STRATEGI Keunggulan Bersaing UMKM
Penulis:
Yeni Absah
Beby Karina Fawzeea
Inneke Qamariah
Yasmin Chairunisa Muchtar
USU Press
Art Design, Publishing & Printing
Gedung F, Pusat Sistem Informasi (PSI) Kampus USU Jl. Universitas No. 9 Medan 20155, Indonesia
Telp. 061-8213737; Fax 061-8213737
usupress.usu.ac.id
© USU Press 2016
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang; dilarang memperbanyak menyalin, merekam sebagian atau seluruh bagian buku ini dalam bahasa atau bentuk apapun tanpa izin tertulis dari penerbit.
ISBN 979 458 909 8
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Strategi Keunggulan Bersaing UMKM/Yeni Absah [et.al] -- Medan:
USU Press 2016.
v, 186 p.; ilus.: 21 cm
Bibliografi
ISBN 979 458 909 8
Dicetak di Medan, Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Hidayahnya kami dapat menyelesaikan Buku Ajar dengan judul ―Strategi Keunggulan Bersaing UMKM‖. Adapun tujuan dari pembuatan Buku ini adalah sebagai referensi bagi para pelaku UMKM, mahasiswa dan masyarakat Medan pada umumnya.
Kami menyadari bahwa penyelesaian buku ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak terutama DIKTI yang telah membiayai penelitian yang salah satu outputnya adalah Buku Ajar ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak Lembaga Penelitian USU yang telah memfasilitasi pembuatan buku ini, para pelaku UMKM di Kota Medan khususnya pelaku UMKM di bidang kuliner, fashion, percetakan yang telah memberikan informasi dan data guna kesempurnaan pembuatan Buku Ajar ini.
Kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan didalam pembuatan Buku Ajar ini, untuk itu kami sangat mengaharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap Buku Ajar ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.
Medan, Oktober 2016 Hormat Kami,
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... iv
BAB 1 UMKM (USAHA MENENGAH KECIL MIKRO) ... 1
A. Latar Belakang UMKM ... 1
B. Defenisi UMKM ... 2
C. Peran dan Manfaat UMKM ... 4
D. Kriteria UMKM ... 7
BAB 2 KEUNGGULAN BERSAING (Competitive Advantage) ... 9
A. Defenisi ... 9
B. Definisi Keunggulan Bersaing ... 10
C. Indikator Keunggulan Bersaing ... 12
BAB 3 KARAKTERISTIK KEWIRAUSAHAAN ... 36
A. Definisi Karakteristik Kewirausahaan ... 36
B. Berani Mengambil Risiko ... 36
C. Percaya Diri Bahwa Usaha Akan Berhasil ... 40
D. Berorientasi Masa Depan ... 43
E. Komitmen Dalam Berusaha ... 47
F. Siap Menghadapi Perubahan yang Akan Terjadi Dalam Usaha ... 49
G. Kreatif Dan Inovatif ... 53
BAB 4 ENTREPRENEURIAL MARKETING ... 58
A. Definisi Entrepreneurial Marketing ... 59
B. Contoh Entrepreneurial Marketing ... 60
C. Strategi Pemasaran untuk Pengusaha ... 61
D. Strategi Pemasaran... 62
E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Strategi
Pemasaran Perusahaan ...66
F. Dimensi Entrepreneurial Marketing Menurut Beberapa Para Ahli ...69
BAB 5 KINERJA UMKM ...71
A. Definisi Kinerja UMKM ...71
B. Indikator Kinerja UMKM ...73
BAB 6 PERUMUSAN STRATEGI KOMPREHENSIF ...79
A. Tahap Input ...81
B. Tahap Pencocokan ...84
C. Contoh Penggunaan Analisis IFE-EFE: Pada Perusahaan Kopi Banyuatis ...93
D. Tahap Keputusan ...96
BAB 7 STRATEGI KEUNGGULAN BERSAING YANG BERKELANJUTAN PADA UMKM DI KOTA MEDAN ...105
A. Tujuan Strategi (Strategic Objective) ...105
B. Strategi Stabilitas ...114
C. Model Keunggulan Bersaing (Teori berdasarkan studi kasus) ...128
D. Pemetaan UMKM di Kota Medan (Studi Kasus Penelitian) ...146
DAFTAR PUSTAKA ...182
BAB 1
UMKM
(USAHA MENENGAH KECIL MIKRO)
A. Latar Belakang UMKM
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional, oleh karena selain berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja juga berperan dalam pendistribusian hasil-hasil pembangunan. Dalam krisis ekonomi yang terjadi di negara kita sejak beberapa waktu yang lalu, dimana banyak usaha berskala besar yang mengalami stagnasi bahkan berhenti aktifitasnya, sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) terbukti lebih tangguh dalam menghadapi krisis tersebut.
Mengingat pengalaman yang telah dihadapi oleh Indonesia selama krisis, kiranya tidak berlebihan apabila pengembangan sektor swasta difokuskan pada UMKM, terlebih lagi unit usaha ini seringkali terabaikan hanya karena hasil produksinya dalam skala kecil dan belum mampu bersaing dengan unit usaha lainnya
Pengembangan UMKM perlu mendapatkan perhatian yang besar baik dari pemerintah maupun masyarakat agar dapat berkembang lebih kompetitif bersama pelaku ekonomi lainnya.
Kebijakan pemerintah ke depan perlu diupayakan lebih kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya UMKM. Pemerintah perlu meningkatkan perannya dalam memberdayakan UMKM disamping mengembangkan kemitraan usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil, dan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusianya.
Menempatkan usaha mikro kecil dan menengah sebagai
sasaran utama pembangunan harus dilandasi komitmen dan
koordinasi yang baik antara pemerintah, pembisnis dan lembaga
non bisnis serta masyarakat setempat dengan menerapkan strategi Agresif yang berbasis pada ekonomi Jaringan (Kemitraan);
Pengembangan usaha mikro kecil dan menengah keseluruhan dengan cara memberi dukungan positif dan nyata terhadap pengembangan sumber daya manusia (pelatihan kewirausahaan), teknologi, informasi, akses pendanaan serta pemasaran, Perluasan pasar ekspor, merupakan indikator keberhasilan membangun iklim usaha yang berbasis kerakyatan.
B. Defenisi UMKM
Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang.
Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan
Beberapa defenisi Usaha Mikro kecil Menengah (UMKM) antara lain:
1. Menurut Keputusan Presiden RI No.99 tahun 1998
Pengertian Usaha Kecil Menengah: Kegiatan ekonomi
rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang
secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan
perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha
yang tidak sehat.
2. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS)
Pengertian Usaha Kecil Menengah: Berdasarkan kuantitas tenaga kerja. Usaha kecil merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 5 sampai dengan 19 orang, sedangkan usaha menengah merupakan entitias usaha yang memiliki tenaga kerja 20 sampai dengan 99 orang.
3. Berdasarkan Keputuasan Menteri Keuangan Nomor 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994
Pengertian Usaha Kecil Menengah: Didefinisikan sebagai perorangan atau badan usaha yang telah melakukan kegiatan usaha yang mempunyai penjualan atau omset per tahun setinggi-tingginya Rp 600.000.000 atau asset atau aktiva setinggi-tingginya Rp 600.000.000 (di luar tanah dan bangunan yang ditempati) terdiri dari :
a. Bidang usaha (Fa, CV, PT, dan koperasi)
b. Perorangan (Pengrajin/industri rumah tangga, petani, peternak, nelayan, perambah hutan, penambang, pedagang barang dan jasa)
4. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2008
Pengertian Usaha Kecil Menengah: Undang-Undang tersebut membagi kedalam dua pengertian yakni:
Usaha Kecil adalah entitas yang memiliki kriteria sebagai berikut :
a. Kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
Sementara itu, yang disebut dengan Usaha Menengah adalah entitas usaha yang memiliki kriteria sebagai berikut :
a. Kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
C. Peran dan Manfaat UMKM a. Peran
Pentingnya Peran UMKM Dalam Pembangunan Perekonomian Indonesia Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan pelaku bisnis yang bergerak pada berbagai bidang usaha, yang menyentuh kepentingan masyarakat.
Berdasarkan data BPS (2003), populasi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) jumlahnya mencapai 42,5 juta unit atau 99,9 persen dari keseluruhan pelaku bisnis di tanah air. UMKM memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja, yaitu sebesar 99,6 persen. Semenrtara itu, kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 56,7 persen.
Dalam proses pemulihan ekonomi Indonesia, sektor UMKM memiliki peranan yang sangat stategis dan penting yang dapat ditinjau dari berbagai aspek. Pertama, jumlah industrinya yang besar dan terdapat dalam setiap sektor ekonomi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2002, jumlah UMKM tercatat 41,36 juta unit atau 99,9% dari total unit usaha.
Kedua, potensinya yang besar dalam penyerapan tenaga kerja.
Setiap unit investasi pada sektor UMKM dapat menciptakan lebih banyak kesempatan kerja bila dibandingkan dengan investasi yang sama pada usaha besar. Sektor UMKM menyerap 76,55 juta tenaga kerja atau 99,5% dari total angkatan kerja yang bekerja.
Ketiga, kontribusi UMKM dalam pembentukan PDB cukup signifikan yakni sebesar 55,3% dari total PDB.
Salah satu upaya peningkatan dan pengembangan
UMKM dalam perekonomian nasional dilakukan dengan
mendorong pemberian kredit modal usaha kepada UMKM. Dari sudut perbankan, pemberian kredit kepada UMKM menguntungkan bagi bank yang bersangkutan. Pertama, tingkat kemacetannya relatif kecil. Hal ini terutama disebabkan oleh tingkat kepatuhan nasabah usaha kecil yang lebih tinggi dibandingkan nasabah usaha besar. Kedua, pemberian kredit kepada UMKM mendorong penyebaran resiko, karena penyaluran kredit kepada usaha kecil dengan nilai nominal kredit yang kecil memungkinkan bank untuk memperbanyak jumlah nasabahnya, sehingga pemberian kredit tidak terkonsentrasi pada satu kelompok atau sektor usaha tertentu. Ketiga, kredit UMKM dengan jumlah nasabah yang relatif lebih banyak akan dapat mendifersifikasi portofolio kredit dan menyebarkan resiko penyaluran kredit. Keempat, suku bunga kredit pada tingkat bunga pasar bagi usaha kecil bukan merupakan masalah utama, sehingga memungkinkan lembaga pemberi kredit memperoleh pendapatan bunga yang memadai. Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa ketersediaan dana pada saat yang tepat, dalam jumlah yang tepat, sasaran yang tepat dan dengan prosedur yang sederhana lebih penting dari pada bunga murah maupun subsidi.
Namun dari beberapa hal yang melatar belakangi seperti tersebut di atas, masih belum cukup menjadi landasan keyakinan bahwa pelaku UMKM akan mendapatkan kemudahan dalam hal pengajuan fasilitas kredit modal usaha ke lembaga-lembaga pemberi kredit baik perbankan maupun non perbankan. Hingga saat ini masih banyak pelaku UMKM yang mengalami permasalahan dalam hal pengajuan kredit usaha.
b. Manfaat
UMKM mungkin bukan merupakan usaha untuk
kalangan atas. Akan tetapi, adanya UMKM sendiri memberikan
dampak yang sangat besar dan signifikan bagi pertumbuhan
beberapa negara, terutama negara kecil dan berkembang. Di mana
masyarakatnya diberi kesempatan untuk menjadi pemilik usaha,
yang tidak harus bersaing dengan beribu manusia untuk mendapatkan lapangan kerja yang sangat terbatas. Dan tentu saja ini bisa menjadi solusi bisnis untuk rakyat
UMKM memiliki dua fungsi dalam perkembangan ekonomi negara. Menurut Marzuki Usman dalam fungsi mikro terdapat dua peran, yaitu sebagai penemu (innovator) dan sebagai perencana (planner). Sedangkan jika dilihat secara makro, ekonomi kewirausahaan memiliki peran penting dalam pembangunan suatu bangsa, sebagai penggagas, penggerak, pengendali, serta pemacu pembangunan sosial ekonomi suatu negara. Dari dua fungsi tersebut, maka dapat kita simpulkan beberapa manfaat UMKM sebagai berikut
1. Membuka Lapangan Pekerjaan
Adanya UMKM tentunya membuka kesempatan kerja yang lebih luas bagi masyarakat. Hal ini dapat menjadi salah satu solusi untuk mengurangi pengangguran, sehingga dapat menjadi salah satu solusi untuk mengatasi masalah sosial. UMKM pun tidak hanya membutuhkan tenaga terdidik dengan kualifikasi pendidikan yang tinggi, akan tetapi tenaga kerja yang dapat dipakai juga tenaga kerja terlatih yang tidak mengenyam pendidikan tinggi.
Hal ini membuat kesempatan kerja bagi masyarakat kecil juga semakin mudah.
2. Menjadi Penyumbang Terbesar Nilai Produk Domestik Bruto
Saat ini Indonesia telah menjadi salah satu anggota negara-negara G20 yang merupakan kumpulan 20 negara penghasil Produk Domestik Bruto terbesar di dunia.
Produk Domestik Bruto (PDB) sendiri merupakan sebuah
ukuran makro ekonomi untuk memperlihatkan
kemampuan dari suatu negara dalam memproduksi
barang dan jasa dalam waktu tertentu. Dari PDB inilah
kemudian terlihat bagaimana kekuatan ekonomi dari
suatu negara.
Di Indonesia sendiri, UMKM turut andil dalam menyumbang jumlah PDB di Indonesia. Misalnya pada data Kementerian Negara Koperasi dan UMKM di tahun 2009, di mana UMKM memiliki porsi sebesar 58,17%
terhadap jumlah PDB. Tidak hanya itu, pertumbuhan sektor UMKM dari tahun 2005 hingga 2009 sebesar 24,01%, sedangkan Usaha Besar hanya 13,26%
pertumbuhannya. Data ini memperlihatkan peran besar UMKM dalam bagi pertumbuhan serta pembangunan ekonomi Indonesia.
3. Salah satu Solusi efektif bagi permasalahan Ekonomi masyarakat kelas kecil dan menengah
Manfaat Entreperneurship dalam literatur Teori Ilmu Ekonomi menurut Joseph A. Schumpeter, bahwa sebuah perekonomian akan tumbuh dan berkembang dikarenakan adanya inovasi dalam proses produksi. Inovasi tersebut hanya bisa dilakukan oleh seorang entreprenur, sebab seorang wirausaha merupakan pelaku ekonomi yang menjadikan suatu hal dari tak bernilai menjadi bernilai.
Semakin banyaknya entrepreneurship menjadikan solusi masalah perekonomian negara semakin terpecahkan. Baik dari segi pemasukan negara hingga lapangan kerja.
Kesempatan dalam UMKM tentunya akan membuat banyak masyarakat dari golongan menengah ke bawah untuk bisa berfikir secara kreatif dalam membangun usaha tanpa harus memegang modal besar terlebih dahulu. Para entrepreneurship ini akan semakin terpacu dalam menciptakan produksi dan membidik pasar-pasar yang belum dijangkau oleh para pengusaha besar sebelumnya.
D. Kriteria UMKM
Berdasarkan pasal 6 beserta penjelasannya, pada Undang-
Undang No.20 Tahun 2008 Tentang UMKM (Usaha Mikro Kecil
Menengah) kriterianya adalah sebagai berikut:
1. Kriteria usaha mikro adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.50.000.000 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha
b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp.300.000.000 (tiga ratus juta rupiah)
2. Kriteria usaha kecil adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.50.000.000 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak RP.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.2.500.000.000 (dua miliar lima ratus juta rupiah)
3. Kriteria usaha menengah adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) sampai paling banyak Rp.10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.2.500.000.000 (dua miliar lima ratus rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.50.000.000.000 (lima puluh miar rupiah)
Yang dimaksud dengan kekayaan bersih adalah hasil pengurangan total nilai kekayaan usaha (aset) dengan total nilai kewajiban, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
Yang dimaksud dengan hasil penjualan tahunan adalah hasil
penjualan bersih (netto) yang berasal dari penjualan barang dan
atau jasa usahanya dalam satu tahun buku. Semua kriteria
sebagaimana dimaksud diatas, nilai nominalnya dapat diubah
sesuai dengan perkembangan perekonomian yang diatur dengan
Peraturan Presiden.
BAB 2
KEUNGGULAN BERSAING (COMPETITIVE ADVANTAGE)
A. Defenisi
Daya saing di Indonesia sendiri, seperti diumumkan World Economic Forum (WEF), pada tahun (2014-2015) berada di peringkat ke-34 dari 144 negara, naik 4 tingkat dibanding tahun yang lalu. Membaiknya daya saing Indonesia antara lain ditopang oleh prestasi pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 5,8 % pertahun sejak 2005. Sepintas lalu, membaiknya peringkat daya saing Indonesia mungkin terdengar hebat. Namun, jika dicermati lebih daya saing seksama, empat tingkat daya saing yang di lompati Indonesia sama sekali tidak istimewa. Di ASEAN, Indonesia memang unggul dari Filipina (peringkat ke-52) dan Vietnam (ke-35). Tapi Indonesia belum mampu melampaui Thailand (ke -31), Malaysia (ke 20) apalagi Singapura (ke-2).
Indonesia tidak masuk 10 besar di Asia Pasifik.
Pada dasarnya setiap perusahaan yang bersaing dalam suatu lingkungan industri mempunyai keinginan untuk dapat lebih unggul dibandingkan pesaingnya. Umumnya perusahaan menerapkan strategi bersaing ini secara eksplisit melalui kegiatan–kegiatan dari berbagai departemen fungsional perusahaan yang ada. Pemikiran dasar dari penciptaan strategi bersaing berawal dari pengembangan formula umum mengenai bagaimana bisnis akan dikembangkan, apakah sebenarnya yang menjadi tujuannya dan kebijakan apa yang akan diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Pengertian keunggulan bersaing sendiri memiliki dua arti yang berbeda tetapi saling berhubungan.
Pengertian pertama menekankan pada keunggulan atau
superior dalam hal sumber daya dan keahlian yang dimiliki
perusahaan. Perusahaan yang memiliki kompetensi dalam bidang
pemasaran, manufacturing, dan inovasi dapat menjadikannya sebagai sumber – sumber untuk mencapai keunggulan bersaing.
Melalui ketiga bidang kompetensi tersebut, perusahaan dapat mengembangkan strategi sehingga dapat menghasilkan produk yang laku di pasaran. Sedangkan pengertian kedua menekankan pada keunggulan dalam pencapaian kinerja selama ini. Pengertian ini terkait dengan posisi perusahaan dibandingkan dengan para pesaingnya.
B. Definisi Keunggulan Bersaing
Robert Grant menyatakan definisi keunggulan bersaing bahwa ketika dua perusahaan pasar dan pelanggan yang sama, satu perusahaan memiliki keunggulan bersaing atas perusahaan lainnya terjadi ketika perusahaan tersebut mendapatkan tingkat keuntungan dan memiliki potensi mendapatkan laba lebih tinggi.
David Hunger dan Thomas Wheelen menyatakan bahwa keunggulan bersaing merupakan kumpulan strategi untuk menentukan keunggulan suatu perusahaan dari persaingan diantara perusahaan lain. Strategi bersaing meliputi biaya rendah (low cost) dan diferensiasi. Selanjutnya dikombinasikan kedua strategi tersebut disebut fokus.
Husein Umar (2003:34) menyatakan bahwa Strategi Bersaing adalah perumusan untuk meningkatkan daya saing perusahaan di mata pelanggan atau calon pelanggan. Strategi bersaing memberikan keunggulan sehingga membedakannya dengan perusahaan lain dan menimbulkan persaingan sehat dengan pelanggan tersegmentasi.
Pengertian keunggulan bersaing (Competitive advantage) menurut Michael E Porter (2008) adalah suatu kemampuan suatu perusahaan untuk meraih keuntungan ekonomis di atas laba yang mampu diraih oleh pesaing di pasar dalam industri yang sama.
Perusahaan yang memiliki keunggulan kompetitif senantiasa
memiliki kemampuan dalam memahami perubahan struktur pasar
dan mampu memilih strategi pemasaran yang efektif.
Bharadwaj, et al., (1993, p83-84) menjelaskan bahwa keunggulan bersaing merupakan hasil dari implementasi strategi yang memanfaatkan berbagai sumberdaya yang dimiliki perusahaan. Keahlian dan asset yang unik dipandang sebagai sumber dari keunggulan bersaing. Keahlian unik merupakan kemampuan perusahaan untuk menjadikan para karyawannya sebagai bagian penting dalam mencapai keunggulan bersaing.
Kemampuan perusahaan dalam mengembangkan keahlian para karyawannya dengan baik akan menjadikan perusahaan tersebut unggul dan penerapan strategi yang berbasis sumber daya manusia akan sulit untuk ditiru oleh para pesaingnya. Sedang asset atau sumber daya unik merupakan sumber daya nyata yang diperlukan perusahaan guna menjalankan strategi bersaingnya.
Pendapat yang serupa juga dikemukakan oleh Porter (1990,p.3) yang menjelaskan bahwa keunggulan bersaing adalah jantung kinerja pemasaran untuk menghadapi persaingan.
Keunggulan bersaing diartikan sebagai strategi benefit dari
perusahaan yang melakukan kerjasama untuk menciptakan
keunggulan bersaing yang lebih efektif dalam pasarnya. Strategi
ini harus didesain untuk mewujudkan keunggulan bersaing yang
terus menerus sehingga perusahaan dapat mendominasi baik
dipasar maupun pasar baru. Keunggulan bersaing pada dasarnya
tumbuh dari nilai – nilai atau manfaat yang diciptakan oleh
perusahaan bagai para pembelinya. Pelanggan umumnya lebih
memilih membeli produk yang memiliki nilai lebih dari yang
diinginkan atau diharapkannya. Namun demikian nilai tersebut
juga akan dibandingkan dengan harga yang ditawarkan.
C. Indikator Keunggulan Bersaing
Produk yang Unik
Keunggulan Pelayanan yang Unik
Bersaing
Produk yang Murah
Pionir
Trendsetter
Produk Substitusi
Gambar 2.1
Indikator Keunggulan Bersaing
1. Produk yang Unik
Produk berarti kombinasi barang atau jasa yang ditawarkan perusahaan kepada pasar sasaran. Produk tidak saja barang atau jasa, namun entitas lain seperti ide, organisasi, orang, tempat juga merupakan produk yang mempunyai harga jual. Keunikan produk adalah keunikan produk perusahaan yang memadukan nilai seni dengan selera pelanggan.
Li dan Calantone (1998,p.17) berpendapat bahwa keunikan
pada produk diartikan sebagai atribut penting dari keunggulan
produk tersebut, yang dipengaruhi daya inovatif serta teknologi
yang tinggi, sehingga dapat dihasilkan produk yang sesuai dengan
keinginan konsumen.
2. Pelayanan yang Unik
Pelayanan yang unik ialah bagaimana kita menciptakan layanan/jasa kepada pelanggan yang unik, contoh yang baik, anda dapat simak bagaimana keistimewaan layanan yang diberikan oleh Singapore Airlines. Kemudian layanan yang dapat kita catat antara lain adalah meskipun pesawat tidak atau belum penuh sit atau penumpangnya, tetapi kalau jadwal penerbangan sudah menunjukkan angka sama seperti angka yang tertera pada tiket semua jadwal take-off ,maka Singapore Airlines tidak pernah menunda jadwal penerbangan.
Keunggulan kedua yang harus diupayakan agar produk/jasa dapat bersaing dengan para kompetitor adalah diupayakan agar produk atau jasa dapat menyenangkan konsumen. Menyenangkan dari berbagai aspek, seperti kualitas produk/jasa yang bermutu dan memberi kepuasan.
Seperti juga Honda Jazz yang memberikan perlindungan keamanan dalam berkendara karena menggunakan Arch-Shaped yang mampu menyerap energi ketika terjadi benturan atau tabrakan. Teknologi G-con (Gforce Control) secara efektif mengurangi energi benturan dari segala arah dan tetap mempertahankan daerah aman bagi penumpangnya. Dengan memberikan pelayanan yang unik, kadang konsumen mudah mengingat produk/jasa kita, karena dengan pelayanan yang unik akan memposisikan produk/jasa di dalam benak konsumen.
3. Produk yang Lebih Murah Dengan Kualitas Cukup Baik
Pengembangan produk baru dan strateginya yang lebih
efektif seringkali, menjadi penentu keberhasilan dan
kelangsungan hidup suatu perusahaan, tetapi ini bukanlah sebuah
pekerjaan yang mudah. Keunggulan bersaing pada dasarnya
tumbuh dari nilai – nilai atau manfaat yang diciptakan oleh
perusahaan bagai para pembelinya. Pelanggan umumnya lebih
memilih membeli produk yang memiliki nilai lebih dari yang
diinginkan atau diharapkannya. Namun demikian nilai tersebut
juga akan dibandingkan dengan harga yang ditawarkan.
Pembelian produk akan terjadi jika pelanggan menganggap harga produk sesuai dengan nilai.
Pengembangan produk baru memerlukan upaya, waktu dan kemampuan termasuk besarnya resiko dan biaya kegagalan.
Keunggulan bersaing salah satunya adalah dari segi harga. Harga adalah penentu utama konsumen ingin membeli produk/jasa.
Namun tidak semua konsumen melihat faktor utama produk/jasa dari segi harga saja. Di kalangan menengah keatas, konsumen cenderung melihat barang dari segi kualitasnya, mereka tidak mempersoalkan harga yang diberikan untuk satu unit produk tersebut.
Setiap entrepreneur tentu berkeinginan mampu menciptakan dan menjual produk-produk yang murah dan berkualitas, karena dengan produk yang beharga murah dan berkualitas bagus, pasti akan sangat disukai konsumen. Namun menciptakan produk yang unggul bukanlah hal yang mudah, menciptakan produk bagus yang berharga murah, membuat para pengusaha dihadapkan pada dua pilihan, yaitu membuat produk murah dengan kualitas rendah, atau membuat produk berkualitas terbaik dengan harga lebih mahal. Masing-masing pilihan pasti mempunyai nilai plus dan minusnya.
4. Pionir
Dalam pengembangan produk baru, tahapan awal yang harus diperhatikan adalah tahap perencanaan produk.
Perencanaan produk yang matang akan meningkatkan keberhasilan dalam pengembangan produk baru. Seorang perencanaan harus membuat karakteristik produk yang akan dihasilkan dengan asumsi-asumsi :
a. Produk tersebut termasuk produk pioner apa produk follower (pengikut).
b. Memilih produk yang benar-benar baru atau peluasan merk.
c. Produk tersebut termasuk kategori barang konsumsi atau
barang bisnis.
d. Produk tersebut bagi masyarakat termasuk kebutuhan pokok, sekunder atau tersier.
e. Produk tersebut digunakan untuk semua orang atau kalangan terbatas.
f. Produk tersebut digunakan untuk semua usia atau hanya umur tertentu saja.
Produk pionir atau produk permulaan membutuhkan waktu serta biaya yang cukup banyak untuk dikenal oleh masyarakat.
Namun keberhasilan produk pioner mampu memonopoli produk tersebut sampai saat produk follower mengikuti. Produk pionir yang berhasil akan selalu dipakai konsumen dan malah akan dijadikan sebutan untuk nama barang tersebut.
Nerver dan Slater (1990, p.22) menyatakan bahwa koordinasi interfungsional merupakan kegunaan dari sumber daya perusahaan yang terkoordinasi dalam menciptakan nilai unggul bagi pelanggan yang ditargetkan. Koordinasi interfungsional menunjuk pada aspek khusus dari struktur organisasi yang mempermudah komunikasi antar fungsi organisasi yang berbeda.
5. Trendsetter
Trendsetter adalah segala sesuatu yang menjadi pusat perhatian serta diikuti orang banyak. Trendsetter tercipta melalui proses, berikut proses terjadinya trendsetter :
a. Adanya ide kreatif dan inovatif dari seseorang atau sekelompok orang, ide ini harus benar-benar baru , atau bukan meniru yang sudah ada.
b. Kemudian hasil dari kreatifitas atau inovasi tersebut ditawarkan kepada masyarakat untuk bersaing dengan ide atau gagasan yang lain. Hal ini terjadi karena ide kreatif dan inovatif tidak hanya muncul dari satu orang atau satu kelompok orang saja, melainkan muncul dari banyak orang.
c. Hasil dari kreatifitas atau inovasi tersebut akan dinilai oleh
masyarakat, dan ide yang cocok dan bisa memenuhi keinginan
sebagian besar masyarakat akan menjadi pusat perhatian dan
akan digunakan masyarakat.
Menjual produk yang trendsetter akan memberikan keuntungan bagi pengusaha menjual produk nya, karena banyak peluang menjual produk yang sedang trendsetter dan produk itu sedang gencar dan digemari para konsumen. Membuat produk menjadi trendsetter bukanlah hal yang mudah, banyak inovasi yang harus dikembangkan terlebih dahulu.
6. Produk substitusi sulit dicari
Produk substitusi merupakan ancaman besar bagi produk lain karena selain mampu menjadi produk alternatif dari sebuah produk yang ada, dapat juga merebut pasar dari sebuah produk yang disubstitusikan. Biasanya produk substitusi memiliki harga yang lebih murah dan menggunakan teknologi baru, sehingga perusahaan atau wirausahawan harus cermat mengamati perubahan harga produk substitusi yang menjadi ancaman bagi produk perusahaan tersebut, jika kemajuan teknologi meningkat di industri substitusi, maka harga akan menurun (Michael E Porter).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi permintaan terhadap barang dan jasa, antara lain :
a. Tingkat pendapatan seseorang/masyarakat b. Jumlah penduduk
c. Selera penduduk d. Fluktuasi ekonomi e. Harga barang yang dituju f. Harga barang subsitusi
g. Faktor lain (harapan, hubungan sosial, dan politik)
Pengaruh harga barang, antara lain:
a. Perubahan teknologi produksi
Tingkat kemajuan teknologi perusahaan menentukan
kemampuan cara-cara baru untuk memproduksi dan
kemungkinan melakukan efesiensi biaya produksi. Dan
teknologi baru produksi barang dapat di tingkatkan,
sehingga menyebabkan penawaran barang menjadi bertambah.
b. Munculnya produsen/penjual baru
Setiap saat akan muncul perusahaan (produsen/ penjual baru) akan bertambah.
c. Perubahan harga sumber-sumber produksi
Fluktuasi harga sumber-sumber produksi kemungkinan akan mengakibatkan naik dan turunnya biaya produksi.
Hal ini akan mempengaruhi tingkat harga barang yang di tawarkan.
Adanya barang pengganti (subsitusi) dari suatu barang/jasa dapat mengubah jumlah permintaan, kemudian berpengaruh pada harga dan penawaran. Munculnya barang pengganti yang lebih murah, kemungkinan besar akan mendorong sebagian besar konsumen untuk memilih barang subsitusi tersebut. Salah satu strategi dan teknik pemasaran yang sukses adalah menciptakan identitas diri Anda sendiri, yang berbeda dari kompetitor Anda.
Cara yang baik untuk melakukan persaingan dalam bisnis adalah dengan melakukan inovasi dari produk dengan teknologi maju. Untuk itu, riset pasar dalam suatu bisnis haruslah sangat kuat, sehingga adanya perubahan dapat diantisipasi di muka dan dapat diambil tindakan yang sesuai.
ANALISIS STRUKTUR KEKUATAN PERSAINGAN
Porter mengajukan model lima kekuatan (five forces model) sebagai alat untuk menganalisis lingkungan persaingan industri (lihat Gambar 2.2). Industri dapat didefinisikan sebagai suatu lingkungan kelompok perusahaan yang memproduksi produk atau jasa yang sama atau barang pengganti yang dekat (close substitute). Lima kekuatan persaingan terscbut adalah:
a. persaingan antar pesaing dalam industri yang sama (rivalry among competitors)
b. ancaman untuk memasuki pasar bagi pendatang baru
(threat of entry)
c. ancaman barang substitusi (threat of substitutions) d. daya tawar pembeli (bargaining power of buyers) e. daya tawar penjual (bargaining power of suppliers).
Masing-masing faktor kekuatan persaingan akan dijelaskan secara rinci di subbagian berikut ini.
Tabel 2.1 Sebagai Sumber Informasi vs Sumber Daya Sumber Informasi Sumber Daya
Lingkungan dipandang sebagai sumber informasi
Lingkungan dipandang sebagai sumber dari sumber daya yang langka dan bernilai
Lingkungan berbeda dalam hal jumlah ketidakpastian
Organisasi bergantung pada sumber daya terebut
Ketidakpastian ditentukan oleh kompleksitas dan derajat perubahan
Ketergantungan ditentukan oleh kesulitan dalam memperoleh dan
mengendalikan sumber daya
Jumlah ketidakpastian menentukan jumlah dan tipe-tipe informasi yang dibutuhkan
Sumber daya didapat dari persaingan organisasi
Informasi diperoleh dengan menganalisa lingkungan eksternal
Mengurangi ketergantungan berarti mengendalikan sumber daya lingkungan Sumber Bettis & Hitt (1995) dalam Coulter (2002:80)
2.1.1 Persaingan Sesama Pesaing dalam Industri yang Sama
Menurut Porter, faktor persaingan antar pesaing dalam
industri yang sarna inilah yang menjadi sentral kekuatan
persaingan. Misalnya, dalam industri minuman, Coca-Cola
bersaing dengan Pepsi, Teh Botol Sosro, dan limun. Dalam
industri telepon seluler, Nokia bersaing dengan Motorolla, Hewlett-Packard, Sony, Samsung.
Pertanyaannya, seberapa sengit tingkat persaingan dalam suatu industri? Apakah bersifat "saling mematikan"
ataukah "sopan"? Semakin tinggi tingkat persaingan antar perusahaan mengindikasikan semakin tinggi pula profitabilitas industri, namun profitabilitas perusahaan mungkin menurun.
Intensitas persaingan ini tergantung pada beberapa faktor berikut ini.
1. Pertumbuhan industri (industry growth)
2. Biaya tetap dan biaya penyimpanan (fixed and storage cost) 3. Diferensiasi produk (product differences)
4. Identitas merek (brand identity)
5. Biaya pengalihan ke barang lain (switching cost)
6. Konsentrasi dan keseimbangan (concentrate and balance) 7. informasi yang kompleks (informational complexity]
8. Keberagaman pesaing (diversity of competitors) 9. Halangan keluar (exit barriers).
Pendatang Baru
Ancaman
Daya Tawar Pendatang
Penyedia
Daya Tawar Input
Persaingan
Pembeli
Penyedia Input Industri Pembelian
Ancaman Barang Subtitusi
Barang Subtitusi
Gambar 2.2 Model Lima Kekuatan
Sumber : Potter (1985 : 5)
Sebagai ilustrasi, Kotak Strategy in Action 3.3 akan menyajikan bagaimana persaingan antar perusahaan dalam industri rokok keretek Indonesia. Dalam 10 tahun terakhir industri rokok di Indonesia mengalami penumbuhan fenomenal. Resesi ekonomi yang dimulai dcngan krisis moneter sejak Juli 1997 tidak terlalu berpengaruh dalam kegiatan industri tersebut. Pada tahun 1994, penerimaan negara dari cukai rokok saja mencapai Rp2,9 triliun, tahun 1996 meningkat lagi menjadi Rp4,2 triliun, bahkan pada tahun 1997 yang merupakan awal dari krisis ekonomi, penerimaan cukai negara dari industri rokok menjadi Rp4,792 triliun, dan tahun 1998 melonjak lagi menjadi Rp7,391 triliun. Dalam industri rokok kretek, dominasi dari para pelaku utama bisnis ini sudah cukup dikenal. Pada tiga tahun terakhir (tahun 1999, 2000, 2001) ternyata 4 perusahaan rokok, yaitu PT Gudang Garam Tbk, PT HM Sampoerna Tbk, PT Djarum, dan Bentoel mendominasi industri meski pemain dalam industri ini berjumlah lebih dari 200 perusahaan.
2.1.2 Ancaman Masuknya Pendatang Baru
Sebuah perusahaan tertarik untuk terjun ke dalam suatu industri bila industri tersebut menawarkan keuntungan (return) yang tinggi. Masuknya Lion Air dalam industri rnaskapai penerbangan Indonesia telah mengguncang dominasi Garuda Indonesian Airways, sekaligus juga mengundang pendatang baru lain— Citilink, Batik Air, Air Asia — untuk memasuki industri yang sama.
Secara makro, datangnya pemain baru akan membuat persaingan menjadi lebih ketat dan akhirnya berujung pada turunnya laba yang diterima bagi semua perusahaan. Dalam kasus industri rokok Indonesia, jumlah perusahaan rokok sebanyak 191 pada tahun 1996, selama krisis ekonomi meningkat menjadi 206 pada tahun 1999.
Beberapa faktor yang mempengaruhi mudah atau sulitnya rintangan memasuki suatu industri adalah:
a. Skala ekonomi (economics of scale)
b. Diferensiasi produk (proprietary products differences)
c. Identitas merek (brand identity) d. Biaya pengalihan (smirching cost) e. Keburuhan modal (capital requirements)
f. Akses terhadap distribusi (access to distribution) g. Keunggulan biaya absolut (absolute cost advantage) h. Kebijakan pemerintah (government policy)
i. Reaksi pesaing (expected retaliation)
2.1.3 Ancaman Barang Substitusi
Barang substitusi merupakan barang atau jasa yang dapat menggantikan produk sejenis. Misalnya kartu American Express dapat digantikan oleh traveller's cheque, chequebooks, dan kartu kredit. Lebih jauh, ancaman barang substitusi dapat dijelaskan oleh faktor-faktor berikut:
a. Harga relatif dalam kinerja barang substitusi (relative price performance of substitutes)
b. Biaya mengalihkan ke produk lain (switching cost)
c. Kecenderungan pembeli untuk mensubsitusi (buyer propensity to substitute)
2.1.4 Daya Tawar Pembeli/Konsumen
Setidaknya ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan kekuatan tawar pembeli. Faktor tersebut antara lain:
a. Pangsa pembeli yang besar.
b. Biaya mengalihkan ke produk lain yang relatif kecil.
c. Banyaknya produk substitusi (daya tawar pembeli menjadi rendah jika tidak terdapat barang substitusi, sehingga mau tidak mau pembeli hanya mempunyai satu pilihan produk).
d. Tidak atau minimnya diferensiasi produk.
2.1.5 Daya Tawar Penyedia Input (Pemasok)
Penyedia Input mempunyai daya tawar yang tinggi bila
perusahaan tersebut menjadi satu-satunya penyedia bahan baku
bagi perusahaan lain yang membutuhkan inputnya. Artinya,
penyedia input memonopoli harga maupun kuantitas barang.
Berikut ini adalah beberapa faktor yang mempengaruhi kuat tidaknya kekuatan daya tawar penyedia input (pemasok):
a. Industri pemasok didominasi hanya oleh sedikit perusahaan
b. Produk pemasok hanya memiliki sedikit pengganti barang substitusi
c. Pembeli bukan merupakan pelanggan yang penting bagi pemasok
d. Produk pemasok merupakan produk yang penting bagi pembeli
e. Produk pemasok didiferensiasikan
f. Produk pemasok memiliki biaya pengalihan yang tinggi g. Pemasok memiliki ancaman integrasi ke depan yang kuat
2.2 Kluster Dan Konsep Persaingan Terkini
Dewasa ini, perusahaan-perusahaan di dunia dapat memperoleh sumber daya baik dalam bentuk modal, barang, informasi, dan teknologi dari berbagai belahan dunia. Bahkan dalam era Internet saat ini, cukup dengan meng-klik mouse, perusahaan mampu memesan produk yang diinginkan dari pabrik lain yang lokasinya berjauhan. Kemajuan di bidang komunikasi dan teknologi informasi seakan-akan membuat dunia menjadi kecil. Informasi atau berita di Amerika dapat secara cepat diakses oleh masyarakat Indonesia dalam hitungan detik melalui Internet.
Timbulah apa yang disebut dengan dunia tanpa batas, borderless world. Yang menjadi pertanyaan adalah, jika memang lokasi sudah tidak lagi menjadi rnasalah, lalu mengapa perusahaan dengan kinerja yang terbaik pada umumnya berlokasi di wilayah tertentu? Mengapa lokasi pengembangan teknologi informasi seperti Intel Corp dan Cisco System terpusat di Silicon Valley, industri film di Hollywood, industri otomotif di Detroit?
Mengapa UKM (usaha kecil dan menengah) kerarnik di Yogyakarta mengelompok di sentra industri Kasongan, sedang kerajinan kayu dan mebel secara geografis terpusat di Jepara?
Kita akan membahasnya sebentar lagi.
2.2.1 Kluster dan Kompetisi Global
Dengan berkembangnya berbagai bidang ilmu pengetahuan, termasuk teknologi informasi yang maju begitu pesatnya, berdampak terhadap berbagai aspek kehidupan.
Akibatnya, kompetisi dewasa ini menjadi begitu ketat dan dinamis. Menurut Porter, peta ekonomi dunia saat ini didominasi oleh kluster (cluster), yaitu konsentrasi geografis dari perusahaan dan institusi yang saling berkaitan dalam suatu bidang tertentu.
Kluster mencakup susunan dari industri yang berkaitan dan entitas lainnya yang penuh dalam kompetisi. Misalnya kluster California wine di Amerika Serikat (lihat Gambar 2.3). Entitas pendukung yang ekstensif meliputi pemasok stok anggur, perlengkapan irigasi dan panen, teknologi irigasi, fasilitas proses wineries, institusi pendidikan, penelitian, dan perdagangan, sampai kluster turisme, dan kluster makanan.
Winarmaking Equipment
Grapestock State Government Agencies
(e.g., select Committee on Wine
Production and Economy
Barrles
Fertilizer,
Pesticides,
Caps and Coks
Growers/ Wineries /
Grape Harvesting Vineyards Processing
Labels
Facilities
Equipment
Public Relations and Advertising
Imigation
Technology
Specialized Publications (e.g.,
Wine Spectatorm, Trade
Journal)
California Educational research, and Trade Tourism Cluster Agricultural Organizations (e.g., Wine Institute, UC
Davis, Cuilianry Instituttes)
Food Cluster
Gambar 2.3 Kluster California Wine
Sumber: google.com
Proses kluster (clustering) merupakan sebuah ciri yang menonjol dari industri-industri manufaktur, tidak peduli apakah IBM (Industri Besar dan Menengah) atau IKRT (Industri Kecil dan Rumah Tangga). Kluster (cluster) secara umum didefinisikan sebagai konsentrasi geografis dari subsektor- subsektor manufaktur yang sama. Yang muncul dari studi literatur adalah jaringan, yang sebagian besar merupakan usaha kecil dan rumah tangga, yang mengelompok secara spasial.
Dalam literatur, jaringan (network) seperti ini disebut sebagai kawasan industri (industrial district), "District" atau
"kawasan/daerah" menjadi fokus studi tentang bagaimana dan di mana industri-industri berlokasi dan mengelompok. Alfred Marshall merupakan ekonom pertama yang meneliti tentang kecenderungan jenis industri tertentu untuk berlokasi di daerah- daerah tertentu di Inggris, Jerman, dan negara-negara lain (Becattini, 1990; Bellandi, 1989). Definisi kluster industri menurut Marshal (1919) adalah sekelompok aktifitas produksi yang amat terkonsentrasi secara spasial dan kebanyakan terspesialisasi pada satu atau dua industri utama saja. Kluster tersebut mewakili daerah industri "tradisional" atau "daerah industri ala Marshall" (Marshallian industrial districts), yang umumnya ditemukan di daerah pedesaan dan company town.
Literatur terkini tentang kluster mengidentifikasi bahwa
jenis baru kluster industri telah muncul. Teori mengenai kluster
industri baru (untuk selanjutnya disebut NID. New Industrial
District) yang berciri pcrusahaan-perusahaan yang terspesialisasi
dan fleksibel, termasuk bentuk prototipe seperti daerah Emilia-
Romagna di Italia atau Lembah Silicon di Amerika Serikat (AS),
mengindikasikan perubahan dinamika kluster industri. Markusen,
sebagai contoh, berdasarkan survei pertumbuhan kota-kota
metropolitan AS antara tahun 1970-1990, memperkenalkan paling
tidak ada tiga jenis tambahan kluster industri, yaitu hub-and-
spoke districts, satellite industrial platform districts, dan state-
centered districts (Markusen, 1996). Literatur terkini juga
berpendapat bahwa penghematan eksternal yang digambarkan
oleh Marshall tidak memadai untuk menjelaskan perkembangan kluster. Teori kluster industri yang traditional mengabaikan kerja sama antara IBM dan IKRT, menilai kisah sukses kluster IKRT terlalu tinggi, dan menilai terlalu rendah kekuatan perusahaan- perusahaan besar, dan gagal dalam membedakan tahap-tahap industrialisasi awal dan lanjut (Schmitz & Nadvi, 1999: 1504-7).
Ekonomi Global
Kelompok Negara Tetangga
Negara
Propinsi Negara Bagian
Propinsi Negara Bagian
Gambar 2.4
Kontribusi Tingkatan geografis dalam Kompetisi Global Sumber: http://www.isc.hbi.edu
Bagaimanakah kluster mampu mempengaruhi kompetisi global? Setidaknya ada tiga faktor yang berpengaruh, yaitu:
pertama, peningkatan produktivitas perusahaan-perusahaan dalam
wilayah tertentu; kedua, kluster mendorong arah dan langkah
inovasi; dan ketiga, kluster menciptakan stimulus untuk
penciptaan formasi bentuk bisnis baru yang pada gilirannya akan
memperkuat kluster itu sendiri (Porter, 1998). Seperti yang
dikatakan oleh Ohmae bahwa dalam dunia tanpa batas, daerah
(region states) akan menggantikan negara bangsa (nation states)
sebagai pintu gerbang memasuki perekotiomian global (Ohmae,
1995). Lebih lanjut, Porter (1990) mempertanyakan peran negara
sebagai unit analisis yang relevan dengan mengatakan bahwa,
"para pesaing di banyak industri, dan bahkan seluruh kluster industri, yang sukses pada skala internasional, ternyata senng kali berlokasi di suatu kota atau beberapa daerah dalam suatu negara".
2.2.2 Kluster Industri di Indonesia
Di Indonesia, pertumbuhan IBM (Industri Besar dan Menengah) yang sangat cepat sejak tahun 1970-an melampaui pertumbuhan IKRT (Industri Kecil dan Rumah Tangga) yang relatif tersendat-sendat. Meski demikian, IKRT telah memainkan peranan yang penting dalam menyediakan lapangan kerja, meningkatkan jumlah perusahaan, dan menopang pendapatan rumah tangga. Menurut BPS, industri besar adalah perusahaan dengan lebih dari 99 pekerja, industri menengah merupakan perusahaan dengan tenaga kerja 20-99, industri kecil didefinisikan sebagai perusahaan (establishment) yang mengkaryakan 5-19 pekerja, dan industri rumah tangga didefinisikan sebagai perusahaan yang mempekerjakan kurang dari 5 pekerja. Sebagian besar usaha di Indonesia tergolong dalam kategori IKRT. Hebatnya IKRT juga mampu menyerap mayoritas tenaga kerja dalam perusahaan manufaktur di Indonesia.
Pulau Jawa boleh dikatakan merupakan "jantung" bagi IKRT dan IBM di Indonesia. Lepas dari perbedaan skala antara IKRT dan IBM, pada tahun 1996, proporsi IKRT di pulau Jawa adalah sekitar 75% dari total tenaga kerja, dan begitu pula dalam nilai tambah (lihat Tabel 2.5). Meskipun lebih sedikit sumbangannya dalam hal penyerapan tenaga kerja dan nilai tambah daripada IBM, peran IKRT di Jawa sangat mengagumkan dan tak bisa diabaikan. Dengan lebih dari 161.000 perusahaan, IKRT di Jawa mewakili sekitar 66% unit usaha di seluruh Indonesia, jauh lebih tinggi daripada IBM yang terhitung hanya sekitar 7%.
Pola spasial IBM sangat terkonsentrasi di wilayah kota
metropolitan utama di Jawa. Pada tahun 1996, IBM di wilayah
Greater Jakarta (Jabotabek) beserta Bandung dan Greater
Surabaya, terhitung lebih dari 65% dan 71% dari total tenaga kerja dan output di Jawa. Bukti ini menegaskan pola "dua kutub"
(bipolar) yang telah diamati oleh Hill (1990; 1996). Greater Jakarta dan Surabaya telah rnenjadi dua pusat IBM atau aglomerasi yang dominan. Suburbanisasi industri di kawasan Jabotabek, misalnya, serta perkembangan transportasi dan komunikasi, memungkinkan perkembangan industri menyebar dengan sangat cepat ke timur maupun ke barat ke Kabupaten Serang dan Karawang (Henderson, Kuncoro, & Nasution, 1996).
Dalam kasus Jabotabek, perkembangan industri telah menyebar ke daerah metropolitan lain, yang disebut Greater Bandung (Dharmapatni & Firman, 1995). Kita dapat menyebut wilayah ini sebagai koridor Greater Jakarta-Bandung, yang kemungkinan akan membentuk jaringan kota (network cities). Pola serupa juga terjadi di Greater Surabaya, di mana perkembangan industri menyebar dengan cepat ke barat dan selatan ke Kabupaten Kediri dan Kota Malang. IBM terkonsentrasi di sepanjang koridor Jabotabek-Bandung di barat dan koridor Surabaya-Malang di timur.
Wilayah kluster IBM di luar metropolitan Jawa,
ditemukan di Jawa Tengah, khususnya di sekitar Semarang,
Surakarta, dan Kudus. Walaupun jauh lebih kecil dibandingkan
dengan Jabotabek dan Surabaya, Semarang dan Surakarta
mewakili dua pusat industri utama di Jawa. Semarang dan
Surakarta mempunyai kesamaan struktur industri yang
didominasi oleh industri tekstil & pakaian dan industri makanan,
yang memperlihatkan peranan penting dilihat dari jumlah tenaga
kerja dan nilai tambah. Kudus, sebuah company town di sebelah
timur laut Semarang, selama abad ke-20 dikenal scbagai pusat
industri rokok keretek nasional (Castles, 1967). Aktivitas industri
rokok ini terbukti memberikan kontribusi yang besar tidak hanya
pada tenaga kerja dan nilai tambah, tapi juga pada Produksi
Domestik Regional Bruto kota Kudus. Pemain utama dalam
kluster IBM di Kudus adalah dua perusahaan rokok raksasa, yaitu
Sukun dan Djarum. Perlu dicatat, pada tahun 1999, Djarum telah
menempatkan diri pada posisi ke-7 dalam daftar 200 perusahaan top Asia .
Dibandingkan dengan pola spasial IBM yang sangat bias terhadap wilayah metropolitan, IKRT mempunyai pola multi- tokos. Beberapa pola yang mencolok dapat diidentifikasi sebagai berikut. Pertama, IKRT tidak mempunyai pola bipolar dan tidak ada dominasi wilayah metropolitan. IKRT di Jabotabek, bersama dengan Greater Bandung dan Greater Surabaya, masing-masing terhitung hanya mempunyai pangsa 32%, 37%, dan 17% dalam hal tenaga kerja, nilai produksi, dan jumlah perusahaan di Jawa (lihat Tabel 2.5). Konsentrasi spasial di wilayah metropolitan Jawa kurang begitu jelas dalam kasus IKRT, meskipun terlihat ada beberapa "tumpang tindih" secara spasial antara IBM dan IKRT di wilayah tersebut. Hal ini akan dibahas lebih lanjut pada bagian berikutnya, khususnya dengan mengacu pada isu keterkaitan antar perusahaan. Di wilayah Jabotabek, misalnya, penemuan ini memperkuat bukti yang dikemukakan oleh Van Diermen (1997:106-8), yang menyatakan bahwa lokasi IKKT dan IBM diremukan terbatas pada 3 kabupaten di Jakarta Barat, Jakarta Timur, dan Bekasi.
Kedua, di luar wilayah metropolitan Jawa, banyak IKRT
terkonsentrasi secara spasial di kota-kota kecil, terutama di
wilayah pesisir pantai. IKRT mengelompok di kota-kota kecil
dengan jumlah penduduk kurang dari 1,5 juta. Kebanyakan kota-
kota ini berada di provinsi Jawa Tengah-Yogyakarta, terutama di
sekitar koridor Temanggung-Magelang, koridor Yogyakarta-
Surakarta, koridor Jepara-Pati dan wilayah pantai seperti
Semarang, legal.
Tabel 2.5
No. Daerah Tenaga Kerja Nilai Produksi Jumlah (dalam ribuan) (dalam juta Rp) Perusahaan
(dalam ribuan) IBM IKRT IBM IKRT IBM IKRT
1. Greater Jakarta 37,5 16,6 49,6 20,2 15,4 5,3 2. Greater Surabaya 15,8 8,2 14,7 9,1 10,0 7,5 3. Greater Bandung Daerah-
daerah 11,5 7,1 6,6 7,9 3.8 4,3
Metropolitan (1-3) 64,9 31,9 70,8 37,3 29,2 17,0 4. Daerah lainnya 35,1 68,1 29,2 62,7 70,8 83,0 Total Jawa 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
% Jawa terhadap Indonesia 81,7 75,6 81,9 74,6 7,4 65,6
Total jawa 3,442 168 199,920 192 2 161
Catatan: IBM=Indusiri Besar dan Menengah; IKRT = Industri Kecil dan Rumah Tangga Sumber, Dihitung dari Sensus Ekonomi 1996 (SE%) dan Survei Industri; Kuncoro (2002)