• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN PENANGANAN UNJUK RASA DALAM RANGKA MENJAGA KEAMANAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT DI KEPOLISIAN DAERAH JAWA TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PELAKSANAAN PENANGANAN UNJUK RASA DALAM RANGKA MENJAGA KEAMANAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT DI KEPOLISIAN DAERAH JAWA TENGAH"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No. 1 September 2017

Pelaksanaan Penanganan Unjuk Rasa…

( Lufthi Darmawan Aditya)

PELAKSANAAN PENANGANAN UNJUK RASA

DALAM RANGKA MENJAGA KEAMANAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT DI KEPOLISIAN DAERAH JAWA TENGAH

Lufthi Darmawan Aditya

*

, Umar Ma’ruf

**

*

Mahasiswa Magister (S-2) Ilmu Hukum UNISSULA Semarang email lutfiaditya93@gmail.com

**

Dosen Fakultas Hukum UNISSULA Semarang

ABSTRACT

The unhandled demonstration could be a chaos that resulted in the loss of both casualties and property victims, for which the Police were given the authority to handle the protests. The need for special handling of demonstrations by the Police in the Central Java Police Force due to uncontrolled demonstrations can lead to anarchy actions resulting in disruption of public order.Need for special handling of demonstrations by the Police in the Central Java Police area is due to uncontrolled demonstrations that can lead to anarchy actions resulting in disruption of public order. Implementation of the handling of protests in the territory of Central Java Regional Police carried out guided by Perkap Polri Number: No Pol. 16 of 2006 on Mass Control and Regulation of the Chief of Police No. 7 of 2012 on Procedures for Implementation of Service, Security, and Handling of Public Opinion Coverage.

Handling demonstrations through three stages of preparation stage, implementation phase and consolidation phase. The obstacles faced by the police in handling demonstrations in the Central Java Regional Police Region are the equipment of the Dalmas troops as well as from the incomplete and damaged Brimob PHH, letters of request from local units and sudden intelligence reports, and the limited number of Personnel in securing rallies. To overcome these obstacles by applying for funds for maintenance and maintenance of equipment and also funding for renewal of completeness and borrow vehicles or accommodation from the police sector in the ranks of Central Java Police.

Keywords: handling, demonstration, Polda Jateng.

PENDAHULUAN

Unjuk rasa merupakan salah satu hak rakyat yang dilindungi oleh negara dalam konstitusi dasar dan

Undang-undang. Kemerdekaan menyampaikan pendapat ini merupakan sarana bagi rakyat untuk

mengapai tujuannya. Sebagian rakyat mengakui bahwa unjuk rasa merupakan salah satu cara yang

efektif untuk mencapai kepentingannya. Perubahan yang ingin dicapai oleh sebagian masyarakat masih

meyakini bahwa kekuatan massa yang tidak bersenjata mampu untuk mempengaruhi kebijakan. Jika

dikaji secara konstisional, demonstrasi merupakan hak yang harus dilindungi oleh pemerintah. Namun

di sisi lain, orang yang melakukan unjuk rasa juga harus menaati peraturan perundang-undangan lainya

yang berlaku

(2)

Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No.1 September 2017 : 187 - 196

Seiring dengan itu bermacam kerusuhan, penjarahan dan pembakaran merebak di berbagai tempat maka dalam mengamankan unjuk rasa dari tindakan yang melanggar hukum tersebut, upaya Polri dan masyarakat di tanah air sangatlah penting demi ketentraman Bangsa dan Negara Indonesia. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tanggal 16 Oktober 1998 tentang “Kemerdekan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum”, maka Polri diharapkan mampu menangani semaraknya unjuk rasa atau demonstrasi dewasa ini.

Unjuk Rasa yang apabila tidak tertangani dengan baik maka akan menjadi kekacauan yang mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit yaitu korban jiwa dan korban harta benda bahkan aktivitas transportasi dan ekonomi menjadi terhambat dikarenakan Unjuk rasa yang bersifat anarkis tersebut.

Namun tentunya pihak Kepolisian Negara RI tidak tinggal diam dalam mengantisipasi keadaan tersebut.

Semenjak dulu Polri telah melakukan upaya-upaya baik dalam tataran pembenahan instrument maupun dalam tatanan operasional untuk meredam keganasan Unjuk Rasa yang bersifat anarkis tersebut.

Penangangan unjuk rasa oleh Polda Jateng dilakukan dengan berbagai cara. Sebagai contoh, pada saat terjadi demo pada tanggal 4 November 2016, Polda Jateng turut serta dalam mengamankan unjuk rasa di Jakarta dengan mengirimkan dua Satuan Setingkat Kompi (SKK) atau sekitar 210 personel dari Brimob Polda Jateng. Selain itu juga turut mengamankan wilayahnya yang meliputi 6 lokasi unjuk rasa yaitu Magelang, Solo, Karanganyar, Pekalongan, Pati, dan Semarang. Untuk antisipasi unjuk rasa, pihak kepolisian memperkuat pengamanan dengan unsur Satuan Brimob maupun Sabhara dengan penanganan secara persuasif. Khusus untuk wilayah Solo ada 1 SSK Polwan berjilbab. Hal ini karena wilayah Solo dan kawasan sekitarnya dikenal sebagai kota dengan populasi Islam garis keras. Penanganan kemanan unjuk rasa di Solo dengan mengerahkan polisi berjilbab diharapkan bisa membuat situasi lebih damai dan kondusif.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis memilih judul “Pelaksanaan Penanganan Unjuk Rasa Dalam Rangka Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Masyarakat Di Kepolisian Daerah Jawa Tengah”. Adapun permasalahan yang diangkat sebagai berikut : Mengapa diperlukan penanganan unjuk rasa oleh Kepolisian di Kepolisian Daerah Jawa Tengah ? Bagaimana pelaksanaan penanganan unjuk rasa di Kepolisian Daerah Jawa Tengah ? Apa kendala-kendala yang dihadapi oleh Kepolisian dalam menangani unjuk rasa di Kepolisian Daerah Jawa Tengah dan bagaimana upaya mengatasinya ?

PEMBAHASAN

Sebab Diperlukannya Penanganan Unjuk Rasa Oleh Kepolisian Kepolisian Jawa Tengah

Polri dalam kaitannya dengan Pemerintahan adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di

(3)

Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No. 1 September 2017

Pelaksanaan Penanganan Unjuk Rasa…

( Lufthi Darmawan Aditya)

bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, yang bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak azasi manusia. Dalam kaitannya dengan kehidupan bernegara Polri merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

Sebagaimana diketahui, bahwa aksi unjuk rasa yang tidak terkendali dapat berujung pada perbuatan anarki yang dapat mengakibatkan terganggunya ketertiban umum. Yang dimaksud anarki sebagaimana tercantum dalam Protap Kapolri Nomor : Protap/1/X/2010 tentang Penanggulangan Anarki adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja atau terang-terangan oleh seseorang atau sekelompok orang yang bertentangan dengan norma hukum yang mengakibatkan kekacauan, membahayakan keamanan umum, mengancam keselamatan jiwa dan atau barang, kerusakan fasilitas umum atau hak milik orang lain.

Tugas dari kepolisian adalah mengamanankan jalannya unjuk rasa agar tidak terjadi perjarahan ataupun tindak anarki dan tindak pidana oleh massa atau demonstran yang saat itu tidak puas akan hasil dari pelaksaan unjuk rasa tersebut.Tugas Polisi sebagai penegak hukum adalah melindungi kepentingan masyarakat terhadap tindak pidana yang melanggar jiwa, kehormatan, kemerdekaan dan melanggar kepentingan hukum masyarakat dan negara. Penegakan hukum yang dilakukan oleh kepolisian ini bersifat represif. Tugas represif tersebut dapat dibagi menjadi represif yustisial (penyidikan) dan represif non yustisial (pemeliharaan ketertiban).

Polri sesuai dengan tugas pokoknya yang diatur dalam Undang-Undang-Undang No. 2 Tahun 2002

memiliki kewajiban terhadap masyarakat untuk melindungi, mengayomi dan melayani melalui kegiatan

Pengaturan, Penjagaan dan Pengawalan. Disamping tugas pokoknya, Polri dalam rangka

mengimplementasikan niat dan komitmen bangsa Indonesia untuk menegakkan supremasi hukum

akibat adanya berbagai kekerasan dan kerusuhan massa yang dirasakan sangat merugikan masyarakat

bangsa dan negara Indonesia tersebut, maka Polri sesuai tugas, fungsi dan perannya sebagai alat negara

yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum,

memberikan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat telah melakukan berbagai upaya untuk

mengantisipasi dan menanggulangi kekerasan dan kerusuhan massa.

(4)

Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No.1 September 2017 : 187 - 196

Menurut penulis, unjuk rasa adalah hak asasi dan sekaligus hak konstitusional warga negara, maka pada prinsipnya kegiatan unjuk rasa harus dipandang sebagai orang maupun sekelompok orang yang sedang menjalankan maupun menikmati hak-haknya sebagai warga negara untuk menyampaikan pendapatnya di muka umum. Unjuk rasa memerlukan penanganan khusus dari pihak kepolisian mengingat dalam setiap aksi unjuk rasa yang pada awalnya damai dan tertib bisa saja berubah menjadi tindakan anarkis yang dapat mengganggu ketertiban dan keamanan masyarakat. Hal ini karena Polri merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

Pelaksanaan Penanganan Unjuk Rasa Di Kepolisian Daerah Jawa Tengah

Polri telah memiliki prosedur tetap dalam pengananan unjuk rasa pada setiap situasi. Dasar hukum dalam pelaksanaan penanganan unjuk rasa mengacu pada Perkap Polri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pengendalian Massa. Dalam peraturan tersebut telah diatur mengenai tahap-tahap pelaksanaan penanganan unjuk rasa mulai dari tahap persiapan sampai dengan tahap pengakhiran.

Pelaksanaan penanganan unjuk rasa di wilayah hukum Polda Jateng telah sesuai dengan teori kepastian hukum. Utrecht menyebutkan, bahwa kepastian hukum mengandung dua pengertian, yaitu : (1) adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan (2) berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu.

1

Dalam melakukan aksi unjuk rasa, kepastian hukum bagi demonstran harus jelas. Apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan harus jelas, sanksi yang diberikan juga harus jelas. Demikian halnya bagi pihak Polri yang bertugas mengamankan jalanya unjuk rasa, juga harus jelas apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Dalam penanganan unjuk rasa yang dilakukan oleh Polri, ada beberapa peraturan perundang-undangan yang telah mengaturnya yaitu :

1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;

2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di Muka Umum;

3. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol. 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa;

1

Riduan Syahrani, 1999, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti,Bandung.,h.23.

(5)

Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No. 1 September 2017

Pelaksanaan Penanganan Unjuk Rasa…

( Lufthi Darmawan Aditya)

4. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tata Cara Lintas Ganti Dan Cara BertindakDalam Penanggulangan Huru-Hara;

5. Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengaman- an, dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum.

Dalam peraturan perundang-undangan tersebut telah jelas disebutkan bagaimana prosedur penanganan unjuk rasa mulai dari situasi tertib sampai dengan situasi apabila pengunjuk rasa melakukan pelanggaran hukum, beserta sanksi-sanksinya. Kemudian telah diatur pula mengenai hal-hal yang wajib dilakukan dan larangan-larangan dalam pengananan unjuk rasa oleh anggota Polri. Dengan adanya peraturan perundang-undangan tersebut telah menjamin adanya kepastian hukum dalam penanganan unjuk rasa di wilayah hukum Polda Jateng.

Teori kepastian hukum dalam penanganan unjuk rasa tersebut juga didukung dengan teori penegakan hukum. Dalam teori penegakan hukum, faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum salah satunya faktor hukumnya sendiri, yang didalamnya dibatasi pada undang undang saja.

Adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaan unjuk rasa tersebut merupakan faktor pendukung dalam penanganan unjuk rasa.

Ditinjau dari teori kewenangan Polri, pelaksanaan pengamanan unjuk rasa wilayah hukum Polda Jateng telah sesuai dengan wewenang Polri. Pada Pasal 13 UU No. 2 Tahun 2002 disebutkan, bahwa Polri mempunyai tugas pokok yaitu :

a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.

b. Menegakkan hukum

c. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

Tugas Polri tersebut sejalan dengan ketentuan Pasal 13 ayat (3) UU No. 9 tahun 1998 yang menyatakan bahwa dalam penyampaian pendapat di muka umum, Polri bertanggung jawab menyelenggarakan pengamanan untuk menjamin keamanan dan ketertiban umum sesuai dengan prosedur yang berlaku. Dengan demikian, kegiatan Polri dalam penanganan unjuk rasa sudah sesuai dengan tugas Polri sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.

Tugas Polri dalam menegakkan hukum dikaitkan dengan penanganan unjuk rasa sejalan dengan

ketentuan Pasal 16 UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka

Umum yang menyatakan bahwa pelaku atau peserta pelaksanaan penyampaian pendapat di muka

umum yang melakukan perbuatan melanggar hukum, dapat dikenakan sanksi hukum sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebagai aparat penegak hukum Polri

(6)

Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No.1 September 2017 : 187 - 196

berwenang untuk menindak setiap pelaku yang melanggar hukum, termasuk pelaku unjuk rasa yang melanggar hukum. Dalam contoh kasus unjuk rasa pembangunan semen di Rembang, terjadi aksi bakar tenda antara peserta unjuk rasa. Tindakan yang dilakukan Polri adalah menindaklanjuti dengan melakukan penyidilikan dan pemanggilan orang-orang yang terlibat unjuk rasa. Hal demikian telah sesuai dengan tugas dan wewenang Polri untuk menegakkan hukum.

Pada Pasal 15 ayat (1) huruf a dan b UU No. 2 Tahun 2002 disebutkan bahwa dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 UU No. 2 Tahun 2002 Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang untuk menerima laporan dan/atau pengaduan dan membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum.

Selanjutnya pada Pasal 15 ayat (2) huruf a disebutkan, bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan lainnya berwenang memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya. Dengan demikian, pemberian perijinan unjuk rasa dan pengamanan unjuk rasa oleh Polri telah sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya.

Penanganan unjuk rasa di Polda Jateng, baik ditinjau dari teori kewenangan Polri maupun dari teori penegakan hukum, maka telah sesuai dengan kedua teori tersebut. Tugas Polri sebagaimana tercantum dalam Pasal 13 UU No 2 Tahun 2002 sejalan dengan ketentuan Pasal 13 ayat (3) UU No. 9 tahun 1998, dimana Polri bertanggung jawab menyelenggarakan pengamanan untuk menjamin keamanan dan ketertiban umum sesuai dengan prosedur yang berlaku. Demikian halnya dalam hal perlu adanya tindakan hukum, dengan mengamankan pengunjuk rasa yang melakukan aksi anarkis telah sesuai dengan teori penegakan hukum.

Kendala-Kendala Yang Dihadapi Oleh Kepolisian Dalam Menangani Unjuk Rasa Di Wilayah Kepolisian Daerah Jawa Tengah Dan Upaya Mengatasinya

Dalam pelaksanaan penanganan unjuk rasa, pihak aparat kepolisian Polda Jateng juga menghadapi beberapa hambatan atau kendala, yaitu :

2

1. Perlengkapan dari pasukan Dalmas lanjut maupun dari PHH brimob yang belum lengkap dan ada yang sudah rusak

Untuk mengatasi kendala tersebut, dalam hal ini Polda Jateng telah mengajukan permohonan dana untuk pemeliharaan dan perawatan alat dan juga pengajuan dana untuk pembaharuan kelengkapan.

Menurut keterangan Bripka Sulihanto, untuk mengatasi kekurangan kendaraan biasanya meminjam

2Wawancara dengan AKBP I Nyoman Kompi, selaku Kasubdit Dalmas Polda Jateng, tanggal 5 Juli 2017 di Semarang

(7)

Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No. 1 September 2017

Pelaksanaan Penanganan Unjuk Rasa…

( Lufthi Darmawan Aditya)

kendaraan atau akomodasi dari kepolisian sektor yang ada di jajaran Polda Jateng.

3

2. Surat permohonan dari satuan setempat dan laporan dari intelkam yang mendadak

Untuk mengatasi kendala tersebut, Polri tetap mengupayakan agar pengamanan unjuk rasa tetap dilaksanakan semaksimal mungkin. Sebelum pelaksanaan pengamanan, dilakukan apel bersama dan selalu ditekankan kepada personel untuk tetap bertanggungjawab dengan tugasnya dan bertindak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk selanjutnya, diupayakan agar dalam permintaan bantuan pasukan di waktu yang akan datang surat permohonan dikirim secepat mungkin.

3. Terbatasnya jumlah personil dalam pengamanan aksi unjuk rasa

Untuk mengatasi kendala tersebut, pengamanan tetap dilaksanakan dan penambahan pasukan dilakukan setelah anggota melaksanakan upacara rutin tanggal 17. Selain itu, dalam hal terjadi kekurangan personel dapat meminta bantuan dari jajaran kepolisian di wilayah hukum Polda Jateng.

Dalam teori penegakan hukum, faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum adalah :

4

a. Faktor hukumnya sendiri

b. Faktor penegak hukum c. Faktor sarana dan prasarana d. Faktor masyarakat.

e. Faktor kebudayaan

Kelengkapan peralatan dan perlengkapan yang dimiliki oleh satuan Dalmas dalam menangani unjuk rasa merupakan salah satu faktor pendukung dalam keberhasilan penanganan unjuk rasa oleh Polri. Akan tetapi, berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sarana dan prasana Dalmas masih terbatas dan ada beberapa yang mengalami kerusakan. Hal ini dapat mengakibatkan kurang optimalnya penanganan unjuk rasa oleh Polda Jateng.

Faktor undang-undang merupakan faktor yang mempengaruhi penegakan hukum dalam penangnaan unjuk rasa. Pada dasarnya undang-undang telah mengatur secara jelas mengenai ketentuan administrasi untuk pemberitahuan unjuk rasa. Hal ini dimaksudkan agar ada sinkronisasi antara pengunjuk rasa dengan aparat Polri. Akan tetapi dari pihak kepolisian sendiri ternyata sering terlambat menindaklanjuti adanya pemberitahuan akan adanya unjuk rasa. Hal ini menjadi faktor penghambat dalam penanganan unjuk rasa di Polda Jateng.

3Wawancara dengan Bripka Sulihanto selaku Danton Dalmas 2 Polda Jateng di Semarang, 4 Juli 2017

4Soerjono Soekanto, 2004,Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.5

(8)

Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No.1 September 2017 : 187 - 196

Faktor penegak hukum juga mempengaruhi keberhasilan dalam penanganan unjuk rasa. Dalam hal ini adalah satuan dalmas yang dikerahkan untuk melakukan pengamanan unjuk rasa. Kekurangsiapan dalam adminstrasi maupun kekurangan personil dalam kegiatan pengamanan unjuk rasa merupakan faktor yang dapat mempengaruhi dalam kegiatan pengamanan unjuk rasa, dimana dalam proses penangnanan unjuk rasa menjadi kurang optimal.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa faktor sarana dan prasarana dan faktor penegak hukum yang ada di Polda Jateng belum mendukung proses penegakan hukum dalam penanganan unjuk rasa yang terjadi. Adapun faktor undang-undang sebenarnya telah mendukung penanganan unjuk rasa, akan tetapi implementasinya tidak dilaksanakan secara optimal. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan baik dalam jumlah maupun kualitas yang dimiliki oleh Unit Dalmas Polda Jateng.

PENUTUP Kesimpulan

1. Perlunya penanganan khusus unjuk rasa oleh Kepolisian di Kepolisian Jawa Tengah, adalah karena aksi unjuk rasa yang tidak terkendali dapat berujung pada perbuatan anarki mengakibatkan terganggunya ketertiban umum. Perbuatan anarki berupa perbuatan yang bertentangan dengan norma hukum, mengakibatkan kekacauan, membahayakan keamanan umum, mengancam keselamatan jiwa dan atau barang, kerusakan fasilitas umum atau hak milik orang lain.

2. Pelaksanaan penanganan unjuk rasa di wilayah Kepolisian Daerah Jawa Tengah dilaksanakan berpedoman pada Perkap Polri Nomor : No Pol. 16 Tahun 2006 tentang Pengendalian Massa dan Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengaman- an, dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum. Penanganan unjuk rasa melalui tiga tahap yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap konsolidasi.

3. Kendala-kendala yang dihadapi oleh kepolisian dalam menangani unjuk rasa di Wilayah Kepolisian Daerah Jawa Tengah adalah perlengkapan dari pasukan Dalmas lanjut maupun dari PHH brimob yang belum lengkap dan ada yang sudah rusak, surat permohonan dari satuan setempat dan laporan dari intelkam yang mendadak, dan terbatasnya jumlah personil dalam pengamanan aksi unjuk rasa.

Untuk mengatasi kendala tersebut dengan mengajukan permohonan dana untuk pemeliharaan dan

perawatan alat dan juga pengajuan dana untuk pembaharuan kelengkapan dan meminjam kendaraan

atau akomodasi dari kepolisian sektor yang ada di jajaran Polda Jateng. Dalam hal pemberitahuan

(9)

Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No. 1 September 2017

Pelaksanaan Penanganan Unjuk Rasa…

( Lufthi Darmawan Aditya)

mendadak, maka tetap mengupayakan agar pengamanan unjuk rasa tetap dilaksanakan semaksimal mungkin. Untuk mengatasi kekurangan personel dengan meminta bantuan dari jajaran kepolisian di wilayah hukum Polda Jateng.

Saran

1. Untuk mengoptimalkan pengamanan unjuk rasa, hendaknya apabila ada permohonan bantuan pasukan segera ditindaklanjuti, sehingga bisa segera dilakukan persiapan baik administrasi, persiapan pasukan, ranmor, peralatan/ perlengkapan dalmas sehingga kegiatan pengamanan dapat dilaksanakan secara maksimal dan berjalan kondusif.

2. Perlu adanya pengadaan ataupun penambahan peralatan dan perlengkapan baru untuk pelaksanaan tugas pengamanan unjuk rasa, mengingat keterbatasan peralatan dan perlengkapan yang dimiliki oleh Polda Jateng.

DAFTAR PUSTAKA

Amiroeddin Sjarif, 1996, Hukum Disiplin Militer Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta.

Anton Tabah, 2001, Membangun Polri yang Kuat (Belajar dari Macan-Macan Asia), Mitra Hardhasuma, Jakarta.

Barda Nawawi Arief,2006, Reformasi Sistem Peradilan (Sistem Penegakan Hukum) di Indonesia, Badan Penerbit UNDIP, Semarang.

Basuki, 2015, Jangan Takut Polisi (Panduan Pintar Mengenali Kode Etik Profesi Kepolisian), Jakarta.

C.S.T. Kansil, 1982, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.

Din Syamsuddin, 2000, Etika Agama dalam Membangun Masyarakat Madani, PT. Logos Wacana Ilmu, Jakarta.

Djoko Prakoso, 2002, Polisi Sebagai Penyidik Dalam Penegakkan Hukum, Bina Aksara, Jakarta.

Dominikus Rato, 2010, Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan Memahami Hukum, Laksbang Pressindo, Yogyakarta.

Hilman Hadikusuma, 1992, Bahasan Hukum Indonesia, Alumni, Alumni.

Joko Siswanto, 2006, Reaksi Intelektualis Untuk Demokrasi, Yayasan Bakti Nusantara, Palembang.

Kepolisian Republik Indonesia, 2006, Buku Panduan tentang Hak Asasi Manusia untuk Anggota Polri,

PTIK,Jakarta.

(10)

Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No.1 September 2017 : 187 - 196 Kunarto, 1997, Etika Kepolisian, Cipta Manunggal, Jakarta.

_______, 1999, Merenungi Kiprah Polri menghadapi Gelora Anarkhi 2, Cipta Manunggal, Jakarta.

Liliana Tedjo Saputro, 1995, Etika Profesi Notaris dalam Penegakan Hukum Pidana, Bigraf Publishing, Yogyakarta.

Mustafa Kamal Pasha dan kawan-kawan, 2003, Pancasila dalam tinjauan Historis dan filosofis, Citra Karsa Mandiri, Yogyakarta.

Momo Kelana, 2004, Hukum Kepolisian, PT. Gramedia Widia Sarana Indonesia, Jakarta.

Munir Fuady, 2003, Aliran Hukum Kritis, Paradigma Ketidakberdayaan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Pudi Rahardi, 2007, Hukum Kepolisian, Profesionalisme dan Reformasi Polri. Laksbang Mediatama, Surabaya.

Riduan Syahrani, 1999, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti,Bandung.

R. Seno Soeharjo, 1998, Serba-serbi tentang Polisi : Pengantar Usaha Mempeladjari Hukum Polisi, Politeia, Bogor.

Soerjono Soekanto, 2004, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

____, 2005, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press.

Suharwadi K Lubis, 1994, Etika Profesi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.

Supriadi, 2006, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kode Etik Professi Polri.

Peraturan Kapolri Nomor19 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di Muka Umum.

Keputusan Presiden Nomor 70 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Keputusan Kapolri No. Pol.:Kep/53/X/2002 tanggal17 Oktober 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan-satuan Organisasi pada Tingkat Markas Sesar Kepolisian Negara Republik Indonesia beserta perubahannya;.

Keputusan Kapolri No. pol.:Kep/54/X/2002 tanggal17 Oktober 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Satuan-satuan Organisasi pada Tingkat Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (polda)

beserta perubahannya.

Referensi

Dokumen terkait

2) keterangan yang diberikan saksi de auditu tersebut merupakan pesan dari pelaku atau orang yang terlihat dalam peristiwa atau perbuatan hukum yang

Alternatif sosial yang optimal adalah pemberian beasiswa kepada mahasiswa diterima sesuai dengan true ranking. Untuk mendapatkan penerimaan beasiswa dengan socially

Kompilasi Hukum Islam Pasal 55 ayat (1), menyatakan bahwa poligami beristri lebih dari satu orang pada waktu yang bersamaan dan terbatas hanya sampai empat orang

Eksperimen dilakukan terhadap komposit CFRP menggunakan material serat karbon searah (UD) 0⁰ dan matriks poliester dibuat dengan metode vacuum infusion mulai dari tahap

[r]

Dengan menyadari bahwa pergerakan indeks harga saham cenderung dipengaruhi oleh banyak faktor baik fundamental maupun non fundamental, maka fokus dari penelitian ini adalah

perhitungan dapat dilakukan pada tipe jasa ekosistem. Secara teknis dapat dilakukan pada tipe jasa ekosistem ataupun masing-masing komponen dalam jasa ekosistem [9]. Dalam

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak diantaranya : (1) secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan