TESIS
Oleh
DINDA AYU PERMATASARI 137011135/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2016
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
DINDA AYU PERMATASARI 137011135/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2016
PUTUSAN NO. 18/PDT.G/2010/PN.TTD) Nama Mahasiswa : DINDA AYU PERMATASARI
Nomor Pokok : 137011135 Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)
Pembimbing Pembimbing
(Dr.T.Keizerina Devi A,SH,CN,MHum) (Notaris Syafnil Gani, SH, MHum)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
Tanggal lulus : 12 Februari 2016
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum
2. Notaris Syafnil Gani, SH, MHum 3. Dr. Rosnidar Sembiring, SH, MHum 4. Dr. Dedi Harianto, SH, MHum
Nim : 137011135
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : KAJIAN HUKUM TENTANG PEMBATALAN HASIL LELANG EKSEKUSI OBJEK JAMINAN HAK TANGGUNGAN OLEH PENGADILAN KARENA TIDAK BERWENANGNYA DEBITUR PEMBERI HAK
TANGGUNGAN (STUDI PUTUSAN NO.
18/PDT.G/2010/PN.TTD)
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.
Medan,
Yang membuat Pernyataan
Nama : DINDA AYU PERMATASARI Nim : 137011135
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Prosedur pengikatan jaminan hak tanggungan dalam suatu perjanjian kredit perbankan harus sesuai dengan ketentuan yang termuat di dalam UUHT No. 4 Tahun 1996 yang dibuat dalam bentuk akta autentik PPAT. Adapun permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah praktek pelaksanaan lelang objek Hak Tanggungan dalam perjanjian kredit perbankan, dasar hukum pertimbangan hakim dalam pembatalan hasil lelang karena tidak berwenangnya debitur pemberi Hak Tanggungan dalam putusan No. 18/PDT.G/2010/PN.TTD, akibat hukum terhadap pembatalan hasil lelang eksekusi objek jaminan Hak Tanggungan oleh pengadilan karena tidak berwenangnya debitur pemberi Hak Tanggungan dalam Putusan No. 18/Pdt.G/2010/PN.TTD.
Jenis penelitian tesis ini menggunakan penelitian yuridis normatif, yang bersifat deskriptif analitis, dimana pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji ketentuan perundang-undangan yang berlaku di bidang perjanjian kredit yang termuat dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1972 dan yang telah diperbaharui dengan Undang-Undang No.
10 Tahun 1998 tentang Perbankan, KUH Perdata khususnya Buku III tentang Hukum Perjanjian dan UUHT No. 4 Tahun 1996 serta keputusan pengadilan No.
18/PDT.G/2010/PN.TTD.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa pelaksanaan objek Hak Tanggungan dilaksanakan apabila debitur wanprestasi dalam melaksanakan pembayaran hutang- hutangnya, dimana kreditur berhak melakukan penjualan objek jaminan hak tanggungan melalui badan lelang untuk mengambil pelunasan hutang-hutangnya dan mengembalikan sisa penjualan tersebut bila ada kepada debitur. Dasar hukum pertimbangan hakim dalam pembatalan hasil lelang karena tidak berwenangnya debitur pemberi Hak Tanggungan dalam putusan No. 18/PDT.G/2010/PN.TTD adalah bahwa debitur pemberi hak tanggungan bukan merupakan pemilik yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan objek jaminan hak tanggungan tersebut, sehingga pelaksanaan pengikatan jaminan Hak Tanggungan mengandung cacat hukum dan dapat dibatalkan oleh pengadilan. Akibat hukum terhadap pembatalan hasil lelang eksekusi objek jaminan Hak Tanggungan oleh pengadilan karena tidak berwenangnya debitur pemberi Hak Tanggungan dalam Putusan No.
18/Pdt.G/2010/PN.TTD adalah bahwa bank selaku kreditur pemegang sertipikat Hak Tanggungan tidak lagi memiliki kewenangan /hak-hak istimewa sebagaimana termuat dalam UUHT No. 4 Tahun 1996 atas objek jaminan Hak Tanggungan tersebut. Disamping itu perjanjian kredit yang dilaksanakan oleh kreditur dan debitur tidak lagi memiliki jaminan Hak Tanggungan meskipun telah dilakukan pengikatan jaminan Hak Tanggungan.
Kata Kunci : Pembatalan, Lelang Objek Jaminan Hak Tanggungan, Pengadilan, Tidak Berwenangnya Debitur Pemberi Hak Tanggungan
collateral in a banking credit contract has to be in accordance with the regulation stipulated in UUHT (Law on Hypothecation) No. 4/1996 which is made in an authentic deed by PPA T (official empowered to draw up land deeds). The problems of the research were as follows: how about the implementation of the auction of collateral in banking credit contract, how about the legal ground for judge's consideration in revoking the foreclosure sale since the debtor did not have ay authority to give collateral under the verdict No. 18/Pdt.G/2Q]Q/PN.TTD, how about legal consequence of the revocation of foreclosure sale in under the verdict No.
18/Pdt.G/2010/PN.TTD.
The result of the research shows that the hypothecation is implemented when a debtor is default in paying off his debt so that creditor has the fight to sell the collateral in auction hall in order to get his right and give the remaining to the debtor.The legal ground of judge's consideration in revoking the foreclosure sale because the debtor has no right to give the collateral under the verdict No.
]8/Pdt.G/2010/PN.TTD which states that as debtor who give the collateral is not the valid owner according to the prevailing legal provisions on collateral so that the implementation of the collateral contract is legally defective and can be rervoked by the Court The legal consequence of the revocation of the foreclosure sale of the collateral by the Court under the verdict No. 18/Pdt.G/20W/PN.TTD is that the Bank as the creditor who holds Hypothecation certificate does not have any authority/privilege as stipulated in UUHT No. 4/1996 on the Collateral. Besides that, credit contract between creditor and debtor doe not have any collateral anymore although hypothecation contract has been signed
Keywords: Revocation, Auction of Collateral, Court, No Authority of Debtor in Giving Collateral
Syukur Alhamdulillah penulis sampaikan kehadirat ALLAH SWT karena hanya dengan berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul “KAJIAN HUKUM TENTANG PEMBATALAN HASIL LELANG EKSEKUSI OBJEK JAMINAN HAK TANGGUNGAN OLEH PENGADILAN KARENA TIDAK BERWENANGNYA DEBITUR PEMBERI HAK TANGGUNGAN (STUDI PUTUSAN No. 18/Pdt.G/2010/PN. TTD)”. Penulisan tesis ini merupakan suatu persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat Bapak Prof. Dr.
Muhammad Yamin, SH, MS, CN, Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum dan Bapak Notaris Syafnil Gani, SH, M.Hum, selaku Komisi Pembimbing yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil sampai pada tahap ujian tesis sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah.
Selanjutnya di dalam penelitian tesis ini penulis banyak memperoleh bantuan baik berupa pengajaran, bimbingan, arahan dan bahan informasi dari semua pihak.
Utara sekaligus Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, atas segala dedikasi dan pengarahan serta masukan yang diberikan kepada penulis selama menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Sumatera Utara, yang telah membimbing dan membina penulis dalam penyelesaian studi selama menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu Dosen serta segenap civitas akademis Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Abangku tercinta, Mazz Reza Pranata, SE, Papa Amarjit Singh dan Mama Sri Rahmawati dan adik-adiku Riki Punjabi atas segala rasa sayang dan cinta yang
Harahap atas segala rasa sayang dan cinta yang tidak terbatas sehingga menjadi dukungan untuk penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
7. Kepada suamiku tercinta Abdul Hakim Siregar, SSi, M.Pd yang selalu memberikan dukungan dan kesabaran tanpa batas serta menjadi semangat bagi penulis untuk segera menyelesaikan studi secepat mungkin. Terima kasih atas doa dan pengorbanannya.
8. Terima kasih sahabatku Winda Lusiana Pasaribu, Dessy Monica Evalina, Ruri Dwi Febiasti, terima kasih atas doa, dukungan dan semangat kepada penulis.
Penulis berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT, agar selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan, dan rezeki yang berlimpah kepada kita semua. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun tidak ada salahnya jika penulis berharap kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak.
Medan, Februari 2016 Penulis
Dinda Ayu Permatasari
Nama : DINDA AYU PERMATASARI Tempat / Tgl. Lahir : Lubuk Pakam / 4 Februari 1988
Alamat : Jl. Bidan No. 48 Desa Bakaran Batu Lubuk Pakam
Status : Menikah
Agama : Islam
No. HP : 0812 6511 1166
II. PENDIDIKAN FORMAL
1. SD Methodist Lubuk Pakam Tahun Tamat 2000
2. SLTP Methodist Lubuk Pakam Tahun Tamat 2003
3. SMU Negeri 1 Lubuk Pakam Tahun Tamat 2006
4. S1 Universitas Sumatera Utara Tahun Tamat 2010 5. S2 Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Tahun Tamat 2016
Hukum Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang... 1
B. Perumusan Masalah ... 14
C. Tujuan Penelitian ... 14
D. Manfaat Penelitian ... 15
E. Keaslian Penelitian ... 16
F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 18
1. Kerangka Teori ... 18
2. Konsepsi ... 30
G. Metode Penelitian ... 33
1. Sifat dan Jenis Penelitian ... 33
2. Sumber Data... 34
3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 34
4. Analisis Data ... 35
BAB II PRAKTEK PELAKSANAAN LELANG OBJEK HAK TANGGUNGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN... 37
A. Pengertian, Asas-Asas dan Prosedur Hukum Pembebanan Jaminan Hak Tanggungan Berdasarkan UUHT No. 4 Tahun 1996... 37
B. Tinjauan Umum Tentang Lelang Dan Pengaturan Hukum Lelang di Indonesia ... 58
BERWENANGNYA DEBITUR PEMBERI HAK
TANGGUNGAN DALAM PUTUSAN NO.
18/PDT.G/2010/PN.TTD ... 76
A. Tinjauan Umum tentang Hak Tanggungan sebagai Jaminan Kebendaan dalam Perjanjian Kredit pada Bank... 76
B. Kasus Posisi Dalam Putusan Pengadilan Negeri Tebing Tinggi No. 18/Pdt.G/2010/PN.TTD Dalam Perkara Perdata Pembatalan Hasil Lelang Eksekusi Objek Jaminan Hak Tanggungan Karena Tidak Berwenangnya Debitur Pemberi Hak Tanggungan ... 95
C. Dasar Hukum Pertimbangan Hakim Dalam Pembatalan Hasil Lelang Karena Tidak Berwenangnya Debitur Pemberi Hak Tanggungan Dalam Putusan No. 18/PDT.G/2010/PN.TTD ... 115
BAB IV AKIBAT HUKUM TERHADAP PEMBATALAN HASIL LELANG EKSEKUSI OBJEK JAMINAN HAK TANGGUNGAN OLEH PENGADILAN KARENA TIDAK BERWENANGNYA DEBITUR PEMBERI HAK TANGGUNGAN DALAM PUTUSAN NO. 18/PDT.G/2010/PN.TTD... 125
A. Analisis Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tebing Tinggi Deli Dalam Perkara Perdata Pembatalan Hasil Lelang Karena Tidak Berwenanya Debitur Pemberi Hak Tanggungan Dalam Putusan No. 18/PDT.G/2010/PN.TTD ... 125
B. Akibat Hukum Terhadap Pembatalan Hasil Lelang Eksekusi Objek Jaminan Hak Tanggungan Oleh Pengadilan Karena Tidak Berwenangnya Debitur Pemberi Hak Tanggungan Dalam Putusan No. 18/PDT.G/2010/PN.TTD ... 132
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 140
A. Kesimpulan ... 140
B. Saran... 142
DAFTAR PUSTAKA ... 144
A. Latar Belakang
Salah satu persyaratan yang dibutuhkan dalam upaya melakukan pengembangan dunia usaha dewasa ini adalah kebutuhan akan modal yang cukup besar guna melakukan ekspansi usaha yang lebih luas dalam upaya untuk memperkokoh pembangunan bisnis yang dimiliki oleh masyarakat baik secara perorangan maupun sebagai badan hukum. Salah satu penyedia dana dalam bentuk kredit baik jangka pendek, menengah maupun jangka panjang adalah lembaga keuangan bank.1
Bank selaku penyedia dana bagi kebutuhan dunia usaha dengan cara penyaluran kredit dalam prosedur dan tata cara pelaksanaan penyaluran kreditnya menetapkan ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi oleh nasabah selaku debitur peminjam kredit bank. Ketentuan-ketentuan tersebut di antaranya adalah kelayakan dari segi kelengkapan administrasi maupun kelayakan dari segi pensurveian lapangan yang harus dijalani oleh para debitur. Persyaratan kelengkapan administrasi maupun pelaksanaan pensurveian lapangan terhadap calon debitur yang akan melaksanakan perjanjian kredit terhadap bank bertujuan untuk melakukan penseleksian yang ketat agar pelaksanaan penyaluran kredit dapat berjalan lancar dan menekan seminimal mungkin resiko kredit macet yang harus ditanggung oleh bank. Selain dari pada
1 Sudaryanto Achmad, Kredit Perbankan Dalam Teori Dan Praktek, Pustaka Ilmu, Jakarta, 2011, hal. 16
kelengkapan administrasi perkreditan maupun pensurveian lapangan yang menggunakan metode 4P dan 5C yaitu Personality (kepribadian calon debitur), Purpose (tujuan penggunaan kredit), Prospect (masa depan pembayaran), Payment (pembayaran) Character (kepribadian), Capacity (kemampuan), Capital (harta benda debitur), Collateral (jaminan yang diberikan debitur), Condition of Economy (kondisi ekonomi debitur). Maka calon debitur harus pula menyerahkan jaminan berupa harta benda baik bergerak maupun tidak bergerak yang akan dijadikan jaminan tambahan dalam pelaksanaan perjanjian kredit tersebut.2
Di dalam Pasal 8 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menyebutkan bahwa untuk memperoleh keyakinan sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian analisis terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari debitur.3Dengan adanya jaminan, maka apabila debitur (penerima kredit) ingkar janji atau wanprestasi maka debitur akan mendapat penggantian atas piutangnya yang macet dari pelaksanaan eksekusi dan pelelangan objek jaminan Hak Tanggungan tersebut. 4 Jaminan kredit yang disetujui dan diterima bank selanjutnya akan mempunyai beberapa fungsi yang salah satunya adalah untuk mengamankan pelunasan kredit bila pihak debitur cidera janji atau wanprestasi. Setiap debitur yang menjaminkan tanah dan / atau bangunannya kepada kreditur (baik bank maupun bukan bank) dalam suatu perjanjian hutang piutang diwajibkan untuk
2 Gufron Rahmandi, Prosedurdan Tata cara Pensurveian pada Kredit Perbankan, Graha Ilmu, Jakarta, 2006, hal. 69
3Adrian Sutedi, Hukum Hak Tanggungan, Sinar Grafika, 2012, Jakarta, hal. 21
4M. Khoidin, Hukum Jaminan Hak-Hak Jaminan, Hak Tanggungan dan Eksekusi Objek Hak Tanggungan, Laksbang Justitia, Surabaya, 2012, hal. 2
menandatangani akta Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) atau Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang selanjutnya APHT tersebut akan didaftarkan kepada kantor pertanahan tempat tanah yang dijadikan objek Hak Tanggungan tersebut berada.5
Di dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan pada Pasal 8 disebutkan bahwa,
“Kredit yang diberikan oleh bank mengandung resiko sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat.
Untuk mengurangi resiko tersebut, jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan, sebelu memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari debitur.
Mengingat bahwa agunan menjadi salah satu unsur jaminan pemberian kredit oleh bank, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain yaitu pelaksanaan pensurveian baik kelengkapan administrasi kredit maupun pensurveian lapangan yang dilakukan oleh surveyor bank dinyatakan telah layak untuk diberikan kredit dan bank telah memperoleh keyakinan atau kemampuan debitur untuk mengembalikan hutang, namun debitur tetap wajib untuk memberikan agunan baik berupa barang begerak maupun tidak bergerak kepada pihak bank dengan tujuan untuk mengamankan pelaksanaan penyaluran kredit tersebut dari unsur ketidakmampuan membayar dari debitur”.
Berdasarkan Surat Keputusan Direksi BI No.27/162/ KTP/DIR tanggal 31 Maret 1995 kepada bank diwajibkan untuk :
Memiliki kebijakan perkreditan secara tertulis, yang sekurang-kurangnya memuat atau mengatur prinsip kehati-hatian dalam perkreditan, organisasi dan manajemen perkreditan, kebijakan persetujuan kredit, dokumentasi dan administrasi kredit, pengawasan dan penyelesaian kredit bermasalah.
Melalui ketentuan tersebut diharapkan bank mempunyai panduan yang jelas
5J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan,Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012,hal. 11
sebagai pedoman pelaksanaan perkreditannya, sehingga risiko yang mungkin timbul sedini mungkin dapat dideteksi dan dikendalikan, sekaligus dapat menghindari kemungkinan penyalahgunaan wewenang dalam pemberian kredit.6
Kewajiban bank umum memiliki dan melaksanakan kebijakan perkreditan bank berdasarkan Pedoman Penyusunan Kebijakan Perkreditan Bank, bank umum wajib memiliki kebijakan perkreditan bank secara tertulis yang disetujui oleh Dewan Komisaris Bank dengan sekurang-kurangnya memuat dan mengatur hal-hal pokok sebagai berikut:
1. Prinsip kehati-hatian dalam perkreditan 2. Pengikatan Jaminan kredit
3. Organisasi dan manajemen perkreditan 4. Kebijakan persetujuan kredit
5. Dokumentasi dan administrasi kredit 6. Pengawasan kredit
7. Penyelesaian kredit bermasalah7
Di dalam pelaksanaan perjanjian kredit perbankan bank pada umumnya lebih menyukai bentuk jaminan yang diberikan oleh debitur dapat diikat dengan jaminan Hak Tanggungan. Tanggungan jaminan Hak Tanggungan adalah jaminan berupa tanah dan bangunan yang diberikan oleh debitur yang diikat dengan perjanjian Hak Tanggungan sebagai bentuk pengamanan bagi bank apabila debitur wanprestasi atau tidak mampu dalam memenuhi kewajibannya membayar hutang kredit pada bank.
6Wahyudi Santoso, Restrukturisasi Kredit, Sebagai Bagian Integral Restrukturisasi Perbankan, Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Volume 6, Nomor 14 1, April 2008, hal 18.
7Johan Munardi, Pokok-Pokok Perkreditan Perbankan, Mitra Ilmu, Surabaya, 2009, hal. 20
Mengenai ketentuan benda jaminan yang dapat diikat dengan Hak Tanggungan termuat di dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak (selanjutnya disingkat UUHT) menyebutkan bahwa,
“Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda- benda lain yang merupakan satu kesataun dengan tanah itu, untuk pelunasan hutang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur – kreditur lain”.
Dari ketentuan Pasal 1 angka 1 UUHT tersebut di atas dapat dikatakan bahwa tanah berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu dapat dijadikan jaminan hutang dari debitur terhadap kreditur dengan melaksanakan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) dimana debitur sebagai pemberi Hak Tanggungan dan kreditur sebagai penerima Hak Tanggungan dimana kreditur penerima Hak Tanggungan tersebut oleh hukum diberikan kedudukan yang diutamakan untuk mengambil pelunasan hutang- hutangnya daripada kreditur-kreditur lainnya.8
Dalam Pasal 4 ayat (1) UUHT yang bisa dijadikan objek jaminan Hak Tanggungan adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan juga hak pakai atas tanah negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan. Selanjutnya Pasal 4 ayat (2) UUHT menyebutkan bahwa, ”Selain hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (1), hak pakai atas tanah negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib
8Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Hak Tanggungan, Kencana, Jakarta, 2009, hal.41
didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dapat juga dibebani Hak Tanggungan”. Pasal 4 ayat (3) UUHT menyebutkan bahwa, ”Pembebanan Hak Tanggungan pada hak pakai atas tanah hak milik akan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah”. Pasal 4 ayat (4) UUHT menyebutkan bahwa,
”Hak Tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dari hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesataun dengan tanah tersebut dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan didalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang bersangkutan”.
Pasal 4 ayat (5) UUHT, menyebutkan, ”Apabila bangunan, tanaman dan hasil karya sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (4) UUHT tersebut di atas tidak dimiliki oleh pemegang hak atas tanah, pembebanan Hak Tanggungan atas benda- benda tersebut hanya dapat dilakukan dengan penandatanganan serta pada Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang bersangkutan oleh pemiliknya atau yang diberi kuasa untuk itu olehnya dengan akta autentik”.
Pasal 6 UUHT menyebutkan bahwa, ”Apabila debitur cidera janji, Pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut”. Pasal 7 UUHT No. 4 Tahun 1996 menyebutkan bahwa, ”Hak Tanggungan tetap mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek tersebut berada”. Pasal 7 tersebut di atas di dalam hukum kebendaan dikenal dengan asas droit de suite. Asas droit de suite merupakan asas kepemilikan suatu benda dimana benda tersebut tetap menjadi milik dari pemilik yang sah atas benda tersebut, di tangan siapapun benda tersebut berada.
Di dalam hukum Hak Tanggungan benda jaminan yang telah diikat dengan Hak Tanggungan kewenangannya menjadi milik kreditur pemegang Hak Tanggungan
apabila debitur pemberi Hak Tanggungan wanprestasi (ingkar janji) dalam memenuhi kewajiban pembayaran hutangnya.
Pasal 20 ayat (1) UUHT No. 4 Tahun 1996 menyebutkan bahwa, ”Apabila debitur cidera janji, maka berdasarkan :
1. Hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual objek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 atau
2. Titel eksekutorial yang terdapat dalam sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) objek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan dengann hak mendahului daripada kreditur-kreditur lainnya.
Pasal 20 ayat (2) UUHT No. 4 Tahun 1996 menyebutkan bahwa, ”Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan objek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan, jika dengan demikian itu akan dapat diperoleh harta tertinggi yang menguntungkan semua pihak”. Penjualan objek Hak Tanggungan secara di bawah tangan maksudnya adalah bahwa penjualan atas tanah yang dijadikan sebagai jaminan Hak Tanggungan oleh debitur kepada kreditur tersebut dilakukan sendiri oleh kreditur pemegang Hak Tanggungan secara langsung kepada oarng atau pihak lain yang berminat, tetapi juga dibantu oleh pemilik tanah dan bangunan dimaksud atau pemberi Hak Tanggungan itu sendiri.9 Oleh karena itu penjualan di bawah tangan dari objek Hak Tanggungan hanya dapat dilakukan bila ada kesepakatan antara pemberi Hak Tanggungan dan pemegang Hak Tanggungan.
Pihak bank selaku kreditur pemegang Hak Tanggungan tidak mungkin melakukan
9 Duma Linda Syahfitri, Memahami Masalah Hukum Jaminan Hak Tanggungan Dalam Kredit Perbankan, Chaifah, Bandung, 2011, hal. 61-62
penjualan di bawah tangan terhadap objek Hak Tanggungan atau agunan kredit apabila debitur tidak menyetujuinya. Penjualan di bawah tangan objek Hak Tanggungan tidak melalui badan lelang, tetapi pihak kreditur pemegang Hak Tanggungan menjual langsung kepada pembeli Hak Tanggungan dengan persetujuan pemberi Hak Tanggungan dimana pemberi Hak Tanggungan bertindak sebagai penjual dan pihak bank bertindak mengawasi pelaksanaan perjanjian jual beli tersebut.10
Dalam praktek perjanjian kredit perbankan dengan jaminan Hak Tanggungan pihak bank dapat pula menunjuk pihak ketiga sebagai penjual atas objek jaminan Hak Tanggungan apabila pihak debitur pemberi Hak Tanggungan tidak bersedia menyetujui atau tidak diketahui domisili di tempat kediamannya. Tindakan bank untuk menunjuk pihak ketiga sebagai perorangan yang bertindak sebagai penjual didasarkan kepada surat kuasa yang telah ditandatangani oleh debitur pemberi Hak Tanggungan pada saat penandatanganan perjanjian kredit dan juga perjanjian jaminan Hak Tanggungan. Hal ini disebabkan karena bank sebagai lembaga hukum tidak dapat bertindak sebagai penjual objek jaminan Hak Tanggungan tersebut.11
Selanjutnya Pasal 20 ayat (3) UUHT No. 4 Tahun 1996 menyebutkan bahwa,
”Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 ayat (2) UUHT No. 4 Tahun 1996 tersebut hanya dapat dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan /atau pemegang Hak Tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2
10Darwanto Hamidi, Penjualan Objek Jaminan Hak Tanggungan Dalam Praktek Perbankan, Mitra Ilmu, Surabaya, 2009, hal. 47
11Budiman Sugiono, Tata Cara Dan Prosedur Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis Praktis, Bumi Aksara, Bandung, 2009, hal. 53
(dua) surat kabar yang beredar didaerah yang bersangkutan dan /atau media massa setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan”.
Ketentuan Pasal 20 ayat (2) dan ayat (3) UUHT No. 4 Tahun 1996 mengenai penjualan objek Hak Tanggungan secara di bawah tangan oleh kreditur pemegang Hak Tanggungan harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang diantaranya meliputi :
1. Penjualan objek Hak Tanggungan secara di bawah tangan memiliki tujuan agar dicapai harga tertinggi yang menguntungkan kedua belah pihak
2. Harus ada kesepakatan kedua belah pihak yaitu debitur pemberi Hak Tanggungan dan kredit pemegang Hak Tanggungan.
3. Penjualan objek Hak Tanggungan secara dibawah tangan hanya dapat dilakukan apabila telah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan /atau pemegang Hak Tanggungan kepada pihak- pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar didaerah yang bersangkutan dan /atau media massa setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan.
Dari ketentuan Pasal 20 ayat (1) UUHT No. 4 Tahun 1996 dapat dikatakan bahwa apabila debitur cidera janji maka kreditur pemegang sertipikat Hak Tanggungan dapat melakukan eksekusi terhadap objek jaminan Hak Tanggungan dan selanjutnya dapat dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan dengan hak mendahulu (droit de preferen) dari pada kreditur-kreditur lainnya. Persyaratan untuk dapat dilakukan eksekusi terhadap objek Hak Tanggungan adalah apabila debitur wanprestasi atau cidera janji dan tidak mampu lagi melaksanakan kewajibannya dalam pembayaran hutang-hutangnya kepada kreditur pemegang sertipikat Hak Tanggungan. Oleh karena itu untuk dapat melaksanakan eksekusi terhadap objek jaminan Hak Tanggungan, maka bank selaku kreditur pemegang sertipikat Hak Tanggungan yang telah memegang sertipikat Hak Tanggungan yang memiliki kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan
pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Hal ini disebabkan karena di dalam sertipikat Hak Tanggungan telah termuat irah-irah dengan kata-kata ”Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Disamping mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, sertipikat Hak Tanggungan berlaku juga sebagai pengganti grosse akta hipotik sepanjang mengenai hak atas tanah. Sertipikat hak atas tanah yang telah dibebani dengan Hak Tanggungan dikembalikan kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan kecuali apabila diperjanjikan lain. Dalam pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan maka bank selaku kreditur dalam mengamankan pemberian kreditnya tersebut harus benar-benar meneliti dan memeriksa dengan cermat tentang dokumen-dokumen pendukung terhadap hak atas tanah yang akan dijadikan sebagai objek jaminan Hak Tanggungan.
Hal ini disebabkan karena apabila hak atas tanah yang akan dijadikan objek jaminan Hak Tanggungan oleh debitur ternyata bukan merupakan hak milik dari debitur pemberi Hak Tanggungan, atau debitur pemberi Hak Tanggungan tidak berwenang dalam melakukan pengikatan jaminan hak atas tanah sebagai objek jaminan Hak Tanggungan tersebut, maka pelaksanaan pengikatan jaminan Hak Tanggungan tersebut dapat digugat oleh pihak ketiga, atau pada saat pelaksanaan eksekusi dan penjualan melalui lelang eksekusi objek jaminan Hak Tanggungan maka dapat saja lelang tersebut digugat pihak ketiga ke pengadilan, dan pengadilan dapat membatalkan lelang eksekusi objek jaminan Hak Tanggungan tersebut meskipun telah ada pemenang
Di dalam putusan Pengadilan Negeri Tebing Tinggi No. 18/Pdt.G/2010/PN TTD dalam kasus pembatalan pelaksanaan lelang eksekusi objek jaminan Hak Tanggungan yang telah dilakukan dan telah terdapat pemenang atas lelang tersebut ternyata digugat oleh Penggugat yang bernama Penggugat TM yang menggugat hasil lelang yang telah terdapat pemenang, berhubung karena objek jaminan Hak Tanggungan yang dilakukan lelang eksekusi tersebut merupakan harta gono ginidari Penggugat TM dan istrinya DS sebagai Tergugat IV, dimana DS menyerahkan hak atas tanah yang merupakan milik bersama dari TM dan DS tersebut kepada LR yang merupakan direktur sebuah apotik di Lubuk Pakam yang dalam perkara ini duduk sebagai Tergugat III tanpa sepengetahuan Penggugat TM. Selanjutnya Tergugat III LR menjaminkan hak atas tanah tersebut ke Bank BNI Cabang Tebing Tinggi dengan jaminan Hak Tanggungan untuk memperoleh kredit dari BNI Cabang Tebing Tinggi untuk keperluan pribadinya.
Pada saat Tergugat III LR tidak mampu lagi melaksanakan kewajiban pembayaran hutang-hutangnya kepada Bank BNI selaku kreditur pemegang Hak Tanggungan, maka objek jaminan Hak Tanggungan berupa tanah dengan luas + 6838 m2, terletak di jl. Serdang, Kelurahan Bakaran Batu, Kecamatan Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Tergugat III LR telah melakukan perjanjian kredit dengan pihak Bank BNI Cabang Tebing Tinggi dan telah menjaminkan sebagai jaminan tambahan agunan hutang / hipotik kepada Tergugat I BNI Cabang Tebing Tinggi untuk sejumlah hutangnya sebesar Rp 147.601.595 (seratus empat puluh tujuh juga enam ratus puluh satu lima ratus sembilan puluh lima
rupiah) sebagaimana termuat dalam perjanjian kredit No. 90.028 tanggal 31 Juli 1990 dan perjanjian penyerahan jaminan dan pemberian kuasa No. 92 tanggal 31 Juli 990 yang dibuat oleh wakil notaris sementara Pj, terhadap pinjaman sebesar Rp 147.601.595 (seratus empat puluh tujuh juga enam ratus puluh satu lima ratus sembilan puluh lima rupiah) Penggugat tidak pernah menikmati uang kredit dari Tergugat I yaitu BNI Cabang Tebing Tinggi dan ternyata uang kredit dari Tergugat I tersebut digunakan seluruhnya untuk kepentingan Tergugat III guna mendanai usaha apotik miliknya. Oleh karena yang dijadikan jaminan kredit di dalam perjanjian kredit No. 90.028 tanggal 31 Juli 1990 adalah bidang tanah yang merupakan harta bersama antara Penggugat dan Tergugat I DS, maka konsekuensinya dengan berpedoman Pasal 36 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan maka perjanjian kredit tersebut cacat hukum dan dapat digugat. Selanjutnya berhubung karena hak atas tanah yang telah dijaminkan dengan jaminan Hak Tanggungan tersebut telah dilakukan pelelangan oleh Tergugat IV DS, Tergugat V Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), dan Tergugat VI Kantor Lelang Negara Medan dan memenangkan Tergugat VII BM (Pemenang Lelang) sesuai dengan risalah lelang No. 361/1994-1995, tertanggal 21 November 1994 No. 361/1994-1995 patut dipandang cacat hukum dan patut untuk dibatalkan melalui gugatan Penggugat ke pengadilan.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa meskipun objek jaminan Hak Tanggungan telah dieksekusi oleh kreditur pemegang sertipikat Hak Tanggungan dan telah pula dilakukan lelang serta telah ditetapkan pihak pemenang lelang, namun
karena objek jaminan Hak Tanggungan yang dijaminkan kepada pihak bank tersebut sebagai objek jaminan Hak Tanggungan dalam perjanjian kredit diperoleh dengan melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau debitur pemberi Hak Tanggungan tidak memiliki kewenangan sepenuhnya terhadap objek jaminan Hak Tanggungan tersebut, maka perjanjian pengikatan jaminan Hak Tanggungan yang dilaksanakan sebagai perjanjian tambahan dalam suatu perjanjian kredit perbankan mengandung cacat hukum dan oleh karena itu dapat digugat oleh pihak ketiga yang merasa dirugikan atas perjanjian pengikatan jaminan hak tersebut.
Pengadilan memiliki kewenangan pula untuk mengabulkan gugatan pihak ketiga atas pelaksanaan lelang objek jaminan Hak Tanggungan yang diperoleh dengan melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau debitur pemberi Hak Tanggungan tidak memiliki kewenangan sepenuhnya dalam menjaminkan objek hak atas tanah dalam suatu perjanjian jaminan Hak Tanggungan.
Penelitian akan membahas lebih lanjut mengenai pengikatan objek hak atas tanah dengan jaminan Hak Tanggungan oleh pemberi Hak Tanggungan yang tidak memiliki kewenangan sepenuhnya atas objek hak atas tanah tersebut sehingga pelaksanaan pengikatan jaminan Hak Tanggungan tersebut mengandung cacat hukum dan menimbulkan gugatan oleh pihak ketiga yang merasa dirugikan, baik atas pengikatan jaminan Hak Tanggungan tersebut maupun terhadap lelang eksekusi objek jaminan Hak Tanggungan yang telah dilaksanakan oleh KPKNL. Disamping itu pembahasan juga akan dilakukan terhadap akibat hukum atas pembatalan lelang eksekusi oleh pengadilan yang telah dilaksanakan oleh KPKNL dan telah ditentukan
pemenang lelangnya dalam pelaksanaan lelang tersebut. Selanjutnya pembahasan juga dilakukan terhadap dasar pertimbangan hukum hakim dalam membatalkan hasil lelang eksekusi objek jaminan Hak Tanggungan yang telah ditetapkan pemenang lelangnya oleh KPKNL tersebut.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana praktek pelaksanaan lelang objek Hak Tanggungan dalam perjanjian kredit perbankan?
2. Bagaimana dasar hukum pertimbangan hakim dalam pembatalan hasil lelang karena tidak berwenangnya debitur pemberi Hak Tanggungan dalam putusan No. 18/PDT.G/2010/PN.TTD?
3. Bagaimana akibat hukum terhadap pembatalan hasil lelang eksekusi objek jaminan Hak Tanggungan oleh pengadilan karena tidak berwenangnya debitur pemberi Hak Tanggungan dalam Putusan No. 18/Pdt.G/2010/PN.TTD?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang tersebut diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui praktek pelaksanaan penjualan objek Hak Tanggungan secara di bawah tangan oleh bank selaku kreditur pemegang Hak Tanggungan dalam perjanjian kredit perbankan
2. Untuk mengetahui dasar hukum pertimbangan hakim dalam pembatalan hasil lelang karena tidak berwenangnya debitur pemberi Hak Tanggungan dalam putusan No. 18/PDT.G/2010/PN.TTD
3. Untuk mengetahui akibat hukum terhadap pembatalan hasil lelang eksekusi objek jaminan Hak Tanggungan oleh pengadilan karena tidak berwenangnya debitur pemberi Hak Tanggungan dalam Putusan No. 18/Pdt.G/2010/PN.TTD
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis dibidang hukum kenotariatan pada umumnya dan hukum Hak Tanggungan pada khususnya terhadapprosedur dan tata cara penjualan objek jaminan Hak Tanggungan secara di bawah tangan dan apabila pelaksanaan penjualan objek jaminan Hak Tanggungan tersebut digugat oleh pihak ketiga karena debitur pemberia Hak Tanggungan tersebut belum membayar lunas harga tanah yang dijadikan objek jaminan Hak Tanggungan dalam pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan. Hal ini mengakibatkan pelaksanaan penjualan objek jaminan Hak Tanggungan secara di bawah tangan menjadi terhambat pelaksanaanya dan disamping itu bank selaku kreditur pemegang Hak Tanggungan yang telah dengan itikad baik melaksanakan perjanjian jaminan Hak Tanggungan tersebut menjadi terabaikan hak- haknya dan dirugikan kepentingannya dalam pengambilan pelunasan piutangnya yang dijamin oleh UUHT No. 4 Tahun 1996.
1. Secara Teoritis
Penelitian ini dapat memberikan manfaat berupa sumbangsih pemikiran bagi perkembangan hukum Hak Tanggungan pada umumnya dan pelaksanaan penjualan jaminan Hak Tanggungan secara di bawah tangan oleh pihak bank selaku kreditur pemegang Hak Tanggungan dalam praktek perjanjian kredit perbankan yang digugat oleh pihak ketiga.
2. Secara Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada masyarakat praktisi, maupun bagi pihak-pihak terkait mengenaihukum Hak Tanggungan pada umumnya danpelaksanaan penjualan jaminan Hak Tanggungan secara di bawah tangan oleh pihak bank selaku kreditur pemegang Hak Tanggungan dalam praktek perjanjian kredit perbankan yang digugat oleh pihak ketiga
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara khususnya di lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Sumatera Utara menunjukkan bahwa penelitian dengan judul ini belum pernah dilakukan. Akan tetapi, ditemukan beberapa judul tesis yang berhubungan dengan topik dalam tesis ini antara lain:
1. Saraswati Jaya, NIM. 087011111/MKn, dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Bank Kreditur Pemegang Hak Tanggungan Dalam Penangguhan Eksekusi Jaminan Berkaitan dengan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004”.
Pemasalahan yang dibahas :
a. Bagaimana prosedur hukum penangguhan eksekusi jaminan Hak Tanggungan berdasarkan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan?
b. Bagaimana akibat hukum terjadinya penangguhan eksekusi jaminan Hak Tanggungan terhadap debitur yang dinyatakan pailit?
c. Bagaimana perlindungan hukum bank kreditur pemegang Hak Tanggungan dengan terjadinya penangguhan eksekusi berdasarkan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004?
2. Yenny Yustisi Yanti, NIM. 127011148/MKn, dengan judul tesis “Tinjauan Yuridis Kedudukan Benda Jaminan Hak Tanggungan Kepada Bank Yang Terkait Kasus Korupsi”
Pemasalahan yang dibahas :
a. Bagaimana status hukum objek jaminan Hak Tanggungan yang disita oleh pengadilan karena berkaitan dengan kasus tindak pidana korupsi?
b. Bagaimana perlindungan hukum terhadap kreditur pemegang Hak Tanggungan terhadap objek jaminan yang disita pengadilan terkait kasus korupsi?
3. Ferina Nismi Pulungan, NIM. 027011019/MKn, dengan judul “Pemberian Kredit Oleh Bank Swasta Dengan Jaminan Hak Tanggungan Dan Penyelesaiannya Dalam Hal Debitur Wanprestasi (Studi di Jakarta)”.
Pemasalahan yang dibahas :
a. Bagaimana prosedur pengikatan jaminan Hak Tanggungan dalam kredit perbankan di bank swasta?
b. Bagaimana prosedur hukum pelaksanaan eksekusi jaminan Hak Tanggungan bila debitur telah dinyatakan wanprestasi dalam kredit perbankan?
c. Bagaimana perlindungan hukum terhadap bank sebagai kreditur pemegang sertipikat Hak Tanggungan apabila terjadi perlawanan dari pihak debitur dalam pelaksanaan eksekusi objek jaminan Hak Tanggungan tersebut?
Dari judul penelitian tersebut tidak ada kesamaan dengan penelitian yang penulis lakukan.Dengan demikian judul ini belum ada yang membahasnya sehingga penelitian ini dijamin keasliannya dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi,12dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenaranya. Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi perbandingan/pegangan teoritis.13
12JJJ M, Wuisman, dengan penyunting M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, (Jilid I), FE UI, Jakarta,1996, hal. 203
13M Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian,Mandar Maju, Bandung,1994, hal. 80
Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori perlindungan hukum.Perlindungan hukum yang dimaksud di sini adalah suatu perlindungan bagi subjek-subjek hukum yang hak-haknya dirugikan dengan menegakkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang hukum kredit perbankan dan hukum jaminan Hak Tanggungan.14 Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila maka negara wajib memberikan perlindungan hukum terhadap seluruh warga masyarakat sesuai dengan Pancasila. Oleh karena itu perlindungan hukum berdasarkan Pancasila berarti pengakuan dan perlindungan hukum akan harkat dan martabat manusia atas dasar nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan, Persataun, Permusyawaratan serta Keadilan Sosial. Nilai-nilai tersebut melahirkan pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia dalam wadah kesataun yang menjunjung tinggi semangat kekeluargaan dalam mencapai kesejahteraan bersama.15
Dalam suatu perjanjian kredit perbankan yang melibatkan debitur dan bank selaku kreditur yang merupakan warga negara dan juga badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum negara Republik Indonesia maka perlindungan hukum wajib diberikan bagi bank selaku badan hukum yang berkedudukan di Indonesia juga nasabah peminjam selaku warga Negara Indonesia, termasuk pihak lain yang merasa dirugikan atas pelaksanaan pengikatan jaminan Hak Tanggungan tersebut.
Perlindungan hukum yang diberikan oleh perangkat hukum tersebut adalah bersifat
14 Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Surabaya,Bina Ilmu, 2006, hal. 84
15Donni Gusmawan, Perlindungan Hukum di Negara Pancasila, Liberty, Yogyakarta,2007, hal. 38
preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang diberikan terhadap subjek hukum yaitu nasabah peminjam (debitur) maupun bank selaku kreditur dan juga pihak ketiga yang hak-haknya telah dirugikan oleh debitur pemberi Hak Tanggungan, karena debitur dengan sengaja dan melawan hukum telah melakukan pengikatan jaminan Hak Tanggungan dalam suatu perjanjian kredit, dimana objek hak atas tanah yang dijaminkan diperoleh dengan melawan hak atau debitur tidak memiliki kewenangan secara penuh dalam menjaminkan hak atas tanah tersebut dengan menggunakan lembaga jaminan Hak Tanggungan.
Perldindungan hukum yang diberikan harus bertujuan memberikan suatu ketertiban, kepastian hukum dan keadilan kepada para pihak yang melakukan pengikatan perjanjian kredit perbankan dengan jaminan Hak Tanggungan dan juga dalam hal pelaksanaan lelang eksekusi jaminan Hak Tanggungan oleh kreditur pemegang sertipikat Hak Tanggungan yang ternyata merugikan hak-hak pihak ketiga akibat objek Hak Tanggungan tersebut bukan merupakan hak milik sepenuhnya dari debitur pemberi Hak Tanggungan.16 Perlindungan hukum juga diberikan kepada pihak ketiga yang telah dirugikann hak-haknya atas pelaksanaan lelang eksekusi objek jaminan Hak Tanggungan dimana telah ditetapkan pemenang lelang, disebabkan karena adanya gugatan dari pihak ketiga yang mengklaim objek jaminan Hak Tanggungan tersebut adalah miliknya, dan bukan hak kepemilikan sepenuhnya dari debitur pemberi Hak Tanggungan. Oleh karena itu pihak ketiga yang telah
16 Oltje Salman, Teori Hukum (Suatu Pencarian/Penelahan), Renada Media, Jakarta 2007.
hal. 19
dirugikan hak-haknya tersebut atas pelaksanaan lelang eksekusi objek jaminan Hak Tanggungan harus memperoleh perlindungan hukum yang seimbang untuk memperoleh kembali hak-haknya atas objek jaminan Hak Tanggungan tersebut.
Bank selaku kreditur pemegang sertipikat Hak Tanggungan dalam suatu perjanjian kredit perbankan dimana terjadi gugatan dari pihak ketiga terhadap lelang eksekusi objek jaminan Hak Tanggungan harus pula memperoleh perlindungan hukum karena bank dalam melaksanakan pengikatan jaminan Hak Tanggungan terhadap debitur pemberi Hak Tanggungan memiliki itikad baik dalam upaya mengamankan pemberian kreditnya kepada debitur pemberi Hak Tanggungan tersebut. Apabila suatu objek hak atas tanah telah diikat dengan jaminan Hak Tanggungan dalam suatu perjanjian kredit perbankan maka bank yang telah memiliki sertipikat Hak Tanggungan tersebut memiliki hak-hak istimewa (hak preferen) yang diutamakan dari kreditur-kreditur lainnya. Dengan dibatalkannya hasil lelang eksekusi jaminan Hak Tanggungan oleh pengadilan akibat gugatan pihak ketiga yang merasa dirugikan atas pelaksanaan lelang tersebut maka bank selaku kreditur pemegang sertipikat Hak Tanggungan telah pula dirugikan hak-haknya untuk mengambil kembali piutangnya terhadap debitur pemberi Hak Tanggungan dalam hal debitur tersebut wanprestasi melaksanakan kewajibannya untuk membayar hutang- hutangnya. Atas pembatalan hasil lelang yang dilakukan oleh pengadilan tersebut mengakibatkan objek jaminan Hak Tanggungan tersebut dikembalikan kepada pihak yang berhak atas objek jaminan Hak Tanggungan tersebut dan oleh karena itu bank selaku kreditur pemegang sertipikat Hak Tanggungan dapat menuntut debitur
pemberi Hak Tanggungan untuk mengganti objek jaminan Hak Tanggungan tersebut atau mengajukan gugatan ke pengadilan terhadap debitur tersebut dengan gugatan sita jaminan atas barang-barang debitur yang masih ada, agar dapat melaksanakan kewajibannya untuk melunasi hutang-hutangnya kepada debitur. Gugatan sita jaminan terhadap debitur pemberi Hak Tanggungan dilakukan berdasarkan Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Perdata yaitu pasal yang menyebutkan bahwa semua harta benda debitur baik bergerak maupun tidak bergerak, yang ada dan yang akan ada adalah merupakan jaminan terhadap hutang-hutangnya kepada para krediturnya. Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Perdata ini dikenal sebagai pasal jaminan umum yang terdapat di dalam KUH Perdata yang dapat digunakan oleh bank selaku kreditur pemegang sertipikat Hak Tanggungan untuk menuntut debitur dalam upaya mengambil piutangnya, karena terjadinya pembatalan hasil lelang terhadap objek jaminan Hak Tanggungan oleh pengadilan.
Pelaksanaan lelang eksekusi objek jaminan Hak Tanggungan yang dilakukan oleh KPKNL seharusnya juga memperoleh perlindungan hukum agar pelaksanaan lelang tersebut dapat berjalan dengan baik dan tidak merugikan pihak manapun setelah diperoleh hasil dan ditetapkan pemenang lelang atas objek jaminan Hak Tanggungan tersebut. Apabila terjadi gugatan terhadap hasil lelang dari pihak ketiga yang telah dirugikan hak-haknya atas pelaksanaan lelang eksekusi objek jaminan Hak Tanggungan tersebut maka pihak pelaksanaan lelang (KPKNL) wajib menghentikan pelaksanaan lelang atas objek jaminan Hak Tanggungan tersebut, hingga diperoleh
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atas status hak kepemilikan dari objek jaminan Hak Tanggungan tersebut.
Pengikatan jaminan Hak Tanggungan yang dilakukan dengan kesepakatan antara pihak bank selaku kreditur dengan pihak debitur (nasabah peminjam) dilaksanakan dengan itikad baik semata-mata karena memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku di dalam perjanjian kredit perbankan. Pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan yang dilakukan oleh pihak bank selaku kreditur dan pihak nasabah peminjam selaku debitur diikat dalam suatu perjanjian tertulis secara notariil, yang memuat hak dan kewajiban para pihak yang terkait dalam perjanjian kredit tersebut secara proporsional dan seimbang. Disamping itu bank selaku kreditur wajib memeriksa secara cermat dan teliti tentang status hak kepemilikan atas tanah yang dijadikan objek jaminan Hak Tanggungan oleh debitur pemberi Hak Tanggungan. Hal ini penting untuk dilaksanakan mengingat kewenangan atau hak kepemilikan dari tanah yang akan dijadikan objek jaminan Hak Tanggungan oleh debitur harus benar-benar diperoleh sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang hak kepemilikan atas tanah. Sehingga pada saat pelaksanaan pengikatan jaminan objek Hak Tanggungan tersebut tidak terdapat cacat hukum yang dapat dijadikan celah bagi pihak ketiga untuk menggugat perjanjian pengikatan jaminan Hak Tanggungan tersebut termasuk gugatan terhadap hasil lelang ekseksi jaminan Hak Tanggungan apabila debitur wanprestasi dalam melaksanakan kewajiban pembayaran hutangnya kepada bank selaku kreditur. Oleh karena itu perlindungan hukum oleh perangkat hukum wajib diberikan kepada semua pihak
yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung terhadap prosedur pelaksanaan perjanjian kredit dan pelaksanaan perjanjian pengikatan jaminan Hak Tanggungan, sehingga dalam pelaksanaan perjanjian pengikatan jaminann Hak Tanggungan tersebut tidak ada pihak yang dirugikan hak-haknya dan pelaksanaan pengikatan jaminan Hak Tanggungan tersebut sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di bidang hukum jaminan Hak Tanggungan sebagaimana termuat di dalam UUHT No. 4 Tahun 1996.
Ketentuan perjanjian pengikatan jaminan Hak Tanggungan tunduk kepada Buku Ketiga KUHPerdata yang memuat tentang Hukum Perjanjian.Pasal 1338 KUH Perdata menyebutkan bahwa, “Semua persetujuan yang dibuat sesuai undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang.Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik. ”Dari ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1338 KUH Perdata tersebut di atas dapat dikatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berdasarkan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.17
Perjanjian jaminan Hak Tanggungan juga harus tunduk kepada Pasal 1320 KUHPerdata mengenai syarat-syarat sahnya suatu perjanjian harus dipenuhi 4 (empat) syarat yaitu :18
a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri
17Sofyan Setiadi, Prosedur Hukum Eksekusi Objek Jaminan Hak Tanggungan Dalam Teori dan Praktek, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2007, hal. 60
18Subekti, Hukum Perjanjian, Penerbit Intermasa, Jakarta, 2001, hal. 17
b. Kecakapan membuat perjanjian c. Suatu hal tertentu
d. Kausa yang halal
Demikian pula halnya dengan pelaksanaan eksekusi jaminan Hak Tanggungan termasuk pelaksanaan lelang objek jaminan Hak Tanggungan yang harus didasarkan kepada ketentuan Pasal 20 UUHT No. 4 Tahun 1996, dan harus pula sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata dan juga Pasal 1338 KUHPerdata. Kreditur sepatutnya memeriksa status kepemilikan objek jaminan Hak Tanggungan dan debitur seharusnya memberikan objek hak atas tanah yang akan dijadikan jaminan Hak Tanggungan dengan itikad baik bahwa hak atas tanah tersebut benar-benar merupakan milik yang sah dari debitur pemberi Hak Tanggungan.19
Perjanjian kredit dan perjanjian jaminan Hak Tanggungan yang dibuat oleh debitur dan kreditur dilakukan dengan menggunakan suatu akta autentik notariil.
Pembuatan akta perjanjian kredit dan perjanjian Hak Tanggungan dalam bentuk akta autentik notaril diwajibkan oleh Undang-Undang dengan tujuan untuk :20
a. Membuktikan antara para pihak bahwa mereka sudah menerangkan apa yang tertulis di dalam akta
b. Membuktikan antara para pihak bahwa peristiwa yang disebutkan dalam akta sungguh-sungguh terjadi
20Budi Untung, Perjanjian Kredit Dalam Bentuk Akta Notaris, Pradnya Paramita, Bandung, 2010, hal. 33
c. Membuktikan tidak hanya para pihak tetapi pihak ketiga juga telah menghadap dimuka pegawai umum (notaris) dan menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut.
Pada dasarnya suatu perjanjian kredit atau pengakuan hutang harus berisikan : a. Pasal yang mengatur tentang jumlah kredit
b. Pasal yang mengatur jangka waktu kredit
c. Pasal yang mengatur bunga kredit, denda dan biaya-biaya lainnya yang timbul dari pemberian kredit
d. Pasal yang mengatur tentang syarat-syarat penarikan atau pencairan kredit.
e. Pasal yang mengatur tentang penggunaan, pengembalian dan jaminan kredit.
f. Pasal yang mengatur tentang kelalaian (wanprestasi) debitur
g. Pasal yang mengatur tentang pernyataan dari jaminan dan asuransi barang jaminan.
h. Pasal yang mengatur keadaan memaksa dan adendum (perubahan).
Kredit macet merupakan suatu keadaan dimana seorang nasabah peminjam atau debitur tidak mampu membayar lunas kredit bank tepat pada waktunya.Keadaan demikian dalam hukum perdata dinamakan wanprestasi (ingkar janji). Suatu keadaan dapat digolongkan wanprestasi apabila memiliki kriteria sebagai berikut :21
21 Gatot Suparmono, Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit, Media Ilmu, Jakarta, 2006, hal.131
1. Debitur tidak melaksanakan sama sekali apa yang telah diperjanjikan 2. Debitur melaksanakan sebagian apa yang telah dijanjikan
3. Debitur terlambat melaksanakan apa yang telah diperjanjikan 4. Debitur menyerahkan sesuatu yang tidak diperjanjikan
5. Debitur melakukan perbuatan yang dilarang oleh perjanjian yang telah dibuatnya atau menyalahgunakan isi perjanjian
Apabila dihubungkan dengan kredit macet, maka ada 3 macam yang tergolong dalam wanprestasi yaitu :
1. Debitur sama sekali tidak membayar angsuran kredit
2. Debitur membayar sebagian angsuran kredit (beserta bunganya), akan tetapi yang digolongkan dalam kredit macet dalam hal ini adalah jika debitur kurang membayar satu kali angsuran
3. Debitur membayar lunas kredit setelah jangka waktu perjanjian lewat waktu Wanprestasi diatur di dalam Pasal 1243 KUH Perdata yang menjelaskan pengertian wanprestasi (cidera janji) yaitu :
1. Lalai memenuhi perjanjian
2. Tidak menyerahkan atau membayar dalam jangka waktu yang ditentukan 3. Tidak berbuat sesuai yang dijanjikan dalam tenggang waktu yang ditentukan
Pengertian wanprestasi lebih diperjelas dalam Pasal 1763 KUH Perdata yang menyebutkan wanprestasi adalah tidak mengembalikan pinjaman sesuai dengan jumlah pinjaman dalam waktu yang ditentukan.22
22M. Yahya Harahap, Hukum Perdata, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009, hal. 201
Eksekusi Hak Tanggungan dapat dilakukan dalam 3 (tiga) cara, yaitu :
1) Hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996. Hak untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri merupakan salah satu perwujudan dari kedudukan diutamakan yang dipunyai oleh pemegang Hak Tanggungan atau pemegang Hak Tanggungan pertama dalam hal terdapat lebih dari pemegang Hak Tanggungan. Hak tersebut didasarkan pada janji yang diberikan oleh pemberi Hak Tanggungan, bahwa apabila debitur cidera janji, pemegang Hak Tanggungan berhak untuk menjual objek Hak Tanggungan melalui pelelangan umum tanpa memerlukan persetujuan lagi pemberi Hak Tanggungan dan selanjutnya mengambil pelunasan piutang dari hasil penjualan itu lebih dahulu dari kreditur-kreditur yang lain. Sisa hasil penjualan tetap menjadi hak pemberi Hak Tanggungan (Pasal 6 Undang- undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan)
2) Eksekusi atau title eksekutorial yang terdapat pada sertipikat Hak Tanggungan, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2). Irah-irah yang dicantumkan pada sertipikat Hak Tanggungan dimaksudkan untuk menegaskan adanya kekuatan eksekutorial pada sertipikat Hak Tanggungan, sehingga apabila debitur cidera janji, siap untuk dieksekusi seperti halnya suatu putusan yang berkekuatan hukum tetap, melalui tata cara lembaga parate executie sesuai dengan acara perdata.
3) Eksekusi di bawah tangan, yaitu penjualan objek Hak Tanggungan yang dilakukan oleh pemberi Hak Tanggungan, berdasarkan kesepakatan dengan pemegang Hak Tanggungan, jika dengan cara ini akan diperoleh harga yang tertinggi.23
Gugatan pihak ketiga terhadap pelaksanaan penjualan objek jaminan Hak Tanggungan secara di bawah tangan dengan dalil bahwa objek jaminan Hak Tanggungan tersebut belum lunas dibayar oleh debitur pemberi Hak Tanggungan tidak memiliki hubungan hukum yang signifikan dalam pelaksanaan penjualan objek jaminan Hak Tanggungan secara di bawah tangan tersebut.Oleh karena itu seharusnya gugatan tersebut tidak ditujukan untuk menghambat pelaksanaan penjualan objek jaminan Hak Tanggungan tersebut tetapi ditujukan kepada pihak debitur pemberi Hak Tanggungan yang wajib bertanggung jawab sepenuhnya atas kekurangan pembayaran harga atas tanah tersebut.24
Pengikatan penjualan jaminan Hak Tanggungan telah memenuhi syarat-syarat dan ketentuan yang telah diatur baik dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan maupun UUHT No. 4 Tahun 1996 yang meliputi bukti identitas diri debitur pemberi Hak Tanggungan, kepemilikan hak atas tanah dari debitur, Surat Kuasa Memasang Hak Tanggungan (SKMHT), Akta Perjanjian Pemberian Hak Tanggungan (APHT) dan Pendaftaran Akta Perjanjian Pemberian Jaminan Hak
23Hari Sutedi, Eksekusi Hak Tanggungan Dalam Praktek Perbankan, Rajawali Press, Jakarta, 2010, hal. 28
24 Muljono Eugenia Liliawati, Tinjauan Yuridis Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Dalam Kaitan Dengan Pemberian Kredit Oleh Perbankan, Harvarindo, Jakarta, 2006, hal. 56
Tanggungan tersebut di Kantor Pertanahan setempat.Secara hukum seluruh ketentuanyang telah diuraikan di atas cukup kuat sebagai dasar pelaksanaan perjanjian pemberian Hak Tanggungan dalam suatu pemberian kredit.Oleh karena itu apabila terjadi gugatan dari pihak ketiga terhadap objek jaminan Hak Tanggungan tersebut maka seharusnya kreditur pemegang Hak Tanggungan diberikan perlindungan hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang hukum perjanjian kredit perbankan maupun hukum Hak Tanggungan.
2. Konsepsi
Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut denganoperasional defenition.25Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu :
1. Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah dan bangunan sebagaimana dimaksud dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agrarian berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesataun dengan tanah itu, untuk
25Sutan Reny Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit di Indonesia,Institut Bankir Indonesia¸ Jakarta,1993, hal. 10
pelunasan hutang tertentu dan memiliki kedudukan yang diutamakan terhadap kreditur-kreditur lainnya.
2. Perlindungan hukum adalah Perlindungan hukum yang diberikan kepada pemenang lelang atas kepemilikan barang yang telah dibeli secara lelang dari gugatan pihak lain.
3. Perjanjian kredit adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian dengan syarat bahwa pihak yang belakang ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.
4. Kreditur adalah pihak (perorangan, perusahaan berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum) yang memiliki piutang kepada pihak lain atas suatu benda tertentu yang dapat dinilai secara ekonomi, biasanya dalam bentuk perjanjian dimana pihak kreditur tersebut memiliki hak untuk menagih piutang tersebut.26
5. Debitur adalah pihak yang berhutang kepada pihak lain, biasanya menerima sesuatu dari kreditur yang dapat dinilai secara ekonomi dan debitur tersebut memiliki kewajiban untuk melaksanakan pembayaran / pelunasan dari hutang- hutangnya tersebut.27
26 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 77
27Ibid, hal. 78.
6. Objek Hak Tanggungan adalah hak-hak kepemilikan atas tanah dan bangunan yang dapat dijadikan jaminan Hak Tanggungan yaitu hak milik, Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Guna Usaha (HGU), hak pakai atas tanah negara, hak pakai atas tanah milik, rumah susun di atas tanah hak milik, HGB, HGU dan hak pakai di atas tanah negara dan hak atas sataun rumah susun di atas hak milik, HGB, HGU dan hak pakai atas tanah negara serta benda-benda yang melekat atau satu kesataun dengan tanah.28
7. Penjualan di bawah tangan adalah penjualan objek Hak Tanggungan yang dilakukan langsung oleh kreditur pemegang Hak Tanggungan dengan persetujuan pemberi Hak Tanggungan atau dengan menggunakan surat kuasa yang telah ditanda tangani oleh pemberi Hak Tanggungan kepada pihak yang berminat untuk mencapai harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak.
8. Wanprestasi adalah pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya atau tidak berbuat sesuatu apapun untuk memenuhi prestasinya, sehingga menimbulkan kerugian kepada pihak lain dan menimbulkan keharusan bagi pihak yang melakukan wanprestasi untuk membayar ganti rugi (schadevergoeding) atau dapat menimbulkan penuntutan pembatalan perjanjian oleh pihak yang dirugikan.
9. Gugatan pihak ketiga adalah tindakan yang diajukan oleh pihak ketiga terhadap objek jaminan Hak Tanggungan pada saat terjadinya pelaksanaan
28Rachmadi Usman, Pasal-Pasal tentang Hak Tanggungan Atas Tanah, Djambatan, Jakarta, 2005, hal. 37
penjualan objek jaminan Hak Tanggungan sehingga berakibat terhambatnya pelaksanaan penjualan tersebut.
G. Metode Penelitian
1. Sifat dan Jenis Penelitian
Metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu masalah, sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hati, tekun dan tuntas terhadap suatu gejala untuk menambah pengetahuan manusia. Dengan demikian metode penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan tata cara untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam melakukan penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, dimana pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji ketentuan perundang-undangan yang berlaku mengenai hukum perbankan dan hukum perkreditan sebagaimana dimuat di dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan serta hukum Hak Tanggungan sebagaimana termuat di dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis, maksudnya adalah dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis dilakukan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh dan akan dilakukan secara cermat bagaimana menjawab permasalahan dalam menyimpulkan suatu solusi sebagai jawaban dari permasalahan tersebut.29
29Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Normatif,UI Press, Jakarta,2001, hal. 30
2. Sumber Data
Data penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan bahan-bahan hukum primer, sekunder maupun tertier yang dikumpulkan melalui studi dokumen dan kepustakaan yang terdiri dari :
a. Bahan hukum primer yang berupa norma/peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan hukum jaminan Hak Tanggungan pada umummya dan hukum kredit perbankan dengan jaminan Hak Tanggungan pada khususnya. Dalam penelitian ini bahan hukum primer adalah Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok Agraria, Undang- Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, Undang-Undang 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan KUHPerdata.
b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang berupa buku, hasil-hasil penelitian dan atau karya ilmiah, artikel tentang Hukum Tanggungan pada umumnya dan hukum kredit perbankan pada khususnya.
c. Bahan hukum tertier yaitu bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan sekunder seperti kamus umum, kamus hukum, ensiklopedia, dan lain sebagainya.30
3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Teknik dan pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan (Library Research). Alat pengumpulan
30 Nomensen Sinamo, Metode Penelitian Hukum dalam Teori dan Praktek, Bumi Intitama Sejahtera, Jakarta, 2010, hal 16.
data yang digunakan yaitu studi dokumen untuk memperoleh data sekunder, dengan membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi, dan menganalisa data primer yakni peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang prosedur dan tata cara pelaksanaan penjualan objek jaminan Hak Tanggungan secara di bawah tangan dan akibat hukum apabila terjadi gugatan dari pihak ketiga atas pelaksanaan penjualan secara di bawah tangan objek Hak Tanggungan tersebut.Disamping data primer penelitian ini juga didukung oleh sekunder maupun tertier yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.31
4. Analisis Data
Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan menggunakan data dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan suatu hipotesa kerja seperti yang disarankan oleh data.32Di dalam penelitian hukum normatif, maka maksud pada hakekatnya berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis, sistematisasi yang berarti membuat klasifikasi terhadap bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.33Sebelum dilakukan analisis, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang dikumpulkan baik melalui studi dokumen. Setelah itu keseluruhan data tersebut akan dianalisis dan disistematisasikan secara kualitatif yang artinya menjelaskan dengan kalimat sendiri
31Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Banyu Media, Malang 2005, hal. 28
32 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal.106.
33Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta,1986, hal 25.
semua kenyataan yang terungkap dari data sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, dengan tujuan untuk memperoleh jawaban terhadap permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu mengenai prosedur dan tata cara penjualan objek jaminan Hak Tanggungan secara di bawah tangan oleh kreditur pemegang Hak Tanggungan akibat debitur pemberi Hak Tanggungan tidak mampu melaksanakan kewajibannya untuk melunasi pembayaran hutangnya. Di samping itu pembahasan ini dilanjutkan dengan membahas akibat hukum adanya gugatan dari pihak ketiga terhadap pelaksanaan penjualan secara di bawah tangan objek jaminan Hak Tanggungan tersebut. Penarikan kesimpulan diawali dengan melakukan pembahasan masalah dari hal-hal yang bersifat umum (deduktif) untuk kemudian dilakukan penarikan kesimpulan secara khusus (induktif).