ANALISIS POSISI PEREMPUAN DALAM STATUS SOSIAL KELUARGA PADA MASYARAKAT ETNIS PAKPAK DI DESA BANGUN KECAMATAN
PARBULUAN (STUDI KASUS PEMBAGIAN HARTA WARISAN)
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh :
Berliana Malau NIM. 309111006
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
ABSTRAK
Berliana Malau, NIM: 309111006, Analisis Posisi Perempuan Dalam Status Sosial Keluarga Pada Masyarakat Etnis Pakpak Di Desa Bangun Kecamatan Parbuluan (Studi Kasus Pembagian Harta Warisan). Jurusan Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami posisi perempuan dalam status sosial keluarga pada masyarakat etnis Pakpak di desa Bangun kecamatan Parbuluan dalam pembagian harta warisan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Alat pengumpul data yang digunakan untuk memperoleh data yang diperlukan adalah observasi, wawancara dan penyebaran angket. Untuk memperoleh data maka penulis mengambil populasi warga desa Bangun yang merupakan etnis Pakpak yaitu sebanyak 50 KK (Kepala Keluarga), dan menetapkan sampel sebanyak 50 KK. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis data dengan menggunakan rumus tabel frekuensi.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan kasih karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik.
Skripsi ini diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar
sarjana pendidikan. Adapun judul skripsi ini adalah : Analisis posisi perempuan
dalam status sosial keluarga pada masyarakat etnis Pakpak di Desa Bangun
Kecamatan Parbuluan (studi kasus pembagian harta warisan).
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan skripsi ini dimasa yang akan datang. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan
moral maupun material selama penulisan skripsi ini, kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ibnu Hajar Damanik, M.Si selaku Rektor Universitas Negeri
Medan
2. Bapak Dr. H. Restu, MS selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas
Negeri Medan
3. Ibu Dra. Yusna Melianti, MH selaku Ketua Jurusan PPKn FIS Universitas
Negeri Medan dan Dosen Pembimbing Akademik.
4. Bapak Parlaungan G. Siahaan, SH., M. Hum selaku Sekretaris Jurusan PPKn
5. Bapak Drs. Liber Siagian M.Si Selaku dosen pembimbing skripsi.
Terimakasih untuk ilmu dan masukan yang telah diberikan selama penulisan
skripsi ini.
6. Bapak Dr. Deny Setiawan M.Si dan Ibu Sri Hadiningrum SH, M.Hum selaku
dosen penguji penulis, terimakasih atas ilmu yang diberikan dalam
penyusunan skripsi ini.
7. Bapak/ Ibu dosen beserta staf pegawai di Jurusan PPKn FIS Universitas
Negeri Medan yang telah membimbing penulis selama perkuliahan.
8. Kepala Desa Bangun I Bapak Saor M Capah yang telah memberikan waktu
dan tempat untuk melakukan penelitian.
9. Dengan segala kerendahan hati teristimewa ucapan terimakasih ini
kupersembahkan kepada ayahanda T. Malau dan Ibunda Tercinta P. Sihotang
yang telah memberikan doa, semangat, bimbingan dan dukungan kepada
penulis.
10. Terimakasih kepada abang Sahat Malau dan eda Santi Panggabean, kakak-
kakak ku tercinta Riana Malau, dan Nurintan Malau, atas segala dukungan,
semangat dan doa yang diberikan kepada penulis
11. Terimakasih untuk someone special Hansen Simalango S.Pd yang telah
menemani, membimbing, memotivasi, dan memberikan dukungan dan doa
untuk penulis selama perkuliahan dan penyusunan skripsi ini.
12. Terimakasih kepada adik- adik ku tersayang Anna , Astrya, Arifanda, sandro,
rianto, partahanan atas segala dukungan dan doa yang diberikan kepada
13. Terimakasih kepada tante L. Br Sirait yang telah memberikan dukungan,
nasehat dan doa kepada penulis mulai dari perkuliahan sampai penyusunan
skripsi ini.
14. Terimakasih juga kepada sahabat- sahabatku Melvaria Ambarita, Elmariani
Malau, Renata Sinaga, Debby Laia, Ravika Sihotang, dan Eva S. Simarmata
yang telah memberikan semangat dan doa kepada penulis
15. Terimakasih kepada kak Dewi Sinambela, Devi Sihombing, Susi simamora,
Ahermadhany, kembar ( Junita dan Juniati), ka Dame dan seluruh teman-
teman kost jalan durung 169 B, Pancing Medan, atas semua dukungan,
semangat dan doa yang diberikan kepada penulis
16. Terimakasih kepada bang Fandy, yang sudah banyak membantu dan
memberikan nasehat, bimbingan dan semangat kepada penulis dalam
perkuliahan dan penyusunan skripsi ini.
17. Buat seluruh teman- teman mahasiswa/i jurusan PPKn Reguler A stambuk
2009 yang telah bersama- sama dalam menyelesaikan skripsi, semoga kita
semua sukses.
Medan, Juli 2013 Penulis
DAFTAR ISI
C. Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional ... 32
D. Teknik Pengumpulan Data ... 32
E. Teknik Analisis Data ... 33
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 34
A. Hasil Penelitian ... 34
B. Pembahasan dan Hasil Penelitian ... 52
BAB V KESIMPULAN ... 63
A. Kesimpulan ... 63
B. Saran ... 67
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Pendapat Responden Tentang Kedudukan Laki-Laki dan Perempuan adalah Sama dan Sederajat ... 35
Tabel 2 Pendapat Responden bahwa yang mendapat warisan hanya anak laki- laki ... 36
Tabel 3 Pendapat Responden bahwa anak perempuan berhak mendapatkan
harta warisan ... 37
Tabel 4 Pendapat responden bahwa anak perempuan itu tidak berhak mendapat warisan karena dikemudian hari akan menjadi keluarga
orang lain ... 38
Tabel 5 Pendapat responden terhadap anak perempuan dapat memperoleh
harta warisan jika memiliki saudara laki- laki ... 39
Tabel 6 Pendapat responden terhadap anak perempuan apabila menuntut hak waris... 41
Tabel 7 Pendapat responden tentang pembagian harta warisan dalam adat
Pakpak apakah sesuai atau tidak sesuai ... 42
Tabel 8 Pendapat responden bahwa sistem patrilineal tidak merugikan pihak manapun dalam keluarga ... 43
Tabel 9 Pendapat responden jika keluarga menyamaratakan hak waris antara anak perempuan dan anak laki- laki ... 44
Tabel 10 Pendapat responden tentang seorang anak perempuan yang tidak
memiliki saudara laki- laki maka berhak mendapat harta warisan ... 45
Tabel 11 Pendapat responden jika seorang anak perempuan sudah
disekolahkan oleh orangtua sampai ke jenjang pendidikan tinggi
maka tidak perlu lagi mendapatkan warisan ... 46
Tabel 13 Pendapat responden tentang perlu tidaknya diadakan suatu perubahan tentang kedudukan anak perempuan dalam pembagian harta warisan pada masyarakat Pakpak di Desa Bangun Kecamatan Parbulua Kabupaten Dairi ... 48
Tabel 14 Pendapat responden bahwa harta warisan dapat diberikan kepada
perempuan hanya jika ada persetujuan dari saudara laki-laki ... 49
Tabel 15 Pendapat responden bahwa perempuan sama sekali tidak berhak atas harta warisan, baik berupa tanah, rumah ataupun emas ... 50
DAFTAR LAMPIRAN
1. Angket
2. Nota Tugas
3. Surat Izin Penelitian Dari Jurusan
4. Surat Izin Mengadakan Penelitian Dari Fakultas
5. Surat Keterangan Mengadakan Penelitian Dari Tempat Penelitian
6. Kartu Bimbingan Skripsi
7. Daftar Peserta Seminar Proposal Penelitian
8. Surat Keterangan Telah Menyerahkan Skripsi Dari Tempat Penelitian
9. Surat Keterangan Perpustakaan UNIMED
10.Surat Pernyataan Keaslian Tulisan
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sistem kekerabatan yang dianut masyarakat Indonesia umumnya adalah
masyarakat patrilineal. Patrilineal adalah kekuasaan berada di tangan ayah atau
pihak laki-laki”. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang
menganut sistem patrilinieal, dimana laki-laki pada sistem ini sangat dominan,
dan menjadi tokoh penting dalam keluarga juga dalam berbagai bidang, baik
dalam masyarakat adat, kekuasaan, maupun akses terhadap bidang ekonomi.
Nilai patriakat yang ada dalam masyarakat masih menjadi referensi
masalah relasi kekuasaan antara laki-laki dan perempuan. Dalam sistem
patrilineal, kedudukan laki-laki ditempatkan lebih tinggi dari perempuan dalam
aspek kehidupan. Kedudukan seperti ini menyebabkan otoritas mengambil
keputusan berada di tangan laki-laki.
Banyak sekali kedudukan dan peranan perempuan tidak dipedulikan dan
dihargai oleh masyarakat dimana perempuan tersebut tinggal. struktur masyarakat
Batak adalah patrilineal, dalam mayarakat Pakpak juga menganut sistem patriakat
atau patrilineal dimana kedudukan perempuan dalam keluarga dan adat selalu
dinomorduakan serta tidak mempunyai hak dalam harta warisan.
Adanya otoritas laki-laki, dan struktur moralitas, sifat-sifat alamiah
menempatkan kaum wanita dibawah kontrol logis kaum laki-laki dalam suatu
2
perempuan harus tunduk kepada suami maupun saudara laki-laki, kurangnya
peran serta perempuan dalam pengambilan keputusan dan perempuan
mengutamakan urusan dapur merupakan suatu bukti dari rendahnya kedudukan
perempuan Pakpak.
Masyarakat Pakpak juga menganut prinsip patrilineal, yang sama dengan
masyarakat Batak. Secara geografis sub etnis Pakpak berbatasan langsung dengan
sub etnis Batak. Wilayah Pakpak dapat dikategorikan dalam lima sub atau dalam
bahasa setempat dikenal dengan sebutan silima suak, yakni Pakpak Simsim,
Pakpak Keppas, Pakpak Pegagan, Pakpak Kelasen dan Pakpak Boang.
Berdasarkan data statistik Pakpak adalah suku minoritas di Kabupaten Dairi.
Ketidakpercayaan dan ketidakkonsistenan masyarakat Pakpak dalam dalam
mempertahanakan identitas diri suku Pakpak justru memperkuat posisi
minoritasnya daripada masyarakat di Kabupaten Dairi lainnya. Contohnya adalah
pemakaian bahasa asli Pakpak, orang Pakpak ketika berada diluar dengan sukarela
menggunakan bahasa oranglain dibandingkan menggunakan atau
memperkenalkan bahasanya sendiri.
Demikian halnya dengan adat perkawinan Pakpak sudah mulai pudar,
karena tidak jarang justru dalam pelaksanaan adatnya digabungkan dengan adat
Batak Toba. Masyarakat Pakpak menyadari bahwa harus ada peningkatan bagi
masyarakat Pakpak sendiri, yaitu dengan cara adanya pemerataan dan peningkatan
pembangunan masyarakat Pakpak dengan adanya tekad untuk menjadi kabupaten
sendiri. Akan tetapi masih dirasakan kurangnya peranan perempuan dimasyarakat
3
Salah satu bentuk peranan perempuan yang masih sangat kurang adalah
ketika belum ikutnya perempuan dalam rencana pemekaran, sangat jelas bahwa
masyarakat Pakpak khususnya, kurang memberikan perhatian terhadap isu
kesetaraan dan keadilan gender, dalam pelaksanaan pemerintahan juga kurang
melibatkan perempuan untuk berpartisipasi aktif.
Pembedaan terhadap laki-laki dan perempuan mencakup berbagai aspek
dalam kehidupan masyarakat Pakpak. Etnis Pakpak menganut paham garis
keturunan patrilineal mengharapkan kehadiran anak laki-laki yang dianggap
memiliki nilai sosial yang sangat tinggi, terutama sebagai penerus marga atau
silsilah orang tuanya. Hal di atas merupakan alasan yang mendorong orang tua
berusaha untuk mendapatkan anak laki-laki sebagai penerus marga atau silsilah
keluarga.
Banyak cara yang dilakukan oleh orang tua untuk mendapatkan anak
laki-laki seperti, dengan mendapatkan anak terus menerus, mengangkat anak saudara
sejauh tidak bertentangan dengan konteks budaya Pakpak, bahkan menikah lagi
hanya untuk mendapatkan anak laki-laki. Dalam hal pembagian kerja juga
dirasakan adanya pembedaan kaum perempuan dan laki-laki.
Berutu (2003:212) “Perempuan diharuskan menghormati saudara
laki-lakinya karena saudara laki-laki merupakan kula-kula yang harus dihormati dan
dihargai”. jika kula-kula tidak dihargai dan dihormati maka rejeki saudara
perempuan dipercaya akan berkurang dan mungkin akan mendapatkan malapetaka
seperti tidak mendapat keturunan dan tanaman yang ditanam tidak berhasil atau
4
Pembagian harta warisan dari orang tua, perempuan etnis Pakpak tidak
mendapatkannya, karena semua harta warisan diberikan kepada anak laki-laki dan
perempuan hanya sebatas pemberian dari turangnya atau saudara laki-lakinya
saja, sebagai bentuk tanda terima kasih telah membiayainya sewaktu sekolah. Hal
ini terjadi karena konsep ”anak” dalam budaya Pakpak masih mengacu pada anak
laki-laki sehingga berimplikasi pada sistem pewarisan dimana secara normatif
tidak menempatkan seorang perempuan sebagai ahli waris dari orang tua maupun
suaminya.
Dalam hal pembagian harta warisan ini, yang mendapatkan harta warisan
adalah anak laki- laki karena sesuai dengan adat masyarakat etnis Pakpak yang
menganut paham patrilineal.. sedangkan anak perempuan akan mendapatkan harta
atau bagian dari orangtua suaminya atau dengan kata lain pihak perempuan
mendapatkan warisan dengan cara hibah.
Pembagian harta warisan untuk anak laki- laki juga tidak sembarangan
karena pembagian warisan tersebut ada kekhususan yaitu anak laki- laki yang
paling kecil, akan mendapatkan warisan yang khusus, dalam hal ini ada semacam
bentuk keistimewaan yang dimiliki anak laki- laki yang paling kecil atau bungsu.
Jika tidak memiliki anak laki- laki amaka harta warisan akan jatuh
ketangan saudara ayahnya, hal ini jika anak perempuan tidak atau masih belum
memiliki cukup umur untuk mengurus harta peninggalan orangtuanya. Sampai
anak perempuan tersebut akan menjadi dewasa maka yang akan mengurus seluruh
5
Melihat sistem pembgaian harta warisan dalam sistem adat masyarakat
etnis Pakpak dapat dikatakan masih kuno. Peraturan adat istiadatnya terkesan
ketat dan tegas. Hal ini ditunjukkan dari pewarisan anak perempuan yang tidak
mendapatkan harta dari orangtuanya.
Hal lain yang bisa dilihat adalah bahwa anak perempuan kurang diberikan
akses untuk berkembang, kedudukan anak perempuan sebatas mengurus masalah
dapur di dalam keluarga. Anak perempuan juga jarang mendapatkan pendidikan
yang layak. Adanya sikap orangtua yang memegang teguh adat istiadat untuk
megutamakan kaum anak laki- laki, menyebabkan anak perempuan seolah kurang
mendapatkan tempat dan kesempatan yang seharusnya bisa diberikan peluang
untuk maju.
Seringkali bahwa anak perempuan dan anak laki- laki ditempatkan dalam
posisi sosial yang sagat jauh, bahkan tidak jarang harus mengorbankan anak
perempuan demi kemajuan anak laki- laki. Apabila anak perempuan diberikan hal
yang sama seperti anak laki- laki bukan tidak mungkin bahwa anak perempuan
bisa mencapai potensi yang jauh lebih baik daripada anak laki- laki.
Akan tetapi dalam masyarakat yang masih terikat kuat oleh adat maka hal
ini adalah sesuatu yang akan sangat sulit untuk dicapai, masyarakat tidak akan
mudah goyah oleh pengaruh zaman yang ada. Hal ini disebabkan bahwa adat
tersebut telah dipelihara dan dilaksanakan oleh masyarakat dari generasi ke
6
Hal inilah yang dianggap sangat tidak adil bagi kedudukan kaum
perempuan karena, menyebabkan anak perempuan seolah harus dengan rela dan
pasrah menerima keadaan yang demikian tersebut
Anak perempuan Pakpak tidak menjadi ahli waris secara normatif karena,
pertama : berkaitan dengan persinabul ( juru bicara keluarga) yang mengacu pada
anak laki-laki oleh sebab itu laki-laki dipandang sebagai penanggung jawab untuk
meneruskan keturunan ayah dan marganya. Kedua : anak perempuan dianggap
sebagai anggota marga lain. Ketiga : mencegah penguasaan tanah yang terlalu
luas oleh pihak marga penumpang (suami dari anak perempuan).
Jika menyangkut perawatan orang tua pada usia lanjut atau sakit
dibebankan sepenuhnya kepada anak perempuan. Ikatan adat istiadat yang
demikian dipegang teguh oleh masyarakat Pakpak karena adat istiadat dijadikan
pedoman dalam kehidupan sehari-hari, dan hal ini terus-menerus diupayakan
untuk tetap dilaksanakan oleh masyarakat Pakpak.
Namun seiring dengan perubahan zaman saat ini, bahwa banyak
perempuan etnis Pakpak yang sudah berpendidikan dan tersentuh oleh
modernisasi, jika dibandingkan perempuan tradisional Pakpak adalah mereka
yang harus menerima dengan sabar dan bahagia kedudukannya sebagai ibu rumah
tangga yang mendampingi dengan setia pada suami mereka, menguasai keperluan
rumah tangga segala kewajiban dan segala kerja di dalamnya, demikian dengan
anak perempuan yang sama sekali tidak mendapatkan hak dalam pembagian harta
warisan, sedangkan perempuan modern Pakpak adalah mereka yang telah
7
menjangkau jauh kedepan disebabkan pendidikan dan pengalaman yang
diperoleh. Pada saat ini, posisi perempuan dihadapkan pada tuntutan profesi dan
keragaman perananan dalam keluarga dan masyarakat. Kondisi tersebut telah
menjadi motivasi semakin banyak dilakukan kajian dan penelitian tentang wanita,
kebudayaan dan kerja.
Sehingga upaya peningkatan peran wanita semakin mendapat perhatian
pemerintah dan masyarakat. Bainar (2000:246) menyatakan bahwa “Keikutsertaan
wanita Indonesia dalam pembangunan tidak terlepas dari peranan yang pemah
dilakukan secara nyata oleh para tokoh perjuangan wanita sejak zaman dahulu”.
Peranan yang dinyatakan oleh tokoh-tokoh wanita tersebut baik secara langsung
maupun tidak langsung dapat menjadi pendorong dan sebagai sumber inspirasi
bagi perkembangan pergerakan wanita Indonesia.
Di Indonesia secara hukum kaum wanita dan laki-laki mempunyai
kedudukan yang sama berdasarkan pasal 27 UUD 1945. Di tahun 1978
merupakan Tahun yang penting bagi wanita Indonesia, karena Pelita III di dalam
GBHN secara EmpIisit memuat butir-butir tentang peranan wanita dalam
pembangunan dan pembinaan bangsa sehingga kedudukan, peranan,
kemamapuan, kemandirian dan ketahanan mental spritual wanita sebagai bagian
tak terpisahkan dari upaya peningkatan kwalitas sumber daya manusia. Pandangan
tradisional mengenai peranan wanita yang menyebabkan pemisahan yang tajam,
sehingga kurang menguntungkan dalam pengembangan dirinya sebagai pribadi
8
Pada zaman sekarang bahkan perempuan Pakpak tidak jarang menuntut
haknya, sebagai anak untuk diikutsertakan dalam pembagian warisan, perempuan
Pakpak sekarang ini bahkan sudah banyak yang memiliki posisi-posisi yang lebih
tinggi daripada laki-laki misalnya sebagai lurah, guru, dokter dan sebagainya.
Atas desakan dan tuntutan zaman hukum waris adat yang sistem patrilineal tidak
dapat sepenuhnya dipertahankan karena hukum waris adat ini hanya
menguntungkan laki-laki sementara wanita tidak diperhatikan atau tidak dapat
bagian apa-apa dari keluarganya. Pada hal sesungguhnya didalam UUD Negara
Republik Indonesia 1945 jelas dikatakan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki
hak yang sama dalam pasal 28A sampai 28J BAB XA.
Majda ( 2009:243) menyatakan bahwa “Pemerintah Indonesia telah
berupaya untuk terus memberikan perlindungan terhadap kaum perempuan,
INPRES Presiden No 9 Tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender dalam
pembangunan nasional yang berlaku sejak Desember 2000 memberikan semangat
baru bagi aktualisasi kepentingan perempuan”.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk membahas dan
menelaahnya lebih lanjut, dengan mengangkat ke dalam sebuah penelitian dengan
judul : Analisis Posisi Perempuan Dalam Status Sosial Keluarga Pada
Masyarakat Etnis Pakpak Di Desa Bangun Kecamatan Parbuluan (Studi Kasus Pembagia Harta Warisan).
B. Identifikasi Masalah
Dalam suatu penelitian perlu diidentifikasi masalah yang akan diteliti
9
kesimpangsiuran dan kekaburan di dalam membahas dan meneliti masalah yang
ada. Jika identifikasi masalah sudah jelas, tentu dapat dilakukan penelitian secara
mendalam,maka penulis mengidentifikasi masalah penelitian yaitu:
1. Posisi perempuan dalam status sosial pada masyarakat Etnis Pakpak
2. Posisi perempuan dalam pembagian harta warisan Etnis Pakpak
C. Pembatasan Masalah
Yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini adalah posisi
perempuan dalam pembagian harta warisan pada masyarakat Etnis Pakpak.
D. Perumusan Masalah
Yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah
posisi perempuan dalam pembagian harta warisan pada masyarakat Etnis Pakpak?
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui posisi perempuan
dalam pembagian harta warisan pada masyarakat Etnis Pakpak.
F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat melatih dan mengembangkan
kemampuan peneliti dalam melakukan penelitian di bidang ilmu sosial
khususnya dalam ilmu sosiologi gender dan keluarga.
2. Untuk memberikan masukan-masukan bagi pihak-pihak yang terkait dengan
permasalahan yang terjadi dan dapat menjadi referensi untuk kajian atau
10
3. Bagi masyarakat adat di Batak, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
bahan masukan dalam rangka melakukan analisis terhadap pembagian
warisan dan bidang sosial lainnya.
4. Bagi akademisi penelitian ini diharapkan memberi manfaat teoritis berupa
63 BAB V KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan di pembahasan pada
bab- bab sebelumnya maka dapat diambil suatu kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan analisa dan evaluasi data penelitian yang diperoleh
penulis, maka menurut adat Pakpak yang berhak sebagai ahli waris
adalah anak laki- laki. Sedangkan anak perempuan bukanlah
ahliwaris karena anak perempuan bukanlah generasi penerus
keturunan dalam keluarga. Dalam hal pembagian harta warisan ini,
yang mendapatkan harta warisan adalah anak laki- laki karena sesuai
dengan adat masyarakat etnis Pakpak yang menganut paham
patrilineal, sedangkan anak perempuan akan mendapatkan harta atau
bagian dari orangtua suaminya atau dengan kata lain pihak
perempuan mendapatkan warisan dengan cara hibah. Pembagian
harta warisan untuk anak laki- laki juga tidak sembarangan karena
pembagian warisan tersebut ada kekhususan yaitu anak laki- laki
yang paling kecil, akan mendapatkan warisan yang khusus, dalam
hal ini ada semacam bentuk keistimewaan yang dimiliki anak laki-
64
2. Anak perempuan masyarakat etnis Pakpak pada masa sekarang telah
mengalami banyak kemajuan jika dibandingkan dengan masa yang
lalu. Anak perempuan masyarakat etnis Pakpak saat ini sudah ada
yang memperoleh pendidikan yang tinggi bahkan sudah ada yang
memasuki dunia karir yang lebih baik daripada anak laki- laki.
Untuk sebagian orangtua yang sudah berpikiran modern maka
bersedia untuk menempatkan anak perempuan sejajar dengan anak
laki-laki meski pun tidak dalam semua hal, yang mengarah kepada
peningkatan kualitas kaum perempuan.
3. Jika seorang anak perempuan tidak memiliki saudara laki- laki, maka
anak perempuan itu berhak sebagai ahli waris yang sah dari
orangtuanya. Hal ini dapat diterima karena anggota keluarga yang
tersisa hanya anak perempuan, maka dalam hal ini anak perempuan
tersebut akan dibantu oleh saudara dari pihak ayahnya.
Harta warisan yang ditinggalkan orangtua dapat digunakan untuk
kepentingan anak perempuan sebagai ahli waris, dalam hal
memenuhi kebutuhan hidupnya, dan bertanggungjawab atas harta-
harta tersebut. Akan tetapi jika anak perempuan memiliki
saudaralaki- laki maka anak perempuan tersebut tetaplah bisa
diberikan harta warisan oleh orangtuanya, hal ini karena anak
perempuan sudah banyak membantu orangtua dalam memenuhi
65
membantu orangtua untuk kepentingan saudaranya dalam hal ini
anak laki- laki, dan membantu kehidupan ekonomi keluarganya.
4. Anak perempuan juga dapat memperoleh harta warisan akan tetapi
tidak dalam jumlah yang besar. Hal ini tergantung dari pemberian
orangtuanya atau saudaranya laki- laki. Dalam hal ini anak
perempuan harus tetap tunduk pada aturan adat yang berlaku. Ikatan
adat istiadat yang menetapkan laki- laki sebagai penerus garis
keturunan mengakibatkan anak laki- laki selalu diutamakan, juga
dalam memperoleh harta warisan maka anak perempuan dan anak
laki- laki tidak sama bagiannya, anak laki- laki tetap mendapatkan
bagian harta orangtua dalam jumlah yang lebih banyak.
5. Menurut masyarakat etnis Pakpak perlu diadakan suatu perubahan
terhadap kedudukan perempuan dalam adat Pakpak, perubahan
dalam hal ini adalah untuk hal yang lebih baik terhadap kedudukan
anak perempuan. Hal ini agar posisi perempuan dalam masyarakat
Pakpak mendapatkan perhatian, dan menyadari bahwa anak
perempuan juga memegang peranan dan tanggungjawab dalam
keluarga.
6. Dalam masyarakat etnis Pakpak meskipun para anak perempuan
sudah banyak yang mengalami kemajuan dan perkembangan, akan
tetapi mereka tetap tidak dapat menuntut hak waris kepada
66
pemberian dari orangtuanya atau dari saudaranya laki- laki. Hal ini
agar adat dalam kehidupan masyarakat yang selama ini sudah dijaga
dan dilaksanakan tetap berlangsung demikian dan tidak hilang, tetapi
tetap dipelihara dan diikuti meskipun tidak lagi terlalu ketat seperti
zaman dahulu.
7. Anaklaki- laki dan anak perempuan dalam keluarga masyarakat etnis
Pakpak sama- sama memiliki tanggungjawab terhadap orangtua
sampai di kemudian hari, dalam arti setelah masing- masing anaknya
menikah atau membentuk rumah tangga.
Anak perempuan meskipun telah menikah akan tetapi bukan berarti
tanggungjawabnya terhadap keluarga atau orang tuanya hilang,
justru dengan menikah maka seorang anak perempuan harus lebih
bertanggungjawab karena memiliki dua keluarga sekaligus yaitu
keluarga asal dan keluarga suaminya.
Hal yang justru sering terjadi adalah bahwa anak perempuan dalam
masyarakat etnis Pakpak lebih melaksanakan tanggungjawab
mengurus orangtua dikemudian hari daripada anakl aki- laki.
8. Sampai saat ini ketentuan dalam adat masyarakat etnis Pakpak yang
menunjuk anakl aki- laki sebagai ahli waris tetap dijaga dan
dilaksanakan oleh masyarakat etnis Pakpak. Hal ini sudah
merupakan ketentuan dan merupakan ikatan adat terhadap
67
tetapi sedikit berbeda dengan masa dahulu karena saat ini sudah ada
perubahan terhadap posisi perempuan, dalam hal ini sebagian
keluarga sudah ada yang memberikan harta warisan kepada anak
perempuan.
B. Saran
Menurut pemahaman penulis, maka adat Pakpak perlu dijaga,
diperhatikan dan dilestarikan, oleh karena itu penulis memberikan saran
sebagai berikut:
1. Kepada masyarakat etnis Pakpak, khususnya yang berdomisili di
Desa Bangun Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi agar
meningkatkan pengetahuan danpemahamannya terhadap adat
khususnya adat yang mengatur harta warisan terutama bagi generasi
muda sebagai penerus cita- cita bangsa dan Negara.
2. Sesuai dengan perkembangan zaman dan kemajuan ilmu
pengetahuan dan pendidikan maka, ada baiknya jika diadakan
perubahan atau perbaikan terhadap adat Pakpak di Desa Bangun
Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi tentang kedudukan anak
perempuan dalam pembagian harta warisan.
3. Dalam hal pembagian harta warisan, ada baiknya jika orangtua dan
anak- anaknya dalam masyarakat etnis Pakpak, melakukan hubungan
komunikasi yang baik agar tidak terjadi kesenjangan antara anaklaki-
68
sama merupakan anak dalam keluarga, dan juga sama- sama
memiliki tanggungjawab yang harus dilaksanakan. Oleh sebab itu
orangtua dan anak- anaknya harus melakukan hubungan yang baik.
Agar kelak dikemudian hari tidak terjadi perselisihan diantara anak-
DAFTAR PUSTAKA
Abdulsyani. 2000. Sosiologi Kelompok dan Masalah Sosial.Jakarta:Balai Pustaka
Afandi, Ali. 2004. Hukum waris, hukum keluarga, hukum pembuktian. Jakarta: Rineka Cipta
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
Asshiddiqie, Jimly. 2009. Komentar atas UUD RI Tahun 1945. Jakarta: Sinar Grafika
Berutu, Lister. 2003. Mengenal Budaya Pakpak. Jakarta: Persada
. 2004. Upacara Menanda Tahun Pada Masyarakat Pakpak dan Dampak Positif yang ditimbulkannya. Medan: Grasindo Monoratama
Berutu, lister, Juniar Banurea. 2006. Pertuturen Pakpak, Medan: Grasindo
Dewi, Rosmala. 2010. Penelitian Pendidikan. Medan: Pasca Sarjana
El Muhtaj, Majda. 2009. Dimensi-dimensi HAM. Jakarta: Rajawali Pers
Gultom.DJ. 2000. Dalihan Natolu. Medan: Armanda
Haar ter. 2001. Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat. Jakarta: Pradnya Paramita
Hadikusuma, Hilman. 2003. Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia. Bandung: Mandar Maju
Koentjaraningrat. 2000. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian Rakyat
Moore, Helen. 2002. Sosiologi wanita. Jakarta: Rineka Cipta
Murniati, Nunuk. 2004. Getar Gender. Magelang: Indonesiatera