• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ringkasan Eksekutif 1 RINGKASAN EKSEKUTIF

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Ringkasan Eksekutif 1 RINGKASAN EKSEKUTIF"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

RINGKASAN EKSEKUTIF

Lacak dan Identifikasi Keberadaan Nilai Konservasi Tinggi (NKT) Di areal PT. Dwiwira Lestari Jaya

Kabupaten Berau - Provinsi Kalimantan Timur Oleh

Tim HCV Fakultas Kehutanan IPB 2014

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Areal lokasi PT. Dwiwira Lestari Jaya secara administrasi terletak di Kecamatan Biatan, Kabupaten Berau Provinsi Kalimantan Timur. Secara administrasi areal PT. DLJ meliputi tiga desa, yaitu Desa Biatan Lempake, Biatan Ilir dan Biatan ulu.

PT. Dwiwira Lestari Jaya memperoleh surat pencadangan kawasan dari Departemen Kehutanan dan Perkebunan pada tahun 1999 seluas 20.000 ha. Izin Lokasi dikeluarkan pada tahun 1999 sesuai dengan SK Bupati Kabupaten Berau No 590/05/T.PEKM.A/1999 seluas 20.000 ha. Selanjutnya mendapat perpanjangan izin lokasi sesuai dengan SK Bupati Kabupaten Berau No. 632 Tahun 2009 dengan luas 14.150 ha. HGU diperoleh pada tahun 2009 dengan luas keseluruhan 11.938 ha.

Sebagai komitmen perusahaan untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan, pengelola PT. Dwiwira Lestari Jaya melakukan Kajian Lacak dan Identifikasi Keberadaan Nilai Konservasi Tinggi pada Februari 2014 baik pada lokasi yang sudah tertanam ataupun belum tertanam. Sebagai wujud komitmen dalam upaya pembangunan pekebunan kelapa sawit yang berkelanjutan, sebagaimana ditekankan dalam Prinsip-Prinsip RSPO, khususnya Prinsip 5 dan 7 (New Planting Procedure) maka perlu dilakukan Full Asessment Identifikasi Nilai Konservasi Tinggi/NKT (High Conservation Value) di areal PT. Dwiwira Lestari Jaya.

Agar dapat memenuhi performance standard yang telah ditentukan dalam pengelolaan perkebunan lestari, maka dalam proses pelaksanaan identifikasi NKT di areal PT. Dwiwira Lestari Jaya, maka kajian berpedoman pada panduan identifikasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) di Indonesia ‘High Conservation Value (HCV) at Indonesia’ oleh Konsorsium Revisi HCV toolkit Indonesia 2009.). Konteks penilaian kawasan dengan NKT sebagaimana terdapat dalam toolkit tersebut adalah: 1). Kawasan yang mempunyai tingkat keanekaragaman hayati yang penting (NKT1), 2). Kawasan bentang alam yang penting bagi dinamika ekologi secara alami (NKT2), (3) Kawasan yang mempunyai ekosistem langka atau terancam punah (NKT3), (4) Kawasan yang menyediakan jasa-jasa lingkungan alami (NKT4), (5) Kawasan yang mempunyai fungsi penting untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat lokal (NKT5), dan (6) Kawasan yang mempunyai fungsi penting untuk identitas budaya komunitas lokal (NKT6).

Dalam upaya mempertahankan dan meningkatkan kawasan dengan NKT yang telah teridentifikasi, maka kajian ini disertai dengan rencana pengelolaan dan pemantauan terhadap setiap kawasan yang telah teridentifikasi sesuai dengan panduan pengelolaan dan pemantauan KBKT 2013 yang dikeluarkan oleh Jaringan Nilai Konservasi Tinggi Indonesia.

Tujuan

1. Mengkaji sejarah pengelolaan lahan (termasuk legalitas, kegiatan penggunaan lahan, tata waktu, luas dan lokasi pembukaan lahan);

2. Mengidentifikasi luas lahan yang dibuka sebelum kajian NKT;

(2)

3. Melakukan identifikasi keberadaan NKT di areal yang belum tertanam dalam areal PT. Dwiwira Lestari Jaya;

4. Mengidentifikasi kondisi areal NKT yang telah teridentifikasi (luas areal yang berkurang dan faktor penyebabnya)

5. Identifikasi dampak NKT yang rusak/berkurang bagi lingkungan;

6. Memberikan rekomendasi kepada pengelola PT. Dwiwira Lestari Jaya dalam pengelolaan dan pemantauan KBKT yang teridentifikasi.

Keluaran Kegiatan

Keluaran dari kegiatan ini adalah dokumen hasil lacak dan identifikasi keberadaan Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) di Areal PT. Dwiwira Lestari Jaya berserta rekomendasi pengelolaan dan pemantauannya.

RUANG LINGKUP

Luas dan Lokasi

PT. Dwiwira Lestari Jaya memperoleh areal izin pengusahaan perkebunan kelapa sawit berdasarkan SK Bupati Kabupaten Berau No 590/05/T.PEKM.A/1999 seluas 20.000 ha.

Selanjutnya mendapat perpanjangan izin lokasi sesuai dengan SK Bupati Kabupaten Berau No.

632 Tahun 2009 dengan luas 14.150 ha. HGU PT. Dwiwira Lestari Jaya diperoleh pada tahun 2009 dengan luas keseluruhan 11.938 ha.

Lokasi HGU perkebunan PT. Dwiwira Lestari Jaya terletak pada 2 blok areal di Kecamatan Biatan yang meliputi tiga kampung, yaitu Kampung Biatan Lempake, Biatan Ilir dan Biatan Ulu. Jika dirinci menurut lokasi bloknya, maka blok I memiliki luas 5.113,42 ha dan blok II memiliki luas 6.779, 97 ha.

Gambar 1. Peta Areal HGU PT. Dwiwira Lestari Jaya

(3)

Ruang lingkup kegiatan dalam kajian Nilai Konservasi Tinggi di areal PT. Dwiwira Lestari Jaya terdiri dari kegiatan lacak NKT pada areal yang telah tertanam dan kegiatan secara menyeluruh pada seluruh areal PT. Dwiwira Lestari Jaya.

Komponen dan Parameter yang ditelaah

(1) Full Assesment Identifikasi NKT pada areal PT. Dwiwira Lestari Jaya.

(a) Biodiversity

Komponen biodiversity yang dikaji pada kegiatan identifikasi NKT adalah: (1) Kawasan yang Mempunyai Tingkat Keanekaragaman Hayati yang Penting, (2) Kawasan Bentang Alam yang Penting bagi Dinamika Ekologi Secara Alami, dan (3) Kawasan yang Mempunyai Ekosistem Langka atau Terancam Punah

(b) Jasa Lingkungan

Komponen jasa lingkungan yang dikaji pada kegiatan identifikasi NKT adalah identifikasi kawasan-kawasan yang menyediakan jasa-jasa lingkungan alami.

(c) Sosial Budaya

Komponen sosial budaya yang diidentifikasi adalah lokasi-lokasi yang mempunyai fungsi penting untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat dan lokasi yang mempunyai nilai penting untuk identitas budaya komunitas lokal.

(2) Kajian lacak NKT pada lokasi yang tertanam sebelum dilakukan kajian NKT

Komponen dan Parameter yang dikaji pada areal yang telah tertanam sebelum dilakukan kajian NKT adalah:

(a) Sejarah Penggunaan Lahan

Sejarah penggunaan lahan sangat diperlukan untuk mengetahui tahapan-tahapan penggunaan lahan sebelum dilakukan pembukaan kebun.

(b) Sistem Lahan dan Tanah

Pengumpulan data dilakukan dengan cara cepat (rapid assessment) atau dengan pengecekan lapangan pada beberapa lokasi yang land sistemnya telah teridentifikasi. Di samping itu juga dilaksanakan pengamatan lapang tentang kegiatan pengelolaan yang telah dilakukan pada lahan gambut yang telah dibuka untuk lahan sawit.

(c) Kemiringan Lahan

Pengecekan dilakukan dengan pengamatan langsung di lapangan, untuk mengetahui kemiringan lahan, kondisi penutupan lahan, dan kegiatan pengelolaan yang dilakukan.

(d) Aspek Flora dan Ekosistem

Pengambilan data lapangan untuk tim flora (vegetasi) dilakukan melalui wawancara dan survei langsung di lapangan. Data yang terkumpul kemudian digunakan untuk mengidentifikasi flora dengan status istimewa di bawah NKT 5 dan NKT 6, seperti spesies yang dilindungi oleh pemerintah Indonesia atau dianggap terancam dalam redlist IUCN.

Teknik pengambilan data vegetasi yang dilakukan secara langsung di lapangan dengan melakukan identifikasi jenis-jenis tumbuhan pada setiap lokasi pengamatan untuk menyusun Daftar Jenis. Data dari hasil kajian NKT sebelumnya dan AMDAL yang telah dilakukan juga dipergunakan untuk bahan pengecekan di lapangan.

(e) Aspek Fauna

Kegiatan pengambilan data di lapangan yang dilakukan dengan pengamatan kualitatif lapangan (rapid assessment) ditujukan untuk mendapatkan informasi aktual lapangan mengenai kondisi satwaliar terkini di dalam dan di sekitar areal studi. Kegiatan ini berupa peninjauan/pengamatan langsung di lapangan serta wawancara dan diskusi dengan para pihak, antara lain masyarakat lokal, LSM setempat dan staf perusahaan.

Data yang diperoleh dari penelitian NKT dan AMDAL sebelum kegiatan berlangsung, digunakan sebagai dasar untuk melakukan survey fauna. Informasi yang dikumpulkan

(4)

menggambarkan kondisi habitat kualitatif di sekitar jenis wilayah studi, dan distribusi satwa liar, daerah dengan pertemuan satwa liar, jenis satwa yang biasa diburu oleh masyarakat.

Informasi fauna sebelum dilakukan pembukaan lahan untuk perkebunan sawit di peroleh dari dokumen AMDAL dan wawancara dengan masyarakat lokal, LSM setempat dan staf perusahaan.

(f) Aspek Sosial, Ekonomi dan Budaya

Pengumpulan data di lapangan dilakukan dengan menggunakan metode wawancara.

Daftar pertanyaan terstruktur digunakan sebagai panduan bagi pewawancara. Informasi yang dikumpulkan dari proses wawancara meliputi cara pemenuhan kebutuhan masyarakat sehari- hari, adat istiadat dan budaya masyarakat, hubungan masyarakat dengan hutan, dan hubungan masyarakat dengan areal perusahaan yang telah tertanam. Setelah data dan informasi tersebut terkumpul lalu dilakukan analisis tentang tingkat ketergantungan masyarakat pada hutan dan bagaimana pengaruh hutan atau kawasan yang dinilai terhadap kehidupan sehari-hari dan identitas budaya mereka.

TIM PENILAI

Lembaga Penilai

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Kampus IPB Darmaga - Bogor, Kabupaten Bogor - Provinsi Jawa Barat Indonesia 16001

Telp.: 62-251- 621947, Fax: 62-251-621947

Website: http://www.fahutan.ipb.ac.id/hcv/index.html Email: fahutan@ipb.ac.id, hcvteam@yahoo.co.id Assessor:

Ketua Tim

Dr. Ir. Nyoto Santoso, MS Anggota tim

Ir. Heru B Pulunggono, MSc (Tenaga Ahli Hidrologi dan Konservasi Tanah) Ahmad Faisal Siregar, S. Hut, MSi (Tenaga Ahli Sosial dan Budaya)

Eko Adhiyanto, S.Hut (Tenaga Ahli Flora) Sutopo, S.Hut. (Tenaga Ahli Satwaliar)

Gilang Prastya Pambudi, S.Hut (Tenaga Ahli Sosial Budaya) Arief Prasetyo, S.Hut (Tenaga ahli GIS)

METODOLOGI

Lokasi dan Waktu

Kegiatan Lacak dan Identifikasi Keberadaan NKT ini dilakukan di areal PT. Dwiwira Lestari Jaya. Waktu pelaksanaan selama 2 (dua) bulan dari Bulan Januari sampai Februari 2014.

Tahapan kegiatan mencakup persiapan, survei lapangan, konsultasi publik, penyusunan draft laporan, diskusi hasil identifikasi, penyusunan draft laporan final, peer review dan penyusunan laporan final. Kegiatan survai lapang selama 5 (lima) hari, terhitung dari tanggal 13-17 Februari 2014. Lokasi yang di kunjungi meliputi sungai, mata air, bukit, blok areal gambut, tembawang, areal keramat dan desa-desa yang berhubungan langsung dengan areal perusahaan.

(5)

Gambar 2. Peta Lokasi Survey NKT di Areal PT. Dwiwira Lestari Jaya, Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur

Bahan dan Alat

Acuan yang dipergunakan dalam melakukan kegiatan lacak, identifikasi NKT, penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan KBKT adalah :

1. Panduan identifikasi kawasan bernilai konservasi tinggi di Indonesia versi ke dua tahun 2008 yang disusun oleh konsorsium revisi NKT toolkit Indonesia.

2. Panduan pengelolaan dan pemantauan kawasan bernilai konservasi tinggi Indonesia yang disusun oleh HCV RSPO Indonesian Working Group (HCV-RIWG) bulan Agustus 2009.

3. Draft sementara pedoman kompensasi dan remediasi yang berkaitan dengan kriteria RSPO 7.3 yang berlaku dari 1 Desember 2010 hingga diganti dengan pedoman draft (Maret, 2011).

4. Overview on RSPO’s HCV Compensation and Historical HCV Assessment (November, 2011) 5. RSPO Compensation Procedures Related to Land Clearance Without Prior to HCV Assessment

(Final document for public consultation, 1 August 2013 ) 6. The RSPO new planting procedures of NPP

Bahan yang digunakan dalam kegiatan lacak dan identifikasi Keberadaan NKT di areal PT. Dwiwira Lestari Jaya, antara lain: Peta areal HGU; Citra landsat; Peta Kelas Lereng dan Topografi; Peta TGHK; Peta Landsistem dan Peta Jaringan Sungai, Peta indikatif Moratorium Hutan Primer dan Lahan Gambut, Peta Areal Tanam, Peta Tanah Detil, serta bahan untuk survey lapangan (alkohol 70%, kertas koran (bekas), kertas label untuk memberi kode/nama lokal pada spesimen herbarium), buku panduan lapang (Panduan lapang burung-burung di Kawasan Sunda Besar yaitu Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Bali-birdlife), kuisioner sosial dan budaya serta buku lapang.

Peralatan yang digunakan, antara lain: GPS Garmin, tambang plastik 50 meter (yang sudah ditandai pada 2, 5, 10, dan 20 meter), meteran (pengukur keliling/diameter), kamera dan tele lens, teropong binocular, komputer, dan alat tulis-menulis (penggaris, pensil, dan pulpen).

(6)

Kerangka Pendekatan Identifikasi NKT

Terdapat 2 (dua) faktor yang menentukan keberhasilan dalam pelaksanaan kegiatan identifikasi dan analisis keberadaan Nilai Konservasi Tinggi (NKT) di PT. Dwiwira Lestari Jaya, yaitu: (1) Adanya ketersediaan data dan informasi yang cukup memadai dan up to date, baik data sekunder maupun primer dan (2) Tahapan kegiatan yang tepat dan sistematis.

Ketersediaan data dan informasi yang cukup memadai dan up to date sangat ditentukan adanya kegiatan survey lapangan yang dilakukan secara sistematis, memadai dan terencana dengan baik. Dalam rangka melakukan perencanaan survey lapangan seperti yang diharapkan, maka review terhadap dokumen/laporan dan peta-peta yang sudah ada dan identifikasi NKT awal perlu dilakukan. Tahapan kegiatan yang tepat dan sistematis guna meningkatkan keberhasilan dalam identifikasi dan analisis keberadaan NKT, meliputi: survey lapangan, pengolahan data, analisis dan sintesis data, identifikasi NKT, analisis keberadaan NKT, dan pemetaan. Secara skematis kerangka pendekatan kegiatan identifikasi dan analisis keberadaan NKT di areal PT. Dwiwira Lestari Jaya seperti disajikan pada Gambar 3.

(7)

Gambar 3. Kerangka Pendekatan Tahapan Kegiatan Identifikasi dan Analisis Keberadaan NKT di Areal PT. Dwiwira Lestari Jaya

Penggandaan Laporan

Diskusi dengan Manajemen

Internal

Konsultasi

Publik Review

Laporan Perbaikan

Laporan Tidak Ada

Pengumpulan Data dan Informasi Pengumpulan Data dan

Informasi Sekunder

Review Ketersediaan Data dan Informasi

Rencana Pengelolaan dan Rencana Pemantauan HCV yang

Teridentifikasi Verifikasi Data

dan Informasi

Perencanaan Survey Lapangan

Survey Lapangan Review Kecukupan

Data dan Informasi

Identifikasi HCV

A w a

l Analisis dan Sintesis

Data

Laporan Kajian HCV Penyusunan

Laporan

Penyusunan Rekomendasi Pemetaan

Tersedia Tidak

tersedia

Tidak Cukup

Cukup

Ada

Pengolahan Data

Identifikasi HCV Awal

Analisis Keberadaan HCV

Tidak Ada

Ada

(8)

KONDISI UMUM

Sejarah Pengelolaan

PT. Dwiwira Lestari Jaya memperoleh surat pencadangan kawasan hutan dari Departemen Kehutanan dan Perkebunan pada tahun 2009 seluas 17.100 ha. Izin Lokasi dikeluarkan pada tahun 1999 sesuai dengan SK Bupati Kabupaten Berau No 590/05/T.PEKM.A/1999 seluas 20.000 ha pada lokasi pencadangan dan sebagian lainnya pada lokasi APL. Selanjutnya mendapat perpanjangan izin lokasi sesuai dengan SK Bupati Kabupaten Berau No. 632 Tahun 2009 dengan luas 14.150 ha. HGU diperoleh pada tahun 2009 dengan luas keseluruhan 11.938 ha.

PT. Dwiwira Lestari Jaya mulai melakukan pembukaan lahan/land clearing pada tahun 2001 sampai dengan saat studi ini (Februari 2014). Pada saat studi ini dilakukan total areal yang sudah terbuka dan tertanam adalah 8.449,59 ha. Berdasarkan tahapan tahun tanam, maka luasan tersebut dapat dibagi menjadi tiga periode, yaitu:

1. Periode awal (2001 sampai dengan November 2005) = 2.374,71 ha 2. Periode Desember 2005-Desember 2009 = 525,55 ha

3. Periode Mulai Januari 2010 sampai dengan Februari 2013 = 5.781,68 ha Letak dan Luas

Lokasi HGU PT. Dwiwira Lestari Jaya terletak di Kecamatan Biatan (Kampung Biatan Lempake, Kampung Biatan Ulu dan Kampung Biatan Ilir) Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur. Secara ekologis areal PT. Dwiwira Lestari Jaya termasuk wilayah satuan Daerah Aliran Sungai (DAS) Berau.

PT. Dwiwira Lestari Jaya memiliki luas areal HGU 11.938 ha yang terbagi menjadi dua areal pengelolaan, yaitu DLJ I seluas 5.113,42 ha dan DLJ II seluas 6.779,97 ha dengan batas- batas areal sebagai berikut :

Areal DLJ I :

 Batas Sebelah Utara : Kampung Biatan Lempake dan Kampung Biatan Ilir, Hutan Produksi

 Batas Sebelah Selatan : Hutan Produksi

 Batas Sebelah Timur : Areal Penggunaan Lain

 Batas Sebelah Barat : Ladang Masyarakat Kampung Biatan Ilir dan Hutan Produksi Areal DLJ II :

 Batas Sebelah Utara : Hutan Produksi dan Kebun Masyarakat

 Batas Sebelah Selatan : Hutan produksi

 Batas Sebelah Timur : Hutan Produksi

 Batas Sebelah Barat : Perkebunan PT. Harapan Baru Sakti Kondisi Lansekap Tutupan Lahan di Dalam Areal dan di Sekitar Areal

Dari hasil analisis data Citra Landsat menunjukkan bahwa dari segi tutupan lahan, blok hutan yang tersisa di areal PT. Dwiwira Lestari Jaya merupakan areal eks pengusahaan kayu.

Pada bagian selatan DLJ I atau bagian Utara DLJ II terdapat Hutan Lindung Domaring. Pada tengah areal PT. DLJ I dijumpai sungai Lempake yang memiliki hulu di Hutan Lindung Domaring.

Namun demikian, secara aspek legalitas sempadan sungai ini tidak termasuk sebagai areal HGU.

PT. Dwiwira Lestari Jaya.

Kondisi Lansekap Area Berdasarkan Status Lahan

PT. Dwiwira Lestari Jaya memperoleh izin dari Bupati Berau pada tahun 1999 dengan luas 20.000 ha. Selanjutnya sertifikat HGU diperoleh pada tahun 2009 dengan luas keseluruhan 11.938 ha.

(9)

Kalimantan Timur sesuai SK. Kemenhut No. 259/Kpts-II/2000, areal PT. Dwiwira Lestari Jaya merupakan Areal Penggunaan Lain (APL). Secara lansekap lokasi PT. Dwiwira Lestari Jaya di Sebelah Selatan DLJ I atau sebelah Utara DLJ II terdapat Hutan Lindung Bukit Domaring.

Demikian juga pada wilayah selatan DLJ II terdapat keberadaan hutan lindung, tetapi tidak berbatasan langsung. Keberadaan hutan lindung ini tidak berbatasan langsung dengan wilayah PT. Dwiwira Lestari Jaya karena dibatasi oleh keberadaan Hutan Produksi. Selain itu areal PT.

Dwiwira Lestari Jaya dikelilingi oleh kebun atau ladang masyarakat yang ada di desa-desa sekitarnya.

Lansekap Berdasarkan Kondisi Tutupan Lahan

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pihak manajemen dan masyarakat sekitar, penanaman sawit oleh perusahaan ini pertama kali dilakukan pada tahun 2001. Tutupan lahan PT. DLJ sebelum dibuka pada tahun 2000 sebagian besar merupakan hutan sekunder yang merupakan eks tebangan perusahaan kayu (HPH), perladangan masyarakat dan pemukiman.

Kondisi Fisik Iklim

Curah Hujan dan Hari Hujan

Berdasarkan data hujan dari Penakar Hujan Kebun PT. DLJ selama delapan tahun (2006 - 2013), menurut sistem klasifikasi Schmidt-Ferguson (1951), areal Kebun PT. DLJ mempunyai 12 bulan basah (rata-rata curah hujan >100 mm/bulan), tidak mempunyai bulan lembab (rata- rata curah hujan 60-100 mm/bulan) dan bulan kering (rata-rata curah hujan <60 mm/bulan), termasuk tipe curah hujan A yaitu iklim tropika basah dengan nilai Q yaitu perbandingan antara bulan kering (bulan dengan curah hujan <60 mm) dan bulan basah (bulan dengan curah hujan

>100 mm ) sama dengan nol. Secara umum wilayah ini tidak pernah mengalami bulan kering yang nyata.

Suhu Udara

Kisaran suhu udara rata-rata bulanan selama setahun di areal Kebun PT. DLJ sebesar 22,90 – 34,3°C dengan suhu rata-rata bulanan minimum sebesar 23,20°C, kemudian suhu rata- rata bulanan maksimum sebesar 23,2°C.

Intensitas Penyinaran Matahari

Penyinaran matahari di areal Perkebunan PT. DLJ rata-rata bulanan terendah sebesar 21,7% pada bulan Januari dan tertinggi sebesar 59,8% pada bulan Juli dengan rata-rata tahunan sebesar 43,2%. Keadaan udara di areal Perkebunan PT. DLJ tergolong lembab sepanjang tahun, dengan kelembaban udara relatif rata-rata tahunan 82,5%. Kelembaban relatif rata-rata bulanan tertinggi terjadi pada bulan April yaitu sebesar 85,1%, dan terendah adalah 80,0%

terjadi pada bulan Agustus.

Hidrologi

Pola aliran sungai di Areal PT. DLJ mempunyai sistem aliran dendritis dengan sungai utama adalah Sungai Lempake, Sungai Tumbit dan Sungai Medang. Sungai Lempake dan Sungai Tumbit merupakan sungai utama yang berperan penting bagi desa-desa yang berada di pinggir sungai tersebut, karena digunakan masyarakat sebagai sumber air untuk kebutuhan domestik seperti air minum, mandi, cuci, dan sebagai sumber penangkapan ikan. Di hulu Sungai Tumbit terdapat sumber mata air yang dimanfaatkan oleh masyarakat di Kampung Biatan Ilir sebagai sumber air bersih dan air untuk persawahan dengan sistem irigasi. Selanjutnya sungai ini menuju ke Sungai Lempake yang dimanfaatkan untuk kebutuhan air bersih oleh masyarakat di Kampung Biatan Lempake dengan menggunakan mesin pompa dan pemipaan.

(10)

Geologi dan Tanah

Berdasarkan peta geologi 1 : 250.000 dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung tahun 1990, menunjukkan bahwa areal kebun sawit PT. DLJ terbentuk dari gabungan batu-batuan metamorfik yang mengandung silica dan gabungan beku masam yang memiliki intrusif yang memiliki bahan induk granit dan granodiorit.

Berdasarkan Peta Land Sistem dan Suitability lembar Muara Lesan 1 : 250.000 (RePPProt, 1987), dan pengamatan lapangan menunjukan bahwa areal PT. Dwiwira Lestari Jaya dijumpai tiga jenis tanah menurut klasifikasi Pusat Penelitian Tanah (1983), yaitu hampir sebagian besar didominasi oleh jenis tanah Podsolik Haplik, dan sebagian kecil areal dijumpai tanah Kambisol Distrik dan Aluvial Distrik. Ketiga jenis tersebut padananya menurut klasifikasi Taksonomi Tanah USDA (1992) adalah Typic Hapludult, Typic dystropept, dan Typic Tropaquent.

Pada areal kebun unit DLJ I dijumpai jenis tanah yaitu Aluvial Distrik dan Podsolik Haplik. Sedangkan pada areal kebun unit DLJ II dijumpai jenis-jenis tanah Aluvial Distrik, Kambisol Distrik dan Podsolik Haplik.

Topografi dan Kelerengan

Berdasakan analisis data elevasi lahan dari SRTM level 90 meter, areal PT. Dwiwira Lestari Jaya memiliki ketinggian lahan 194 sampai dengan 343 meter di atas permukaan laut.

Sedangkan kelerengan lahan areal PT. Dwiwira Lestari Jaya berkisar antara 0-8% sampai dengan 25-40%. Kelas lereng yang dominan pada areal PT. Dwiwira Lestari Jaya adalah datar (0-8%).

Sistem Lahan

1) Tingkat Erosivitas Hujan (R)

Berdasarkan data hujan yang diperoleh dari hasil pengukuran di Stasiun Pencatat dan Pengukuran Hujan PT. Dwiwira Lestari Jaya dan hasil perhitungan didapatkan hasil bahwa nilai indeks erosivitas hujan (R) sebesar 38.577,75 per tahun. Intensitas hujan rata-rata yang ada sebesar 9,22 mm/hari hujan. Termasuk ke dalam Kelas satu (sangat rendah).

2) Faktor Erodibilitas Tanah (K)

Berdasarkan hasil analisis, pengamatan lapangan dan jenis tanah yang ada, erodibilitas tanah di areal PT. Dwiwira Lestari Jaya berkisar antara 0,15 sampai 0,17 yang termasuk rendah.

3) Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)

Berdasarkan hasil analisis perhitungan kemiringan lereng di areal PT. Dwiwira Lestari Jaya yang ada antara 0 hingga 40 % (dengan lereng sangat dominan 0–8 %), faktor panjang dan kemiringan lereng adalah 0,1 sampai 6,1.

Keanekaragaman Flora

Di lokasi yang belum dibuka di Areal PT. Dwiwira Lestari Jaya terdapat 4 (empat) jenis vegetasi yang dilindungi berdasarkan PP No. 7 Tahun 1999, ditemukan 6 (enam) jenis yang termasuk dalam daftar Appendix II CITES; di samping itu juga di areal ini ditemukan sebanyak 33 (tiga puluh tiga) jenis tumbuhan yang termasuk dalam Daftar Red List IUCN, dengan rincian tujuh jenis termasuk kategori CR/Critically Endangered (Kritis), enam jenis termasuk kategori EN/Endangered (Genting), tiga jenis termasuk kategori VU/Vulnerable (Rentan), 15 jenis termasuk LR/Lower Risk (Beresiko Rendah) dan dua jenis termasuk DD/Data Deficient (Kurang Informasi).

Keanekaragaman Satwaliar

Terdapat 24 (dua puluh empat) jenis satwaliar yang dilindungi berdasarkan PP No. 7

(11)

(Hylobates muelleri), Burung-madu kelapa (Anthreptes malacensis), Kipasan belang (Rhipidura javanica), Pijantung kecil (Arachnothera longirostra), Raja-udang meninting (Alcedo meninting), Kangkareng hitam (Anthracoceros malayanus), Rangkong badak (Buceros rhinoceros), Tiong emas (Gracula religiosa), Alap-alap capung (Microhierax fringillarius), Elang tikus (Elanus caeruleus), Baza jerdon (Aviceda jerdoni), Udang punggung-merah (Ceyx rufidorsa), Julang- jambul hitam (Aceros corrugatus), Kangkareng perut-putih (Anthracoceros albirostris), Kuau raja (Argusianus argus), Elang bondol (Haliastur indus), Burung-madu pengantin (Nectarinia sperata), Elang hitam (Ictinaetus malayensis), Elang-ular bido (Spilornis cheela), Elang brontok (Nisaetus cirrhatus).

Berdasarkan kriteria CITES, terdapat 18 jenis yang masuk dalam kriteria Appendix II dengan rincian mamalia empat jenis, burung 13 jenis dan reptile satu jenis dan satu jenis dari kelas mamalia masuk Appendix III. Sedangkan menurut kategori IUCN teridentifikasi 4 (empat) jenis satwaliar dari kelas mamalia masuk kategori terancam dengan rincian: tiga jenis masuk dalam kriteria VU/Vulnerable (rawan) dan satu jenis masuk dalam kriteria EN/Endangered (genting).

Kondisi Sosial dan Budaya Kondisi Umum Kecamatan Biatan

Berdasarkan data Kecamatan Biatan dalam Angka Tahun 2013 wilayah Kecamatan Biatan memiliki luas wilayah sebesar 1.432,04 Km2 yang terbagi menjadi wilayah daratan dan lautan. Ibukota Kecamatan Biatan adalah Kampung Biatan Lempake. Secara administratif Kecamatan Biatan dibagi menjadi 8 (delapan) kampung. Jumlah penduduk Kecamatan Biatan berdasarkan Kecamatan Biatan dalam Angka Tahun 2013 adalah 5.535 jiwa terdiri dari 1.587 rumah tangga.

Kondisi Umum Kampung Biatan Lempake

Kampung Biatan Lempake merupakan desa yang berada di Kecamatan Biatan yang memiliki luas 32,34 km2. Desa ini juga merupakan pusat pemerintahan Kecamatan Biatan.

Jumlah penduduk Kampung Biatan Lempake adalah 2.255 jiwa dan jumlah keluarga sebanyak 682 Kepala Keluarga (KK). Rata-rata jumlah anggota dalam satu kepala keluarga untuk Desa Biatan adalah 3 jiwa/KK. Kampung Biatan Lempake merupakan salah satu kampung yang telah menyerahkan lahan ke PT. Dwiwira Lestari Jaya.

Kondisi Umum Kampung Biatan Ilir

Kampung Biatan Ilir merupakan desa di Kecamatan Biatan yang memiliki luas desa 161,25 km2. Jumlah penduduk Kampung Biatan Ilir adalah 385 jiwa dan 110 kepala keluarga.

Rata-rata jumlah anggota dalam satu kepala keluarga untuk Kampung Biatan Ilir adalah 3-4 jiwa/KK. Kampung Biatan Ilir merupakan salah satu kampung yang telah menyerahkan lahan ke PT. Dwiwira Lestari Jaya.

Kondisi Umum Kampung Biatan Ulu

Kampung Biatan Ulu merupakan desa di Kecamatan Biatan dengan luas wilayah 181,13 km2. Jumlah penduduk Kampung Biatan Ulu adalah 84 jiwa dan 31 kepala keluarga. Rata-rata jumlah anggota dalam satu kepala keluarga untuk Kampung Biatan Ulu adalah tiga jiwa/KK.

(12)

HASIL LACAK DAN IDENTIFIKASI KEBERADAAN NILAI KONSERVASI TINGGI

Kegiatan Lacak NKT yang pada Areal Yang Tertanam

Dari analisis data dan temuan yang dijabarkan pada Bab VI, maka di areal PT. Dwiwira Lestari Jaya pada areal yang tertanam teridentifikasi ada areal NKT yang mengalami degradasi/rusak akibat pembukan lahan dan penanaman sawit yaitu di sempadan sungai Medang seluas 34,92 ha. Kondisi sempadan sungai Medang yang mengalami degradasi NKT kondisi penggunaan lahannya berupa hutan sekunder. Secara keseluruhan areal PT. Dwiwira Lestari Jaya pada awalnya merupakan kawasan Hutan Produksi yang telah dilakukan pelepasan kawasan hutan menjadi Areal Penggunaan Lain (APL) pada tahun 1999. Kawasan hutan yang ada merupakan eks perusahaan HPH yang beroperasi sampai tahun 1999, kegiatan illegal loging dan perladangan. Dari analisis tersebut, NKT yang mengalami degradasi yaitu NKT 1.2 (Spesies Terancam Punah) dan NKT4.1 (kawasan atau ekosistem yang penting bagi masyarakat hilir).

Dengan mengacu pada draft kompensasi yang dikeluarkan oleh RSPO dan hasil pengalian koofisien penggunaan lahan dengan luas tutupan lahan maka nilai kompensasi untuk areal NKT yang mengalami degradasi yaitu 22,57 ha.

Kegiatan Identifikasi NKT yang pada Areal Yang Belum Terbuka

Kegiatan identifikasi pada areal PT. Dwiwira Lestari Jaya menunjukan bahwa areal Nilai Konservasi Tinggi yang teridentifikasi diantaranya yaitu NKT1 (NKT1.2 dan NKT1.3), NKT4 (NKT4.1 dan NKT4.2), NKT5 dan NKT6. Luas areal yang teridentifikasi menjadi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi adalah 172,22 ha meliputi Sempadan Sungai (72,70 ha), Areal Perbukitan (99,50 ha), dan Makam/Kuburan (0,0125 ha). Lokasi dan NKT yang teridentifikasi di areal PT. Dwiwira Lestari Jaya disajikan pada Tabel-1 dan Gambar-4.

Tabel-1. Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi di Areal PT. Dwiwira Lestari Jaya

No Lokasi Nama Lokasi KBKT Luas (Ha)

1 Sungai Tumbit NKT1.2, NKT4.1, NKT5 7.20

2 Sungai Medang NKT1.2, NKT4.1, NKT5 65.50

3 Bukit Kilat NKT1.2 15.04

4 Bukit Kelolokan NKT1.2, NKT4.2 84.47

5 Makam Blok E8 (Kepala Kampung dan Ketua Adat Biatan Ulu) NKT6 0.0025

6 Makam Blok F7 (makam kampung Biatan Ulu) NKT6 0.01

LUAS TOTAL 172,22

(13)

Gambar 4. Peta Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi di Areal PT. Dwiwira Lestari Jaya

(14)

REKOMENDASI RENCANA PENGELOLAAN KAWASAN BERNILAI KONSERVASI TINGGI (KBKT)

Rencana Pengelolaan KBKT Areal PT. DLJ

No Nama KBKT

Inventarisasi dan Identifikasi

Kondisi Penutupan

Lahan di Areal KBKT

(ha)

Penandaan Batas Areal KBKT

(ha)

Pemeliharaan Tanda Batas

(ha)

Perlindungan Areal, Flora dan Fauna

Pengayaan (ha)

Penyuluhan Kepada Masyarakat

Pelatihan

Karyawan Penyusunan/

Perbaikan SOP Keorgani sasian

Konsultasi Dengan Stakeholder Papan

Nama

Papan Larangan

Berburu

Papan Larangan Merusak Flora dan Fauna

Pemeli- haraan

Patroli (ha)

1 Sempadan Sungai Tumbit

7,20 7,20 7,20 2 2 2 6 7,20 - Kampung Biatan

Lempake, Biatan Ilir dan Biatan Ulu

Divisi Lingkungan Bagian Pengelolaan pemantauan KBKT Lapangan

Divisi Lingkungan PT.

Dwiwira Lestari Jaya

Divisi Lingkungan Dwiwira Lestari Jaya

Penyusunan MoU tentang pengelolaan KBKT dengan instansi terkait (BKSDA, Dinas Kehutanan, LSM) 2 Sempadan Sungai

Medang

65,50 65,50 65,50 3 3 3 9 65,50 65,50

3 Bukit Kilat 15,04 15,04 15,04 2 2 2 6 15,04 15,04

4 Bukit Kelolonan 84,47 84,47 84,47 4 4 4 12 84,47 84,47

5 Makam Kepala Kampung dan Kepala Adat Desa Biatan Ulu

- 0.0025 0.0025 1 - - 1 0.0025 -

18 Makam Desa

Biatan Ulu - 0,01 0,01 1 - - 1 0,01 -

Periode dan Waktu Pengelolaan KBKT

Setiap tahun mulai RKAP 2014

Hanya sekali pada RKAP 2014

Setiap Tahun mulai RKAP 2014

Mulai RKAP 2014

Mulai RKAP 2014

Mulai RKAP 2014

Setiap tahun mulai RKAP 2014

2 kali/

bulan mulai RKAP 2014

- Setiap 6 bulan

Mulai RKAP 2014

Setiap tahun Mulai RKAP 2014

Hanya sekali pada RKAP 2014

Hanya sekali pada RKAP 2014

Satu kali/bulan

(15)

Rencana Pemantauan KBKT Areal PT. DLJ

Jenis NKT Lokasi Indikator

yang Dipantau Tujuan

Pemantauan Parameter

Metode Pemantauan Metode Pengumpulan dan

Analisis Data Periode Pemantauan NKT1.2.

Spesies hampir punah

- Sempadan Sungai Tumbit - Sempadan

Sungai Medang - Bukit Kilat - Bukit Kelolonan

Jumlah dan komposisi spesies satwaliar (mamalia, reptile dan aves) dan flora pada masing –masing lokasi yang memiliki NKT1.2

Distribusi dan kelimpahan spesies pada masing-masing lokasi yang memiliki NKT 1.2;

Tingkat gangguan terhadap spesies di masing – masing lokasi yang memiliki NKT1.2

Kondisi kerapatan spesies flora hampirpunah

Mengetahui perkembangan jumlah dan komposisi spesies baik satwaliar maupun flora pada masing-masing lokasi yang memiliki NKT1.2 secara periodik;

Mengetahui perkembangan distribusi dan kelimpahan spesies pada masing-masing lokasi yang memiliki NKT1.2 secara pediodik

Mengetahui tingkat gangguan atau tekanan terhadap spesies yang terdapat pada masing- masing lokasi yang memiliki NKT1.2 melalui pemantauan secara periodik;

Mengetahui kerapatan spesies flora hampir punah.

Baik : Keanekaragaman satwaliar dan kerapatan spesies flora (termasuk dilindungi dan RTE) di lokasi yang memiliki NKT1.2 tetap atau meningkat.

Sedang: Keanekaragaman satwaliar dan kerapatan spesies flora (termasuk dilindungi dan RTE) di lokasi NKT1.2 mengalami penurunan <50%.

Buruk : Keanekaragaman satwaliar dan kerapatan spesies flora (termasuk dilindungi dan RTE) di lokasi NKT1.2 mengalami penurunan >50%.

Alat dan bahan : Peta kerja, GPS, kamera, kompas, tally sheet, meteran, tambang plastik, dan alat-alat tulis.

Metode pengukuran : Pengamatan langsung di kawasan yang memiliki NKT1.2 yang dikelola.

Metode analisis data : Analisis deskriptif dari masing-masing periode pemantauan.

Metode penyimpulan : Jika nilai indikator yang diperoleh dari hasil pemantauan termasuk sedang dan buruk, maka kegiatan pengelolaan di kawasan yang memiliki NKT1.2 yang telah dilakukan perlu ditingkatkan.

Untuk intensitas gangguan dilakukan 6 bulan sekali, sedangkan indikator

pemantauan lainnya dilakukan satu tahun sekali dan akan dimulai pada RKAP tahun 2014

NKT 1.3 Kawasan yang merupakan habitat bagi populasi spesies yang terancam, penyebaran terbatas atau dilindungi yang mampu bertahan hidup

- Buki Kelolonan Intensitas gangguan terhadap kawasan yang memiliki NKT 1.3, termasuk bahaya dari kebakaran

Kondisi

keanekaragaman, kelimpahan spesies flora dan fauna

Mengetahui intensitas gangguan terhadap areal yang memiliki NKT 1.3 termasuk bahaya dari kebakaran;

Mengetahui kondisi

keanekaragaman spesies flora dan fauna secara periodik;

Baik :

Kawasan dengan NKT 1.3 dalam kondisi tetap atau tidak mengalami perubahan.

Sedang:

Keanekaragaman satwaliar dan kerapatan spesies flora (termasuk dilindungi dan RTE) di lokasi NKT1.3 mengalami penurunan

<50%.

Buruk :

Keanekaragaman satwaliar dan kerapatan spesies flora (termasuk dilindungi dan RTE) di lokasi NKT1.3 mengalami penurunan

>50%.

Alat dan bahan :Petakerja, GPS, kamera, teropong, kompas, tally sheet, meteran, tambang plastic dan alat-alat tulis.

Metode pengukuran: Pengamatan langsung di areal yang dikelola.

Metode analisis data: Analisis deskriptif dari masing-masing periode pemantauan.

Metode penyimpulan : Jika nilai indicator yang diperoleh dari hasil pemantauan termasuk sedang dan buruk, maka kegiatan pengelolaan areal yang telah dilakukan perlu ditingkatkan

Untuk intensitas gangguan dilakukan sebulan sekali, sedangkan indikator

pemantauan lainnya dilakukan satu tahun sekali dan akan dimulai pada RKAP tahun 2014

(16)

Jenis NKT Lokasi Indikator

yang Dipantau Tujuan

Pemantauan Parameter

Metode Pemantauan Metode Pengumpulan dan

Analisis Data Periode Pemantauan NKT4.1.

Kawasan atau ekosistem yang penting sebagai penyedia air dan pengendalian banjir bagi masyarakat hilir

- Sempadan Sungai Tumbit

- Sempadan Sungai Medang

Intensitas gangguan terhadap areal yang memiliki NKT4.1, termasuk bahaya dari kebakaran

Kondisi

keanekaragaman dan kerapatan spesies flora yang berada di sekitar kawasan yang memiliki NKT4.1.

Kondisi

keanekaragaman dan kelimpahan spesies satwaliar.

Realisasi pelaksanaan kegiatan dan persen penutupanlahan dalam kegiatan rehabilitasi, serta kegiatan pemantauan dan pengamana areal NKT4.1.

Perubahan lebar sungai

Mengetahui intensitas gangguan terhadap areal yang memiliki NKT4.1 serta perubahan kualitas air pada masing-masing lokasi yang memiliki NKT4.1

Mengetahui kondisi keanekaragaman dan kerapatan spesies flora yang berada di sekitar kawasan yang memiliki NKT4.1

Mengetahui realisasi pelaksanaan kegiatan dan persen penutupanlahandalam kegiatan rehabilitasi, serta kegiatan pemantauan dan pengamana areal NKT4.1

Mengetahui perubahan lebar sungai

Baik:

Tidak ada gangguan dan kualitas air baik, tidak ada pencemaran.

Sedang:

Gangguan terhadap NKT4.1 mulai muncul, kualitas air berkurang dan mulai timbul pencemaran Buruk :

Gangguan terhadap NKT4.1 mulai bertambah, kualitas air buruk, dan timbulpencemaran.

Alat dan bahan : Peta kerja, GPS, kamera, PH meter, tally sheet, meteran, tambang plastik, dan alat-alat tulis.

Metode pengukuran : Pengamatan langsung di areal yang dikelola.

Metode analisis data : Analisis deskriptif dari masing-masing periode pemantauan.

Metode penyimpulan : Jika nilai indikator yang diperoleh dari hasil pemantauan termasuk sedang dan buruk, maka kegiatan pengelolaan areal yang telah dilakukan perlu

ditingkatkan

Untuk intensitas gangguan dilakukan 6 bulan sekali, sedangkan indikator

pemantauan lainnya dilakukan satu tahun sekali dan akan dimulai pada RKAP tahun 2013

NKT4.2.

Kawasan atau ekosistem yang penting sebagai pencegahan erosi dan sedimentasi

- Bukit Kelolonan Intensitas gangguan terhadap areal yang memiliki NKT4.2, termasuk bahaya dari kebakaran

Kondisi

keanekaragaman dan kerapatan spesies flora yang berada di sekitar kawasan yang memiliki NKT4.2.

Kondisi

keanekaragaman dan kelimpahan spesies satwaliar.

Mengetahui intensitas gangguan terhadap areal yang memiliki NKT4.2 serta perubahan kualitas air pada masing-masing lokasi yang memiliki NKT4.2

Mengetahui kondisi keanekaragaman dan kerapatan spesies flora yang berada di sekitar kawasan yang memiliki NKT4.2

Mengetahui realisasi pelaksanaan kegiatan dan persen penutupanlahan dalam kegiatan rehabilitasi, serta

Baik:

Tidak ada gangguan dan kualitas air baik, tidak ada pencemaran.

Sedang:

Gangguan terhadap NKT4.2 mulai muncul, kualitas air berkurang dan mulai timbul pencemaran Buruk :

Gangguan terhadap NKT4.2mulai bertambah, kualitas air buruk, dan timbul pencemaran.

Alat dan bahan : Peta kerja, GPS, kamera, PH meter, tally sheet, meteran, tambang plastik, dan alat-alat tulis.

Metode pengukuran : Pengamatan langsung di areal yang dikelola.

Metode analisis data : Analisis deskriptif dari masing-masing periode pemantauan.

Metode penyimpulan : Jika nilai indikator yang diperoleh dari hasil pemantauan termasuk sedang dan buruk, maka kegiatan pengelolaan areal yang

Untuk intensitas gangguan dilakukan 6 bulan sekali, sedangkan indikator

pemantauan lainnya dilakukan satu tahun sekali dan akan dimulai pada RKAP tahun 2013

(17)

yang Dipantau Pemantauan Analisis Data Periode Pemantauan

Realisasi pelaksanaan kegiatan dan persen penutupanlahan dalam kegiatan rehabilitasi, serta kegiatan pemantauan dan pengamana areal NKT4.2.

Perubahan lebar sungai

kegiatan pemantauan dan pengamana areal NKT4.2

Mengetahui perubahan lebar sungai

telah dilakukan perlu ditingkatkan

NKT5.

Kawasan yang mempunyai fungsi penting untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat lokal

- Sungai Tumbit

- Sungai Medang Intensitas gangguan/tingkat kerusakan terhadap Areal Sungai yang memiliki NKT5

Intensitas interaksi masyarakat dengan kawasan yang memiliki NKT5

Mengetahui intensitas gangguan/tingkat kerusakan yang terjadi terhadap Sungai yang memiliki NKT5

Mengetahui tingkat interaksi masyarakat dengan kawasan yang memiliki NKT5

Baik:

Tidak ada kerusakan terhadap areal yang menjadi NKT5 Sedang :

Luas areal NKT5 rendah dan tidak ada pencemaran dari berbagai sumber

Buruk:

Areal NKT5 mulai mengalami gangguan dan pencemaran

Alat dan bahan:

Peta kerja, GPS, kamera,dan alat- alat tulis

Metode Pengukuran:

Pengamatan langsung di areal yang dikelola

Metode analisis data:

Analisis deskriptif dari masing- masing periode pemantauan

Metode Penyimpulan:Jika nilai indikator yang diperoleh dari hasil pemantauan termasuk sedang dan buruk, maka kegiatan pengelolaan areal tempat keramat yang telah dilakukan perlu ditingkatkan

Untuk intensitas kerusakan dilakukan sebulan sekali, sedangkan indikator

pemantauan lainnya dilakukan satu tahun sekali dan akan dimulai pada RKAP tahun 2014 Pelaksanaan pemantaaun diselaraskan dengan pemantaan lingkungan sesuai dengan dokumen Andal

NKT6.

Kawasan yang mempunyai fungsi penting untuk identitas budaya komunitas lokal

- Makam Kepala Kampung/Ketua Adat di Desa Biatan Ulu - Makam Desa

BiatanUlu

Intensitas gangguan/tingkat kerusakan terhadap TempatKeramat

Intensitas interaksi masyarakat dengan kawasan yang memiliki NKT6

Mengetahui intensitas gangguan/tingkat kerusakan yang terjadi terhadap yang mengandung NKT6

Mengetahui tingkat interaksi masyarakat dengan kawasan yang memiliki NKT6

Baik:

Tidak ada kerusakan terhadap areal tempat kuburan dan intensitas gangguan tidak ada Sedang :

Kerusakanrendah (< 25%) dan tingkatgangguanrendah Buruk:

Kerusakanbesar (> 50%) dan intensitas gangguan tinggi

Alat dan bahan:

Peta kerja, GPS, kamera, dan alat- alat tulis

Metode Pengukuran:

Pengamatan langsung di areal yang dikelola

Metode analisis data:

Analisis deskriptif dari masing- masing periode pemantauan

Metode Penyimpulan:Jika nilai indikator yang diperoleh dari hasil pemantauan termasuk sedang dan buruk, maka kegiatan pengelolaan areal tempatkeramat yang telah dilakukan perlu ditingkatkan

Untuk intensitas kerusakan dilakukan 6 bulan sekali, sedangkan indikator

pemantauan lainnya dilakukan satu tahun sekali dan akan dimulai pada RKAP tahun 2014

(18)

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan

Dari analisis data dan temuan yang dijabarkan pada Bab VI, maka di areal PT. Dwiwira Lestari Jaya pada areal yang tertanam teridentifikasi ada areal NKT yang mengalami degradasi/rusak akibat pembukan lahan dan penanaman sawit yaitu di sempadan sungai Medang seluas 34,92 ha. Kondisi sempadan sungai Medang yang mengalami degradasi NKT kondisi penggunaan lahannya berupa hutan sekunder. Secara keseluruhan areal PT. Dwiwira Lestari Jaya pada awalnya merupakan kawasan Hutan Produksi yang telah dilakukan pelepasan kawasan hutan menjadi Areal Penggunaan Lain (APL) pada tahun 1999. Kawasan hutan yang ada merupakan eks perusahaan HPH yang beroperasi sampai tahun 1999, kegiatan illegal loging dan perladangan. Dari analisis tersebut, NKT yang mengalami degradasi yaitu NKT 1.2 (Spesies Terancam Punah) dan NKT4.1 (kawasan atau ekosistem yang penting bagi masyarakat hilir).

Dengan mengacu pada draft kompensasi yang dikeluarkan oleh RSPO dan hasil pengalian koofisien penggunaan lahan dengan luas tutupan lahan maka nilai kompensasi untuk areal NKT yang mengalami degradasi yaitu 22,57 ha.

Rekomendasi

1. Pihak pengelola areal PT. Dwiwira Lestari Jaya segera melakukan sosialisasi kepada karyawan dan masyarakat berkenaan lokasi NKT yang telah ditetapkan.

2. Pihak pengelola segera membuat SOP untuk mengelola areal KBKT yang ada di areal PT.

Dwiwira Lestari Jaya

3. Pihak pengelola dapat mengimplementasikan rencana pengelolaan dan pemantauan KBKT yang tersusun.

4. Apabila dipandang perlu, pihak pengelola dapat menggunakan lembaga pendamping dalam rangka mengimplementasikan rencana pengelolaan dan pemantauan KBKT yang telah disusun.

5. Pada kegiatan operasional awal, berbagai pihak kontraktor yang terlibat dalam pembukaan lahan perlu untuk mendapatkan pendampingan pihak pengelola agak kegiatan pembukaan tidak berdampak pada KBKT yang ada.

6. Koordinasi dengan tokoh/pimpinan Desa (Kepala Desa, BPD, Demang/Tokoh Adat);

Muspika; BKSDA (LSM); Dinas Perkebunan, Dinas Pertambangan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan gangguan NKT, serta penegakan hukum.

7. Sosialisasi kepada Karyawan dan Staf PT. DLJ, Masyarakat sekitar (Jenis flora/fauna dilindungi, keberadaan NKT, pengelolaan dan pemantauan, Pencegahan dan Penanggulangan).

8. Menerapkan SOP Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Lahan dan Hutan

9. Meningkatkan sarana prasarana pengelolaan NKT dan penangulangan Kebakaran Lahan 10. Memperkuat kapasitas Sistem Management Lingkungan (NKT, AMDAL, CSR, Management

Tata Air, Kebakaran Lahan, Isu Sosial).

Gambar

Gambar 1.  Peta Areal HGU PT. Dwiwira Lestari Jaya
Gambar 2.  Peta  Lokasi  Survey  NKT  di  Areal  PT.  Dwiwira  Lestari  Jaya,  Kabupaten  Berau,  Provinsi Kalimantan Timur
Gambar 3.  Kerangka Pendekatan Tahapan Kegiatan Identifikasi dan Analisis Keberadaan NKT  di Areal PT
Gambar 4.  Peta Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi di Areal PT. Dwiwira Lestari Jaya

Referensi

Dokumen terkait

Sementara itu, seiring dengan intermediasi perbankan secara industri, penyaluran kredit kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) juga tumbuh melambat disertai

1) Sarana dan Prasarana Pendidikan (Pembangunan, Rehab dan Fasilitasi); 2) Kurikulum Pendidikan 2013; 3) Peningkatan Kapasitas Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK); 4)

Rasio Hutang terhadap total aseUaktiva menunjukkan bahwa selama tahun 1996-2000 nilai rasio ini adalah 152,89%, 126,64%, 69,13%, 44,98%, 67,05%, hanya tahun 1996 dan 1997 yang

KI-2: Kemampuan menguasai pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural tentang cara meningkatkan peran dan fungsi dalam kehidupan di masyarakat dengan memanfaatkan

• Nilai ekspor Provinsi Lampung selama JanuariMaret 2021 mencapai 975,13 juta US$ sedangkan nilai impor pada periode yang sama mencapai 574,81 juta US$.. • Produksi padi

• Prinsipnya adalah membuat gambar-gambar tersebut (edit &amp; hapus) menjadi link, yang kalau di klik akan mengirim kolom id data ke halaman lain (mis editData.php

Sejumlah 100 gram daun sirih merah kering yang telah halus direndam dalam pelarut organik (n-heksana) sampai terendam selama tiga hari, kemudian disaring. Filtrat yang

pasca penennya, potensi peternakan sapi dengan keunikan penjantan yang diliarkan yang disebut wadak, dan diversifikasi kopi luwak arabika khas Desa Catur, (2)