• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH IKLIM ORGANISASI TERHADAP

KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN HOTEL GRAND KANAYA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Skripsi Psikologi Industri dan Organisasi

Oleh :

PANDU WIRATAMA 131301108

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

(2)
(3)
(4)

Pengaruh Iklim Organisasi Terhadap Keterikatan Kerja Pada Karyawan Hotel Grand Kanaya Medan

Pandu Wiratama dan Emmy Mariatin, Ph.D

ABSTRAK

Keterikatan Kerja merupakan rasa keterikatan secara emosional dengan pekerjaan dan organisasi serta mengekspresikan diri secara fisik, kognitif, dan emosional selama menunjukkan peran. Keterikatan Kerja berpengaruh pada kinerja perusahaan dan berdampak pada keberhasilan perusahaan. Banyak faktor yang mempengaruhi Keterikatan Kerja, salah satunya adalah iklim organisasi.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Subjek pada penelitian ini adalah karyawan Hotel Grand Kanaya Medan yang berjumlah 75 orang. Alat ukur yang digunakan berupa skala keterikatan kerja yang memiliki 12 aitem dan skala iklim organisasi yang memiliki 23 aitem yang disusun berdasarkan aspek keterikatan kerja oleh Kahn (1990) serta iklim organisasi oleh Stringer (2002). Metode analisis data yang digunakan adalah regresi sederhana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa iklim organisasi berpengaruh positif terhadap keterikatan kerja pada karyawan hotel Grand Kanaya Medan.

Kata Kunci : keterikatan kerja, iklim organisasi

(5)

Effect of Organizational Climate on Employee Engagement at Grand Kanaya Hotel Medan

Pandu Wiratama and Emmy Mariatin, Ph.D

ABSTRACT

Employee Engagement is a sense of emotional attachment to work and organization and expressing itself physically, cognitively, and emotionally while showing a role. Employee Engagement influences the company's performance and has an impact on the company's success. Many factors influence Employee Engagement, one of which is the organizational climate. This research uses quantitative approach. Subjects in this study were 75 employees of Grand Kanaya Hotel Medan. The measuring instrument used is an employee engagement scale which has 12 items and an organizational climate scale that has 23 items arranged based on aspects of employee engagement by Kahn (1990) and organizational climate by Stringer (2002). The data is analyzed by using simpled regression. The results showed that the organizational climate had a positive effect on employee engagement on employees of the Grand Kanaya Medan hotel.

Key Words : employee engagement, climate organization

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Pengaruh Iklim Organisasi Terhadap Keterikatan Kerja Pada Karyawan Hotel Grand Kanaya Medan”. Pengajuan skripsi ini diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam mengajukan skripsi pada Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar- besarnya untuk kedua orang tua yaitu ayahanda Riswanto dan Ibunda Sutartik atas segala doa, perhatian dan dukungan yang tak terhingga dalam menyemangati peneliti. Mereka yang selalu memberikan motivasi dan bimbingan agar dapat menyelesaikan pendidikan yang telah saya jalani. Kemudian, skripsi ini juga tidak akan dapat diselesaikan tanpa kehadiran orang-orang di sekeliling penulis yang telah mendukung dan membantu.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yaitu :

1. Bapak Zulkarnain, Ph.D, Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Emmy Mariatin, Ph.D, Psikolog selaku dosen pembimbing seminar dan skripsi yang selalu sabar dalam mengarahkan dan membimbing saya selama proses pembuatan skripsi. Terimakasih untuk ilmu yang telah Ibu berikan selama ini.

(7)

3. Bapak Ekadanta Jaya Ginting, M.A, Psikolog selaku dosen penguji I skripsi yang bersedia memberikan waktu, masukan dan arahan dalam penyelesain skripsi ini.

4. Bang Fahmi Ananda, M.Psi, Psikolog selaku dosen penguji II skripsi yang juga bersedia memberikan waktu, masukan dan arahan dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Seluruh Dosen dan Staf di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih atas ilmu pengetahuan dan bantuan yang telah diberikan pada saat perkuliahan.

6. Karin dira Amira, teman, sahabat dan pasangan yang tidak pernah lelah untuk memberikan semangat, perhatian dan pengertian dalam kondisi apapun. Terima kasih telah mendukung dan menjadi penyemangat dalam kehidupan ini.

7. Muhammad Firman Akbar, S.Psi. Sosok yang rendah hati dan selalu dapat menjadikan suasana lebih menyenangkan. Terima kasih atas segala dukungan dan pengetahuan yang diberikan selama ini. Ga ada lo, ga rame wak !

8. Andrie Syahreza, S.Psi. Seorang sahabat yang mempunyai berjuta keunikan dan mempunyai wawasan yang sangat luas, terima kasih sudah banyak membantu dalam proses mengerjakan skripsi dan film-film yang telah di download tentunya.

9. Putri Nova Sari, S.Psi. Seseorang yang dianggap sebagai Ibu karena dapat mengayomi layaknya seorang ibu. Satu-satunya sahabat perempuan

(8)

terbaik saya yang pernah ada dan telah banyak membantu selama proses perkuliahan.

10. Taufiq Hasibuan. Seorang sahabat yang sangat mempunyai banyak pengalaman dan cerita-cerita baru. Semangat juga untuk skripsinya wak ! 11. Teman-teman terdekat, Nadine, Opi, Kiki, Ncy, Agita, Trini, Yolo, Kishia,

Mutia dan Kikin. Terima kasih untuk canda dan tawa yang pernah terjadi, semoga persahabatan kita terus terjalin sampai tua nanti.

12. Teman-teman Macho angkatan 2013, Reza, Wicak, Halim, Dedy, Felix, Hotma yang sudah memberikan waktu luang untuk saling berdiskusi.

Terima kasih atas kebersamaannya.

13. Teman-Teman mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2013. Terima kasih atas kebersamaan dan berbagai cerita yang telah terjadi saat masa perkuliahan.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 03 Agustus 2018

Penulis,

Pandu Wiratama

131301108

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 13

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Manfaat Penelitian ... 14

E. Sistematika Penelitian ... 14

BAB II LANDASAN TEORI A. Keterikatan Kerja ... 16

1. Pengertian Keterikatan Kerja ... 16

2. Aspek Keterikatan Kerja ... 18

3. Faktor yang mempengaruhi Keterikatan Kerja ... 20

B. Iklim Organisasi ... 22

1. Pengertian Iklim Organisasi ... 22

2. Aspek Iklim Organisasi ... 23

3. Faktor yang mempengaruhi Iklim Organisasi ... 25

C. Pengaruh Iklim Organisasi terhadap Keterikatan Kerja ... 27

(10)

D. Kerangka Pemikiran ... 29

E. Hipotesis Penelitian ... 29

BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 30

B. Definisi Operasional Variabel ... 30

C. Populasi dan Sampel ... 32

D. Metode Pengumpulan Data ... 33

E. Uji Coba alat Ukur ... 36

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 38

G. Metode Pengolahan Data ... 39

BAB IV PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Subjek ... 41

B. Hasil Penelitian ... 42

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 50

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 55

B. Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 59 LAMPIRAN ...

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blueprint skala Keterikatan Kerja ... 34

Tabel 2. Blueprint skala Iklim Organisasi ... 35

Tabel 3. Penyebaran subjek berdasarkan jenis kelamin ... 41

Tabel 4. Penyebaran subjek berdasarkan usia ... 42

Tabel 5. Penyebaran subjek berdasarkan masa kerja ... 42

Tabel 6. Hasil uji normalitas ... 43

Tabel 7. Hasil uji linearitas ... 44

Tabel 8. Hasil uji nilai F ... 45

Tabel 9. Tabel analisis regresi ... 45

Tabel 10. Koefisien regresi... 46

Tabel 11. Nilai empirik dan nilai hipotetik iklim organisasi ... 47

Tabel 12. Nilai empirik dan nilai hipotetik keterikatan kerja ... 48

Tabel 13. Kategorisasi data hipotetik iklim organisasi ... 49

Tabel 14. Kategorisasi data hipotetik keterikatan kerja ... 50

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Skala Penelitian ... 64

Lampiran B. Uji Normalitas, Linearitas, dan Daya Beda Aitem ... 72

Lampiran C. Data Mentah Subjek Penelitian ... 80

Lampiran D. Gambaran Subjek Penelitian ... 87

(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Memasuki era globalisasi saat ini, kompetisi antar perusahaan semakin ketat, karena perusahaan tidak hanya dihadapkan pada persaingan dalam negeri, tetapi juga luar negeri. Menghadapi situasi dan kondisi tersebut, setiap organisasi berusaha untuk meningkatkan Sumber daya Manusia (SDM) mereka agar menjadi lebih baik sehingga dapat meningkatkan produktivitas organisasi.

Beberapa cara yang dilakukan dalam meningkatkan sumber daya manusia (SDM) adalah melakukan pelatihan-pelatihan, memberikan reward bagi karyawan yang kerjanya mencapai target yang diberikan oleh perusahaan, dan meningkatkan kompetensi individu karyawan pada perusahaan tersebut (Savina dkk, 2010). Berdasarkan penelitian dari International Management Development (IMD) yang khusus meneliti kawasan negara-negara di Asia, tingkat produktivitas Indonesia berada pada posisi 35 dari 57 negara.

Sedangkan berdasarkan data World Economic Forum (WEF) tahun 2012, tingkat produktivitas Indonesia berada peringkat 50 dari 144 negara yang disurvei.

Kondisi perusahaan-perusahaan di Indonesia saat ini dihadapkan pada persaingan yang sangat ketat. Hal ini dikarenakan banyaknya perusahaan- perusahaan baru bermunculan, baik di bidang manufaktur ataupun jasa. Data statistik menunjukkan jumlah industri besar dan sedang di Jawa dan luar Jawa pada tahun 2016 adalah sebanyak 23.941 (Sumber: Badan Pusat Statistik).

(14)

Persaingan ketat yang terjadi diantara perusahaan-perusahaan didorong karena meningkatnya kebutuhan masyarakat. Perusahaan yang ingin bertahan harus memiliki keunggulan-keunggulan tersendiri yang akan menjadikan nilai plus bagi perusahaan tersebut dimata perusahaan lain. Untuk mencapai keunggulan yang terus-menerus, sejumlah perusahaan besar tidak lagi bergantung pada teknologi dan hak paten, tetapi lebih menekankan pada bagaimana perusahaan dapat mengelola tenaga kerja yang ada di dalam perusahaan mereka (Pfeffer, 1996).

Mengingat pentingnya sumber daya manusia, maka setiap perusahaan pasti berusaha untuk mendapatkan karyawan yang berkualitas dan produktif untuk menjalankan perusahaan. Dalam mengatasi hambatan akan kebutuhan sumber daya manusia yang berkualitas, perusahaan bisa menggunakan berbagai macam cara. Salah satunya adalah memberikan pekerjaan yang sesuai dengan kompetensi karyawan dan memberikan penghargaan yang sebanding dengan apa yang mereka kerjakan sehingga karyawan akan merasa puas dan pada akhirnya merasa terikat dan mempunyai tanggung jawab untuk bekerja dengan baik (Binus, 2012). Selain puas terhadap pekerjaan, karyawan juga diharapkan memiliki keterikatan atau engaged dengan perusahaan. Dengan demikian, karyawan dapat memiliki rasa untuk terlibat, berkomitmen, keinginan untuk berkontribusi, serta adanya rasa memiliki terhadap perkerjaan dan perusahaan tempat ia bekerja (Hermawan, 2014). Riset menunjukkan bahwa karyawan yang memiliki keterikatan dengan perusahaan merupakan karyawan yang lebih produktif (Gallup, 2010 dalam Amelia, 2013). Hal inilah yang disebut dengan keterikatan kerja.

(15)

Terdapat istilah yang berbeda dalam mendefinisikan engagement.

Beberapa peneliti menggunakan istilah work engagement dan beberapa peneliti lainnya menggunakan employee engagement. Namun, peneliti tidak menemukan adanya perbedaan antara kedua istilah tersebut karena keduanya sama-sama menekankan pada aspek karyawan. Keterikatan kerja menjadi sering dibicarakan oleh perusahaan-perusahaan (Saks, 2006). Hal ini dikarenakan keterikatan kerja merupakan suatu hal yang penting untuk memastikan pertumbuhan jangka panjang dan memperoleh keuntungan di lingkungan bisnis yang semakin menantang (Catteeuw, Flynn, & Vonderhorst, 2007). Hasil survey engagement yang dilakukan oleh Kenexa Institute (2012) menemukan bahwa dari dua puluh delapan negara, yang salah satunya Indonesia, hanya India saja yang skor engagementnya termasuk dalam kategori tinggi, yaitu 77%, sedangkan negara-negara lainnya kebanyakan termasuk dalam kategori engagement yang moderate dan low-moderate. Indonesia memperoleh skor engagement 49% dan tergolong dalam kategori low- moderate. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa rata-rata engagement di berbagai negara masih rendah dan perlu ditingkatkan karena dengan adanya pegawai yang engaged tentunya akan dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan.

Konsep engagement pertama kali dikemukakan oleh Kahn (1990) yang menyatakan bahwa individu yang engaged terhadap pekerjaannya akan terhubung dengan peranannya dalam bekerja baik secara fisik, kognitif, maupun secara emosi. Nusatria (2011) di dalam jurnalnya yang berjudul Employee Engagement : Anteseden dan Konsekuensi menjelaskan, bahwa

(16)

karyawan yang memiliki keterikatan dengan perusahaan akan berkomitmen secara intelektual dan emosional terhadap perusahaan serta akan memberikan usaha terbaiknya melebihi apa yang dijadikan target dalam suatu pekerjaan.

Kemudian, karyawan yang memiliki keterikatan yang tinggi akan dengan penuh menenggelamkan dirinya untuk terlibat dalam perkerjaan dan mereka peduli dengan masa depan perusahaannya (Albrecht, 2010; Cook, 2008; Kahn dalam Albrecht, 2010). Dengan pengelolaan sumber daya yang baik, perusahaan dapat mencapai kinerja yang diharapkan serta memiliki keunggulan kompetitif ketika orang-orang di dalamnya melakukan apa yang terbaik dari dirinya. Untuk itulah, keterikatan dalam perusahaan harus ditingkatkan bila ingin sukses dalam persaingan bisnis.

Keterikatan kerja menurut Robbins dan Judge (2007) adalah sebuah keterlibatan individual karyawan, kepuasan, dan antusiasme untuk melakukan pekerjaannya. Satu artikel yang membahas mengenai engagement pada situs HR Portal menunjukkan sebuah penelitian yang dilakukan Wayne Hochwarter yang merupakan seorang Profesor administasi bisnis di Florida State University College of Business mengenai engagement pada karyawan.

Hochwarter mensurvei 1.000 orang, baik staf biasa maupun pejabat perusahaan, untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang keterikatan kerja, manfaatnya pada perusahaan, dan juga bahaya yang mungkin timbul apabila tidak dikelola dengan baik. Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa karyawan yang merasa terlibat 50% lebih tinggi dalam hal kepuasan kerja, 45% lebih tinggi dalam kinerja, dan 40% lebih tinggi dalam kepuasan hidup. Mereka juga 33% lebih kecil kemungkinannya untuk pindah ke tempat

(17)

lain dan 30% lebih berkomitmen kepada perusahaan. Hochwarter juga menambahkan bahwa karyawan yang engaged bekerja dengan lebih keras, lebih kreatif dan lebih berkomitmen, dan mereka merupakan prediktor yang penting terhadap produktivitas perusahaan.

Keterikatan Kerja mengacu pada seberapa berkomitmen para pekerja kepada organisasi mereka dan seberapa besar usaha lebih yang mereka rela untuk berikan dalam pekerjaanya (Fraunheim, 2009). Bowles & Cooper (2009) mengatakan bahwa karyawan yang merasa engaged, akan melakukan beberapa tindakan seperti: advocacy (merekomendasikan organisasinya sebagai tempat bekerja yang baik atau merekomendasikan barang dan jasa yang dihasilkan);

“going the extra mile” (tidak langsung pulang ketika jam kerja berakhir, tetap mengusahakan agar kebutuhan pelanggan dapat terpenuhi); menjadi relawan dalam menyelesaikan suatu tugas; menunjukkan rendahnya penentangan dan sebagainya. Dengan adanya keterikatan kerja, karyawan akan menemukan makna pribadi dalam pekerjaan mereka, bangga dengan apa yang mereka lakukan dan dimana mereka melakukannya (McPhie & Rose, 2008).

Selanjutnya, pendapat diatas diperkuat oleh pandangan populer yang menyatakan bahwa keterikatan kerja tidak hanya membuat karyawan memberikan kontribusi lebih, namun juga membuat mereka memiliki loyalitas yang lebih tinggi sehingga mengurangi keinginan untuk meninggalkan perusahaan secara sukarela (Macey & Schneider, 2008).

Keterikatan kerja adalah suatu gagasan yang diberikan kepada karyawan dengan tujuan untuk membuat mereka gembira dengan pekerjaan mereka, terlibat lebih di dalam pekerjaannya, membuat karyawan menjadi proaktif, dan

(18)

bersedia untuk menginvestasikan waktu lebih dalam pekerjaannya (Macey et al., 2009, p. 1). Keterikatan kerja dilihat sebagai suatu kekuatan yang dimiliki karyawan yang dapat memberikan motivasi bagi karyawan untuk meningkatkan kinerjanya ada tingkat yang lebih tinggi dibandingkan sebelumnya (Hermawan, 2014). Kekuatan tersebut dapat berupa komitmen, baik kepada perusahaan maupun pada pekerjaan yang dilakukan, rasa memiliki terhadap pekerjaan, perasaan bangga, usaha yang lebih dari biasanya, dan semangat dalam menyelesaikan pekerjaan (Wellins & Concelman dalam Endres & Smoak, 2008).

Keterikatan kerja dapat mempengaruhi produktivitas kerja karyawan dan produktivitas perusahaan. Dalam penelitian Vazirani (2007) menungkapkan bahwa karakteristik karyawan yang engaged menunjukkan komitmen yang lebih untuk berada dalam organisasi, memiliki kinerja yang lebih baik, dan memberikan energi yang lebih pada pekerjaannya. Karyawan dengan engagement yang tinggi akan memberikan usaha terbaiknya dalam menyelesaikan tugasnya, bahkan lebih dari yang diharapkan. Karyawan yang memiliki engagement yang tinggi adalah karyawan yang bekerja dengan keinginan dan perasaan yang besar untuk terlibat dengan perusahaan tempat mereka bekerja (Gallup Management Journal (GMJ) dalam Dicke, Holwerda,

& Kontakos, 2007). Perusahaan akan mendapatkan hasil yang positif dengan usaha yang telah dilakukan oleh karyawan yang memiliki tingkat engagement yang tinggi. Sedangkan karyawan dengan engagement yang rendah justru akan menunjukkan berbagai perilaku negatif, seperti mogok kerja atau demonstrasi, turnover, dan burnout, sehingga kerugian yang akan dirasakan tidak hanya bagi

(19)

karyawan tetapi juga bagi perusahaan (May et al., 2004; Macey & Schneider, dalam Zyl, Deacon, & Rothmann (2010); Schaufeli & Bakker, 2004).

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keterikatan kerja. Amstrong (2008:143) menyatakan bahwa keterikatan kerja dipengaruhi oleh pekerjaan itu sendiri, lingkungan kerja, kepemimpinan, adanya kesempatan untuk melakukan pengembangan diri, dan kesempatan untuk berkontribusi. Kenyamanan kondisi lingkungan kerja dapat menjadi pemicu terciptanya keterikatan kerja.

Lingkungan kerja menyangkut seluruh aspek lingkungan sosial, baik formal maupun informal yang dirasakan oleh para anggota organisasi dan lingkungan tersebut dapat mempengaruhi pekerjaannya (Dewi, 2016).

Lingkungan kerja merupakan keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya dimana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok. Kondisi lingkungan kerja dikatakan baik atau sesuai apabila karyawan dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman, dan nyaman. Kesesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lama, lebih jauh lagi lingkungan-lingkungan kerja yang kurang baik dapat menuntut tenaga kerja dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya rancangan sistem kerja yang efisien (Sedarmayanti, 2001:12).

Istilah lingkungan kerja berkaitan erat dengan konsep iklim organisasi.

Perusahaan yang memiliki iklim organisasi yang tinggi akan mempengaruhi karyawan yang bekerja sehingga dapat meningkatkan produktivitas karyawan

(20)

tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Davis dan Newstrom (1994) yang menyatakan bahwa iklim organisasi dapat menentukan sejauh mana individu merasa betah menjadi anggota suatu organisasi dan dapat mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas dan kualitas hasil kerjanya.

Iklim organisasi mencerminkan kondisi internal suatu organisasi karena iklim hanya dapat dirasakan oleh anggota organisasi tersebut, dan iklim dapat menjadi sarana untuk mencari penyebab perilaku negatif yang muncul pada karyawan (Martini & Rostiana, 2003).

Konsep iklim organisasi adalah sifat-sifat atau ciri-ciri yang dirasakan dalam lingkungan kerja dan timbul karena kegiatan organisasi tersebut dan dapat mempengaruhi perilaku orang-orang didalamnya (Steers, 2005). Selain itu, iklim organisasi juga merupakan suatu yang dapat diukur pada lingkungan kerja baik secara langsung maupun tidak langsung yang berpengaruh pada orang-orang yang bekerja di lingkungan organisasi itu dan diasumsikan akan berpengaruh pada motivasi dan perilaku mereka (Litwin & Stringer, 1968).

Brown & Leigh (1996) mengatakan bahwa iklim organisasi menjadi sangat penting karena organisasi yang dapat menciptakan lingkungan dimana karyawannya merasa nyaman dapat mencapai potensi yang penuh dalam melihat kunci dari keunggulan bersaing. Oleh karena itu, iklim organisasi dapat dilihat sebagai kunci kesuksesan organisasi. Iklim organisasi dapat membuat kinerja organisasi berbeda karena menunjukkan indikasi penuh semangat lingkungan pekerjaan karyawannya. Hal inilah yang membuat iklim organisasi wajib diperhatikan dalam sebuah perusahaan karena membawa dampak yang positif bagi kemajuan perusahaan tersebut (Alethea G, 2015).

(21)

Susanty (2012) menyebutkan iklim organisasi setiap organisasi dengan organisasi yang lain tentunya berbeda-beda, iklim organisasi yang berbeda- beda tersebut mempengaruhi perilaku SDM yang berada di dalam organisasi.

Iklim organisasi penting untuk diciptakan karena merupakan persepsi seseorang tentang apa yang diberikan oleh organisasi dan dijadikan dasar bagi penentuan tingkah laku anggota selanjutnya (Rajali, 2011). Karyawan akan merasakan bahwa iklim yang ada didalam perusahaanya baik dan menyenangkan apabila mereka dapat melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi perusahaan dan menimbulkan perasaan berharga. Menurut Idrus (2006) iklim organisasi yang baik ditunjukan oleh adanya sikap keterbukaan, penuh kepercayaan dan tanggung jawab. Adanya iklim organisasi yang baik akan dapat menimbulkan kepuasan kerja dan rasa keterikatan terhadap perusahaan yang akhirnya akan dapat menciptakan inisatif karyawan untuk mau melakukan sesuatu kegitan dan pekerjaan yang menjadi kewajiban dan juga tidak segan-segan untuk melaksanakan tugas di luar pekerjannya (Kurniasari dan Halim, 2013)

Iklim yang ada di dalam organisasi akan berdampak kepada perilaku yang ditunjukkan oleh karyawan, artinya semakin baik iklim organisasi akan semakin baik pula perilaku yang ditunjukkan oleh karyawan dan demikian pula sebaliknya. Ketika harapan karyawan terpenuhi dengan tujuan organisasi dan mereka merasa mendapatkan dukungan dari organisasi, mereka merasakan iklim organisasi yang positif, sehingga menunjukkan perilaku positif (Pelin Kanten et al., 2013). Di sisi lain, ketika harapan mereka tidak sesuai dengan misi organisasi dan mereka menganggap kondisi kerja yang tidak

(22)

menyenangkan, mereka cenderung menunjukkan perilaku counterproductive work behavior (Pelin Kanten et al., 2013). Sesuai dengan penelitian Davis dan Newstorm (2002), yang menjelaskan bahwa iklim organisasi dapat menentukan sejauh mana individu merasa betah menjadi anggota suatu organisasi dan dapat mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas dan kualitas kinerja. Ketika iklim organisasi positif, dapat menjadi pemicu terciptanya keterikatan kerja.

Adanya keterikatan kerja membuat karyawan memiliki komitmen yang kuat terhadap perusahaan sehingga dapat merasakan kepuasan bekerja di perusahaan tersebut (Trimahanani dalam Mahmudah, 2011). Dengan adanya keterikatan kerja juga diyakini berdampak pada hasil bisnis, ditandai dengan peningkatan intensi untuk tetap di organisasi (Robinson, 2004).

Permasalahan mengenai keterikatan kerja dan iklim organisasi dapat dijumpai di setiap organisasi atau perusahaan. Menurut outputnya, perusahaan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu perusahaan yang menghasilkan produk barang dan perusahaan yang menghasilkan produk jasa. Menurut William J. Stanton (1986:220) jasa adalah kegiatan yang dapat didefenisikan secara teratur, yang pada hakekatnya bersifat tidak teraba yang merupakan pemenuhan kebutuhan. Dan tidak harus terikat pada penjualan produk atau jasa lain. Untuk menghasilkannya mungkin perlu atau mungkin tidak diperlukan benda nyata. Akan tetapi, sekalipun penggunaan itu perlu namun tidak terdapat adanya pemindahan hak milik atas benda tersebut/pemilikan permanen. Salah satu perusahaan di bidang jasa yang saat ini sangat berkembang pesat adalah perusahaan di bidang jasa perhotelan.

(23)

Hotel merupakan salah satu industri jasa yang menyediakan jasa akomodasi/penginapan. Industri perhotelan mengalami perkembangan yang sangat pesat sehingga menimbulkan banyak persaingan dalam industri tersebut.

Menurut statistik, jumlah hotel berbintang di Indonesia pada tahun 2016 adalah sebanyak 2.387 (Sumber: Badan Pusat Statistik). Keberadaan hotel biasanya didukung fasilitas seperti ruang sidang, ruang pertemuan, dan lainnya. Untuk bisa bersaing dengan para kompetitor lain, hotel memerlukan sumber daya manusia yang mempunyai kinerja yang baik dalam menjalankan kegiatan operasional hotel. Industri perhotelan adalah industri yang bergerak dalam menawarkan jasa sehingga hal tersebut tidak dapat dipisahkan dari faktor sumber daya manusia (Armstrong, 2006; Baedowi, 2007). Hotel-hotel yang saat ini ada menawarkan berbagai akomodasi yang ditujukan bagi kepuasan pengunjung, dimana hal ini tentu disesuaikan dengan kelas hotel tersebut, apakah kelas melati atau berbintang, apakah berbintang tiga atau bintang lima.

Para pengunjung, khususnya dari mancanegara, membutuhkan pelayanan dan fasilitas yang lebih baik dari hotel berbintang empat atau lima, dibandingkan hotel berbintang satu atau bahkan hotel melati (Valentino, 2011). Mengingat pentingnya sumber daya manusia, maka setiap hotel pasti berusaha untuk mendapatkan karyawan yang berkualitas dan produktif untuk menjalankan perusahaan. Dalam mengatasi hambatan akan kebutuhan sumber daya manusia yang berkualitas, hotel bisa menggunakan berbagai macam cara. Salah satunya adalah memberikan pekerjaan yang sesuai dengan kompetensi karyawan dan memberikan penghargaan yang sebanding dengan apa yang mereka kerjakan

(24)

sehingga karyawan akan merasa puas dan pada akhirnya merasa terikat dan mempunyai tanggung jawab untuk bekerja dengan baik (Binus, 2012).

Hotel Grand Kanaya yang menjadi objek penelitian peneliti merupakan salah satu hotel berbintang yang ada di Kota Medan. Hotel Grand Kanaya diklasifikasikan sebagai hotel bintang tiga, namun dengan pelayanan yang menyerupai hotel bintang empat atau lima. Oleh karena itu, Hotel Grand Kanaya memiliki standar - standar untuk karyawan mereka, seperti : untuk karyawan laki-laki rambut tidak boleh melebihi batas tengkuk kepala dan disarankan untuk memakai minyak rambut/gel agar rambut terlihat rapi. Untuk perempuan rambut harus digulung jika melebihi bahu. Kemudian, sepatu para karyawan wajib memakai sepatu pantofel berwarna hitam. Selain menerapkan standar bagi karyawannya, Hotel Grand Kanaya juga mempunyai penilaian yang baik untuk pemberian reward atau penghargaan. Adanya pemberian poin bagi karyawan yang berprestasi atau menunjukkan kemampuan terbaiknya dan berpengaruh pada hotel. Poin tersebut dapat dikumpulkan dan berguna bagi karyawan untuk promosi jabatan yang lebih tinggi. Hal ini terlihat dari hasil wawancara yang peneliti lakukan kepada beberapa karyawan di Hotel Grand Kanaya Medan. Berikut kutipannya:

“…kalau disini enak bang, karyawan yang punya banyak poin nanti bisa dinaikkan jabatannya jadi lebih semangat waktu kerja untuk dapat poinnya..” (komunikasi personal, 2017)

“…abang baru aja diangkat jabatannya, ga nyangka juga bisa dapat poin banyak. Ya awalnya kan kalau kerja yang penting ikhlas, ga terlalu pikirin jabatan tapi kalau udah ada sistem kayak gini kan jadinya tambah semangat waktu kerjanya..” (komunikasi personal, 2017)

(25)

“…jujur dek kalau kakak kerja ya sesuai dengan tugas kakak aja, tapi waktu di kasih tau ada reward gitu untuk promosi jabatan jadi tambah semangat kerjanya, siapa tau kan bisa jadi supervisi hahaha…” (komunikasi personal, 2017)

Meskipun sudah banyak hotel bintang di Kota Medan yang telah berdiri lebih dahulu, namun Hotel Grand Kanaya tidak mau kalah bersaing. Dengan lokasi yang sangat strategis, Hotel Grand Kanaya terletak di jantung distrik bisnis kota Medan, dekat dengan kawasan industri, pusat perbelanjaan dan hiburan. Hotel Grand Kanaya berusaha untuk meningkatkan citra manajemen yang baik dengan menerapkan strategi bersaing yang lebih baik, yakni dengan menerapkan sistem pemasaran melalui pemasaran yang terukur meliputi sales call, sales trip, maupun promosi langsung kepada pelanggan. Strategi ini juga didukung dengan pengembangan hotel mulai dari unit kerja, sumber daya manusia, fasilitas, hingga manajemen hotel. Strategi bersaing yang diterapkan tidak terlepas dari dukungan pengembangan sumber daya manusianya. Sukses tidaknya suatu perusahaan atau organisasi sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusia yang dimiliki. Oleh karena itu, pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas menjadi penting terutama untuk melakukan usaha – usaha peningkatan terhadap produktifitas karyawannya.

Hotel Grand Kanaya adalah salah satu hotel yang menganggap keterikatan kerja adalah hal yang penting. Untuk meningkatkan kinerja perusahaan, karyawan Hotel Grand Kanaya perlu saling mendukung dan bersama-sama bekerja satu sama lain. Oleh karena itu, dengan adanya keterikatan kerja diharapkan karyawan akan memiliki suatu kesadaran terhadap bisnis.

(26)

Kesadaran terhadap bisnis inilah yang membuat karyawan akan memberikan seluruh kemampuan terbaiknya terhadap organisasi atau perusahaan. Riset menunjukkan bahwa karyawan yang memiliki engagement dengan perusahaan merupakan karyawan yang lebih produktif (Gallup, 2010). Selain itu, keberhasilan suatu organisasi dalam bersaing, tentu saja tidak lepas dari kerjasama yang baik dari anggota organisasi, yaitu pimpinan dan karyawan sebagai satu kesatuan. Anggota organisasi dapat bekerja dengan maksimal didukung oleh suasana kerja yang positif. Suasana kerja yang positif adalah suasana kerja yang nyaman, dimana hal ini tercipta karena adanya gabungan dari setiap pesan – pesan, media dan hubungan – hubungan dalam organisasi yang bersinergi dengan baik (Pace & Faules, 2006).

Oleh karena itu, dari beberapa uraian diatas peneliti tertarik untuk melihat Pengaruh Iklim Organisasi terhadap Keterikatan Kerja pada Karyawan Hotel Grand Kanaya Medan.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas dirumuskan permasalahan “Apakah ada pengaruh iklim organisasi terhadap keterikatan kerja pada karyawan hotel grand kanaya medan ?”.

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh iklim organisasi dengan keterikatan kerja pada karyawan hotel grand kanaya medan.

D. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini memiliki dua manfaat baik secara teoritis maupun praktis :

(27)

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dibidang Psikologi khususnya bidang Psikologi Industri dan Organisasi mengenai keterikatan kerja dan iklim organisasi.

2. Manfaat Praktis

Melalui hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada perusahaan yang terkait berupa keterikatan kerja karyawan dalam perusahaan, serta mengetahui bagaimana iklim organisasi di Hotel Grand Kanaya Medan.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Bab I: Pendahuluan Berisi uraian singkat mengenai gambaran latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II : Tinjauan Pustaka Berisi tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan permasalahan. Memuat landasan teori tentang keterikatan kerja dan iklim organisasi.

Bab III: Metode Penelitian Berisi identifikasi variabel, definisi operasional, populasi dan metode pengambilan sampel, metode pengambilan data, dan metode analisa data penelitian.

Bab IV : Analisa Data dan Pembahasan Dalam analisa data akan dipaparkan mengenai hasil deskripsi data penelitian, uji hipotesa, dan menginterpretasikan

(28)

data-data masukan atau data-data tambahan dari statistik, serta pembahasan mengenai hasil penelitian.

Bab V: Kesimpulan dan Saran Dalam kesimpulan terdapat jawaban atas masalah yang diajukan. Kesimpulan dibuat berdasarkan analisa dan interpretasi data, dan saran dibuat dengan mepertimbangkan hasil penelitian yang diperoleh.

(29)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. KETERIKATAN KERJA 1. Pengertian Keterikatan Kerja

Keterikatan Kerja menjadi sering dibicarakan dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini dikarenakan keterikatan kerja dapat berpengaruh pada kinerja perusahaan secara keseluruhan. Menurut Kahn (1990), keterikatan adalah memanfaatkan anggota diri organisasi untuk peran pekerjaan mereka sehingga mereka mempekerjakan dan mengekspresikan diri secara fisik, kognitif, dan emosional selama menunjukkan peran.

Keterikatan kerja merupakan rasa keterikatan secara emosional dengan pekerjaan dan organisasi, termotivasi dan mampu memberikan kemampuan terbaik mereka untuk membantu sukses dari serangkaian manfaat nyata bagi organisasi dan individu, (McLeod, 2009). David Guest, percaya hal ini sangat membantu untuk melihat keterikatan kerja sebagai cara kerja yang dirancang untuk memastikan bahwa karyawan berkomitmen untuk tujuan dan nilai-nilai organisasi mereka, termotivasi untuk memberikan kontribusi bagi keberhasilan organisasi, dan pada saat yang sama agar mampu meningkatkan rasa kesejahteraan diri.

Conference Board (dalam Vibrayani, 2012:10) menyebutkan bahwa keterikatan pada karyawan adalah sebuah hubungan yang kuat secara emosional dan intelektual yang dimiliki oleh karyawan terhadap pekerjaannya, organisasi, manajer atau rekan kerja, yang pada gilirannya, akan

(30)

mempengaruhi karyawan untuk memberikan upaya lebih pada pekerjaannya.

Hubungan yang baik dengan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, organisasi tempat bekerja, manajer yang menjadi atasan dan memberikan dukungan dan nasehat, dan rekan kerja yang saling mendukung membuat individu dapat memberikan upaya terbaik yang melebihi persyaratan dari suatu pekerjaan.

Menurut Gubman (dalam Henryhand 2009), tantangan yang dihadapi organisasi saat ini adalah tidak hanya mempertahankan karyawan tetapi sepenuhnya melibatkan mereka dengan menguasai emosional mereka pada setiap tahap kehidupan kerja mereka. McPhie & Rose (2008) juga mendefenisikan Keterikatan kerja adalah hubungan yang erat antara karyawan dan pekerjaan mereka, organisasi mereka, atau dengan orang-orang yang bekerja untuk atau dengan mereka. Dengan adanya keterikatan kerja, karyawan akan menemukan makna pribadi dalam pekerjaan mereka, bangga dengan apa yang mereka lakukan dan dimana mereka melakukannya.

Karyawan dengan keterikatan yang tinggi menunjukkan perilaku yang positif selama bekerja sehingga hal apapun yang mereka lakukan mengarah pada usaha untuk mencapai tujuan dan kesuksesan perusahaan (Dicke, Holwerda, & Kontakos, 2007; The Institute for Employment Studies [IES]

dalam Endres & Smoak, 2008; Kahn dalam Albrecht, 2010, Vazirani, 2007).

Karyawan merasa bahwa keberadaannya di perusahaan mendapat pengakuan, sehingga karyawan akan memberikan usaha terbaik mereka bagi perusahaan karena mereka merasa telah menjadi bagian dari perusahaan.

(31)

Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa keterikatan kerja adalah hubungan erat antara karyawan dan organisasi yang saling mendukung satu sama lain, serta sikap positif yang ditunjukkan karyawan terhadap organisasi sehingga individu mengekspresikan diri secara fisik, kognitif, dan emosional untuk memberikan usaha terbaik mereka di dalam pekerjaannya.

2. Aspek-aspek Keterikatan Kerja

Kahn (1990) menyatakan ada 3 aspek dari Keterikatan Kerja, yaitu:

a) Fisik

Melibatkan energi fisik yang diberikan oleh individu untuk mencapai peran mereka. Aspek ini meliputi energi yang dikerahkan karyawan untuk menyelesaikan tugasnya. Dengan adanya keterikatan kerja, akan membuat karyawan berusaha ekstra agar perilaku yang mereka timbulkan dapat memberi kontribusi terhadap kesuksesan organisasi (Lockwood, 2005 dalam Endres & Smoak, 2008).

b) Kognitif

Aspek kognitif menyangkut keyakinan karyawan tentang organisasi, kepemimpinan, dan kondisi kerja. Hal ini meliputi proses kognitif karyawan, seperti persepsi apakah organisasi dapat membuat performa karyawan menjadi baik (Robinson, 2004).

c) Emosi

Aspek emosi menyatakan bahwa apakah karyawan memiliki sikap positif atau sikap negatif terhadap organisasi dan para pemimpinnya.

(32)

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterikatan Kerja

Faktor-faktor yang mempengaruhi keterikatan kerja Menurut Amstrong (2008:143) adalah:

a) The Work Itself (Pekerjaan itu sendiri)

Pekerjaan itu sendiri dapat membuat kepuasan kerja yang mengarah pada motivasi dan peningkatan keterikatan karyawan.

Faktor-faktor yang terlibat seperti adanya pekerjaan yang menarik dan menantang, tanggung jawab (merasa bahwa pekerjaan penting dan memiliki kontrol atas sumber daya sendiri), otonomi (kebebasan untuk bertindak), ruang lingkup untuk menggunakan dan mengembangkan keterampilan dan kemampuan, ketersediaan sumber daya yang diperlukan untuk menjalankan pekerjaan, dan kesempatan melakukan kemajuan.

b) The Work Environment ( Lingkungan Kerja)

Sehari-hari karyawan akan melakukan tugasnya dalam waktu yang lama, mereka memerlukan suasana lingkungan yang penuh akan penghargaan dari manajernya. Apabila lingkungan kerja tidak menunjukan suasana menghargai, menghormati maka karyawan yang bekerja tidaklah akan merasa nyaman. Lingkungan kerja harus menciptakan kondisi untuk mendorong kinerja yang tinggi.

Lingkungan kerja didalamnya termasuk proses kerja, peralatan dan fasilitas, serta kondisi fisik dimana orang tersebut bekerja.

(33)

c) Leadership (Kepemimpinan)

Keterikatan karyawan pada pekerjaannya dan perilaku postif yang sangat tergantung pada cara pemimpin memegang kendali.

Pemimpin dapat menguraikan pentingnya pekerjaan yang dilakukan orang-orang tersebut. Pemimpin dapat memberikan kesemptan pada orang-orang itu untuk mencapai dan mengembangkan potensinya, dan memberikan umpan baik yang menunjukan pengakuan terhadap kontribusi mereka.

d) Opportunities For Personal Growth (Adanya Kesempatan untuk Melakukan Pengembangan Diri)

Kebanyakan orang selalu mempunyai rasa keinginan yang kuat untuk mendapatkan sesuatu. Mereka ingin selalu mengetahui akan hal baru dari lingkungan sekitarnya. Terlebih jika ada kesempatan untuk mengembangkan diri yang sesuai dengan potensi yang dimilikinya maka akan menimbulkan adanya rasa penghargaan dari perusahaan terhadap mereka.

e) Opportunities to Contribute (Kesempatan untuk Berkontribusi/terlibat)

Keterikatan akan meningkat jika keinginan karyawan didengarkan.

Hal tersebut memungkinkan mereka untuk memberikan ideide atau inovasi baru karena karyawan merasa mereka telah terlibat atau diberikan kesempatan untuk berkontribusi didalam perusahaan.

(34)

B. IKLIM ORGANISASI 1. Pengertian Iklim Organisasi

Istilah iklim organisasi (organizational climate) pertama kali digunakan oleh Kurt Lewin pada tahun 1930-an. Iklim organisasi pada dasarnya akan mampu memunculkan suasana kerja yang menyenangkan, iklim organisasi yang kondusif akan mendorong karyawan untuk bekerja dengan baik (Firmansah dan Santy, 2011). Lewin (1985:120) menyatakan bahwa iklim organisasi merupakan lingkungan yang dirasakan dan dianggap mengadakan interaksi dengan ciri individu para pekerja yang menentukan perilaku mereka.

Davis dan Newstorm (2001) mengemukakan bahwa iklim organisasi adalah lingkungan manusia di dalam, dimana para anggota organisasi melakukan pekerjaan mereka. Dalam kaitan ini jelas dimaksudkan bahwa iklim organisasi itu adalah yang menyangkut semua lingkungan yang ada atau dihadapi oleh manusia yang berada di dalam suatu organisasi yang mempengaruhi seseorang dalam melakukan tugas-tugas keorganisasiannya.

Nitisemito (dalam Rani, 2007), menjelaskan bahwa iklim organisasi adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan.

Menurut Amundson (dalam Martini & Rostiana, 2003) bahwa iklim organisasi mencerminkan kondisi internal suatu organisasi karena iklim hanya dapat dirasakan oleh anggota organisasi tersebut, dan iklim dapat menjadi sarana untuk mencari penyebab perilaku negatif yang muncul pada karyawan.

Litwin dan Stringer ( dalam Fahmi Alaydroes , 2000) menyatakan bahwa iklim organisasi pada intinya adalah lingkungan di dalam suatu organisasi yang

(35)

dirasakan baik secara langsung maupun tidak langsung oleh individu yang bekerja didalamnya, yang diasumsikan akan mempengaruhi motivasi dan perilaku mereka.

Iklim tidak dapat dilihat dan disentuh, tapi iklim ada dan dapat dirasakan.

Iklim dipengaruhi oleh hampir semua hal yang terjadi dalam suatu organisasi.

Jika sebuah organisasi ingin berhasil dalam mewujudkan cita-cita dan tujuannya secara utuh dan sempurna, maka dibutuhkan individu-individu yang handal sebagai sumber daya yang akan memegang kendali tali organisasi. Agar Sumber Daya Manusia di dalam organisasi dapat bekerja secara optimal dan memiliki loyalitas yang tinggi, maka organisasi harus dapat menciptakan iklim yang baik dan menyenangkan. Sehingga Sumber Daya Manusia yang telah terbentuk kualitasnya dapat terus dipertahankan dan mereka memiliki prestasi kerja yang tinggi.

Berdasarkan definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa iklim organisasi adalah kondisi internal suatu organisasi yang dapat mempengaruhi perilaku karyawan sehingga berdampak pada pekerjaannya.

2. Aspek - aspek Iklim Organisasi

Menurut Robert Stringer (dalam Wirawan, 2007) aspek - aspek iklim organisasi sebagai berikut :

1. Struktur (Structure)

Struktur organisasi merefleksikan perasaan dalam organisasi secara baik dan mempunyai peran dan tanggung jawab yang jelas dalam lingkungan organisasi. Struktur tinggi jika anggota organisasi merasa pekerjaan mereka didefenisikan secara baik. Struktur rendah jika

(36)

mereka merasa tidak ada kejelasan mengenai siapa yang melakukan tugas dan mempunyai kewenangan mengambil keputusan.

2. Standar-standar (Standards)

Standar-standar dalam suatu organisasi mengukur perasaan tekanan untuk meningkatkan kinerja dan derajat kebanggaan yang dimiliki oleh anggota organisasi dalam melakukan pekerjaan dengan baik. Standar- standar tinggi artinya anggota organisasi selalu berupaya mencari jalan untuk meningkatkan kinerja. Standar-standar rendah merefleksikan harapan yang lebih rendah untuk kinerja.

3. Tanggung jawab (Responsibility)

Tanggung jawab merefleksikan perasaan karyawan bahwa mereka menjadi “bos diri sendiri” dan tidak memerlukan keputusannya dilegimitasi oleh anggota organisasi lainnya. Tanggung jawab tinggi menunjukkan bahwa anggota organisasi merasa didorong untuk memecahkan problemnya sendiri. Tanggung jawab rendah menunjukkan bahwa pengambilan resiko dan percobaan terhadap pendekatan baru tidak diharapkan.

4. Penghargaan (Recognition)

Penghargaan mengindikasikan bahwa anggota organisasi merasa dihargai jika mereka dapat menyelesaikan tugas secara baik.

Penghargaan dihadapkan dengan kritik dan hukuman atas penyelesaian pekerjaan. Iklim organisasi yang menghargai kinerja berkarakteristik keseimbangan antara imbalan dan kritik. Penghargaan rendah artinya

(37)

penyelesaian pekerjaan dengan baik diberi imbalan secara tidak konsisten.

5. Dukungan (Support)

Dukungan merefleksikan perasaan percaya dan saling mendukung yang terus berlangsung di antara anggota kelompok kerja. Dukungan tinggi jika anggota organisasi merasa bahwa mereka bagian tim yang berfungsi dengan baik dan merasa memperoleh bantuan dari atasannya, jika mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas. Jika dukungan rendah, anggota organisasi merasa terisolasi atau tersisih sendiri.

6. Komitmen (Commitment)

Komitmen merefleksikan perasaan bangga anggota terhadap organisasinya dan derajat kesetiaan terhadap pencapaian tujuan organisasi. Perasaan komitmen kuat berisolasi dengan kesetiaan personal. Level rendah komitmen artinya karyawan merasa apatis terhadap organisasi dan tujuannya.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Iklim Organisasi

Robert Stringer (2002) mengemukakan bahwa terdapat lima faktor yang mempengaruhi terjadinya iklim suatu organisasi, yaitu lingkungan eksternal, strategi, praktik kepemimpinan, pengaturan organisasi, dan sejarah organisasi. Masing-masing faktor ini sangat menentukan, oleh karena itu orang yang ingin mengubah iklim suatu organisasi harus mengevaluasi masing-masing faktor tersebut.

(38)

1. Lingkungan Eksternal.

Industri atau bisnis yang sama mempunyai iklim organisasi umum yang sama. Misalnya, iklim organisasi umum perusahaan asuransi umumnya sama, demikian juga dengan iklim organisasi pemerintah, sekolah dasar, atau perusahaan industri minyak kelapa sawit di Indonesia, mempunyai iklim umum yang sama. Kesamaan faktor umum tersebut disebabkan pengaruh lingkungan eksternal organisasi.

2. Strategi Organisasi.

Kinerja suatu perusahaan bergantung pada strategi (apa yang diupayakan untuk dilakukan), energi yang dimiliki oleh karyawan untuk melaksanakan pekerjaan yang diperlukan oleh strategi, dan faktor-faktor lingkungan penentu dari level energi tersebut. Strategi yang berbeda menimbulkan pola iklim organisasi yang berbeda.

Strategi mempengaruhi iklim organisasi secara tidak langsung.

3. Pengaturan organisasi.

Pengaturan organisasi mempunyai pengaruh paling kuat terhadap iklim organisasi.

4. Kekuatan Sejarah.

Semakin tua umur suatu organisasi semakin kuat pengaruh kekuatan sejarahnya. Pengaruh tersebut dalam bentuk tradisi dan ingatan yang membentuk harapan anggota organisasi dan mempunyai pengaruh terhadap iklim organisasinya.

(39)

5. Kepemimpinan.

Perilaku pemimpin mempengaruhi iklim organisasi yang kemudian mendorong motivasi karyawan. Motivasi karyawan merupakan pendorong utama terjadinya kinerja.

C. Pengaruh Iklim Organisasi Terhadap Keterikatan Kerja

Keterikatan kerja didefinisikan sebagai keterikatan dan antusiasme karyawan terhadap pekerjaannya. keterikatan kerja dapat dicapai melalui penciptaan lingkungan organisasi dimana emosi positif seperti keterlibatan dan kebanggaan didorong, sehingga meningkatnya kinerja organisasi, rendahnya turnover karyawan dan kesehatan yang lebih baik (Robinson, dalam Kulaar, 2008). Hal ini sejalan dengan pernyataan McBain (2007) yang mengatakan bahwa faktor yang dapat memicu terciptanya keterikatan kerja salah satunya yaitu, working life yang merupakan kondisi lingkungan kerja yang nyaman atau iklim organisasi yang dipersepsikan baik oleh karyawan.

Kenyamanan kondisi lingkungan kerja dapat menjadi faktor terciptanya keterikatan kerja. Ada beberapa kondisi lingkungan kerja yang diharapkan dapat menciptakan keterikatan kerja. Pertama, lingkungan kerja yang memiliki keadilan. Hal ini terjadi karena karyawan yang memiliki persepsi bahwa ia mendapat keadilan akan berlaku adil pada organisasi dengan cara membangun ikatan emosi yang lebih dalam pada organisasi. Kedua, lingkungan kerja yang melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan. Kondisi ini mempengaruhi karyawan secara psikologis, mereka menganggap bahwa mereka berharga bagi organisasi. Hal ini membuat karyawan akan semakin

(40)

terikat dengan organisasi. Ketiga, organisasi yang memperhatikan keseimbangan kehidupan kerja dan keluarga karyawan. Dalam banyak penelitian dijelaskan bahwa ketika konflik antara pekerjaan dan keluarga terjadi, karyawan akan cenderung memutuskan keluar dari pekerjaan. Oleh karena itu manajer harus menjaga keseimbangan keduanya sehingga karyawan merasa bahwa pekerjaan tidak mengancam kehidupan keluarganya.

Iklim organisasi lebih bersifat subyektif dan memiliki efek yang berbeda- beda pada masing-masing individu. Indikasi iklim organisasi yang positif yaitu individu merasakan kepemimpinan yang kompeten, adanya kepercayaan diantara sesama rekan kerja dan atasan dan bawahan, komunikasi yang lancar dan efektif agar menciptakan kehangatan, adanya pemberian tanggung jawab dari atasan kepada bawahannya, karyawan merasakan pekerjaan yang ia lakukan bermanfaat bagi dirinya dan perusahaan, hukuman dan penghargaan yang diberikan adil dan objektif, struktur dan birokrasi yang tidak terlalu banyak, tidak formal dan tidak memberatkan anggotanya, adanya pengendalian dan pengarahan perilaku dari atasan yang tidak kaku, dan partisipasi karyawan yang cukup tinggi dalam perusahaan (Riyadi, 2015).

Keterikatan kerja yang dimiliki karyawan tidak selalu berada dalam keadaan tinggi maupun keadaan rendah, namun dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dimana karyawan tersebut bekerja. Lingkungan dimana karyawan bekerja akan dipersepsikan dan membentuk pengalaman pada kondisi yang ada pada lingkungan kerjanya. Iklim organisasi pada dasarnya akan mampu memunculkan suasana kerja yang menyenangkan, menantang dan membangkitkan motivasi kerja (Frimansah dan Santy, 2003). Sehingga akan

(41)

meningkatkan keterikatan kerja dan termotivasi untuk meningkatkan kinerja pada level yang lebih tinggi, berupa komitmen terhadap organisasi, rasa memiliki pekerjaan dan kebanggaan, usaha yang lebih (waktu dan energi), semangat dan ketertarikan, dan komitmen dalam melaksanakan pekerjaan (Wellins & Concelman dalam Mujiasih dan Ratnaningsih, 2012). Keterikatan kerja akan membuat individu memiliki kesadaran terhadap bisnis, dan bekerja dengan rekan kerja untuk meningkatkan kinerja dalam pekerjaan untuk keuntungan organisasi (Robinson et.al, 2004). Hal ini tentu akan berdampak pada kinerja karyawan sehingga menyebabkan peningkatan produktifitas.

Dari beberapa uraian diatas, peneliti berasumsi bahwa terdapat pengaruh iklim organisasi terhadap keterikatan kerja. Selain itu, asumsi tersebut juga didasarkan pada pernyataan Amstrong (2008) bahwa lingkungan kerja adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keterikatan kerja.

D. Kerangka Pemikiran

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan peneliti dalam penelitian ini adalah Ada pengaruh positif antara Iklim organisasi dengan keterikatan kerja di Hotel Grand Kanaya Medan yang berarti semakin tinggi skor iklim organisasi semakin tinggi pula skor keterikatan kerja karyawan Hotel Grand Kanaya Medan.

Iklim Organisasi Keterikatan Kerja

(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian karena menyangkut cara yang benar dalam mengumpulkan data, analisa data serta pengambilan kesimpulan penelitian dan dapat menentukan apakah penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan hasilnya. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara dua variabel (Azwar, 2012). Variabel yang akan diuji korelasinya adalah Keterikatan Kerja dan Iklim Organisasi.

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Untuk dapat menguji hipotesa penelitian terlebih dahulu diidentifikasi variabel- variabel penelitian. Dalam penelitian ini variabel-variabel penelitian yang digunakan terdiri dari :

Variabel tergantung (DV) : Keterikatan Kerja Variabel bebas (IV) : Iklim Organisasi

B. Definisi Operasional Variabel 1. Keterikatan Kerja

Keterikatan kerja merupakan tingkat keterikatan karyawan terhadap organisasi serta mengekspresikan diri melalui melibatkan energi fisik, merasa terlibat sangat kuat dalam suatu pekerjaan, dan memiliki sikap positif atau sikap negatif terhadap organisasi dan pekerjaannya. Keterikatan kerja diukur

(43)

dengan skala keterikatan kerja berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Kahn (1990) yang meliputi energi fisik, kognitif, dan emosi.

2. Iklim Organisasi

Iklim organisasi merupakan persepsi individu pada lingkungan internal yang dirasakan oleh anggota organisasi dan berpengaruh terhadap perilaku anggota organisasi dalam melaksanakan pekerjaannya. Iklim organisasi diukur dengan skala iklim organisasi yang dikemukakan oleh Stringer (2002) dengan menggunakan metode likert yang disusun berdasarkan enam aspek iklim organisasi, yaitu: struktur, standard, tanggung jawab, penghargaan, dukungan, dan komitmen. Skor iklim organisasi diperoleh dari skor skala iklim organisasi.

Semakin tinggi skor yang diperoleh, maka dapat diartikan bahwa subjek memiliki persepsi iklim organisasi yang positif. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh, maka semakin negatif persepsi iklim organisasi subjek.

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah seluruh objek yang dimaksud untuk diteliti. Populasi adalah wilayah generalisasi terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu, ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan yang bekerja pada Hotel Grand Kanaya Medan yang berjumlah 75 orang.

(44)

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2012). Penelitian ini tidak menggunakan sampel karena subjek penelitian ini merupakan semua individu yang termasuk dalam populasi.

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data merupakan teknik atau cara yang dilakukan untuk mengumpulkan data. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode skala. Skala merupakan mekanisme pengumpulan data melalui tulisan-tulisan tentang pertanyaan atau pernyataan untuk mengukur variabel tertentu. Skala psikologi merupakan pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung mengungkap atribut yang akan diukur melainkan mengungkap indikator perilaku dari atribut tersebut (Azwar, 2012).

Metode skala yang digunakan adalah metode Likert (Azwar, 2012).

Metode ini menggunakan pilihan jawaban tengah, yaitu netral (N) sehingga setiap item meliputi lima pilihan jawaban yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), netral (N), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).

Dalam penelitian ini menggunakan dua skala psikologi, yaitu skala Keterikatan Kerja dan skala Iklim Organisasi.

1. Skala Keterikatan Kerja

Skala ini digunakan untuk mengukur variabel keterikatan kerja. Skala keterikatan kerja disusun dengan menggunakan aspek-aspek dari Kahn (1990). Skala ini disajikan dalam bentuk pernyataan-pernyataan Favorable

(45)

(mendukung) dan Unfavorable (tidak mendukung). Subjek diberikan lima alternatif pilihan yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Netral (N) Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Untuk aitem favorable, pilihan SS = 5, pilihan S = 4, pilihan N = 3, pilihan TS = 2, dan pilihan STS = 1.

Sedangkan untuk aitem yang unfavorable pilihan SS = 1, pilihan S = 2, pilihan N = 3, TS = 4 dan STS = 5 (Azwar, 2012).

Tabel 1. Blue Print Skala Keterikatan Kerja

Variabel Aspek Aitem Jumlah

Aitem

Bobot Favorable (F) Unfavorable

(UF)

Keterikatan Kerja

Fisik 1, 4, 8, 9, 10 - 5 42%

Kognitif 2, 5 - 2 16%

Emosi 3, 6, 7, 11, 12 - 5 42%

Total 12 0 12 100%

2. Skala Iklim Organisasi

Pengambilan data iklim organisasi dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan skala iklim organisasi yang disusun dengan format Likert berdasarkan teori dan aspek oleh Stringer (2002), yaitu Struktur (Structure), Standar (Standards), Tanggung Jawab (Responsibility), Penghargaan (Recognition), Dukungan (Support), dan Komitmen (Commitment).

Skala ini disajikan dalam bentuk pernyataan-pernyataan Favorable (mendukung) dan Unfavorable (tidak mendukung). Subjek diberikan lima alternatif pilihan yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Netral (N) Tidak

(46)

Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Untuk aitem favorable, pilihan SS = 5, pilihan S = 4, pilihan N = 3, pilihan TS = 2, dan pilihan STS = 1.

Sedangkan untuk aitem yang unfavorable pilihan SS = 1, pilihan S = 2, pilihan N = 3, TS = 4 dan STS = 5 (Azwar, 2012).

Tabel 2. Blue Print Skala Iklim Organisasi

Variabel Aspek

Aitem

Jumlah Aitem

Bobot Favorable (F)

Unfavorable (UF)

Iklim Organisasi

Struktur 1, 4 - 2 8,7%

Standar 2, 6, 11, 12 7 5 21,7%

Tanggung Jawab 3, 8, 13 - 3 13,1%

Penghargaan

5, 10, 14, 20 16 5 21,7%

Dukungan 9, 21, 23 17 4 17,4%

Komitmen 15, 18, 19 22 4 17,4%

Total 19 4 23 100%

E. Uji Coba Alat Ukur 1. Validitas Alat Ukur

Validitas alat ukur adalah sejauh mana alat ukur tersebut dapat menghasilkan data yang akurat dan cermat sesuai dengan tujuan ukurnya.

Suatu alat ukur dapat dikatakan mempunyai validitas tinggi apabila alat ukur

(47)

tersebut menghasilkan data yang relevan dengan tujuan pengukuran. (Azwar, 2012).

Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi (content validity), yaitu sejauh mana alat tes yang digunakan dapat mewakili aspek- aspek dalam kawasan isi objek yang hendak diukur dan sejauh mana aitem- aitem didalamnya dapat benar-benar menggambarkan indikator perilaku yang hendak diukur. Teknik yang digunakan untuk melihat validitas isi dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan professional judgement yaitu dengan cara meminta pendapat profesional yang diperoleh dengan cara berkonsultasi dengan dosen pembimbing dan juga dosen maupun pihak-pihak lain.

2. Uji Daya Beda Aitem

Uji daya beda aitem dilakukan untuk melihat sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki atribut dengan yang tidak memiliki atribut yang akan diukur. Dasar yang digunakan dalam analisis aitem ini adalah dengan memilih aitem-aitem yang fungsi ukurnya sesuai dengan fungsi ukur tes (Azwar, 2012). Pengujian daya beda aitem ini dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor pada setiap aitem dengan suatu kriteria yang relevan yaitu distribusi skor alat ukur itu sendiri. Prosedur pengujian dilakukan dengan menggunakan koefisien korelasi Pearson Product Moment yang dianalisis dengan menggunakan komputerisasi SPSS 20.0 for windows. Prosedur pengujian ini akan menghasilkan koefisien korelasi aitem total yang dikenal dengan indeks daya beda aitem (Azwar, 2012). Menurut Azwar (2012), aitem yang mencapai

(48)

koefisien korelasi di atas 0.30 atau diatas 0.25 sudah di dapat dikatakan memiliki daya diskriminasi yang baik. Namun, apabila jumlah aitem yang lolos tidak mencukupi jumlah yang diinginkan maka peneliti dapat menurunkan batasan 0.30 menjadi 0.25.

Uji daya beda aitem dilakukan pada alat ukur dalam penelitian ini, yaitu skala Keterikatan Kerja dan Iklim Organisasi.

3. Reliabilitas Alat Ukur

Reliabilitas alat ukur menunjukkan derajat sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya dan konsisten. Reliabilitas alat ukur yang dapat dilihat dari koefisien reliabilitas merupakan indikator konsistensi aitem-aitem yang dalam menjalankan fungsi ukurnya secara bersama-sama. Uji reliabilitas alat ukur menggunakan pendekatan konsistensi internal dengan prosedur hanya memerlukan satu kali penggunaan tes kepada sekelompok individu sebagai subjek (Azwar, 2010). Pendekatan konsistensi internal dalam estimasi dimaksudkan untuk menghindari masalah-masalah yang biasanya ditimbulkan oleh pendekatan tes ulang. Koefisien reliabilitas yang mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya. Sebaliknya koefisien reliabilitas yang mendekati angka 0,00 berarti semakin rendah reliabilitasnya. Teknik yang digunakan adalah teknik reliabilitas Alpha Cronbach (Azwar, 2012). Pengujian reliabilitas dilakukan dengan mengolah data-data pada program SPSS 20.0 for Windows.

(49)

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari 3 tahap. Ketiga tahap tersebut adalah tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap pengolahan data.

a. Tahap Persiapan penelitian 1. Pembuatan alat ukur

Pada tahap ini, peneliti mulai mengkonstruk alat ukur ke dalam bentuk skala yang terdiri dari skala Keterikatan Kerja dan Iklim Organisasi yang dibuat berdasarkan teori yang telah diuraikan. Setelah kedua skala tersebut selesai dibuat, maka aitem-aitem tersebut akan ditelaah dengan analisis rasional dari professional judgement untuk mengetahui validitas alat ukur tersebut.

berdasarkan acuan teori yang sudah diuraikan sebelumnya.

2. Uji coba alat ukur

Untuk memperoleh alat ukur yang memiliki validitas dan reliabilitas yang memadai maka peneliti terlebih dahulu melakukan uji coba alat ukur penelitian. Uji coba alat ukur dikenakan kepada karyawan di salah satu hotel di kota medan.

b. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Setelah melakukan uji coba, merevisi dan menyusun kembali aitem-aitem yang telah sesuai, kemudian dilakukan pengambilan data dengan menyebarkan skala keterikatan kerja, dan iklim organisasi kepada partisipan penelitian.

c. Pengolahan Data

Setelah diperoleh hasil skor skala keterikatan kerja, dan skala iklim organisasi maka dilakukan pengolahan data. Pengolahan ini dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS 20.0 for windows.

(50)

Metode analisis data yang digunakan peneliti adalah uji Regresi Berganda dengan menggunakan bantuan program aplikasi komputer SPSS 20.0 for windows. Tujuan dari penggunaan metode analisis data ini adalah untuk melihat ada tidaknya pengaruh variabel bebas terhadap variabel tergantung.

Dikatakan jika data-datanya berdistribusi normal dan bersifat homogen, yang mana uji normalitas dan uji homogenitas tersebut termasuk dalam uji asumsi dasar.

G. Metode Pengolahan Data

Analisis data merupakan suatu proses lanjutan dari proses pengolahan data untuk melihat bagaimana menginterpretasikan data, kemudian menganalisis data dari hasil yang sudah ada pada tahap hasil pengolahan data

.

Metode analisa data yang digunakan untuk pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah analisa statistika, yaitu analisis regresi sederhana

.

Sebelum dilakukan analisis regresi terlebih dahulu akan diuji normalitas dan uji linearitas melalui uji statistik dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS 20

.

0 for windows

.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dimaksudkan untuk menguji apakah data yang dianalisis sudah terdistribusi sesuai dengan prinsip-prinsip distribusi normal agar dapat digeneralisasikan terhadap populasi. Uji normalitas pada penelitian ini dilakukan untuk membuktikan bahwa data semua variabel yang berupa skor- skor yang diperoleh dari hasil penelitian tersebar sesuai dengan kaidah normal.

Pada penelitian ini uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji

(51)

Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan program komputer SPSS 20.0 for windows. Kolmogorov-Smirnov adalah suatu uji yang memperhatikan tingkat kesesuaian antara distribusi serangkaian harga sampel (skor yang diobservasi) dengan suatu distribusi teoritis tertentu.

2. Uji Linearitas

Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah garis regresi antara variabel dependen dan variabel independen membentuk garis linear atau tidak. Apabila tidak memenuhi asumsi linearitas maka analisa regresi tidak dapat dilanjutkan (Sugiyono, 2012). Uji linearitas dilakukan dengan menggunakan uji test for linerarity dengan menggunakan bantuan SPSS 20.0 for windows. Kaidah yang digunakan untuk mengetahui linier atau tidaknya hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung adalah jika p

< 0,05 maka hubungannya antara variabel bebas dengan variabel tergantung dinyatakan linier, sebaliknya jika p > 0,05 berarti hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung dinyatakan tidak linier (Sugiyono, 2012).

Referensi

Dokumen terkait

Kebijakan puritanisme oleh sultan Aurangzeb dan pengislaman orang-orang Hindu secara paksa demi menjadikan tanah India sebagai negara Islam, dengan menyerang berbagai praktek

(1) kruna alus mider yaitu kata-kata halus dwifungsi (bisa digunakan dalam bahasa alus singgih dan alus sor), (2) kruna alus madia yaitu kata-kata halus menengah untuk unsur

Climate Smart Agriculture (CSA) atau Pertanian Cerdas Iklim (PCI) merupakan sistem budidaya padi berkelanjutan dengan perlakuan secara intensif dalam pengelolaan pupuk, air,

pengaruh pemangkasan dan ukuran umbi terhadap pertumbuhan vegetative kentang tidak berpengaruh dikarenakan umbi yang tidak seragam dan tidak adanya tunas pada pemilihan

mereka sekedar menghafalnya, tanpa memahminya.. Selain metode analogi atau Qiyasiah di atas ada pula metode induksi atau Istiqroniyah, dalam pembelajaran kitab

Berdasarkan hasil pengamatan pada seluruh anak orangutan di PPS dan TSI diperoleh rata-rata persentase perilaku yang paling banyak dilakukan anak orangutan secara

Faktor yang memiliki hubungan yang bermakna secara statistik terhadap kejadian filariasis yaitu: Akses pelayanan kesehatan yang meliputi: jarak dan waktu tempuh ke RS, PKM,

sistem/teknologi informasi. Adanya teknologi akan memunculkan dan menambah inovasi dalam organisasi. Inovasi ini tidak hanya meningkatkan keunggulan kompetitif, tetapi