PENINGKATAN KEAKTIFAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPA MELALUI PEMANFAATAN LINGKUNGAN SEBAGAI SUMBER
BELAJAR PADA KELAS IV SD 1 CEPOKOJAJAR KABUPATEN BANTUL
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
KUNTHI HIDAYATI NIM. 08108244118
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
MOTTO
“Dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata.
Untuk menjadi pengajaran dan peringatan bagi tiap-tiap hamba yang kembali (mengingat) Allah.”
PERSEMBAHAN
Dengan menguncapkan Alhamdulillah atas segala limpahan rahmat dan
hidayah dari ALLAH SWT, skripsi ini saya persembahkan untuk :
1. Kedua orang tua tercinta.
2. Suami dan anak terkasih.
3. Almamater Universitas Negeri Yogyakarta.
PENINGKATAN KEAKTIFAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPA MELALUI PEMANFAATAN LINGKUNGAN SEBAGAI SUMBER
BELAJAR PADA KELAS IV SD 1 CEPOKOJAJAR KABUPATEN BANTUL
Oleh Kunthi Hidayati NIM. 08108244118
ABSTRAK
Penelitian ini ditujukan untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran IPA melalui pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar pada kelas IV Sekolah Dasar 1 Cepokojajar.
Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas (PTK) yang berkolaborasi dengan guru kelas sebagai observer. Desain penelitian menggunakan Model Kemmis dan Mc. Taggart yang terdiri dari tiga komponen, yaitu perencanaan (plan), tindakan dan pengamatan (act and observe), dan refleksi (reflect). Subjek penelitian ini adalah guru dan siswa kelas IV SD 1 Cepokojajar yang berjumlah 23 siswa, sedangkan objek dalam penelitian ini adalah keaktifan siswa dalam pembelajaran IPA. Pengumpulan data dilaksanakan dengan lembar observasi dan catatan lapangan. Validitas instrumen dilakukan melalui expert judgement dengan teknik analisis data secara deskriptif kuantitatif dan deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar dapat meningkat keaktifan siswa dalam pembelajaran IPA yang dilaksanakan diluar kelas (outdoor activity) dengan pembagian kelompok dan memberikan kebebasan kepada siswa dalam mengeksplorasi lingkungan sekitarnya. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan presentase keaktifan siswa setiap siklusnya. Presentase keaktifan siswa pada pra tindakan sebesar 0%. Pada siklus I terjadi peningkatan keaktifan siswa dari 0% menjadi 52,17% sebesar 52,17%. Pada siklus II terjadi peningkatan dari 52,17% menjadi 78,26% sebesar 34,79%. Dengan demikian, penelitian menyimpulkan bahwa pemanfaatan lingkungaan sebagai sumber belajar dapat meningkatkan keaktifan siswa terutama pada pembelajaran IPA.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirrobil’alamiin.
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
limpahan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyusun skripsi yang berjudul “Peningkatan Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran IPA Melalui
Pemanfaatan Lingkungan Sebagai Sumber Belajar pada Kelas IV SD 1 Cepokojajar Kabupaten Bantul”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagai
persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada jurusan Pendidikan
Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Yogyakrta.
Dalam kesempatan ini, penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat selesai
tepat waktu karena bantuan dari berbagai pihak. Penulis ingin mengucapkan
terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan
dan segala fasilitas pada penulis dalam rangka penyelesaian skripsi ini.
2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah
memberikan ijin dan kemudahan dalam penyelesaian penelitian ini.
3. Ketua Jurusan Pendidikan Pra Sekolah dan Sekolah Dasar (PPSD) Fakultas
Ilmu Pendidikan (FIP) yang telah memberikan banyak bantuan dan ijin dalam
pelaksanaan penelitian ini.
4. Bapak Dr. Harun Rasyid, M. Pd., selaku dosen pembimbing akademik yang
selalu memberikan dukungan.
5. Bapak H. Sujati, M. Pd., selaku dosen pembimbing I yang telah bersedia
6. Bapak Ikhlasul Ardi Nugroho, M. Pd., selaku dosen pembimbing II yang
telah bersedia memberikan bimbingan, bantuan, dan nasehat.
7. Para dosen Jurusan PGSD dan FIP atas bimbingannya selama penulis
menempuh kuliah hingga mendapatkan pengetahuan yang amat berharga.
8. Bapak Kardi, M. Pd. selaku Kepala Sekolah SD 1 Cepokojajar yang telah
memberikan ijin dan kemudahannya kepada penulis untuk melakukan
penelitian.
9. Ibu Sumiyem, S. Pd. selaku Guru Kelas IV yang telah bersedia bekerja sama
dan memberikan kemudahan selama pelaksanaan penelitian.
10. Siswa kelas IV Tahun Ajaran 2014/2015 yang telah bersedia menjadi subjek
dalam penelitian ini.
11. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam
penyelesaian skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk semua pihak. Saran dan kritik
sangat perlu dibutuhkan demi perbaikan dalam penelitian selanjutnya.
Yogyakarta, 31 Januari 2016
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN ... ii
PENGESAHAN ... iii
PERNYATAAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 7
C. Pembatasan Masalah ... 8
D. Rumusan Masalah ... 8
E. Tujuan Penelitian ... 8
F. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10
A. Kajian tentang Pembelajaran IPA ... 10
1. Hakikat IPA ... 10
3. Ruang Lingkup Pembelajaran IPA di SD ……… 15
B. Keaktifan Siswa SD dalam Pembelajaran IPA ... 22
1. Karakteristik Siswa SD ... 22
2. Keaktifan Siswa SD ... 25
C. Lingkungan Sebagai Sumber Belajar ... 31
1. Pengertian Sumber Belajar ... 31
2. Pengertian Lingkungan ... 36
3. Lingkungan Sebagai Sumber Belajar ... 38
D. Kerangka Berpikir ... 43
E. Hipotesis Tindakan ... 44
F. Definisi Operasional Variabel ... 45
BAB III METODE PENELITIAN ... 46
A. Jenis dan Disain Penelitian ... 46
B. Subyek dan Obyek Penelitian ... 46
C. Setting Penelitian ... 47
D. Model Penelitian ... 47
E. Teknik Pengumpulan Data ... 50
F. Instrumen Penelitian ... 51
G. Validasi Instrumen Penelitian ... 54
H. Teknik Analaisis Data ... 55
I. Kriteria Keberhasilan Tindakan ... 56
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBEHASAN ... 57
A. Deskripsi Data Penelitian ... 57
1. Deskripsi Persiapan Sebelum Penelitian ... 57
B. Deskripsi Pelaksanaan Tindakan Siklus 1 ... 60
1. Perencanaan (plan) ... 60
2. Pelaksanaan Tindakan dan Pengamatan (act and observe) ... 61
3. Refleksi (reflect) ... 81
C. Deskripsi Pelaksanaan Tindakan Siklus 2 ... 83
1. Perencanaan (plan) ... 83
2. Pelaksanaan Tikndakan dan Pengamatan (act and observe) ... 84
3. Refleksi (reflect) ... 103
D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 107
E. Keterbatasan Penelitian ... 114
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 115
A. Kesimpulan ... 116
B. Saran ... 115
DAFTAR PUSTAKA ... 117
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1 Kisi-kisi Lembar Observasi Kegiatan Guru (Pra dan Selama
Tindakan) ... 52 Tabel 2 Kisi-kisi Lembar Observasi Keaktifan Siswa Selama Kegiatan
Pembelajaran ... 53 Tabel 3 Kategori Skor dan Presentase Keaktifan Siswa ... 56 Tabel 4 Rentang Skor dan Presentase Keaktifan Siswa Pra Tindakan .... 59 Tabel 5 Rekapitulasi Keaktifan Siswa Siklus I ... 78
Tabel 6 Rentang Skor dan Presentase Keaktifan Siswa Siklus I ………. 80
Tabel 7 Tabel Temuan pada Siklus I dan Perbaikan di Siklus II ………. 82
Tabel 8 Rekapitulasi Keaktifan Siswa Siklus II ………..………. 100
Tabel 9 Rentang Skor dan Presentase Keaktifan Siswa Siklus II ..…….. 101
Tabel 10 Perbandingan Skor pada Siklus I dan Siklus II ………... 105
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Kegiatan pembelajaran masih di dalam kelas ... 58
Gambar 2 Siswa duduk dan mengerjakan tugas di buku ... 59
Gambar 3 Siswa membuat bagan berdasarkan diskusi kelompok ... 62
Gambar 4 Siswa mencari lokasi percobaan di pinggir selokan ... 63
Gambar 5 Siswa melakukan percobaan di selokan ... 64
Gambar 6 Siswa berdiskusi tentang hasil percobaan dan menyusun kesimpulan ... 65
Gambar 7 Siswa mengeksplorasi dan memungut sampah di depan sekolah ... 68
Gambar 8 Siswa mewawancarai salah satu pedagang ... 69
Gambar 9 Guru menjelaskan tentang teknologi prertanian di sekitar …... 86
Gambar 10 Siswa menuliskan hasil pekerjaan di papan tulis ……….. 87
Gambar 11 Siswa mengangkat tangan untuk berpendapat ……….. 89
Gambar 12 Siswa meneliti struktur dan jenis tanah ……… 90
Gambar 13 Siswa mewawancarai salah satu penduduk yang sedang bekerja ………... 90
DAFTAR GRAFIK
Halaman
Gambar 1 Alur Pelaksanaan Tindakan Model Kemmis dan McTaggart ... 47
Gambar 2 Grafik Hasil Observasi Pra Siklus ………... 60
Gambar 3 Grafik Hasil Observasi Siklus I ……….... 46
Gambar 4 Grafik Keaktifan Siswa Siklus I ………... 80
Gambar 5 Grafik Keaktifan Siswa Siklus II ………..………….…... 102
Gambar 6 Grafik Perbandingan Hasil Observasi Siklus I dan II ………... 104
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan diharapkan dapat menghasilkan manusia yang berkembang
secara utuh dan seimbang sehingga dapat berperan aktif dalam pembangunan
suatu negara. Menurut Conny Semiawan (Maslichah Asy’ari, 2006: 1) mengungkapkan bahwa pendidikan di Sekolah Dasar (SD) tidak lagi
semata-mata berfungsi sebagai sarana dalam bersosialisasi, tetapi juga harus dapat
menumbuhkan potensi siswa agar mampu berperan sebagai pengubah
masyarakat dan lingkungannya. Potensi-potensi tersebut perlu dikembangkan
sejak dini sebagai pondasi pengetahuan dasar sebelum mengenyam pendidikan
selanjutnya. Tujuannya adalah untuk mengantarkan siswa pada perubahan
tingkah laku, baik secara intelektual, moral, maupun sosial sebagai bekal hidup
mandiri sebagai individu dan makhluk sosial sehingga terjadi interaksi dengan
lingkungan sekitarnya. Dalam mencapai tujuan tersebut, siswa dapat belajar
secara teori maupun nyata melalui proses pembelajaran.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu disiplin ilmu yang
berkaitan langsung dengan alam dimana manusia hidup dan berkembang
selama hidupnya. Kegiatan pembelajaran IPA dapat membantu siswa
memperoleh pengalaman langsung dengan penggunaan benda atau hal-hal
yang ada di lingkungan sekitarnya. Usman Samatowa (2011: 8) berpendapat
bahwa kegiatan pembelajaran IPA hendaknya dapat memberikan kesempatan
kepada siswa untuk berinteraksi secara langsung dengan keadaan dan
dapat membantu siswa memperoleh pemahaman tentang materi yang dipelajari
sehingga lingkungan alam di dalamnya sangat besar kaitannya dengan kegiatan
pembelajaran.
Keberadaan sumber-sumber belajar yang sebenarnya ada di sekitarnya
akan mendukung proses pembelajaran dan membantu siswa lebih mudah
memahami apa yang dipelajari. Hal itu karena siswa akan dihadapkan langsung
dengan situasi dan keadaan yang sebenarnya atau bersifat alami. Nana Sudjana
dan Ahmad Rivai (2002: 217) menjelaskan bahwa lingkungan sebagai media
dan sumber belajar dapat dioptimalkan dalam proses pengajaran untuk
memperkaya bahan dan kegiatan belajar bagi siswa di sekolah. Sumber belajar
harus dipilih sesuai materi yang sedang dipelajari dan ada erat kaitannya
dengan keadaan lingkungan dimana mereka hidup di dalamnya.
Lingkungan di sekitar sekolah sangat penting sebagai sumber belajar
dalam proses pembelajaran karena keaktifan siswa akan meningkat secara
optimal. Oemar Hamalik (2003: 195) mengemukakan bahwa lingkungan
adalah suatu hal yang ada di alam sekitar yang memiliki makna dan pengaruh
tertentu kepada manusia. Siswa sudah sering melihat dan mengenal hal-hal
atau benda yang telah ada di sekitarnya. Siswa juga akan lebih paham dan
mengetahui suatu materi yang dipelajari melalui kegiatan observasi dengan
keluar kelas untuk mencari atau menemukan suatu objek yang akan diteliti,
kemudian dideskripsikan dan didiskusikan di kelas dengan bimbingan guru.
Lingkungan sebagai sarana dalam pembelajaran akan sangat bermanfaat untuk
ada di sekitar mereka. Dengan memanfaatkan lingkungan sebagai sumber
belajar maka diharapkan dapat meningkatkan keaktifan dan pemahaman siswa
dalam proses pembelajaran.
Salah satu kunci keberhasilan pembelajaran IPA adalah peran guru dalam
kegiatan pembelajaran di sekolah. Guru bertanggung jawab untuk mengatur,
mengarahkan, dan menciptakan suasana kondusif yang mendorong siswa untuk
melaksanakan kegiatan pembelajaran di sekitar mereka. Sardiman (2007:14)
mengungkapkan bahwa salah satu peran guru adalah sebagai fasilitator, yaitu
memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar mengajar. Hal ini
menunjukkan bahwa guru harus mampu menciptakan suasana belajar mengajar
yang sesuai dengan perkembangan siswa dan keadaan lingkungan sekitar
karena dimana hidup dan berkembang, sehingga kegiatan pembelajaran dapat
dilaksanakan dengan efektif dan optimal.
Guru harus tepat dalam memilih dan mendayagunakan potensi
lingkungan sebagai sumber belajar apabila pembelajaran IPA yang diajarkan
berkaitan erat dengan lingkungan. Hal ini dimaksudkan untuk menarik
perhatian dan menyenangkan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Keadaan ini
akan mendorong siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran sehingga materi
yang dipelajari semakin dapat dipahami dibandingkan dengan pembelajaran
konvensional. Aristo Rohadi (2003: 31) mengungkapkan bahwa pembelajaran
IPA yang dilakukan melalui metode ceramah akan membosankan bagi siswa
sehingga siswa tidak merasa tertarik dan kurang terlibat dalam proses kegiatan
Guru harus mampu memberikan pelayanan untuk memudahkan siswa
dalam kegiatan pembelajaran dengan menyediakan sumber belajar yang cocok
dan beragam sesuai dengan materi yang sedang dipelajari. Hal ini dikarenakan
sumber belajar merupakan salah satu hal yang sangat penting bagi siswa. Wina
Sanjaya (2010: 228) berpendapat bahwa sumber belajar adalah segala sesuatu
yang tersedia di sekitar lingkungan belajar yang berfungsi untuk membantu
optimalisasi keaktifan siswa dan hasil belajar siswa. Berdasarkan hal tersebut,
kurangnya penggunaan sumber belajar mengakibatkan keaktifan siswa pun
turut berkurang pada hal dengan memanfaatkan lingkungan sekitarnya akan
sangat membantu guru dalam kegiatan belajar mengajar.
Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti pada tanggal 11-14
Agustus 2014 di kelas IV SD 1 Cepokojajar ditemukan beberapa permasalahan
dalam pembelajaran IPA. Permasalahan-permasalahan tersebut meliputi: (1)
siswa hanya mempelajari materi secara teori karena guru sebagai sumber
belajar utama, (2) keberadaan lingkungan masih kurang dimanfaatkan sebagai
sumber belajar yang sebenarnya banyak tersedia di sekitar sekolah, (3)
keaktifan siswa kurang berkembang karena jarang diajak untuk berinteraksi
dengan lingkungan sekitarnya, dan (4) nilai kriteria ketuntasan minimal masih
rendah. Dari permasalahan-permasalahan tersebut akan diuraikan satu per satu
berikut ini.
Pertama, siswa hanya mempelajari materi secara teori karena guru
sebagai sumber belajar utama. Guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran
dengan penggunaan sumber belajar berupa buku teks yang sangat terbatas. Hal
ini menyebabkan siswa terlihat kurang tertarik dan kurang memberikan
perhatian. Guru jarang melakukan pengamatan atau percobaan secara langsung
sehingga sebagian besar siswa tidak dapat memahami konsep dengan baik.
Misalnya gambar bagian-bagian hewan dan tumbuhan yang kurang jelas
karena bentuk dan fungsi masing-masing tidak dapat dilihat dan dipahami oleh
siswa.
Kedua, keberadaan lingkungan masih kurang dimanfaatkan sebagai
sumber belajar yang sebenarnya banyak tersedia di sekitar sekolah.
Lingkungan merupakan sarana alamiah yang dapat digunakan sebagai sumber
belajar tetapi jarang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar padahal lebih
mudah diperoleh dan lebih murah. Keadaan relief daerah dan pekerjaan
masyarakat sekitar adalah sebagian besar bekerja sebagai petani menyediakan
banyak lahan pertanian sehingga seharusnya dapat digunakan sebagai sumber
belajar yang efektif.
Ketiga, keaktifan siswa terlihat sangat kurang dalam berinteraksi saat
pembelajaran. Siswa hanya melaksanakan proses kegiatan pembelajaran di
kelas sehingga mengalami kesulitan saat mempelajari materi karena tidak
memperoleh kesempatan yang cukup untuk mengeksplorasi alam sekitar lebih
jauh padahal materi yang dipelajari akan lebih mudah dipahami melalui benda
konkret. Siswa juga akan lebih menyukai kegiatan pembelajaran di luar kelas
karena merasa lebih bebas dan tidak bosan dibandingkan dengan pembelajaran
Keempat, nilai kriteria ketuntasan minimal masih rendah. Meskipun
sudah menggunakan kurikulum 2013, hasil ulangan harian menunjukkan
bahwa pembelajaran IPA yang kurang optimal sehingga berakibat pada nilai
siswa. Dari hasil ulangan terakhir, siswa yang mendapatkan nilai lebih dari
ketentuan KKM (70) sebanyak 11 siswa, sedangkan sisanya kurang dari KKM.
Dari permasalahan-permasalahan di atas, dapat disimpulkan bahwa
situasi pembelajaran IPA masih kurang optimal dan kurang membangkitkan
keaktifan siswa. Guru sebagai sumber belajar utama dengan buku teks sebagai
pegangan menyebabkan pemahaman dan kemampuan siswa sulit berkembang.
Hal ini berakibat pada pembelajaran IPA selama ini kurang disukai karena
cenderung membosankan dan hasil belajar siswa pun juga kurang memenuhi
target yang ditentukan sebelumnya.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan metode
pembelajaran yang dapat melibatkan siswa aktif, salah satu diantaranya yaitu
dengan pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar dalam kegiatan belajar
mengajar. Keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran sangat berperan dalam
kemampuan siswa dalam memahami materi yang sedang dipelajari. Sedangkan
pemanfaatan lingkungan yang sebenarnya ada di sekitarnya dapat digunakan
sebagai sumber belajar dan sarana dalam pembelajaran akan sangat membantu
guru dalam melaksanakan pembelajaran dan mengoptimalkan peran siswa di
dalamnya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa keaktifan siswa
lingkungan sebagai sumber belajar. Dengan ini diharapkan pembelajaran yang
dilaksanakan tetap sesuai dengan kurikulum dan materi yang dipelajari, serta
proses di dalamnya akan lebih bermakna dan berdampak positif pada keaktifan
siswa selama pembelajaran berlangsung. Untuk peneliti mengangkat judul “Peningkatan Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran IPA melalui Pemanfaatan
Lingkungan sebagai Sumber Belajar pada Kelas IV SD 1 Cepokojajar Kabupaten Bantul”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya,
maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Siswa hanya mempelajari materi secara teori atau hafalan karena kegiatan
pembelajarannya lebih banyak dilaksanakan dengan metode ceramah.
2. Lingkungan di sekitar sekolah belum dimanfaatkan secara optimal sebagai
sumber belajar padahal banyak materi dalam pembelajaran yang
berhubungan dengan alam sekitar.
3. Keaktifan siswa kurang berkembang karena guru masih menjadi sumber
belajar utama dalam penyampaian materi yang dipelajari.
4. Nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) masih rendah terutama karena
pemanfaatan sumber dan media yang sebenarnya tersedia di sekitarnya
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan atas pertimbangan dari
keterbatasan kemampuan, materi dan materi ajar, serta waktu yang tersedia
bagi peneliti, maka permasalahan ini dibatasi pada :
1. Keaktifan siswa kurang berkembang karena guru masih menjadi sumber
belajar utama dalam penyampaian materi yang dipelajari.
2. Lingkungan di sekitar sekolah belum dimanfaatkan secara optimal sebagai
sumber belajar padahal banyak materi yang dipelajari berhubungan dengan
alam sekitar.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian yang telah disampaikan di atas, permasalahan
yang akan diteliti yaitu: bagaimana meningkatkan keaktifan siswa dalam
pembelajaran IPA melalui pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar
pada kelas IV SD 1 Cepokojajar?
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka
tujuan penelitian ini adalah: meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran
IPA melalui pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar pada kelas IV SD
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Secara teoritis, melalui pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar
akan membuat kegiatan belajar menjadi aktif dan menyenangkan karena
siswa lebih mudah memahami materi yang sedang dipelajari dengan
optimal.
2. Secara praktis,
a) Bagi guru.
Penelitian ini dapat memberikan informasi bahwa dengan memanfaatkan
lingkungan sebagai sumber belajar akan membantu guru dalam
menyampaikan materi yang sedang dipelajari dengan tepat dan menarik.
b) Bagi siswa.
Keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran akan meningkatkan
keaktifan siswa dapat memahami materi yang sedang dipelajaridengan
optimal.
c) Bagi sekolah.
Memberikan sumbangan yang sangat penting dalam menciptakan iklim
kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan lingkungan sekitar
sebagai salah satu sumber belajar yang sebenarnya sangat mudah dan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA A. Kajian tentang Pembelajaran IPA
1. Hakikat IPA
Pengetahuan alam merupakan pengetahuan tentang alam semesta
dengan segala isi di dalamnya. Hendro Darmojo (Usman Samatowa, 2010:
2) secara singkat menjelaskan bahwa IPA adalah pengetahuan yang rasional
dan objektif tentang alam semesta dengan segala isinya. Ilmu artinya suatu
pengetahuan yang benar karena sesuai dengan tolok ukur kebenaran ilmu,
yaitu rasional dan objektif. Rasional artinya masuk akal atau logis sehingga
dapat diterima oleh akal sehat. Objektif artinya sesuai dengan objek dan
kenyataan yang sebenarnya.
Patta Bundu (2006: 6) mengemukakan bahwa IPA merupakan
terjemahan kata-kata dalam bahasa Inggris yaitu natural science, artinya
ilmu pengetahuan alam yang berhubungan dengan alam atau bersangkutan
dengan alam, science artinya ilmu pengetahuan. Secara harfiah dapat
disimpulkan bahwa pengertian dari IPA atau science merupakan ilmu
pengetahuan tentang alam atau ilmu pengetahuan yang mempelajari
peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam.
IPA adalah pengetahuan yang diperoleh melalui sejumlah proses
kegiatan yang dilakukan manusia dengan dicirikan oleh nilai-nilai dan sikap
ilmiah dalam perkembangannya. Carin dan Sund (Patta Bundu, 2006: 4)
menjelaskan bahwa IPA atau sekarang lebih dikenal dengan sains
data yang dikumpulkan melalui pengamatan dan percobaan, sehingga di
dalamnya memuat produk, proses, dan sikap manusia.
Usman Samatowa (2010: 19) mengemukakan bahwa IPA (sains)
bukan hanya sebuah produk, melainkan juga sebagai proses yang
menghubungkan sistem, metode atau proses pengamatan, pemahaman dan
penjelasan tentang alam. Patta Bundu (2006: 11-13) menjelaskan komponen
IPA di dalamnya saling berkaitan antara satu dengan lainnya, yaitu sebagai:
(a) produk, berisi kumpulan kegiatan empirik dan analitik yang dilakukan
oleh ilmuan/ahli dalam bentuk fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori; (b)
proses, merupakan sejumlah keterampilan untuk mengkaji fenomena alam
dengan cara-cara tertentu untuk memperoleh ilmu dan pengembangannya
pada masa selanjutnya, meliputi kegiatan observasi atau pengamatan,
inferensi, merumuskan hipotesis, melakukan eksperimen, dan sebagainya;
dan (c) sikap ilmiah, merupakan sikap yang dimiliki oleh ilmuan/ahli dalam
mencari dan mengembangkan pengetahuan baru, misalnya sikap hati-hati
dan bertanggung jawab, objektif terhadap fakta, selalu ingin tahu dan
meneliti, dan sebagainya.
Maslichah Asy’ari (2006: 7) menjelaskan bahwa IPA secara umum merupakan pengetahuan alam yang diperoleh dengan cara yang terkontrol.
Pendapat tersebut menjelaskan bahwa IPA bukan hanya produk atau
pengetahuan manusia saja, tetapi juga suatu proses dimana suatu cara atau
pengetahuan. Kumpulan pengetahuan tersebut tersusun secara sistematis dan
penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam.
IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara
sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang
dilakukan oleh manusia. Powler mengemukakan bahwa IPA merupakan
ilmu yang berhubungan dengan gejala alam kebendaan yang sistematis yang
tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil
observasi dan eksperimen atau sistematis (Usman Samatowa, 2010: 3).
Pendapat tersebut menjelaskan bahwa pengetahuan itu tersusun dalam suatu
sistem, tidak berdiri sendiri, satu dengan lainnya saling berkaitan, saling
menjelaskan sehingga seluruhnya merupakan satu kesatuan yang utuh,
sedangkan berlaku umum artinya pengetahuan itu tidak hanya berlaku atau
oleh seseorang atau beberapa orang dengan cara eksperimentasi yang sama
akan memperoleh hasil yang sama atau konsisten. Winaputra (Usman
Samatowa, 2010: 3) juga menjelaskan bahwa tidak hanya merupakan
kumpulan pengetahuan tentang benda atau makhluk hidup, tetapi
memerlukan kerja, cara berpikir, dan cara memecahkan masalah.
Harlen (Patta Bundu, 2006: 10) mengemukakan bahwa terdapat tiga
karakteristik utama IPA yaitu: (a) setiap orang mempunyai kewenangan
untuk menguji validitas (kesahihan) prinsip dan teori ilmiah; (b) memberi
perhatian adanya hubungan antara fakta-fakta yang diobservasi yang
(c) memberi makna bahwa teori sains bukanlah kebenaran yang akhir tetapi
akan berubah atas dasar perangkat pendukung teori tersebut.
Dari beberapa pendapat tersebut yang dimaksud dengan IPA adalah
ilmu pengetahuan tentang peristiwa alam atau tentang benda dan makhluk
hidup yang rasional dan objektif dengan alam semesta. IPA bukan hanya
pemahaman dari berbagai pengetahuan yang dipelajari dari fakta, konsep,
atau prinsip saja tetapi merupakan suatu proses penemuan dari percobaan
dan penelitian yang diperoleh dengan tata cara terkontrol dan terstruktur.
IPA akan dapat berubah karena hasil validitas prinsip dan teori ilmiah
bukanlah kebenaran yang sahih (akhir) yang dilakukan melalui observasi,
percobaan, dan penelitian selanjutnya sesuai prinsip dan teori sebelumnya.
2. Hakikat Pembelajaran IPA di SD
IPA sebagai disiplin ilmu yang penting dalam bidang pendidikan dan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari menyebabkan pengajaran IPA
harus tepat bagi siswa. Setiap guru harus memahami akan alasan bahwa
pembelajaran IPA harus diajarkan sejak SD karena memiliki banyak
kegunaan yang dapat membentuk pribadi siswa berpikir kritis sehingga
mempunyai potensi sebagai bekal di masa depan.
Siswa SD perlu diberikan kesempatan untuk berlatih
keterampilan-keterampilan proses IPA yang dimodifikasi sesuai dengan tahap
perkembangan kognitifnya. Keterampilan proses IPA didefinisikan oleh
mencoba memahami apa yang diamati, (3) mempergunakan pengetahuan baru
untuk meramalkan apa yang terjadi, (4) menguji ramalan-ramalan di bawah
kondisi-kondisi untuk melihat apakah ramalan tersebut benar. Selanjutnya
Paolo dan Marten juga menegaskan bahwa dalam IPA tercakup juga
coba-coba dan melakukan kesalahan, gagal, dan mencoba-coba lagi.
Muslichah Asy’ari (2006: 22) mengungkapkan bahwa pembelajaran IPA pada hakikatnya mencakup beberapa aspek, antara lain: (a) fakta, (b)
keseimbangan antara proses dan produk, (c) aktif melakukan investigasi, (d)
berpikir deduktif dan induktif, (e) pengembangan sikap. Oleh karena itu, IPA
merupakan ilmu pengetahuan empirik yang membahas tentang fakta dan
gejala alam maka pembelajarannya harus faktual, artinya tidak hanya secara
verbal sebagaimana terjadi pada pembelajaran secara tradisional.
Hellen Ward (2010: 17) menjelaskan bahwa pembelajaran IPA
merupakan proses yang digunakan untuk menghasilkan perubahan
kemampuan berpikir, motivasi, keterampilan motorik, pengendalian emosi
dan sikap, serta keterampilan sosial sehingga pemahaman terstruktur akan
terjadi secara berkelanjutan. Aspek pokok di dalamnya adalah anak dapat
menyadari keterbatasan pengetahuan, memiliki rasa ingin untuk menggali
berbagai pengetahuan baru, dan akhirnya dapat mengaplikasikannya dalam
kehidupan sehari-hari melalui pengalaman secara langsung. Piaget (Usman
Samatowa, 2010: 5) juga menjelaskan bahwa pengalaman langsung
memegang peranan penting sebagai pendorong lajunya perkembangan
Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
IPA merupakan pendidikan yang penting sehingga pengajarannya harus tepat
bagi siswa. Di dalamnya perlu diberikan kesempatan agar perkembangan
siswa dapat berjalan secara berkelanjutan melalui proses agar menghasilkan
pemahaman terstruktur dan lebih ditekankan pada pengalaman langsung.
3. Ruang Lingkup Pembelajaran IPA di SD
Kurikulum 2013 memiliki pemetaan indikator pembelajaran melalui
Kompetensi Inti (KI) yang disesuaikan dengan Kompetensi Dasar (KD) dan
indikator pada tiap-tiap mata pelajaran. Mohammad Nuh (Afikri, dkk., 2014:
iii) mengungkapkan bahwa kompetensi yang diharapkan bagi siswa adalah
kemampuan pikir untuk produktif dan tindakan yang kreatif. Proses kegiatan
pembelajaran yang dirancang adalah: 1) pembelajaran berbasis penemuan
(discovery learning) melalui tugas (project based learning), dan 2)
penyelesaian masalah (problem solving based learning), mencakup proses
mengamati, menanyakan, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan
mengkomunikasikan.
Dalam penelitian ini, materi dari Tema 6: Indahnya Negeriku, Subtema:
Keindahan Alam Negeriku terutama pada mata pelajaran IPA yang dipelajari
dengan KD dan indikator adalah sebagai berikut.
Standar Kompetensi :
3.7.Mendeskripsikan hubungan antara sumber daya alam dengan lingkungan,
4.6. Menyajikan laporan tentang sumber daya alam dan pemanfaatan oleh
masyarakat.
Indikator Pembelajaran 3 :
Menjelaskan hubungan antara hutan dan lingkungan melalui kegiatan
menganalisis teks bacaan.
Menyajikan laporan tentang manfaat hutan bagi kelestarian dan keindahan
lingkungan melalui kegiatan percobaan.
Indikator Pembelajaran 4 :
Mengidentifikasi dan menjelaskan hubungan antara teknologi subak
dengan kehidupan masyarakatnya.
Mengidentifikasi dan menjelaskan satu teknologi tradisional/modern
dalam kehidupan sehari-hari melalui kegiatan survey/observasi.
Indikator Pembelajaran 5 :
Mengidentifikasi dan membandingkan jenis-jenis SDA hayati-nonhayati
melalui kegiatan membaca.
Melaporkan melalui tulisan tentang beragam sumber daya alam yang
terkandung di beberapa tempat wisata alam melalui kegiatan Library
Research.
Uraian materi yang disesuaikan dengan pembelajaran IPA sebagai berikut.
1. Hubungan antara Sumber Daya Alam dengan Lingkungan, Teknologi dan
Masyarakat.
Sumber daya alam berupa kumpulan beraneka ragam makhluk hidup
manusia, dalam pemanfaatannya memerlukan ilmu pengetahuan alam dan
teknologi antara lain cara penggunaan teknologi yang tepat dan ekonomis
agar hasilnya sesuai dengan yang diharapkan dan tidak mengganggu
lingkungan (Oni Marliana, 2009).
a) Berbagai Jenis Sumber Daya Alam
Berdasarkan manfaatnnya terbagi sebagai berikut.
1) Sumber daya alam penghasil energi seperti matahari, gelombang
laut, gas bumi, dan angin.
2) Sumber daya alam penghasil bahan baku seperti hutan, laut, dan
tanah.
3) Sumber daya alam untuk kenyamanan seperti udara bersih dan
pemandangan alam.
Sedangkan menurut kesediaan di alam terbagi menjadi sebagai berikut.
1) Sumber daya alam yang kekal, seperti sinar matahari, ombak, angin,
air terjun, dan arus laut merupakan sumber daya alam yang selalu
tersedia dan tidak habis meskipun setiap saat dimanfaatkan.
2) Sumber daya alam yang tidak dapat dibentuk diperbaharui, seperti
minyak bumi, batu bara, logam (alumunium, bijih besi, dan
sebagainya), dan gas bumi merupakan sumber daya alam dengan
persediaan yang terbatas dan tidak dapat dibuat atau dibentuk setelah
3) Sumber daya alam yang dapat diperbaharui, seperti berbagai jenis
tumbuhan dan hewan merupakan sumber daya alam yang dapat
dibentuk lagi jika rusak atau habis.
Menurut jenisnya, SDA dibagi menjadi dua sebagai berikut.
1) Sumber daya alam nonhayati, meliputi segala sesuatu yang bukan
makhluk hidup, seperti udara, batu bara, logam, dan lain – lain. 2) Sumber daya alam hayati, meliputi berbagai makhluk hidup, seperti
berbagai mikroorganisme, tumbuhan, dan hewan.
b) Hubungan Sumber Daya Alam dengan Teknologi
Sumber daya alam merupakan kekayaan alam yang diciptakan
oleh Tuhan untuk kesejahteraan manusia. Semua yang ada dialam
merupakan sumber daya yang dibutuhkan oleh manusia, kemajuan
teknologi sangat membantu manusia dalam mengolah sumber daya
alam untuk mendatangkan manfaat yang sebanyak-banyaknya sumber
daya alam ada yang dimanfaatkan secara langsung, ada pula yang harus
diolah terlebih dahulu.
c) Upaya-upaya untuk Pelestarian Lingkungan antara lain sebagai berikut.
1) Tebang pilih, yaitu cara penebangan hutan dengan tujuan agar
produksi kayu yang dijual tidk terus menurun dan menyelamatkan
tanah dan air.
2) Penanaman bibit baru untuk setiap pohon yang ditebang.
3) Penangkapan musiman untuk ikan untuk menghindari kepunahgan
4) Keanekaragaman bahan pangan untuk mengurangi gangguan yang
dapat merusak persediaan semua jenis pangan.
d) Pelestarian SDA hayati dilakukan dengan beberapa cara sebagai
berikut.
1) Pelestarian dihabitat asli (pelestarian in situ).
2) Pelestarian diluar habitat aslinya (pelestarian ex situ).
2. Hubungan Teknologi Subak dengan Kehidupan Masyarakat.
Subak adalah organisasi kemasyarakatan yang khusus mengatur
sistem pengairan sawah yang digunakan dalam cocok tanam padi di Bali
(Wikipedia, 2010). Subak ini biasanya memiliki pura yang dinamakan
Pura Uluncarik, atau Pura Bedugul, yang khusus dibangun oleh para
pemilik lahan dan petani yang diperuntukkan bagi dewi kemakmuran dan
kesuburan dewi Sri. Sistem pengairan ini diatur oleh seorang pemuka adat
yang juga adalah seorang petani di Bali.
Revolusi hijau telah menyebabkan perubahan pada sistem irigasi ini,
dengan adanya varietas padi yang baru dan metode yang baru, para petani
harus menanam padi sesering mungkin, dengan mengabaikan kebutuhan
petani lainnya. Ini sangatlah berbeda dengan sistem Subak, dimana
kebutuhan seluruh petani lebih diutamakan. Metode yang baru pada
revolusi hijau menghasilkan pada awalnya hasil yang melimpah, tetapi
kemudian diikuti dengan kendala-kendala seperti kekurangan air, hama
ditemukan bahwa sistem pengairan sawah secara tradisional sangatlah
efektif untuk menanggulangi kendala ini.
Subak telah dipelajari oleh Clifford Geertz, sedangkan J. Stephen
Lansing telah menarik perhatian umum tentang pentingnya sistem irigasi
tradisional. Ia mempelajari pura-pura di Bali, terutama yang diperuntukkan
bagi pertanian, yang biasa dilupakan oleh orang asing. Pada tahun 1987
Lansing bekerja sama dengan petani-petani Bali untuk mengembangkan
model komputer sistem irigasi Subak. Dengan itu ia membuktikan
keefektifan Subak serta pentingnya sistem ini.
Pada tahun 2012 ini UNESCO, mengakui Subak (Bali Cultur
Landscape), sebagai Situs Warisan Dunia, pada sidang pertama yang
berlangsung di Saint Petersburg, Rusia.
3. Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TN-BTS) adalah taman
nasional di Jawa Timur, Indonesia, yang terletak di wilayah administratif
Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Malang, Kabupaten Lumajang dan
Kabupaten Probolinggo. Taman yang bentangan barat-timurnya sekitar
20-30 kilometer dan utara-selatannya sekitar 40 km ini ditetapkan sejak tahun
1982 dengan luas wilayahnya sekitar 50.276,3 ha (Wikipedia, 2010). Di
kawasan ini terdapat kaldera lautan pasir yang luasnya ±6290 ha. Batas
kaldera lautan pasir itu berupa dinding terjal, yang ketinggiannya antara
Sebelum ditetapkan sebagai taman nasional, daerah Tengger
merupakan kawasan hutan yang berfungsi sebagai cagar alam dan hutan
wisata. Kawasan hutan ini berfungsi sebagai hutan lindung dan hutan
produksi. Melihat berbagai fungsi tersebut, Kongres Taman Nasional
Sedunia mengukuhkan kawasan Bromo Tengger Semeru sebagai taman
nasional dalam pertemuan yang diselenggarakan di Denpasar, Bali, pada
tanggal 14 Oktober 1982 atas pertimbangan alam dan lingkungannya yang
perlu dilindungi serta bermacam-macam potensi tradisional kuno yang
perlu terus dikembangkan. Pada tanggal 12 November 1992, pemerintah
Indonesia meresmikan kawasan Bromo Tengger Semeru menjadi taman
nasional.
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TN-BTS) memiiki
berbagai kekayaan flora dan fauna. Tumbuhan di saana memiliki tipe
ekosistem sub-montana, montana dan sub-alphin dengan pohon-pohon
yang besar dan berusia ratusan tahun antara lain cemara gunung, jamuju,
edelweis, berbagai jenis anggrek dan rumput langka. Pada dinding yang
mengelilingi TN-BTS terdapat banyak rerumputan, mentigi, akasia,
cemara, dan sebagainya. Sedangkan satwa yang terdapat di taman nasional
ini antara lain luwak (Paradoxurus hermaphroditus), rusa (Rusa
timorensis), kera ekor panjang (Macaca fascicularis), kijang (Muntiacus
muntjak), ayam hutan merah (Gallus gallus), macan tutul (Panthera
pardus melas), ajag (Cuon alpinus javanicus); dan berbagai jenis burung
rhinoceros silvestris), elang ular bido (Spilornis cheela bido), srigunting
hitam (Dicrurus macrocercus), elang bondol (Haliastur indus), dan belibis
yang hidup di Ranu Pani, Ranu Regulo, dan Ranu Kumbolo.
4)Keaktifan Siswa SD dalam Pembelajaran IPA 1. Karakteristik Siswa SD
Satuan pendidikan tingkat SD merupakan jenjang pendidikan yang
paling awal dan sebagai dasar kemampuan siswa dalam meneruskan
pendidikan mereka ke jenjang berikutnya. Dalam pelaksanaan kegiatan
pembelajaran, guru perlu memperhatikan karakteristik siswa agar
pencapaian hasil belajar dapat tercapai dengan optimal. Hal ini menjadi
sangat penting karena kemampuan dan pemahaman siswa harus mulai
dipupuk sejak dini sebagai bekal pengetahuan ke tingkat yang lebih tinggi
agar dapat mencapai cita-cita.
Usia siswa SD berkisar pada usia 6 atau 7 tahun hingga usia 12 atau
13 tahun. Pada masa ini, anak sudah matang untuk belajar atau sekolah.
Pada masa usia ini juga sering disebut sebagai masa intelektual (keserasian)
karena secara relatif siswa lebih mudah dididik daripada masa sebelum dan
sesudahnya. Piaget (Usman Samatowa, 2006: 8) menjelaskan bahwa
karakteristik perkembangan kognitif pada siswa SD berkisar pada usia 6
atau 7 tahun sampai dengan 11 atau 12 tahun. Pada usia ini siswa masuk ke
dalam kategori operasional konkret sehingga pada periode ini siswa
mampu berpikir kritis meskipun masih terbatas dengan objek-objek yang
terikat atau terlihat.
Maslichah Asy’ari (2006: 38) menjelaskan bahwa pada umumnya sifat
siswa dalam kisaran usia SD antara lain: (1) rasa ingin tahu yang kuat dalam
diri siswa, (2) merasa senang bermain atau suasana yang gembira, mengatur
dirinya sendiri, mengeksplorasi situasi sehingga suka mencoba-coba, (3)
memiliki dorongan yang kuat untuk berprestasi, (4) mereka akan belajar
dengan efektif jika merasa senang dengan situasi yang ada, serta (5) dengan
cara bekerja dan saling mengajarkan apa yang mereka tahu kepada teman
yang lain.
Usman Samatowa (2006: 7-8) membagi masa ini dalam dua fase,
yaitu: (a) masa kelas rendah, sekitar usia 6 atau 7 hingga 8 atau 9 tahun
sehingga di tingkat SD termasuk dalam kelas 1 hingga 3 dan (b) masa kelas
tinggi, sekitar usia 9 atau 10 hingga 12 atau 13 tahun sehingga di tingkat SD
termasuk dalam kelas 4 hingga 6, yang akan dijelaskan di bawah ini.
Pada masa kelas rendah, siswa memiliki sifat-sifat khas meliputi : (a)
adanya korelasi antara pertumbuhan fisik dengan prestasi, (b) sikap yang
cenderung untuk memenuhi peraturan tradisional, (c) cenderung memuji diri
sendiri dan membandingkannya dengan orang lain, (d) kalau tidak dapat
menyelesaikan sesuatu soal, maka soal itu dianggapnya tidak penting, (e)
nilai rapor tidak dilihat melalui prestasi yang telah dicapai, (f) kemampuan
mengingat (memory) dan berbahasa berkembang sangat cepat dan
daripada abstrak, dan (h) kehidupan adalah bermain karena sesuatu yang
dibutuhkan dan dianggap serius sehingga masih tidak dapat membedakan
dengan jelas antara bermain dengan belajar.
Pada masa kelas tinggi, siswa memiliki sifat-sifat khas, meliputi : (a)
adanya minat terhadap kehidupan nyata sehari-hari yang konkret, (b) sangat
realistis, ingin tahu, dan ingin belajar, (c) menjelang akhir masa ini, ada
minat terhadap hal-hal yang menonjol, (d) setelah melewati usia 11 tahun,
siswa sudah mampu menghadapi tugasnya dengan bebas dan berusaha
menyelesaikannya sendiri, (e) memandang nilai rapor sebagai ukuran yang
tepat mengenai prestasi, (f) gemar membentuk kelompok sebaya, serta (g)
peran tokoh idola pada umumnya sangat penting sehingga guru sering
dianggap sebagai orang yang paling tahu.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan di SD
merupakan jenjang paling awal dan sebagai dasar kemampuan siswa
sehingga guru harus memperhatikan karakter siswa yaitu kategori
operasional konkret. Pada periode ini siswa memiliki kemampuan
memahami suatu hal dan mulai mampu berpikir kritis meskipun masih
terbatas. Oleh karena itu, guru sebaiknya mampu mengaitkan
konsep-konsep yang dipelajari dengan menggunakan materi atau benda-benda yang
2. Keaktifan Siswa SD
Siswa merupakan sasaran utama dalam pendidikan dan pengajaran
sehingga harus diberi kesempatan agar dapat bersikap aktif dalam
pembelajaran. Stern (Dimyati dan Mudjiono, 2002: 62) mengungkapkan bahwa
guru berperan sebagai organisator agar siswa memiliki kesempatan dalam
kegiatan belajar sehingga siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan di
dalam kondisi yang ada. Guru harus mampu menciptakan suasana belajar
menjadi kondusif dengan mengaktifkan siswa dalam kegiatan pembelajaran
dan memilih potensi yang dimiliki dengan tepat.
Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran merupakan unsur dasar yang
penting bagi keberhasilan karena akan ada interaksi yang tinggi antara guru
dengan siswa itu sendiri. Sardiman (2007: 98) mengungkapkan bahwa
keaktifan adalah kegiatan yang bersifat fisik dan mental karena berupa
perbuatan dan pikiran sebagai suatu rangkaian yang saling berkaitan dan tidak
dapat dipisahkan. Siswa bersikat aktif secara fisik dengan membuat suatu hal
dengan bermain dan bekerja sehingga tidak hanya duduk, melihat, dan
mendengarkan selama kegiatan pembelajaran. Siswa bersifat aktif secara
mental dengan pemahaman dan penalaran dari materi yang dipelajari.
Keaktifan siswa dalam KBM sangat berpengaruh pada fisik dan
mental-emosional, hingga intelektual siswa. Sardiman (2007: 101) membagi keaktifan
menjadi beberapa jenis, antara lain:
a) keaktifan visual, merupakan kegiatan aktif dengan melihat dan mengamati
eksperimen atau demonstrasi, mengamati orang bekerja atau mengerjakan
sesuatu, dan sebagainya;
b) keaktifan lisan, merupakan kegiatan aktif dengan berbicara, misalnya
mengajukan suatu pertanyaan, mengungkapkan pendapat, berdebat dan
berdiskusi, menjawab pertanyaan, memberikan saran, dan sebagainya;
c) keaktifan mendengarkan, merupakan kegiatan aktif dengan mendengarkan
orang lain berbicara atau suatu kejadian yang terjadi, misalnya
mendengarkan penjelasan guru, mendengarkan percakapan atau diskusi, dan
sebagainya;
d) keaktifan menulis, merupakan kegiatan aktif dengan menulis menggunakan
huruf yang dapat dibaca, misalnya mencatat hal-hal yang penting saat
melakukan sesuatu, menulis laporan kegiatan, membuat data-data tertulis
tentang suatu penelitian, dan sebagainya;
e) keaktifan menggambar, merupakan kegiatan aktif melalui gambar atau
sketsa bukan hanya tulisan, misalnya menggambar objek yang dilihat atau
diteliti, membuat sketsa dengan rinci, membuat diagram atau grafik, dan
sebagainya;
f) keaktifan bergerak, merupakan kegiatan aktif secara fisik, misalnya berjalan
saat mengeksplorasi suatu tempat, melakukan suatu percobaan atau
penelitian, dan sebagainya;
g) keaktifan secara mental, merupakan kegiatan aktif dengan pemahaman atau
masalah, menganalisis suatu penelitian, mengambil keputusan,
mengorganisasikan orang-orang dalam suatu perkumpulan, dan sebagainya;
h) keaktifan emosional, merupakan kegiatan aktif dengan perasaan atau
empati, misalnya mempunyai minat terhadap suatu kegiatan, merasa bosan
atau jenuh, merasa takut atau gugup, merasa gembira dan bersemangat,
memiliki keberanian dalam melakukan suatu hal, memiliki kemauan untuk
bekerja sama dalam suatu kelompok, dan sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa keaktifan akan
memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat menumbuhkan pengetahuan
dan keterampilan. Hal ini merupakan unsur dasar yang penting bagi
keberhasilan pembelajaran. Melibatkan siswa secara langsung dalam KBM
akan berpengaruh pada fisik, mental-emosional, dan pada akhirnya akan sangat
berimbas pada kemampuan intelektual siswa.
Guru hendaknya merancang dan melakukan kegiatan pembelajaran
dengan mempertimbangkan karakteristik siswa dan karakteristik isi pelajaran.
Dimyati dan Mudjiono (2002: 63) menjelaskan bahwa perilaku guru sebagai
implikasi prinsip keterlibatan langsung atau berpengalaman antara lain: (1)
merancang kegiatan belajar mengajar yang lebih banyak pada pembelajaran
individu dan kelompok kecil, (2) mementingkan eksperimen langsung oleh
siswa dibandingkan dengan demonstrasi, (3) menggunakan media yang
langsung digunakan oleh siswa, (4) memberikan tugas kepada siswa untuk
mempraktekkan gerakan psikomotorik yang dicontohkan oleh guru, (5)
atau luar sekolah, dan (6) melibatkan siswa dalam merangkum atau
menyimpulkan informasi pesan pembelajaran.
Guru memberikan kesempatan kepada siswa agar bersikap aktif dalam
mencari, memperoleh, dan mengolah perolehan belajarnya. Oemar Hamalik
(2010: 91) menjelaskan bahwa guru yang mampu menumbuhkan keaktifan
siswa dalam kegiatan belajar mengajar antara lain: (1) memiliki pengalaman
secara langsung dari kegiatan yang dialaminya sendiri, (2) seluruh aspek
kepribadian dapat berkembang, (3) memupuk kerjasama yang harmonis
antarsiswa, (4) belajar dan bekerja berdasarkan pada minat dan
kemampuannya, (5) memupuk disiplin belajar pada siswa sehingga membuat
suasana belajar yang kondusif, (6) membina dan memupuk kerjasama antara
sekolah, masyarakat terutama pada guru dan orang tua, (7) kegiatan
pembelajaran dan belajar dilaksanakan secara nyata (realistik), dan (8)
pelaksanaan dan kegiatan pembelajaran menjadi hidup.
Guru harus menyadari bahwa keaktifan siswa membutuhkan keterlibatan
mereka secara langsung dalam kegiatan pembelajaran. Hamzah B. Uno dan
Nurdin Mohamad (2011: 33) menyebutkan ciri-ciri proses pembelajaran yang
mengaktifkan siswa antara lain: (1) bersikap aktif dalam mencari atau
memberikan informasi, bertanya, bahkan saat membuat kesimpulan, (2) adanya
interaksi aktif secara terstruktur, (3) adanya kemampuan untuk menilai hasil
karyanya sendiri, dan (4) adanya pemanfaatan sumber belajar dalam kegiatan
Guru harus dapat mengajar sesuai materi yang akan diajarkan tanpa
membatasi keaktifan siswa agar dapat berjalan sesuai perencanaan yang telah
ditetapkan oleh satuan pendidikan. Hamzah B. Uno dan Nurdin Mohamad
(2011: 33-34) menyebutkan prinsip pembelajaran yang mengaktifkan siswa
yaitu: (1) mendesain pembelajaran yang dapat membuat siswa aktif, baik fisik,
mental, dan emosional dalam proses belajar dengan melibatkan banyak indera,
(2) membebaskan siswa dari ketergantungan yang berlebihan pada guru karena
siswa kurang inisiatif, dan (3) menilai hasil belajar siswa sesuai dengan
berbagai kegiatan belajar melalui penilaian ujian lisan atau tertulis, pekerjaan
rumah, dan sebagainya.
Hamzah B. Uno dan Nurdin Mohammad (2011: 34) menyebutkan bahwa
siswa yang aktif memiliki ciri-ciri antara lain: (1) akan terbiasa belajar teratur
walaupun tidak ada ulangan, (2) mahir atau memanfaatkan sumber-sumber
belajar yang ada, (3) terbiasa melakukan kegiatan belajar di laboratorium,
bengkel, dan lain-lain, serta (4) mengerti bahwa guru bukan satu-satunya
sumber belajar. Hal ini menjelaskan bahwa siswa harus terlibat aktif dan guru
sebagai pembimbing selama kegiatan pembelajaran.
Siswa harus lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran karena sebagai
pusat belajar sehingga dapat membangun suatu pemahaman, keterampilan, dan
sikap atau perilaku tertentu. Nasarius Sudaryono (2006: 31) berpendapat
bahwa keaktifan siswa menjadi penting untuk ditekankan dalam proses
pembelajaran karena belajar itu pada hakikatnya adalah proses yang aktif di
(constructivism approach). Siswa tidak cukup mempelajari suatu materi
dengan menyerap dan menghafal yang diajarkan oleh guru, tetapi siswa dapat
mengolah informasi yang diperoleh dan membangun pengertian-pengertian
baru.
Kegiatan-kegiatan dalam pembelajaran yang bervariasi dan mengajak
siswa bersikap aktif akan cenderung menghasilkan pengetahuan yang
tersimpan kuat dalam ingatan (memory). Nana Sudjana (2006: 61)
menjelaskapkan bahwa keaktifan siswa saat KBM antara lain: (1) turut serta
dalam melaksanakan kegiatan belajarnya, (2) terlibat aktif dan mau mencatat
selama kegiatan pembelajaran berlangsung, (3) mau bertanya kepada siswa lain
atau kepada guru apabila tidak memahami materi yang sedang dipelajari, (4)
mau berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan agar dapat
memahami materi yang sedang dipelajari, (5) dapat melaksanakan diskusi
kelompok sesuai dengan petunjuk dari guru, (6) dapat menilai kemampuan
dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya, (7) dapat melatih diri sendiri saat
menemukan suatu hal yang sejenis, dan (8) dapat menggunakan dan
menerapkan apa yang telah diperoleh dari kegiatan pembelajaran dalam
kehidupan sehari-hari.
Dari beberapa pendapat di atas, peneliti berkesimpulan bahwa keaktifan
dalam pembelajaran merupakan segala kegiatan yang dilakukan dalam proses
interaksi antara guru dan siswa dengan sumber belajar dalam rangka mencapai
tujuan belajar. Guru harus selalu memberikan kesempatan kepada siswa agar
sedan dipelajari. Adanya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan
menyebabkan terbentuknya situasi belajar yang kondusif. Kegiatan penelitian
meliputi keterlibatan siswa secara aktif selama kegiatan pembelajaran, baik
secara berkelompok maupun individu dengan berbagai aspek keaktifan yang
dimilikinya sehingga siswa akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan
dalam kondisi yang ada.
5) Lingkungan Sebagai Sumber Belajar 1. Pengertian Sumber Belajar
Sumber belajar merupakan salah satu komponen yang paling penting
dalam pengajaran karena sangat membantu guru saat melaksanakannya.
Nasarius Sudaryono (2006: 36) mengungkapkan bahwa sumber belajar
adalah segala sesuatu yang dapat digunakan siswa dalam proses belajar
untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap yang sedang
dipelajari. Rusman (2009: 130) menambahkan bahwa sumber belajar
merupakan daya yang dimanfaatkan guna kepentingan proses dan
pelaksanaan dalam kegiatan pembelajaran, baik secara langsung maupun
tidak langsung, sebagai atau secara keseluruhan.
Keberadaan sumber belajar akan memungkinkan proses pembelajaran
berlangsung sesuai kebutuhan siswa. Mulyasa (2006: 159) menjelaskan
bahwa sumber belajar merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan agar
dapat memberikan kemudahan dalam belajar, sehingga dapat diperoleh
Adanya aneka ragam sumber belajar yang digunakan akan sangat membantu
dalam KBM karena guru dan siswa dapat saling berkomunikasi dan
berinteraksi dengan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya. Proses
pembelajaran berlangsung tidak lagi bergantung pada guru sebagai sumber
utama, tetapi juga membutuhkan tempat dan waktu belajar yang tepat agar
siswa dapat bersikap aktif selama KBM berlangsung.
Penggunaan sumber belajar digunakan dalam pemilihan strategi,
metode, dan teknik pembelajaran. Rusman (2009: 135) menyebutkan bahwa
sumber belajar memiliki fungsi yang sangat penting dalam kegiatan
pembelajaran, yaitu :
a) meningkatkan produktivitas pendidikan, dengan cara mempercepat laju
belajar dengan membantu guru untuk menggunakan waktu secara lebih
baik dan mengurangi beban guru dalam menyajikan informasi sehingga
dapat lebih banyak membina dan mengembangkan gairah belajar siswa;
b) memberikan kemungkinan pendidikan yang sifatnya lebih mandiri, yaitu
dengan cara mengurangi kontrol guru yang kaku dan tradisional dengan
memberikan kesempatan bagi siswa untuk berkembang sesuai dengan
bakat, minat, dan kemampuannya;
c) memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap pembelajaran, yaitu
dengan cara perencanaan program pendidikan yang lebih sistematis
d) lebih memantapkan kegiatan pembelajaran, yaitu dengan cara
meningkatkan pemanfaatan sumber belajar, penyajian informasi, dan
bahan yang digunakan dalam KBM lebih konkret;
e) memungkinkan belajar secara seketika atau spontan, yaitu dengan
mengurangi kesenjangan antara pembelajaran yang bersifat verbal dan
abstrak dengan realitas yang sifatnya konkret dengan memberikan
pengetahuan yang sifatnya langsung; dan
f) memungkinkan penyajian informasi yang mampu menembus batas
geografi seperti dengan penerapan pembelajaran berbasis komputer dan
e-learning di sekolah.
Komponen-komponen yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber
belajar sebenarnya ada di dalam kegiatan pembelajaran. Pemerintah sudah
menyediakan sumber belajar bagi instansi pendidikan dan sekolah-sekolah
yang sering dikenal sebagai media pendidikan. AECT (Association for
Educational Communication and Technology) membedakan enam jenis
sumber belajar yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran (Rusman,
2011: 137-139), yaitu:
1) Pesan (message), meliputi pesan formal dan pesan nonformal. Pesan
formal adalah pesan yang dikeluarkan oleh lembaga resmi, seperti
pemerintah atau pesan yang disampaikan oleh guru dalam situasi
pembelajaran. Pesan nonformal merupakan pesan yang ada di lingkungan
misalnya cerita rakyat, legenda, prasasti atau relief pada candi, dan
sebagainya.
2) Orang (people), yaitu orang pada dasarnya dapat berperan sebagai
sumber belajar yang secara umum dibagi menjadi dua kelompok.
Pertama, kelompok yang didesain khusus sebagai sumber belajar utama
yang dididik secara profesional dari lingkungan pendidikan, seperti guru,
tenaga pendidik, teknisi sumber belajar, pustakawan, dan lain-lain.
Kedua, kelompok dari orang-orang yang memiliki profesi selain dari
lingkungan pendidikan dan tidak terbatas, misalnya politisi, tenaga
kesehatan, arsitek, psikolog, dan lain-lain.
3) Bahan (materials), merupakan suatu format yang digunakan untuk
menyimpan pesan pembelajarn, seperti buku paket atau teks, modul,
program video atau film, alat peraga, program slide, dan sebagainya.
4) Alat (device), adalah benda-benda yang berbentuk fisik atau perangkat
keras (hardware) yang berfungsi untuk menyajikan bahan-bahan,
mencakup slide projector, OHP, tape recorder, dan sebagainya.
5) Teknik (technique), adalah cara atau prosedur yang digunakan dalam
melaksanakan pembelajaranan agar tujuannya tercapai, mencakup
ceramah, permainan/simulasi, diskusi/tanya jawab, dan sebagainya.
6) Latar/tata tempat (setting), yaitu lingkungan yang berada di dalam
maupun di luar sekolah, baik sengaja dirancang untuk kegiatan
pengaturan ruang kelas, laboratorium, halaman dan kebun sekolah,
persawahan di sekitar sekolah, dan sebagainya.
Rusman (2009: 136) mengungkapkan bahwa pemilihan sumber belajar
dapat dilihat dari sifat dan kegunaannya, meliputi: bersifat ekonomis atau
murah, praktis dan sederhana, mudah diperoleh, bersifat fleksibel, serta
komponen-komponen yang digunakan dalam pembelajaran sesuai dengan
tujuannya. Rusman (2009: 137) secara garis besar membedakan sumber
belajar menjadi dua jenis, yaitu:
(a)sumber belajar yang dirancang (learning resources by design), yakni sumber-sumber yang secara khusus dirancang atau dikembangkan sebagai “komponen sistem instruksional” untuk memberikan fasilitas belajar yang terarah dan bersifat formal;
(b)sumber belajar yang dimanfaatkan (learning resources by utilization), yakni sumber belajar yang tidak didesain khusus untuk keperluan pembelajaran dan keberadaannya dapat ditemukan, diterapkan, dan dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Sumber belajar yang dimanfaatkan ini adalah sumber belajar yang ada di masyarakat, seperti museum, pasar, toko-toko, tokoh masyarakat, dan yang lainnya yang ada di lingkungan sekitar.
Guru sebagai fasilitator seharusnya dapat menggunakan sumber
belajar yang tersedia di sekitar dan dapat digunakan sesuai kebutuhan
pembelajaran. Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2002: 84) berpendapat
bahwa pemilihan sumber belajar yang akan digunakan dalam kegiatan
pembelajaran harus diperhatikan dalam beberapa kriteria, yaitu: (1)
ekonomis karena tidak harus berpatok pada harga yang mahal, (2) praktis
karena tidak harus memerlukan pengelolaan yang sulit dan jarang
digunakan, (3) mudah didapatkan karena tersedia di lingkungan sekitar, (4)
instruksional, dan (5) sesuai dengan tujuan pembelajaran dengan
mendukung proses dan pencapaiannya melalui pembangkitan motivasi dan
minat belajar.
Berdasarkan uraian di atas, jenis sumber belajar yang akan diteliti
adalah sumber belajar yang dapat dimanfaatkan yaitu lingkungan sebagai
latar (setting). Lingkungan ada di sekitar manusia hidup dan bermukim telah
menyediakan sumber belajar yang sebenarnya banyak dan beragam, serta
bersifat ekonomis. Peran guru sebagai fasilitator dalam pelaksanaan dapat
berjalan sesuai program yang direncanakan dan mampu menggunakan
sumber belajar yang sebenarnya ada di sekitar sekolah. Guru juga harus
mampu memanajemen waktu dengan baik sehingga kegiatan pembelajaran
dapat berjalan dengan optimal dan tepat sasaran. Siswa akan lebih aktif dan
responsif terhadap materi yang sedang dipelajari karena berhadapan dengan
sumber belajar yang sebenarnya telah ada di lingkungan sekitarnya.
2. Pengertian Lingkungan
Pada hakekatnya, lingkungan adalah jumlah semua benda hidup dan tak
hidup, serta seluruh kondisi yang ada di dalam ruang dimana manusia tempati.
Emil Salim (1997: 34) mengemukakan bahwa lingkungan merupakan segala
benda, kondisi, dan pengaruh yang terdapat dalam ruangan yang ditempati oleh
makhluk di bumi ini sehingga sangat mempengaruhi kehidupan di dalamnya.
terutama manusia sehingga harus dikenali, dipelajari, dan dijaga agar dapat
bertahan dan menempatinya dengan baik.
Lingkungan merupakan sumber belajar yang tidak habis–habisnya memberikan pengetahuan karena semakin banyak hal yang digali dan
dipelajari, semakin banyak ilmu dan hal yang dapat didapatkan. Sharp (Lily
Barlia, 2006: 10) mengungkapkan bahwa suatu kegiatan belajar yang
dilaksanaan di sekolah itu tidak akan terlalu sempit, miskin, kekurangan
alat-alat atau bahan karena kegiatannya dapat dilakukan dimana pun dan kapan pun
sesuai kebutuhan. Lingkungan merupakan suatu sarana belajar yang baik,
bahkan lingkungan yang alami menyediakan bahan-bahan yang tidak perlu
dibeli, misal udara, cahaya matahari, pepohonan, air sungai, rerumputan dan
sebagainya.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan
merupakan suatu sarana belajar yang efektif dan efisien karena banyak hal
yang ada di sekitar manusia dan sangat mempengaruhi seluruh makhluk yang
hidup di dalamnya. Sumber belajar yang ada di lingkungan merupakan
sumber-sumber belajar yang nyata dan sebenarnya ada di sekitarnya. Hal ini akan
mendukung proses pembelajaran dan membantu siswa lebih mudah memahami
apa yang dipelajari. Lingkungan yang akan dimanfaatkan dalam kegiatan
penelitian ini adalah lingkungan di sekitar sekolah berupa halaman sekolah,
3. Lingkungan sebagai Sumber Belajar
Lingkungan yang ada di daerah sekitarnya dimana siswa hidup dan
berkembang merupakan sumber belajar yang sangat efektif karena proses
pembelajaran yang dilaksanakan tidak secara tradisional dengan dominasi
ceramah dan dibatasi dinding-dinding pemisah dengan dunia luar. Maslichah Asy’ari (2006: 9) mengungkapkan bahwa pembelajaran yang dilakukan di
lingkungan alam sekitar lebih mengaktifkan siswa karena diajak langsung
berhadapan secara nyata dimana fakta atau gejala alam yang sedang dipelajari
ada dan berada di sana. Hal ini akan memberikan pengalaman dan pengetahuan
yang bersifat alami pada siswa yang tidak dapat diperoleh di ruangan kelas
ataupun laboratorium. Siswa dapat mempelajari keadaan sebenarnya di luar
kelas dengan menggunakan lingkungan yang aktual untuk dipelajari dan
diamati dalam hubungannya dengan proses belajar mengajar lebih bermakna.
Siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya secara alami
sehingga lebih nyata, lebih faktual, dan kebenarannya lebih sahih karena dapat
dipertanggungjawabkan.
Rusman (2009: 131) mengungkapkan bahwa potensi-potensi yang
tersedia di sekolah dan sekitarnya sebagai sumber belajar sebaiknya
diperhatikan oleh guru agar dapat digunakan secara optimal sehingga berdaya
guna secara positif untuk keberhasilan belajar siswa. Sumber-sumber belajar
yang tersedia di lingkungan sekitar dapat dimanfaatkan secara optimal jika
guru dapat menyesuaikan diri dengan perannya sebagai fasilitator dan