• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH FERMENTASI Saccharomyces cerevisiae TERHADAP KANDUNGAN NUTRISI DAN KECERNAAN AMPAS PATI AREN (Arenga pinnata MERR.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH FERMENTASI Saccharomyces cerevisiae TERHADAP KANDUNGAN NUTRISI DAN KECERNAAN AMPAS PATI AREN (Arenga pinnata MERR.)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH FERMENTASI Saccharomyces cerevisiae TERHADAP KANDUNGAN NUTRISI DAN KECERNAAN

AMPAS PATI AREN (Arenga pinnata MERR.)

(The Effects of Saccharomyces cerevisiae Fermentation on Nutrition Value and Digestibility of Palm Sugar Tree Trunk)

UUM UMIYASIH dan Y.N.ANGGRAENY

Loka Penelitian Sapi Potong, Jl. Pahlawan No. 2 ,Grati, Pasuruan 61084

ABSTRACT

Aren meal waste (Arenga pinnata Merr.) is a waste product from aren powder industry which is abundance and nowadays still ignored,. but its nutrition content is still low so it needs enrichment. The objective of this research was to study the fermentation effect from Saccharomyces cerevisiae on nutrition content and in vitro digestibility of aren meal waste. Material used were aren meal waste which was from Desa Daleman, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten. Saccharomyces cerevisiae culture was from yeast.

The study was done based on completely randomized design (CRD) with four treatments: P0 = fermented aren meal’s waste in 0 hour incubation, P1 = fermented aren meal’s waste in 24 hours incubation, P2 = fermented aren meal’s waste in 48 hours incubation, and P3 = fermented aren meal’s waste in 72 hours incubation. Each of them was replicated in three times. The result showed there was no significant difference on the Saccharomyces cerevisiae culture in fermented aren meal waste (P > 0.05) including on dry matter (DM), oganic matter (OM), crude protein (CP), crude fiber (CF), dry matter digestibility (DMD), and organic matter digestibility (OMD). The treatment showed significantly difference (P < 0.05) on crude fat (CFt) and real significantly difference (P < 0.01) on Saccharomyces cerevisiae population. It is be conclude that P3 (fermented aren meal’s waste in 72 hours incubation) had the highest CP nutrition, Saccharomyces cerevisiae population, DMD and OMD. The lowest were DM, CFt, and CF nutrition. This result was expectabled to give information and opinion on the Saccharomyces cerevisiae usage in aren meal waste as ruminant feed.

Key Words: Aren Meal’s Waste, Nutrition Value, Saccharomyces cerevisiae

ABSTRAK

Ampas pati aren (Arenga pinnata Merr.) merupakan limbah industri pembuatan tepung aren yang jumlahnya cukup melimpah dan sampai saat ini masih terabaikan. Namun sebagaimana bahan asal limbah yang lain kandungan nutrisi ampas pati aren cenderung rendah sehingga diperlukan pengayaan nilai nutrisinya. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh fermentasi Saccharomyces cerevisiae terhadap kandungan nutrien dan kecernaan ampas pati aren secara in vitro. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ampas pati aren yang diperoleh dari Desa Daleman, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten dan inokulum Saccharomyces cerevisiae yang diperoleh dari ragi tape. Metode yang dipakai adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan yang terdiri dari P0 = ampas pati aren terfermentasi dengan inkubasi 0 jam, P1 = ampas pati aren terfermentasi dengan inkubasi 24 jam, P2 = ampas pati aren terfermentasi dengan inkubasi 48 jam, dan P3 = ampas pati aren terfermentasi dengan inkubasi 72 jam. Setiap perlakuan diulang tiga kali dan untuk mengetahui perbedaan antarperlakuan dilakukan uji Beda Nyata Teekecil (BNT). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan kultur khamir Saccharomyces cerevisiae dalam fermentasi ampas pati aren menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P > 0,05) terhadap Bahan Kering (BK), Bahan Organik (BO), Protein Kasar (PK), Serat Kasar (SK), Kecernaan Bahan Kering (KcBK), dan Kecernaan Bahan Organik (KcBO). Perlakuan memberikan perbedaan yang nyata (P < 0,05) terhadap Lemak Kasar (LK) dan memberikan perbedaan yang sangat nyata (P < 0,01) terhadap populasi bakteri Saccharomyces cerevisiae. Disimpulkan bahwa pada perlakuan P3 dengan lama inkubasi 72 jam mempunyai nilai nutrisi PK tertinggi, dengan nilai BK, LK, dan SK terendah dan mempunyai populasi bakteri Saccharomyces cerevisiae tertinggi, serta nilai KcBK dan KcBO tertinggi. Hasil penelitian ini diharapkan

(2)

dapat memberikan informasi ilmiah dan bahan pertimbangan terhadap penggunaan Saccharomyces cerevisiae dalam ampas pati aren sebagai pakan ternak ruminansia.

Kata Kunci: Ampas Pati Aren, Nilai Nutrisi, Saccharomyces cerevisiae

PENDAHULUAN

Pakan merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting, namun ketersediaannya yang terbatas dengan harga yang mahal sering menjadi kendala bagi usaha peternakan. Oleh karena itu perlu diupayakan bahan pakan alternatif yang dapat digunakan sebagai pakan ternak yang harganya murah, tidak bersaing dengan kebutuhan manusia, mudah didapat dan berkualitas baik. Salah satu bahan pakan alternatif yang dapat digunakan adalah ampas pati aren. Ketersediaan ampas pati aren yang cukup melimpah dan sampai saat ini masih terabaikan mendorong inisiatif untuk digunakan sebagai pakan alternatif.

Ampas pati aren merupakan limbah industri pembuatan tepung aren yang mengandung bahan kering 26,47%, bahan organik 89,67%, protein kasar 3,19%, lemak kasar 0,13% dan serat kasar 31,90%. Rendahnya kandungan nutrisi terutama protein kasar merupakan salah satu kendala penggunaan ampas pati aren sebagai bahan pakan. Oleh sebab itu, diperlukan upaya pengayaan nilai nutrisinya.

Salah satu upaya untuk meningkatkan kandungan nutrisi ampas pati aren adalah dengan cara fermentasi. Teknologi fermentasi

sudah sering dilakukan untuk meningkatkan kandungan zat makanan dan menurunkan kandungan antinutrisi. Dalam proses fermentasi substrat yang digunakan harus mengandung unsur karbon (C) dan nitrogen (N) yang dibutuhkan mikroorganisme untuk pertumbuhan. Hasil fermentasi sangat tergantung pada bahan pakan sebagai bahan dasar (substrat), macam mikroba atau inokulum, dan kondisi lingkungan yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme mikroba tersebut.

MATERI DAN METODE

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh kualitas ampas pati aren yang difermentasi menggunakan Saccharomyces cerevisiae dengan harapan akan diperoleh peningkatan kualitas nilai nutrisinya.

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ampas pati aren yang diperoleh dari Desa Daleman, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten dan inokulum S. cerevisiae yang diperoleh dari ragi tape.

Diagram alir proses fermentasi ampas pati aren oleh S. cerevisiae adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Diagram alir proses pembuatan pakan ampas pati aren terfermentasi 500 gram ampas pati aren

Dikukus selama 2 jam kemudian dibiarkan beberapa saat

Diberi babonan ampas pati aren hasil fermentasi S. cerevisiae 8% v/w

Dimasukkan plastik kemudian difermentasi secara aerob selama 0, 24, 48, dan 72 jam

Ampas pati aren terfermentasi

(3)

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktor perlakuan waktu inkubasi fermentasi ampas pati aren oleh S. cerevisiae sebanyak empat perlakuan yang masing- masing dilakukan tiga kali ulangan yaitu:

P0 = ampas pati aren terfermentasi dengan inkubasi 0 jam

P1 = ampas pati aren terfermentasi dengan inkubasi 24 jam

P2 = ampas pati aren terfermentasi dengan inkubasi 48 jam

P3 = ampas pati aren terfermentasi dengan inkubasi 72 jam

Variabel yang diamati meliputi kandungan bahan kering (BK), bahan organik (BO), protein kasar (PK), lemak kasar (LK) dan serat kasar (SK) dalam 100% BK (AOAC, 1980);

populasi bakteri menggunakan metode Total Plate Count (TPC); kecernaan bahan kering (KcBK) dan kecernaan bahan organik (KcBO) secara in vitro.

Data yang diperoleh menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan model matematis sebagai berikut:

Yij = µ + τi + εij

i = 1,2,3,....,p j = 1,2.3,....,r dimana:

Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i kelompok ke-j

Μ = nilai tengah umum τi = pengaruh perlakuan ke-i

εij = galat percobaan pada perlakuan ke-i kelompok ke-j

p = banyaknya perlakuan

r = banyaknya kelompok/ulangan

Apabila di antara perlakuan terdapat perbedaan yang nyata atau sangat nyata maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) sebagai berikut:

BNT =

r KTgalat x

dbgalat

t 2

) 2 (

α

dimana:

α = taraf uji

KT galat = kuadrat tengah galat

R = banyaknya

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh perlakuan terhadap kandungan BK

Pengaruh fermentasi dengan cerevisiae terhadap kandungan BK ampas pati aren ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan BK ampas pati aren pada masing-masing perlakuan

Perlakuan BK (%)

P0 P1

P2 P3

31,57 ± 1,08 30,39 ± 0,86 30,54 ± 1,30 30,30 ± 0,39

Fermentasi dengan inokulum cerevisiae memberikan perbedaan yang tidak nyata (P >

0,05) terhadap kandungan bahan kering, meskipun secara nominal menunjukkan adanya penurunan.

Adanya penurunan kandungan bahan kering saat fermentasi, diduga disebabkan adanya perombakan bahan kering substrat dimana bahan organik mengalami penguraian oleh mikroorganisme yang terdapat pada inokulum S. cerevisiae. Selama proses fermentasi akan terjadi peningkatan kadar air dalam substrat karena penguraian bahan kering total, yang akan digunakan sebagai sumber energi atau bahan pembentuk sel baru sehingga kandungan bahan keringnya akan menurun.

Kandungan BK pada perlakuan P1, P2, dan P3 yang cenderung lebih rendah dibanding dengan Po, memberikan indikasi bahwa perlakuan yang mempunyai BK rendah akan mempunyai kandungan air yang lebih tinggi.

Ampas pati aren merupakan media sumber karbon yang dapat digunakan sebagai media oleh S. cerevisiae untuk tumbuh selama proses fermentasi.

Pengaruh perlakuan terhadap kandungan BO

Pengaruh fermentasi dengan S. cerevisiae terhadap kandungan BO ampas pati aren ditampilkan pada Tabel 2.

(4)

Tabel 2. Kandungan BO ampas pati aren pada masing-masing perlakuan

Perlakuan BO (%)

P0

P1 P2

P3

92,67 ± 0,41 91,88 ± 0,81 89,92 ± 0,16 92,64 ± 0,29

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa fermentasi dengan menggunakan inokulum S. cerevisiae memberikan perbedaan yang tidak nyata (P >

0,05) terhadap kandungan bahan organik.

Perlakuan Po cenderung mempunyai BO yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan P1, P2, dan P3. Hal ini disebabkan pada perlakuan Po aktivitas mikroorganismenya rendah karena waktu inkubasi yang pendek. Mikroorganisme akan mendegradasi senyawa organik dari substrat menjadi molekul yang lebih sederhana maupun menjadi bentuk yang lain seperti air dan energi yang digunakan untuk aktivitas mikroorganisme.

Pengaruh perlakuan terhadap kandungan PK

Pengaruh fermentasi dengan S.

cerevisiae terhadap kandungan PK ampas pati aren ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan PK ampas pati aren pada masing-masing perlakuan

Perlakuan PK (%)

P0 P1

P2 P3

3,54 ± 0,19 3,58 ± 1,92 4,57 ± 1,98 4,60 ± 1,49

Pengaruh fermentasi dengan menggunakan inokulum cerevisiae juga memberikan perbedaan yang tidak nyata (P > 0,05) terhadap kandungan protein kasar (Tabel 3); namun secara nominal menunjukkan adanya peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa adanya penggunaan inokulum cerevisiae dapat meningkatkan kandungan protein kasar

sebagaimana yang terlihat pada perlakuan P3

yang mempunyai kandungan PK tertinggi (4,60%); PK terendah terdapat pada perlakuan Po (3,54%).

Peningkatan kandungan protein kasar tersebut diduga disebabkan oleh lamanya waktu inkubasi yang dapat memberikan kesempatan pada S. cerevisiae untuk tumbuh dan berkembang sehingga akan meningkatkan massa mikrobial yang kaya protein.

Peningkatan jumlah sel-sel mikrobial secara signifikan juga akan meningkatkan kandungan protein substrat ampas pati aren. Peningkatan nilai nutrisi kulit biji coklat melalui bioproses dengan menggunakan kapang selama proses fermentasi melalui pembentukan sel kapang yang meningkatkan kandungan protein substrat. PK ini berasal dari protein mikroorganisme. Proses fermentasi dengan menggunakan kapang dapat meningkatkan PK dan protein sejati dari lumpur kelapa sawit.

Sebelum fermentasi, lumpur kelapa sawit mengandung protein kasar sebesar 11,94% dan protein sejati 10,44% dan setelah difermentasi tiga hari masing-masing meningkat menjadi sekitar 22% dan 17%.

Peningkatan kandungan protein kasar substrat juga disebabkan oleh penurunan kandungan zat makanan lain terutama karbohidrat. Karbohidrat tersebut dimanfaatkan oleh mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembang biak, mikroorganisme tersebut merupakan protein sel tunggal yang mengandung protein sebesar 31 - 51%.

Peningkatan kadar protein kasar disebabkan adanya penurunan komponen karbohidrat dan BETN yang ditunjang oleh berkembangnya miselium yang mengandung protein cukup tinggi yaitu sebesar 35 - 50%. Jadi, semakin lama waktu inkubasi maka kandungan protein kasar semakin tinggi oleh karena adanya peningkatan pertumbuhan miselium kapang sampai mencapai optimal.

Pengaruh perlakuan terhadap kandungan LK

Pengaruh fermentasi dengan cerevisiae terhadap kandungan LK ampas pati aren ditampilkan pada Tabel 4.

(5)

Tabel 4. Kandungan LK ampas pati aren pada masing-masing perlakuan

Perlakuan LK (%)

Po P1

P2 P3

0,19 ± 0,09b 0,19 ± 0,10 b 0,17 ± 0,05 b 0,00 ± 0,00 b Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukka berbeda nyata (P < 0,05)

Hasil analisis terhadap kandungan lemak kasar (Tabel 4) menunjukkan bahwa fermentasi dengan menggunakan inokulum S.

cerevisiae memberikan perbedaan yang nyata (P < 0,05).

Penurunan kandungan lemak pada perlakuan ini disebabkan oleh waktu inkubasi yang cukup lama sehingga dapat meningkatkan aktivitas enzim lipase yang dihasilkan oleh khamir; untuk merombak kandungan lemak substrat sebagai sumber energi bagi pertumbuhannya. Khamir akan menyerang lemak dan protein setelah menyerang karbohidrat sebagai sumber energinya.

Penguraian bahan organik oleh khamir disebabkan aktivitas enzim lipase dan amilase yang bekerja dalam pemecahan lemak dan amilum dari substrat sehingga kandungan bahan organik selama fermentasi mengalami penurunan. Bahan organik yang mengalami penurunan selama fermentasi tersebut adalah pati dan lemak kasar karena digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi sebagai pertumbuhan khamir (ARDHANA, 1982).

Penurunan kadar pati ini disebabkan oleh penggunaan pati oleh khamir untuk proses metabolismenya.

Kecukupan nutrisi dari mikroorganisme tersebut menyebabkan proses fermentasi berjalan dengan baik sehingga aktivitas lipase pun sebagai degradan lemak kasar bekerja dengan baik. S. cerevisiae mampu mendegradasi lemak kasar yang ditunjukkan dengan tidak adanya kandungan lemak kasar pada perlakuan P3.

Pengaruh perlakuan terhadap kandungan SK

Pengaruh fermentasi dengan cerevisiae terhadap kandungan SK ampas pati aren ditampilkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Kandungan SK ampas pati aren pada masing-masing perlakuan

Perlakuan SK (%)

P0

P1

P2

P3

28,52 ± 1,41 28,05 ± 0,69 26,58 ± 0,89 26,54 ± 0,96

Tabel 5 menunjukkan fermentasi dengan menggunakan inokulum cerevisiae memberikan perbedaan yang tidak nyata (P >

0,05) terhadap kandungan serat kasar.

S. Cerevisiae selama proses fermentasi akan menghasilkan enzim yang mampu mendegradasi karbohidrat dalam substrat. Hal inilah yang menyebabkan penggunaan inokulum S. cerevisiae dalam fermentasi dapat menurunkan kandungan serat kasar sebab serat kasar merupakan polisakarida yang dapat berupa selulosa atau lignin. Pada perlakuan P3

terjadi penurunan kandungan serat kasar yang kemungkinan disebabkan oleh terjadinya fermentasi yang lebih lama dari perlakuan lain sehingga memungkinkan mikroorganisme dapat tumbuh dan menghasilkan enzim yang menurunkan serat kasar.

Fermentasi pembuatan tape dengan menggunakan ragi, sesuai dengan kandungan mikroorganisme yang terdapat pada ragi maka proses fermentasi tape dibagi menjadi dua tahap yaitu perubahan pati menjadi gula oleh kapang dan perubahan gula menjadi alkohol oleh khamir. Hal ini berarti bahwa penggunaan kapang dalam fermentasi hanya dapat mendegradasi karbohidrat menjadi gula sederhana, sedangkan khamir mampu mendegradasi hingga menjadi alkohol. Hal ini menyebabkan S. cerevisiae efektif mendegradasi serat kasar.

(6)

Populasi Saccharomyces cerevisiae pada ampas pati aren

Populasi S. cerevisiae pada ampas pati aren pada masing-masing perlakuan dengan metode TPC dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Populasi cerevisiae pada ampas pati aren pada masing-masing perlakuan

Perlakuan TPC (efu/g)

P0

P1

P2

P3

7,78 ± 0,23a 8,97 ± 1,29 a 10,08 ± 0,09 b 10,32 ± 0,19 b Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P < 0,05)

Fermentasi dengan menggunakan inokulum S. cerevisiae memberikan perbedaan yang sangat nyata (P < 0,01) terhadap populasi cerevisiae pada ampas pati aren.

Perlakuan dengan waktu inkubasi yang semakin lama menunjukkan terjadinya peningkatan populasi S. cerevisiae. Hal ini diduga karena cerevisiae membutuhkan waktu lebih lama untuk merombak zat makanan.

Populasi tertinggi terlihat pada perlakuan dengan waktu inkubasi 72 jam. Mikroba dapat tumbuh subur, tetap dominan, atau mati tergantung pada faktor intrinsik, pengolahan, ekstrinsik, implisit, dan bahannya.

Pengaruh perlakuan terhadap kecernaan BK dan BO

Nilai kecernaan nutrisi ampas pati aren setelah diberi perlakuan pada penelitian ini yang meliputi rataan kecernaan bahan kering (KcBK) dan kecernaan bahan organik (KcBO) ampas pati aren disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 menunjukkan bahwa fermentasi dengan menggunakan inokulum cerevisiae memberikan perbedaan yang tidak nyata (P >

0,05) terhadap kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik.

Pengukuran kecernaan secara in vitro bertujuan untuk mengetahui banyaknya BK dan BO yang hilang atau terfermentasi di rumen dan pascarumen. Nilai KcBK dan

dengan nilai KcBK 41,99% dan nilai KcBO 38,28%. Dari Tabel 7 dapat juga dilihat bahwa KcBK dan KcBO cenderung meningkat dengan semakin bertambahnya lama inkubasi.

Hal ini diduga karena kandungan protein yang mengalami peningkatan dan serat kasar yang mengalami penurunan akan mempengaruhi kecernaan. Silika pada dinding sel bersama dengan lignin menghambat kerja mikroba rumen dalam mendegradasi serat kasar. Makin tinggi kandungan SiO2 maka makin menurun kecernaan BK. Setiap kenaikan 1% silika dalam hijauan akan diikuti dengan setiap penurunan 1% kecernaan BO in vitro.

Tabel 7. Rataan KcBK dan KcBO ampas pati aren pada masing-masing perlakuan

Kecernaan (%) Perlakuan

BK BO P0

P1

P2

P3

36,63 ± 6,43 37,24 ± 6,55 37,35 ± 5,58 42,99 ± 3,39

32,63 ± 6,40 33,38 ± 5,71 33,87 ± 5,97 38,28 ± 3,42 Pada proses fermentasi terjadi penguraian molekul-molekul organik kompleks menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana yang tidak larut menjadi larut sehingga dapat meningkatkan nilai cerna bahan organik.

Bahan organik yang diuraikan oleh khamir disebabkan oleh adanya enzim-enzim lipase dan amilase yang bekerja dalam pemecahan lemak dan amilum dari substrat sehingga kandungan bahan organik selama fermentasi mengalami penurunan.

KESIMPULAN

Perlakuan fermentasi ampas pati aren dengan cerevisiae menyebabkan perubahan nilai nutrisi LK, tetapi tidak menyebabkan terjadinya perubahan nilai nutrisi yang lain;

juga terhadap nilai KcBK dan KcBO. Namun secara nominal, waktu inkubasi selama 72 jam memberikan nilai nutrisi PK, KcBK, dan KcBO tertinggi dengan nilai BK, LK, dan SK terendah.

Inkubasi selama 72 jam merupakan masa inkubasi yang optimal bagi pertumbuhan populasi cerevisiae.

(7)

Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan agar dilakukan penelitian lanjutan dengan waktu inkubasi yang lebih lama; dilanjutkan dengan percobaan in vivo untuk mengetahui pengaruhnya terhadap produktivitas ternak secara langsung.

DAFTAR PUSTAKA

AOAC. 1980. Official Method of Analysis.

Association of Official Analytical Chemists.

Washington DC.

ARDHANA,M. 1982. The Microbial Ecology of Tape Ketan Fermentation. Thesi. The University of New South Wales University, Sydney.

Referensi

Dokumen terkait

Kearifan lokal masyarakat Sidoharjo tersebut dipredisposisi oleh; (1) keyakinan bahwa anak dan warga retardasi mental merupakan bagian dari ujian Tuhan yang harus disikapi

Secara deskripitif rasa selai dapat dibedakan oleh panelis, namun secara hedonik disukai panelis.Hal ini menunjukkan bahwa penambahan pisang masak sehari dan

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga publikasi &#34;Kecamatan Maesan Dalam Angka Tahun 2015&#34;

Selanjutnya, komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi karbon dapat dilihat dengan adanya Perpres No 61 tahun 2011 mengenai Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi

Hasil menunjukkan bahwa penyebab banyaknya jumlah reject pada proses penyetripan obat X, seperti ketebalan aluminium, proses yang harus diperbaiki, kondisi mesin

Korelasi musiman NINO3.4 terhadap suhu permukaan laut memiliki korelasi yang tidak jauh berbeda dengan korelasi musiman EMI yang ditunjukkan dengan Gambar 5 dimana

Selain tumbuhan air lokasi penangkapan Ikan Putak (Notopterus notopterus) di rawa banjiran Desa Belanti Kecamatan Sirah Pulau Padang Kabupaten Ogan Komering Ilir