• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengantar

Bab ini akan membahas kajian pustaka yang diawali dengan konsep - konsep yang digunakan dalam kajian teorinya mengenai beberapa pengertian secara konseptual seperti mengenai pengertian motivasi kerja yang berisi pengertian motivasi kerja, indikator motivasi kerja, faktor faktor yang mempengaruhi motivasi kerja, dan teori motivasi kerja serta pengertian kepemimpinan, fungsi kepemimpinan, tanggung jawab dan wewenang kepemimpinan, gaya kepemimpinan, indikator kepemimpinan, kerangka penelitian, dan pengembangan hipotesis.

2.2. Motivasi Kerja

2.2.1 Pengertian Motivasi dan Tujuan Motivasi

Berikut ini definisi motivasi yang dikemukakan oleh beberapa ahli;

Menurut pendapat Edwin B Filipo yang dikutip oleh Hasibuan (2003):

Motivasi adalah suatu keahlian, dalam mengarahkan pegawai dan organisasi agar mau bekerja secara berhasil, sehingga keinginan para pegawai dan tujuan organisasi sekaligus tercapai.

Menurut GR Terry yang dikutip oleh Hasibuan (2003):

Keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang merangsangnya untuk melakukan tindakan-tindakan.

Pada dasarnya motivasi kerja adalah suatu keadaan yang timbul dari pikiran dan emosi yang mempengaruhi seseorang untuk bekerja lebih giat sehingga pekerjaan diharapkan lebih cepat dan lebih baik.

Apabila pemimpin mampu meningkatkan motivasi kerja karyawan, maka perusahaan akan memperoleh banyak keuntungan.

(2)

Dengan motivasi dan kegiatan kerja yang tinggi maka pekerjaan akan lebih cepat selesai, ketidakhadiran dan keterlambatan kerja akan dapat diperkecil, kerusakan akan dapat dikurangi, kemungkinan perpindahan karyawan dapat diperkecil dan sebagainya.

Sedangkan yang menjadi tujuan dari motivasi itu sendiri adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan.

2. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan.

3. Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan.

4. Meningkatkan kedisiplinan karyawan.

5. Mengefektifkan pengadaan karyawan.

6. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik.

7. Meningkatkan loyalitas, kreativitas dan partisipasi karyawan.

8. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan.

9. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya.

10. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.

2.2.2 Metode Motivasi

Ada 2 (dua) jenis metode motivasi, yaitu:

Metode Langsung

Metode langsung adalah motivasi (materiil dan nonmateriil) yang diberikan secara langsung kepada setiap individu karyawan untuk memenuhi kebutuhan serta kepuasannya. Jadi sifatnya khusus, seperti pujian, penghargaan, tunjangan, bonus dan sebagainya.

Metode Tidak Langsung

Metode tidak langsung adalah motivasi yang diberikan hanya merupakan fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah kerja/kelancaran tugas sehingga para karyawan betah dan bersemangat melakukan pekerjaannya. Metode tidak langsung besar pengaruhnya untuk merangsang semangat bekerja karyawan sehingga produktif.

(3)

2.2.3 Alat-alat Motivasi

Alat motivasi yang diberikan kepada para karyawan dapat berupa material intencive dan nonmaterial intencive. Material intencive adalah motivasi yang bersifat materiil sebagai imbalan prestasi yang diberikan kepada karyawan, seperti uang dan barang-barang. Nonmaterial intencive adalah motivasi yang tidak berbentuk materi. Termasuk didalamnya adalah penempatan yang tepat, pekerjaan yang terjamin, piagam penghargaan, bintang jasa, perlakuan yang wajar dan sejenisnya.

2.2.4 Proses Motivasi dan Teori Motivasi Proses Motivasi

1. Tujuan

Dalam proses motivasi perlu diterapkan terlebih dahulu tujuan organisasi.

Baru kemudian para karyawan dimotivasi ke arah tujuan itu.

2. Mengetahui Kepentingan

Hal yang paling penting dalam proses motivasi adalah mengetahui keinginan karyawan dan tidak hanya melihat dari sudut kepentingan pimpinan atau perusahaan.

3. Komunikasi Efektif

Dalam proses motivasi harus dilakukan komunikasi yang baik dengan bawahan. Bawahan harus mengetahui apa yang akan diperolehnya dan syarat apa saja yang harus dipenuhinya supaya intensif tersebut diperolehnya.

4. Integrasi Tujuan

Tujuan organisasi adalah memperoleh laba serta perluasan perusahaan, sedangkan tujuan karyawan ialah pemenuhan kebutuhan dan kepuasan. Jadi, tujuan organisasi dan tujuan karyawan harus disatukan dan untuk itu penting adanya penyesuaian motivasi.

5. Fasilitas

Manajer penting untuk memberikan bantuan fasilitas kepada organisasi dan individu karyawan yang akan mendukung kelancaran pelaksanaan pekerjaan, seperti memberikan bantuan kendaraan kepada salesman.

(4)

6. Team Work (Kerjasama Kelompok)

Manajer harus membentuk team work yang terkoordinasi dengan baik yang bisa mencapai tujuan perusahaan. Team work ini penting karena dalam suatu perusahaan biasanya terdapat banyak bagian.

Gambar 2.1 Proses Motivasi

Teori Motivasi

Teori-teori motivasi diklasifikasikan atas:

1. Teori Kepuasan (Content Theory)

Teori ini mengemukakan bahwa kepuasan fisik dan rohani merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang. Semakin ada kesempatan untuk memperoleh kepuasan (materiil dan nonmateriil) dari hasil kerjanya, semakin bergairah seseorang untuk bekerja dengan mengerahkan semua kemampuan yang dimilikinya.

2. Teori Motivasi Proses (Process Theory)

Teori ini pada dasarnya berusaha menjawab pertanyaan bagaimana menguatkan, mengarahkan, memelihara dan menghentikan perilaku individu agar setiap individu bekerja sesuai dengan keinginan manajer.

Teori ini merupakan proses sebab dan akibat bagaimana seseorang bekerja serta hasil apa yang akan diperolehnya.

(5)

3. Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory)

Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku dengan pemberian kompensasi. Pronsip pengukuhan selalu berhubungan dengan bertambahnya frekuensi dari tanggapan, apabila diikuti oleh suatu stimulus yang bersyarat.

2.2.5 Cara Meningkatkan Motivasi Kerja

Setiap perusahaan akan berupaya untuk dapat meningkatkan semangat kerja sesuai dengan batas-batas kemampuan perusahaan tersebut. Untuk meningkatkan motivasi dan kegairahan kerja karyawan dalam suatu perusahaan dapat dilakukan dengan sesuatu yang bersifat material maupun non material. Cara-cara tersebut menurut Nitisemito (1996) antara lain:

1. Gaji yang cukup.

Gaji yang cukup maksudnya adalah jumlah gaji yang mampu dibayarkan tanpa menimbulkan kerugian pada perusahaan dan sesuai dengan jasa yang diberikan karyawan sehingga mampu memberikan semangat kerja para karyawan.

2. Kebutuhan rohani.

Untuk memenuhi kebutuhan rohani, perusahaan bukan hanya menyediakan tempat ibadah, tetapi juga harus dapat memenuhi kebutuhan karyawan untuk dihargai, kebutuhan keikutsertaan, kebutuhan ketenteraman jiwa dan sebagainya.

3. Harga diri karyawan.

Banyak cara pemimpin menunjukkan sikap menghargai karyawannya.

Misalnya jika karyawan melakukan kesalahan, pemimpin tidak memarahi di depan umum. Sebaliknya, apabila karyawan berprestasi maka berilah ia penghargaan atau pujian.

4. Posisi yang tepat.

Ketidaktepatan menentukan posisi karyawan akan menyebabkan perkerjaan akan menjadi kurang lancar dan tidak dapat memperoleh hasil yang maksimal. Disamping itu semangat kerja karyawan akan menurun.

(6)

5. Kesempatan untuk maju.

Motivasi dan kegairahan kerja karyawan akan timbul jika mereka mempunyai harapan untuk maju. Oleh karena itu perusahaan harus memberi kesempatan pada karyawannya untuk maju.

6. Loyalitas karyawan

Kesetiaan atau loyalitas karyawan terhadap perusahaan dapat menimbulkan rasa tanggung jawab. Tanggung jawab dapat menciptakan semangat dan kegairahan kerja.

Untuk menciptakan loyalitas karyawan terhadap perusahaan, pemimpin harus mengusahakan agar karyawan merasa senasib dengan perusahaan.

Seorang pemimpin yang mengetahui cara-cara meningkatkan motivasi kerja kerja dan menerapkannya dalam perusahaan tentu akan sangat menguntungkan. Dengan demikian karyawan akan mau bekerja sama dan disiplin untuk mencapai tujuan bersama tanpa paksaan

2.3 Hubungan Gaya Kepemimpinan Dengan Motivasi Kerja

Kepemimpinan merupakan suatu proses dimana seseorang mempengaruhi orang lain atau suatu kelompok dalam usahanya untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Seorang pemimpin memegang peranan penting dalam organisasi, yaitu berperan sebagai perencana, pembuat keputusan, pengawas dan lain sebagainya sesuai dengan organisasi yang dipimpinnya.

Kepemimpinan yang efektif sangat diperlukan untuk mempengaruhi dan menggerakkan bawahannya sehingga bawahan bekerja dengan penuh semangat, mau bekerja sama dan disiplin.

Apabila motivasi kerja sudah timbul dalam diri karyawan, maka pekerjaan akan lebih cepat dan lebih baik hasilnya. Untuk menimbulkan dan meningkatkan motivasi kerja para karyawan banyak cara yang bisa dilakukan oleh perusahaan.

Cara-cara tersebut bisa berupa materiil maupun non materiil. Misalnya gaji yang cukup, pemenuhan kebutuhan rohani, posisi yang tepat dan sebagainya.

(7)

Jadi, pada intinya kepemimpinan yang efektif akan menimbulkan motivasi kerja karyawan. Kepemimpinan yang efektif adalah seorang pemimpin yang bisa memenuhi kebutuhan materiil dan non materiil karyawan dan seorang pemimpin yang menerapkan gayanya sesuai dengan keadaan.

Seperti yang dikatakan oleh Hasibuan (2001) bahwa hal yang memotivasi kerja seseorang adalah untuk memenuhi kebutuhan serta kepuasan baik materiil maupun non materiil yang diperolehnya sebagai imbalan balas jasa dari jasa yang diberikannya kepada perusahaan. Apabila materiil dan non materiil yang diterimanya semakin memuaskan, motivasi kerja seseorang akan semakin meningkat.

Dalam kaitannya dengan kepemimpinan dalam upaya untuk meningkatkan motivasi kerja, maka hal ini tidak akan lepas dari tipe atau gaya kepemimpinan seseorang. Tipe kepemimpinan tersebut tidak lain adalah pola perilaku yang ditampilkan oleh seorang pemimpin, pada saat pemimpin itu mencoba untuk mempengaruhi orang lain (bawahan).

Merujuk pada gaya kepemimpinan yang dikemukakan oleh Blake dan Mouton bahwa dapat disimpulkan gaya kepemimpinan tipe (9,9) akan mampu meningkatkan motivasi kerja.

Timbulnya motivasi kerja merupakan syarat utama untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Tumbuhnya motivasi kerja yang tinggi sangat tergantung pula oleh pemimpin, apakah pemimpin tersebut memiliki persyaratan untuk menjadi seorang pemimpin yang baik dan bijaksana.

Heidjrachman dan Husnan (2000) mengutip pendapat Kahn, pemimpin yang baik adalah:

1. Memberikan kepuasan terhadap kebutuhan langsung para bawahannya.

2. Menyusun jalur pencapaian tujuan. Untuk melakukan hal ini pemimpin perlu memberikan pedoman untuk mencapai tujuan perusahaan bersamaan dengan pemuasan kebutuhan para karyawan.

3. Menghilangkan hambatan-hambatan pencapaian tujuan.

4. Mengubah tujuan karyawan sehingga tujuan mereka bisa berguna secara organisatoris.

(8)

Selain hal tadi, ada aspek yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin yaitu kualitas para pemimpin. Bicara mengenai kualitas maka berhubungan dengan kemampuan.

Berikut kualitas pimpinan yang baik yang dikemukakan oleh Heidjrachman dan Husnan (2000):

1. Keinginan untuk menerima tanggung jawab

Bila seorang pemimpin menerima kewajiban untuk mencapai suatu tujuan, berarti ia bersedia untuk bertanggung jawab kepada pimpinannya terhadap apa yang dilakukan bawahannya. Ia harus mampu mengatasi bawahannya.

2. Kemampuan untuk bisa perceptive

Perception (persepsi) menunjukkan kemampuan untuk mengamati suatu lingkungan. Para pemimpin harus mengenal tujuan perusahaan sehingga bisa bekerja untuk mencapai tujuan tersebut dan dituntut kemampuan untuk memahami bawahan sehingga dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan bawahan.

3. Kemampuan untuk bersikap objektif

Kemampuan untuk melihat suatu peristiwa atau masalah secara rasional dan membantu pimpinan untuk meminimumkan faktor-faktor emosional dan pribadi yang mungkin mengaburkan realitas.

4. Kemampuan untuk menentukan prioritas

Pemimpin yang pandai adalah seseorang yang mempunyai kemampuan untuk memilih/menentukan mana yang penting dan mana yang tidak. Hal ini sangat diperlukan karena sering muncul masalah-masalah yang harus diselesaikan bukanlah datang satu persatu melainkan bersamaan dan berkaitan antara satu dengan yang lainnya.

5. Kemampuan untuk berkomunikasi

Kemampuan untuk memberikan dan menerima informasi merupakan keharusan bagi seorang pemimpin. Seorang pemimpin adalah orang yang bekerja dengan menggunakan bantuan orang lain. Karena itu pemberian perintah, penyampaian informasi kepada orang lain mutlak perlu dikuasai.

(9)

Aspek lain yang penting dimiliki oleh seorang pemimpin adalah aspek kepribadian. Wahjosumidjo (1987) mengutip pendapat Donnel, bahwa ada 4 (empat) macam yang dikaitkan dengan kepribadian, yaitu:

1. Kemauan untuk memimpin

Salah satu syarat dasar keberhasilan pemimpin dalam menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan adalah kemauan untuk memimpin. Walaupun disamping faktor kemauan ada faktor lain yang perlu memberi dukungan, yaitu kemampuan. Kemampuan dibina melalui kemampuan, keterampilan dan sikap. Sedangkan kemauan diciptakan melalui motivasi.

2. Kecakapan berkomunikasi

Diartikan sebagai salah satu teknik kepemimpinan dalam bentuk tertulis maupun secara komunikasi lisan. Secara tertulis misalnya dalam bentuk suatu laporan, kertas kerja. Komunikasi lisan misalnya berupa rapat-rapat, diskusi, komunikasi secara perorangan dengan bawahan atau atasan serta dengan pihak-pihak lain dalam rangka untuk mencapai tujuan organisasi.

3. Harga diri dan kejujuran

Merupakan pencerminan dari suatu sistem nilai yang hidup dan dianut dalam kehidupan masyarakat tertentu. Perilaku, perbuatan dan tegur sapa selalu harus dapat diteladani. Oleh karena itu harga diri dan kejujuran mutlak perlu dimiliki oleh pemimpin.

4. Pengalaman memimpin

Pengalaman memimpin masa lalu merupakan hal penting karena akan bermanfaat dalam mengantisipasi kepemimpinannya untuk masa yang akan datang. Pengalaman-pengalaman yang positif tentunya akan lebih banyak memberikan motivasi ke arah suasana kerja yang segar dan dinamis, serta dalam penentuan kebijaksanaan dan pengambilan keputusan.

Dari beberapa uraian serta penjelasan di atas, dapat dirumuskan beberapa indikator kepemimpinan yang dikaitkan dengan semangat kerja karyawan, yaitu:

1. Tingkat komunikasi antara pimpinan dengan para bawahannya.

2. Tingkat kepercayaan atasan dalam mendelegasikan wewenang dan tugas kepada bawahan.

(10)

3. Kesediaan pihak atasan memberikan bimbingan, pengarahan serta contoh kepada bawahannya.

4. Tingkat kreativitas pimpinan menciptakan suasana lingkungan kerja yang baik.

2.3.1 Indikator Motivasi Kerja

Motivasi kerja karyawan akan meningkat apabila kebutuhan mereka dapat dipenuhi oleh perusahaan. Hal ini bisa dicapai apabila perusahaan/pimpinan perusahaan memahami apa yang menjadi kebutuhan karyawan/bawahannya.

Untuk mengetahui hal tersebut, ada beberapa indikator yang dapat dijadikan tolak ukur bagi perusahaan. Sesuai dengan Teori Hierarki Kebutuhan Maslow, Indikator tersebut antara lain adalah tercapainya kebutuhan:

1. Fisik, yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup; seperti makan, minum, rumah dan lain-lain.

2. Rasa aman, yaitu kebutuhan agar bebas dari ancaman dan kecelakaan dalam bekerja.

3. Sosial, yaitu kebutuhan dicintai, dihargai di tempat bekerja dan lingkungan masyarakat.

4. Penghargaan diri., yaitu kebutuhan untuk diakui oleh perusahaan dan masyarakat sekitarnya.

5. Aktualisasi diri, yaitu kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunakan kemampuan, keterampilan dan potensi optimal untuk menghasilkan prestasi kerja yang memuaskan.

2.4. Kepemimpinan

2.4.1 Pengertian Kepemimpinan

Seorang manajer adalah individu yang memiliki wewenang untuk memerintah orang lain. Seseorang yang di dalam menjalankan pekerjaannya, untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan, menggunakan bantuan orang lain.

Dengan demikian ia perlu memimpin para bawahannya. Tidak setiap orang yang

(11)

ditunjuk menjadi seorang pemimpin bisa melakukan pekerjaannya dengan baik.

Tidak semua pemimpin bisa menjadi pemimpin yang baik.

Kepemimpinan (leadership) yang ditetapkan oleh seorang manajer dalam organisasi dapat menciptakan integrasi yang serasi dan mendorong semangat kerja karyawan untuk mencapai sasaran yang maksimal. Kepemimpinan adalah kata benda dari pemimpin (leader).

Pemimpin (leader=head) adalah seseorang yang mempergunakan wewenang dan kepemimpinannya, mengarahkan bawahan untuk mengerjakan sebagian pekerjaannya dalam mencapai tujuan organisasi.

Leader adalah seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat kepemimpinan dan kewibawaan (personality authority). Falsafah kepemimpinannya bahwa pemimpin adalah untuk bawahan dan milik bawahan. Pelaksanaan kepemimpinannya cenderung menumbuhkan kepercayaan, partisipasi, loyalitas dan internal motivasi para bawahan dengan cara persuasif. Semua ini akan diperoleh karena kecakapan, kemampuan dan perilaku pemimpin tersebut.

Head adalah seorang pemimpin yang dalam menjalankan kepemimpinannya hanya atas kekuasaan (power) yang dimilikinya. Falsafah kepemimpinannya bahwa bawahan adalah untuk pemimpin. Pemimpin menganggap dirinya paling berkuasa, paling cakap, sedangkan bawahan hanya sebagai alat pelaksana keputusan-keputusannya saja. Pelaksanaan kepemimpinannya dengan memberikan perintah-perintah, ancaman hukuman dan pengawasan yang ketat.

Berikut ini adalah definisi kepemimpinan menurut beberapa ahli:

Menurut Hasibuan (2003)

Kepemimpinan adalah seni seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi

(12)

Menurut Chester Irving Bernard yang dikutip oleh Hasibuan (2003)

Kepemimpinan adalah kemampuan pribadi untuk menegaskan keputusan yang memberikan dimensi mutu dan dimensi kesusilaan terhadap koordinasi kegiatan organisasi dan perumusan tujuannya

Menurut Koontz dan O Donnel yang dikutip oleh Hasibuan (2003) Kepemimpinan adalah seni membujuk bawahan untuk meneyelesaikan tugas-tugasnya dengan semangat keyakinan

Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan pribadi untuk mempengaruhi orang lain agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan bersama.

2.4.2 Fungsi Kepemimpinan

Fungsi-fungsi kepemimpinan meliputi:

1. Pengambilan keputusan dan merealisasikan keputusan tersebut.

2. Pendelegasian wewenang dan pembagian kerja kepada bawahan.

3. Meningkatkan daya gunan dan hasil guna semua unsur manajemen (6M).

4. Memotivasi bawahan agar bekerja efektif dan bersemangat.

5. Mengembangkan imanjinasi, kreativitas dan loyalitas bawahan.

6. Pemrakarsa, penggiatan dan pengendalian rencana.

7. Mengkoordinasi dan mengintegrasi kegiatan-kegiatan bawahan.

8. Penilaian prestasi dan pemberian teguran atau penghargaan kepada bawahan.

9. Pengembangan bawahan melalui pendidikan atau pelatihan.

10. Melaksanakan pengawasan melekat dan tindakan-tindakan perbaikan jika perlu.

11. Memelihara aktivitas-aktivitas perusahaan sesuai dengan izinnya.

12. Mempertanggungjawabkan semua tindakannya kepada pemilik, karyawan dan pemerintah.

13. Membina dan mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan.

(13)

14. Pemberian kompensasi, ketenangan dan keselamatan bagi karyawan

2.4.3 Tanggung Jawab dan Wewenang Kepemimpinan

Seorang pemimpin dalam menjalankan proses mempengaruhi para bawahannya memiliki tanggung jawab dan wewenang yang harus dijalankan oleh pemimpin tersebut. Tanggung jawab dan wewenang yang dipikul oleh pemimpin tersebut dimaksudkan agar tujuan perusahaan tercapai dan harapan para pegawai terpenuhi.

2.4.3.1 Tanggung Jawab Pemimpin

Tanggung jawab para pemimpin adalah:

1. Menentukan tujuan pelaksanaan kerja yang realistis (dalam artian kuantitas, kualitas, keamanan dan lain sebagainya).

2. Melengkapi para karyawan dengan sumber dana-sumber dana yang diperlukan untuk menjalankan tugasnya.

3. Mengkomunikasikan kepada para karyawan tentang apa yang diharapkan dari mereka.

4. Memberikan susunan hadiah yang sepadan untuk mendorong prestasi.

5. Mendelegasikan wewenang apabila diperlukan dan mengundang partisipasi apabila memungkinkan.

6. Menghilangkan hambatan untuk pelaksanaan pekerjaan yang efektif.

7. Menilai pelaksanaan pekerjaan dan mengkomunikasikan hasilnya.

8. Menunjukkan perhatian kepada para karyawan.

Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat tanggung jawab pimpinan intinya menunjukkan perlunya perhatian, pengarahan kepada karyawan/bawahan dan manajemen serta membantu mereka agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai tujuan yang telah ditetapkan.

(14)

2.4.3.2 Wewenang Pemimpin

Apabila seorang pemimpin ingin mencapai tujuannya dengan efektif, maka ia harus memiliki wewenang untuk memimpin bawahannya. Wewenang ini disebut wewenang kepemimpinan, yang merupakan hak untuk bertindak atau mempengaruhi tingkah laku orang yang dipimpinnya.

Menurut Hasibuan (2001),wewenang adalah kekuasaan resmi yang dimiliki seseorang untuk bertindak dan memerintah orang lain.

Tanpa ada wewenang terhadap suatu pekerjaan, janganlah mengerjakan pekerjaan tersebut, karena tidak mempunyai dasar hukum untuk melakukannya.

Sentralisasi wewenang adalah bila sebagian besar kekuasaan masih tetap dipegang oleh pimpinan. Akibatnya pimpinan sibuk bekerja dan bawahan bekerja santai saja. Desentralisasi wewenang adalah apabila sebagian kecil kekuasaan dipegang pimpinan dan sebagian besar kekuasaannya didelegasikan kepada bawahan. Maka pimpinan mempunyai banyak waktu untuk merencanakan, mengarahkan dan mengawasi bawahan.

Terdapat dua sumber wewenang, yaitu Top Down Authority dan Bottom Up Authority. Top Down Authority adalah wewenang yang berasal dari atasan/kekuasaan puncak. Jadi di dalam hal ini seorang pemimpin diberi wewenang untuk memerintah dari atasannya. Bottom Up Authority adalah wewenang yang berasal dari bawahan. Pimpinan dipilih (diterima) oleh mereka yang akan menjadi bawahannya. Apabila seseorang diterima sebagai pimpinan dan diberi wewenang untuk memimpin,

maka para bawahan akan menghargai wewenang itu sebab mereka punya respek pribadi untuk menghargai orang tersebut dan akan mengikuti pimpinan dengan kooperatif dan gembira.

Kedua konsep ini nampak saling bertentangan namun memiliki manfaat sendiri-sendiri. Pada konsep Top Down authority diperlukan untuk mencapai perencanaan dan pengambilan keputusan yang diperlukan untuk membantu perusahaan bekerja dengan erat (kohesif) dan membantu adanya kesatuan yang diinginkan. Pada konsep Bottom Up Authority hubungan atasan bawahan akan

(15)

menjadi lebih erat dan harmonis. Pengarahan pimpinan lebih bersifat sukarela dan bukan atas dasar ketakutan karena wewenang formal.

2.5 Dasar/Sumber Kekuasaan Pemimpin

Gibson et al (1997) mengemukakan 5 (lima) dasar atau sumber kekuasaan pemimpin, yaitu:

1. Kekuasaan yang mengandung paksaan (Coercive Power).

Kekuasaan yang mengandung paksaan didasari atas rasa takut. Seorang bawahan merasa bahwa kegagalan menyesuaikan diri dengan keinginan atasan akan menyebabkan adanya hukuman. Kekuasaan yang bersifat memaksa didasarkan atas perkiraan orang bahwa hukuman merupakan akibat dari sikap tidak dapat menyesuaikan diri dengan tindakan, sikap atau pengarahan atasan.

2. Kekuasaan berdasar penghargaan (Reward Power).

Kekuasaan berdasar penghargaan adalah lawan kekuasaan yang bersifat memaksa. Seorang bawahan mereka bahwa menuruti keinginan seorang atasan akan menyebabkan mendapat penghargaan positif. Penghargaan ini dapat berupa uang (kenaikan gaji) atau bukan berupa uang (pujian untuk pekerjaan yang dikerjakan dengan baik).

3. Kekuasaan berdasar keabsahan (Legitimate Power).

Kekuasaan berdasar keabsahan timbul dari kedudukan seorang atasan dalam hirarki organisasi.

4. Kekuasaan berdasar keahlian (Expert Power).

Seseorang yang mendapatkan kekuasaan berdasar keahlian adalah orang yang memiliki keahlian atau pengetahuan khusus. Penguasaan satu atau lebih sifat ini akan mendapatkan penghormatan dan pemenuhan dari rekan-rekan sederajat atau bawahan.

5. Kekuasaan berdasar referensi (Referent Power).

Kekuasaan berdasar referensi didasarkan pada kesamaan seorang pengikut dengan seorang pemimpin. Orang ingin dihubungkan erat dengan orang yang mempunyai kekuasaan, sehingga mereka memberi orang itu kekuasaan karena

(16)

daya tarik (kharisma) atau karena pemimpin itu dirasakan memiliki sumber daya yang diinginkan.

2.5.1 Pendekatan/Teori Dalam Studi Kepemimpinan

Ada 3 (tiga) pendekatan/teori dalam studi kepemimpinan, seperti yang dikemukakan oleh Gibson et al (1997) dan Wahjosumidjo (1987), yaitu:

1. Sifat

Upaya sistematis pertama untuk memahami kepemimpinan adalah penelitian yang menandai karakteristik tertentu pemimpin yang diperkirakan akan meraih sukses. Tema penelitian awalnya adalah bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukan dididik. Teori ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh sifat-sifat, perangai atau ciri- ciri yang dimiliki oleh pemimpin itu. Ada dua pendekatan, yaitu:

1. Mencoba membandingkan sifat-sifat mereka yang menjadi pemimpin dan yang tidak.

2. Mencoba membandingkan sifat-sifat mereka yang menjadi pemimpin efektif dan yang tidak efektif.

Pendekatan ini berangkat dari asumsi bahwa sejumlah orang memang menjadi pemimpin secara alamiah, karena mereka memiliki kelebihan sifat-sifat tertentu yang tidak dimiliki orang lain yang bukan pemimpin.

Misalnya sifat fisik seperti tinggi badan, raut muka, stamina. Lalu sifat kemampuan seperti kecerdasan, lancar berbicara. Sifat yang lain misalnya sifat kepribadian seperti harga diri, kejujuran, keteladanan. Teori ini dikatakan kuno, karena hasil penelitiannya bersifat deskriptif dan tidak selalu ada relevansi antara keberhasilan seorang pemimpin dengan sifat- sifat yang dimilikinya.

2. Perilaku

Berdasarkan penelitian, perilaku seorang pemimpin menurut teori ini mempunyai kecenderungan ke arah dua hal. Pertama, disebut konsiderasi (consideration), ialah kecenderungan kepemimpinan yang menggambarkan

(17)

hubungan akrab dengan bawahan. Perilaku ini mempunyai gejala-gejala seperti sifat pemimpin yang ramah, membela bawahan, memberikan kesejahteraan bawahan. Kedua, disebut struktur inisiasi (initiating structure), ialah kecenderungan seorang pemimpin yang memberikan batasan-batasan antara peranan pemimpin dan peranan bawahan dalam mencapai tujuan organisasi.

Tanda-tandanya ialah bawahan diberikan instruksi dalam pelaksanaan tugas, kapan, bagaimana, pekerjaan dilakukan, hasil apa yang akan dicapai. Oleh karena itu, pemimpin membuat berbagai standar yang perlu dilaksanakan bawahan.

3. Situasional

Teori situasi ialah bahwa tingkah laku seorang pemimpin harus selalu disesuaikan dengan situasi kedewasaan bawahan. Istilah kedewasaan, bagi bawahan, mempunyai komponen pengertian sebagai berikut:

1. Orang-orang yang mempunyai tujuan, kemampuan menyusun tujuan dan mencapai tujuan tersebut.

2. Orang-orang yang mempunyai rasa tanggung jawab.

3. Memiliki pendidikan dan pengalaman.

4. Mempunyai relevansi dengan tegas.

Dari pendekatan-pendekatan yang telah dikemukakan, dalam prakteknya sulit untuk memisah-misahkan antara sifat, perilaku dan situasional sebagai satu konsep kepemimpinan sebab keberhasilan seorang pemimpin dalam melaksanakan fungsinya tidak hanya ditentukan oleh salah satu aspek saja, melainkan antara sifat, perilaku dan situasional saling menentukan sesuai dengan situasi yang mendukung.

2.5.2 Gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai pola tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu untuk

(18)

mencapai suatu tujuan tertentu. Para ahli mencoba mengelompokkan gaya kepemimpinan yang ada dengan menggunakan suatu dasar tertentu.

Dasar yang sering digunakan adalah tugas yang dirasakan harus dilakukan oleh pimpinan, kewajiban yang pimpinan harapkan diterima oleh bawahan dan falsafah yang dianut oleh pimpinan untuk pengembangan dan pemenuhan harapan para bawahan.

2.5.2.1 Gaya Otoriter, Partisipatif dan Delegatif

Hasibuan (2001), membagi gaya kepemimpinan menjadi 3 (tiga), yaitu:

a. Gaya Kepemimpinan Otoriter.

Kepemimpinan otoriter adalah jika kekuasaan atau wewenang,sebagian besar mutlak tetap berada pada pimpinan atau kalau pimpinan itu menganut sistem sentralisasi wewenang. Pengambilan keputusan dan kebijaksanaan hanya ditetapkan sendiri oleh pemimpin, bawahan tidak diikutsertakan untuk memberikan saran ide dan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan. Falsafah pemimpin ialah bawahan adalah untuk pimpinan.

Orientasi kepemimpinannya difokuskan hanya untuk peningkatan produktivitas kerja karyawan dengan kurang memperhatikan perasaan dan kesejahteraan bawahan.

b. Gaya Kepemimpinan Partisipatif.

Kepemimpinan partisipatif adalah apabila dalam kepemimpinannya dilakukan dengan cara persuasif, menciptakan kerja sama yang serasi, menumbuhkan loyalitas dan partisipasi para bawahan. Falsafah pemimpin ialah pimpinan adalah untuk bawahan. Bawahan harus berpartisipasi memberikan saran, ide dan pertimbangan-pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan.

Keputusan tetap dilakukan pimpinan dengan mempertimbangkan saran atau ide dari bawahannya. Hal ini akan mendorong kemampuan bawahan mengambil keputusan.

(19)

c. Kepemimpinan Delegatif.

Kepemimpinan delegatif apabila seorang pemimpin mendelegasikan wewenang kepada bawahan dengan agak lengkap. Bawahan dapat mengambil keputusan dan kebijaksanaan dengan bebas atau leluasa dalam melaksanakan pekerjaannya. Sepenuhnya diserahkan kepada bawahan, pemimpin tidak peduli bagaimana caranya, asal bisa diselesaikan dengan baik oleh bawahan.

Dalam hal ini, bawahan dituntut memiliki kematangan dalam pekerjaan (kemampuan) dan kematangan psikologis (kemauan).

2.5.2.2 Gaya Kepemimpinan Sistem 4 Rensis Likert

Sistem 4 dikembangkan oleh Likert. Dimulai dari sistem 1 (gaya yang sangat otoriter) hingga sistem 4 (gaya yang didasarkan pada kerja tim dan kepercayaan timbal balik). Berikut pembagian sistem 4 menurut Likert yang ditulis oleh Lock dan Farrow (1989):

1. Sistem 1 (Explosive Autocracy).

Manajemen tidak mempunyai kepercayaan pada bawahan, karena mereka jarang dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan apapun.

Sebagian besar keputusan dan penetapan tujuan organisasi dibuat oleh manajemen puncak dan diturunkan ke bawah melalui garis komando. Para bawahan dipaksa bekerja dengan ketakutan, ancaman, hukuman.

2. Sistem 2 (Benevolent Autocracy).

Manajemen dianggap mempunyai kepercayaan pada bawahan yang semakin berkurang. Sebagian besar keputusan dan penetapan tujuan organisasi dibuat di manajemen puncak, tetapi banyak keputusan dibuat berdasarkan kerangka tertentu di lapisan bawah. Para karyawan diberi motivasi dengan hadiah dan hukuman.

3. Sistem 3 (Consultative).

Manajemen dipandang mempunyai kepercayaan besar pada bawahan, namun tidak sepenuhnya. Kebijakan dan keputusan umum ditetapkan di manajemen puncak, tetapi bawahan diizinkan untuk membuat keputusan spesifik di lapisan lebih bawah. Komunikasi berjalan baik ke atas maupun ke

(20)

bawah. Hadiah, kadang hukuman dan berbagai keterikatan digunakan untuk memberi motivasi karyawan. Beberapa proses pengendalian yang penting didelegasikan ke bawah dibarengi dengan perasaan tanggung jawab baik pada tingkat atas maupun bawah.

4. Sistem 4 (Participative Group).

Manajemen dipandang mempunyai kepercayaan penuh terhadap bawahan. Pengambilan keputusan disebar ke seluruh lapisan organisasi, namun terpadu sekali. Komunikasi terjadi tidak hanya ke atas dan ke bawah, melainkan juga ke samping yaitu di antara sejawat.

Para karyawan diberi motivasi melalui partisipasi dan keterikatan dalam mengembangkan hadiah, penetapan tujuan, perbaikan metode dan penghargaan atas kemajuan dalam mencapai tujuan.

Ada tanggung jawab menyeluruh atas proses pengendalian dengan unit bawahan terlibat sepenuhnya.

Likert mengemukakan kesimpulan bahwa organisasi yang tidak produktif disebabkan adanya kecenderungan pemimpin ke arah perilaku sistem I dan sistem II. Dalam kebanyakan organisasi yang paling mendekati sistem IV ternyata memiliki produktivitas terus meninggi, karena banyak ditentukan oleh adanya gaya kepemimpinan yang konsultatif atau partisipatif.

Gambar 2.2

Gaya Kepemimpinan Sistem 4 Rensis Likert

Sistem I Sistem II Sistem III Sistem IV

Authocracy Participative Laissez Faire Superior Centered Subordinate Centered Leadership Leadership

(21)

(Sumber: Hasibuan [1996])

2.5.2.3 Gaya Kepemimpinan Manajerial Grid

Gaya kepemimpinan ini pertama kali diperkenalkan oleh Blake dan Mouton, seperti dikutip Gibson et al (1999). Berdasarkan teori Managerial Grid, perilaku setiap pemimpin diukur melalui 2 (dua) dimensi, yaitu:

Perhatian terhadap hasil atau tugas (T).

Perhatian terhadap bawahan atau hubungan kerja (H).

Dalam teori ini terdapat tipe-tipe kepemimpinan yang terbagi menjadi 5 (lima), yaitu:

1. Tipe (1,1) / Impoverished Management.

Dalam tipe ini perhatian pemimpin sangat kurang baik terhadap hasil atau tugas dan karyawan. Pada dasarnya menunjukkan tidak adanya keterlibatan kepemimpinan baik kepada bawahan maupun hasil.

2. Tipe (1,9) / Country Club Management.

Pemimpin memfokuskan untuk menjadi orang yang memberi dukungan dan pertimbangan terhadap pegawai. Namun penyelesaian tugas bukan merupakan perhatian utama.

3. Tipe (5,5) / Middle Of The Road Management.

Terpeliharanya tingkat kepuasan bawahan maupun untuk kepentingan hasil. Tetapi kelemahannya, tidak memiliki dan dasar yang baik untuk berinovasi dan tidak kreatif. Dalam perkembangan jangka panjang, tipe kepemimpinan ini akan ketinggalan.

4. Tipe (9,1) / Task Management.

Pemimpin sangat mementingkan tugas atau hasil. Akibatnya bawahan dianggap tidak penting dan sewaktu-waktu dapat diganti.

Pemimpin tipe ini adalah otoriter. Keterampilan, peningkatan bawahan dianggap tidak perlu.

5. Tipe (9,9) / Team Management.

Pemimpin sangat menaruh perhatian besar terhadap hasil atau tugas dan bawahan atau hubungan kerja. Sikap pemimpin tersebut

(22)

akan mendorong timbulnya kebutuhan bawahan untuk berpikir dan berproduksi. Tercipta adanya hubungan yang matang satu sama lain dan yang sangat dirasakan manfaatnya terhadap organisasi.

Blake dan Mouton mengemukakan bahwa tipe (9,9) adalah tipe gaya kepemimpinan yang paling efektif. Dimana menggambarkan satu kriteria keberhasilan kepemimpinan, tercapainya pelaksanaan tugas- tugas organisasi yang didukung keterikatan di antara bawahan melalui saling adanya kepercayaan dan hormat-menghormati.

Tipe ini dalam hampir semua situasi, menghasilkan peningkatan prestasi, tingkat absensi dan perputaran karyawan rendah dan kepuasan kerja karyawan tinggi.

Gambar 2.3

Gaya kepemimpinan managerial grid oleh Blake dan Mouton

9 8 7 6 5 4 3 2

1 2 3 4 5 6 7 8 9

( H )

( T) (1,1)

(9,9)

(9,1) (5,5)

(1,9)

(23)

2.5.2.4 Indikator Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan yang mempengaruhi motivasi karyawan adalah gaya kepemimpinan yang sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhan bawahannya. Hal tersebut dapat diukur melalui:

1. Tingkat komunikasi antara pimpinan dan bawahan.

- Komunikasi Langsung - Komunikasi Tidak Langsung

2. Tingkat kepercayaan atasan dalam mendelegasikan wewenang dan tugas kepada bawahan.

3. Kesediaan atasan untuk memberikan bimbingan, pengarahan serta contoh kepada bawahan.

4. Tingkat kreativitas pimpinan dalam menciptakan lingkungan kerja yang baik.

2.6 Kerangka Penelitian

Motivasi kerja sangat penting dalam suatu organisasi, perusahaan atau pun badan pemerintahan, maka perlu dikembangkan motivasi kerja yang mendukung terhadap pekerjaan tersebut. Hal ini bukanlah hal yang mudah karena berkaitan dengan perilaku karyawan itu sendiri dimana mereka selalu berusaha mengarah pada usaha pemenuhan kebutuhan disertai dengan keinginan untuk terus berkembang dan lebih maju.

Maslow menyatakan dalam teorinya Hirarki Kebutuhan, yaitu : 1. Physiological Needs

Physiological needs adalah kebutuhan untuk mempertahankan hidup (makan, minum, rumah dan sebagainya). Keinginan untuk memenuhi kebutuhan ini merangsang individu untuk berperilaku atau bekerja dengan giat.

2. Safety and Security Needs

Safety and security needs adalah kebutuhan akan kebebasan dari rasa tidak aman dan ancaman, yakni merasa aman dari ancaman kecelakaan dan keselamatan dalam melaksanakan pekerjaan.

(24)

Affiliation or Acceptance Needs

Affiliation or acceptance needs adalah kebutuhan sosial, teman, interaksi, dicintai dan mencintai serta diterima dalam lingkungan bekerja dan masyarakat sekitarnya.

4. Esteem or Status Needs

Esstem or status needs adalah kebutuhan akan penghargaan diri dan pengakuan serta penghargaan prestise dari karyawan dan masyarakat lingkungannya.

5. Self Actualization

Self actualization adalah kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunakan kemampuan, keterampilan dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan.

Teori tersebut merupakan hal yang perlu diperhatikan oleh pimpinan.

Karyawan akan termotivasi apabila kebutuhan-kebutuhan tersebut diatas dapat terpenuhi. Oleh karena itu, pimpinan harus dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan para karyawan. Sumber daya manusia menempati kedudukan paling strategis dan penting di antara sumber daya yang lainnya karena sumber daya manusia mengalokasikan dan mengelola sumber daya yang lainnya. Tanpa didukung sumber daya manusia yang berkualitas akan menjadi hambatan bagi perusahaan, organisasi, badan pemerintahan untuk berkembang apalagi untuk mempertahankan kelangsungan hidup.

Kendala yang paling sering terjadi adalah mogok kerja, menurunnya produktivitas, daya saing perusahaan yang rendah, profesionalisme kerja yang tidak memadai. Dengan kata lain terdapat masalah dalam pengelolaan sumber daya manusianya. Untuk mengurangi dan mencegah hal tersebut, diperlukan gaya kepemimpinan dari seorang pemimpin yang mampu mengolah sumber daya tersebut sesuai dengan keadaan lingkungan intern dan ekstern organisasi.

Definisi kepemimpinan menurut Hasibuan (2003), Kepemimpinan adalah seni seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi

(25)

Likert yang dikutip oleh Hasibuan (2003) berasumsi bahwa terdapat empat gaya kepemimpinan, yaitu:

1. Sistem I : Exploitative - autocracy

Bergaya otokratis, pimpinan kurang percaya pada bawahan, memotivasi bawahan dengan rasa takut dan hukuman, jarang memberikan imbalan, komunikasi berlangsung satu arah ke bawah, membatasi pengambilan keputusan.

2. Sistem II : Benevolent - autocracy

Pimpinan sedikit percaya kepada bawahan, memotivasi dengan imbalan serta rasa takut dan hukuman tertentu, memperkenankan komunikasi ke atas, memperkenankan pengambilan keputusan untuk hal-hal tertentu dengan kebijakan-kebijakan ketat.

3. Sistem III: Consultative

Ada rasa percaya terhadap bawahan, terjadi hubungan komunikasi dua arah, berusaha menggunakan ide-ide dari bawahan secara konstruktif, memberikan imbalan dan sesekali hukuman sebagai alat motivasi, kebijakan-kebijakan berada di tingkat atas.

4. Sistem IV: Partisipative group

Pimpinan sepenuhnya percaya pada bawahan dalam segala hal, berusaha memperoleh ide-ide dan menggunakannya secara konstruktif, memberikan imbalan ekonomi atas dasar keterlibatan kelompok, komunikasi dua arah, mendorong adanya pengambilan keputusan pada semua tingkat organisasi dan melaksanakan tugas bersama rekan dan bawahan sebagai kelompok.

Gaya kepemimpinan sistem IV ini akan membantu meningkatkan motivasi kerja bagi karyawan. Sebab dalam gaya kepemimpinan ini karyawan merasa dihargai karena diberikan kesempatan dan kepercayaan untuk ikut serta secara aktif dalam memberikan pendapatnya.

Salah satu pendekatan yang paling terkenal dalam gaya kepemimpinan adalah Manajerial Grid yang dikembangkan oleh Blake dan Mouton. Mereka mengemukakan adanya empat pola gaya dasar, yaitu:

(26)

1. Gaya 1.1, yang sangat kecil perhatiannya pada orang ataupun hasil.

2. Gaya 9.9, memperlihatkan dedikasi sebesar-besarnya pada orang-orang ataupun hasil.

3. Gaya 1.9, tidak atau kurang menaruh perhatian terhadap hasil tetapi hanya mementingkan perhatian pada orangnya.

4. Gaya 9.1, hanya mementingkan peningkatan efesiensi pelaksanaan pekerjaan, kurang atau tidak menaruh perhatian terhadap orang-orangnya dan memiliki gaya kepemimpinan otokratis.

Sedangkan motivasi menurut Nitisemito (2000):

Melakukan pekerjaan secara lebih giat, sehingga dengan demikian pekerjaan akan selesai lebih cepat dan lebih baik hasilnya .

Pada intinya, kepemimpinan yang akan meningkatkan motivasi kerja karyawan adalah kepemimpinan yang efektif.

Pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang dapat memenuhi kebutuhan karyawannya, baik kebutuhan materi dan non materi serta menerapkan gaya kepemimpinan yang sesuai dengan keadaan.

Seperti yang dikatakan oleh Hasibuan (2003) :

Hal yang memotivasi motivasi kerja seseorang adalah untuk keinginan memenuhi kebutuhan serta kepuasan baik materi atau non materi sebagai imbalan atas dedikasinya pada perusahaan. Apabila kebutuhan materi dan non materi yang diterima seseorang semakin memuaskan, maka motivasi kerja seseorang akan semakin meningkat .

Timbulnya motivasi kerja karyawan merupakan syarat utama untuk mencapai tujuan perusahaan yang sudah ditetapkan. Tumbuhnya motivasi kerja yang tinggi sangat dipengaruhii oleh peranan pimpinannya.

Beranjak dari masalah yang dikemukakan sebelumnya, maka dalam penelitian ini peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:

Jika gaya kepemimpinan sesuai dengan harapan karyawan, maka motivasi kerja karyawan akan meningkat .

(27)

2.7 Pengembangan Hipotesis

Kepemimpinan adalah sebuah proses pengaruh sosial yang berpengaruh adanya unsur kesengajaan serta dijalankan oleh seseorang terhadap orang lain untuk menstruktur aktivitas aktivitas serta hubungan hubungan di dalam sebuah kelompok atau organisasi. Hirarki kebutuhan Maslow mengemukakan ada 5 kebutuhan yang harus di penuhi, dari dasar hingga kebutuhan yang paling tinggi / perwujudan diri. Sehingga seorang pemimpin harus memperhatikan yang menjadi sebuah kebutuhan baik bagi individu/ karyawannya guna mencapai tujuan dari perusahaan. Apabila kebutuhan yang paling tinggi telah di penuhi oleh karyawan / individu tersebut maka akan timbul sebuah hasrat terhadap pekerjaannya yang memberikan sebuah motivasi untuk memenuhi kebutuhannya, hingga telah tercapai sebuah kebutuhan yang paling tinggi. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan seorang pemimpin akan menimbulkan sebuah motivasi kerja bagi karyawan.

Maka kajian ini menguji hipotesis sebagai berikut :

Ho :Tidak terdapat hubungan antara gaya kepemimpinan dengan motivasi kerja karyawan.

H1 :Terdapat pengaruh antara gaya kepemimpinan dengan motivasi kerja karyawan.

Referensi

Dokumen terkait

JU UP AJ OKI, LI IKE NNEY MP ÄR IS TÖN TOIM ENP IDE OHJE LM A Kartta- nro Kohde Toim enpide Kiir.- luokka Ti en- pit äjä / vast uu Kust.. Mäe n laella s oranaj on liittymällä

Komunikasi massa dapat didefinisikan sebagai proses komunikasi yang berlangsung dimana pesannya dikirim dari sumber yang melembaga kepadakhalayak yang sifatnya massal

Implementasi kurikulum 2013 akan dapat menimbulkan masalah bagi peserta didik SMA yang tidak mampu di dalam menentukan pilihan peminatan, baik kelompok mata pelajaran

Hasil perhitungan kadar ALP secara statistik menunjukkan adanya pengaruh penggunaan deksametason terhadap tikus jika dibandingkan dengan kelompok tikus kontrol.. Hal ini

Dengan menggunakan kodekode televisi John Fiske, peneliti ingin menemukan tanda-tanda yang direpresentasikan dalam teks sinetron Asisten Rumah Tangga serta representasi budaya

Ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan di kalangan pelajar amat penting dan perlu diambilkira dalam merancang proses pembelajaran yang berkesan.. Sehubungan

Alasan kami memilih menggunakan roti Canai karena rotin canai memiliki tekstur krispi saat di panaskan, selain itu isian dari produk ini yaitu buah nangka, nanas dan pisang raja

Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan efek EDGM dalam menurunkan kadar glukosa darah, MDA, 8-OHdG, dan meningkatkan kadar insulin serta untuk menentukan