• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "4. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

30 4.1. Sedimen Dasar Perairan

Berdasarkan pengamatan langsung terhadap sampling sedimen dasar perairan di tiap-tiap stasiun pengamatan tipe substrat dikelompokkan menjadi 2, yaitu:

substrat pasir berlumpur dan pasir. Sampling sedimen tersebut berdasarkan analisis tekstur dapat dipisahkan menjadi 3 tipe sedimen yaitu: pasir, lanau dan liat. Pengambilan sampel sedimen yang terdapat pada 9 stasiun, yaitu : P.

Pramuka terdiri dari 1 stasiun (Stasiun 1), P. Karya terdiri dari 2 stasiun (Stasiun 2, dan 3), P. Panggang terdiri dari 3 stasiun (Stasiun 4, 7, dan 9), dan P. Semak Daun terdiri dari 3 stasiun (Stasiun 5, 6, dan 8). Pada lokasi pengambilan

sedimen, stasiun 1 sampai 6 adalah stasiun pasir berlumpur, sedangkan stasiun 1

sampai 9 adalah stasiun pasir. Lokasi pengambilan sedimen dapat dilihat pada

Gambar 17.

(2)

Gambar 17. Peta Stasiun Sebaran Sedimen

(3)

Berdasarkan hasil analisis tekstur sedimen, sedimen permukaan dasar laut di lokasi penelitian dapat dipisahkan menjadi 3 tipe sedimen yaitu: pasir, lanau, dan liat. Fraksi pasir terdapat 5 ukuran mata ayakan 1.000 – 2.000 μm, 500 – 1.000 μm, 200 – 500 μm, 100 – 200 μm, dan 50 – 100 μm), lanau (3 fraksi, ukuran 20 – 50 μm, 10 – 20 μm, dan 2 – 10 μm) dan liat (1 fraksi, ukuran 0 – 2 μm). Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 9 stasiun lokasi pengamatan secara keseluruhan didominasi oleh fraksi pasir yang memiliki persentase rata-rata sebesar 80,85%.

Fraksi lanau dan liat secara berturut-turut memiliki nilai persentase rata-rata sebesar 18,32% dan 0,83% (Gambar 18).

Rendahnya tingkat persentase lanau dan liat di lokasi penelitian ini salah satunya disebabkan karena tidak adanya daratan utama yang menjadi sumber masukan fraksi lanau dan liat yang dapat disebabkan oleh proses sedimentasi yang terjadi di daratan yang terbawa oleh aliran sungai yang bermuara di lautan.

Gambar 18. Persentase Sedimen di Lokasi Penelitian

Fraksi pasir (sand) yang memiliki kenampakan makroskopis akan lebih cepat

mengendap dibandingkan dengan fraksi lanau atau lumpur (silt) dan liat (clay)

pada daerah yang mengalami proses turbulensi yang tinggi karena fraksi lanau

(4)

dan liat berukuran sangat kecil (mikroskopis) sehingga masih dapat dibawa oleh arus ke tempat lain. Sedimen fraksi lanau umumnya mudah terbawa oleh arus dan mudah teraduk bila terjadi proses turbulensi atau upwelling.

Pengendapan fraksi lanau sangat lambat, sehingga posisi lumpur selalu di atas dari lapisan permukaan dasar laut. Sedimen fraksi liat merupakan sedimen yang ukurannya paling kecil sehingga butuh waktu yang lebih lama dari pada lanau untuk mengalami proses pengendapan di dasar perairan. Istilah lumpur (silt) biasanya dalam konteks laut diganti dengan istilah yang lebih umum, yakni lanau agar tidak membingungkan dengan pengertian mud. Menurut Wibisono (2005) jenis-jenis partikel tersebut sangat menentukan jenis hewan benthos yang mendiami sedimen tersebut sebagai habitatnya, seperti untuk jenis sedimen pebbles dan granules setidaknya akan ditemui hewan-hewan Gastropoda,

sedangkan untuk jenis sedimen pasir mungkin kita akan mendapati hewan kerang- kerangan (Bivalva) dan untuk jenis sedimen lanau biasanya dapat ditemukan hewan cacing.

Persentase komposisi fraksi pasir terbesar terdapat pada Stasiun 8 sebesar 90,26% yang berada pada posisi 5°43,833’ LS dan 106°34,363’ BT pada kedalaman 5,01 meter dan terendah pada Stasiun 2 sebesar 72,37% pada posisi 5°44,275’ LS dan 106°36,538 BT yang berada pada kedalaman 4,07 meter.

Persentase komposisi fraksi lanau terbesar terdapat pada Stasiun 2 sebesar 26,81%

dan terendah pada Stasiun 8 sebesar 9,01%, sedangkan untuk fraksi liat tertinggi

terdapat pada Stasiun 6 dengan persentase sebesar 1,28%, dimana stasiun ini

terletak pada posisi 5°43,703’ LS dan 106°34,379’ BT dengan kedalaman 5,60

meter dan terendah pada Stasiun 7 sebesar 0,24% (Tabel 4).

(5)

Tabel 4. Komposisi Fraksi Sedimen pada setiap Stasiun

St. Posisi koordinat Persentasi fraksi (%)

Tipe substrat Lintang Bujur Pasir Lanau Liat

1. 5°44,521’ 106°36,819’ 77,18 21,92 0,90 Pasir berlumpur 2. 5°44,275’ 106°36,538’ 72,37 26,81 0,82 Pasir berlumpur 3. 5°44,163’ 106°36,587’ 82,36 16,49 1,15 Pasir berlumpur 4. 5°44,166’ 106°36,052’ 78,36 20,75 0,89 Pasir berlumpur 5. 5°43,802’ 106°34,337’ 82,40 16,52 1,08 Pasir berlumpur 6. 5°43,703’ 106°34,379’ 72,86 25,86 1,28 Pasir berlumpur 7. 5°44,389’ 106°35,953’ 86,98 12,78 0,24 Pasir 8. 5°43,833’ 106°34,363’ 90,26 9,01 0,73 Pasir 9. 5°44,642’ 106°36,185’ 84,89 14,73 0,38 Pasir

4.2. Komputasi Acoustic Backscattering Dasar Perairan

Hasil ekstrak data menggunakan program Echoview 4,0 dongle version dan readEYRaw Matlab menghasilkan tampilan echogram yang merupakan hasil penjabaran dari setiap ping dari nilai volume backscattering strength (SV), dengan unit decibel (dB). Komputasi nilai backscattering (SV dan SS) dari beberapa tipe substrat dasar perairan diperoleh melalui komputasi echo dasar perairan yang terekam dalam echogram (Manik, 2011). Echogram adalah hasil perekaman sinyal atau gambar hasil deteksi dengan menggunakan alat akustik. Echogram juga dapat memberikan informasi kedalaman perairan, profil dasar perairan dan mengenai individu ataupun kelompok ikan.

Semakin besar nilai backscattering yang diberikan oleh dasar perairan maka diduga semakin kasar dan keras pula jenis dasar perairan tersebut. Hal ini

disebabkan karena perbedaan material dasar laut. Adapun nilai komputasi SV, SS,

dan EL dapat dilihat pada Tabel. 5.

(6)

Tabel 5. Nilai SV, SS, dan EL (dB) Dasar Perairan St. Tipe Substrat Depth

(m)

SV (dB)

SS (dB)

EL (dB) E1

(roughness)

E2 (hardness)

1. Pasir berlumpur 6,51 -23,24 -48,66 -33,32

155,20 – 175,03 2. Pasir berlumpur 4,13 -21,53 -51,64 -31,60

3. Pasir berlumpur 4,24 -25,42 -58,17 -35,49 4. Pasir berlumpur 4,83 -21,75 -55,99 -31,83 5. Pasir berlumpur 2,15 -20,32 -51,50 -30,38 6. Pasir berlumpur 5,59 -16,58 -49,80 -26,64

7. Pasir 2,79 -10,62 -36,15 -20,70 163,32

– 180,22

8. Pasir 5,15 -18,51 -52,23 -28,58

9. Pasir 2,25 -16,74 -52,03 -26,80

4.2.1. Volume Backscattering Strength (SV) Dasar Perairan

Hasil kuantifikasi SV echo dasar perairan menunjukkan bahwa dari 2 tipe substrat yang ditemukan di lokasi penelitian, substrat pasir memiliki nilai SV (roughness) yang berkisar antara -10,62 sampai -18,51 dB dan substrat pasir berlumpur memiliki nilai SV yang berkisar antara -16,58 sampai -25,42 dB. Nilai SV rata-rata untuk substrat pasir adalah sebesar -13,91 dB dan substrat pasir berlumpur sebesar -20,57 dB. Nilai SV tertinggi untuk substrat pasir terdapat pada Stasiun 7 sebesar -10,62 dB dan terendah pada Stasiun 8 sebesar -18,51 dB, sedangkan nilai SV tertinggi untuk substrat pasir berlumpur terdapat pada Stasiun 6 sebesar -16,58 dB dan terendah pada Stasiun 3 sebesar -25,42 dB (Tabel 5).

Echogram merupakan rekaman dari rangkaian gema. Visualisasi echogram pada Gambar 19 memperlihatkan tampilan echogram tipe substrat pasir

berlumpur yang mewakili stasiun pengamatan di lokasi penelitian. Substrat pasir

berlumpur cenderung memiliki kandungan fraksi lanau yang lebih banyak jika

dibandingkan dengan lanau yang terdapat pada substrat pasir. Visualisasi

echogram menggunakan program Rick Towler pada Matlab (Purnawan, 2009).

(7)

Substrat pasir berlumpur pada stasiun 3 dan 4 terdapat tumbuhan lamun, dan adanya turbulensi, sedangkan untuk substrat pasir pada stasiun 8 dan 9 terdapat lapisan sedimen yang berwarna merah dan ikan. Visualisasi echogram pada stasiun 1 dan 7 terdapat lapisan sedimen yang berwarna merah di 2 kedalaman yang relatif berdeda. Adanya fenomena pada saat perekaman data tersebut merupakan hal yang mungkin dapat mempengaruhi komputasi nilai

backscattering (SV dan SS) yang dapat dilihat pada visualisasi echogram tiap-tiap stasiun (Lampiran hal 61).

(a) (b) Gambar 19. Echogram Tipe Substrat Pasir Berlumpur (a) Stasiun 3, (b) Stasiun 4

Gambar 20 memperlihatkan tampilan echogram tipe substrat pasir yang

mewakili stasiun pengamatan di lokasi penelitian. Substrat pasir yang cenderung

memiliki kenampakan makroskopis memiliki kelebihan untuk memantulkan

kembali sinyal akustik yang ditembakkan ke dasar perairan. Hal ini yang

mengakibatkan second echo yang dihasilkan dari substrat pasir tentunya akan

cenderung lebih kuat jika dibandingkan dengan substrat pasir berlumpur.

(8)

(a) (b) Gambar 20. Echogram Tipe Substrat Pasir (a) Stasiun 8, (b) Stasiun 9

Adanya perbedaan nilai SV pada tiap jenis dasar perairan salah satunya disebabkan karakteristik fisik sedimen tersebut, dimana sedimen yg memiliki kenampakan makroskopis tentunya akan memberikan nilai backscattering yang lebih besar. Selain itu, adanya pori-pori atau ruang yang terdapat antar sedimen dapat menjadi faktor lainnya yang mempengaruhi jenis sedimen tersebut dalam memberikan respon terhadap nilai akustik.

4.2.2. Surface Backscattering Strength (SS) dan Echo Level (EL) Dasar Perairan Hasil yang diperoleh dari hasil komputasi nilai SV untuk memperoleh nilai SS didapatkan bahwa nilai SS untuk substrat pasir berkisar antara -20,70 sampai -28,58 dB dengan nilai rata-rata sebesar -23,98 dB. Substrat pasir berlumpur memiliki nilai SS yang berkisar pada -26,64 sampai -35,49 dB dengan rata-rata nilai SS sebesar -30,64 dB. Nilai SS pasir tertinggi terletak pada Stasiun 7 sebesar -20,70 dB dan terendah pada Stasiun 8 sebesar -28,58 dB. Substrat pasir

berlumpur, nilai SS tertinggi terdapat pada Stasiun 6 sebesar -26,64 dB dan

terendah pada Stasiun 3 sebesar -35,49 dB (Tabel 5).

(9)

Nilai SS diperoleh dari puncak nilai Sv echo permukaan. Hasil pengolahan SS dengan menggunakan Matlab terlihat bahwa nilai maksimum dan minimum SS bervariasi untuk beberapa tipe substrat (pasir dan pasir berlumpur). Hal ini diduga bahwa nilai SS dipengaruhi oleh impedansi akustik dan kekasaran (roughness) dari permukaan lapisan dasar perairan. Berdasarkan hasil yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa hal ini sesuai dengan hasil Siwabessy (2001) yang menjelaskan bahwa nilai backscattering dari dasar yang keras (hard) akan lebih besar dibandingkan nilai backsacttering dari dasar perairan yang lunak (soft).

Pola perambatan pulsa akustik (SV dan SS) dasar perairan pada Gambar 21 dan Gambar 22 menunjukkan contoh stasiun yang menunjukkan pola perambatan pulsa akustik yang diukur dalam SV dan SS dari dasar perairan pada kedua tipe substrat yang di plot berdasarkan hubungan antara kedalaman dan nilai intensitas acoustic backscattering strength. Pada pola perambatan pulsa akustik yang

diukur, puncak nilai SV atau SS dapat diduga sebagai echo dasar (dasar perairan).

Puncak yang tertinggi merupakan echo pertama dari dasar perairan sedangkan peak yang selanjutnya (puncak yang lebih rendah) merupakan echo kedua dari dasar perairan dan seterusnya (Lampiran hal 62).

Nilai terbesar SS tidak jauh berbeda dengan nilai SV dasar perairan yang

didominasi oleh tipe substrat pasir dan pasir berlumpur. Hal ini sejalan dengan

pernyataan Manik et al. (2006) yang menjelaskan bahwa dengan menggunakan

nilai SS, nilai backscattering strength substrat pasir lebih besar dari pada nilai SS

pada tipe substrat pasir berlumpur. Nilai terkecil SS didominasi oleh tipe substrat

pasir berlumpur. Menurut Manik et al. (2006), nilai SS meningkat dengan

(10)

bertambahnya kenaikan diameter partikel dasar laut dan menurun dengan

kenaikan frekuensi akustik yang digunakan yang bermanfaat untuk klasifikasi tipe dasar laut.

(a) (b)

Gambar 21. Pola SS dan SV Tipe Substrat Pasir Berlumpur (a) Stasiun 3, (b) Stasiun 4

(a) (b) Gambar 22. Pola SS dan SV Tipe Substrat Pasir (a) Stasiun 8, (b) Stasiun 9

Penelitian terdahulu mengenai nilai backscattering strength dasar perairan pada beberapa perairan di Indonesia telah dilakukan. Beberapa diantaranya telah dilakukan oleh Purnawan (2009), Allo (2008), Pujiyati (2008) dan Manik et al.

(2006) dengan menggunakan instrumen scientific echosounder split beam dengan

frekuensi 120 kHz (Tabel 6).

(11)

Tabel 6. Beberapa Penelitian tentang Nilai Acoustic Backscattering Strength Dasar Perairan

Peneliti Instrumen/

Software Lokasi Nilai BS (dB)

Manik et al.

(2006)

Quantitative Echo

Sounder/Matlab Samudera Hindia

Pasir: -18,30 Lumpur berpasir: -23,40

Lumpur: -29,00 Pujiyati

(2008)

SIMRAD EK 500/EP 500

Perairan Bangka (Belitung dan Laut

Jawa)

Pasir: -20,00 Lumpur: -35,91

Allo (2008) SIMRAD EY 60/Echoview

Perairan Sumur (Pandeglang,

Banten)

Pasir: -18,05 Pasir berlumpur: -21,09 Lumpur berpasir: -27,04

Lumpur: -30,02 Purnawan

(2009)

SIMRAD EY 60/Matlab

P. Pari (Kepulauan

Seribu) Pasir: -16,35 Penelitian

ini (2011)

SIMRAD EY 60/Echoview dan

Matlab

P. Pramuka, P.

Panggang, P. Karya, P. Semak Daun (Kepulauan Seribu)

Pasir: -13,91 Pasir berlumpur: -20,57

Berdasarkan Gambar 23 dapat melihat bahwa penelitian ini memiliki

nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya

namun nilai tersebut merupakan nilai SV tertinggi. Jika dimasukkan nilai rata-

rata, substrat pasir memiliki nilai SV yang berkisar antara -10,62 dB sampai

-18,51 dB dan substrat pasir berlumpur memiliki nilai SV yang berkisar antara

-16,58 dB sampai -25,42 dB. Hal ini menunjukkan bahwa penelitian ini berada

pada kisaran yang sama dengan penelitian sebelumnya.

(12)

Gambar 23. Perbandingan Nilai Volume Backscattering Strength

berbagai Tipe Substrat Pasir, Pasir Berlumpur, Lumpur Berpasir dan Lumpur. Penelitian ini Purnawan Allo Pujiyati Manik et al.

Kondisi perairan yang berbeda akan mempengaruhi intensitas nilai backscattering karena secara tidak langsung berhubungan dengan kecepatan rambat gelombang suara di perairan yang berkaitan erat dengan kondisi suhu, salinitas, tekanan dan kedalaman. Selain cepat rambat gelombang suara, panjang pulsa juga mempengaruhi intensitas nilai backscattering dan ini berkaitan erat dengan spesifikasi instrumen akustik yang digunakan dalam penelitian.

4.2.3. Normalisasi Energi Echo Dasar Perairan

Visualisasi Gambar 24 menunjukkan hasil normalisasi echo dasar perairan yang diperoleh dari data echogram untuk melihat tingkat intensitas energi substrat dasar perairan (pasir dan pasir berlumpur) di 9 stasiun lokasi penelitian.

Lumpur Lumpur

Berpasir

Pasir Berlumpur

Pasir

(13)

Hasil perhitungan nilai echo level, maka pada penelitian ini didapatkan bahwa nilai echo level untuk substrat pasir memiliki nilai rata-rata sebesar 177,23 ± 8,99 dB dan untuk pasir berlumpur memiliki nilai rata-rata echo level sebesar 168,08 ± 6,78 dB dengan nilai source level (SL) sebesar 214 dB, dengan nilai µ ± s

berkisar antara 177.23 ± 8.99 dB.

Gambar 24. Echo Envelope di 9 Stasiun Lokasi Penelitian

Kurva energi substrat pasir berlumpur diwakili oleh stasiun 1 – 6 memiliki nilai rata-rata echo level sebesar 168,08 ± 6,78 dB, dengan nilai µ ± s berkisar antara 153.95 – 173.26 ± 2.57 – 4.30 dB. Sedangkan kurva energi substrat pasir diwakili oleh stasiun 7 – 9 memiliki nilai rata-rata echo level sebesar 177,23 ± 8,99 dB, dengan nilai µ ± s berkisar antara 161.85 – 179.42 ± 2.76 – 3.61 dB (Lampiran hal 63).

Dasar perairan cenderung memiliki karakteristik memantulkan dan

menghamburkan kembali gelombang suara dari sinyal akustik seperti halnya

(14)

permukaan perairan laut. Efek yang dihasilkan lebih kompleks karena sifat dasar laut yang tersusun atas beragam unsur mulai dari bebatuan yang keras hingga lempung yang halus serta lapisan-lapisan yang memiliki komposisi yang berbeda (Urick, 1983). Menurut Manik (2011), selain dipengaruhi oleh ukuran partikel, diduga ada faktor lain yang mempengaruhi nilai backscattering seperti porositas, kandungan zat organik dan biota yang berada dalam substrat.

Tingkat energi dasar perairan dapat digambarkan berdasarkan hubungan antara intensitas echo dasar perairan terhadap kedalaman dalam memberikan respon terhadap sinyal akustik yang mengenai dasar perairan. Hal ini ditandai dengan adanya anggapan bahwa dasar perairan yang keras akan menghasilkan intensitas echo yang tajam berupa nilai amplitudo yang tinggi, sementara bagian dasar perairan yang lunak akan menghasilkan echo yang lemah yang ditandai dengan rendahnya nilai respon amplitudo yang dihasilkan. Echo envelope dari intensitas energi ini merupakan interpretasi dari dasar perairan dalam meresponi sinyal akustik yang memperlihatkan sinyal echo yang berasal dari first bottom atau E1 dan second bottom atau E2.

Echo dasar perairan ini merupakan nilai backscattering volume (SV) yang

merupakan nilai yang menggambarkan nilai SV tertinggi untuk masing-masing

peak echo, dimana peak pertama diindikasikan sebagai echo yang berasal dari

noise permukaan yang disebabkan proses transmisi sinyal akustik dan gangguan

lainnya seperti angin ataupun gelembung. Peak kedua merupakan gema yang

berasal dari dasar perairan yang langsung diterima transduser, sedangkan peak

kedua dan seterusnya merupakan gema yang berasal dari dasar perairan kemudian

(15)

tidak langsung kembali ke transduser tetapi dipantulkan oleh permukaan perairan atau kapal dan kembali ke dasar perairan dan kemudian kembali ke transduser.

Visualisasi Gambar 25 dan Gambar 26 menunjukkan hasil normalisasi echo dasar perairan yang diperoleh dari data echogram untuk melihat tingkat intensitas energi dari beberapa tipe substrat dasar perairan (pasir dan pasir berlumpur) di lokasi penelitian. Intensitas energi yang mengindikasikan dari tipe substrat pasir berlumpur diwakili stasiun 3 dan 4 dengan nilai µ ± s sebesar 158.10 ± 2.57 dB, dan 159.44 ± 2.80 dB. Sedangkan untuk tipe substrat pasir diwakili stasiun 8 dan 9 dengan nilai µ ± s sebesar 161.85 ± 3.49 dB, dan 175.59 ± 3.61dB.

(a) (b)

Gambar 25. Echo Envelope yang mengindikasikan Tingkat Intensitas Energi

Tipe Substrat Pasir Berlumpur (a) Stasiun 3, (b) Stasiun 4

(16)

(a) (b)

Gambar 26. Echo Envelope yang mengindikasikan Tingkat Intensitas Energi Tipe Substrat Pasir (a) Stasiun 8, (b) Stasiun 9

Kurva energi substrat pasir cenderung memberikan respon backscattering

yang lebih kuat dibandingkan dengan substrat pasir berlumpur yang ditandai

dengan nilai amplitudo yang tinggi yang terdapat pada substrat pasir. Rendahnya

intensitas energi echo pada substrat pasir berlumpur dikarenakan substrat yang

memiliki kandungan lanau cenderung untuk menyerap gelombang suara yang

ditransmisikan ke dasar perairan sehingga echo yang kembali dari dasar akan

mengalami pelemahan. Hal ini berbeda dengan pasir, karena pasir akan

memantulkan gelombang suara lebih kuat. Hal ini menjelaskan bahwa nilai

hambur balik dipengaruhi oleh ukuran partikel. Selain ukuran partikel, nilai

hambur balik dasar atau substrat kemungkinan juga dipengaruhi oleh faktor lain

seperti porositas ataupun kandungan zat organik dan biota yang berada di dalam

substrat. Namun dalam penelitian ini porositas, zat organik dan biota yang ada di

dalam substrat tidak dibahas.

(17)

4.3. Principal Component Analysis (PCA)

Hubungan antara parameter fisika sedimen dengan nilai akustik dianalisis dengan menggunakan Principal Component Analysis (PCA), untuk melihat seberapa besar keterkaitan antara satu parameter dengan parameter yang lain.

Parameter fisik sedimen yang digunakan dalam analisis ini meliputi komposisi sedimen (pasir, lanau, dan liat), sedangkan untuk parameter akustik meliputi nilai SV (E1 dan E2), SS dan EL (Echo Level).

Analisis komponen utama yang dilakukan terhadap data pengamatan di perairan Kepulauan Seribu dapat menjelaskan keragaman data sampai 82,12%

sehingga interpretasi analisis komponen dianggap mewakili keadaan yang terjadi tanpa mengurangi informasi yang banyak dari data (Gambar 27).

Sumbu faktor 1 (F1) dan faktor 2 (F2) dipilih untuk menggambarkan peubah- peubah baru yang akan menjelaskan komponen utama karena kontribusi hasil penjumlahan antara keduanya lebih besar bila dibandingkan dengan penjumlahan antara F1 dan F3 atau F2 dan F3. Perlu diketahui bahwa besarnya sudut yang terbentuk dari dua variabel dalam satu sumbu faktor mengindikasikan besarnya perbedaan antara kedua variabel tersebut.

Hasil analisis komponen utama (parameter fisik sedimen dan nilai

hidroakustik) terhadap komposisi substrat dan nilai hambur balik dasar perairan memperlihatkan bahwa kontribusi terhadap sumbu utama (F1, F2) sebesar

86,70%. Sebagian besar informasi terpusat pada sumbu 1 (F1) yang menjelaskan 64,63% dari ragam total. Sumbu 2 (F2) menjelaskan 22,07% dari ragam total.

Komponen yang memberikan kontribusi pada sumbu 1 negatif meliputi:

partikel pasir, hambur balik pertama (E1), hambur balik ke dua (E2), SS dan EL,

(18)

sedangkan sumbu 1 positif meliputi partikel lanau, dan liat. Komponen yang memberikan kontribusi pada sumbu 2 negatif partikel liat, lanau, hambur balik pertama (E1), hambur balik ke dua (E2), SS dan EL, sedangkan sumbu 2 positif meliputi partikel pasir.

Analisis komponen utama tipe substrat yang meliputi, PCA untuk keterkaitan parameter (fisik sedimen dan nilai hidroakustik) dan penyebaran stasiun

pengamatan pada sumbu F1 dan F2 dapat dilihat pada Gambar 27 dan 28.

Gambar 27. PCA untuk Parameter Fisik Sedimen dan Nilai Hidroakustik

(19)

Projection of the cases on the factor-plane ( 1 x 2)

Active 1

2 3

4 5

6 7

8

9

-7 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4

Factor 1: 64,63%

-3,5 -3,0 -2,5 -2,0 -1,5 -1,0 -0,5 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0

Factor 2: 22,07%

Kelompok I Kelompok II

Kelompok III

Kelompok IV

Gambar 28. Penyebaran Stasiun Pengamatan pada Sumbu F1 dan F2

Berdasarkan hasil yang diperoleh seperti yang terlihat pada Gambar 28 maka

dapat disimpulkan bahwa, terdapat empat tipe substrat, seperti pada Tabel 7.

(20)

Tabel 7. Hubungan antara Parameter Fisika Sedimen dan Nilai Akustik dianalisis dengan menggunakan Principal Component Analysis (PCA)

Klasifikasi Penyebaran Stasiun

pada Sumbu F1 dan F2 Keterangan

Kelompok 1 Stasiun 1, 2, dan 6

Stasiun substrat pasir berlumpur dengan komposisi fraksi pasir yang lebih besar dari kelompok 2, ditandai dengan nilai SV, SS tertinggi, dan memiliki nilai echo level yang besar dari kelompok 2

Kelompok 2 Stasiun 3, 4 dan 5

Stasiun substrat pasir berlumpur dengan komposisi fraksi pasir yang lebih besar dari kelompok 1, ditandai dengan nilai SV, SS yang lebih

rendah dari kelompok 1, dan memiliki nilai echo level tinggi

Kelompok 3 Stasiun 7

Stasiun substrat pasir dengan komposisi fraksi pasir yang lebih besar dari kelompok 4 dan liat terkecil ditandai dengan nilai SV, SS dan echo level tertinggi diantara stasiun lainnya

Kelompok 4 Stasiun 8 dan 9

Stasiun substrat pasir dengan

komposisi fraksi pasir terbesar

diantara stasiun lainnya, ditandai

dengan nilai SV, SS, dan echo level

yang lebih kecil dari kelompok 3.

Referensi

Dokumen terkait

Masa tugas Tim Verifikasi di jenjang Pengurus Cabang adalah 3 (tiga) tahun atau sama dengan periodesasi kepengurusan Pengurus Cabang dan dapat dipilih kembali

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai tugas akhir yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) pada

Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendeskripsikan wajah suku-suku asli Papua, sebagai sosok yang terpinggirkan dari pandangan utama

Rangkaian modul RFID Starter Kit dapat dilihat pada Gambar 3.12 dan keterangan IC ID-12 yang digunakan untuk aplikasi absensi yang akan digunakan dapat dilihat pada Gambar

[r]

3 Bank bertindak sebagai Penyedia Fasilitas Likuiditas Jenis eksposur (contoh: tagihan beragun rumah tinggal).. 4 Bank bertindak sebagai Penyedia Jasa Jenis eksposur (contoh:

Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran penyuluh kepada kelompok tani dalam hal pengelolaan budidaya Kakao di Desa Pengkendekan, Kecamatan Sabbang, Kabupaten Luwu

Java 2 Micro Edition ( J2ME ) merupakan salah satu bagian dari teknologi java yang dikembangkan untuk memungkinkan aplikasi Java bisa berjalan di perangkat-perangkat mobile