (2) Tanda Daftar Usaha dinyatakan tidak berlaku lagi,

apabila :

1. Pemegang Tanda Daftar Usaha tersebut meninggal dunia ;

2. Pemegang Tanda Daftar Usaha tersebut tidak melakukan kegiatan usaha lagi;

3. Atas permintaan secara tertulis dari pemegang Daftar Usaha ; 4. Pemegang Tanda Daftar Usaha tersebut pindah lokasi.22

1.6. Metode Penelitian

1.6.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah penelitian Yuridis Empiris dalam

mengumpulkan fakta-fakta sosial atau permasalahan hukum secara

terstruktur dan materi hukum positif dapat diperoleh dari kegiatan

mempelajari bahan-bahan hukum terkait.23

21

OP. Cit Peraturan Daerah. Hlm 6 22

OP. Cit Peraturan Daerah. Hlm 7 23

(35)

23

1.6.2. Sumber Data

Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

data primer dan data sekunder. Data Sekunder adalah data normatif

terutama yang bersumber dari perundang-undangan.24 Didalam

penelitian ini menggunakan:

a. Bahan hukum primer, merupakan bahan hukum yang bersifat

autoratif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum

primer terdiri dari Perundang-undangan, catatan resmi atau

risalah dalam pembuatan Perundang-undangan dan

Putusan-putusan Hakim.25

a. Bahan hukum sekunder yaitu berupa semua publikasi tentang

hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi26

1.6.3. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian akan diperoleh melalui data

primer dan data sekunder dengan mengunakan teknik pengumpulan

data sebagai berikut :

1. Data Primer ini diperoleh melalui pengamatan langsung / observasi

dan interview / wawancara

a. Pengamatan Langsung / Observasi

Pengamatan ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh

data yang sebenarnya mengenai kegiatan pedagang kaki lima di

kecamatan sukolilo

24

Abdul Khadir Muhammad. Hukum dan Penelitian Hukum. PT Citra Aditya Bakti. Bandung. 2004, Hlm 52

22

Peter Mahmud Marzuki,SH,MS,LL.M. Penelitian Hukum. Jakarta Kencana. 2008. Hlm 141 23

(36)

24

b. Interview (Wawancara)

Pada teknik ini, peneliti mengadakan tatap muka dan

berinteraksi Tanya jawab langsung dengan pihak responden

atau subyek untuk memperoleh data. Wawancara dalam

penelitian ini khususnya dalam taraf pemulaan, biasanya tidak

berstruktur. Tujuan ialah memperoleh keterangan yang terinci

dan mendalam mengenai pandangan orang lain. Pada mulanya

belum dapat dipersiapkan sejumlah pertanyaan yang spesifik

karena belum dapat diramalkan keterangan apa yang akan

diberikan oleh responden, belum diketahui secara jelas kearah

mana pembicaraan yang berkembang, karena itu wawancara

tidak berstruktur, artinya responden dapat kebebasan dan

kesempatan untuk mengeluarkan buah pikiran, pandangan dan

perasaannya tanpa diatur ketat oleh peneliti. Setelah peneliti

memperoleh sejumlah keterangan, peneliti dapat mengadakan

wawancara yang lebih berstruktur yang disusun berdasarkan

apa yang telah disampaikan oleh informan.27

Dengan demikian, maka cirri-ciri pokok dari wawancara,

adalah sebagai berikut :

a. Didalam wawancara diperlukan perilaku yang senantiasa

saling menyesuaikan diri, terutama dari pewawancara.

b. Wawancara sangat berguna untuk memperoleh data perihal

sikap, perasaan, pikiran, kepercayaan, dan hal-hal yang

mengingat faktor-faktor tersebut.

27

(37)

25

c. Wawancara memberikan kemungkinan-kemungkinan untuk

mempergunakan perbagai tipe pertanyaan.

d. Perluasan ruang lingkup, dimungkinkan didalam

wawancara.

e. Didalam wawancara seringkali tidak ada waktu untuk

mempergunakan dan memformulasikan bahasa yang baik.

f. Dalam wawancara, maka yang diwawancarai mempunyai

kedudukan yang terbuka maupun peranan yang terbuka.

g. Kadang-kadang pewawancara harus dilengkapi dengan data,

apabila yang diwawacarai pada saat terentu menghendaki

data tersebut.

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh melalui buku-buku teks, karena

buku teks berisi mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan

pandangan-pandangan klasik para Sarjana yang mempunyai

kualifikasi tinggi, didalam memilih buku teks ini, sekali lagi perlu

dikemukakan bahwa mengingat Indonesia bekas jajahan Belanda

sangat dianjurkan kalau buku teks yang digunakan adalah, buku

teks yang ditulis oleh penulis dari Eropa Kontinental dan

buku-buku teks yang ditulis oleh penulis Anglo Amerika. Di dalam ilmu

hukum, buku-buku teks terdapat pada buku-buku mengenai

Jurisprudence. Disamping buku teks bahan huum sekunder dapat

berupa tulisan-tulisan tentang hukum baik dalam bentuk buku

ataupun jurnal-jurnal.28

28

(38)

26

1.6.4. Teknik Analisis Data

Analisis hasil penelitian berisi uraian tentang cara-cara analisis

yang menggambarkan bagaimana suatu data dianalisis dan apa manfaat

data yang terkumpul untuk dipergunakan dalam memecahkan masalah

penelitian. Berdasarkan prosedur pengumpulan bahan hukum yang

diperoleh, analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif yang

diawali dengan mengelompokkan data dan informasi yang sama

menurut sub aspek dan selanjutnya melakukan penafsiran atau

pemberian pendapat untuk memberi makna terhadap tiap sub aspek dan

hubungannya satu sama lain. Kemudian setelah itu menganalisis

keseluruhan aspek untuk memahami makna hubungan antara aspek

yang satu dengan aspek yang lain dan dengan keseluruhan aspek yang

menjadi pokok permasalahan penelitian yang dilakukan secara induktif

sehingga memberikan gambaran hasil secara utuh, dengan demikian

penelitian menjadi lebih fokus dan tertuju pada masalah.29

1.6.5. Sistematika Penulisan

Bab Pertama dimulai dengan pendahuluan yang didalamnya

terdapat sub bab, yakni pada sub bab pertama mengenai latar belakang,

sub bab kedua tentang rumusan masalah yang diambil untuk

mempertajam judul yang dikaji, sub bab ketiga tentang kegunaan

penelitian kedepannya dan manfaat penelitian, sub bab keempat

tentang kajian pustaka yang menggambarkan pengertian dan

pemahaman sebelum menginjak pada poin utama, sub bab kelima

26

(39)

27

tentang metode yang digunakan oleh penulis untuk menjelaskan

rumusan masalah yang akan dikaji nantinya, sub bab keenam tentang

sistematika penulisan yang akan mempermudah bagi para pembaca

untuk bisa menentukan alur membaca secara runtut

Bab Kedua mengenai Pelaksanaan Perda No. 17 Tahun 2003 di

Kecamatan Sukolilo, pada sub bab pertama mengenai Gambaran

Tentang Pedagang Kaki Lima dan Kecamatan Sukolilo, lalu diteruskan

pada sub bab kedua yaitu tentang Peran Pemerintah Dalam

Pelaksanaan Perda PKL di Kecamatan Sukolilo.

Bab Ketiga mengenai Hambatan Pelaksanaan Perda No. 17

Tahun 2003, pada sub bab pertama mengenai Dari Faktor

Perundang-undangan, diteruskan pada sub bab kedua mengenai Dari Faktor

Pelaksanaan Perundang-undangan.

Bab Keempat mengenai penutup, sub bab pertama yaitu

kesimpulan, sub bab kedua yaitu saran.

1.6.6. Lokasi Penelitian

Lokasi yang peneliti gunakan dalam penelitian dan

pengumpulan data adalah di kawasan Kecamatan Sukolilo Surabaya

1.6.7. Waktu Penelitian

Penelitian ini membutuhkan waktu 7 (tujuh) bulan, di mulai

dari bulan November 2010 sampai dengan Mei 2011. Penelitian ini

(40)

28

penelitian ini, meliputi : penentuan judul penelitian, penulisan

proposal, seminar proposal, dan perbaikan proposal. Tahap

pelaksanaan penelitian selama 4 bulan terhitung mulai minggu ketiga

bulan November sampai Maret minggu kedua, meliputi : pengumpulan

sumber data sekunder, pengolahan dan penganalisaan data. Tahap

penyelesaian penelitian selama 2 (dua) bulan terakhir pada bulan Mei,

meliputi : kegiatan penulisan laporan penelitian, pendaftaran ujian lisan

(41)

29

29

BAB II

PELAKSANAAN PERDA NOMOR 17 TAHUN 2003 DI KECAMATAN SUKOLILO

2.1. Gambaran Pedagang Kaki Lima di Wilayah Kecamatan Sukolilo

Kecamatan Sukolilo merupakan wilayah yang terletak geografis pada

suhu maksimum / minimum 32°C / 20°C, sedangkan jarak dari Ibu Kota

Surabaya ± 10 km tepatnya di Jalan Nginden Semolo No 89 Surabaya. Luas

wilayah kecamatan Sukolilo 23,69 Km². Wilayah Kecamatan Sukolilo terbagi

menjadi 7 Kelurahan yaitu:

1. Keputih

2. Gebang Putih

3. Menur Pumpungan

4. Nginden Jangkungan

5. Semolowaru

6. Medokan Semampir

7. Klampis Ngasem

2.2. Kegiatan Pedagang Kaki Lima di Kawasan Kecamatan Sukolilo

Sesuai dengan prinsip kegiatan usaha Pedagang Kaki Lima agar barang

dagangannya laku, yaitu adanya orang-orang dalam jumlah sebanyak mungkin,

yang diharapkan sebagai pembeli barang dagangannya, maka waktu kegiatan

berjualan para Pedagang Kaki Lima ialah saat orang atau warga kota

melaksanakan kegiatannya sehari-hari. Dengan demikian maka yang terjadi

(42)

30

pertokoan, pasar, rumah sakit, kampus dan sebagainya sedang ramai, pada saat

itu pula Pedagang Kaki Lima melaksanakan kegiatannya, sehingga keadaan

menjadi semakin padat dan sesak. Saat-saat sibuk dimaksud yang terutama

ialah siang hari. Namun kenyataannya secara keseluruhan kegiatan PKL dapat

ditemukan selama 24 jam. Dalam rangka upaya membatasi atau mengurangi

kepadatan lokasi-lokasi tersebut diatas, maka waktu kegiatan PKL pada

tempat-tempat yang telah ditetapkan atau diijinkan, sekaligus diatur pula dalam Surat

Keputusan Walikota No. 188.45/70/436.1.2/2006. Adanya solusi yang

diberikan yaitu jam kegiatan PKL antara jam 18.00 WIB sampai dengan jam

05.00 WIB.

Namun walaupun sudah diatur, pada kenyataannya di lapangan banyak

PKL yang melanggar dan waktu berjualan tidak teratur, terkesan atau

cenderung seenaknya saja (hampir selama 24 jam). Hal inilah yang menjadi

tugas dari Satuan Polisi Pamong Praja untuk menertibkan PKL yang melanggar

peraturan tersebut. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara dengan Kepala

Satpol PP Kecamatan Sukolilo 18 Mei 2011 “Solusi jam kegiatan PKL sudah

ada yaitu jam 18.00 WIB sampai dengan jam 05.00 WIB, namun itu teorinya.

Prakteknya yang ada dilapangan itu tidak sesuai Yang mengawasi adalah Pak

Camat. Kalau ada yang melanggar itu tugas Kepala Satpol PP yang

Menertibkan Pedagang Kaki Lima yang berjualan dikawasan Kecamatan

Sukolilo, dalam berjualan banyak yang menggunakan gerobak roda dua dan

roda empat yang biasanya ditinggal ada juga pada saat pedagang pulang

gerobak tersebut dibawa pulang.”30

30

(43)

31

Salah satu contoh Paguyuban PKL yang ada di Kelurahan Klampis

Ngasem

Sumber : Paguyuban PKL depan Giant Klampis 2011

Tabel 1. Jumlah PKL di Depan Giant Klampis Surabaya Berdasarkan

Jenis Dagangan

Dapat dilihat bahwa PKL yang berjualan di depan Giant Kelurahan

Klampis Ngasem terdiri dari 17 jenis dagangan dan hanya empat jenis

dagangan yang mematuhi peraturan yaitu buka mulai pukul 18.00-05.00,

(44)

32

Tabel diatas adalah salah satu contoh paguyuban PKL yang ada

dikawasan Kecamatan Sukolilo dari hasil temuan yang ada dilapangan rata-rata

paguyuban PKL yang ada di Kawasan Kecamatan Sukolilo melakukan

pelanggaran dalam jam berdagang, dan masih banyak pelanggaran yang

dilakukan oleh Pedagang Kaki Lima, seperti :

a. Masih banyak para PKL yang meninggalkan gerobak ditempat usaha,

padahal sesuai dengan Perda PKL padahal sesuai dengan Perda PKLtidak

boleh meninggalkan gerobak ditempat.

b. Masih banyak para PKL di Kecamatan Sukolilo tidak mempunyai Tanda

Daftar Usaha, karena Pemegang Tanda Daftar Usaha harus ber-KTP

Surabaya .

c. Masih banyak para PKl ini yang cenderung kotor dan tidak tertib.

PKL mulai melakukan kegiatan berdagangnya rata-rata pukul 07.00

WIB sampai dengan pukul 18.00 WIB, tetapi ada juga PKL yang buka sampai

malam hari. Dagangan yang ditawarkan seperti soto ayam, nasi goreng, warung

nasi, warung kopi, dll. Tetapi mulai pukul 06.00 para PKL sudah datang untuk

menyiapkan dagangannya. Peran Pemerintah Dalam Pelaksanaan Perda PKL di

Kecamatan Sukolilo adalah mengatur tentang kawasan, lokasi pedagang, waktu

berjualan, jenis barang dagangan, dan alat peraga yang digunakan untuk

berdagang. Lokasi pedagang kaki lima menurut Perda No. 17 Tahun 2003

tentang ijin penataan dan pemberdayaan PKL adalah tempat untuk menjalankan

usaha PKL yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah yang berada dilahan

(45)

33

Sesuai dengan Perda No. 17 Tahun 2003 tentang ijin penataan dan

pemberdayaan PKL, bahwa kegiatan pedagang kaki lima merupakan usaha

perdagangan sektor informal yang perlu diberdayakan guna menunjang

pertumbuhan perekonomian masyarakat. Sehingga perlu dilakukan penataan

dan pemberdayaan pedagang kaki lima sesuai yang diatur pada Pasal 3 yang

meliputi waktu kegiatan usaha PKL, mengatur jumlah PKL, menetapkan jenis

barang yang diperdagangkan dan mengatur alat peraga PKL.

2.3. Penataan Pedagang Kaki Lima di Kawasan Kecamatan Sukolilo

Dalam Perda No. 17 Tahun 2003 penataan telah diatur pada pasal 2 ayat

3 dimana penetapan, pemindahan dan penghapusan lokasi PKL diatur dengan

memperhatikan kepentingan sosial, ekonomi, ketertiban dan kebersihan

lingkungan sekitarnya, dalam Perda tersebut juga disebutkan penataan PKL

yang dilakukan oleh Kecamatan Sukolilo Surabaya mengarah kepada

terciptanya suasana kota yang lebih tertib, rapi, indah dan nyaman. Agar

keberadaannya tidak mengganggu kenyamanan kota maka dalam menangani

PKL perlu dicari solusi yang baik dan bijaksana, karena penertiban tanpa

memberi jalan keluar dengan memberi tempat yang memenuhi syarat, sama

saja akan mematikan tumbuhnya ekonomi kerakyatan.

Peningkatan jumlah PKL yang terjadi di kota-kota besar, seperti

Surabaya khususnya di Kecamatan Sukolilo telah berdampak pada

terganggunya kelancaran lalu lintas, ketertiban dan kebersihan kota serta fungsi

prasarana kota. Selain mengganggu berbagai aktivitas kota, PKL yang

(46)

34

menunjang pertumbuhan perekonomian masyarakat dan sekaligus sebagai salah

satu pilihan dalam penyediaan barang dagangan yang dibutuhkan oleh

masyarakat dengan harga yang relatif terjangkau.

Pada dasarnya Perda No. 17 Tahun 2003 dibuat untuk mengatur secara

umum tentang penataan dan pemberdayaan PKL disemua sudut kota Surabaya.

Dalam pelaksanaannya Perda No. 17 Tahun 2003 mengatur tentang penetapan

waktu kegiatan, jumlah PKL, jenis barang dagangan dan alat peraga.

Sedangkan ketentuan Tanda Daftar Usaha diatur pada pasal 4 yang berisi :

1. Setiap orang dilarang melakukan usaha PKL pada fasilitas umum yang

dikuasai oleh Kepala Daerah tanpa memiliki Tanda Daftar Usaha yang

dikeluarkan Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk ;

2. Untuk memperoleh Tanda Daftar Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) yang bersangkutan harus mengajukan permohonan secara tertulis

kepada Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk ;

3. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus dilampiri :

a. Kartu Tanda Penduduk (KTP) Surabaya ;

b. Rekomendasi dari Camat yang wilayah kerjanya meliputi lokasi PKL

yang dimohon ;

c. Gambar alat peraga PKL yang akan dipergunakan ;

d. Surat pernyataan yang berisi :

1) Tidak akan memperdagangkan barang illegal;

2) Tidak akan membuat barang permanent / semi permanent diliokasi

(47)

35

3) Mengosongkan / mengembalikan / menyerahkan lokasi PKL pada

pemerintah daerah apabila lokasi dimaksud sewaktu-waktu

dibutuhkan oleh pemerintah daerah, tanpa syarat apapun.

4) Tata cara permohonan dan pemberian tanda daftar usaha ditetapkan

lebih lanjut oleh kepala daerah.

5) Jangka waktu tanda daftar usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) adalah 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang.

Tetapi pada kenyataan dilapangan bahwa masih banyak para PKL di

Kecamatan Sukolilo tidak memilki Tanda Daftar Usaha di 7 titik Kelurahandan

sedikit sekali para pedagang yang memiliki Tanda Daftar Usaha.

Selain itu kewajiban dan larangan pemegang Tanda Daftar Usaha, yaitu:

1. Memelihaara kebersihan, keindahan, ketertiban, keamanan dan kesehatan

lingkungan tempat usaha

2. Menempatkan sarana usaha dan menata barang dagangan dengan tertib dan

teratur

3. Menempati sendiri tempat usaha sesuai tanda daftar usaha yang dimilikinya

4. Mengosongkan tempat usaha apabila pemerintah daerah mempunyai

kebijakan lain atas lokasi tempat usaha tanpa meminta ganti kerugian

5. Mematuhi ketentuan penggunaan lokasi PKL dan ketentuan usaha PKL

yang ditetapkan oleh kepala daerah

6. Mematuhi semua ketentuan yang ditetapkan dalam tanda daftar usaha PKL

7. Mengosongkan tempat usaha dan tidak meninggalkan alat peraga diluar jam

operasional yang telah ditentukan oleh kepala daerah atau pejabat yang

(48)

36

Pada Kenyataan di lapangan masih banyak para PKL yang tidak

mematuhi Perda PKL Pasal 5 yaitu :

a. Masih banyak para PKL yang tidak memelihara kebersihan, keindahan,

ketertiban keamanan, dan kesehatan lingkungan tempat usaha.

b. Tidak mengosongkan tempat usaha dan masih meninggalkan alat peraga

diluar jam operasional yang telah ditentukan.

c. Dan masih banyak para PKL yang berdagang ditempat yang telah

dikosongkan atau dilarang berjualan ditempat tersebut.

Untuk menjalankan kegiatan usahanya, pemegang Tanda Daftar Usaha

dilarang :

1. Mendirikan bangunan permanent / semi permanent dilokasi PKL

2. Mempergunakan tempat usaha sebagai tempat tinggal

3. Menjual barang dagangan yang dilarang untuk diperjualbelikan

4. Melakukan kegiatan usaha di lokasi PKL selain yang telah dinyatakan

dalam Tanda Daftar Usaha

5. Mengalihkan Tanda Daftar Usaha PKL kepada pihak lain dalam bentuk

apapun.

Sedangkan untuk pendirian tempat permanent, para PKL di Kecamatan

Sukolilo tidak ada yang mendirikan tempat permanent ditempat usahanya dan

tidak mempergunakan tempat usaha sebagai tempat tinggal.

(49)

37

2.4. Implementasi Perda No. 17/2003 Tentang Penataan Pedagang Kaki Lima

di Kawasan Kecamatan Sukolilo Surabaya.

Penataan Pedagang Kaki Lima di kawasan Sukolilo diterapkan oleh

Pemerintah Kota Surabaya yang mempunyai tujuan untuk menciptakan kota

berdasarkan ketertiban dan keindahan. Dalam menciptakan tujuan ini,

pemerintah kota telah melaksanakannya dalam waktu yang cukup lama. Namun

seiring berjalannya waktu, pelaksanaan tersebut selalu menimbulkan masalah

tersendiri karena aktivitas pedagang kaki lima tersebut.

Berdasarkan Peraturan Daerah Tentang Penataan dan Pemberdayaan

Pedagang Kaki Lima tersebut, pemerintah Kecamatan Sukolilo menetapkan,

bahwa :

a. Sadar betul bahwa lahan yang dipergunakan untuk berjualan adalah bukan

milik pribadi.

b. Tidak akan melakukan jual beli, memindah tangankan tempat usaha kepada

orang lain.

c. Tidak akan memperdagangkan barang-barang terlarang menurut ketentuan

hukum dan undang-undang yang berlaku di Negara Indonesia, baik

disengaja maupun tidak disengaja.

d. Tidak akan membuat tempat usaha secara permanent.

e. Tidak akan mempergunakan tempat usaha sebagai tempat tinggal.

f. Sanggup memelihara kebersihan, keamanan, dan ketertiban dilokasi /

tempat usaha.

g. Sanggup mentaati segala peraturan yang disepakati antara pihak PKL

(50)

38

h. Sanggup mengosongkan/mengembalikan dan menyerahkan kembali tanah

lahan / lokasi tersebut apabila sewaktu-waktu dibutuhkan (dengan

pemberitahuan terlebih dahulu) tanpa syarat apapun serta tidak akan

menuntut dalam bentuk apapun.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Kecamatan Sukolilo Surabaya

per Januari 2011, jumlah pedagang kaki lima yang ada di Kecamatan

Sukolilo ada 493 pedagang dengan titik lokasi yang ada 7 Kemudian

pedagang kaki lima tersebut dibagi menjadi pedagang kaki lima binaan dan

pedagang kaki lima non binaan. Jumlah pedagang kaki lima binaan ada 204

pedagang, sedangkan jumlah pedagang kaki lima non binaan ada 289

pedagang. Data ini akan terus berkembang oleh karena kondisi sosial,

ekonomi kurang menentu. Dari data diatas kita dapat melihat bahwa jumlah

sektor informal, khususnya PKL di Kecamatan Sukolilo Surabaya sangat

banyak sekali. Agar keberadaanya tidak mengganggu kenyamanan kota,

maka dalam menangani PKL perlu mencari solusi yang baik dan bijaksana,

karena pemusnahan tanpa memberi jalan keluar dengan memberi tempat

yang memenuhi syarat, sama saja dengan mematikan tumbuhnya ekonomi

kerakyatan, yang notabene sumber hidup masyarakat bawah. Sektor ini

membutuhkan perhatian yang lebih baik lagi dari pihak pemerintah. Oleh

karena itu, jalan yang terbaik untuk menangani sektor ini adalah melalui

pembinaan.

Namun pembinan sektor informal ini juga memiliki dampak negatif

dalam kaitannya dengan gejala urbanisasi. Sebab pembinaan yang

(51)

39

lainnya masuk ke sektor informal perkotaan. Hal ini akan menambah beban

urbanisasi yang dihadapi kota. Oleh karena itu, program pembinaan sektor

informal harus dijalankan secara terpadu dengan pembinaan perekonomian

dan sektor informal di pedesaan agar pembinaan itu tidak menjadi

bumerang bagi maksud baik pembinaan itu sendiri

Pembinaan dalam sektor informal bukan hanya menyangkut mereka

yang menggeluti bidang PKL, melainkan juga organ kepemerintahan yang

ada di dalam instansi yang terkait dengan bidang tersebut. Oleh karena itu,

aktivitas-aktivitas program pembinaan PKL Kecamatan Sukolilo dapat

dikelompokkan ke dalam empat pendekatan yaitu:

a. Mendorong sektor-sektor yang ada menjadi formal. PKL diorientasikan

nantinya dapat mendirikan toko-toko yang permanent. Untuk itu tentu

diperlukan dukungan moral dan latihan manajerial serta pengetahuan

teknis. Pendirian toko-toko yang permanent tentunya didirikan pada

tempat-tempat yang memang khusus untuk menampung

pedagang-pedagang formal. Misalnya, pasar, pusat- pusat perbelanjaan modern,

dan lain-lain. Dengan demikian penempatan mereka harus dibekali

dengan penyuluhan-penyuluhan yang berkaitan dengan bidang

usahanya masing-masing. Setelah mendapatkan bimbingan dan binaan,

dalam jangka waktu tertentu diharapkan usaha PKL menjadi lebih maju

dan bersedia serta mampu untuk pindah ke pasar-pasar atau toko-toko

sesuai dengan jenis barang dagangannya. Peningkatan ini disamping

(52)

40

juga cenderung untuk menambah kesempatan kerja dan lebih mudah

dicatat sebagai wajib pajak.

b. Meningkatkan kemampuan dalam usaha sektor informal. PKL dapat

dibantu melalui penyediaan bahan baku atau membantu kelancaran

pemasaran. Selain itu, untuk menambah kebersihan dan kecantikan

wilayah PKL, pemerintah dapat membantu dengan memberi gerobak

supaya seragam atau pemerintah hanya memberi petunjuk alat peraga

(rombong bagi PKL) dengan bentuk, ukuran dan ciri khas lainnya.

Selain itu, untuk meningkatkan kemampuan dalam usaha PKL

hendaknya sewa lokasi atau pungutan uang harus benar-benar

menciptakan keadilan untuk masing-masing PKL.

c. Dilakukan relokasi yaitu penempatan para PKL di lokasi baru.

Penempatan PKL di lokasi yang baru ini dianggap penting karena PKL

sering dianggap menimbulkan kerugian sosial misalnya kemacetan

jalan. Namun penempatan ini perlu dipertimbangkan faktor konsumen

dan kemampuan penyesuaian lokasi baru bagi yang berusaha di sektor

petugas, akan tetapi di pihak lain yang tidak kalah pentingnya adalah

konsistensi pengaturan yang perlu diterapkan.

d. Dalam penanganan usaha sektor informal adalah mengalihkan usaha

yang sama sekali tidak mempunyai prospek ke bidang usaha lain.

Pendekatan ini bagi PKL, tidak sepenuhnya sesuai karena yang

diharapkan oleh PKL biasanya bukan pengalihan usaha atau

penggantian bidang usaha melainkan peningkatan usaha mereka.

(53)

41

lebih maju.Dari uraian diatas, maka peneliti mengambil kesimpulan

bahwa aktivitas- aktivitas program pembinaan PKL dapat dilakukan

dengan mendorong sektor informal menjadi for mal, meningkatkan

kemampuan dalam usaha sektor informal serta menyediakan lokasi baru

bagi para PKL pasca penertiban PKL, dengan tetap memperhatikan

kondisi dan potensi PKL.

Para pedagang kaki lima adalah warga kota, baik yang merupakan

penduduk tetap ataupun pendatang / musiman. Dengan semakin bertambah

besarnya jumlah penduduk, ternyata menjadi semakin besar pula jumlah

pedagang kaki lima di Kota Surabaya. Sementara itu, keadaan kota juga

semakin padat, baik padatnya lalu lintas berbagai jenis kendaraan yang juga

semakin besar pula jumlah dan pergerakannya, maupun oleh semakin padatnya

para pejalan kaki. Kenyataan itulah yang menyebabkan semakin semrawutnya

keadaan kota Surabaya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Bapak Camat

yang ada di Kecamatan Sukolilo :

“PKL mempunyai potensi tapi keberadaan mereka juga mengganggu.

Apalagi mereka menggunakan trotoar-trotoar untuk pejalan kaki kalau berjalan.

Itu melanggar Perda PKL, kita sudah berusaha memandang PKL pantas dibina.

Dengan pertimbangan tidak menggangu arus lalu lintas. Karena tugas kami

juga adalah dengan mengembalikan fungsi jalan yang telah dipakai oleh

PKL” .31

Dari hasil wawancara lebih menegaskan bahwa selain memiliki potensi,

keberadaan PKL juga membawa permasalahan bagi kota Surabaya khususnya

Kecamatan Sukolilo. Namun untuk menghadapi kenyataan sebagai akibat dari

31

(54)

42

keberadaan Pedagang Kaki Lima yang menimbulkan berbagai gangguan

kehidupan kota, seperti gangguan kebersihan, ketertiban, dan keindahan kota,

Pemerintah Kota Surabaya telah mengeluarkan Peraturan Daerah, Keputusan /

Instruksi Walikota dan sebagainya yang mengatur kegiatan usaha Pedagang

Kaki Lima yang mencakup mengenai ijin usaha, penentuan lokasi, waktu, alat

berjualan serta operasi-operasi penertibannya. Salah satu upaya yang dilakukan

oleh pihak Kecamatan Sukolilo Surabaya adalah dengan melakukan pembinaan

dan pemberdayaan pedagang kaki lima.

Pedagang kaki lima yang merupakan usaha perdagangan sektor

informal perlu diberdayakan agar menunjang pertumbuhan perekonomian

masyarakat dan sekaligus sebagai salah satu pilihan dalam penyediaan barang

dagangan yang dibutuhkan oleh masyarakat dengan harga yang relatif

terjangkau. Pembinaan dan pemberdayaan pedagang kaki lima mempunyai

maksud yaitu untuk memberikan kepastian usaha, perlindungan serta

mengembangkan usaha PKL yang tertib, aman, selaras, dan serasi serta

seimbang dengan lingkungannya. Tujuan dari pembinaan dan pemberdayaan

pedagang kaki lima yaitu mewujudkan PKL sebagai usaha kecil yang berhak

mendapat perlindungan dan pembinaan, sehingga dapat melakukan kegiatan

usahanya pada lokasi yang ditetapkan sesuai peruntukannya dengan kriteria

yang ditetapkan dan dicantumkan dalam rencana tata ruang, dan

mengembangkan ekonomi sektor informal melalui pembinaan PKL serta

mewujudkan harmonisasi keberadaan PKL dengan lingkungannya.

Sasaran pembinaan dan pemberdayaan pedagang kaki lima yaitu:

Gambar

Tabel 1. Jumlah PKL di Depan Giant Klampis Surabaya Berdasarkan

Referensi

Dokumen terkait

Algoritma LUC sebenarnya hampir sama dengan metode kriptografi yang lain yaitu metode RSA (Rivest, Shamir, Adleman), hanya saja fungsi pangkat pada metode RSA diganti

Hasil analisis hubungan panjang total dan berat tubuh ikan pelangi arfak dari Sungai Prafi, Sungai Nimbai dan Sungai Aimasi baik yang dilakukan pada bagian hulu dan

dapat diselesaikan dengan menggunakan pendekatan dan metode yang terstruktur, dimana proses pemetaan ada di level maturity ke-empat, artinya proses pelaksanaan teknologi

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada materi Persiapan Kemerdekaan Dan Perumusan Dasar Negara kelas V di MI Darul Ulum Rejosari terdiri dari dua

laporan yang akan digunakan sebagai bahan evaluasi untuk analisis pengambilan keputusan penentuan stategi bisnis selanjutnya, namun terkadang bagian akademik

Berdasarkan hasil penilaian organoleptik terhadap warna sagu lempeng dengan penambahan daging ikan madidihang menunjukkan bahwa semakin banyak komposisi ikan yang diberikan dalam

Pengaruh ekstrak faloak terhadap penurunan kandungan radikal bebas pada organ hati, ditampilkan dalam plot grafik 2 dimensi dimana sumbu y merupakan luas kurva lissajous

Wilayah Kabupaten Blitar yang berada di daerah pesisir meliputi :  Wilayah Kecamatan Bakung dengan desa pantai yang terdiri dari Desa Bululawang, Desa. Sidomulyo dan