UNIVERSITAS INDONESIA
GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PEREMPUAN DEWASA TENTANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
(KDRT) DI RW 10 KELURAHAN SUKAMAJU BARU, KECAMATAN TAPOS, KOTA DEPOK
SKRIPSI
Yuanita Fransiska 0806334584
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA
DEPOK JULI 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PEREMPUAN DEWASA TENTANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
(KDRT) DI RW 10 KELURAHAN SUKAMAJU BARU, KECAMATAN TAPOS, KOTA DEPOK
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan
Yuanita Fransiska 0806334584
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
DEPOK JULI 2012
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Yuanita Fransiska NPM : 0806334584
Tanda Tangan :
Tanggal : 9 Juli 2012
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh:
Nama : Yuanita Fransiska
NPM : 0806334584
Program Sudi : Ilmu Keperawatan
Judul Penelitian : Gambaran Pengetahuan dan Sikap Perempuan Dewasa tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan pada Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia.
PEMBIMBING
Pembimbing : Ns. Wiwit Kurniawati, S.Kep., M.Kep., Sp.Mat. ( )
Penguji : Titin Ungsianik, S.Kp., MBA. ( )
Ditetapkan di : Depok Tanggal : 9 Juli 2012
Puji dan syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini dibuat dalam rangka memenuhi salah tugas mata kuliah Tugas Akhir semester genap di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Skripsi ini dapat saya selesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, dan dorongan semangat yang tak terhingga. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ns. Wiwit Kurniawati, S.Kep., M.Kep., Sp.Mat. sebagai dosen pembimbing yang telah bersedia memberikan pengarahan dan bimbingan kepada saya selama penyusunan tugas akhir ini.
2. Kuntarti, SKp., M.Biomed. sebagai koordinator mata ajar Tugas Akhir dan seluruh dosen pengajar yang memberikan banyak ilmu dan informasi di setiap perkuliahan.
3. Orang tua tercinta, Bapak Yusmadi dan Ibu Nurul Afifah yang senantiasa memberikan kasih sayang serta dukungan yang tiada terhingga.
4. Adik-adik tersayang, Isni Aristia dan Salsia Octa Berliana, yang selalu memberikan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
5. Deni Tri Hartanto, ST. yang selalu sabar, setia, dan senantiasa memberikan motivasi kepada penulis.
6. Sahabat-sahabat tersayang: Melati, Trie Utari Dewi, Winda Eriska, Aulia Laili Nisa, Tiara Eka Putri, Dian Fitriani, Niken Puspitaningrum, Ema Kusmia Hamijaya, dan Ni Putu Eka Rosmala Dewi yang selalu memberikan informasi dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
7. Bapak Marwah Ali Ashari (Om Hari), yang selalu memberikan dukungan kepada penulis.
8. Om Tanto dan Bule Murni yang secara tidak langsung membantu penyelesaian skripsi ini.
9. Bapak Ketua RW 10, Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok, yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian di lingkungan tersebut.
10. Ibu-ibu kader Posyandu RW 10, Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok,yang telah membantu penulis mendapatkan data-data perempuan dewasa di lingkungan tersebut.
11. Ibu-ibu di RW 10, Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok, yang bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
12. Teman-teman mahasiswa reguler angkatan 2008 Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang telah memberikan semangat dan bersedia berbagi banyak informasi dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
Saya menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Besar pula harapan saya agar tugas akhir ini dapat menjadi dasar bagi penelitian yang bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan masyarakat.
Depok, Juli 2012 Penulis
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Yuanita Fransiska NPM : 0806334584 Program Studi : Ilmu Keperawatan Fakultas : Ilmu Keperawatan Jenis Karya : Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
Gambaran Pengetahuan dan Sikap Perempuan Dewasa tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru,
Kecamatan Tapos, Kota Depok
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemiliki Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada tanggal : 9 Juli 2012
Yang menyatakan
(Yuanita Fransiska)
vii Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Yuanita Fransiska Program Studi : Ilmu Keperawatan
Judul : Gambaran Pengetahuan dan Sikap Perempuan Dewasa tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok
Angka kejadian KDRT pada perempuan dewasa terus meningkat setiap tahunnya.
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran pengetahuan dan sikap perempuan dewasa tentang KDRT di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Tapos, Depok. Desain penelitian yang digunakan deskriptif sederhana dengan metode analisis univariat. Jumlah sampel sebanyak 93 responden, ditentukan dengan teknik quota sampling. Hasil penelitian menunjukkan 64,5% responden memiliki pengetahuan kurang dan 54,8% responden memiliki sikap buruk tentang KDRT.
Pengetahuan kurang karena kurangnya sumber informasi, tidak berpengalaman, dan finansial terbatas. Sikap buruk dipengaruhi pengalaman significant others, budaya patriarki, dan keterbatasan akses media. Penyedia layanan kesehatan hendaknya memberikan penyuluhan dan konseling mengenai KDRT.
Kata kunci : Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), pengetahuan, perempuan dewasa, sikap
viii Universitas Indonesia
Name : Yuanita Fransiska Study Program: Nursing Science
Title : Descriptive Study of Adult Woman’s Knowledge and Attitude of Domestic Violence in RW 10, Sukamaju Baru Village, Tapos Subdistrict, Depok City
The number of domestic violence to women increases every year. This study purpose was to provide an overview about knowledge and attitudes of adult women about domestic violence in RW 10, Sukamaju Baru Village, Tapos, Depok. The research design was simple descriptive with univariate analysis methods. Total samples were 93 respondents; determined by quota sampling technique. The results showed 64.5% of respondents had low level of knowledge and 54.8% of respondents have bad attitudes toward domestic violence. Less knowledge caused by inadequate resources, experienced, and financial.
Significant others’ experiences, patriarchy, and limited media access influence bad attitude. To prevent domestic violence, the health service providers should provide adequate health education.
Key words : Adult Woman, Attitudes , Domestic violence, Knowledge
ix Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Halaman Pernyataan Orisinalitas ii
Halaman Pengesahan iii
Kata Pengantar iv
Halaman Pernyataan Persetujuan Publikasi vi
Abstrak vii
Daftar Isi ix
Daftar Tabel xi
Daftar Gambar xii
Daftar Lampiran xiii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 5
1.3 Pertanyaan Penelitian 5
1.4 Tujuan Penelitian 6
1.4.1 Tujuan Umum 6
1.4.2 Tujuan Khusus 6
1.5 Manfaat Penelitian 6
1.5.1 Manfaat bagi Pendidikan 6
1.5.2 Manfaat bagi Profesi Keperawatan 6
1.5.3 Manfaat bagi Pelayanan Kesehatan Setempat 7
1.5.4 Manfaat bagi Masyarakat 7
1.5.5 Manfaat bagi Penelitian Selanjutnya 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8
2.1 Tahap Perkembangan Perempuan Dewasa 8
2.2 Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 9
2.2.1 Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 9 2.2.2 Bentuk-bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 10
2.2.2.1 Kekerasan Fisik 10
2.2.2.2 Kekerasan Psikologis 11
2.2.2.3 Kekerasan Seksual 12
2.4.2.1 Kekerasan Ekonomi 13
2.2.3 Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 14
2.2.3.1 Dampak Fisik 14
2.2.3.2 Dampak Psikologis 15
2.4.4 Tindakan yang Dilakukan Ketika Perempuan Dewasa Mengalami
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 16
2.3 Pengetahuan 17
2.3.1 Pengertian Pengetahuan 17
2.3.2 Tingkatan Pengetahuan 18
2.3.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Pengetahuan 18 2.3.4 Penelitian Pengetahuan Perempuan tentang KDRT 19
2.4 Sikap 20
2.4.1 Pengertian Sikap 20
2.4.2 Tingkatan Sikap 21
x Universitas Indonesia
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 24
3.1 Kerangka Konsep 24
3.2 Definisi Operasional 26
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 28
4.1 Desain Penelitian 28
4.2 Populasi dan Sampel 28
4.3 Tempat dan Waktu Penelitian 30
4.4 Etika Penelitian 31
4.5 Alat Pengumpulan Data 32
4.6 Metode Pengumpulan Data 32
4.6.1 Uji Coba Kuesioner 32
4.6.2 Pengumpulan Data 34
4.7 Pengolahan Data 34
4.8 Analisis Data 35
BAB V HASIL PENELITIAN 37
5.1 Karakteristik Responden 37
5.2 Pengetahuan Responden tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT) Secara Umum 39
5.3 Sikap Responden tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Secara Umum 40
5.4 Pengetahuan dan Sikap Responden tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Berdasarkan Karakteristik Responden 40
5.4.1 Usia 41
5.4.2 Tingkat Pendidikan 42
5.4.3 Pekerjaan 43
5.4.4 Status Pernikahan 44
BAB VI PEMBAHASAN 45
6.1 Interpretasi dan Diskusi Hasil 45
6.1.1 Pengetahuan Perempuan Dewasa tentang KDRT 46 6.1.2 Sikap Perempuan Dewasa tentang KDRT 46 6.1.3 Pengetahuan dan Sikap Perempuan Dewasa tentang KDRT
Berdasarkan Karakteristik Responden 47
6.2 Keterbatasan Penelitian 53
6.2.1 Topik 53
6.2.2 Metodologi 53
6.3 Implikasi bagi Pelayanan, Pendidikan, dan Penelitian Selanjutnya 53
6.3.1 Pelayanan 53
6.3.2 Pendidikan 53
6.3.3 Penelitian Selanjutnya 53
BAB VI PENUTUP 54
7.1 Kesimpulan 54
7.2 Saran 55
DAFTAR PUSTAKA 59
xi Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian 27
Tabel 4.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian 31
xii Universitas Indonesia
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian 25
Gambar 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Usia di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok 37 Gambar 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tingkat Pendidikan di RW
10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok 38 Gambar 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pekerjaan di RW 10
Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok 38 Gambar 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Status Pernikahan di RW
10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok 39 Gambar 5.5 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden tentang KDRT di RW
10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok 39 Gambar 5.6 Distribusi Frekuensi Sikap Responden tentang KDRT di RW 10
Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok 40 Gambar 5.7 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden tentang KDRT
Berdasarkan Karakteristik Usia di RW 10 Kelurahan Sukamaju
Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok 41
Gambar 5.8 Distribusi Frekuensi Sikap Responden tentang KDRT Berdasarkan Karakteristik Usia di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan
Tapos, Kota Depok 41
Gambar 5.9 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden tentang KDRT Berdasarkan Karakteristik Tingkat Pendidikan di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok 42 Gambar 5.10 Distribusi Frekuensi Sikap Responden tentang KDRT Berdasarkan
Karakteristik Tingkat Pendidikan di RW 10 Kelurahan Sukamaju
Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok 42
Gambar 5.11 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden tentang KDRT Berdasarkan Karakteristik Pekerjaan di RW 10 Kelurahan Sukamaju
Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok 43
Gambar 5.12Distribusi Frekuensi Sikap Responden Perempuan Dewasa tentang KDRT Berdasarkan Karakteristik Pekerjaan di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok 43 Gambar 5.14 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden tentang KDRT
Berdasarkan Karakteristik Status Pernikahan di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok 44 Gambar 5.15 Distribusi Frekuensi Sikap Responden tentang KDRT Berdasarkan
Karakteristik Status Pernikahan di RW 10 Kelurahan Sukamaju
Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok 44
xiii Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Permohonan Ijin Penelitian dari FIK UI
Lampiran 2 Surat Ijin Riset dari Kesbangpol & Linmas Kota Depok Lampiran 3 Persetujuan Tertulis untuk Partisipasi dalam Penelitian Lampiran 4 Kuesioner Penelitian
Lampiran 5 Biodata Penulis
1 Universitas Indonesia
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) merupakan salah satu masalah kesehatan perempuan yang banyak terjadi di Indonesia. Definisi KDRT menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 adalah “Setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga” (Triwijati, 2007). Jumlah kasus KDRT yang dicatat oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyebutkan bahwa sebanyak 22.512 kasus kekerasan terhadap perempuan di tahun 2006 yang dilayani oleh lembaga ini, 74% diantaranya adalah kasus KDRT (Kolibonso, 2010). Peningkatan kasus KDRT ini terus terjadi di Indonesia.
Kasus KDRT di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Kebijakan Perlindungan Perempuan 2010 sampai 2014 yang ditulis oleh Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan menyebutkan data Bareskrim tentang peningkatan kasus KDRT per tahunnya dari tahun 2004 sebanyak 2.231 kasus, tahun 2005 sebanyak 2.302 kasus, tahun 2006 sebanyak 2.672 kasus dan tertinggi pada tahun 2007 yaitu sebanyak 2.901 kasus (Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan, 2010). Sumber tersebut juga menuliskan lonjakan jumlah kasus KDRT menurut Komnas Perempuan dari tahun 2004 sebanyak 14.020 kasus, tahun 2005 sebanyak 20.391 kasus, tahun 2006 sebanyak 22.517 kasus, tahun 2007 sebanyak 25.522 kasus dan tertinggi pada tahun 2008 sebanyak 54.425 kasus. Jumlah kasus tersebut dimanifestasi dalam berbagai bentuk kasus kekerasan.
Kasus KDRT pada perempuan terjadi dalam berbagai bentuk tindak kekerasan dan memberikan dampak negatif bagi korbannya. Bentuk kekerasan yang terjadi
2
Universitas Indonesia
ditemukan oleh Komnas Perempuan pada tahun 2011 yaitu sebanyak 4% atau 3.753 kasus dari total 105.103 kasus kekerasan terhadap perempuan berupa kasus kekerasan seksual diantaranya kasus perkosaan, eksploitasi seksual, pelecehan seksual, dan kontrol seksual (Tarida, 2011). Dampak KDRT terlihat pada Data Women Crisis Center (WCC) pada tahun 2007 yang mencatat 87% dari perempuan korban kekerasan yang mengakses layanan WCC mengalami KDRT dan sembilan dari sepuluh perempuan korban kekerasan yang didampingi WCC mengalami gangguan kesehatan jiwa, 12 orang pernah mencoba bunuh diri, dan 13,12% menderita gangguan kesehatan reproduksi (Kolibonso, 2010). Dampak lain dari KDRT diperoleh dari data Susenas tahun 2006 dalam Kebijakan Perlindungan Perempuan 2010 sampai 2014 yaitu 71% perempuan korban KDRT mengalami sakit hati, 7% mengalami stress, dan 5% menderita luka cacat (Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan, 2010). Data-data tersebut menunjukkan bahwa KDRT mayoritas terjadi pada perempuan.
KDRT banyak terjadi pada perempuan karena berbagai faktor. Faktor pertama berasal dari pihak laki-laki dimana laki-laki yang memiliki kekuatan fisik lebih besar dapat dengan mudah menganiaya perempuan yang memiliki kekuatan fisik lebih lemah. Faktor lain adalah faktor budaya yang menguntungkan pihak laki- laki seperti budaya patriarki di Indonesia. Budaya patriarki di Indonesia menunjukkan bahwa laki-laki berada dalam posisi dominan atau superior dibandingkan dengan perempuan dan menjadikan laki-laki memiliki kekuasaan lebih tinggi di dalam keluarga (Kurniasih, 2007). Posisi laki-laki yang lebih tinggi dalam budaya patriarki dan konflik yang terjadi dalam rumah tangga yang tidak terselesaikan dapat memicu adanya tindak kekerasan. Hal tersebut dapat menjadi alasan untuk menjadikan perempuan sebagai korban kekerasan.
Faktor lain penyebab KDRT berasal dari diri perempuan sendiri. Mardiana (2012) dalam situs detik.com menuliskan bahwa Ketua Tim Penggerak (TP) PKK Provinsi Jawa Barat, Netty Prasetiyani Heryawan menilai minimnya pemahaman perempuan tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) menjadi salah satu penyebab masih tingginya kejadian KDRT di Jawa Barat. Hal serupa ditemukan berdasarkan studi kualitatif yang dilakukan Novitasari (2010) pada warga desa
Universitas Indonesia
Rasabou menyebutkan gambaran kekerasan yang terjadi di desa Rasabou yaitu berupa kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan ekonomi dan kekerasan seksual dengan faktor yang melatarbelakangi terjadinya KDRT tersebut antara lain tingkat pengetahuan yang rendah, anggapan KDRT sudah menjadi budaya, dan pernikahan dini. Sikap korban KDRT dapat terlihat dari penelitian lain yang dilakukan oleh Fachrina dan Anggraini (2007) yang menyebutkan mayoritas responden mengalami KDRT secara fisik (70%), emosional dan ekonomi masing- masing 57,14% serta seksual (66,66%) memilih sikap diam atau pasrah saja, meskipun hampir keseluruhan responden menyatakan bahwa tindakan KDRT tersebut merupakan tindakan yang tidak wajar. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pengetahuan yang rendah dan sikap pasrah dapat menjadi penyebab KDRT.
Beberapa penelitian terkait pengetahuan dan sikap terhadap KDRT telah dilakukan. Penelitian mengenai pengetahuan dilakukan Sari (2008) dan Risna (2009). Penelitian yang dilakukan Sari (2008) pada ibu rumah tangga di Kabupaten Langkat menunjukkan bahwa sebanyak 33 orang (55,9%) dari 59 responden kurang mengetahui dampak kekerasan. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa KDRT yang dilakukan di rumah berakibat pada kesehatan reproduksi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Risna dkk. (2009) mengenai tingkat pengetahuan ibu rumah tangga tentang KDRT terhadap istri di RW 08 Kelurahan Pondok Cina, Beji, Depok menyebutkan mayoritas responden memiliki pengetahuan yang tinggi (58,1%). Kedua penelitian ini hanya dilakukan pada ibu rumah tangga saja dan tidak dilakukan pada perempuan umumnya. Kedua penelitian tersebut juga membahas pengetahuan ibu rumah tangga berdasarkan materi tentang definisi, bentuk-bentuk, dan dampak KDRT, namun tidak membahas mengenai karakteristik responden yang dapat memengaruhi pengetahuan itu sendiri. Perbedaan kedua penelitian tersebut terletak pada tempat penelitian dimana penelitian Sari (2008) dilakukan di pedesaan dan Risna dkk.
(2009) di perkotaan. Penelitian Sari (2008) menggambarkan pengetahuan ibu rumah tangga di pedesaan namun dari satu kabupaten hanya diambil 59 ibu rumah tangga sebagai responden.
4
Universitas Indonesia
Penelitian mengenai sikap terhadap KDRT dilakukan Marshall dan Furr (2010) pada perempuan di Turki. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa perempuan yang memiliki ukuran rumah tangga yang lebih besar, memegang nilai-nilai patriarki, menikah di usia yang lebih muda, menetap di daerah pedesaan, dan menerima uang pengantin (lamaran), membenarkan setidaknya satu situasi dimana suami dapat memukul istri mereka. Penelitian ini menekankan pada faktor yang membuat seorang perempuan membenarkan satu bentuk KDRT, namun tidak memberikan gambaran sikap perempuan terhadap KDRT pada umumnya.
Penelitian mengenai pengetahuan dan sikap terhadap KDRT pada perempuan dewasa di pedesaan dengan budaya patriarki yang cukup kental perlu dilakukan.
Salah satu daerah dimana budaya patriarki sangat kental dalam lingkungan pedesaan berada pada wilayah RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok. Studi pendahuluan yang peneliti lakukan di kawasan ini menunjukkan beberapa perempuan dewasa tidak mengetahui tentang KDRT.
Beberapa perempuan dewasa di kawasan ini menganggap KDRT hanya berupa kekerasan fisik berupa pemukulan dan penganiayaan terhadap istri. Kekerasan terhadap anak dan orang lain yang tinggal serumah juga dianggap bukan KDRT pada beberapa perempuan dewasa. Beberapa perempuan dewasa dalam studi pendahuluan ini juga tidak mengerti bagaimana harus bersikap terhadap KDRT.
Perempuan dewasa di kawasan ini memiliki keanekaragaman demografi yang menarik untuk diteliti. Budaya patriarki terlihat cukup kental di wilayah ini dimana perempuan tunduk pada semua perkataan laki-laki. Hal-hal tersebut menyebabkan perlu diadakannya penelitian mengenai gambaran pengetahuan dan sikap perempuan dewasa tentang kekerasan dalam rumah tangga di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok.
Universitas Indonesia
1.2 Perumusan Masalah
Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang tinggi. Korban KDRT terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. KDRT terjadi dalam berbagai bentuk, seperti kekerasan fisik, psikologis, ekonomi dan seksual. KDRT memiliki dampak yang negatif bagi perempuan, diantaranya cedera, gangguan reproduksi, sakit hati, dan bahkan bunuh diri. Mayoritas korban KDRT adalah kaum perempuan. Faktor yang menyebabkan terjadinya KDRT diantaranya kekuatan fisik laki-laki, budaya patriarki, pengetahuan yang rendah dan sikap pasrah pada perempuan. Budaya patriarki masih kental pada masyarakat pedesaan. Penelitian yang pernah dilakukan terkait pengetahuan dan sikap terhadap KDRT hanya dilakukan pada ibu rumah tangga, membahas mengenai materi KDRT, dan tidak memberikan gambaran sikap pada perempuan umumnya terkait KDRT. Penelitian mengenai pengetahuan dan sikap terhadap KDRT terkait karakteristik responden pada wilayah pedesaan belum banyak dilakukan. Salah satu daerah pedesaan dengan budaya patrarki yang cukup kental adalah RW 10, Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti gambaran pengetahuan dan sikap perempuan dewasa tentang KDRT di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok?
1.3 Pertanyaan Peneliltian
Berdasarkan pemaparan perumusan masalah di atas, dapat ditarik beberapa pertanyaan penelitian, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran pengetahuan perempuan dewasa di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)?
2. Bagaimana gambaran sikap perempuan dewasa di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok terhadap Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)?
6
Universitas Indonesia
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan umum
Tujuan umum dari penelitan ini adalah untuk menggambarkan pengetahuan dan sikap perempuan dewasa di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok.
1.4.2 Tujuan khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menggambarkan pengetahuan perempuan dewasa di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok tentang KDRT.
2. Menggambarkan sikap perempuan dewasa di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok tentang KDRT.
3. Menggambarkan pengetahuan dan sikap perempuan dewasa di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok tentang KDRT berdasarkan karakteristik usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan status pernikahan.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1.5.1 Bagi Pendidikan
Manfaat penelitian ini bagi pendidikan adalah sebagai bahan pertimbangan terhadap pengembangan kurikulum pada pendidikan keperawatan untuk memasukkan tema Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
1.5.2 Bagi Profesi Keperawatan
Gambaran pengetahuan dan sikap perempuan dewasa terhadap KDRT ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi keperawatan komunitas untuk merancang asuhan keperawatan komunitas dan keluarga terkait KDRT pada masyarakat.
Universitas Indonesia
1.5.3 Bagi Pelayanan Kesehatan Setempat
Gambaran pengetahuan kurang dan sikap buruk terkait KDRT dapat menjadi rekomendasi bagi pemberi pelayanan kesehatan di wilayah RW 01, Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok untuk memberikan penyuluhan dan konseling terakait KDRT kepada perempuan dewasa.
1.5.4 Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi perempuan dewasa untuk lebih aktif dalam mencari informasi mengenai KDRT.
1.5.5 Bagi Penelitian
Penelitian ini juga dapat menjadi acuan bagi penelitian berikutnya yang mengangkat tema KDRT. Penelitian ini juga diharapkan menjadi landasan untuk mengembangkan Evidence Based Practice dalam kesehatan perempuan.
8 Universitas Indonesia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menjabarkan tinjauan pustaka sebagai landasan teoritis dalam penelitian ini. Hal-hal yang dibahas pada bab ini adalah mengenai variabel yang digunakan dalam penelitian, yaitu pengetahuan dan sikap. Tahap perkembangan pada perempuan dewasa juga dibahas pada bab ini. Bab ini juga menjelaskan mengenai Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) sebagai objek penelitian.
2.1 Tahap Perkembangan Perempuan Dewasa
Tahap perkembangan perempuan dewasa dapat ditinjau berdasarkan beberapa teori. Teori-teori tersebut dikemukakan oleh beberapa ahli seperti Levinson dan Havigrust.
Fase perkembangan kognitif dijelaskan oleh Levinson. Levinson (1978) dalam Potter dan Perry (2006) menyebutkan fase-fase perkembangan dewasa. Masa awal transisi dewasa dimulai dari usia 18 sampai 20 tahun yaitu ketika seseorang berpisah dari keluarga dan merasakan kebebasan. Usia 21 sampai 27 tahun merupakan fase dimana seorang perempuan dewasa menyiapkan dan mencoba karir dan gaya hidup. Masa transisi dimulai dari usia 28 sampai 32 tahun yaitu ketika seorang perempuan dewasa secara besar-besaran memodifikasi aktivitas kehidupannya dan memikirkan tujuan masa depan. Usia 33 sampai 39 tahun merupakan masa tenang yaitu ketika seorang perempuan dewasa mengalami stabilitas yang besar. Tahun keberhasilan berada pada usia 40 sampai 65 tahun dimana seorang perempuan dewasa sudah memiliki pengaruh maksimal, membimbing dan menilai diri sendiri.
Tugas perkembangan pada tahap dewasa juga dijelaskan oleh Havigrust.
Havigrust (1972, dalam DeLaune dan Ladner, 2002) membagi masa dewasa menjadi masa dewasa awal, masa dewasa tengah, dan masa dewasa akhir. Tugas
Universitas Indonesia
perkembangan masa dewasa awal adalah memilih pasangan, belajar untuk hidup dengan pasangan, memulai keluarga, mengatur rumah, menetapkan diri dalam karir, menerima tanggung jawab sebagai warga negara, dan menjadi bagian dari kelompok sosial. Perempuan pada masa dewasa tengah memiliki tugas perkembangan untuk memenuhi tanggung jawab kemasyarakatan dan sosial, mempertahankan standar ekonomi hidup, membantu anak remaja untuk bertanggung jawab, menyesuaikan diri dengan perubahan fisiologis dan penuaan.
2.2 Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)
Indonesia telah memiliki kebijakan hukum terkait dengan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT). Kebijakan tersebut tercantum dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekekerasan Dalam Rumah Tangga.
Undang-undang tersebut secara eksplisit telah memaparkan dengan rinci mengenai perilaku KDRT.
2.2.1 Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)
Pengertian KDRT dijelaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004. Pengertian KDRT dalam undang-undang tersebut ialah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Triwijati, 2007). Undang-undang tersebut secara langsung menyebutkan bahwa objek dari perilaku kekerasan adalah perempuan.
Kekerasan yang diterima perempuan biasanya dilakukan oleh pasangan atau suami dalam rumah tangga. Hal tersebut sesuai dengan definisi penyalahgunaan pasangan (spouse) yaitu perlakuan buruk atau penyalahgunaan satu orang dengan yang lain dalam konteks hubungan intim (Videback, 2008). Stuart dan Laraia (2005) juga mendefinisikan kekerasan keluarga (family violence) sebagai urutan
10
Universitas Indonesia
perilaku berbahaya yang terjadi diantara keluarga dan anggota keluarga yang lain.
Kekerasan ini dapat terjadi dalam berbagai bentuk tindak kekerasan.
2.2.2 Bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)
Kekerasan dalam Rumah Tangga dapat dilakukan melalui beberapa cara. Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT menyebutkan bentuk-bentuk KDRT sebagai “Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, atau penelantaran rumah tangga” (Triwijati, 2007). Bentuk-bentuk KDRT akan dijelaskan pada penjabaran berikut ini.
2.2.2.1 Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik merupakan kekerasan yang dapat menimbulkan bahaya secara fisik bagi korbannya. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT dalam Pasal 6 menyebutkan kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat (Triwijati, 2007). Hal tersebut terjadi akibat bentuk kekerasan fisik yang bermacam-macam.
Kejadian kekerasan fisik dapat terjadi melalui berbagi cara. Meiyenti (1999) menyebutkan kejadian kekerasan fisik dengan kejadian terbanyak adalah memukul, menampar, menjambak, mencubit dan menendang. Dimensi kekerasan fisik juga disebutkan oleh E. Kristi Poerwandari dalam Luhulima (2000) yaitu mencakup memukul, menampar, mencekik, menendang, melempar barang ke tubuh korban, menginjak, melukai dengan tangan kosong atau alat senjata, dan membunuh. Kekerasan fisik dapat terjadi ketika seorang suami menggunakan kekuatannya untuk melakukan tindak kekerasan fisik.
Bentuk kekerasan akibat penggunaan kekuatan fisik suami dapat bermacam- macam. Stuart dan Laraia (2005) mengidentifikasi tiga tindak kekerasan dengan penggunaan kontrol dan kekuatan. Tindak kekerasan yang pertama adalah
Universitas Indonesia
menimbulkan atau mencoba menimbulkan luka fisik atau penyakit seperti mencubit, mendorong, menarik rambut, menampar, memukul, menggigit, memutar lengan, meninju, memukul dengan benda tumpul, menendang, menusuk dan menembak. Tindak kekerasan yang kedua adalah menghambat akses untuk menjaga kesehatan, misalnya obat-obatan, perawatan medis, kursi roda, makanan atau minuman, tidur, dan kebersihan diri. Bentuk tindak kekerasan fisik yang terakhir adalah memaksa korban untuk menggunakan alkohol atau obat-obatan lain.
2.2.2.2 Kekerasan Psikologis
Kekerasan psikologis atau psikis juga banyak terjadi dalam rumah tangga.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT dalam Pasal 7 menyebutkan bahwa kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang (Triwijati, 2007). Bentuk-bentuk kekerasan psikologis dapat terjadi melalui berbagai cara.
Kekerasan psikologis dilakukan mulai dari kekerasan sederhana sampai kekerasan yang kompleks. Meiyenti (1999) mengidentifikasi jenis-jenis kekerasan psikologis yang sering terjadi, yaitu berbicara keras, mencela, menghina, mengancam, memaksakan kehendak, meninggalkan istri untuk kawin lagi tanpa pemberitahuan, dan mengisolasi istri dari dunia luar. Hal serupa juga dituliskan Videback (2008) tentang kekerasan psikologis, yaitu membuat nama panggilan yang buruk, meremehkan, berteriak, menghancurkan properti, dan melakukan ancaman serta bentuk-bentuk halus seperti menolak untuk berbicara atau mengabaikan korban. Beberapa poin lain diungkapkan E. Kristi Poerwandari dalam Luhulima (2000) yang menyebutkan bentuk-bentuk kekerasan psikologis seperti berteriak-teriak, menyumpah, mengancam, merendahkan, mengatur, melecehkan, menguntit dan memata-matai, tindakan-tindakan lain yang menimbulkan rasa takut (termasuk yang diarahkan kepada orang-orang dekat
12
Universitas Indonesia
korban). Kekerasan psikologis dapat terjadi ketika seorang suami menggunakan kekuatannya untuk melakukan tindak kekerasan psikologis.
Bentuk kekerasan akibat penggunaan kekuatan suami dapat bermacam-macam.
Stuart dan Laraia (2005) mengidentifikasi dua tindak kekerasan psikologis akibat kekuatan dan kontrol suami. Tindak kekerasan yang pertama adalah menanamkan atau mencoba menanamkan ketakutan dengan cara mengintimidasi, mengancam untuk membahayakan diri pelaku atau korban, mengancam untuk membahayakan atau menculik anak, menggertak, memeras, mengganggu, merusak barang-barang dan hewan peliharaan, dan memainkan pikiran. Tindak kekerasan psikologis yang kedua adalah mengisolasi atau mencoba mengisolasi korban dari teman, keluarga, sekolah atau pekerjaan, misalnya memutus akses telepon atau transportasi, merusak hubungan pribadi korban, mengganggu orang lain, terus menerus mengecek dan menemani, menuduh tanpa ada dasar, dan memenjarakan.
2.2.2.3 Kekerasan Seksual
Pasal 8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT menyebutkan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut dan pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu (Triwijati, 2007). Kekerasan seksual dapat membahayakan kesehatan korban karena dilakukan dengan cara yang tidak dikehendaki.
Cara-cara kekerasan seksual dilakukan bermacam-macam. Kekerasan seksual mencakup tindakan-tindakan yang mengarah ke ajakan atau desakan seksual seperti menyentuh, meraba, mencium dan/atau melakukan tindakan-tindakan lain yang tidak dikehendaki korban dan lain-lain (Luhulima, 2000). Videback (2008) menyebutkan pelecehan seksual termasuk serangan selama hubungan seksual seperti menggigit puting, menarik rambut, menampar, memukul dan pemerkosaan. Kekerasan seksual juga dapat terjadi ketika seorang suami menggunakan kekuatannya untuk melakukan tindak kekerasan seksual.
Universitas Indonesia
Bentuk kekerasan seksual akibat penggunaan kekuatan fisik suami dapat bermacam-macam. Stuart dan Laraia (2005) mengidentifikasi dua tindakan kekerasan seksual akibat penggunaan kekuatan fisik dan suami. Tindak kekerasan seksual yang pertama adalah memaksa atau mencoba memaksa hubungan seksual tanpa persetujuan, contohnya pemerkosaan dalam perkawinan, pemerkosaan kenalan, memaksa berhubungan seks setelah pemukulan fisik, menyerang bagian seksual dari tubuh, prostitusi paksa, seks tanpa pelindung, mencumbu, sodomi, berhubungan seks dengan yang lain, dan menggunakan pornografi. Tindak kekerasan seksual yang kedua adalah mencoba merusak seksualitas korban dengan cara memperlakukan korban dengan cara-cara seksual yang merendahkan, dan mengritik performa dan hasrat seksual.
2.2.2.4 Kekerasan Ekonomi
Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) dapat pula terjadi dari segi ekonomi.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT dalam Pasal 9 ayat 1 yang berbunyi setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut (Triwijati, 2007). Pasal tersebut sangat jelas melarang suami untuk menelantarkan istrinya dari segi ekonomi.
Penelantaran dapat pula terjadi dengan pelarangan seseorang untuk bekerja, tetapi tidak memberikan nafkah yang dibutuhkan korban. Hal tersebut sebagaimana ayat kedua pada pasal tersebut menjelaskan bahwa penelantaran sebagaimana dimaksud ayat (1) juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut (Triwijati, 2007). Ayat ini juga menyebutkan bahwa pelarangan korban untuk bekerja dimaksudkan agar pelaku kekerasan dapat mengendalikan dan mengatur hidup korban sehingga tidak berani untuk melaporkan kekerasan
14
Universitas Indonesia
yang dialaminya. Kekerasan ekonomi juga dapat terjadi ketika seorang suami menggunakan kekuatannya untuk melakukan tindak kekerasan.
Bentuk kekerasan ekonomi akibat penggunaan kekuatan dan control suami dapat bermacam-macam. Stuart dan Laraia (2005) mengidentifikasi cara suami mengontrol korban dengan membuat atau mencoba membuat korban merasa memiliki ketergantungan keuangan. Hal tersebut dilakukan dengan mengontrol secara total sumber keuangan, mengontrol keuangan dan memutus akses untuk mendapatkan uang, melarang kehadiran di sekolah, melarang bekerja, mengganggu pekerjaan, meminta akuntabilitas dan pembenaran pada semua uang yang keluar, memaksa menipu, memutus infromasi tentang keuangan keluarga, dan memaksa korban untuk bertanggung jawab pada semua tagihan.
2.2.3 Dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) 2.2.3.1 Dampak Fisik
Dampak fisik merupakan dampak nyata yang dapat terlihat pada korban KDRT.
Videback (2008) menyebutkan bahwa kekerasan fisik terjadi dari menekan dan mendorong sampai pemukulan parah dan tersedak dan bisa menyebabkan kerusakan tubuh, patah tulang rusuk, pendarahan, kerusakan otak, dan bahkan pembunuhan. Hal tersebut senada dengan pernyataan Triwijati (2007) yang menyebutkan bahwa luka fisik akibat kekerasan parah dapat menyebabkan kecacatan bahkan kematian.
Kekerasan fisik tidak hanya dapat menimbulkan luka tetapi juga dapat menimbulkan efek lain dari luka tersebut. Struart dan Laraia (2005) mengidentifikasi dampak dari kekerasan fisik yang tidak berkaitan dengan luka, misalnya sakit kepala, masalah menstrual, nyeri kronis, gangguan tidur, dan gangguan pencernaan. Gangguan imun juga dapat terjadi sehingga korban rentan terhadap gangguan kesehatan lain.
Universitas Indonesia
2.2.3.2 Dampak Psikologis
Korban KDRT mengalami trauma psikologis selain trauma fisik. Trauma psikologis yang terjadi meliputi isolasi sosial, ketidakberdayaan, menyalahkan diri sendiri, ambivalensi dan harga diri rendah. Penjelasan mengenai dampak tersebut akan dijelaskan berikut ini.
Isolasi sosial dapat terjadi pada perempuan yang mengalami KDRT. Hal tersebut terjadi karena perempuan yang menjadi korban kekerasan memiliki akses yang sangat sedikit akan jaringan dan dukungan personal (Luhulima, 2000). Suami sebagai pelaku kekerasan akan memutuskan hubungan istri dengan orang lain melalui pengendalian aktivitas hidupnya. Perempuan korban KDRT juga sering merasa malu, takut dan kebingungan akibat kekerasan yang diterimanya.
Perempuan korban KDRT dapat pula mengalami rasa tidak berdaya. Hal tersebut terjadi akibat usahanya untuk menghindari atau melarikan diri dari kekerasan yang dihadapinya tidak berhasil (Luhulima, 2000). Perempuan akan merasa bahwa percuma untuk melakukan kontak dengan keluarga atau orang terdekat lainnya karena mereka belum tentu percaya pada ceritanya.
Korban KDRT cenderung menyalahkan diri sendiri terhadap kekerasan yang dialaminya. Perempuan tersebut biasanya berpikir bahwa dirinya yang menyebabkan terjadinya perilaku kekerasan dari pasangan (Luhulima, 2000). Hal tersebut juga ditambah dari pernyataan orang lain yang lebih menyudutkan perempuan korban kekerasan.
Perasaan ambivalensi juga dapat muncul pada perempuan korban KDRT.
Ambivalensi adalah konflik perasaan yang simultan, seperti cinta dan benci terhadap seseorang, sesuatu atau suatu keadaan (Bobak, et. al, 2005). Pelaku KDRT tidak setiap saat melakukan kekerasan dan korban kadang merasa bahwa pasangannya adalah lelaki baik yang mencintainya (Luhulima, 2000). Hal tersebut membuat perempuan menjadi bingung akan perasaannya.
Harga diri rendah merupakan dampak yang cukup parah bagi perempuan korban KDRT. Perasaan tersebut muncul karena perlakuan buruk yang diterima korban
16
Universitas Indonesia
justru datang dari pasangan yang seharusnya menyayanginya (Luhulima, 2000).
Hal tersebut membuat perempuan korban KDRT merasa bahwa dirinya tidak berharga dan hanya menyebabkan kemarahan pasangan sehingga tega melakukan kekerasan pada dirinya.
2.2.4 Tindakan yang Dilakukan Ketika Perempuan Dewasa Mengalami Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)
Korban KDRT mendapat perlindungan dari negara. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 sebagai payung hukum bagi korban KDRT. Pasal 26 pada UU tersebut menyebutkan bahwa korban berhak melapor secara langsung kekerasan dalam rumah tangga kepada kepolisian baik di tempat korban berada maupun di tempat kejadian perkara (Triwijati, 2007). Perempuan korban KDRT dapat juga memberikan kuasa kepada orang lain untuk melaporkan kekerasan rumah tangga.
Masalah yang sering timbul pada masyarakat adalah pemikiran bahwa orang lain tidak boleh mencampuri urusan rumah tangga seseorang. Hal tersebut dapat menambah tekanan pada korban KDRT karena membuatnya menjadi merasa seorang diri dalam dunia ini. Pasal 15 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 menyebutkan bahwa setiap orang yang mendengar, melihat atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk (a) mencegah berlangsungnya tindak pidana, (b) memberikan perlindungan kepada korban, (c) memberikan pertolongan darurat dan (d) membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan (Triwijati, 2007).
2.3 Pengetahuan
2.3.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan dasar dari proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang dimaksud dalam pengetahuan adalah pembelajaran kognitif. Pembelajaran kognitif meliputi semua perilaku intelektual (Potter dan Perry, 2006).
Universitas Indonesia
Notoatmodjo (2010) menyebutkan bahwa pengetahuan merupakan hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya). Pengetahuan kesehatan dapat diukur dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung (wawancara) atau melalui pertanyaan-pertanyaan tertulis atau angket (Notoatmodjo, 2010). Hasil penilaian melalui pertanyaan-pertanyaan tertulis atau angket dapat diklasifikasikan menjadi kategori penilaian. Pengetahuan dapat dibuat menjadi tiga kategori dengan skor 76% - 100% untuk pengetahuan baik, skor 56% - 75% untuk pengetahuan cukup dan <55% untuk pengetahuan kurang (Arikunto, 2004). Skala Guttman dapat berupa pertanyaan “ya” atau “tidak” dapat digunakan untuk kuesioner mengenai pengetahuan ini.
2.3.2 Tingkatan Pengetahuan
Pengetahuan seseorang terbagi kedalam beberapa tingkatan. Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda (Notoatmodjo, 2010). Tingkatan pembelajaran kognitif menurut Bloom (1956, dalam Potter dan Perry, 2006) adalah pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Penjelasan mengenai tingkatan pengetahuan akan dijelaskan berikut ini.
Tingkat pertama dari pengetahuan adalah “tahu”. “Tahu” diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu (Notoatmodjo, 2010). Seseorang yang mendapat pengetahuan dapat menggunakannya untuk mendapatkan fakta atau informasi baru dan dapat diingat kembali (Potter dan Perry, 2006).
Pemahaman merupakan tingkat kedua dari pengetahuan. Pemahaman adalah kemampuan untuk memahami materi yang dipelajari (Potter dan Perry, 2006).
Memahami suatu objek bukan sekadar tahu terhadap objek tersebut dan dapat menyebutkan tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut (Notoatmodjo, 2010).
18
Universitas Indonesia
Tingkatan ketiga pada tingkat pengetahuan adalah aplikasi. Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek objek yang diketahui tersebut pada situasi lain (Notoatmodjo, 2010). Penerapan atau aplikasi mencakup penggunaan ide-ide abstrak yang baru dipelajarinya untuk diterapkan dalam situasi nyata (Potter dan Perry, 2006).
Analisis merupakan tingkat pengetahuan keempat dalam tingkatan pengetahuan.
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui (Notoatmodjo, 2010). Analisis berarti mengaitkan ide yang satu dengan yang lain dengan cara yang benar. Domain ini memungkinkan seseorang memisahkan informasi penting dari informasi yang tidak penting (Potter dan Perry, 2006).
Tingkatan kelima adalah sintesis. Sintesis merupakan kemampuan memahami sebagian informasi dari semua informasi yang diterimanya (Potter dan Perry, 2006). Sintesis menunjukkan kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki (Notoatmodjo, 2010).
Evaluasi merupakan tingkat terakhir dalam tingkatan pengetahuan. Evaluasi merupakan penilaian terhadap sejumlah informasi yang diberikan untuk tujuan yang telah ditetapkan (Potter dan Perry, 2006). Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2010).
2.3.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Pengetahuan
Pengetahuan yang dimiliki seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor- faktor tersebut dapat berasal dari dalam maupun luar individu. Notoatmodjo (2007) mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi pengetahuan, yaitu pengalaman, tingkat pendidikan, keyakinan, fasilitas, penghasilan dan sosial budaya. Penjabaran mengenai faktor-faktor yang memengaruhi pengetahuan akan dijelaskan berikut.
Universitas Indonesia
Pengalaman, pendidikan, dan keyakinan merupakan faktor internal yang memengaruhi pengetahuan seseorang. Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain dan dapat memperluas pengetahuan seseorang. Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang dan umumnya seseorang yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah. Keyakinan yang diperoleh secara turun temurun dan tanpa adanya pembuktian dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang, baik keyakinan yang bersifat positif maupun negatif (Notoatmodjo, 2007). Usia juga dapat memengaruhi pengetahuan sesuai dengan penelitian yang sesuai dengan konsep ini dilakukan oleh Hansson, et.al (2008) dengan hasil bahwa bagian dari pengaruh negatif pada peningkatan usia terhadap kemampuan umum dapat dikompensasikan dengan peningkatan domain pengetahuan yang relevan. Al Hibri dkk. (2001) menyebutkan bahwa wanita karir atau wanita yang bekerja umumnya adalah wanita yang berpendidikan cukup tinggi, mempunyai tingkat energi tinggi, dan pada umumnya menikmati kesehatan yang baik. Tingkat energi tinggi yang dimiliki sebagian perempuan bekerja yang memiliki pengetahuan baik digunakan untuk mengakses sumber informasi.
Faktor eksternal yang memengaruhi pengetahuan diantaranya fasilitas, penghasilan, dan sosial budaya. Fasilitas atau media sebagai sumber informasi dapat mempengaruhi pengetahuan yang dapat diperoleh dari buku maupun media massa seperti radio, televisi, majalah, dan koran. Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan seseorang, namun seseorang yang berpenghasilan cukup besar akan mampu menyediakan atau membeli fasilitas sumber informasi. Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu (Notoatmodjo, 2007).
2.3.4 Penelitian Pengetahuan Perempuan tentang KDRT
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Risna et al (2009) mengenai tingkat pengetahuan ibu rumah tangga tentang KDRT terhadap istri di RW 08 Kelurahan
20
Universitas Indonesia
Pondok Cina, Beji, Depok menyebutkan mayoritas responden memiliki pengetahuan yang tinggi (58,1%). Hal ini dapat terjadi karena ibu rumah tangga di perkotaan lebih mudah dalam mengakses informasi sehingga lebih sadar terhadap KDRT. Penelitian lain terkait pengetahuan dilakukan Sari (2008) pada ibu rumah tangga di Kabupaten Langkat yang menunjukkan bahwa sebanyak 33 orang (55,9%) dari 59 orang responden kurang mengetahui dampak kekerasan.
Penelitian yang dilakukan pada perempuan menikah di area pedesaan di China oleh Zhao et. al (2006) tentang pengetahuan perempuan menikah tentang KDRT menunjukkan hasil perempuan yang sudah menikah memiliki pengetahuan relatif sedikit tentang KDRT dan 75,2% wanita bahkan tidak tahu apa kekerasan dalam rumah tangga yang dimaksud dan beberapa wanita menderita KDRT tetapi tidak mengetahui implikasinya.
2.4 Sikap
2.4.1 Pengertian Sikap
Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang- tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya) (Notoatmodjo, 2010).
Terdapat tiga komponen sikap menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2010). Komponen yang pertama adalah kepercayaan atau keyakinan ide, dan konsep terhadap objek. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek merupakan komponen kedua dalam sikap. Komponen ketiga adalah kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen tersebut membentuk sikap yang utuh (total attitude) (Notoatmodjo, 2010).
Sikap dapat diukur secara langsung maupun tidak langsung. Notoatmodjo (2010) menyatakan pengukuran sikap secara langsung dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang stimulus atau objek yang bersangkutan. Pertanyaan secara langsung juga dapat dilakukan dengan cara
Universitas Indonesia
memberikan pendapat dengan menggunakan kata “setuju” atau “tidak setuju”
pada pernyataan-pernyataan terhadap objek-objek tertentu dengan menggunakan skala Likert. Pembagian kategori untuk variabel sikap yaitu skor 55% - 100%
untuk sikap baik dan skor <55% untuk sikap buruk (Arikunto, 2004).
2.4.2 Tingkatan Sikap
Sikap seseorang terbagi kedalam beberapa tingkatan. Bloom (1986, dalam Potter dan Perry, 2006) membagi sikap menjadi lima tingkatan dengan penjelasan berikut ini.
Tingkat pertama dari sikap adalah menerima (receiving). Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan (objek) (Notoatmodjo, 2010). Potter dan Perry (2006) mendefinisikan penerimaan sebagai sikap terbuka untuk mengikuti petunjuk dari orang lain. Tingkat ini merupakan tingkat afektif yang terendah, meliputi penerimaan secara pasif terhadap suatu masalah, situasi, gejala, nilai dan keyakinan.
Menanggapi merupakan tingkat kedua dari sikap. Menanggapi berarti melibatkan partisipasi aktif melalui proses mendengarkan dan bereaksi secara verbal dan nonverbal (Potter dan Perry, 2006). Menanggapi dapat juga diartikan dengan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi (Notoatmodjo, 2010).
Tingkat ketiga pada ranah afektif (sikap) adalah menilai. Menilai berarti memberikan nilai pada suatu objek atau perilaku (Potter dan Perry, 2006). Menilai mengacu pada nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus tertentu dan dapat menimbulkan reaksi-reaksi seperti menerima, menolak atau tidak menghiraukan (Munaf, 2001).
Pengorganisasisan merupakan tingkat keempat pada sikap. Pengorganisasian adalah mengembangkan sistem nilai melalui identifikasi dan pengorganisasian nilai serta penyelesaian kembali konflik (Potter dan Perry, 2006).
22
Universitas Indonesia
Pengorganisasian meliputi konseptualisasi nilai-nilai menjadi satu sistem nilai.
Sikap-sikap yang membuat lebih konsisten dapat menimbulkan konflik-konflik internal dan membentuk suatu sistem nilai internal (Munaf, 2001).
Pengarakteristikan merupakan tingkat terakhir dalam sikap. Pengarakteristikan meliputi tindakan dan respons terhadap sistem nilai yang konsisten (Potter dan Perry, 2006). Seseorang akan berperilaku secara konsisten dan bertanggung jawab bila nilai yang dianutnya diuji atau ditantang. Bertanggung jawab merupakan sikap yang paling tinggi tingkatannya dimana seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya berani mengambil risiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya risiko lain (Notoatmodjo, 2010).
2.4.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Sikap
Pembentukan sikap seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari dalam (internal) maupun luar pribadi seseorang (eksternal). Rahayuningsih (2008) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap, yaitu pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting (significant other), media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan agama, dan faktor emosional.
Faktor dari dalam (internal) yang memengaruhi sikap diantaranya pengalaman pribadi dan faktor emosional. Pengalaman pribadi dapat menjadi faktor yang memengaruhi sikap seseorang. Pembentukan sikap dari pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat dan melibatkan faktor emosional. Faktor emosional merupakan suatu sikap yang dilandasi oleh emosi yang fungsinya sebagai semacam penyaluran frustrasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego (Rahayuningsih, 2008).
Kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, lembaga pendidikan dan agama merupakan faktor eksternal yang memengaruhi sikap.
Rahayuningsih (2008) mengungkapkan pembentukan sikap tergantung pada kebudayaan tempat individu tersebut dibesarkan. Orang lain yang dianggap penting (significant others) juga menjadi salah satu faktor pembentukan sikap.
Universitas Indonesia
Orang-orang yang termasuk significant others menurut Rahayuningsih (2008) adalah orang-orang yang diharapkan persetujuannya bagi setiap gerak tingkah laku dan opini, orang yang tidak ingin dikecewakan, dan yang berarti khusus terhadap kehidupan seseorang. Media massa dapat berupa media cetak dan elektronik yang membawa pesan-pesan tertentu sehingga dapat diinternalisasi dalam kehidupan seseorang. Pesan yang cukup kuat akan memberikan dasar afektif dalam menilai sesuatu sehingga membentuk sikap tertentu. Institusi dan agama berfungsi meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu sehingga dapat menghasilkan pemahaman baik dan buruk, salah atau benar, yang menentukan sistem kepercayaan seseorang (Rahayuningsih, 2008).
2.4.4 Penelitian Sikap Perempuan terhadap KDRT
Penelitian Astuti et. al (2006) menunjukkan bahwa rata-rata sikap terhadap kekerasan suami pada istri yang bekerja sebesar 71,6% berada pada kategori sikap positif bahwa perempuan bekerja menunjukkan kecenderungan sikap untuk menolak tindak kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga yang dilakukan suami. Penelitian lain mengenai sikap terhadap KDRT di lakukan oleh Rohmah (2004, dalam Hanum, 2006) menyebutkan ada keterkaitan antara tingkat pendidikan korban kekerasan dalam rumah tangga dengan atribusi yang dilakukan dimana korban kekerasan yang berpendidikan tinggi (SMA ke atas) memiliki kecenderungan untuk menilai penyebab kekerasan yang dialami berdasarkan rasional. Kim-goh dan Baello (2008) meneliti tentang sikap terhadap KDRT pada komunitas imigran Korea dan Vietnam menemukan bahwa responden yang lebih muda memiliki sikap yang lebih negatif terhadap KDRT dibandingkan dengan responden yang lebih tua. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Marshall dan Furr (2010) pada perempuan di Turki menunjukkan bahwa perempuan yang memiliki ukuran rumah tangga yang lebih besar, memegang nilai-nilai patriarki, menikah di usia yang lebih muda, menetap di daerah pedesaan, dan menerima uang pengantin (lamaran), membenarkan setidaknya satu situasi dimana suami dapat memukul istri mereka.
24 Universitas Indonesia
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
Bab ini berisi kerangka konsep dan definisi operasional penelitian. Kerangka konsep mencakup variabel yang akan diteliti maupun tidak diteliti. Definisi operasional mencakup penjabaran variabel yang meliputi cara ukur, hasil ukur, dan skala data.
3.1 Kerangka Konsep
Landasan literatur yang telah dibuat menjadi dasar dalam pembentukan kerangka konsep. Kerangka konsep ini mencakup variabel yang akan diteliti. Penelitian ini mengangkat variabel pengetahuan dan sikap perempuan dewasa terhadap Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Pengetahuan dan sikap merupakan bagian pembentuk perilaku. Bagan berikut ini menjelaskan secara singkat kerangka konsep penelitian.
Universitas Indonesia
Gambar 3.1
Kerangka Konsep Penelitian
Sumber: Al Hibri, dkk., 2001; Astuti, dkk., 2006; Hansson, et.al., 2008; Kim-goh & Baello, 2008;
Notoatmodjo, 2010; Rahayuningsih, 2008; Sari, 2008; Zhao, et.al, 2006 (diolah kembali)
Keterangan:
= diteliti = tidak diteliti
Pengetahuan perempuan dewasa
tentang KDRT
Sikap perempuan dewasa terhadap
KDRT
Perilaku perempuan
dewasa terhadap
KDRT Faktor yang memengaruhi
pengetahuan:
keyakinan, fasilitas, penghasilan, sosial budaya usia,
tingkat pendidikan, pekerjaan
pengalaman (pernikahan)
Faktor yang memengaruhi pembentukan sikap:
kebudayaan, significant others, media massa, agama,
faktor emosional usia,
pendidikan, pekerjaan,
pengalaman (pernikahan)
26
Universitas Indonesia
3.2 Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian
Variabel Definisi
Operasional Cara Ukur Hasil Ukur Skala Pengetahuan Pengetahuan
perempuan
dewasa yang berusia 21 sampai 60 tahun tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) seperti pengertian,
bentuk-bentuk, dampak, dan tindakan ketika mengalami
KDRT.
Kuesioner dengan 29 pertanyaan pada responden
menggunakan skala Guttman dengan penjabaran sebagai berikut:
a. 16 pertanyaan ya pada kuesioner dengan scoring:
1 = salah 2 = benar
b. 13 pertanyaan
tidak pada
kuesioner, dengan scoring:
1 = salah 2 = benar
Pengetahuan baik jika skor 76% - 100%
Pengetahuan cukup jika skor 56% - 75%
Pengetahuan kurang jika skor <55%
1 = kurang 2 = cukup 3 = baik
Ordinal
Universitas Indonesia
Variabel Definisi
Operasional Cara Ukur Hasil Ukur Skala Sikap Sudut pandang,
respon dan keyakinan
perempuan terhadap
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Kuesioner dengan 15 pertanyaan pada responden
menggunakan skala Likert
a. 6 pertanyaan positif pada kuesioner dengan skor:
Sangat Tidak Setuju (STS) = 1 Tidak Setuju (TS)
= 2
Biasa Saja (BS) = 3; Setuju (S) = 4 Sangat Setuju (S)
= 5
b. 9 pertanyaan negatif pada kuesioner dengan skor:
Sangat Tidak Setuju (STS) = 1 Tidak Setuju (TS)
= 2;
Biasa Saja (BS) = 3; Setuju (S) = 4 Sangat Setuju (S)
= 5
Sikap baik jika skor 55% - 100%
Sikap baik jika skor
<55%.
1 = buruk 2 = baik
Ordinal
28 Universitas Indonesia
BAB IV
METODE PENELITIAN
Bab ini menyajikan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini.
Desain penelitian, populasi dan sampel, dan tempat dan waktu yang digunakan dalam penelitian ini dijabarkan pada bab ini. Bab ini juga menjabarkan metode dan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini. Cara analisis data yang dilakukan juga dijelaskan sebagai acuan dalam pengolahan data.
4.1 Desain Penelitian
Desain penelitian dapat diartikan sebagai rencana menyeluruh peneliti untuk memperoleh jawaban dari pertanyaan penelitian dan untuk menguji hipotesis penelitian (Polit dan Beck, 2006). Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian deskriptif sederhana. Tujuan dari penelitian deskriptif sederhana ini adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap perempuan dewasa tentang KDRT di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok.
4.2 Populasi dan Sampel
Populasi adalah seluruh agregat kasus yang memiliki kriteria spesifik (Polit dan Beck, 2006). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh perempuan dewasa yang berusia 21 sampai 60 tahun dan bertempat tinggal di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Tapos, Depok. Populasi diwakili oleh sampel. Sampel diambil dari sebagian populasi tersebut. Pemilihan sampel menggunakan teknik penarikan sampel tidak acak (non probability sampling) secara quota sampling. Teknik quota sampling merupakan penarikan sampel dimana sampel yang akan diambil ditentukan oleh pengumpul data dan sebelumnya telah ditentukan jumlah yang akan diambil
Universitas Indonesia
(Hastono dan Sabri, 2010). Kriteria inklusi sampel yang dipilih pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Perempuan yang berada pada tahap perkembangan dewasa (usia 21 sampai 60 tahun).
2. Perempuan yang dapat membaca dan menulis.
3. Perempuan yang bertempat tinggal di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Depok.
4. Perempuan yang bersedia menjadi responden.
Jumlah sampel yang diambil menggunakan rumus Slovin (Setiawan, 2007):
Keterangan
n : jumlah sampel N : jumlah populasi
d : derajat ketepatan yang direfleksikan oleh kesalahan yang dapat ditolerir (d=0,1)
Jumlah perempuan dewasa yang berusia 21 sampai 60 tahun di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok pada tahun 2012 sebesar 855 orang (Data Kelurahan Sukamaju Baru, 2012). Jumlah sampel berdasarkan perhitungan adalah sebagai berikut:
Peneliti melakukan koreksi jumlah sampel untuk kemungkinan adanya kuesioner yang tidak valid sebesar 10%. Formula yang digunakan untuk koreksi jumlah sampel adalah (Notoatmojo, 2010):
30
Universitas Indonesia
100 Keterangan
n’ : besar sampel setelah dikoreksi
n : jumlah sampel berdasarkan estimasi sebelumnya f : prediksi presentase sampel drop out
Jadi jumlah sampel total adalah 100 perempuan dewasa di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Tapos, Depok. Kuesioner yang terkumpul adalah sebanyak 100 kuesioner namun yang terisi lengkap hanya 93 kuesioner. Jumlah tersebut masih melebihi jumlah sampel minimal yaitu 90 sampel. Oleh karena itu, data yang diolah sebanyak 93 kuesioner.
4.3 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok. Agenda penelitian adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Jadwal Februari Maret April Mei Juni Juli Pengajuan judul
Penyusunan proposal Pengumpulan proposal Pengumpulan data Pengolahan data Penyajian data Sidang skripsi Pengumpulan skripsi