• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN LUARAN EMBRIO PADA IVF DENGAN TEKNIK FRESH OOSIT DAN VITRIFIKASI OOSIT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERBEDAAN LUARAN EMBRIO PADA IVF DENGAN TEKNIK FRESH OOSIT DAN VITRIFIKASI OOSIT"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)PERBEDAAN LUARAN EMBRIO PADA IVF DENGAN TEKNIK FRESH OOSIT DAN VITRIFIKASI OOSIT. TESIS. Oleh :. Henry K D Silaen. DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017. Universitas Sumatera Utara.

(2) PENELITIAN INI DI BAWAH BIMBINGAN TIM 5. PEMBIMBING: Dr. dr. Binarwan Halim, M.Ked (OG), SpOG. K. FICS Dr. dr. Makmur Sitepu, M.Ked (OG), SpOG. K. PENYANGGAH :. dr. Letta Sari Lintang, M.Ked (OG), SpOG. K dr. M. Oky Prabudi, M.Ked (OG), SpOG. K dr. Riza Rivany, SpOG. K. Diajukan Untuk Melengkapi dan Memenuhi Syarat Menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesilais Obstetri dan Ginekologi. Universitas Sumatera Utara.

(3) i. KATA PENGANTAR Segala Puji dan Syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus, Allah Bapa Yang Maha Kuasa sebab bukan karena kuat dan gagah manusia, tetapi berkat kasih dan karunia-Nya semata maka penulisan tesisi ini dapat diselesaikan. Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh keahlian dalam bidang Obstetri dan Ginekologi. Sebagai manusia biasa, saya menyadari bahwa tesis saya ini masih banyak kekurangannya dan masih jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan saya kiranya tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan pustaka, dengan judul: “PERBEDAAN LUARAN EMBRIO PADA IVF DENGAN TEKNIK FRESH OOSIT DAN VITRIFIKASI OOSIT” Dengan. selesainya. laporan. penelitian. ini,. perkenankanlah. saya. menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat: 1.. Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Magister Kedokteran Klinis dan Program Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.. 2.. Dr. dr. Makmur Sitepu, M.Ked(OG), SpOG(K), Ketua Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; dr. Indra G. Munthe, M.Ked(OG), SpOG(K), Sekretaris Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; dr. Riza Rivany, SpOG (K), Ketua Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; Dr. dr. Sarma N Lumbanraja, M.Ked (OG), SpOG(K), Sekretaris Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi. FK-USU. Medan;. yang. telah. bersama-sama. berkenan. membimbing saya menyelesaikan Program Magister Kedokteran Klinis Obstetri dan Ginekologi di Fakultas Kedokteran USU Medan.. Universitas Sumatera Utara.

(4) ii. 3. Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG(K), selaku Ketua Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan pada saat saya diterima mengikuti Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi; Dr. dr. Fidel Ganis Siregar, M.Ked(OG),. SpOG(K),. selaku. Sekretaris. Departemen. Obstetri. dan. Ginekologi FK-USU Medan; Dr. dr. Henry Salim Siregar, SpOG(K), selaku Ketua Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; dr. M. Rhiza Tala, M.Ked(OG), SpOG(K), selaku Sekretaris Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; yang telah bersama-sama berkenan menerima saya untuk mengikuti Program Magister Kedokteran Klinis Obstetri dan Ginekologi dan Program Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi di Fakultas Kedokteran USU Medan. 4. Kepada segenap Guru Besar Obstetri dan Ginekologi dan para guru yang saya hormati, seluruh staf pengajar Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, baik di RSUP H.Adam Malik, RSUD dr. Pirngadi, RSU Haji Mina Medan, RS KESDAM II Putri Hijau, Medan, dan RSU Sundari yang telah banyak membimbing dan mendidik saya sejak awal hingga akhir pendidikan. 5. Kepada Dr. dr.Binarwan Halim, M.Ked(OG), SpOG(K) dan Dr. dr. Makmur Sitepu, M.Ked(OG), SpOG(K), selaku pembimbing tesis ini, serta dr. Letta Sari Lintang, M.Ked(OG), SpOG(K), dr. M. Oky Prabudi, M.Ked(OG), SpOG(K), dr. Riza Rivany, Sp.OG(K) selaku penyanggah. Terimakasih kepada para guru saya di tim 5, atas segala koreksi, kritik yang membangun, serta atas segala bantuan, bimbingan, juga waktu dan pikiran yang telah diluangkan dengan penuh kesabaran, dalam rangka melengkapi penulisan dan penyusunan tesis ini hingga dapat terselesaikan dengan baik. 6. Kepada dr. Muhammad Rusda, M.Ked(OG), SpOG(K), selaku orang tua angkat saya selama menjalani masa pendidikan, yang telah banyak mengayomi, membimbing dan memberikan nasehat yang bermanfaat kepada saya selama dalam pendidikan.. 7. Kepala SMF Kebidanan dan Kandungan, Sekretaris SMF Kebidanan dan Kandungan, Koordinator Pelayanan, Koordinator Penelitian, Koodinator Peningkatan Mutu, Ketua Divisi Fetomaternal, Ketua Divisi Fertilitas dan Endokrinologi Reproduksi Departemen OBGIN FK USU, Ketua Divisi. Universitas Sumatera Utara.

(5) iii. Uroginekologi dan Ketua Divisi Obstetri Ginekologi Sosial RSUP H. Adam Malik Medan. 8. Direktur RSUP H. Adam Malik Medan, Direktur RSUD Dr. Pirngadi Medan dan Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD Dr. Pirngadi Medan, Direktur RSU Haji Mina Medan dan Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi SMF Obgyn RSU Haji Mina Medan, Ketua Yayasan dan Direktur RSU Sundari, serta paramedis maupun non medis-paramedis dan seluruh pegawai di lingkungan rumah sakit yang telah memberikan kesempatan, sarana serta bantuan kepada saya untuk bekerja selama mengikuti pendidikan Magister Kedokteran dan Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Obstetri dan Ginekologi. 9. Terimakasih kepada Pegawai-pagawai Halim Fertility Center Medan yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian ini. 10. Kepada sahabat-sahabat saya sejawat satu angkatan, dan rekan sejawat PPDS, saya ucapkan terima kasih untuk kebersamaan dan kerjasamanya selama pendidikan hingga saat ini. Sembah sujud, hormat, dan terimakasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada kedua orang tua saya yang tersayang dan terkasih, ayahanda Hasiholan Silaen, SH dan ibunda Rosmawaty Siagian, BA yang telah membimbing, mendoakan, mendidik dan mendukung saya dengan penuh keikhlasan dan kasih sayang selama mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi. Seluruh tanda gelar yang saya terima adalah sebagian dari bukti keberhasilan mereka berdua dalam mendidik dan membesarkan saya, semoga mereka selalu dikaruniai rahmat kesehatan dan umur panjang. Sembah sujud, hormat, dan terima kasih yang tidak terhingga juga saya sampaikan kepada bapak mertua dr. Jenius Lumbantobing, M.Ked(OG), Sp.OG dan ibu mertua Trianita Br. Malau, BA yang telah membantu, mendoakan, dan memberikan dorongan serta perhatian kepada saya selama mengikuti pendidikan ini, semoga mereka selalu dikaruniai rahmat kesehatan dan umur panjang. Buat istriku yang tercinta dan tersayang, dr. Eva Christine N Lumbantobing yang mempunyai kesabaran dan kasih tanpa batas kepada suami yang memiliki kekurangan dalam waktu dan perhatian kepada keluarga karena. Universitas Sumatera Utara.

(6) iv. tuntutan pendidikan, juga kepada putra tercinta saya, Hadriel Evander H. Silaen, terima kasih yang tidak terhingga papa ucapkan untuk doa dan semangat yang kamu berikan untuk papa selama ini. Semoga Tuhan selalu menyertai dan memberkati keluarga kita. Kepada saudara-saudara kandung saya: P. Kiki Silaen, SE, Msi, Mardiana Y.I. Silaen, SH,MH, dan kembaran saya Alexander K.D. Silaen, SH,MH beserta keluarga, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan, dorongan semangat, dan doa yang telah diberikan selama ini. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan kasih dan karunia-nya kepada kita semua.. Medan, Oktober 2017. dr. Henry K. D. Silaen. Universitas Sumatera Utara.

(7) v. HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR. Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama. : Henry K. D. Silaen. Program Studi. : Dokter Spesialis. Departemen. : Obstetri dan Ginekologi. Fakultas. : Kedokteran. Jenis Karya. : Tesis. demi pengembangan ilmu pengetahuan menyetujui untuk memberikan kepada Departemen Obstetri & Ginekologi Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exlusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: PERBEDAAN LUARAN EMBRIO PADA IVF DENGAN TEKNIK FRESH OOSIT DAN VITRIFIKASI OOSIT Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonesklusif ini Departemen Obstetri & Ginekologi Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memubliskan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Pada tanggal Yang menyatakan. : Medan : 5 Oktober 2017. ( Henry K. D. Silaen ). Universitas Sumatera Utara.

(8) vi. PERBEDAAN LUARAN EMBRIO PADA IVF DENGAN TEKNIK FRESH OOCYTE DAN VITRIFIKASI OOSIT Henry Silaen, Binarwan Halim, Makmur Sitepu, Letta S. Lintang M. Oky Prabudi, Riza Rivany Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Abstrak Tujuan : Mengetahui perbedaan luaran embrio pada IVF dengan teknik fresh oocyte dan vitrifikasi oosit Metode : Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain cohort prospective pada data sekunder berupa rekam medik pasien wanita yang telah menjalani fertilisasi in vitro (IVF) yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan luaran embrio pada IVF dengan teknik fresh oocyte dan vitrifikasi oosit. Tempat penelitian dilakukan di Halim Fertility Center (HFC), Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Divisi Fertilisasi, Endokrinologi, dan Reproduksi, RSUP H. Adam Malik Medan pada periode Desember 2016 sampai dengan September 2017. Seluruh sampel adalah pasien yang menjalani IVF dengan fresh oocyte dan yang dilakukan vitrifikasi oosit terlebih dahulu. Data yang dikumpulkan ditabulasi menggunakan program perangkat lunak statistik. Data yang disajikan memiliki distribusi yang berbeda sehingga digunakan metode yang berbeda pada setiap variabel. Untuk menguji perbedaan mean variabel dengan data tidak berdistribusi normal dilakukan uji Mann Whitney dan Chi Square, sementara untuk data berdistribusi normal digunakan uji T-tidak berpasangan, dengan signifikansi p<0.005. Hasil : Dari 105 pasien, karakteristik sampel penelitian terdiri dari jumlah oosit, umur (tahun), BMI (kg/m2), kadar FSH, densitas sperma, dan motilitas sperma, dan tidak dijumpai adanya perbedaan mean pada tiap variabel, (p value > 0,005). Pada distribusi morfologi pada oosit vitrifikasi dijumpai fragmented polar body sebanyak 44,21%, 1 polar body sebanyak 18,94%, oosit granular dijumpai 20%, oosit SER tidak dijumpai, oosit oval 2,1% dan oosit PVS sebanyak 14,73%. Pada fresh oocyte dijumpai fragmented polar body sebanyak 43,47%, 1 polar body dijumpai 14,49%, oosit granular sebanyak 23,18%, oosit SER sebanyak 1,44%, oosit oval sebanyak 8,69% dan oosit PVS sebanyak 8,69%. Pada oocyte survive dijumpai adanya perbedaan antara uji mean kedua kelompok oosit vitrifikasi dan fresh oocyte, dengan p value <0,005, sementara untuk nilai fertilisasi dan embryo cleaved tidak dijumpai adanya perbedaan antara uji mean pada kedua kelompok. Mengenai kualitas embrio, pada grade 1 dijumpai adanya perbedaan yang bermakna dengan p value = 0,025, sementara pada grade 2 dan grade 3 tidak dijumpai adanya perbedaan. Untuk useable embryo tidak dijumpai adanya perbedaan dengan p value = 0,095. Kesimpulan : Tidak dijumpai adanya perbedaan yang bermakna pada luaran embrio IVF teknik fresh oocyte dengan vitrifikasi oosit.. Universitas Sumatera Utara.

(9) vii. THE DIFFERENCE OF THE EMBRYO MORPHOLOGY IN IVF BETWEEN FRESH OOCYTE AND VITRIFIED OOCYTE Henry Silaen, Binarwan Halim, Makmur Sitepu, Letta S. Lintang M. Oky Prabudi, Riza Rivany Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Abstract Objective: To find the difference between embryo morphology in IVF between fresh oocyte and vitrified oocyte. Methods: This research was an observational analytic study with prospective cohort design on secondary data in the form of medical record of female patients that had undergone in vitro fertilization (IVF) that was aimed to know the difference of embryo outcome in IVF between fresh oocyte technique and vitrified oocyte. The study was conducted at Halim Fertility Center (HFC), Department of Obstetrics and Gynecology Faculty of Medicine, University of Sumatera Utara Division of Fertilization, Endocrinology, and Reproduction, H. Adam Malik General Hospital Medan from December 2016 to September 2017. All samples were patients who undergone IVF with fresh oocyte or vitrified oocyte first. The data is tabulated using a statistical software program. The data presented have different distributions so that different methods were used for each variable. To test the difference of the mean of variables with non-normal distributed data, the tests that used were Mann Whitney and Chi Square, while for normal distributed data it was used unpaired T-test, with significance p<0.005. Results: Of 105 patients, the characteristics of the study sample consisted of the number of oocytes, age (years), BMI (kg/m2), FSH levels, sperm density, and sperm motility, and no mean differences found in each variable (p value> 0.005). In morphological distribution of vitrified oocyte, it was found fragmented polar body as much as 44.21%, 1 polar body as much as 18.94%, granular oocyte was found 20%, SER oocyte was not found, oval oocyte was 2.1% and PVS oocyte was 14.73%. In fresh oocyte, it was found 43.47% fragmented polar body, 1 polar body was found 14.49%, granular oocyte as much as 23.18%, SER oocyte as much as 1.44%, oval oocyte as much as 8.69% and PVS oocyte as much as 8.69%. In oocyte survive, there was a difference between the test of the mean of both groups of vitrified oocyte and fresh oocyte, with p value <0.005, while for fertilization and embryo cleaved there was no difference between the mean test in both groups. About the embryo quality, in grade 1 group it was found a significant difference with p value = 0.025, while in grade 2 and grade 3 there were no difference found. For usable embryo, there was no difference with p value = 0.095. Conclusion:. There was no significant difference in embryo morphology in IVF between fresh oocyte technique and vitrified oocyte.. Universitas Sumatera Utara.

(10) viii. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR.................................................................................... LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH................... ABSTRAK ...................................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................. DAFTAR GAMBAR...................................................................................... DAFTAR TABEL .......................................................................................... DAFTAR SINGKATAN ............................................................................... DAFRTAR LAMPIRAN ............................................................................... BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1.1. Latar Belakang ....................................................................... 1.2. Rumusan Masalah .................................................................. 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................... 1.3.1. Tujuan Umum ............................................................ 1.3.2. Tujuan Khusus............................................................ 1.4. Manfaat Penelitian ................................................................ 1.4.1. Manfaat Teoritis ........................................................ 1.4.2. Manfaat Aplikatif ....................................................... 1.4.3 Manfaat Metodologi .................................................... BAB II. TINJAUAN PUSTAKA, TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP & HIPOTESIS.................................................................................... 2.1. Oosit ....................................................................................... 2.1.1 Morfologi Oosit Normal ............................................ 2.1.2 Morfologi Oosit Abnormal......................................... 2.2. Tahapan Oogenesis ............................................................... 2.3. Interaksi Oosit-Sel Folikel ..................................................... 2.4. Stimulasi Ovarium ................................................................ 2.5. Ovum Picked Up .................................................................... 2.6 Kriopreservasi Oosit............................................................... 2.6.1. Indikasi Preservasi Fertilitas pada Wanita ................. 2.7. Sejarah Teknologi Kriopreservasi.......................................... 2.8. Krioprotektan ......................................................................... 2.9. Slow-freezing (equilibrium cooling)...................................... 2.9.1. Hasil Luaran MII oosit / oosit matang ....................... 2.10. Vitrification (ultrarapid procedures/nonequilibrium cooling). ................................................................................. 2.10.1 Hasil Luaran MII oosit ............................................... 2.11. Stadium Pembelahan Embrio................................................. 2.12. Sistem Skoring Pembelahan Embrio...................................... 2.13. Protokol Vitrifikasi (Vitrification Protocol ) Cryotech Method .................................................................................... i v vi viii x xii xiii xv 1 1 4 5 5 5 6 6 6 6. 7 7 10 13 21 24 28 31 38 38 43 45 46 47 47 53 56 59 60. Universitas Sumatera Utara.

(11) ix. 2.13.1. Protokol Pencairan (Warming/Thawing Protocol)..... 2.14. Kerangka Teori....................................................................... 2.15 Kerangka Konsep ................................................................... 2.16 Hipotesa................................................................................... 65 71 71 71. BAB III METODOLOGI PENELITIAN................................................... 3.1 Rancangan Penelitian ............................................................. 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................ 3.3 Objek Penelitian ..................................................................... 3.4. Kriteria Penelitian .................................................................. 3.5. Besar Sampel.......................................................................... 3.6 Definisi Operasional............................................................... 3.7. Cara Kerja Penelitian ............................................................. 3.8. Pengolahan Data / Analisa Statistik ....................................... 3.9. Alur Penelitian ........................................................................ 72 72 72 72 72 72 73 78 79 80. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................... 4.1 Hasil Penelitian ...................................................................... 4.2 Pembahasan............................................................................. 81 81 85. BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN...................................................... 5.1. Kesimpulan ............................................................................ 5.2 Saran........................................................................................ 91 91 92. DAFTAR REFERENSI ................................................................................. LAMPIRAN. 93. Universitas Sumatera Utara.

(12) x. DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Maturasi oosit pada tahap metaphase II, kumulus oophorus sudah terlepas, dan terdapat badan polar oosit pada celah periviteline ................................................................................ 10. A: Sel nukleus yang eksentrik dan dijumpai adanya nukleolus yang prominent, B: Proses pelepasan kumulus oophorus dan dijumpai adanya germinal vesicle yang berkondensasi beberapa organela sel secara sentral didalam sitoplasma.......... 11. A : Sitoplasma homogen normal pada fase metaphase II oosit (pembesaran 400x). Zona pellusida intak dan homogen, B: Oosit pada fase metaphase II, bergranular dengan zona pellusida sedikit tebal dibawah, C: Metafase II oosit dengan granulosit, namun morfologi zona pellusida yang irregular...... 12. Gambar 2.4. Ukuran badan polar yang normal .............................................. 13. Gambar 2.5. A Granular sitoplasma, B: vacuolated cytoplasm C: granulasi sitoplasma “moon shaped” ........................................................ 14. Gambar 2.6. Kondensasi retikulum endoplasma halus .................................. 15. Gambar 2.7. A: oosit dengan peningkatan celah periviteline, B: oosit dengan debris pada daerah periviteline, C: peningkatan celah periviteline dengan abnormalitas zona pellusida, D: oosit dengan abnormal zona pellusida ............................................... 16. Gambar 2.8: A: Polar body derajat 1: B: Polar Body derajat II, C: Polar body derajat 3, D: Polar Body derajat 4 .................................... 17. Gambar 2.9: Giant polar Body ....................................................................... 17. Gambar 2.10 : Fragmented Polar Body............................................................. 18. Gambar 2.11 Tahapan Oogenesis Stadium oogenesis pada tikus.................... 22. Gambar 2.12 Determinan Kualitas Oosit ........................................................ 26. Gambar 2.13 Pengukuran Kepadatan Spindel untuk Kualitas Oosit............... 28. Gambar 2.14 Skematik tabel yang menunjukkan media media yang digunakan dalam prosedur OPU................................................ 35. Gambar 2.15. Skematik prosedur OPU............................................................. 38. Gambar 2.16. Indikasi Kriopreservasi Fertilitas dari Aspek Medis.................. 39. Gambar 2.17. Luaran Oosit Kriopreservasi dan Oosit Segar dalam Fertilisasi In Vitro...................................................................... 43. Gambar 2.18. Luaran Teknik Kriopreservasi................................................... 50. Gambar 2.19 Percobaan Acak Terkontrol Teknik Vitrifikasi dan Slow Freezing ..................................................................................... 52. Gambar 2.20. Perbandingan Teknik Vitrifikasi dan Slow Freezing ................. 53. Gambar 2.2. Gambar 2.3. Universitas Sumatera Utara.

(13) xi. Gambar 2.21. Perbandingan Densitas Spindel, ZPD, dan ZPT ....................... 55. Gambar 2.22. Persiapan Masing-masing Solusi/medium ................................. 61. Gambar 2.23. Equilibrasi ES............................................................................. 62. Gambar 2.24. Cryotec pada vitri plate .............................................................. 62. Gambar 2.25. Pencucian VS1 dari oosit/embrio (langkah 1-4) ........................ 63. Gambar 2.26. Pencucian VS2 dari oosit/embrio (langkah 5-8) ........................ 64. Gambar 2.27. Oosit/embrio pada Cryotec......................................................... 64. Gambar 2.28. Plate persiapan untuk penghangatan .......................................... 66. Gambar 2.29. Prosedur Pemanasan (langkah 1-3) ............................................ 67. Gambar 2.30. Penggantian Solusi secara bertahap (Pengenceran) ................... 67. Gambar 2.31. Penggantian Solusi secara bertahap (Mencuci Langkah 1)........ 68. Universitas Sumatera Utara.

(14) xii. DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Konsensus sistem skoring pada stadium pembelahan embrio ..... 59. Tabel 2.2. Sistem Skoring untuk blastokista................................................. 60. Tabel 4.1. Rerata Karakteristik Subjek Penelitian (mean ± SD) .................. 81. Tabel 4.2. Distribusi Proporsi Morpologi Oosit Fresh dan Oosit Vitrifikasi ..................................................................................... 82. Tabel 4.3. Perbedaan Persentase Rerata Oosit Survive, Nilai Fertilisasi dan Embrio Cleaved Pada Teknik Fresh dan Vitrifikasi (mean ± SD)............................................................................................ 83. Tabel 4.4.. Perbedaan Presentase Rerata Kualitas Embrio pada Teknik Fresh dan Vitrifikasi .................................................................... 84. Tabel 4.5.. Perbedaan Rerata Useable Embryo antara Teknik Fresh dan Vitrifikasi ..................................................................................... 84. Universitas Sumatera Utara.

(15) xiii. DAFTAR SINGKATAN AMP. : Adenosine Mono Phoshat. BMP 15. : Bone Morphogenetic Protein 15. c-AMP. : cyclic Adenosine Mono Phosphat. CGS. : Cortical Granule. CLCG. : Centrally Located Granulation of the Cytoplasm. DMSO. : Dimetil Ulfokoksida. DS. : Diluent Solution. DNA. : Deoxyribonucleic Acid. EG. : Ethylen Glikol. ES. : Ekuibilirium Solution. FSH. : Folicle Stimulating Hormone. GDF9. : Growth Differentiation Factor 9. GnRH. : Gonadotropin Releasing Hormone. ICSI. : Intracytoplasmic Sperm Injection. IVF. : In Vitro Fertilisation. KITL. : Kit Ligand. Lhcgr. : Luthein Hormone Receptor. LH. : Lutheinezing Hormone. LOPU. : Laparoscopic Ovum Picked Up. MESA. : Microsurgical Ependidimal Sperm Aspiration. MGC. : Mural Granulosa Cells. OPU. : Ovum Picked Up. PBI. : Polar Body derajat I. Universitas Sumatera Utara.

(16) xiv. PICSI. : Physiologic Intracytoplasmic Sperm Injection. PGC. : Primordial Granulosa Cells. RNA. : Ribonucleic Acid. SM. : Spindel Meiosis. SER. : Smooth Endoplasmic Reticulum. TS. : Thawing Solution. WS. : Washing Solution. VS. : Vitrified Solution. ZP. : Zona Pellucida. ZPD. : Zona Pellucida Density. ZPT. : Zona Pellucida Thickness. Universitas Sumatera Utara.

(17) xv. DAFTAR LAMPIRAN 1. Ethical Clearance 2. Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian 3. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan 4. Tabel Induk Penelitian 5. Data Statistik. Universitas Sumatera Utara.

(18) BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1. Latar Belakang Ukuran sebenarnya dari keseluruhan keberhasilan perawatan kesuburan berhubungan dengan tujuan reproduksi akhir pasangan tidak subur. Kesuburan wanita di Amerika Serikat telah berfluktuasi dari sekitar tujuh anak pada awal abad ke-19 sampai 1,7 anak pada tahun 1976, namun tetap stabil pada 2,1 anak sejak saat itu. Sehubungan dengan keberhasilan siklus fertilisasi in vitro (IVF) dapat disimpulkan bahwa pasien infertilitas rata-rata akan menganggap dua anak sebagai pencapaian tujuan reproduksi mereka yang berhasil. Tentu saja, perbedaan etnis, budaya, dan sosial yang berbeda mungkin ada.1 Korelasi bertambahnya usia dengan menurunnya kesuburan wanita adalah karena penurunan natural pada cadangan ovarium sepanjang seluruh tahapan kehidupan seorang wanita. Wanita terlahir dengan jumlah oosit yang terbatas, menurun dari puncak 6-7 juta pada janin kehamilan 20 minggu menjadi 1-2 juta saat lahir. Jumlah ini terus menurun dari 300.000-500.000 pada masa pubertas menjadi kurang dari 1000 pada usia 51, usia rata-rata menopause di Amerika Serikat. Selain terjadi penurunan pada jumlahnya, terjadi juga penurunan terhadap kualitas oosit yang tersisa. Studi epidemiologi secara konsisten menunjukkan terjadi penurunan kesuburan wanita sejak awal usia tiga puluhan sampai kemunduran yang lebih dramatis setelah usia pertengahan tiga puluhan. Meskipun hasil secara signifikan membaik pada teknologi reproduksi yang dibantu/ assisted reproductive technologies (ART), faktor usia lanjut atau penurunan cadangan. 1. Universitas Sumatera Utara.

(19) 2 ovarium (ovarian reserve) masih belum dapat sepenuhnya diatasi kecuali dengan penggunaan telur donor.2-4 In vitro fertilization (IVF), bagaimanapun, bukan tanpa masalah dan mungkin ada hambatan signifikan untuk mencapai tujuan ini. Risiko yang paling sering didapat terkait dengan tahapan hiperstimulasi ovarium terkontrol (COH). Protokol hiperstimulasi ovarium terkontrol bertujuan untuk menghasilkan kohort oosit (oosit yang baik) yang memungkinkan transfer embrio berkualitas tinggi yang berasal dari oosit kriopreservasi.5-8 Kriopreservasi oosit menjadi salah satu dari tiga pilihan penting untuk preservasi fertilitas wanita. Sekitar dekade terakhir, preservasi fertilitas telah menjadi aspek yang penting dari perawatan pasien khususnya pada kasus dengan pengobatan medis yang secara ireversibel merusak kemampuan individu untuk bereproduksi. Beberapa pengobatan yang dapat menyebabkan sterilitas adalah kemoterapi, radioterapi, dan pembedahan. Wanita dengan kondisi medis lain, kondisi nonkanker, meliputi tumor jinak ovarium, penyakit autoimun seperti lupus sistemik eritematosa, karier terhadap mutasi gen BRCA, dan pasien yang meminta modifikasi seks tubuh dengan membuang ovariumnya juga menggunakan kriopreservasi oosit untuk preservasi kesempatan mereka di masa depan untuk mendapatkan anak biologisnya. Selain itu, kriopreservasi oosit dapat digunakan untuk menyimpan cadangan oosit untuk mengatasi fertilitas terkait peningkatan usia dan jika dilakukan penundaan kehamilan dengan alasan kejadian yang lebih penting dalam hidup, karier, dan tuntutan pekerjaan ataupun karena tujuan pendidikan sebelum membangun sebuah keluarga yang utuh. Selain itu, adanya riwayat penyakit genetik pada keluarga dan adanya infertilitas pria dapat menjadi. Universitas Sumatera Utara.

(20) 3 salah satu alasan dilakukannya preservasi fertilitas yang nantinya akan berlanjut dengan kriopreservasi oosit dan fertilisasi in vitro. Kriopreservasi oosit tetap memiliki keuntungan maupun kerugian, sebagai contoh bukan merupakan pilihan bagi wanita prepubertas dan kriopreservasi oosit merupakan komponen penting dalam teknologi reproduksi buatan pada manusia.9-13 Ukuran keberhasilan IVF secara klasik didefinisikan sebagai tingkat kelahiran hidup per siklus stimulasi baru. Namun, kemajuan besar sekarang telah dilakukan yang memungkinkan pembekuan dan pencairan embrio yang berhasil. Keberhasilan ini sekarang setara atau lebih baik dari pada fresh transfer embrio.19 Beberapa studi telah melakukan perbandingan luaran antara fresh oocyte dengan vitrified oocytes pada siklus IVF sudah dipublikasikan. Pada studi yang dilakukan oosit dibagikan menjadi fresh oocytes. untuk inseminasi dan beberapa untuk. vitrifikasi (Ubaldi etal, 2010) kehamilan yang bisa dipertahankan dan implantation rate secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan grup fresh oocytes. Sejumlah publikasi kini telah menunjukkan tingkat kehamilan klinis yang lebih tinggi serta tingkat kelahiran hidup secara statistik yang signifikan secara signifikan. dengan. blastokista. cryopreserved. menggunakan. vitrifikasi. dibandingkan dengan mereka yang diberi cryopreserved dengan metode slowfreeze. Keberhasilan transfer beku telah memperkuat argumen yang dibuat oleh perintis IVF Howard Jones bahwa keberhasilan IVF harus diukur dengan kelahiran hidup kumulatif yang dihasilkan dari siklus IVF yang dirangsang dan terstimulasi. Ini didefinisikan sebagai stimulasi ovarium tunggal diikuti dengan transfer, baik fresh atau beku, dari semua embrio yang dihasilkan dari stimulasi. Universitas Sumatera Utara.

(21) 4 awal.20-21 Pada penelitian yang dilakukan Vaughan (2016) telah menunjukkan bahwa satu siklus IVF lengkap dengan hasil oosit tinggi (> 15 oosit) dapat memenuhi tujuan reproduksi keseluruhan rata-rata ≥ 2 individu dari kelahiran hidup pada 22,4% kasus.22 Peneliti disini ingin mengetahui perbedaan hasil luaran oosit yang terbaik yang dapat digunakan pada siklus IVF pada oosit telah dilakukan kriopreservasi vitrifikasi oosit terlebih dahulu dengan fresh oocyte.. 1.2. Rumusan Masalah Kriopreservasi oosit menjadi salah satu dari tiga pilihan penting untuk preservasi fertilitas wanita. Kriopreservasi merupakan metode penyimpanan oosit yang dilakukan dengan indikasi yang bervariasi baik dari segi medis seperti kasus keganasan seperti leukimia, limfoma, kanker sistem saraf pusat dan kanker serviks serta kanker payudara, beberapa teknik pengobatannya dapat menyebabkan sterilitas melalui kerusakan pada oosit dan ovariumnya (kemoterapi, radioterapi, dan pembedahan) sehingga sebelum menjalani pengobatan tersebut, seorang wanita penderita dapat melakukan kriopreservasi oosit untuk nantinya dapat dilakukan tindakan fertilisasi in vitro setelah proses pengobatan selesai dan pasien dapat berpotensi hamil kembali. Kriopreservasi hubungannya dengan IVF telah dibandingkan dengan fresh transfer. Ukuran keberhasilan IVF secara klasik didefinisikan sebagai tingkat kelahiran hidup per siklus stimulasi baru. Namun, kemajuan besar sekarang telah dilakukan yang memungkinkan pembekuan dan pencairan embrio yang berhasil. Keberhasilan ini sekarang setara atau lebih baik. Universitas Sumatera Utara.

(22) 5 dari pada fresh transfer embrio. Kriopreservasi memiliki 2 metode yaitu vitrifikasi dan slow freezing. Sejumlah publikasi kini telah menunjukkan tingkat kehamilan klinis yang lebih tinggi serta tingkat kelahiran hidup secara statistik yang signifikan secara signifikan dengan blastokista cryopreserved menggunakan vitrifikasi dibandingkan dengan mereka yang diberi cryopreserved dengan metode slow-freeze. Berdasarkan simpulan pendahuluan diatas maka ditunjukkan suatu rumusan masalah” Perbedaan luaran embrio pada IVF pada metode fresh oocyte dengan vitrifikasi oosit”. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui perbedaan luaran embrio pada IVF pada metode fresh oocyte dengan vitrifikasi oosit. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi karateristik pasien pada prosedur In Vitro Fertilization (IVF) 2. Untuk mengetahui perbedaan rerata jumlah dan persentase oosit survive dari fresh oosit dan oosit yang dihasilkan setelah kriopreservasi (vitrifikasi). 3. Untuk mengetahui perbedaan rerata jumlah dan persentase oosit yang berhasil di fertilisasi dari oosit survive yang berasal dari fresh oosit dan kriopreservasi (vitrifikasi).. Universitas Sumatera Utara.

(23) 6 4. Untuk mengetahui perbedaan rerata jumlah dan persentase oosit yang berhasil menjadi embrio cleaved dari oosit yang berhasil di fertilisasi dari fresh oosit dan kriopreservasi (vitrifikasi). 5. Untuk mengetahui perbedaan rerata useable embryo pada fresh oocyte dan vitrifikasi oosit.. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk memperoleh data tentang bagaimana luaran antara teknik fresh oosit dan kriopreservasi (vitrifikasi) oosit. 1.4.2. Manfaat Aplikatif Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk memperoleh data tentang bagaimana bagaimana luaran antara teknik fresh oosit dan kriopreservasi (vitrifikasi) oosit sehingga menjadi landasan untuk menjadi salah satu protokol yang digunakan dalam fertilisasi in vitro. 1.4.3 Manfaat Metodologi Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi peneliti dalam mempersiapkan proposal, melaksanakan penelitian, dan melaporkan hasilnya sesuai kaedah metodologi.. Universitas Sumatera Utara.

(24) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1. Oosit Oosit adalah komponen yang unik dan diberi kemampuan untuk menyatu dengan sperma yang secara langsung menghasilkan embrio. Oosit sangat berbeda, merupakan produk molekuler yang sangat kompleks dari proses gametogenesis, meskipun tampak luar mempunyai morfologi yang sederhana. Selama oogenesis, oosit harus mengumpulkan komponen-komponen yang dibutukan untuk mendukung metabolisme dan fisiologi embrio sejak dini, seperti komponenkomponen yang dibutuhkan untuk melakukan meiosis lengkap, memulai progresi dari siklus sel, dan secara langsung dapat berkembang, antara lain membentuk sumbu tubuh embrio primer pada banyak spesies. Oosit harus digabungkan dengan dua genom haploid menjadi satu genom embrionik, mengaktifkan transkripsi dari genom pada waktunya dan mengaktifkan susunan gen yang sesuai untuk ditranskripsikan. Sebagai tambahan, oosit harus mempertahankan informasi epigenetik yang penting. Intinya, keberhasilan perkembangan embrio ditentukan oleh banyak proses yang efisien dan krusial dari oosit untuk menghasilkan embrio yang fungsional.23 Cairan. folikular. menyediakan. lingkungan. yang. penting. untuk. perkembangan oosit. Cairan folikular merupakan produk dari pemindahan konstituen plasma darah yang melewati sawar darah folikuler dan aktivitas sekretorik dari sel granulosa dan sel teka. Beberapa karakteristik biokimia dari cairan folikular yang mengelilingi oosit memainkan peran yang penting dalam. 7. Universitas Sumatera Utara.

(25) 8 membedakan kualitas oosit dan secara potensial dapat mencapai fertilisasi dan perkembangan embrio. Kualitas oosit tidak hanya dipengaruhi oleh lingkungan mikro yang disediakan oleh folikel ovarium dan preovulasi yang mempengaruhi transkripsi dan translasi serta maturasi sitoplasmik, namun juga dipengaruhi oleh genom inti dan mitokondria.24-25 Tingginya konsentrasi FSH, hCG, dan LH pada cairan folikular telah dilaporkan dapat mempromosikan maturasi oosit dan berhubungan dengan telur yang memiliki kesempatan yang tinggi untuk terjadinya fertilisasi. Hasil tersebut dikonfirmasi dengan pemeriksaan imunohistokimia yang menemukan bahwa oosit yang telah difertilisasi memiliki sel granulosa yang secara signifikan lebih tinggi berikatan secara imun dengan hCG dibandingkan telur yang belum dibuahi. Juga ditemukan kadar LH yang lebih tinggi pada folikel yang mengandung oosit yang menghasilkan kesuksesan fertilisasi in vitro menjadi embrio. Gonadotropin memainkan peran yang penting dalam sekresi beberapa substansi dari sel granulosa seperti asam hialuronat yang mempengaruhi perkembangan dan maturasi oosit. Hormon tersebut juga bekerja secara sinergis dengan hormon estradiol dalam mempercepat maturasi sitoplasmik telur dan melalui sekresi cyclic AMP (cAMP) mengontrol meiosis dari oosit. Semakin tinggi kadar gonadotropin akan memperbaiki proses tersebut sehingga dihasilkan oosit yang lebih baik, embrio yang lebih baik, dan meningkatkan angka kehamilan lebih baik. Selain itu, terdapat pengaruh dari faktor pertumbuhan (GH) yang memperkaya produksi estradiol bergantung FSH oleh sel granulosa dan pembentukan reseptor FSH dan LH pada sel tersebut. GH akan bekerja secara sinergis dengan gonadotropin untuk membangun lingkungan mikro folikel untuk perkembangan oosit yang lebih. Universitas Sumatera Utara.

(26) 9 baik.25 Morfologi oosit menjadi salah satu komponen yang dinilai untuk memilih oosit yang berkualitas. Telah dispekulasikan bahwa beberapa iregularitas morfologi yang mudah dilihat dengan mikroskop cahaya dapat merefleksikan kemampuan diferensiasi oosit dan menjadi indikator pemilihan oosit yang kompeten untuk dibuahi. Untuk oosit yang matur, massa kumulus-korona harus muncul sebagai sebuah lapisan yang lebih luas dan bermusin karena sekresi dari asam hialuronat. Molekul matriks ekstraseluler berada di antara sel kumulus, memisahkan mereka dan menjadi massa kumulus-korona yang tampak seperti awan. Adanya badan polar pertama (PBI) menjadi penanda untuk maturitas inti oosit namun beberapa penelitian menunjukkan adanya badan polar pertama pada pemeriksaan mikroskop cahaya tampak pada oosit yang belum matur. Adanya spindel meoisis (MS) dapat menjadi penanda oosit matur pada fase metafase II yang lebih baik. Penanda tersebut juga dapat menjadi tanda bagi oosit yang kompeten. Maturitas inti oosit saja tidak cukup untuk menggambarkan kualitas oosit yang baik. Dibutuhkan juga penilaian terhadap maturasi sitoplasmik. Oosit yang berkualitas baik adalah oosit yang memiliki sitoplasmik dengan penampakan normal, badan polar tunggal, ketebalan zona pelusida yang cocok, dan adanya celah perivitelline. Adanya tekstur pada sitoplasmik seperti agregasi dari retikulum endoplasmik halus harus menjadi perhatian karena mempengaruhi kompetensi dari oosit. Oosit yang besar yang mengandung tambahan dari set kromosom adalah oosit yang tidak baik. Sampai sejauh ini, belum ada kriteria yang telah disepakati untuk menentukan bagaimana oosit yang berkualitas namun sebagai inti, oosit yang baik adalah oosit yang dapat menjalani fertilisasi dan. Universitas Sumatera Utara.

(27) 10 berkembang menjadi embrio yang baik.26-29. 2.1.1 Morfologi Oosit Normal Beberapa sisi yang harus diperhatikan pada maturasi sel oosit ialah, karakteristik molekul, tampilan sitoplasma yang normal, adanya suatu single polar body, zona pellucida yang memiliki struktur sempurna sebagai suatu lapisan luar ovum, ketebalan ovum serta space perivitteline. Hilangnya lapisan kumulus oophorus merupakan tanda adanya suatu maturasi oosit dan suatu tanda siapnya suatu oosit untuk fertilisasi. Maturitas oosit berada pada fase metaphase II yang ditandai dengan adanya suatu badan polar pada celah periviteline dan lepasnya cumulus oophorus dari struktur luar oosit.26. Gambar 2.1. Maturasi oosit pada tahap metaphase II, kumulus oophorus sudah terlepas, dan terdapat badan polar oosit pada celah periviteline 26 Pada tahap metaphase II, pada nukleus dijumpai adanya kromosom homolog bergerak saling menjauh pada bidang ekuator untuk kondensasi kromosom lalu memasuki tahap pembelahan meiosis kedua. 85% tampilan oosit pada situasi. Universitas Sumatera Utara.

(28) 11 hiperstimulasi oosit dijumpai adanya polar body dan 10 % dijumpai adanya suatu germinal vesicle. 26. A. B. Gambar 2.2. A: Sel nukleus yang eksentrik dan dijumpai adanya nukleolus yang prominent, B: Proses pelepasan kumulus oophorus dan dijumpai adanya germinal vesicle yang berkondensasi beberapa organela sel secara sentral didalam sitoplasma.26 Bentuk dan ukuran oosit juga merupakan suatu hal yang diperhitungkan dalam maturasi oosit. Pada tahap awal, ukuran sangat dipengaruhi oleh adanya adhesi kuat antara oolema dan inner zone. Pada fase ini akan terjadi aktivasi GLYT-1 yang akan mensekresi glisin sebagai molekul yang berperan sebagai agen osmolaritas yang akan mengatur volume dari sel sendiri. Sementara diameter oosit sendiri, pada fase metaphase II, akan berbeda bentuk diakibatkan adanya perubahan substansi sitoplasma.26,27 Sitoplasma sebagai salah satu penyumbang bentuk dari sel ovum memiliki peran yang cukup menjadi sebuah perhatian dalam maturasi oosit. Beberapa studi telah menjelaskan bahwa adanya dismorfisme dari sebuah tekstur sitoplasma akan mengganggu perkembangan serta implantasi potensial dari embrio sendiri.. Universitas Sumatera Utara.

(29) 12 Sitoplasma yang normal harus solid, tersebar homogen, serta memiliki granul yang tersebar secara merata.. A. B. C Gambar 2.3:. A : Sitoplasma homogen normal pada fase metaphase II oosit (pembesaran 400x). Zona pellusida intak dan homogen, B: Oosit pada fase metaphase II, bergranular dengan zona pellusida sedikit tebal dibawah, C: Metafase II oosit dengan granulosit, namun morfologi zona pellusida yang irregular. 26. Struktur ekstra-sitoplasma seperti zona pellusida, celah periviteline serta badan polar juga struktur yang harus diperhatikan untuk maturasi oosit. Untuk badan polar sendiri, beberapa studi telah menuliskan bahwa morfologi yang intak dari badan polar akan menunjukkan angka keberhasilan implantasi dan kehamilan yang tinggi, dengan cara meningkatkan formasi blastokista.26-28. Universitas Sumatera Utara.

(30) 13. Gambar 2.4: Ukuran badan polar yang normal 26 2.1.2 Morfologi Oosit Abnormal 83,85 Abnormalitas morfologis oosit dibagi atas dua bagian besar yaitu: abnormalitas intrasitoplasmik dan abnormalitas ekstrasitoplasmik. Beberapa abnormalitas intrasitoplasmik yang dijumpai adalah adanya granulasi yang terlokalisasi di sentral (centrally located granulation of the cytoplasm) CLCG pada sitoplasma dengan batas tegas yang berbeda dengan beberapa literature yang menyebutkan penyebaran granulasi yang baik adalah difus, yang hal ini juga tergantung pada metode laboratorium dan posisi optikal sel yang dilihat pada laboratorium. Sangat mudah dibedakan, dengan tampilan oosit yang lebih gelap dibandingkan dengan sitoplasma yang normal, dimana kondisi ini tidak akan dipengaruhi dengan posisi optikal dari mikroskop. Adanya morfologi oosit yang abnormal ditandai dengan oosit yang besar, gelap dan penyebaran granulasi yang bersifat “spongy appearance”pada sitoplasma, dan tingkat keparahannya juga dilihat dari diameter area yang bergranulasi dan dalamnya lesi pada sel. Beberapa penelitian menuliskan bahwa hal ini akan sangat berpengaruh terhadap kondisi klinis apabila embrio sudah terbentuk, dimana akan ditemukan dalam jumlah tinggi kelainan genetik. Universitas Sumatera Utara.

(31) 14 aneuploid dan tingginya kasus abortus. Secara signifikan akan dijumpai kualitas blastokista yang rendah, namun hal ini dapat diantisipasi dengan kriopreservasi selama 3 hari. Kondisi ini merupakan salah satu manifestasi adanya suatu kelainan patologis dari siklus sel, dismorfisme dan prediktor negative dari adanya suatu kehamilan, implantasi sampai pada prosedur ISCI. Adanya badan refraktil pada sitoplasma yang terlihat seperti suatu inklusi sitoplasma yang bisa terlihat dengan tampilan yang gelap, terpecah, berbentuk titik dan granul granul yang tebal. Diameter rata-rata yang terlihat dari mikroskop cahaya adalah 10µm. Terbentuknya suatu badan refraktil masih belum diketahui sampai saat ini, namun diduga hal ini juga akan menampilkan suatu klinsi yang patologis. Multiplikasi dari suatu vakuola juga ditemukan pada kelainan intrasitoplasma dan sudah dibuktikan dalam beberapa studi akan membentuk suatu kelainan setelah dilakukan prosedur ISCI.. A. B. C. Gambar 2.5: A Granular sitoplasma, B: vacuolated cytoplasm C: granulasi sitoplasma “moon shaped”. Universitas Sumatera Utara.

(32) 15 Kelainan pada retikulum endoplasma juga dijumpai yang terlihat adanya suatu penyatuan atau kondensasi struktur retikulum endoplasma yang halus yang bisa dibedakan dengan vakuolisasi sitoplasma. Kondisi ini dapat dibedakan karena mereka tidak terpisah dengan sitoplasma yang berada disekitar membrane reticulum. Embrio dengan oosit seperti ini dilaporkan dengan adanya bayi dengan kelainan Beckwith Wiedmann syndrome.. Gambar 2.6: Kondensasi retikulum endoplasma halus. Kelainan ekstrasitoplasmik juga merupakan hal yang juga harus diperhatikan. Dismorfisme pada bagian ekstrasitoplasmik dihubungkan dengan fertilisasi.. Berikut. merupakan. gambaran. beberapa. kelainan. morfologis. ekstrasitoplasmik pada oosit: Zona pellusida dibedakan dari bentuk normal, warna yang gelap, dan dari ketebalannya., yang bisa berkurang atau bertambah. Beberapa studi sudah menggambarkan bahwa ketebalan dari zona pellusida bisa berubah diantara oosit yang berbeda, walaupun mereka merupakan oosit dalam penelitian yang sama. Lebih jauh lagi, pemisahan struktur trilaminar bisa terjadi dan membentuk septa antara periviteline space: struktur bagian luar dari zona pellusida memiliki (brushshape) yang mirip dengan villi juga bisa dapat diidentifikasi.. Universitas Sumatera Utara.

(33) 16. A. C. B. D. Gambar 2.7 : A: oosit dengan peningkatan celah periviteline, B: oosit dengan debris pada daerah periviteline, C: peningkatan celah periviteline dengan abnormalitas zona pellusida, D: oosit dengan abnormal zona pellusida Pada sel yang mengalami degenarasi, sering dijumpai hilangnya struktur sel ini, oleh karena adanya ruptur dari plasma membrane, tetapi lebih lanjut, bisa dijumpai struktur yang amat besar oeh karena berkurangnya volume oosit plasma. Periviteline pase dengan adanya dijumpai granul juga bisa dijumpai diantara oosit dengan konsentrasi yang berebeda-beda. Untuk badan polar sendiri harus diperhatikan morfologi setiap derajat yang ada.. Universitas Sumatera Utara.

(34) 17. Gambar 2.8: A: Polar body derajat 1: B: Polar Body derajat II, C: Polar body derajat 3, D: Polar Body derajat 4. `. Gambar 2.9: Giant polar Body. Universitas Sumatera Utara.

(35) 18. Gambar 2.10 : Fragmented Polar Body Menjadi perhatian makna klinis yang ada, bahwa diumpai adanya giant PB akan memiliki resiko terjadinya resiko besar untuk abnormalitas kromosom (gambar 2.9). Pada derajat polar body, sangat perlu diperhatikan bagaimana morfologi dari polar body derajat 1 untuk melihat bagaimana morfologi yang terlihat, karena hal ini merupakan alat diagnostik untuk keberhasilan suatu implantasi embrio di dalam rahim (gambar 2.8). Skoring oosit berdasarkan konsensus Istambul memiliki peranan penting untuk suatu fertilisasi, terutama untuk invitrofertilisation. Sudah ditetapkan bahwa morfologi optimal oosit merupakan salah satu struktur sferis yang ditutup oleh zona pellusida, dengan sitoplasma translusen yang homogen dengan inklusi badan polar. Lebih lanjut untuk dikeahui, maturasi oosit baik dari segi nuekleus dan maturasi sitoplasma, dan proses ini sama dan tersinkronisasi.. Universitas Sumatera Utara.

(36) 19 . Cumulus-Oocyte Complex Scoring. Skoring terhadap stgruktur ini sangat penting untuk menilai adanya suatu troubleshooting pada sel. Skor yang diberikan ini harus biner (0-1), dengan skor terbaik pada organela ini adalah 1 yang didefenisikan sebagai cumulus yang melebar dan mengelilingi zona korona sel. . Zona Pellucida Scoring. Organela ini tidak memiliki fungsi yang cukup berguna untuk menghitung ketebalan zona, sebagaimana sudah diketahui bahwa ada bukti yang menunjukkan adanya suatu efek yang insufisien terhadap struktur zona pelusida ini. Bagaimanapun, sudah diketahui bahwa aka nada suatu efek spesifik terhadap pasien, dan juga sebaiknya diketahui bahwa harus dilakukan observasi terhadap pewarnaan atau ketebalan zona pellucida. . Periviteline space. Sudah diketahui bahwa tampaknya suatu morfologi inklusi pada celah periviteline adalah suatu anomali. Bagaimanapun, dijumpai adanya bukti yang insufisien untuk mendukung prognosis yang spesifik terkait observasi ini. Maka dari itu, sudah menjadi suatu ketetapan bahwa ketika dalam observasi dijumpai suatu badan inklusi harus dicatat dan diperhatikan, tidak ada suatu indikasi untuk menghitung atau memeriksa fenomena ini kembali. Lebih jauh telah disepakati, periviteline spase yang cukup besar harus diperhatikan dan diperiksa lebih lanjut. . Polar Body Scoring. Kehadiran atau absen nya suatu badan polar pada sel harus diperhatikan pada oosit yang tidak dilakukan inseminasi, disaat masih mungkin dilakukan. Universitas Sumatera Utara.

(37) 20 pemeriksaan (pada saat inseminasi IVF, hal ini tidak akan mungkin dievaluasi, juga saat dilakukan ICSI). Ukuran dari badan polar harusnya diperhatikan terutama apabila dijumpai dalam jumlah besar. Sudah ditetapkan bahwa oosit yang abnormal, yaitu ukuran badan polar yang besar tidak seharusnya diinseminasi, karena cenderung resiko aneuplodi. . Skoring sitoplasma. Sudah menjadi suatu konsesus bahwa diharapkan suatu homogenitas sitoplasma, dan sitoplasma yang nonhomogen masih belum diketahui apakah memilih efek biologis yang signifikan, dan berdasarkan bukti yang ada, hal ini merupakan suatu variabilitas dan bukan suatu dismorfisme perkembangan yang signfikan. Lebih jauh mengenai hal ini, sudah disetujui bahwa granulasi pada sitoplasma masih belum diketahui, dan lebih jauh dibedakan dengan suatu penyatuan organela. Penyatuan organela sel dilihat dari mikroskop, dimana granulasi hanya sering dilihat dengan modulasi dari penempatan lensa optikal pada mikroskop kontras. Sudah menjadi suatu consensus, bahwa sitoplasma sel dengan penyatuan organela memiliki potensi implantasi yang rendah. Sudah menjadi suatu konsensus bahwa dijumpai adanya diskus s ER diasosiasikan dengan resiko yang serius, dengan gambaran abnormal yang signifikan. Dijumpai adanya suatu rekomendasi yang kuat pada Expert Panel bahwa oosit dengan gambaran ini sebaiknya tidak dilakukan inseminasi. Lebih lanjut, bahwa oosit yang mirip disarankan untuk diperiksa adanya diskus s ER, baik itu diskus single maupun plak yang lebih kecil.. Universitas Sumatera Utara.

(38) 21 . Vakuolisasi. Sudah menjadi suatu konsensus bahwa vakuola yang kecil (diameter: 5-10µm) yang berisi air namun transparan tidak memiliki efek biologis. Namun berbanding terbalik (> 14µm) diasosiakan dengan kegagalan fertilisasi. Pada oosit yang sudah difertilisasi, vakuola ini akan tetap bertahan setelah fertilisasi dan bisa mengganggu adanya pembelahan, yang dijumpaid dengan adanya penurunan perkembangan blastokista. Oleh karena itu, observasi terhadap vakuola dengan ukuran besar harus dicatat dan diperhatikan. Hal secara intrinsik yang juga merupakan suatu faktor yang memengaruhi oosit ialah seperti usia, IMT, dan penyakit ginekologis. Untuk usia seiring berjalannya perkembangan pada wanita, oosit yang dijumpai akan semakin banyak memiliki kelainan baik dari segi materi genetik maupun asupan terhadap oosit sendiri yang memiliki siklus bergantung pada keadaan hormonal. Adekuasi hormonal sangat memengaruhi oosit yang ada. Indeks masa tubuh diduga tidak memengaruhi suatu luaran oosit, baik pada kategori underweight, normal dan overwwight. Hal ini sudah dibuktikan pada penelitian yang dilakukan di Denmark, pada ketika kategori tidak dijumpai adanya suatu perbedaan yang signifikan, p value > 0,005. Penyakit ginekologis seperti PCOS, atau kista juga sangat memengaruhi luaran oosit, baik dari tingkat kesuburan maupun kualitas oosit. Hal ini disebabkan oleh terganggunya asupan nutrisi terhadap oosit sendiri.. 2.2. Tahapan Oogenesis (PGC), kolonisasi gonad yang sedang berkembang dan berlanjut mejlalui pembentukan oogonia, oosit primer, oosit sekunder, dan oosit matang (Gambar 1).. Universitas Sumatera Utara.

(39) 22 PGC adalah precursor diploid dari ovarium dan sperma, dan ada sementara di dalam embrio sebelum membangun hubungan dekat dengan sel somatik gonad. Ini dapat dilihat dengan pewarnaan alkaline fosfatase pada minggu ke 4 gestasi pada embrio manusia. Setelah beberapa hari, PGC berproliferasi dan bermigrasi ke genital ridge, gonadal anlage. Saat tiba di genital ridge wanita, germ cell, sekarang disebut sebagai gonocytes, menyebabkan oogonia. Populasi oogonia berkembang melalui spesies yang ditentukan sebelumnya, jumlah divisi mitosis sampai sel memasuki meiosis dan menjadi oosit. Pada manusia, oogonia mulai berdiferensiasi pada minggu ke 9 kehidupan janin. Clusters oosit atau “sarang” akan hancur, beberapa oosit akan berdegenerasi (apoptosis), dan folikel primordial akan terbentuk. Oosit akan tetap pada prophase I dari meiosis sampai wanita menjadi dewasa secara seksual.23,30,31. Gambar 2.11 Tahapan Oogenesis23 Stadium oogenesis pada tikus. PGCs migrasi ke genital ridge selama perkembangan bayi dan membentuk oogonia. Oogonia berproliferasi dengan pembelahan mitosis,menjadi oosit primer dan pembelahan meiosis pertama. Universitas Sumatera Utara.

(40) 23 dinisiasikan dan primordial folikel akan membentuk satu lapisan squamus sel granulose (GCs) sebelum sesaat setelah lahir. Ploidi (n) didefenisikan disini sebagai jumlah sentromer. Salah satu konten DNA. Setelah lahir, oosit primer tidak akan melakukan pembelahan meiosis pada profase I dan akan membentuk foliker primer, dengan oosit dikelilingi oleh kuboidal GCs. Pada stadium pembentukan folikel sekunder terdiri dari sel theca dan lapisan multipel dari GCs. Pada stadium ini folikel sangat tergantung kepada GnRH. Oosit akan terus berkembang, mensistesis granul kortikal (CGs), zona pellusida (ZP), dan produksi m RNA. Setelah pubertas, dibawah pengaruh hormone gonadotropin , folikel sekunder akan berkmebang dengan foliker tersier.Pada stadium ini, antrum dan cumulus oophorus terbentuk. Sel akan berhenti berdiferensiasi. Meiosis berakhir dan terjadi maturasi nukleus serta sitoplasma . Maturasi sekunder oosit akan menunjukkan first polar body, dimana akan menghasilkan kromosom yang berjumlah haploid. Meiosis akan terhenti pada fase metaphase II dan akan menunggu fase fertilisasi. Setelah fertilisasi makan oosit akan traktivasi daj akan terjadi meiosis yang lengkap dengan morfologi adanya suatu second polar body. Oosit primer mensintesis mantel ekstraseluler dan butiran cortical. Setelah beberapa hari, tahap oosit primer dikelilingi satu lapis sel batang yang disebut pregranulosa cell. Selama masa transisi dari folikel primer ke folikel tersier, granulosa cell (GCs) mengalami transisi dari sel epitel batang menjadi epitel kuboid, dan dengan proliferasi lebih lanjut menghasilkan kumpulan sel yang berlapis-lapis yang dikelilingi oleh lapisan luar theca sel dan membran basal. Pembentukan antrum di dalam GC mengarah pada pembentukan folikel antral. Antrum dilapisi oleh epitel folikel. Seluruh folikel dibentuk oleh jaringan ikat sekitarnya. Lapisan GC tidak mengandung pembuluh darah. Langkah selanjutnya dalam perkembangan oosit terjadi ketika oosit dirangsang oleh hormon untuk melanjutkan meiosis sebagai awal ovulasi. Pada tahap ini, beberapa kejadian terjadi seperti kondensasi kromosom, pembungkus inti hancur, dan pembentukan tubuh polar pertama dan oosit sekunder yang besar. Pada mamalia, pematangan oosit berlanjut ke metafase II dan kemudian ditangkap sampai pembuahan.26. Universitas Sumatera Utara.

(41) 24 2.3. Interaksi Oosit-Sel Folikel Interaksi antara oosit dan sel folikel telah diteliti secara intensif. Komunikasi dua arah yang kompleks antara oosit dan sel somatik sekitarnya sangat penting untuk pengembangan terkoordinasi dari sel kuman dan sel somatik kompartemen (Gambar 2). Oosit memainkan peran aktif dalam ekspansi kumulus. Pertumbuhan dan perkembangan komponen oosit dan somatik folikel terjadi dengan cara yang sangat terkoordinasi. Oosit mengatur pematangan mereka sendiri dan juga mempengaruhi fungsi sel somatik sekitar dan tingkat ovulasi. Sel somatik folikular pada gilirannya mengatur transkripsi oosit dan mempromosikan kompetensi oosit untuk menjalani fertilisasi dan embriogenesis preimplantasi (pematangan sitoplasma). GC berpartisipasi dalam penekanan transkripsi pada moosit yang terjadi sebelum pematangan inti. Perkembangan yang sangat terkoordinasi ini memerlukan interkomunikasi konstan antara sel oosit dan somatik. Selama perkembangan folikel, faktor dari GC seperti Kit ligand (KITL) mempromosikan perkembangan oosit, sedangkan faktor dari oosit mempengaruhi perkembangan dan fungsi GC. Pada folikel antral, faktor yang diturunkan dari oosit, seperti growth differentiation factor 9 (GDF9), mendorong pengembangan fenotip sel cumulus dengan menekan ekspresi fenotipe mural granulosa cell (MGC).. GDF9 dapat mendorong banyak perubahan ekspresi gen GC yang. terbawa oleh oosit. Menariknya, pengaruh oosit diatur secara progresif, dengan oosit yang tumbuh lebih mampu mendorong pengembangan GC daripada oosit yang tumbuh sepenuhnya. Bone morphogenetic protein 15 (BMP15), faktor turunan oosit lainnya, bersifat mitogenik untuk sel somatik dan merangsang proliferasi GC. Oosit mengatur metabolisme sel kumulus faktor pertumbuhan. Universitas Sumatera Utara.

(42) 25 BMP15 dan fibroblas (FGFs) secara kooperatif meningkatkan tingkat glikolisis pada sel cumulus. Mutasi pada Bmp15 pada manusia menyebabkan kegagalan ovarium hipergonadotropik pada wanita, menunjukkan peran penting BMP15 dalam perkembalngan folikel dan ovulasi. Oosit juga mengeluarkan faktor mitogenik yang manjur yang mendorong sintesis DNA sel mural granulosa dan cumulus dan proliferasi sel. Oosit memodulasi follicle stimulating hormon (FSH) yang menginduksi sintesis progesteron dan estradiol oleh mural dan cumulus GCs dan menekan ekspresi mRNA luteinizing hormone receptor (Lhcgr). Mereka juga mengatur diferensiasi GC terhadap fenotip sel cumulus, yang sangat berbeda dari fenotipe MGC. Sel kumulus memiliki ekspresi Lhcgr yang sangat rendah dibandingkan dengan MGCs, dan memiliki kapasitas untuk mensekresikan asam hyaluronic dan menjalani mucifikasi / ekspansi sementara MGC tidak melakukannya. Mucifikasi sel cumulus diperlukan agar pembuahan bisa berhasil.23,32-42 Perkembangan oosit dan sel somatik terjadi bersamaan dan ini bertanggung jawab untuk memastikan oocyte yang berovulasi siap untuk pembuahan. Gangguan komunikasi ini akan mengakibatkan kegagalan perkembangan oosit. Oosit dapat mengatur laju perkembangan sel somatik. Setelah dicangkok, oosit dikelilingi oleh satu atau dua lapisan GCs khas perkembangan folikel primer dan sekunder. Sembilan hari setelah ovulasi, folikel antral besar terbentuk, sedangkan pada kontrol, yang mengandung sel oosit dan cumulus keduanya berasal dari ovarium neonatal, folikel berkembang pada tingkat normal, yaitu 19-20 hari. Tingkat perkembangan folikel kira-kira berlipat ganda dengan adanya oosit tahap selanjutnya. Hal ini menunjukkan bahwa oosit mengkoordinasikan perkembangan. Universitas Sumatera Utara.

(43) 26 folikel ovarium mamalia dan bahwa laju perkembangan folikular didasarkan pada program perkembangan intrinsik pada oosit. Folikel juga diatur oleh faktor extraovarian seperti hormon gonadotropin, dan memerlukan FSH dan reseptor untuk menjadi folikel preovulasi antral.32-42 Skema dibawah ini akan menunjukkan hubungan sel oosit dengan lingkungan sekitar yang akan memengaruhi kualitas oosit.. Gambar 2.12 Determinan Kualitas Oosit23 Determinan kualitas oosit. Interaksi antar sel dan folikel akan memengaruhi kualitas oosit. Ooplasma akan memepengaruhi formasi pronukleus dan aktivasi genome embrionik. Faktor pada ooplasma, seperti maternal m RNA dan protein, akan meregulasi aktivasi genom disaat tidak terjadinya transkripsi. Sel diploid-somatik sel akan berinteraksi untuk membantu perkembangan oosit dengan mempengaruhi fisiologi, metabolisme, dan maturasi nucleus serta regulasi meiosis. Maturasi oosit akan menentukan proses feritlisasi. Hal ini sangat diperhatikan sebagai suatu hal yang sangat perlu untuk perencanaan fertilisasi in vitro. Organela maturasi sel yang diteliti seperti spindle sel menjadi suatu perhatian penting sebagai analisa prognosis perkembangan embrio setelah dilakukan inseminasi. Penelitian yang dilakukan di United Kingdom, Januari 2009, dan Febuari 2015 immature oocyte dikumpulkan pada 450 pasien pada in vitro fertilization. Universitas Sumatera Utara.

(44) 27 transfer, dan 31 oosit. dilakukan in vivo mature yang berasal dari 3 pasien. infertile. Semua prosedur dilakukan lalu dianalisa. Pada analisa ketebalan spindle dan zona pelusida dengan Polscope imaging, dibawah polar mikroskop, dapat dilihat ketebalan zona pelusida yang terdiri dari adanya 3 lapisan dengan ketebalan yang berbeda-beda. Zona pelusida terbagi atas 8 bagian yang sama, dengan sentral oosit merupakan poin dilakukan intersection, dan ketebalannya (μm, ZPT) serta densitasnya (nm, ZPD) pada lapisan dalam dari zona pellusida, dihitung (Gambar 2.11 B,C,D). Gambar 2.11 G dan H, menunjukkan gambar oosit yang menggunakan sistem Polscope Imaging.43. Universitas Sumatera Utara.

(45) 28. Gambar 2.13 Pengukuran Kepadatan Spindel untuk Kualitas Oosit43 Pemeriksaan densitas spindel dan pemeriksaan ketebalan dari lapisan dalam pada zona pelusida dengan menggunakan imaging Polscope dengan pembesaran 400x. (A) Spindel dan tiga lapis pada lapisan zona pelusida pada maturasi in vivo oosit sebelum dilakukan vitrifikasi. (B) Spindel dan zona pellusida pada pematangan oosit in vivo setelah pemanasan. (C dan D) Pemeriksaan dan hasil pada lapisan dalam- ketebalan dan densitas dari zona pellusida. ZPD : Zona Pellucida Density; ZPT : Zona Pellucida thickness. (E dan F) pemeriksaan densitas spindle dan adanya suatu keterlambatan pada spindle. (G) Gambaran polscope pada stadium meiosis I sebelum vitrifikasi. (H) Gambaran Polscope pada stadium meiosis I pada oosit mature setelah pemanasan.. Universitas Sumatera Utara.

(46) 29 Beberapa tahun belakangan, sistem Polscope sudah memiliki topic besar mengenai reproduksi klinis karena bisa mengevaluasi perkembangan embrio terkait spindle dan zona pellusida pada oosit yang hidup tanpa harus dilakukan prosedur fiksasi sel dan pewarnaan sel. Banyak studi tentang fresh human oocytes. Sudah dikonfirmasi bahwa oosit dengan ukuran spindle yang besar memiliki potensi berkembang yang lebih besar. Dan densitas spindle secara langsung dikorelasikan dengan perkembangan embrio. Shen et al, sudah melaporkan bahwa ZPT dan ZPD bisa digunakan sebagai indeks yang penting untuk memilih embrio sebagai fresh human oocyte procedure, karena dapat merefleksikan perkembangan embrio yang potensial. GA, Rama, Raju et al sudah meyakini bahwa oosit dengan spinde >3nm dan ZPT 10-12 μm memiliki potensi perkembangan yang lebih baik pada fresh human oocytes, dan analisa komprehensif pada spindle, ZPT dan ZPD juga mampu memprediksi perkembangan embrio. Disamping studi sebelumnya tentang oosit pada hewan, tidak ada efek vitrifikasi pada spindle, ZPT dan ZPD pada frozen-thawed human oocytes.43 2.4. Stimulasi Ovarium Kryopreservasi terlebih dahulu harus dilakukan stimulasi ovarium untuk menghasilkan beberapa oosit yang akan ditransfer menjadi embrio. Khusus pada IVF, cara stimulasi ovarium yang lazim dipakai adalah dengan GnRH analog. Kelebihan metode ini terutama adalah munculnya folikel multipel dan efek samping yang relatif rendah. Pada IVF, pemberian GnRH agonis atau GnRH antagonis merupakan tahapan awal. Hal ini bertujuan untuk menekan sekresi GnRH dan gonadotropin endogen dengan harapan menghindari pengaruh gonadotropin endogen sehingga kadar gonadotropin dapat dikendalikan dan. Universitas Sumatera Utara.

(47) 30 menghindari lonjakan LH dini diluar pengamatan. Selain itu, petik ovum dapat diatur waktunya sesuai yang dikehendaki. Pemberian GnRH agonis dapat dengan metode protokol panjang atau dengan protokol pendek. Analisis komparatif tentang. hasil. penggunaan. protokol. dengan. dan. tanpa. GnRH. agonis. memperlihatkan bahwa protokol agonis menghasilkan angka penurunan kejadian lonjakan LH dini, peningkatan jumlah oosit, angka kehamilan, dan angka kelahiran hidup. Pemberian GnRH antagonis mempunyai efek inhibisi langsung pada sekresi gonadotropin. Molekul antagonis yang bersifat penghambat kompetitif menempati reseptor GnRH sehingga menghambat kerja GnRH endogen.83 Preparat GnRH antagonis menyebabkan supresi langsung tanpa flare up dan reseptor GnRH tidak berkurang. GnRH antagonis juga menyebabkan supresi hipofise yang lebih baik dibandingkan dengan GnRH agonis. Secara umum, stimulasi ovarium akan berhasil dengan baik bila digunakan pada pasien-pasien dengan respon ovarium yang baik. Keadaan ini dapat diketahui melalui pemeriksaan kadar hormonal basal yaitu pada hari ke-2 atau ke- 3 haid. Bila didapatkan kadar FSH basal > 12 IU/mL, apalagi sampai diatas 20 IU/mL, berhubungan dengan respon ovarium yang jelek. Tingginya kadar FSH ini berhubungan pula dengan meningkatnya usia penderita dimana peningkatan usia menyebabkan penurunan jumlah oosit dan kualitas oosit. Tingginya kadar estradiol pada hari ke-2 atau ke-3 haid yang melebihi 80 pg/mL juga dapat 26 memprediksi sulitnya terjadi proses kehamilan. Peningkatan kadar estradiol yang prematur berhubungan dengan recruitment folikel sebagai respon meningkatnya sekresi FSH. Bila kadar basal FSH dan estradiol tinggi pada hari ke-2 atau hari-3. Universitas Sumatera Utara.

(48) 31 haid menunjukkan respon ovarium terhadap stimulasi ovarium yang jelek. Bila hanya didasarkan pada kadar estradiol basal, protokol pendek digunakan bila kadar estradiol basal < 50 pg/mL. Protokol stimulasi ovarium GnRH antagonist short protocol, menekankan cara pemberian GnRH-a dan gonadotropin secara bersamaan yaitu pada saat awal fase proliferasi (hari ke-2 haid) sampai saat pemberian hCG.82-83 Penelitian yang dilakukan di Oxford University Press, untuk mendapatkan siklus yang diharapkan, maka semua donor harus diberikan terapi oral kontrasepsi selama satu bulan untuk stimulasi. Lima hari setelah obat kontrasepsi dihentikan, stimulasi dengan FSH (r-FSH) (Purgeon Pen, MSD, Madrid, Spain) dimulai pada dosis 150-200 IU/ hari yag bergantung pada IMT dari pendonor oosit. Dari hari ke 5 stimulasi donor dikontrol denga mengukur plasma estradiol dan transvanal ultrasound setiap 2 hari dan dosis disesuaikan secara individual. Ketika folikel sudah berukuran > 14mm, GnRH antagonist (ganirelix acetate 0,25 mg; Orgalutran. MSD, Madrid, Spain) yang diberikan setiap hari. Pada akhirnya, ketika dijumpai sedikitnya ada 3 folikel ovarium yang berukuran ≥20 mm maka rekombinan HCG(r-HCG) atau bolus GnRH agonis diadministrasikan (triptoreline 0,3 mg, Decapeptyl ; Ipsen Pharma, Barcelona, Spain) untuk mentriger terjadinya ovulasi. 2.5. Ovum Picked Up 86 Oosit yang akan dikriopreservasi dapat dikumpulkan melalui prosedur ovum pick up secara ovariektomi, laparotomi, laparoskopi (laparoscopic ovum pickup/LOPU),. dan. aspirasi. dengan. menggunakan. panduan. ultrasonografi. transvaginal (transvaginal ultrasound-guided aspiration/TUGA). Aspirasi ovum. Universitas Sumatera Utara.

(49) 32 dalam hal ini dalam bentuk oosit dapat dilakukan dengan menggunakan jarum suntik sederhana dengan kaliber yang kecil atau dengan alat vakum. TUGA menjadi salah satu prosedur ovum pick up yang aman dan dapat bertindak sebagai alternatif bila dibandingkan dengan pengumpulan ovum secara pembedahan ataupun laparoskopi. LOPU adalah salah satu metode pengumpulan ovum yang paling baik yang dapat diikuti oleh prosedur fertilisasi in vitro. Sebelum dikumpulkan, folikel terlebih dahulu distimulasi untuk segera mengalami maturasi sehingga oosit dapat diperoleh. Pematangan folikel dapat terjadi berkat peran dari hormon terutama hormon seksual. Perlu diketahui bahwa prosedur dilakukannya ovarian pick up ini memiliki banyak ketentuan yang harus diperhatikan. Peralatan yang digunakan, media kultur, dan peralatan yang bersifat sekali pakai sangat perlu untuk diperhatikan segi kualitasnya. Perubahan lingkungan luar juga harus diketahui oleh para embriologis. perubahan. kondisi. lingkungan. yang. begitu. berbeda. akan. menyebabkan terganggunya media kultur serta kelangsungan kehidupan embrio pada media kultur tersebut. Hal dasar utama yang perlu diketahui pada prosedur ini ialah: a. Peralatan yang digunakan 1) Tempat bekerja harus berada pada kondisi udara yang baik dan mikroskop yang terintegrasi. 2) Mini Incubator (jika medium yang digunakan tidak menggunakan buffer) 3) Media perekam elektronik 4) Tabung pemanas. Universitas Sumatera Utara.

(50) 33 5) Mikroskop b. Media 1) Medium in vitro fertilization 2) Mineral oil 3) Media pembilasan c. Peralatan sekali pakai 1) Media kultur yang berukuran 40 mm 2) Centre- well dish 3) Pipet Pasteur 4) Rubber bung/ teat 5) Round-bottoms tube Adapun prosedur yang dilakukan meliputi beberapa tahap: 1. Pemeriksaan pre prosedur Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan ultrasound untuk melihat berapa banyak folikel yang ada pada pemeriksaan ultrasound. Tahap ini akan sangat membantu dalam menyiapkan media dalam jumlah yang sesuai dengan tampilan folikel pada ovarium. Pemeriksaan darah dan beberapa prosedur khusus juga harus diperhatikan untuk melihat apakah ada terapi khusus untuk persiapan IVF sendiri seperti preimplantation genetic screening (PGS )/ pre-implantation genetic diagnosis (PGD)/atau media media khusus, juga harus diperhatikan. 2. Pengambilan oosit : Persiapan hari-1, meliputi: . Persiapan Media dengan teknis asepsis: harus tetap berada pada cairancairan biologis dan laminar airflow, pemeriksaan waktu expired media,. Universitas Sumatera Utara.

(51) 34 pencatatan semua media dan tanggal pertama digunakan. Teknik pemberisihan diri, 10 menit sebelum prosedur. . Penamaan / labeling : segala media yang digunakan harus diberi label, nama pasie, tanggal lahir, identfikasi klinis dan barcode. . Preparasi media kultur: setelah dibersihkan oosit akan diletakkan untuk dilakukan inkubasi. . Preparasi mikrodrop : pipet untuk mengukur atau mengatur volume tiap mikrodrop untuk tetap dan terstandardisasi. Gambar tabel skematik tentang mode media kultur, media volume, dan mode pemegang oosit.86. Universitas Sumatera Utara.

(52) 35. Gambar 2.14 Skematik tabel yang menunjukkan media media yang digunakan dalam prosedur OPU Minyak mineral harus segera dituangkan secara cepat setelah oosit dimasukkan ke dalam media, dan seluruh permukaan yang ada harus ditutup. Hal ini akan meminimalisir evaporasi dan osmolaritas. Osmolaritas harus dijaga antara 275 dan 290 mosmol/kg. Gelembung akan muncul pada step ini. Ini menunjukkan bahwa oosit yang ada lengket dan melekat, tervisualisasi namun akan mempersulit pengambilan oosit oleh pipet mircodrop. Semua gelembung yang ada harus segera diangkat. . Preparasi media pencucian : media harus dihangatkan terlebih dahulu mencapai suhu 37º celcius.. Universitas Sumatera Utara.

(53) 36 Prosedur Oocyte Pick Up . Catat waktu dimulainya prosedur pada database. Bekerja disarankan secara cepat untuk menghindari terjadinya perubahan lingkungan pada oosit dan meminimalisir pajanan cahaya. . Sesegera itu, ambil media pembersihan dari incubator, periksa label untuk identifikasi pasien, dan letakkan media pada inkubator dengan mengatur aliran CO2 sebanyak 5% pada pemanasan. Jika dijumpai adanya penuruan O2 maka O2 harus ditambahkan selama pengambilan oosit ketika sistem non-buffer diberlakukan.. . Tuangkan masing masing isi dari tabung pada 3 media pengumpulan oosit dan perhatikan secara makroskopis dan mikroskopis dengan pembesaran 8 sampai 60 kali untuk melihat adakah munculnya masa cumulus yang terlihat sebagai mutiara putih.. . Setelah ditempatkan, pindahkan media pembersihan atau bilas secara bersih cairan folikular dan aspirasi keluar dengan pipet untuk mengeluarkan sel sel darah dari cumulus. Oosit yang dikumpulkan pada media pembersihan harus disimpan pada kondisi yang hangat selama pengumpulan. Namun apabila media pembersihan sudah disertai adanya buffer, maka metode ini tidak dibutuhkan.. . Komunikasi yang konstan harus tetap terjalin antara laboran dan operator prosedur ruangan untuk para klinisi tetap mendapatkan informasi bahwa” 1. Ketika oosit sudah ada dam total sel telur sudah siap dikumpulkan pada prosedur tersebut. 2. Tampaknya sel- sel granulosa. Universitas Sumatera Utara.

(54) 37 . Periksa kembali aspirat folikular, harus diletakkan pada discard pot serta gel sachet dituangkan secara solid atau merata.. . Setelah pengambilan lengkap, akan diberitahukan dari petugas bahwa aspirasi terakhir akan segera selesai. Visualisasi tabung penghangat harus dilakukan pada prosedur terakhir bahwa aspirasi tidak rusak.. . Tempat penyimpanan oosit sebelum dilakukan prosedur ICSI harus diambil dari incubator dan dilakukan prosedur pembersihan yang baik. Oosit harus secara perlahan diambil dan diletakkan pada media segar, dibutuhkan sampai 5 media pada prosedur ini.. . Tempat penyucian untuk menyimpan oosit, yang akan digunakan untuk prosedur ICSI harus dikeluarkan dari incubator untuk prosedur pembersihan apabila dibutuhkan. Oosit harus secara perlahan diangkat dan diletakkan pada medium bersih, berjumlah bisa sampai 5 per media.. . Petugas harus mengerti tidak boleh mengambil keseluruhan pada satu manuver. . Berikan tanda untuk menunjukkan jumlah oosit yang ada pada media. . Tuliskan berapa banyak oosit yang terkumpul pada data diri pasien dan juga beberapa hal penting terkait OPU, seperti durasi, dan operator serta staff yang terlibat.. . Nama pasien harus dituliskan pada bagian luar incubator untuk memudahkan identifikasi. . Peralatan yang sudah dipakai sebaiknya diletakkan pada tempat penyimpanan perlatan bekas pakai untuk dilakukan pemanasan. Universitas Sumatera Utara.

(55) 38 . Jika terdapat tumpahan, bersihkan dengan air steril atau bersihkan dengan cairan pembersih apabila tidak ada kultur di dalam incubator.. . Ruangan prosedur juga harus dibersihkan setelah selesai, dibersihkan dari semua peralatan pemakaian prosedur OPU. Secara skematik berikut merupakan produr OPU:. Gambar 2.15. Skematik prosedur OPU86 2.6 Kriopreservasi Oosit 2.6.1. Indikasi Preservasi Fertilitas pada Wanita Setiap kondisi yang mengancam untuk merusak folikel pada kedua ovarium adalah indikasi untuk preservasi fertilitas. Kanker ginekologis dan kanker nonginekologis dapat mempengaruhi cadangan dan fungsi ovarium. Patologi itu sendiri dapat merusak jaringan ovarium dan folikelnya. Di sisi lain, terapi dan komplikasi jangka panjangnya menyebabkan toksisitas gonad. Seiring perawatan dan terapi kanker saat ini meningkatkan survival pada wanita muda, banyak wanita menganggap preservasi fertilitas sebagai bagian dari rencana pengobatan. Universitas Sumatera Utara.

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini akan membuktikan hasil analisis yang menunjukkan, bahwa rhitung diperoleh 0,874 lebih besar daripada rkritik 0,264 atas taraf signifikan 5%, oleh karena itu

Kepercayaan diri pada remaja akhir dari pola asuh orang tua demokratis lebih besar daripada kepercayaan diri pada remaja akhir dari pola asuh permisif dan pola

semakin sering, kemuadian peserta didik juga mengalami keenganan untuk membuka buku, dan yang menjadi perhatian guru PPKn adalah peserta didik melihat apa yang

39 „Bilbilis aut haerens scopulis Calagorris habebit” – Ausonius, 1886. Ezt a felsorolást veszi át válaszá- ban Nolai Szent Pál. Lásd: Paulinus Nolanus: Carm. szerint

Tidak adanya subjek yang memiliki kepercayaan diri yang rendah atau tidak percaya diri mengindikasikan bahwa mahasiswi Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang yakin

Citra yang baik digunakan sebagai alat bagi perusahaan, tidak hanya sebagai alat untuk menarik konsumen dalam memilih produk, jasa atau perusahaan, citra perusahaan

Larutan KOH dengan konsentrasi maksimum yang diperoleh dimasukkan dalam tabung pelarut dan dialirkan ke dalam kolom ekstraksi dengan laju alir 4 dan 6 mL/menit

Perusahaan telah melakukan pengendalian internal yang baik dalam pemisahan fungsi ini. Fungsi keuangan berada di bagian keuangan yang bertugas terhadap pengawasan kas perusahaan