• Tidak ada hasil yang ditemukan

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR...TAHUN... TENTANG MUSEUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR...TAHUN... TENTANG MUSEUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

RANCANGAN

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR...TAHUN...

TENTANG MUSEUM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Museum;

Mengingat: : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5168);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG MUSEUM

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

1. Museum adalah lembaga permanen yang bersifat nirlaba, untuk melestarikan Koleksi yang bersifat bendawi, dan mengomunikasikannya kepada masyarakat.

2. Koleksi Museum yang selanjutnya disebut Koleksi adalah Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya bergerak dan/atau Bukan Cagar Budaya yang merupakan bukti material hasil budaya dan/atau material alam dan lingkungannya yang mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, kebudayaan, teknologi, dan/atau pariwisata.

3. Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia yang bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian- bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia yang sudah ditetapkan sebagai Cagar Budaya.

(2)

4. Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding dan beratap yang sudah ditetapkan sebagai Cagar Budaya.

5. Struktur Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk menampung kebutuhan manusia yang sudah ditetapkan sebagai Cagar Budaya.

6. Bukan Cagar Budaya adalah benda, bangunan, dan/atau struktur yang tidak memenuhi ktiteria Cagar Budaya.

7. Pengelola Museum adalah sejumlah orang yang menjalankan kegiatan Museum.

8. Kurator adalah orang yang karena kompetensi keahliannya bertanggungjawab dalam pengelolaan Koleksi.

9. Registrar adalah petugas teknis yang melakukan kegiatan pencatatan dan pendokumentasian Koleksi.

10. Registrasi adalah proses pencatatan dan pendokumentasian Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya bergerak atau Bukan Cagar Budaya yang telah ditetapkan menjadi Koleksi.

11. Konservator adalah petugas teknis yang melakukan kegiatan pemeliharaan dan perawatan Koleksi.

12. Edukator adalah petugas teknis yang melakukan kegiatan edukasi dan penyampaian informasi Koleksi.

13. Hubungan Masyarakat dan Pemasaran adalah petugas teknis melakukan kegiatan komunikasi dan pemasaran program-program Museum.

14. Inventarisasi adalah kegiatan pencatatan Koleksi ke dalam buku inventaris.

15. Pengelolaan Museum adalah upaya terpadu melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan Museum untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat.

16. Pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan Koleksi serta informasinya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya.

17. Penyelamatan adalah upaya menghindarkan dan/atau menanggulangi Koleksi dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan.

(3)

18. Pengamanan adalah upaya menjaga dan mencegah Koleksi dari ancaman dan/atau gangguan.

19. Pemeliharaan adalah upaya menjaga dan merawat agar Koleksi tetap lestari.

20. Penelitian adalah kegiatan ilmiah yang dilakukan menurut kaidah dan metode yang sistematis untuk memperoleh data, informasi, dan keterangan bagi kepentingan pelestarian Koleksi.

21. Mengomunikasikan adalah kegiatan menginformasikan dan memublikasikan Koleksi.

22. Memamerkan adalah kegiatan mempertunjukkan Koleksi kepada masyarakat.

23. Pemanfaatan adalah pendayagunaan Koleksi untuk kepentingan sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat dengan tetap mempertahankan kelestariannya.

24. Perbanyakan adalah kegiatan duplikasi langsung terhadap Koleksi, baik seluruh maupun bagian-bagiannya.

25. Kompensasi adalah imbalan berupa uang dan/atau bukan uang dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

26. Insentif adalah dukungan berupa advokasi, perbantuan, atau bentuk lain bersifat non dana untuk mendorong Pelestarian Koleksi dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

27. Setiap Orang adalah perseorangan, kelompok orang, masyarakat, badan usaha berbadan hukum, atau badan usaha tidak berbadan hukum.

28. Masyarakat Hukum Adat adalah kelompok masyarakat yang bermukim di wilayah geografis terntentu yang memiliki perasaan kelompok, pranata pemerintahan adat, harta kekayaan/benda adat, dan perangkat norma hukum adat.

29. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

30. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Wali kota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

31. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kebudayaan.

(4)

BAB II

KELEMBAGAAN MUSEUM

Bagian Kesatu

Pendirian, Pemeringkatan, Standarisasi, dan Evaluasi Museum Paragraf 1

Pendirian Museum

Pasal 2

(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, Setiap Orang, dan Masyarakat Hukum Adat dapat mendirikan Museum.

(2) Pendirian Museum harus memenuhi persyaratan:

a. memiliki koleksi;

b. memiliki lokasi dan/atau bangunan;

c. memiliki sumber daya manusia;

d. memiliki sumber pendanaan tetap; dan e. memiliki nama Museum.

(3) Pendirian Museum oleh Setiap Orang atau Masyarakat Hukum Adat selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi persyaratan berbadan hukum berupa Yayasan.

(4) Museum yang didirikan dapat berjenis:

a. Museum umum;

b. Museum sejarah;

c. Museum seni; atau

d. Museum ilmu pengetahuan dan teknologi.

(5) Pemerintah, Pemerintah Daerah, Setiap Orang, atau masyarakat hukum adat yang akan mendirikan Museum dapat menentukan jenis Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

Pasal 3

(1) Museum berfungsi melakukan pelindungan, pengembangan dan pemanfaatan Koleksi dan mengomunikasikannya kepada masyarakat.

(5)

(2) Museum mempunyai tugas penelitian, pendidikan, dan kesenangan.

(3) Fungsi dan tugas Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sekurang-kurangnya dilaksanakan oleh:

a. kepala Museum;

b. tenaga administrasi; dan c. tenaga teknis.

Pasal 4

(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, Setiap Orang, atau Masyarakat Hukum Adat mendaftarkan pendirian Museum kepada:

a. Menteri, untuk Museum yang didirikan oleh Pemerintah atau pemerintah provinsi;

b. Gubernur, untuk Museum yang didirikan oleh pemerintah kabupaten/kota; atau

c. Bupati/Wali kota, untuk Museum yang didirikan oleh Setiap Orang atau masyarakat hukum adat.

(2) Pendaftaran pendirian Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan:

a. hasil studi kelayakan pendirian Museum;

b. nama Museum;

c. jenis Museum;

d. visi, misi, dan tujuan Museum;

e. daftar Koleksi;

f. lokasi dan denah bangunan Museum;

g. bukti hak kepemilikan tanah;

h. struktur organisasi Pengelola Museum;

i. rencana sumber pendanaan tetap; dan

j. rencana pengelolaan jangka pendek dan jangka panjang.

(3) Pemberian nama Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b:

a. Museum Nasional, hanya ada 1 (satu) di wilayah Republik Indonesia berkedudukan di Ibukota negara;

b. Museum provinsi, hanya ada 1 (satu) di setiap wilayah provinsi; dan

(6)

c. Museum kabupaten/kota, hanya ada 1 (satu) di setiap wilayah ibukota kabupaten/kota.

(4) Setiap Orang atau Masyarakat hukum Adat dapat mengajukan pemberian nama Museum sesuai dengan visi, misi, dan tujuan Museum, selain sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

(5) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus diverifikasi oleh instansi yang bertanggungjawab di bidang permuseuman sesuai dengan kewenangannya untuk memperoleh izin pendirian Museum.

(6) Persyaratan pendaftaran setelah diverifikasi dan dinyatakan sesuai dengan persyaratan pendaftaran pendirian Museum, instansi yang bertanggungjawab di bidang permuseuman sesuai dengan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengeluarkan izin pendirian Museum.

(7) Instansi yang memberikan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mencatat ke dalam daftar Museum yang berada di wilayahnya.

Pasal 5

(1) Instansi Pemerintah Daerah yang bertanggungjawab di bidang permuseuman setelah mengeluarkan izin pendirian Museum menyerahkan salinan izin pendirian Museum kepada instansi Pemerintah yang bertanggungjawab di bidang permuseuman.

(2) Instansi Pemerintah yang bertanggungjawab di bidang permuseuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberi nomor pendaftaran nasional, rangkap tiga:

a. 1 (satu) untuk arsip;

b. 1 (satu) untuk Pemerintah Daerah; dan c. 1 (satu) untuk pemilik Museum.

Paragraf 2 Pemeringkatan

Pasal 6

(1) Pemerintah melakukan pemeringkatan Museum ke dalam:

a. Museum berperingkat Nasional b. Museum berperingkat Provinsi; atau c. Museum berperingkat Kabupaten/kota.

(2) Pemeringkatan Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan nilai koleksi yang dimilikinya, dengan skala nasional, provinsi, atau Kabupaten/kota.

(7)

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemeringkatan Museum diatur dalam Peraturan Menteri.

Paragraf 3

Standarisasi Museum

Pasal 7

(1) Pemerintah melakukan standarisasi Museum 2 (dua) tahun setelah Museum memperoleh nomor pendaftaran nasional.

(2) Standarisasi Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan pengelolaannya.

(3) Hasil standarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa tipe A, B atau C.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai standarisasi Museum diatur dalam Peraturan Menteri.

Paragraf 4 Evaluasi

Pasal 8

(1) Pemerintah melakukan evaluasi terhadap Museum yang telah memperoleh standarisasi setiap 3 (tiga) tahun sekali.

(2) Dalam melakukan evaluasi Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan organisasi profesi di bidang permuseuman.

(3) Hasil evaluasi terhadap Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat:

a. memperoleh kenaikan standarisasi;

b. tetap mendapat standarisasi yang sama;

c. memperoleh penurunan standarisasi; atau d. tidak memenuhi standarisasi.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai evaluasi Museum diatur dalam Peraturan Menteri.

Bagian Kedua

Penggabungan, Pemecahan, Pembubaran, dan Pengalihan Kepemilikan Museum

(8)

Paragraf 1 Penggabungan

Pasal 9

(1) Penggabungan 2 (dua) Museum atau lebih dapat dilakukan untuk tujuan meningkatkan kualitas Pengelolaan Museum.

(2) Penggabungan Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan syarat:

a. tidak mampu melestarikan Koleksi;

b. pemilik Museum mengalami kepailitan;

c. tidak mampu mendanai Museum;

d. keterbatasan sumber daya manusia;

e. keterbatasan Koleksi;

f. terkena bencana; dan/atau

g. keinginan untuk mengembangkan Museum.

(3) Pemilik Museum yang melakukan penggabungan harus membuat kesepakatan tertulis untuk menentukan:

a. nama Museum yang baru;

b. visi dan misi yang baru;

c. lokasi dan bangunan;

d. Koleksi;

e. sumber pendanaan;

f. sumber daya manusia; dan g. Pengelolaan Museum.

(4) Museum baru hasil penggabungan harus didaftarkan oleh pemiliknya sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 6 selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah penggabungan.

(5) Apabila jangka waktu pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dipenuhi, maka instansi Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang berwenang di bidang permuseuman menangguhkan pemberian izin pendirian Museum baru.

(9)

Paragraf 2 Pemecahan

Pasal 10

(1) Pemilik Museum dapat melakukan pemecahan Museum menjadi 2 (dua) atau lebih.

(2) Pemecahan Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan apabila:

a. jumlah dan jenis Koleksi bertambah banyak;

b. sumber daya manusia pengelolanya cukup untuk mengelola lebih dari 1(satu) Museum;

c. lokasi yang ditempati sudah tidak mencukupi untuk mengembangkan Museum; dan

d. dukungan dana memadai.

(3) Pemecahan Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan mendirikan Museum di lokasi yang sama atau di lokasi yang baru.

(4) Syarat dan prosedur pendirian Museum baru hasil pemecahan harus mengikuti ketentuan pendirian dan pendaftaran sebagaimana diatur dalam Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah Museum dipecah.

(5) Apabila jangka waktu pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dipenuhi, maka instansi Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang berwenang di bidang permuseuman menangguhkan pemberian izin pendirian Museum baru.

(6) Pengelolaan Museum yang dipecah dilakukan oleh Museum masing- masing.

Paragraf 3 Pembubaran

Pasal 11

(1) Pemilik dapat mengajukan permohonan pembubaran Museum.

(2) Pengajuan permohonan pembubaran Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan kepada Menteri, Gubernur, atau Bupati/Wali kota sesuai dengan kewenangannya.

(10)

(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai alasan:

a. tidak mampu melaksanakan fungsi Pelestarian;

b. tidak mampu mendanai operasional Museum;

c. terkena bencana; dan/atau d. digabung.

(4) Menteri, Gubernur, atau Bupati/Wali kota melakukan kajian terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3).

(5) Kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan sebagai dasar untuk memutuskan pembubaran Museum atau pengambilalihan Pengelolaan Museum.

(6) Pengambilalihan Pengelolaan Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat dilakukan oleh:

a. Pemerintah atau Pemerintah Daerah;

b. Setiap Orang; atau

c. Masyarakat hukum adat.

Pasal 12

(1) Menteri, Gubernur, atau Bupati/Wali kota sesuai dengan kewenangannya dapat membubarkan Museum apabila:

a. tidak mampu melaksanakan fungsi Pelestarian;

b. tidak mampu mendanai operasional Museum;

c. terkena bencana; dan/atau d. digabung.

(2) Pembubaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah mendapat rekomendasi dari instansi yang bertanggungjawab di bidang permuseuman sesuai dengankewenangannya.

(3) Rekomendasi dari instansi yang bertanggungjawab di bidang permuseuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan setelah instansi tersebut melakukan pembinaan terhadap Pengelolaan Museum.

Pasal 13

(1) Museum yang dibubarkan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dihapus dari nomor pendaftaran nasional oleh instansi Pemerintah yang bertanggungjawab di bidang permuseuman.

(11)

(2) Penghapusan nomor pendaftaran Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghapus pangkalan data Museum yang telah dibubarkan.

Pasal 14

Museum yang dibubarkan Wajib mengembalikan Koleksi titipan yang berupa Cagar Budaya kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau kepada pihak yang menitipkannya sesuai peraturan perundang-undangan.

Paragraf 4

Pengalihan Kepemilikan Museum

Pasal 15

(1) Museum dapat dialihkan kepemilikannya apabila:

a. terjadi penggabungan Museum;

b. pemilik Museum menghendaki; dan/atau c. peristiwa hukum.

(2) Pemilik Museum yang mengalihkan kepemilikan Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengajukan permohonan izin pengalihan Museum kepada instansi Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang bertanggungjawab di bidang permuseuman sesuai dengan kewenangannya, dilengkapi dengan:

a. identitas pemilik Museum;

b. identitas pihak yang menerima pengalihan kepemilikan;

c. alasan pengalihan kepemilikan Museum;

d. nama Museum; dan e. daftar inventaris Koleksi;

(3) Pemilik Museum yang tidak mengajukan izin pengalihan kepemilikan sebagaimana dimaksud ayat (2) akan mendapat sanksi pembekuan izin pendirian Museum sampai dengan terpenuhinya izin pengalihan kepemilikan.

(4) Pemilik Museum wajib mengalihkan kepemilikannya apabila:

a. tidak mampu melakukan Pengelolaan Museum; dan/atau b. tidak dapat melakukan pelestarian Koleksi;

(5) Pemilik Museum yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikenakan sanksi berupa:

(12)

a. teguran;

b. pembekuan izin; dan/atau c. pencabutan izin.

(6) Pihak yang menerima pengalihan kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4) harus mampu melakukan pengelolaan Museum.

(7) Pengalihan kepemilikan Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan kepada Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

(8) Pengalihan kepemilikan kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah, Setiap Orang, atau masyarakat hukum adat harus dilaporkan kepada instansi Pemerintah yang bertanggungjawab di bidang permuseuman untuk dicatat dalam daftar nasional Museum.

BAB III

SUMBER DAYA MANUSIA

Pasal 16

(1) Pemilik harus menyediakan sumber daya manusia untuk mengelola Museum.

(2) Sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas kepala Museum, tenaga teknis, dan tenaga administrasi.

Pasal 17

(1) Kepala Museum mempunyai tugas dan tanggung jawab terhadap seluruh proses Pengelolaan Museum sesuai dengan visi dan misi Museum, yang meliputi:

a. menyusun kebijakan;

b. menyusun program;

c. merencanakan dan mengajukan anggaran;

d. merencanakan dan mengusulkan sumber daya manusia;

e. melaksanakan program;

f. melakukan pemantauan dan evaluasi; dan g. hal-hal yang berkaitan dengan bidang hukum.

(2) Kepala Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang- kurangnya harus memenuhi persyaratan:

(13)

a. pendidikan serendah-rendahnya sarjana;

b. memiliki pengalaman dalam Pengelolaan Museum paling sedikit 4 (empat) tahun; dan

c. memiliki sertifikat tingkat dasar, menengah dan lanjut dari instansi Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang permuseuman.

(3) Kepala Museum Pemerintah dan Pemerintah Daerah selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(4) Kepala Museum diangkat dan diberhentikan oleh:

a. Menteri, yang kementeriannya memiliki Museum untuk Museum Pemerintah;

b. Gubernur dan/atau Bupati/Wali kota, yang memiliki Museum untuk Museum Pemerintah Daerah; atau

c. Pemilik Museum, untuk Museum yang dimiliki oleh Setiap Orang atau Masyarakat Hukum Adat.

Pasal 18 Tenaga teknis terdiri atas:

a. Registrar;

b. Kurator;

c. Konservator;

d. Penata pameran;

e. Edukator; dan

f. Hubungan masyarakat dan pemasaran.

Pasal 19

(1) Registrar mempunyai tugas dan tanggung jawab mencatat dan mendokumentasikan Koleksi, serta membuat berita acara terhadap:

a. pengadaan dan penghapusan Koleksi; dan b. perpindahan Koleksi.

(2) Registrar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya harus memenuhi persyaratan:

a. serendah-rendahnya tamat sekolah menengah umum atau sekolah menengah kejuruan;

(14)

b. memiliki pengalaman di bidang administrasi Koleksi paling sedikit 2 (dua) tahun;

c. memiliki sertifikat tingkat dasar dan menengah dari instansi Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang permuseuman; dan d. memiliki keterampilan dasar bidang teknologi informasi.

(3) Registrar diangkat dan diberhentikan oleh kepala Museum dengan persetujuan pemilik Museum.

(4) Registrar diangkat dan diberhentikan oleh:

a. Menteri, yang kementeriannya memiliki Museum untuk Museum Pemerintah;

b. Gubernur dan/atau Bupati/Wali kota, yang memiliki Museum untuk Museum Pemerintah Daerah; atau

c. pemilik Museum, untuk Museum yang dimiliki oleh Setiap Orang atau masyarakat hukum adat.

Pasal 20

(1) Kurator mempunyai tugas dan tanggung jawab:

a. sebagai anggota tim dalam pengadaan dan penghapusan Koleksi;

b. menginventarisasi Koleksi;

c. melakukan penelitian Koleksi;

d. menyiapkan konsep dan materi pameran; dan e. menyiapkan materi publikasi Koleksi.

(2) Kurator sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya harus memenuhi persyaratan:

a. berpendidikan serendah-rendahnya sarjana di bidangnya, memiliki pengetahuan dan pengalaman paling sedikit 5 (lima) tahun dalam pengelolaan Koleksi, dan memiliki sertifikat tingkat dasar, menengah, dan lanjut di bidang pengelolaan koleksi dari instansi Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang permuseuman; atau

b. memiliki keahlian khusus di bidang koleksi tertentu yang diakui oleh masyarakat dan instansi pemerintah yang berwenang di bidang permuseuman.

(3) Kurator diangkat dan diberhentikan oleh:

a. Menteri, yang kementeriannya memiliki Museum untuk Museum Pemerintah;

(15)

b. Gubernur dan/atau Bupati/Wali kota, yang memiliki Museum untuk Museum Pemerintah Daerah; atau

c. Pemilik Museum, untuk Museum yang dimiliki oleh Setiap Orang atau Masyarakat Hukum Adat.

Pasal 21

(1) Konservator mempunyai tugas dan tanggung jawab:

a. menjadi anggota tim dalam pengadaan dan penghapusan Koleksi; dan b. memelihara dan merawat Koleksi;

(2) Konservator sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya harus memenuhi persyaratan:

a. pendidikan serendah-rendahnya tamat sekolah menengah umum atau sekolah menengah kejuruan di bidang ilmu pengetahuan alam;

b. memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang pemeliharaan dan perawatan Koleksi paling sedikit 2 (dua) tahun; dan

c. memiliki sertifikat tingkat dasar, menengah, dan lanjut dari instansi Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang permuseuman.

(3) Konservator diangkat dan diberhentikan oleh:

a. Menteri, yang kementeriannya memiliki Museum untuk Museum Pemerintah;

b. Gubernur dan/atau Bupati/Wali kota, yang memiliki Museum untuk Museum Pemerintah Daerah; atau

c. Pemilik Museum, untuk Museum yang dimiliki oleh Setiap Orang atau Masyarakat Hukum Adat.

Pasal 22

(1) Penata pameran mempunyai tugas dan tanggung jawab, yang meliputi:

a. merancang pameran;

b. menyiapkan sarana dan prasarana pameran; dan c. melakukan penataan pameran.

(2) Penata pameran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang- kurangnya harus memenuhi persyaratan:

a. pendidikan serendah-rendahnya diploma 3;

b. memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang penataan pameran paling sedikit 2 (dua) tahun; dan

(16)

c. memiliki sertifikat tingkat dasar, menengah, dan lanjut dari instansi Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang permuseuman.

(3) Penata pameran diangkat dan diberhentikan oleh:

a. Menteri, yang kementeriannya memiliki Museum untuk Museum Pemerintah;

b. Gubernur dan/atau Bupati/Wali kota, yang memiliki Museum untuk Museum Pemerintah Daerah; atau

c. Pemilik Museum, untuk Museum yang dimiliki oleh Setiap Orang atau Masyarakat Hukum Adat.

Pasal 23

(1) Edukator mempunyai tugas dan tanggung jawab:

a. merancang kegiatan edukasi Museum; dan

b. memberikan layanan edukatif dan informatif tentang Museum

(2) Edukator sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya harus memenuhi persyaratan:

a. pendidikan serendah-rendahnya sarjana di bidang pendidikan dan/atau komunikasi;

b. memiliki pengalaman di bidang edukasi paling sedikit 2 (dua) tahun;

c. memiliki keterampilan dasar bidang teknologi informasi; dan

d. memiliki sertifikat tingkat dasar, menengah, dan lanjut dari instansi Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang permuseuman.

(3) Edukator diangkat dan diberhentikan oleh:

a. Menteri, yang kementeriannya memiliki Museum untuk Museum Pemerintah;

b. Gubernur dan/atau Bupati/Wali kota, yang memiliki Museum untuk Museum Pemerintah Daerah; atau

c. Pemilik Museum, untuk Museum yang dimiliki oleh Setiap Orang atau Masyarakat Hukum Adat

Pasal 24

(1) Hubungan Masyarakat dan Pemasaran mempunyai tugas dan tanggung jawab:

a. merancang kegiatan dalam rangka hubungan masyarakat dan pemasaran Museum;

(17)

b. menyampaikan informasi secara lisan, tertulis, atau melalui gambar (visual) kepada publik, tentang kegiatan yang dilakukan museum;

dan

c. memantau, mendokumentasikan, mengevaluasi, serta menyalurkan opini publik kepada museum

(2) Hubungan Masyarakat dan Pemasaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya harus memenuhi persyaratan:

a. pendidikan serendah-rendahnya sarjana di bidang komunikasi dan/atau pemasaran;

b. memiliki pengalaman di bidang kehumasan dan pemasaran paling sedikit 2 (dua) tahun;

c. memiliki keterampilan dasar bidang humas dan pemasaran; dan d. memiliki sertifikat tingkat dasar, menengah, dan lanjut dari instansi

Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang permuseuman.

(3) Hubungan Masyarakat dan Pemasaran diangkat dan diberhentikan oleh:

a. Menteri, yang kementeriannya memiliki Museum untuk Museum Pemerintah;

b.Gubernur dan/atau Bupati/Wali kota, yang memiliki Museum untuk Museum Pemerintah Daerah; atau

c. Pemilik Museum, untuk Museum yang dimiliki oleh Setiap Orang atau Masyarakat Hukum Adat.

Pasal 25

(1) Tenaga administrasi Museum mempunyai tugas dan tanggung jawab:

a. ketatausahaan;

b. kepegawaian;

c. keuangan;

d. keamanan; dan e. kerumahtanggaan.

(2) Persyaratan untuk tenaga administrasi Museum sesuai dengan persyaratan di Museum masing-masing.

(3) Tenaga administrasi diangkat dan diberhentikan oleh:

a. Menteri, yang kementeriannya memiliki Museum untuk Museum Pemerintah;

(18)

b. Gubernur dan/atau Bupati/Wali kota, yang memiliki Museum untuk Museum Pemerintah Daerah; atau

c. kepala Museum, untuk Museum yang dimiliki oleh Setiap Orang atau Masyarakat Hukum Adat.

BAB IV

PENGELOLAAN KOLEKSI Bagian kesatu

Umum

Pasal 26

Pemerintah, Pemerintah Daerah, Setiap Orang, dan Masyarakat Hukum Adat yang memiliki Museum wajib mengelola Koleksi baik yang berada di dalam ruangan dan/atau di luar ruangan.

Bagian kedua

Pengelolaan Administrasi Paragraf 1

Koleksi

Pasal 27

(1) Koleksi merupakan Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya bergerak dan/atau Bukan Cagar Budaya.

(2) Cagar Budaya dan Bukan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dapat menjadi Koleksi berupa:

a. benda utuh;

b. fragmen;

c. benda hasil perbanyakan atau replika;

d. spesimen; atau

e. hasil rekonstruksi dan/atau restorasi.

(3) Cagar Budaya atau Bukan Cagar Budaya yang menjadi Koleksi memenuhi syarat:

a. sesuai dengan visi dan misi Museum;

(19)

b. jelas asal usulnya;

c. diperoleh dengan cara yang sah;

d. keterawatan; dan/atau

e. tidak mempunyai efek negatif bagi kelangsungan hidup alam dan/atau Masyarakat Hukum Adat.

(4) Pengelola Museum dapat memberikan pertimbangan khusus untuk mengadakan Koleksi yang tidak sesuai dengan visi dan misi Museum.

(5) Pertimbangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan untuk:

a. penyelamatan;

b. pengamanan; dan/atau c. pemeliharaan.

Paragraf 2 Pengadaan Koleksi

Pasal 28

Pengadaan Koleksi dapat diperoleh melalui hadiah, warisan, hibah, imbalan jasa, hasil penemuan, hasil pencarian, pertukaran, pembelian, atau

konversi.

Pasal 29

(1) Pengadaan Koleksi dilakukan oleh tim pengadaaan Koleksi yang dibentuk dengan keputusan kepala Museum.

(2) Tim pengadaan Koleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. Kurator;

b. Registrar; dan c. Konservator.

(3) Tim pengadaan Koleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertugas melakukan kajian yang meliputi aspek:

a. ilmiah yang dilakukan oleh Kurator;

b. legalitas yang dilakukan oleh Registrar; dan c. fisik yang dilakukan oleh Konservator.

(20)

(4) Hasil kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diserahkan oleh tim pengadaan Koleksi kepada kepala Museum.

(5) Kepala Museum membuat keputusan pengadaan Koleksi dengan mempertimbangkan:

a. kemampuan Museum melakukan pelestarian;

b. koleksi yang diusulkan akan berguna bagi pengembangan Museum;

c. hasil kajian; dan

d. tidak bertentangan dengan etika permuseuman.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengadaan Koleksi diatur oleh instansi Pemerintah yang bertanggungjawab di bidang permuseuman

Paragraf 3 Pencatatan Koleksi

Pasal 30

(1) Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya bergerak atau yang Bukan Cagar Budaya yang telah sah menjadi milik Museum harus dicatat dan didokumentasikan oleh Registrar.

(2) Kegiatan pencatatan Koleksi meliputi kegiatan Registrasi dan Inventarisasi.

Pasal 31

(1) Registrasi Koleksi dilakukan oleh Registrar, yang meliputi:

a. pemberian nomor Registrasi;

b. pembuatan foto koleksi; dan c. pencatatan di buku register.

(2) Data Koleksi yang sudah dicatat dalam buku register dimasukkan ke dalam pangkalan data.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Registrasi Koleksi diatur oleh instansi Pemerintah yang bertanggungjawab di bidang permuseuman

Pasal 32

(1) Inventarisasi Koleksi dilakukan oleh Kurator, yang meliputi:

a. pengklasifikasian Koleksi;

b. pemberian nomor inventaris;

c. pencatatan pada buku inventaris;

(21)

d. pembuatan kartu katalog Koleksi; dan e. pengisian lembar kerja kuratorial.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara inventarisasi Koleksi diatur oleh instansi Pemerintah yang bertanggungjawab di bidang permuseuman.

Pasal 33

(1) Register dan inventaris Koleksi merupakan dokumen Koleksi yang menjadi satu kesatuan dengan Koleksi.

(2) Dokumen Koleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan dan menjadi tanggung jawab Registrar.

Paragraf 4

Penghapusan Koleksi

Pasal 34 (1) Koleksi dapat dihapus apabila:

a. rusak;

b. hilang;

c. musnah; dan/atau

d. material atau bahannya membahayakan.

(2) Koleksi dapat dihapus dan dialihkan hak kepemilikannya apabila:

a. tidak sesuai lagi dengan visi dan misi Museum;

b. jumlahnya terlalu banyak; dan/atau

c. diperoleh dari hasil perbuatan melanggar hukum.

(3) Koleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b dapat dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian dan pendidikan.

(4) Penghapusan dan pengalihan hak kepemilikan Koleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) yang berupa Cagar Budaya dilakukan menurut peraturan perundang-undangan.

(5) Koleksi yang hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dihapus setelah lebih dari 6 (enam) tahun sejak Koleksi diketahui hilang.

(22)

(6) Koleksi yang dihapus karena hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) apabila ditemukan kembali harus dicatat melalui proses layaknya benda yang diusulkan menjadi Koleksi.

(7) Koleksi yang akan dihapus harus dicatat dan didokumentasikan secara lengkap dan menyeluruh.

(8) Penghapusan Koleksi tidak menghapus catatan dalam register dan inventaris.

Pasal 35

(1) Penghapusan Koleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dilakukan oleh tim penghapusan Koleksi yang dibentuk dengan keputusan kepala Museum.

(2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. Registrar;

b. Kurator; dan c. Konservator.

(3) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertanggungjawab melakukan kajian dari aspek:

a. legalitas yang dilakukan oleh Registrar;

b. ilmiah yang dilakukan oleh Kurator; dan c. fisik yang dilakukan oleh Konservator.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penghapusan Koleksi diatur oleh instansi Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang permuseuman.

Paragraf 5 Peminjaman Koleksi

Pasal 36

(1) Museum dapat meminjam dan/atau meminjamkan Koleksi dengan tujuan untuk:

a. kepentingan kebudayaan;

b. pengembangan pendidikan dan/atau ilmu pengetahuan;

c. penelitian; dan/atau d. promosi dan informasi.

(2) Peminjaman Koleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan syarat:

(23)

a. tidak boleh untuk tujuan komersial;

b. tidak boleh lebih dari 2 (dua) tahun;

c. dibuat dengan perjanjian tertulis;

d. menjaga keseimbangan substansi tata pameran tetap Museum; dan e. memperhatikan kelayakan kondisi Koleksi.

(3) Peminjaman Koleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan antara Museum dan:

a. Pemerintah;

b. Pemerintah Daerah;

c. Setiap Orang; dan/atau d. Masyarakat Hukum Adat.

(4) Perjanjian peminjaman Koleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c sekurang-kurangnya memuat:

a. identitas para pihak;

b. daftar Koleksi yang menjadi objek perjanjian;

c. tujuan peminjaman;

d. rencana penggunaan;

e. jangka waktu peminjaman;

f. hak dan kewajiban para pihak;

g. wanprestasi;

h. keadaan tak terduga di luar kemampuan manusia; dan i. penyelesaian apabila terjadi sengketa.

(5) Kepala Museum dapat menghentikan peminjaman apabila tidak sesuai dengan perjanjian.

(6) Peminjaman Koleksi berupa Cagar Budaya dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai peminjaman Koleksi diatur oleh instansi Pemerintah yang bertanggungjawab di bidang permuseuman.

Pasal 37

(1) Peminjaman Koleksi antarnegara mengacu pada perjanjian bilateral atau multilateral dalam bidang kebudayaan antarnegara.

(24)

(2) Koleksi yang dipinjamkan ke luar negeri harus mendapat izin dari instansi Pemerintah yang bertanggungjawab di bidang permuseuman.

(3) Peminjaman Koleksi berupa Cagar Budaya ke luar negeri dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Pasal 38

(1) Peminjam Koleksi wajib menjamin keterawatan dan keamanan Koleksi.

(2) Peminjam luar negeri terhadap Koleksi harus mengasuransikan Koleksi.

(3) Peminjam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang melakukan perbanyakan atau replika terhadap Koleksi yang dipinjam tanpa izin tertulis dari pemilik.

(4) Perbanyakan atau replika Koleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang berupa Cagar Budaya dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua

Pengelolaan Teknis Koleksi

Paragraf 1 Penyimpanan

Pasal 39

(1) Koleksi disimpan di ruang penyimpanan dan/atau ruang pamer.

(2) Penyimpanan Koleksi harus dilakukan dengan memperhatikan pelindungannya.

(3) Pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi Penyelamatan, Pengamanan, dan pemeliharaan.

(4) Sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi tanggung jawab kepala Museum.

(5) Koleksi yang unik, langka jenisnya, dan memiliki tingkat informasi tinggi harus mendapatkan perlakuan khusus berupa:

a. disimpan di ruang penyimpanan yang terjamin keamanannya; dan b. dibuatkan replika untuk dipamerkan.

(25)

Pasal 40

(1) Ruang penyimpanan Koleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) dapat berupa ruang tertutup dan/atau ruang terbuka.

(2) Koleksi dapat disimpan dalam ruang penyimpanan terbuka apabila bentuk dan ukurannya tidak memungkinkan untuk disimpan di ruang penyimpanan tertutup.

(3) Koleksi disimpan dalam ruang penyimpanan dengan syarat:

a. sudah didokumentasikan; dan b. sudah dilakukan perawatan.

(4) Ruang penyimpanan Koleksi berada di zona nonpublik.

Pasal 41

(1) Ruang pamer Koleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) dapat berupa ruang tertutup atau ruang terbuka.

(2) Koleksi dapat disimpan di ruang pamer terbuka apabila bentuk dan ukurannya tidak memungkinkan untuk disimpan dalam ruangpamer tertutup.

(3) Koleksi yang disimpan di ruang pamer dengan syarat:

a. sudah dilakukan penelitian;

b. memiliki informasi; dan c. sudah dilakukan perawatan.

Pasal 42

Pedoman penyimpanan Koleksi diatur oleh instansi Pemerintah yang bertanggungjawab di bidang permuseuman.

Paragraf 2

Pemeliharaan dan Pengamanan Koleksi

Pasal 43

(1) Pengelola Museum wajib melakukan Pemeliharaan dan Pengamanan Koleksi yang dilakukan secara terintegrasi.

(2) Pengelola Museum wajib membuat prosedur operasional terstandar untuk Pemeliharaan dan Pengamanan Koleksi.

(3) Kepala Museum bertanggungjawab menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk Pemeliharaan dan Pengamanan Koleksi.

(26)

Pasal 44

(1) Pemeliharaan Koleksi dilakukan oleh Konservator.

(2) Museum yang tidak memiliki Konservator sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan Konservator dari Museum atau lembaga lain.

Pasal 45

(1) Pemeliharaan Koleksi bertujuan mencegah dan menanggulangi kerusakan yang disebabkan oleh alam dan/atau manusia.

(2) Pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan tanpa mengubah keaslian bentuk, gaya, dan bahan.

(3) Pemeliharaan Koleksi dapat dilakukan di lokasi tempat Koleksi berada atau di tempat lain.

(4) Pemeliharaan Koleksi dapat dilakukan di lokasi tempat Koleksi berada apabila Koleksi mempunyai bentuk, ukuran,dan/atau kondisi yang tidak memungkinkan untuk dipindahkan.

(5) Pengelola Museum dapat melakukan pemeliharaan Koleksi di tempat lain apabila tidak memiliki:

a. sarana dan prasarana; dan/atau b. Konservator.

(6) Pemeliharaan Koleksi harus didokumentasikan secara lengkap.

Pasal 46

(1) Pengelola Museum wajib melakukan Pengamanan terhadap Koleksi di bawah tanggung jawab Kepala Museum.

(2) Pengamanan terhadap Koleksi dilakukan untuk memberikan Pelindungan dari ancaman yang disebabkan oleh alam dan/atau manusia.

(3) Kepala Museum wajib membuat prosedur operasional Pengamanan Koleksi.

Pasal 47 (1) Pengamanan Koleksi bertujuan mencegah:

a. kehilangan; dan

b. kerusakan yang disebabkan oleh alam dan/atau manusia;

(2) Pengamanan Koleksi dilakukan di area:

a. terbuka;

(27)

b. terbatas; dan c. tertutup.

(3) Kepala Museum bertanggungjawab terhadap hilang dan/atau rusaknya Koleksi.

Pasal 48

(1) Pengelola Museum yang tidak dapat melaksanakan pemeliharaan dan pengamanan Koleksi sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya, dapat dikenai sanksi disiplin sesuai peraturan perundang-undangan dan mengganti kerugian.

(2) Besarnya ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh instansi Pemerintah atau Pemerintah Daerah di bidang permuseuman sesuai dengan kewenangannya.

(3) Ganti kerugian diberikan kepada pemilik Museum paling lambat 6 (enam) bulan setelah diputuskan besarnya ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

BAB V

PENGAMANAN MUSEUM

Pasal 49

(1) Pengamanan Museum wajib dilakukan oleh Pengelola Museum terhadap manusia di Museum serta bangunan dan lingkungan Museum di bawah tanggungjawab kepala Museum.

(2) Pengamanan Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk memberikan Pelindungan dari ancaman yang disebabkan oleh alam dan/atau manusia.

(3) Pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Pengelola Museum dan/atau penyedia jasa Pengamanan.

(4) Pengamanan yang dilakukan oleh Pengelola Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh petugas pengamanan yang diangkat oleh kepala Museum, mempunyai kewenangan pada area terbuka, terbatas, dan tertutup.

(5) Penyedia jasa pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya pada area terbuka Museum.

(6) Kepala Museum wajib menyediakan sarana untuk Pengamanan Museum yang beroperasi selama 24 (dua puluh empat) jam, yang sekurang-kurangnya terdiri atas:

a. petugas keamanan;

(28)

b. alat pemantau keadaan; dan c. petunjuk jalur evakuasi

BAB VI PENGEMBANGAN

Bagian Kesatu Penelitian

Pasal 50

(1) Penelitian di Museum dapat dilakukan terhadap:

a. Koleksi;

b. pengelolaan;

c. pengunjung; dan/atau d. program.

(2) Penelitian di Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (1):

a. wajib dilakukan oleh pengelola Museum.

b. dapat dilakukan oleh Setiap Orang atau Masyarakat Hukum Adat dengan izin dari kepala Museum.

(3) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi standar penelitian sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(4) Setiap Orang atau Masyarakat Hukum Adat yang melakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus menyerahkan hasil penelitiannya kepada Pengelola Museum.

Pasal 51

(1) Penelitian Koleksi dapat dilakukan dengan tujuan untuk:

c. meningkatkan potensi nilai dan informasi Koleksi untuk dikomunikasikan kepada masyarakat;

d. pengembangan ilmu pengetahuan;

e. pengembangan kebudayaan; dan/atau f. menjaga kelestarian Koleksi.

(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan keterawatan Koleksi.

(29)

Pasal 52 Penelitian pengelolaan dapat dilakukan untuk:

a. pengembangan lembaga Museum;

b. mengukur dan meningkatkan kinerja Pengelola Museum; dan/atau c. pengembangan kebijakan pengelolaan Museum.

Pasal 53

(1) Penelitian pengunjung dilakukan untuk mengetahui:

a. indeks kepuasan pengunjung terhadap pelayanan dan penyajian Museum;

b. harapan pengunjung terhadap layanan dan penyajian; dan/atau

c. tingkat kepahaman pengunjung terhadap informasi yang disampaikan.

(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan meningkatkan pengelolaan dan pelayanan Museum.

Pasal 54

Penelitian program dilakukan untuk mengetahui:

a. tingkat keberhasilan program;

b. indeks kepuasan masyarakat terhadap program Museum; dan/atau c. harapan masyarakat terhadap program Museum.

Bagian Kedua Kerja Sama

Pasal 55

(1) Pengembangan Museum dapat dilakukan dengan cara kerjasama dalam bidang pendidikan, sosial, ilmu pengetahuan dan teknologi, kebudayaan, serta pariwisata.

(2) Kerjasama dilakukan berdasarkan prinsip:

a. kesepakatan;

b. kesetaraan dan saling menguntungkan;

c. tidak merusak Koleksi;

d. tidak mengomersialkan Koleksi; dan

(30)

e. tidak digunakan untuk kepentingan politik tertentu.

(3) Kerjasama dalam pengembangan Museum dilakukan oleh:

a. Pemerintah;

b. Pemerintah Daerah;

c. Setiap Orang; atau

d. Masyarakat Hukum Adat.

(4) Kerjasama dilakukan dalam bentuk:

a. pameran;

b. penelitian;

c. program publik;

d. pelatihan sumber daya manusia;

e. publikasi;

f. perbanyakan atau replika Koleksi; dan/atau g. promosi dan informasi.

Pasal 56

(1) Kerjasama dapat dilakukan dengan negara lain secara:

a. bilateral; dan/atau b. multilateral.

(2) Kerjasama dengan negara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berdasarkan perjanjian antarnegara di bidang kebudayaan.

(3) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan hukum Internasional.

BAB VII PEMANFAATAN

Pasal 57

(1) Museum yang dimiliki oleh Pemerintah, dan/ atau Pemerintah Daerah wajib menyediakan layanan pendidikan bagi peserta didik dengan cara:

a. mendatangkan peserta didik beserta pendidik ke Museum tanpa dipungut biaya;

b. menyelenggarakan Museum keliling; dan

(31)

c. memberikan penyuluhan Museum dan Koleksi;

(2) Pengelola Museum, Setiap Orang, dan/atau Masyarakat Hukum Adat dapat memanfaatkan Museum untuk layanan pendidikan, kepentingan sosial, ilmu pengetahuan dan teknologi, kebudayaan, dan/atau pariwisata.

(3) Pemanfaatan Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan terhadap Koleksi, gedung, dan/atau lingkungan.

(4) Pemanfaatan Museum oleh Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk tujuan pendidikan, pengembangan bakat dan minat, pengembangan kreativitas dan inovasi, serta kesenangan berdasarkan izin kepala Museum.

(5) Pengelola Museum, Setiap Orang, dan/atau Masyarakat Hukum Adat yang memanfaatkan Koleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilarang untuk memfungsikan kembali Koleksi sebagaimana fungsi aslinya.

(6) Pemanfaatan Koleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) tetap mengutamakan Pelestarian.

Pasal 58

(1) Izin Pemanfaatan Museum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (4) berisi:

a. tujuan pemanfaatan;

b. waktu pemanfaatan;

c. lokasi pemanfaatan;

d. cara pemanfaatan;

e. bentuk pemanfaatan; dan

f. jumlah orang yang melakukan pemanfaatan.

(2) Cara pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d berdasarkan ketentuan yang berlaku di Museum yang bersangkutan.

(3) Pemanfaatan Koleksi yang kondisinya rapuh, langka, atau bernilai ekonomi tinggi dapat dimanfaatkan dengan terlebih dahulu membuat perbanyakan atau replika.

(4) Pemanfaatan dengan cara perbanyakan atau replika terhadap Koleksi berupa Cagar Budaya dengan izin pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(5) Pemanfaatan dengan cara perbanyakan atau replika terhadap Koleksi Bukan Cagar Budaya oleh Setiap Orang dan/atau masyarakat hukum adat dilakukan dengan izin kepala Museum.

(32)

(6) Setiap pemanfaatan didahului dengan kajian agar tidak mengakibatkan kerusakan pada Koleksi, gedung, dan/atau lingkungan Museum.

BAB VIII

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 59

(1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah melakukan Pembinaan terhadap pengelolaan Museum sesuai dengan kewenangannya.

(2) Pengawasan terhadap pengelolaan Museum dilakukan oleh:

a. Menteri, terhadap Museum milik Pemerintah;

b. Gubernur, terhadap Museum milik Pemerintah Daerah; dan/atau c. Bupati/Wali kota, terhadap Museum milik Setiap Orang atau

Masyarakat Hukum Adat.

(3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan terhadap:

a. kelembagaan Museum;

b. pengelolaan Koleksi;

c. peningkatan sumber daya manusia;

d. Pengembangan Museum; dan e. Pemanfaatan Museum.

(4) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan berdasarkan hasil evaluasi Museum.

(5) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) apabila Museum tidak memenuhi standarisasi atau penurunan standarisasi, Menteri, Gubernur, atau Bupati/Wali kota sesuai dengan kewenangannya dapat mengambil tindakan berupa teguran tertulis.

(6) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberikan kepada kepala Museum dalam 3 (tiga) tahap:

a. teguran pertama dilakukan dalam 7 (tujuh) hari kalender setelah penilaian.

b. teguran kedua dilakukan paling lambat 60 (enam puluh) hari kalender sejak teguran pertama; dan/atau

(33)

c. teguran ketiga dilakukan paling lambat 60 (enam puluh) hari kalender sejak teguran kedua.

(7) Apabila teguran tahap ketiga tidak diindahkan, Menteri, Gubernur, atau Bupati/Wali kota sesuai dengan kewenangannya dapat mengambil alih pelaksanaan Pengelolaan Museum.

(8) Pedoman pengambilalihan Pengelolaan Museum diatur oleh instansi Pemerintah yang bertanggungjawab di bidang permuseuman.

BAB IX PENDANAAN

Pasal 60

(1) Pemilik Museum wajib menyediakan dana Pengelolaan Museum.

(2) Dana pengelolaan Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk:

a. Museum milik Pemerintah bersumber dari APBN;

b. Museum milik Pemerintah Daerah bersumber dari APBD;

c. Museum milik Setiap Orang dan Masyarakat Hukum Adat berasal dari hasil pemanfaatan Museum.

(3) Pemilik Museum dapat memperoleh dana selain dari sumber sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yang berasal dari:

a. bantuan atau subsidi;

b. hibah; dan/atau

c. sumber lain yang sah dan tidak mengikat.

Pasal 61

Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyediakan dana untuk Penyelamatan Koleksi dalam keadaan darurat.

Pasal 62 Dana Museum digunakan untuk:

a. pengadaan lahan, gedung, serta sarana dan prasarana;

b. Pelestarian Koleksi berupa Pelindungan, Pengembangan, dan Pemanfaatan;

c. survei dan pengadaan Koleksi;

d. Penelitian;

(34)

e. kegiatan dokumentasi;

f. kegiatan publikasi dan promosi;

g. kegiatan pelatihan sumber daya manusia;

h. seminar, diskusi, dan lokakarya Pengembangan Museum;

i. studi banding dan koordinasi; dan/atau

j. pengeluaran lain yang digunakan untuk Pengelolaan Museum.

BAB X

PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 63

(1) Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat dapat berperanserta membantu Pengelolaan Museum sebagai wujud peran serta masyarakat terhadap Pelindungan, Pengembangan, dan/atau Pemanfaatan Museum.

(2) Peranserta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan visi dan misi Museum.

(3) Peran serta masyarakat dalam membantu Pengelolaan Museum berdasarkan asas transparansi dan akuntabilitas.

Pasal 64

(1) Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat dapat berperan serta dalam Pengelolaan Museum setelah memperoleh izin kepala Museum.

(2) Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat yang berperan serta terhadap pengelolaan Koleksi harus memperhatikan aspek Pelindungan.

Pasal 65

(1) Peranserta yang dilakukan oleh Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 dapat berupa:

a. ide;

b. sarana dan/atau prasarana Museum;

c. penyerahan koleksi;

d. penitipan koleksi;

e. tenaga; dan/atau f. pendanaan Museum.

(35)

(2) Penyerahan koleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c yang menjadi Koleksi berupa Cagar Budaya berdasarkan izin pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(3) Penyerahan koleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi dengan bukti penyerahan dari Museum.

(4) Penitipan koleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d yang berupa Cagar Budaya berdasarkan izin pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(5) Penitipan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan berdasarkan perjanjian yang sekurang-kurangnya berisi:

a. identitas para pihak;

b. deskripsi koleksi;

c. hak dan kewajiban para pihak;

d. jangka waktu penitipan;

e. bukti penitipan dari Museum; dan

f. bukti kepemilikan dan/atau penguasaan.

(6) Penitipan Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya maupun Bukan Cagar Budaya yang masih dalam proses hukum dapat dilakukan oleh aparat penegak hukum kepada Museum.

Pasal 66

(1) Peranserta Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat dilakukan secara sukarela dan tidak berdasarkan kepentingan pribadi, kelompok, dan/atau kepentingan politik tertentu.

(2) Peranserta Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat dalam pendanaan dapat dilakukan seketika atau secara berkala.

(3) Dana yang berasal dari peranserta Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diaudit oleh auditor independen.

BAB XI

INSENTIF DAN KOMPENSASI

Pasal 67

(1) Setiap Orang, atau masyarakat hukum adat yang memiliki Museum dapat menerima insentif dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

(2) Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

(36)

a. pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan;

b. fasilitas Pajak Penghasilan;

c. advokasi;

d. tenaga teknis;

e. tenaga ahli;

f. sarana dan prasarana; dan/atau g. tanda penghargaan.

(3) Insentif berupa pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan terhadap bangunan dan tanah tempat Museum didirikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diberikan paling banyak 100% (seratus persen) dari jumlah pajak yang terutang.

(4) Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diberikan dengan memperlakukan biaya perawatan Museum sebagai pengurangan terhadap penghasilan bruto.

(5) Pemberian pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan dan/ atau pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diberikan kepada Setiap Orang atau masyarakat hukum adat yang memiliki Museum yang digunakan tidak untuk mendapatkan keuntungan.

(6) Permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan diajukan kepada Bupati/Wali kota sesuai kewenangannya.

(7) Permohonan fasilitas Pajak Penghasilan diajukan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang perpajakan nasional.

(8) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7) harus disertai rekomendasi dari instansi Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab di bidang permuseuman.

(9) Ketentuan mengenai insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan.

Pasal 68

(1) Advokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2) huruf c berupa pendampingan dalam penyelesaian permasalahan yang ada di Museum.

(2) advokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan oleh pemilik Museum kepada Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab di bidang permuseuman sesuai kewenangannya.

(37)

Pasal 69

(1) Pengajuan insentif selain berupa pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan atau fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2) harus memenuhi syarat:

a. dalam keadaan darurat;

b. belum mempunyai tenaga teknis;

c. belum mempunyai tenaga ahli; dan/atau d. belum mempunyai sarana dan prasarana.

(2) Insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) dapat diberikan apabila Museum telah melaksanakan fungsi Museum sebagai lembaga.

Pasal 70

(1) Setiap Orang atau masyarakat hukum adat pemilik Museum yang menyimpan Koleksi Cagar Budaya dapat memperoleh kompensasi dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

(2) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa uang atau bukan uang.

(3) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan syarat:

a. telah melakukan pelestarian Koleksi Cagar Budaya;

b. mendapatkan rekomendasi dari instansi Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab di bidang permuseuman.

c. telah memperoleh standarisasi dalam pengelolaan Museum

d. pemilik mengajukan permohonan kepada Menteri, gubernur, dan/

atau Bupati/ Walikota.

(4) Besarnya kompensasi berupa uang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan pertimbangan dari Tim Ahli Cagar Budaya.

(5) Kompensasi berupa bukan uang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa tanda penghargaan.

Pasal 71

Setiap Orang atau Masyarakat Hukum Adat yang memberikan sumbangan untuk perawatan Museum dapat diberikan kompensasi.

Pasal 72

(1) Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 dapat berupa fasilitas Pajak Penghasilan, dengan mengurangkan sumbangan dari penghasilan bruto dalam rangka penghitungan penghasilan kena pajak.

(38)

(2) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada penyumbang dengan syarat:

a. penyumbang sebagai Wajib Pajak mempunyai penghasilan neto fiskal berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak sebelumnya;

b. pemberian sumbangan dan/atau biaya tidak menyebabkan rugi pada Tahun Pajak sumbangan diberikan;

c. didukung oleh bukti yang sah;

d. lembaga yang menerima sumbangan dan/atau biaya memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, kecuali badan yang dikecualikan sebagai subjek pajak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan; dan

e. besarnya nilai sumbangan untuk 1 (satu) tahun dibatasi tidak melebihi 5% (lima persen) dari penghasilan neto fiskal Tahun Pajak sebelumnya.

(3) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan apabila Museum yang diberi sumbangan telah:

a. memenuhi standar permuseuman;

b. telah melaksanakan fungsi Museum; dan c. telah mendapatkan akreditasi.

(4) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diberikan apabila antara pemilik Museum dan pemberi sumbangan adalah pihak yang sama dan/atau ada hubungan istimewa.

(5) Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang perpajakan nasional.

(6) Pengajuan kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disertai rekomendasi dari instansi Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab di bidang permuseuman.

(7) Ketentuan mengenai kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan.

Pasal 73

(1) Setiap Orang atau masyarakat hukum adat yang memberikan sumbangan kepada Museum dapat memperoleh kompensasi berupa bukan uang.

(2) Kompensasi yang bukan uang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa tanda penghargaan.

(39)

(3) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh pemilik Museum atau instansi Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab di bidang permuseuman.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Kompensasi diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 74

Dalam rangka pemberian insentif dan kompensasi:

a. Pemerintah menyediakan dana melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

b. Pemerintah Daerah menyediakan dana melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

BAB XII

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 75

Pada saat peraturan pemerintah ini berlaku Museum yang telah ada tetap diakui sebagai Museum dengan ketentuan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) tahun sejak mulai berlakunya peraturan pemerintah ini wajib menyesuaikan dengan peraturan pemerintah ini.

Pasal 76

Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini semua ketentuan yang mengatur permuseuman masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

BAB XIII

KETENTUAN PENUTUP Pasal 77

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta pada tanggal…

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

(40)

Diundangkan di Jakarta pada tanggal…

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd

AMIR SYAMSUDDIN

LEMBARA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ... NOMOR ...

(41)

RANCANGAN PENJELASAN

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR ... TAHUN ...

TENTANG MUSEUM

I. UMUM

Secara konstitusional, Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya sehingga kebudayaan Indonesia perlu dihayati oleh seluruh warga negara. Berdasarkan landasan konstitusi seperti itu, kebudayaan Indonesia yang mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa harus dilestarikan guna memperkukuh jati diri bangsa, mempertinggi harkat dan martabat bangsa, serta memperkuat ikatan rasa kesatuan dan persatuan bagi terwujudnya cita-cita bangsa pada masa depan.

Sebagai kekayaan bangsa, kebudayaan Indonesia yang memiliki nilai-nilai luhur harus dilestarikan guna memperkuat pengamalan Pancasila, meningkatkan kualitas hidup, memperkuat dan memperkukuh persatuan bangsa, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagai arah kehidupan bangsa. Berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah mempunyai kewajiban melaksanakan kebijakan untuk memajukan kebudayaan secara utuh untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sehubungan dengan itu, seluruh hasil karya bangsa Indonesia, baik pada masa lalu, masa kini, maupun yang akan datang, perlu dimanfaatkan sebagai modal pembangunan. Sebagai karya warisan budaya masa lalu, ada yang berupa Cagar Budaya dan Bukan Cagar Budaya menjadi penting perannya untuk dipertahankan keberadaannya karena mengandung nilai-nilai penting bagi umat manusia, seperti sejarah, estetika, ilmu pengetahuan, etnologi, dan keunikan yang terwujud dalam bentuk Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya bergerak dan bukan Cagar Budaya. Oleh karena itu, upaya pelestariannya mencakup tujuan untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya.

Berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, upaya Pelestarian Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur cagar Budaya bergerak dan Bukan Cagar Budaya dilakukan oleh Museum sebagai lembaga permanen yang tidak mencari keuntungan guna melayani masyarakat dengan tujuan pengkajian, pendidikan, dan kesenangan. Tidak setiap lembaga mempunyai koleksi sebagai Museum. Museum mempunyai persyaratan pada saat didirikan dan keberadaannya dengan sumber daya manusia yang mempunyai kualifikasi tertentu untuk pengelolaan Museum. Setiap Orang dan/atau masyarakat

(42)

hukum adat dapat berperan serta melakukan Pelestarian melalui Pelindungan, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Setiap Orang dan/atau masyarakat hukum adat yang berperan dalam Pelestarian Koleksi memperoleh penghargaan berupa insentif atau kompensasi.

II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2 Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan “Museum umum” adalah Museum yang koleksinya berkaitan dengan alam dan manusia.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 3 Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “kesenangan” meliputi rasa puas, lega, bahagia, suka, dan gembira.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 4

Cukup jelas.

Pasal 5

Cukup jelas.

Pasal 6

Cukup jelas.

(43)

Pasal 7 Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang termasuk dalam pengelolaan antara lain bangunan, sumberdaya manusia, koleksi, program publik, dan pendanaan.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 8

Cukup jelas.

Pasal 9

Cukup jelas.

Pasal 10

Cukup jelas.

Pasal 11

Cukup jelas.

Pasal 12 Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Yang termasuk “terkena bencana” apabila Museum mengalami kerusakan sehingga tidak dapat menjalankan fungsinya.

Huruf d

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 13

Cukup jelas.

Pasal 14 Ayat (1)

(44)

Pengalihan kepemilikan dapat dilakukan dengan jual beli, hibah, ganti rugi, tukar menukar, dan cara lain yang sah.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 15 Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “peristiwa hukum” misalnya adalah kematian yang menyebabkan pemilik Museum kehilangan statusnya sebagai subjek hukum dan kepemilikannya beralih kepada ahli waris.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

yang dimaksud dengan tidak mampu melakukan pengelolaan dapat disebabkan karena tidak memiliki dana dan sumber daya manusia dalam Pelestarian Koleksi

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Ayat (8)

Cukup jelas.

Pasal 16

Cukup jelas.

Pasal 17 Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2) Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

(45)

Cukup jelas.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “sertifikat tingkat dasar, menengah dan lanjut” adalah bukti keikutsertaan pelatihan permuseuman yang dikeluarkan oleh instansi Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang permuseuman.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4) Huruf a

Sebagai contoh, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memiliki Museum Geologi maka kepala Museum diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Pasal 18

Cukup jelas.

Pasal 19

Cukup jelas.

Pasal 20

Cukup jelas.

Pasal 21

Cukup jelas.

Pasal 22 Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2) Huruf a

Pendidikan Diploma 3 misalnya desain interior atau komunikasi visual.

(46)

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 23

Cukup jelas Pasal 24

Cukup jelas Pasal 25

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Persyaratan tenaga administrasi Museum yang dimiliki oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku, sedangkan Museum yang dimiliki oleh Setiap Orang dan/atau masyarakat hukum adat didasarkan pada kebijakan masing-masing.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 26

Cukup jelas.

Pasal 27 Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2) Huruf a

Yang dimaksud dengan “benda utuh” meliputi benda, bangunan, dan/atau struktur yang dalam keadaan sempurna sebagaimana adanya atau sebagaimana semula (tidak berubah, tidak rusak, dan tidak berkurang).

Huruf b

Referensi

Dokumen terkait

Pantai ini juga kaya akan jenis ikan laut sehingga banyak nelayan yang menangkap ikan, tidak heran jika di pantai ini terdapat tempat pelelangan ikan yang

takwa yang dulu pasti berwarna hijau tapi kini warnanya pudar menjadi putih. Bekas-bekas warna hijau masih kelihatan di baju itu. Kaus dalamnya berlubang di beberapa bagian

• Semua pihak hendaklah bercakap mengikut giliran. • Apabila suatu pihak bercakap, pihak lain hendaklah mendengar dan memberi perhatian. • Apabila bercakap hendaklah dalam

Mahkamah Agung merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945 Pasal 24 ayat (2) dan Pasal 24A ayat (1) dan Undang-Undang

2 Ibid.. cemerlang melewati berbagai episode zaman dengan kemajemukan masalah yang dihadapinya. Pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan tertua yang melekat dalam

tinggi suhu drn sanakin lama pageringan digunakai semalin c€p6t pula tetjadi laju p€rpindahan panas Dergan m€nggmakan suhu yang berbeda dengar waku vang b€fteda

Namun demikian e2gLite juga memiliki kekurangan, antara lain waktu startup yang lama, sehingga lebih cocok untuk sistem pakar berskala kecil dengan basis pengetahuan

Dengan demikian pembuatan sistem informasi tidak cukup hanya memerhatikan pada kebutuhan sebuah instansi, namun juga harus memerhatikan model tampilan antarmuka yang