• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dian Adriawan Dg. Tawang (Dosen Fakultas Hukum Trisakti) ( ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Dian Adriawan Dg. Tawang (Dosen Fakultas Hukum Trisakti) ( ABSTRAK"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PUTUSAN HAKIM YANG MENJATUHKAN VONIS LEBIH RENDAH DARI ANCAMAN HUKUMAN DALAM PERKARA PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK (PUTUSAN PENGADILAN TINGGI BANJARMASIN

NOMOR: 42/PID.SUS/ 2018/ PT.BJM)

Ina Caprina Sallolo Batara Randa

(Mahasiswa Program S1 Fakultas Hukum Universitas Trisakti) (Email: inasallolo@yahoo.com)

Dian Adriawan Dg. Tawang (Dosen Fakultas Hukum Trisakti)

(Email: dian.adt@trisakti.ac.id)

ABSTRAK

Hakim yang menjatuhkan vonis terhadap pelaku persetubuhan terhadap anak lebih rendah dari ancaman hukuman pidana yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut mendorong penulis untuk menganalisa lebih lanjut kejadian yang terjadi di lingkungan peradilan Indonesia.

Yang dimana para penegak hukum sudah seharusnya menciptakan asas Kepastian Hukum agar masyarakat bisa lebih yakin terhadap hukum yang berlaku di negara kita. Permasalahan yang diangkat dalam karya ilmiah ini yaitu apakah dalam Putusan Pengadilan Tinggi Banjarmasin Nomor : 42/Pid.Sus/2018/PT.BJM. yang menguatkan Putusan Negeri Kotabaru Nomor : 425/Pid.Sus/2017/PN.Ktb. sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur dan bagaimanakah upaya hukum yang dapat dilakukan apabila terjadi ketidaksesuaian.

Untuk menjawab permasalahan tersebut maka dilakukan penelitian secara normatif terhadap Putusan Pengadilan dengan mengacuh terhadap peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang mendasar serta dilakukan juga wawancara terhadap ahli hukum acara. Sehingga ditarik kesimpulan secara deduktif, yang dimana dalam Putusan Pengadilan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dimana hukuman yang dijatuhkan lebih rendah dari ancaman hukuman yang diatur dalam peraturan perundang- undangan. Sehingga sudah seharusnya jaksa penuntut umum mempergunakan haknya untuk mengajukan upaya hukum kasasi.

Kata Kunci: Hukum Acara Pidana, Vonis Hakim Yang lebih Rendah Dari Ancaman Hukuman

(2)

A. Pendahuluan 1. Latar Belakang

Negara Indonesia adalah negara hukum yang sangat menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya.

Negara yang mengedepankan atas hukum (rechtstaat) bukan berdasarkan atas kekuasaan (machtstaat). Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 menjunjung kedudukan yang sama dan sederajat bagi setiap warga negara dalam lingkungan hukum dan pemerintah (equality before the law).

Prinsip yang mengedepankan atas hukum, maka aturan-aturan hukumlah yang harus berperan dalam segala segi kehidupan, baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara maupun dalam kehidupan warga negaranya. Kesemua itu bertujuan untuk menciptakan keamanan, ketertiban, keadilan serta kesejahteraan bagi warga negara.

Demi untuk mencapai kesemua tujuan itu perlu ditanamkan prinsip supremasi hukum yang mengandung arti bahwa dimana negara bertindak terhadap warga negaranya yang melanggar aturan

1CST Kansil, Latihan Ujian Pengantar Hukum Indonesia Untuk Perguruan Tinggi, Cetakan Ke-3. (Jakarta: Sinar Grafika, 1999), hal.20.

atau ketentuan yang ada harus di hukum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Dengan demikian tindakan negara tersebut dapat mempertahankan hukum dan menjamin kepastian hukum bagi kehidpuan bernegara.1

Sistem hukum pidana Indonesia, hukum pidana materil dapat diterapkan bagi orang yang melanggar hukum tanpa adanya hukum pidana formil yang mengatur. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dibuat untuk mengatasi kelemahan- kelemahan pengaturan mengenai acara pidana yang mencakup seluruh proses pidana dari awal (mencari kebenaran) sampai dengan tahap akhir di Mahkamah Agung, bahkan sampai dengan proses Peninjauan Kembali (herziening).2

Praktek peradilan di Indonesia, penerapan hukum pidana seringkali tidak memperoleh dan mencapai keadilan yang di cita-citakan secara sempurna, sebagaimana yang diharapkan oleh hukum acara pidana itu sendiri.

2Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hal.3.

(3)

Kusumadi Pudjosewojo menjelaskan tentang isi putusan hakim yang berisi 3 bagian, yaitu antara lain:3

1. Pertimbangan-pertimbangan tentang kenyataan yang didapatkan oleh hakim setelah memeriksa perkara;

2. Pertimbangan-pertimbangan tentang hukumnya dalam perkara yang ditemukan oleh hakim berdasarkan kenyataan-kenyataan yang ada;

3. Keputusan hakim atau diktum.

Perimbangan tentang fakta dan hukumya harus bersesuaian agar menjadi dasar yang kuat untuk menetapkan suatu putusan atau diktum secara adil.4

Putusan hakim merupakan jawaban akhir dari proses penyelesaian suatu perkara dimuka pengadilan dengan beberapa tingkatan pengadilan yaitu pada tingkat pertama yang diproses di Pengadilan Negeri, pada tingkat banding diproses di Pengadilan Tinggi, dan tingkat kasasi di Mahkamah Agung, dengan terlebih dahulu pada sidang pengadilan harus berdasarkan isi dari surat dakwaan yang di buat oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

3Kusumadi Pudjosewojo,Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia, (Yogyakarta:

Penerbitan Universitas Gajahmada, 1961), hal.35.

Dengan berlandaskan surat dakwaan tersebutlah hakim menjalankan proses persidang dan mengarahkan jalannya seluruh pemeriksaan, baik yang menyangkut pemeriksaan alat bukti maupun yang berkenaan dengan barang bukti. Yang di mana sesuai dengan Pasal 182 ayat (4) KUHAP yang menyatakan bahwa:

“Musyawarah untuk mengambil keputusan harus berdasarkan atas surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang”.

Sebagaimana yang kita alami penerapan hukum di Indonesia saat ini masih sangat jauh dari kata keadilan.

Mungkin bisa kita lihat dari masalah- masalah yang bermunculan contohnya kasus terhadap perlindungan anak, yang dimana pada saat sekarang ini banyak terjadi pelanggran-pelanggran terhadap anak maka mungkin dari pada itu perlu di penuhi yaitu hak asasi manusia. Anak merupkan generasi penerus bangsa yang berperan dalam kelangsungan eksistensi suatu kemajuan bangsa dan negara itu sendiri.

Lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan

4Ramelan,Hukum Acara Pidana Teori Dan Implementasi, (Jakarta: Sumber Ilmu Jaya, 2006).

(4)

Anak sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 merupakan wujud nyata atas upaya perlindungan terhadap anak yang telah diatur secara khusus, agar hidup anak menjadi lebih baik. Hal ini secara tidak langsung mengakomodir prinsip-prinsip hak anak yaitu prinsip non diskriminasi, prinsip kepentingan yang terbaik bagi anak, prinsip hak untuk hidup dan perkembangan, dan prinsip penghargaan terhadap pendapat anak yang diatur dalam konvensi hak anak.5

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016

Tentang perubahan atas Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak:

“Segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

5Abintoro Prakoso, Hukum Perlindungan Anak, (Yogyakarta: Laksbang Pressindo, 2016), hal.49

Apabila terjadi masalah dalam perlindungan anak maka menimbulkan berbagai macam permasalahan yang lebih lanjut yang tidak selalu dapat diatasi secara perseorangan, namun juga harus secara bersama-sama, dan penyelesaiannya menjadi tanggung jawab kita bersama.6

Agar dalam masyarakat tidak terjadi peristiwa menghakimi sendiri apabila terjadi suatu pelanggaran maka dari itu pemerintah membuat suatu wadah sebagai tempat untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang ada di dalam masyarakat secara adil dan sesuai dengan ketentuan serta peraturan yang berlaku. Sebagaimana dalam kasus Muhammad Ilham Amin alias Ilham dengan AL merupakan suatu pelanggaran dalam lingkup pidana maka dari itu merupakan suatu tindak pidana yang dimana diatur dalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun

6Rika Saraswati, Hukum Perlindungan Anak Di Indonesia. (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2009).

(5)

2002 Tentang Perlindungan Anak dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta penyelesaiannya ditentukan berdasarkan Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Tindak pidana persetubuhan yang dilakukan terhadap anak dibawah umur termasuk kedalam salah satu masalah hukum yang penting untuk dikaji secara mendalam. Mengingat hal tersebut merupakan suatu perbuatan yang melanggar norma sosial seperti kesopanan, agama dan kesusilaan.

Contoh dalam kasus persetubuhan terhadap anak yang terjadi setahun belakangan ini. Sebagaimana halnya putusan hakim terhadap kasus yang terjadi di salah satu daerah di Pulau Kalimantan yaitu kasus yang terjadi antara Muhammad Ilham Amin alias Ilham dengan AL di Kotabaru, Kalimantan Selatan. Dalam kasus tersebut hakim yang menjatuhkan vonis terhadap terdakwa hukuman penjara selama 1 tahun dan 6 (enam) bulan dengan berdasarakan surat dakwaan menggunakan Pasal 81 ayat (2) Undang-

7Johny Ibrahim, Teori Dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang :Bayumedia Publishing, 2006), hal.265.

Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Jo.

Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

B. Metode Penelitian 1. Objek Penelitian

Yang menjadi objek penelitian dalam penelitian ini adalah Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi

Banjarmasin Nomor :

42/Pid.Sus/2018/PT.BJM tentang tindak pidana persetubuhan terhadap anak.

2. Tipe Penelitian

Tipe penelitian Yuridis Normatif merupakan penelitian yang fokus utama dalam pengkajiannya didasarkan pada kaidah atau norma hukum positif.7 Sehingga dalam hal ini obyek utama penelitian yuridis normatif ini mengacu kepada segala hal mengenai hukum acara pidana formil dalam putusan Pengadilan Tinggi Banjarmasin.

(6)

3. Sifat Penelitian

Sifat penelitian dalam kasus ini ialah deskriptif analitis Tujuannya untuk memperoleh pemaparan yang objektif mengenai hukum acara pidana formil yang terjadi di dalam putusan pengadilan Tinggi Banjarmasin.

4. Data dan Sumber Data

Data dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu dimana data primer yang didapat langsung dari masyarakat dengan penelitian terjun langsung ke lapangan masyarakat berada dan yang kedua data sekunder dimana data ini di dapat dari bahan-bahan kepustakaan atau secara bahan-bahan yang ada secara tertulis.8 Dalam Penelitian ini menggunakan data sekunder dimana data diperoleh dari studi kepustakaan.

Namun untuk melengkapi atau mendukung analisis data sekunder, tetap diperlukan wawancara dengan beberapa pihak yang dinilai memahami konsep atau pemikiran yang ada dalam sekunder, sejauh dalam batas-batas metode penelitian normatif.

Berdasarkan data yang didapat dari data sekunder tersebut maka

8Ibid., hal.321.

dalam penelitian ini menggunakan bahan hukum seperti berikut:

a. Bahan hukumpprimer, dalam penelitian ini menggunakan bahan hukum primer yang paling utama Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

b. Bahan hukum sekunder, bahan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku ilmu hukum dan hasil penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini.

c. Bahan hukum tersier, memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, contohnya adalah kamus, ensiklopedia, dan seterusnya.9

5. Pengumpulan Data

9Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: Universitas Indonesia, 1988), hal.52.

(7)

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik library research di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Perpustakaan Universitas Trisakti, dan Perpustakaan Nasional Indonesia.

6. Analisis Data

Data hasil penelitian ini dianalisis secara kualitatif, artinya data kepustakaan yang telah diperoleh dianalisis secara mendalam dan komprehensif dengan cara membaca, memahami, membahas, serta menjabarkan secara sistematis dan teratur.

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan a. Ketentuan Perundang-

undangan Mengenai Ancaman Hukuman Terhadap Orang Yang Melakukan Persetubuhan Terhadap Anak Yang Diatur Dalam Undang-Undang Perlindungan Anak.

Ketentuan mengenai Persetubuhan Anak telah diatur secara khusus didalam Undang-Undang Perlindungan Anak. Dimana dalam Undang-Undang tersebut telah diuraikan mengenai hal-hal yang bersangkutan dengan Perlindungan Anak..

Dalam Pasal 81 ayat (2) Undang- Undang Republik Indonesia Nomor

17 Tahun 2016 Tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, diatur secara jelas mengenai ketentuan minimal dan maksimal ancaman hukuman pidana terhadap pelaku persetubuhan terhadap anak yang dimana dalam Pasal tersebut menyatakan bahwa ancaman pidana untuk orang yang telah terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar ketentuan tersebut,

“diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan

denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)”

Dalam ketentuan Pasal yang mengatur tentang Persetubuhan terhadap Anak sebelumnya tidak banyak perubahan terhadap ketentuan yang baru, perubahannya hanya terdapat pada ketentuan minimal ancaman pidana terhadap pelanggar yang awalnya paling singkat hanya diatur 3 (tiga) tahun menjadi paling singkat 5 (lima) tahun.

Terdapat juga ketentuan yang mengatur perbedaan ancaman pidana

(8)

terhadap pelaku Persetubuhan terhadap Anak apabila pelakunya Anak atau pelakunya sudah Dewasa.

Yang dimana apabila Pelakunya anak maka tidak berlaku ketentuan minimal ancaman pidana sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-Undang Perlindungan Anak namun apabila Pelakunya sudah dewasa dan Korbannya anak maka mengacu kepada ketentuan minimal ancaman pidana yang telah ditentukan oleh Undang-Undang Perlindungan Anak tersebut yaitu

“pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas)tahun.”

Dalam Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

“(1) Jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, maka hanya diterapkan satu aturan pidana; jika berbeda-beda, yang diterapkan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.”10

Dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum juga menggunakan Pasal tersebut untuk menuntut

10Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Pasal 64 ayat (1).

Terdakwa, karena perbuatan tersebut dilakukan beberapa kali sehingga termasuk dalam Perbuatan Berlanjut.

Sebagaimana Perbuatan Berlanjut tersebut diatur dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dalam Pasal 64 Ayat (1).

b. Kesesuaian Putusan Hakim Dalam Putusan (Nomor:

42/Pid.Sus/2018/PT.BJM)

Dengan Ketentuan Undang- Undang Perlindungan Anak.

Berdasarkan Putusan Pengadilan Tinggi Banjarmasin Nomor:

42/Pid.Sus/2018/ PT.BJM., yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara persetubuhan terhadap anak yang terjadi di Kotabaru, Kalimantan Selatan yang dilakukan oleh Muhammad Ilham Amin alias Ilham Bin Sugianoor selaku Terdakwa dalam kasus tersebut tehadap seorang anak yaitu AL, yang dimana anak korban tersebut masih berumur 17 (tujuh belas) tahun.

Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang yang dimaksud dengan :

“Anak adalah seseorang yang masih belum berusia 18 (delapan belas) tahun,

(9)

dan termasuk anak yang masih dalam kandungan”.

Dikuatkan juga dengan salah satu barang bukti dalam persidangan berupa sebuah fotocopy Kutipan Akta Kelahiran yang didapatkan bukti bahwa AL berjenis kelamin perempuan, lahir di Kotabaru, pada tanggal 3 Januari 2000 sehingga pada saat kejadian tersebut anak korban AL masih berusia 17 (tujuh belas) tahun atau belum berusia 18 (delapan belas) tahun, serta anak korban masih duduk dibangku sekolah dan status belum menikah. Sehingga secara jelas anak korban dalam kasus tersebut merupakan seorang Anak.

Dalam Putusan Hakim tersebut menyatakan bahwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan Muhammad Ilham Amin alias Ilham Bin Sugianoor selaku pelaku Persetubuhan terhadap Anak telah melakukan perbuatan yang dilarang oleh Undang-Undang. Dan didalam amar Putusan Hakim Pengadilan Tinggi Banjarmasin yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Kotabaru pada tingkat pertama, pelaku dijatuhkan Vonis pidana dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan, dan pidana denda sebesar Rp.60.000.000,00 (enam puluh juta juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda

tersebut tidak dibayar maka harus diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan.

Dalam Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang mengajukan dan membacakan tuntutan terhadap Muhamad Ilham Amin alias Ilham Bin Sugianoor selaku Terdakwa dalam kasus Persetubuhan terhadap anak, dengan dakwaan Tunggal sebagaimana diatur dan diancam pidana menggunakan Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 Tentang perubahan atas Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan tuntutan Pidana Penjara selama 7 (tujuh) tahun dan Denda Rp.60.000.000,00- (enam puluh juta rupiah) Subsidiair 3 (tiga) bulan kurungan dikurangi selama Terdakwa berada dalam masa penahanan.

Namun dalam Putusan Hakim pada Pengadilan Tingkat Pertama di Pengadilan Negeri Kotabaru menjatuhkan Vonis pidana Penjara lebih Rendah dari Ancaman Pidana yang telah

(10)

ditentukan Undang-Undang Perlindungan Anak. Berbeda apabila pelaku Persetubuhan terhadap Anak dilakukan oleh seorang Anak atau pelakunya adalah Anak maka ada pengecualian yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 yang terdapat dalam Pasal 79 yang menyatakan pidana penjara yang dijatuhkan kepada anak paling lama ½ (satu per dua) dari maksimal ancaman pidana penjara dan terhadap anak tidak diberlakukan miniman ancaman pidana.

Putusan Hakim pada Pengadilan Negeri Kotabaru menjatuhkan Vonis terhadap Terdawka dengan pidana penjara 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan pidana penjara dan pidana denda sebesar Rp.60.000.000,00 (enam puluh juta juta rupiah). Lalu kemudian daripada itu Jaksa Penuntut Umum mengajukan Akta Permohonan Banding terhadap Putusan Pengadilan Negeri Kotabaru Nomor 425/Pid.Sus/2017/PN.Ktb.

Setelah permintaan Banding dari Jaksa Penuntut Umum di terima dan atas permintaan Banding tersebut telah diberitahukan kepada Terdakwa serta salinannya telah diserahkan secara patut

dan sah kepada Terdakwa, dan dari pihak Terdakwa tidak ada mengajukan kontra atas Memori Banding tersebut.

Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Banjarmasin yang memeriksa dan mengadili Perkara Banding tersebut memutus dalam Rapat Permusyawaratan Majelis Hakim tingkat Banding Pengadilan Tinggi Banjarmasin menyatakan menerima permintaan banding dari Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Kotabaru tersebut;

mengutkan putusan Pengadilan Negeri Kotabaru Nomor 425/Pid.Sus/2017/PN Ktb. Tanggal 21 Maret 2018;

menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan; menetapkan Terdakwa tetap dalam tahanan; dan membebankan biaya perkara kepada Terdakwa pada kedua tingkat peradilan, yang untuk tingkat banding ditetapkan sebesar Rp.5.000,00 (lima ribu rupiah).

Sebagaimana Putusan Majelis Hakim pada Pengadilan Tinggi Banjarmasin yang diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Ketua Majelis Hakim dengan di dampingi oleh Hakim-hakim anggota yang dibantu oleh

(11)

seorang Panitera Pengganti pada Pengadilan Tinggi Banjarmasin.

Berdasarkan Surat Dakwaan Jaksa Penutut Umum dengan dakwaan Tunggal sebagaimana diatur didalam Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 Tentang perubahan atas Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Dalam pertimbangan hakim dalam memutus perkara berdasarkan pertimbangan dalam Putusan Majelis Hakim menyatakan bahwa perbuatan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan perbuatan Persetubuhan terhadap Anak

c. Upaya Hukum Yang Dapat Dilakukan Terhadap Putusan Hakim Yang Menjatuhkan Vonis Lebih Rendah Dari Ancaman Hukuman Pidana.

Putusan Hakim pada Pengadilan Tinggi Banjarmasin Nomor:

42/Pid.Sus/2018/ PT.BJM yang menguatkan Putusan sebelumnya yaitu Putusan Pengadilan Negeri Kotabaru Nomor 425/Pid.Sus/2017/PN Ktb. Yang menjatuhkan Vonis terhadap Terdakwa lebih rendah dari ancaman pidana

sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak.

Berbagai upaya hukum yang ada dan yang diatur didalam Undang- Undang dilakukan secara berjenjang atau bertingkat berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Undang- Undang, seperti halnya upaya hukum banding yang diatur dalam Pasal 67 dan Pasal 233 KUHAP yang menyatakan

“Terdakwa atau Penuntut Umum berhak untuk mengajukan permohonan banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama apabila tidak menerima atau merasa berkeberatan dengan putusan sebelumnya, namun ada pengecualian terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum”.

Oleh sebab itu Jaksa Penuntut Umum mempunyai hak mengajukan Banding, karena majelis hakim yang memutus perkara tersebut telah salah menerapkan hukum dengan vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim di tingkat pertama yaitu pada Pengadilan Negeri Kotabaru terhadap terdakwa tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak yang dimana dalam Undang-Undang tersebut mengatur minimal dan maksimal ancaman pidana penjara dan pidana denda terhadap setiap orang yang melanggar ketentuan.

(12)

Jadi sudah sepantasnya upaya hukum yang dilakukan oleh Jaksa Penutut Umum tersebut dilakukan, namun dalam pemeriksaan pada tingkat banding di Pengadilan Tinggi Banjarmasin Majelis Hakim yang mengadili dan memutus perkara tersebut menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Kotabaru, dengan tetap menjatuhkan vonis terhadap Terdawka dengan pidana penjara 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan pidana penjara dan pidana denda sebesar Rp.60.000.000,00 (enam puluh juta juta rupiah).

Dalam proses penegakan hukum terhadap perkara Persetubuhan terhadap Anak tersebut berakhir ditingkat Banding, padahal Jaksa Penuntut Umum berdasarkan ketentuan yang diatur didalam Pasal 244 dan Pasal 253 ayat (1) KUHAP diberikan hak untuk dapat mengajukan Upaya Hukum Kasasi yang dimana dalam Pasal tersebut menyatakan:

“bahwa Pemeriksaan dalam tingkat Kasasi dapat diajukan kepada Mahkamah Agung atas permintaan dari Terdakwa dan/atau Jaksa Penutut Umum dengan alasan yang jelas guna untuk memperoleh kepastian hukum dan untuk menentukan hal seperti apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan sebagaimana mestinya;

apakah benar cara mengadili tidak

dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang; serta apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya”.

Putusan Pengadilan Tinggi Banjarmasin dalam perkara Persetubuhan terhadap Anak dengan Nomor : 42/Pid.Sus/2018/ PT.BJM telah berkekuatan hukum tetap karena tidak diajukan upaya hukum dalam waktu yang telah ditentukan.

Namun apabila para penegak hukum masih peka dengan apa yang terjadi terhadap Putusan tersebut atau ada kepedulian terhadap penegakan hukum untuk mencari keadilan berdasarkan Undang-Undang maka seharusnya dapat dilakukan Upaya Hukum Luar Biasa, yaitu Pemeriksaan Tingkat Kasasi Demi Kepentingan Hukum dan Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 259 dan Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Berdasarkan kasus pada Putusan Pengadilan Tinggi Banjarmasin tersebut yang telah berkekuatan hukum tetap, maka upaya hukum yang lebih tepat untuk dilakukan adalah upaya hukum Pemeriksaan Tingkat Kasasi Demi

(13)

Kepentingan Hukum sebagaimana yang diatur dalam Pasal 259 ayat (1) KUHAP

“kepentingan hukum terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, dapat diajukan satu kali permohonan kasasi oleh Jaksa Agung”. Permohonan kasasi diajukan kepada Mahkamah Agung yang juga diajukan oleh Jaksa Agung.

D. Kesimpulan dan Saran a. Kesimpulan

Berdasarkan dari permasalahan yang telah diuraikan dalam penelitian ini, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 Tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 81 mengatur mengenai minimal dan maksimal ancaman pidana terhadap pelaku pelanggaran yaitu pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak

Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

2. Dalam Putusan Pengadilan Tinggi Banjarmasin yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Kotabaru menjatuhkan Vonis terhadap Terdakwa Muhammad Ilham Amin dengan pidana penjara 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan dan

pidana denda sebesar Rp.60.000.000,00 (enam puluh juta

juta rupiah). Vonis yang di jatuhkan oleh Majelis Hakim tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak.

3. Dalam Proses Hukum Jaksa

Penuntut umum tidak mempergunakan haknya untuk mengajukan kasasi terhadap Putusan Pengadilan Tinggi tersebut. Maka telah dianggap menerima Putusan tersebut dan dinyatakan inkracht atau berkekuatan hukum tetap. Sehingga upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap Putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap adalah upaya hukum luar biasa yaitu Kasasi Demi Kepentingan Hukum dan Peninjauan Kembali (PK). Namun untuk kasus ini upaya yang paling

(14)

tepat untuk dilakukan adalah upaya hukum Permohonan Pemeriksaan Kasasi Demi Kepentingan Hukum.

Upaya Hukum tersebut juga tidak menutup untuk selanjutnya tetap melakukan Upaya Hukum Peninjauan Kembali (PK).

b. Saran

Pendapat penulis terhadap kejadian yang terjadi seperti yang diangkat dalam penelitian ini yaitu Putusan Pengadilan Tinggi Banjarmasin yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Kotabaru dalam perkara persetubuhan terhadap anak. Putusan tersebut menjatuhkan vonis lebih rendah dari ancaman pidana yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Dimana seharusnya pada kasus ini hakim dalam menjatuhkan hukuman antara minimal atau maksimal ketentuan ancaman hukuman dalam kasus persetubuhan terhadap anak seperti ini yaitu paling singkatnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun, jadi demi untuk menciptakan Kepastian Hukum harusnya hakim berindak berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Namun untuk Putusan yang sudah berkekuatan

hukum tetap masih dapat dilakukan upaya hukum luar biasa yaitu Permohonan Pemeriksaan Tingkat Kasasi Demi Kepentingan Hukum.

Jaksa Penuntut Umum seharusnya mempergunakan haknya untuk mengajukan uoaya hukum tersebut.

Upaya Hukum ini terbatas yang dimana hanya dapat dilakukan terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap pada putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi (pengadilan selain Mahkamah Agung), sesuai dengan bunyi Pasal 259 ayat (1) KUHAP.

Dan upaya hukum ini tidak menutup untuk melakukan upaya hukum selanjutnya yaitu upaya hukum Peninjauan Kembali (PK).

E. Daftar Pustaka Buku:

Abdussalam, Adri Desasfuryanto.

Hukum Perlindungan Anak.

Jakarta: PTIK, 2016.

Ali, Achmad. Menguak Tabir Hukum.

Jakarta : Ghalia Indonesia, 2008.

Darji Darmodiharjo, Sidharta. Pokok- pokok Filsafat Hukum Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2004.

(15)

Effendy, Marwan. Kejaksaan RI Posisi dan Fungsinya Dari Perspektif Hukum. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2005.

Friedman, Lawrence M. Sistem Hukum Prespektif Ilmu Sosial.

Bandung: Nusa Media, 2013.

Gultom, Maidin. Perlindungan Hukum Terhadap Anak.

Bandung: PT. Refika Aditama, 2010.

Hamzah, Andi. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2005.

Harahap, M Yahya. Pembahasan dan Penerapan KUHAP. Jakarta:

Sinar Grafika, 2005.

Ibrahim, Johny. Teori Dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang: Bayumedia Publishing, 2006.

Kamil, Ahmad. Filsafat Kebebasan Hakim. Jakarta: Kencana 2012.

Kansil, CST. Latihan Ujian Pengantar Hukum Indonesia Untuk Perguruan Tinggi.

Jakarta: Sinar Grafika, 1999.

Marbun, R. Dkk, Kamus Hukum Lengkap. Jakarta : Visi Media, 2012.

Moeljatno. Asas Asas Hukum Pidana.

Jakarta: Rineka Cipta, 2008.

Mulyadi, Lilik. Kompilasi Hukum Pidana Dalam Perspektif

Teoritis Dan Praktek Peradilan.

Bandung : Mandar Maju, 2007.

Mulyadi Lilik. Hukum Acara Pidana Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2012.

Pangaribuan, Luhut M. Hukum Acara Pidana: Surat-Surat Resmi di Pengadilan oleh Advokad.

Klaten : Intan Sejati, 2006.

Pudjosewojo, Kusumadi. Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia. Yogyakarta:

Penerbitan Universitas Gajahmada, 1961.

Ramelan. Hukum Acara Pidana Teori Dan Implementasi. Jakarta:

Sumber Ilmu Jaya, 2006.

Saraswati, Rika. Hukum Perlindungan Anak Di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2009.

Siahaan, Monang. Falsafah Dan Filosofi Hukum Acara Pidana.

Jakarta: PT Grasindo, 2017.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta:

Universitas Indonesia, 1988.

Peraturan perundang – undangan yang terkait:

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana

(16)

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Referensi

Dokumen terkait

Instrumen yang digunakan di dalam penelitian ini terdiri atas dua, yakni : instrumen tes hasil belajar matematika khususnya pada pokok bahasan pecahan dan

Untuk senyawa murni, suhu yang tercatat pada termometer yang ditempatkan pada tempat terjadinya proses destilasi adalah sama dengan titik didih destilat (Sahidin, 2008).

Pengguna dapat mengakses Exelsa dengan mudah baik dari luar kampus maupun menggunakan fasilitas kampus karena Exelsa merupakan sebuah e-learning yang berupa

Hal ini jugalah yang menyebabkan rendahnya nilai modulus young pada formulasi pati:gelatin 10:0 (g/g) dan konsentrasi gliserol 25% yang diimbangi dengan

Laba adalah pendapatan dan keuntungan setelah dikurangi beban dan kerugian. Laba merupakan pengukuran aktivitas operasi dan ditentukan menggunakan dasar akuntansi akrual. Dalam hal

[r]

Berdasarkan Berita Acara Evaluasi Penawaran Pengadaan Jasa Outsourching Pengemudi, Teknisi dan Tenaga Fungsional Lainnya TA 2015 dari Pokja Pengadaan Jasa Outsourching

Siswa lebih senang belajar dengan media yang menunjukkan cara kerja, gambar- gambar atau materi secara lebih mendetail (real) dibandingkan belajar dengan hanya menggunakan buku