• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERILAKU KONSUMEN PAKAIAN BEKAS (Suatu Pada Perilaku Konsumen Mahasiswa Dalam Membeli Pakaian Bekas di Kota Gorontalo )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERILAKU KONSUMEN PAKAIAN BEKAS (Suatu Pada Perilaku Konsumen Mahasiswa Dalam Membeli Pakaian Bekas di Kota Gorontalo )"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PERILAKU KONSUMEN PAKAIAN BEKAS

(Suatu Pada Perilaku Konsumen Mahasiswa Dalam Membeli Pakaian Bekas di Kota Gorontalo )

Oleh

1

Rahman Ingo, Rahmatiah*, Rudy Harold**

Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Gorontalo e-mail : rahman_sos@ymail.com

ABSTRAK

Ingo, Rahman. 281 411 065. Perilaku Konsumen Pakaian Bekas. Skripsi, Jurusan Sosiologi. Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Gorontalo. 2015. Di bawah bimbingan. Pembimbing 1

Dr. Rahmatiah, S.Pd, M.Si dan Pembimbing II

Rudy Harold, S.Th, M.Si. Penelitian ini bertujuan: Untuk mengetahui perilaku mahasiswa dalam membeli pakaian bekas.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif yakni menggambarkan alasan-alasan mahasiswa membeli pakaian bekas yang bisa mempengaruhi perilaku mereka sesuai dengan permasalahan dalam penelitian. Sumber data berasal dari mahasiswa yang merupakan informan kunci yang sering membeli pakaian bekas. Analisis data adalah kualitatif dengan langkah mereduksi data, penyajian data dan terakhir menarik kesimpulan.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dianalisis dapat disimpulkan bahwa mahasiswa yang membeli pakaian bekas memiliki beberapa perilaku. Perilaku- perilaku itu seperti memperhatikan waktu dan tempat untuk membeli pakaian bekas karena malu apabila bisa dilihat oleh teman, kerabat ataupun tetangga yang bisa mempenggaruhi status sosial mereka dalam masyarakat.

Selain itu juga ada beberapa alasan mengapa mahasiswa membeli pakaian bekas yang mempengaruhi perilaku mereka dalam membeli pakaian bekas, yaitu karena ingin membeli pakaian yang menggambarkan dirinya, ingin membeli pakaian yang memperlihatkan identitas organisasinya, pengaruh iklan, pengaruh budaya barat, dan pengaruh budaya kampus. Berdasarkan alasan-alasan tersebut pakaian bekas bukan lagi persoalan murah meriahnya akan tetapi sudah menjadi persoalan pemenuhan gaya hidup yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sudah dijelaskan di atas.

Kata Kunci: Mahasiswa dan Pakaian Bekas.

1 Rahman Ingo, 281411065, Jurusan S1 Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Dr. Rahmatiah, S.Pd, M.Si, Rudy Harol, S.Th, M.Si

(3)

A. PENDAHULUAN

Pada zaman yang serba modern ini kehidupan masyarakat sering kali berubah- ubah tanpa ada yang bisa mengontrolnya. Masyarakat seperti dipaksa menuju masyarakat post–modern yang diiringi dengan perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat akibat dari konsumsi yang berlebihan. Salah satu perubahan social yang menyertai kemajuan ekonomi di Indonesia belakangan ini adalah berkembangnya berbagai gaya hidup, sebagai fungsi dari diferensiasi social yang tercipta dari relasi konsumsi.

2

Konsumsi pada era ini menjadi aktivitas yang sering dilakukan oleh masyarakat setiap harinya tanpa memikirkan kondisi ekonomi mereka saat ini. Konsumsi sebagai satu sistem diferensiasi yaitu sistem pembentukan perbedaan-perbedaan status, simbol dan prestise sosial adalah sistem yang menandai kedatangan masyarakat konsumer.

3

Masyarakat konsumen merupakan masyarakat yang sengaja diciptakan melalui kapital global yang menawarkan berbagai macam produksi barang yang siap dikonsumsi oleh masyarakat.

Masyarakat konsumen mengkonsumsi suatu produk bukan lagi karena nilai gunannya akan tetapi kerena makna tanda dan simbol. Senada dengan apa yang kemukakan oleh Baudrillard, yang dikonsumsi bukan lagi use atau exchangevalue, melainkan “symbolic value”, maksudnya orang tidak lagi mengkonsumsi objek berdasarkan karena kegunaan atau nilai tukarnya, melainkan karena nilai simbolis yang sifatnya abstrak dan terkonstruksi.

4

Mengkonsumsi suatu produk karena tanda dan simbol bukan lagi karena nilai gunanya akan mempengaruhi perilaku konsumen dalam membeli suatu barang produksi, sebab konsumen pasti akan membeli produk itu apabila barang tersebut menggambarkan tentang dirinya yang akan menjadi tanda ataupun simbol bagi dirinya. Perilaku masyarakat seperti ini menyebabkan barang yang dikonsumsi bukan lagi produknya melainkan makna simbol yang terkandung dalam produk barang tersebut.

Perilaku konsumen akan berubah karena pengaruh dari lingkungan maupun melalui media. Iklan merupakan salah satu media yang bisa mempengaruhi perilaku konsumen untuk mengkonsumsi suatu barang produksi. Iklan sesungguhnya adalah sebuah sistem ide yang membangkitkan hasrat, perilaku konsumsi dan gaya hidup masyarakat.

5

Salah satu objek konsumsi dari masyarakat konsumen yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen adalah pakaian karena pakaian merupakan salah satu produksi yang sering digunakan oleh masyarkat setiap harinya. Pakaian merupakan salah satu kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh manusia, karena pakaian dapat

2Amir Piliang, Yasraf. 2011. Dunia yang dilipat.Matahari. bandung Hal 145

3Ibid. Hal 149

4Fika. Fenomena Konsumsi yang Dinamis Menurut Jean Baudrillard.

Journal.unair.ac.id/filerPDF/Jurnal%20

5Dr. Suyanto, Bagong. 2013. Sosiologi Ekonomi: Kapitalisme dan Konsumsi di Era Masyarakat Post-Modernisme. Kencana Prenada Media Group. Jakarta. Hal 220.

(4)

melindungi dan menutupi tubuh dari manusia itu sendiri seperti cuaca yang tak menentu. Pakaian juga sangat membantu masyarakat dalam melakukan aktivitas sehari- hari sebab tanpa pakaian masyarakat tidak dapat beraktivitas dikarenakan tidak adanya sesuatu yang dapat melindungi tubuh dari panasnya matahari dan dinginnya angin, selain itu pakaian juga mempunyai nilai fungsi dari estetika. Manusia merupakan mahluk sosial yang selalu beriteraksi membutuhkan pakaian untuk bisa beriteraksi dengan orang lain. Pakaian dapat membantu seseorang agar bisa tampil menarik, karena itu tidak dapat dipungkiri bahwa setiap manusia mempunyai hasrat untuk tampil sempurna di depan umum. Untuk memuaskan hasratnya setiap manusia berlomba- lomba untuk pergi ke pusat perbelanjaan untuk membeli pakaian yang bagus dan mahal.

Oleh karena pakaian merupakan salah satu produksi yang paling dibutuhkan oleh masyarakat setiap hari. Maka begitu banyak pakaian yang diproduksi dengan berbagai merek terkenal. Hal ini dapat mempengaruhi perilaku konsumen karena masyarakat membeli suatu produk dalam hal ini pakaian yang bisa menggambarkan dirinya. Untuk mendapatkan pakaian yang sesuai dengan dirinya masyarakat rela mencarinya diberbagai tempat perbelanjaan, entah di maal ataupun dipasar tradisional.

Masyarakat yang menkonsumsi simbol dan tanda, seperti yang dijelaskan diatas tidak perduli dengan produk yang baru maupun yang bekas yang penting mereka mendapatkan produk yang sesuai dengan keinginannya. Seperti halnya dengan pakaian, masyarakat tidak perduli dengan pakaian baru maupun pakaian bekas yang paling penting adalah masyarakat bisa menemukan pakaian yang menggambarkan dirinya yang merupakan simbol dari dirinya.

Fenomena seperti ini terjadi di kota gorontalo dimana banyak masyarakat yang berburu pakaian bekas. Di Gorontalo pakaian bekas dikenal dengan istilah cabo

6

(cakar bongkar), istilah ini muncul karena ketika dipasarkan pakaian bekas ini tidak teratur ataupun tidak tertata dengan rapi. Pakaian bekas sebelum dipasarkan di kemas dalam karung tanpa dipisahkan sesuai jenis pakaian. Pakaian bekas sangat diminati oleh masyarakat gorontalo, tak heran banyak masyarakat gorontalo yang berburu pakaian bekas ini. Di Kota Gorontalo banyak tempat-tempat yang menyediakan pakaian bekas seperti, pasar sabtu Liluwo, pasar senin Mo’odu dan pasar malam yang ada disekitar kompleks pertokoan Kota Gorontalo. Kelompok masyarakat yang paling banyak berburu pakaian bekas adalah mahasiswa. Mahasiswa yang aktivitas setiap harinya adalah kuliah membutuhkan pakaian untuk bisa berinteraksi dengan mahasiswa lainnya.

Pakaian bekas yang tidak teratur dengan rapi mempengaruhi perilaku mahasiswa dalam berburu pakaian bekas ini. Meskipun pakaian bekas yang hendak dibeli tidak teratur mahasiswa tetap ingin membeli pakaian bekas yang mereka inginkan. Banyak cara yang dilakukan oleh mahasiswa untuk mendapatkan pakaian bekas yaitu dengan cara mengamati tempat penjualan dan memperhatikan waktu pada saat melakukan pembelian. Maksud dari mengamati tempat disini yaitu mahasiswa

6 Cabo merupakan istilah pakaian bekas yang di gunakan oleh masyarakat Kota Gorontalo.

(5)

mengamati apakah pakaian bekas yang dijual di tempat ini sudah pernah dilihat di tempat yang lain atau sudah ada pemasokan pakaian bekas yang baru. Sedangkan maksud memperhatikan waktu disini yaitu mahasiswa yang gengsi apabila bisa dilihat oleh temannya pada saat membeli pakaian bekas akan membeli pakaian bekas pada malam hari.

Rumusan Masalah

Bagaiman Perilaku Konsumen mahasiswa dalam membeli pakaian bekas.?

B. KAJIAN TEORI 1. Perilaku Konsumen

Menurut James F. Engel et. Al, perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini.

7

Pengertian perilaku konsumen itu sendiri adalah segala aktivitas yang melibatkan orang pada saat menyeleksi, membeli dan menggunakan produk dan jasa sebagai pemuas kebutuhan dan keinginannya.

8

Dalam hal ini perilaku konsumen dalam membeli pakaian bekas menyeleksi pakaian bekas yang masih layak dipakai dan berkualitas yang sesuai dengan dirinya. Perilaku konsumen merupakan tindakan-tindakan dan hubungan sosial yang dilakukan oleh konsumen perorangan, kelompok maupun organisasi untuk menilai, memperoleh dan menggunakan barang- barang serta jasa melalui proses pertukaran atau pembelian yang diawali dengan proses pengambilan keputusan yang menentukan tindakan-tindakan tersebut.

9

Perilaku Konumen dapat dipengaruh oleh faktor kebudayaan, baik kebudayaan asli dari lingkungan itu maupun kebudayaan yang di adopsi dari kebudyaan barat.

Menurut Wiliam J. Stanton Kebudayaan adalah simbol dan fakta yang kompleks yang diciptakan oleh manusia, diturunkan dari generasi ke generasi sebagai penentu dan tingkah laku manusia dalam masyarakat yang ada.

10

Apa yang dimakan oleh seseorang, bagaimana mereka berpakaian, apa yang mereka rasakan dan pikirkan, bahasa apa yang mereka bicarakan adalah dari budaya. Hal tersebut meliputi semua hal yang konsumen lakukan tanpa sadar memilih karena nilai kultur mereka, adat istiadat dan

7Rina Puspita Sari, Maria. 2010. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Konsumen Untuk Berbelanja Di Pasar Klithikan Notoharjo Semanggi Surakarta. Skripsi. Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta. Hal 6

8Chasanah, Nur. 2010. Analisis Perilaku Konsumen Dalam Membeli Produk Susu Instan Di Pasar Modern Kota Surakarta. Skripsi. Progam Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta. Hal 26.

9Luhur Sasangka, Ari. 2010. Analis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Konsumen Dalam Pembelian Minuman Energi. Skripsi. Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang. Semarang. Hal 10.

10Sasmito, Adi. 2009. Analisis Perilaku Konsumen Dalam Pembelian Jasa Pegadaian Cabang Gading Surakarta. Skiripsi. Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Hal 11.

(6)

ritual mereka telah menyatu dalam kebiasaan mereka sehari-hari.

11

Konsumen pakaian bekas membeli pakaian sesuai dengan nilai kultur maupun adat mereka yang terkandung dalam makna simbol dan tanda pada pakaian bekas. Selain itu juga kebudayaan barat yang sudah di adopsi oleh masyarakat kita seperti tingkah laku mereka dalam berpakaian mempengaruhi perilaku masyarakat dalam membeli pakaian. Dalam hal ini masyarakat mencari pakaian bekas yang sesuai dengan gaya dari budaya barat tersebut.

Di era masyarakat post-modern, iklan memang bukan sekedar media untuk mempromosikan sebuah produk, tetapi iklan boleh dikata telah menjadi sebuah sistem ide yang mampu mempengaruhi dan mengkonstruksi cita rasa atau selera masyarakat.

Lebih dari sekadar referensi psikologis sebagai dasar acuan konsumen untuk memutuskan membeli atau mengonsumsi produk-produk mana yang sesuai dengan keinginannya, iklan sesungguhnya memiliki nilai-nilainya sendiri secara otonom yang menghegemoni, dan bahkan menentukan status sosial masyarakat yang menjadi konsumen dan melakukan tafsiran atas nilai-nilai yang ditawarkan iklan.

12

Lewat iklan, para produsen tidak hanya memberikan informasi tentang produk yang bisa dikonsumsi masyarakat, melainkan secara terus menerus memengaruhi, membujuk, merangsang dan menciptakan kebutuhan baru dalam masyarakat kontemporer secara seragam dan universal (Kasiyan dalam Bagong, 2013). Iklan yang secara intensif terus dikumandangkan dan ditayangkan, seolah tidak ada jeda tanpa iklan yang sama, maka kata-kata yang disiarkan pun akan membuat pemirsa atau pendengar seolah tersugesti dan menjadikan iklan itu sebagai sebagai referensi terpenting sebelum mereka memutuskan mengonsumsi produk atau membeli jasa apa yang ditawarkan kekuatan komersial dipasar.

13

2. Pertukaran Sosial

Teori pertukaran sosial berangkat dari asumsi do ut des, saya memberi supaya engkau memberi. Menurut mereka semua kontak diantara manusia bertolak dari skema memberi dan mendapatkan kembali dalam jumlah yang sama.

14

Menurut Homans dalam Ritzer (1985) terdapat lima prinsip dalam pertukaran sosial, meliputi:

1. Jika respon pada suatu stimulus mampu mendatangkan keuntungan, maka respon tersebut akan cenderung diulang terhadap stimulus yang sama.

2. Makin sering seseorang memberikan ganjaran terhadap tingkah laku orang lain, maka makin sering juga tingkah laku tersebut akan diulang.

11Rina Puspita Sari, Maria. 2010. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Konsumen Untuk Berbelanja Di Pasar Klithikan Notoharjo Semanggi Surakarta. Skripsi. Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta. Hal 6-7.

12Dr. Suyanto, Bagong. 2013. Sosiologi Ekonomi: Kapitalisme dan Konsumsi di Era Masyarakat Post-Modernisme. Kencana Prenada Media Group. Jakarta. Hal 226.

13Ibid. Hal 231.

14Bernard Raho, SVD. 2007. Teori Sosiologi modern. Prestasi Pustaka Raya. Jakarta. Hal 171.

(7)

3. Makin bernilai suatu keuntungan yang diperoleh dari tingkah lakunya, maka makin sering juga pengulangan terhadap tingkah laku tersebut.

4. Makin sering orang menerima ganjaran atas tindakannya dari orang lain, maka makin berkurang juga nilai dari setiap tindakan yang dilakukan berikutnya.

5. Makin dirugikan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain, maka makin besar kemungkinan orang tersebut akan mengembangkan emosi.

15

Teori pertukaran memiliki beberapa asumsi yaitu sebagai berikut:

16

Pertama, Manusia adalah makhluk yang rasional, dia memperhitungkan untung dan rugi. Kedua, Perilaku pertukaan sosial terjadi apabila: Perilaku tersebut harus berorientasi pada tujuan-tujuan yang hanya dapat dicapai melalui interaksi dengan orang lain dan perilaku harus bertujuan untuk memperoleh sarana bagi pencapain tujuan-tujuan tersebut. Ketiga, Transaksi-transaksi pertukaran terjadi hanya apabila pihak yang terlibat memperoleh keuntungan dari pertukaran itu.

3. Dimensi Waktu dan Dimensi Tempat

Pendefinisian waktu dan tempat untuk melakukan apa saja telah membentuk kerangka bagi munculnya hubungan sosial yang baru.

17

Dalam masyarakat modern seperti saat ini, waktu dan tempat merupakan penentu status sosial bagi masyarakat yang kemudiaan mempengaruhi perilaku masyarakat dalam melakukan aktivitas konsumsi. Mempengaruhi perilaku masyarakat yang dimaksudkan adalah ketika melakukan kegiatan konsumsi seorang masyarakat lebih memperhatikan waktu dan tempat yang dapat menunjukan status sosialnya dalam masyarakat. Misalnya, dalam konteks pakaian bekas seseorang yang suka membeli pakaian bekas namun dia gengsi ketahuan oleh kerabatnya karena akan menurunkan status sosialnya dalam masyarakat, lebih memperhatikan waktu dan tempat, dimana dia lebih memilih berbelanja pakaian bekas pada malam hari dan memperhatikan tempat penjualan pakaian bekas yang kurang dikunjungi oleh konsumen.

4. Konsep Mahasiswa

Salim dan Salim (1991) mendefinisikan mahasiswa orang yang terdaftar dan menjalani pendidikan pada perguruan tinggi. Menurut Prihartati mahasiswa adalah suatu kelompok individu diperguruan tinggi yang sedang mengalami proses belajar untuk mempersiapkan diri menjadi intelektual muda.

18

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa mahasiswa adalah kelompok individu yang terdaftar dan

15Puspitawati, Herlen. 2013. Konsep dan Teori Keluarga. Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal 11.

16Prof. Dr. Damsar. 2009. Pengantar Sosiologi Ekonomi. Prenada Media Group. Jakarta. Hal 64-66.

17Narendra, Pitra. 2000. Media Massa Dan Globalisasi produk Simbolik. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. ISSN 1410-4946. Volume 4, Nomor 2. Hal 157.

18Spica, Bima. 2008. Perilaku Prososial Mahasiswa Ditinjau Dari Empati dan Dukungan Sosial Teman Sebaya. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata. Semarang. Hal 9-10.

(8)

belajar di perguruan tinggi yang sedang mengalami proses untuk mempersiapkan diri menjadi intelektual mudah.

19

C. METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan jenis penelitian interpretif dasar. Metode penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang berupaya untuk memahami dan membuat mengerti mengenai suatu fenomena dari sisi perspektif partisipan.

20

Selanjutnya, hasil dari penelitian ini ditulis dengan deskripsi yang banyak dan dipresentasikan serta didiskusikan menggunakan berbagai referensi yang berasal dari literatur yang menjadi kerangka penelitian rancangan penelitian dibuat. Dalam metode penelitian kualitatif, instrumen yang digunakan oleh peneliti adalah peneliti itu sendiri. Di mana peneliti secara langsung melakukan interaksi dengan para informan.

Peneliti sebagai instrumen penelitian melakukan kontak langsung dengan para informan guna mendapatkan data yang lebih mendalam melalui teknik observasi dan wawancara di lapangan.

1. Sumber Data

Berkaitan dengan sumber data yang digunakan oleh peneliti dalam hal melihat perilaku konsumen pakaian dalam kajian sosiologi, peneliti menggunakan data primer dan data sekunder.

Data primer dalam penelitian kualitatif adalah data yang diperoleh peneliti melalui hasil wawancara dan observasi di lapangan. Dengan melakukan pendekatan secra emosional dengan para informan, peneliti berusaha mengumpulkan data sebanyak-banyaknya untuk melengkapi data yang dianggap oleh peneliti masih kurang dalam melihat perilaku konsumen secara sosiologis. Dengan menggunakan data primer, ada beberapa informan kunci yang dipilih oleh peneliti dalam menggali informasi yang lengkap dan mendalam terkait dengan fokus penelitian ini. Informan kunci tersebut terdiri dari para mahasiswa yang mengunjungi pasar-pasar tradisional yang menjual pakaian bekas di Kota Gorontalo.

Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan mengadakan penelusuran terhadap beberapa bahan pustaka dan kajian literatur, yang relevan dengan masalah yang akan diteliti. Data-data sekunder tersebut seperti buku, majalah, jurnal, koran, artikel, majalah, dan lain sebagainya. Tujuannya agar memperkuat teori-teori yang digunakan oleh peneliti dalam melihat masalah yang sedang diteliti. Sehingga penelitian ini dapat diakui keabsahaanya dan tidak dianggap plagiat jika ditemukan adanya suatu penelitian dengan fokus masalah yang sama.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu menggunakan teknik observasi dan teknik wawancara. Observasi adalah tahap awal dalam melakukan teknik pengumpulan data dengan melakukan peninjauan langsung terhadap lokasi penelitian. Dalam hal teknik observasi ini, posisi peneliti adalah sebagai partisipan.

19Ibid.

20Sharan B. Merriam, dkk. 2002. Qualitative Research in Practice. CA: Josey-Bass. San Fransisco.

hlm 6.

(9)

Artinya, peneliti berusaha untuk melakukan pendekatan secara emosional dengan para informan meskipun sedikit menjaga jarak dengan para informan tersebut. Tujuan dari pada teknik observasi ini untuk memperoleh gambaran yang luas terhadap lokasi penelitian, menggali informasi mengenai segala aktifitas di lokasi penelitian, agar memperoleh pengalaman tentang keterkaitan pelaku (informan) yang diteliti dengan tempat-tempat di mana ia sering berada, dan untuk mengetahui keterbatasan peneliti dengan sudut pandang yang informan gunakan dalam menafsirkan hasil pengamatan.

Teknik wawancara yang peneliti gunakan adalah wawancara yang tidak terstruktur, di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis. Jawaban yang diberikan oleh informan dapat memberikan suatu pertanyaan yang baru bagi peneliti, hal ini dilakukan guna memperoleh informasi yang belum peneliti pahami ketika berada di lapangan. Dalam teknik wawancara yang seperti ini, peneliti belum mengetahui secara pasti data seperti apa yang akan diperoleh. Sehingga peneliti lebih banyak mendengarkan apa yang diceritakan oleh informan. Informan yang ingin di wawancarai oleh peneliti yaitu kelompok masyarakat kecil yang hobi membeli maupun mengoleksi pakai bekas yaitu mahasiswa. Mahasiswa yang diwawancarai yaitu mahasiswa yang membeli pakaian bekas karena ingin memperlihatkan identitas kelompoknya, kelompok mahasiswa yang membeli pakaian bekas untuk menggambarkan identitas dirinya dan kelompok mahasiswa yang membeli pakaian bekas untuk memperlihatkan identitas organisasinya.

3. Teknik Pengolahan Data

Bagian selanjutnya dalam penelitian kualitatif adalah teknik pengolahan data.

Setelah data yang diperoleh dari lapangan penelitian, kemudian data tersebut diolah untuk mengetahui apakah data tersebut sesuai dengan masalah yang sebelumnya menjadi fokus penelitian ini. Adapun teknik pengolahan data ini mencakup atas reliabilitas, validitas, dan generalisabilitas.

Reliabilitas kualitatif mengindikasikan bahwa pendekatan yang digunakan peneliti konsisten jika diterapkan oleh peneliti-peneliti lain (dan) untuk proyek-proyek yang berbeda.21 Gibbs selanjutnya merinci sejumlah prosedur reliabilitas dalam penelitian kualitatif, yaitu sebagai berikut:

22

1. Melakukan pengecekan hasil transkripsi untuk memastikan tidak adanya kesalahan yang dibuat selama proses transkripsi tersebut.

2. Memastikan tidak ada definisi dan makna yang mengambang mengenai kode-kode selama proses coding. Hal ini dapat dilakukan dengan terus membandingkan data dengan kode-kode atau dengan menulis catatan tentang kode-kode dan definisi- definisinya.

3. Melakukan cross-check dan membandingkan kode-kode yang dibuat oleh peneliti lain dengan kode-kode yang telah dibuat oleh peneliti.

Validitas kualitatif merupakan upaya pemeriksaan terhadap akurasi hasil penelitian dengan menerapkan prosedur-prosedur tertentu. Validitas merupakan

21Gibbs dalam Creswell, Researc Design: Pendekatan Kualitiatif, Kuantitatif, dan Mixed, Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 2013. Hal. 285.

22Ibid.

(10)

kekuatan lain dalam penelitian kualitatif selain reliabilitas. Validitas ini didasarkan pada kepastian apakah hasil penelitian suadah akurat dari susut pandang peneliti, partisipan, atau pembaca secara umum.

Generalisasi kualitatif merupakan suatu istilah yang jarang digunakan dalam penelitian kualitatif karena istilah generalisasi lebih banyak diterapkan untuk penelitian kuantitatif. Tujuan dari generalisasi dalam penelitian kualitatif ini sendiri bukan untuk menggeneralisasi hasil penemuan pada individu-individu, lokasi-lokasi, atau tempat-tempat di luar objek penelitian, sebagaimana yang banyak dijumpai dalam penelitian kuantitatif. Pada dasarnya, nilai dari penelitian kualitatif terletak pada deskripsi dan tema-tema tertentu berkembang atau dikembangkan dalam konteks lokasi tertentu pula.

23

4. Teknik Analisis Data

Analisis data pada penelitian kualitatif adalah proses menyusun data agar dapat ditafsirkan. Menyusun data berarti mengelompokannya dalam pola, tema atau kategori. Tugas peneliti ialah mengadakan analisis tentang data yang diperolehnya agar diketahui maknanya. Interpretasi harus melebihi atau mentransenden deskripsi belaka.

Data yang diperoleh dalam lapangan ditulis/diketik dalam bentuk uraian atau laporan yang terinci. Laporan ini akan terus menerus bertambah dan akan menambah kesulitan bila tidak segera dianalisis sejak awal. Laporan-laporan itu perlu direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema atau polanya. Data yang direduksi memberi gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan, juga mempermudah peneliti untuk mencari kembali data yang diperoleh bila diperlukan. Reduksi data dapat pula membantu dalam memberikan kode kepada aspek-aspek tertentu.

24

Data yang bertumpuk-tumpuk, laporan lapangan yang tebal, sulit ditangani, sulit melihat hutannya karena pohonnya. Sulit pula melihat hubungan antara detail yang banyak. Dengan sendirinya sukar melihat gambaran keseluruhannya untuk mengambil kesimpulan yang tepat. Maka karena itu, agar dapat melihat gambaran keseluruhannya atau bagian-bagian tertentu dari penelitian itu harus diusahakan membuat berbagai macam matriks, grafik, networks, dan charts. Dengan demikian peneliti dapat menguasai data dan tidak tenggelam dalam tumpukan detail. Membuat “display” ini juga merupakan analisis.

25

5. Diagram Alir Penelitian

Diagram alir penelitian berisi tentang rumusan masalah yang ditetapkan berdasarkan latar belakang penelitian, input yang menjadi landasan berpikir bagi kerangka analisis penelitian, proses penelitian yang akan menjadi pijakan bagi peneliti untuk melaksanakan penelitian di lapangan berdasarkan teknik analisis data, dan output yang menjadi tujuan dilaksanakannya penelitian ini yang telah ditetapkan oleh peneliti. Adapun diagram alir penelitian adalah sebagai berikut:

23Ibid, hlm. 289.

24B. Nasution. 1998. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Tarsito. Bandung. hlm 129.

25Ibid.,hlm 129.

(11)

Diagram Alir Penelitian

Bagaimana perilaku mahasiswa dalam membeli pakaian bekas?

Perilaku Konsumen

Dimensi Waktu dan Tempat

Pertukaran Sosial

 Tindakan Menilai

 Kebudayaan

 Iklan

 Dimensi Waktu

 Dimensi Tempat

 Pilihan Rasional

 Keuntungan

Mendeskripsi secara kualitatif tentang perilaku mahasiswa dalam membeli pakaian bekas.

Mendeskripsi secara kualitatif perilaku mahasiswa pengguna pakaian bekas berdasarkan dimensi waktu dan tempat.

Mendeskripsi secara kualitatif tentang pertukaran sosial kepada perilaku mahasiswa pengguna pakaian bekas

Untuk mengetahui tentang perilaku mahasiswa pengguna pakaian bekas

Untuk mengetahui tentang analisis dimensi waktu dan tempat pada perilaku

mahasiswa pengguna pakaian bekas

Untuk mengetahui tentang analisis teori pertukaran sosial pada mahasiswa pengguna pakaian bekas Rumusan

Masalah

Input

Proses

Output

(12)

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pakaian bekas merupakan pakaian-pakaian yang sudah pernah dipakai oleh orang lain. Pakaian bekas ini di impor kemudian diperjual belikan kembali kepada masyarakat dengan harga yang murah. Di Kota Gorontalo pakaian bekas dikenal dengan sebutan cabo (cakar bongkar) munculnya istilah cakar bongkar (cabo) karena pakaian bekas hanya tertumpuk dan memaksa para pembeli untuk membongkar pakaian bekas untuk mendapatkan pakaian yang mereka inginkan. Pakaian bekas yang tidak teratur dan harus butuh ketelitian untuk memilihnya dapat mempengaruhi perilaku dari konsumen pakaian bekas itu sendiri. Perilaku mahasiswa merupakan proses dan aktifitas ketika seseorang berhubungan dengan pencarian, pemilihan, pembelian, penggunaan, serta pengevaluasian produk dan jasa demi memenuhi kebutuhan dan keinginan.

26

Seperti halnya dalam pakaian bekas mahasiswa harus menilai dan memilih dulu pakaian bekas sebelum memutuskan untuk membelinya.

Mahasiswa yang selalu beraktifitas dalam dunia kampus tentunya mempunyai hasrat untuk tampil beda dengan orang lain. Keinginan untuk tampil beda dengan orang lain dapat dipenuhi dengan menggunakan pakaian yang mencerminkan dirinya sendiri yang merupakan simbol bagi dirinya. Mengkonsumsi suatu produk pakaian karena tanda dan simbol bukan lagi karena nilai gunanya akan mempengaruhi perilaku konsumen pakain bekas dalam membeli pakaian bekas tersebut, sebab konsumen pakaian bekas pasti akan membeli pakaian itu apabila pakaian tersebut menggambarkan tentang dirinya yang akan menjadi tanda ataupun simbol bagi dirinya yang nantinya akan membedakan dirinya dengan orang lain. Fenomena tersebut tak asing di jaman yang serba modern ini seperti halnya yang di kemukakan oleh Baudrillard, yang dikonsumsi bukan lagi use atau exchangevalue, melainkan

“symbolic value”, maksudnya orang tidak lagi mengkonsumsi objek berdasarkan karena kegunaan atau nilai tukarnya, melainkan karena nilai simbolis yang sifatnya abstrak dan terkonstruksi.

27

1. Analisis Perilaku Mahasiswa Yang Di Pengaruhi Oleh Kebudayaan

Faktor kebudayaan memberikan pengaruh paling luas dan dalam pada tingkah laku konsumen.

28

Kebudayaan adalah simbol dan fakta yang kompleks, yang diciptakan oleh manusia, diturunkan dari generasi ke generasi sebagai penentu dan

26 Irasmi. 2012. Perilaku Mahasiswa Dalam Memilih Jenis Makanan dan Minuman di Makassar Town Square. Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin. Makassar. Hal 43.

27Fika. Fenomena Konsumsi yang Dinamis Menurut Jean Baudrillard.

Journal.unair.ac.id/filerPDF/Jurnal%20

28Luhur Sasangka, Ari. 2010. Analis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Konsumen Dalam Pembelian Minuman Energi. Skripsi. Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang. Semarang. Hal 12

(13)

pengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat yang ada.

29

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti bahwa kebudayaan sangat mempengaruhi mahasiswa dalam membeli pakaian bekas. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa setiap aktivitas manusia, apa yang dimakan oleh seseorang, bagaimana mereka berpakaian, apa yang mereka rasakan dan pikirkan, bahasa apa yang mereka bicarakan adalah dari budaya.

a. Budaya Barat

Dengan berkembangnya jaman perilaku manusia semakin berubah-ubah, akibat dari masuknya kebudayaan barat yang mempengaruhi tingkah laku manusia, akibat dari proses penyebaran kebudayaan secara geografis. Masuknya kebudayaan barat ke dalam masyarakat, hampir merusak semua sistem adat dan kebiasaan budaya lokal. Pengaruh budaya barat pada perilaku masyarakat sangat besar, masyarakat rela mencari pakaian yang bernuansa barat di tempat-tempat penjualan pakaian bekas. Seperti hal yang dikemukakan oleh salah satu mahasiswa yaitu MN:

“sebenarnya saya sudah lama berburu pakaian bekas, hampir semua tempat-tempat penjualan pakaian bekas sudah saya datangi, seperti pasar sabtu, pasar malam, pasar moo’du dan lain-lain. Pakaian bekas yang sering saya beli adalah pakaian bekas yang bermerek dari luar negeri. Alasan saya membeli pakaian bekas yang bermerek dari luar karena pakaian-pakaian bekas yang bermerek luar itu sudah menjadi tren di jaman sekarang. Dan saya juga tidak mau dikatakan ketinggalan jaman kalau tidak menggunakan pakaian-pakaian yang bermerek dari luar negeri”.

b. Budaya Kampus

Mahasiswa yang selalu beraktivitas sehari-hari dalam kampus tidak menyadari sudah membentuk suatu kebiasaan seperti kuliah, berorganisasi dan lain-lain. Kehidupan kampus seperti telah menjadi suatu budaya dalam kehidupan kampus itu sendiri, hampir semua universitas pasti mengalami sebuah sistem yang seperti ini. Segala aktivitas yang dilakukan didalam kampus diatur oleh etika kehidupan kampus yang bersifat mengikat yang harus dipatuhi oleh seluruh masyarakat kampus. Salah satu etika yang diatur oleh universitas yaitu etika dalam pakain. Dalam mengikuti proses perkuliahan mahasiswa harus menggunakan pakaian yang rapi dan teratur. Di Universitas Negeri Gorontalo etika berpakaian ketika di mengikuti proses perkuliahan diatur dalam buku pedoman akademik Universitas Negeri Gorontalo. Etika dalam berpakaian itu tertera pada bab 5 (Etika Kehidupan Akademik), Poin C (Etika Kehidupan Mahasiswa, Nomor satu yang berbunyi “mahasiswa dalam mengikuti kegiatan akademik wajib menggunakan pakaian yang sopan sesuai dengan identitas kemahasiswaanya”.

30

Untuk mematuhi peraturan kampus mahasiswa mencari pakaian yang sesuai dengan aturan kampus ditempat penjualan pakaian bekas karena harganya murah mahasiswa dapat membeli dalam jumlah yang banyak yang kualitasnya masih sangat bagus.

29Mayasari, Hesti. 2012. Analisis Perilaku Pembelian Ponsel Cerdas (Smartphone): Antara Kebutuhan dan Gaya Hidup Konsumen di Kota Padang. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 3, Nomor 1, Januari 2012 ISSN : 2086 – 5031. Hal 97.

30 Drs. H. Hamid, Abd. Isa, dkk. Pedoman Akademik. Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo.

Hal 68.

(14)

2. Analis Perilaku Mahasiswa Yang Di Pengaruhi Oleh Iklan

Iklan sesungguhnya adalah sebuah sistem ide yang membangkitkan hasrat, perilaku konsumsi dan gaya hidup masyarakat.

31

Para konsumen pakaian bekas seperti mahasiswa ikut terpengaruh dengan adanya kemampuan iklan yang mampu mempengaruhi mereka dalam membeli pakaian bekas. Mudah terpengaruhnya mahasiswa dalam bujukan iklan karena orang menjadi bintang iklan dari produk itu adalah fans atau orang yang mereka sangat kagumi. Mahasiswa rela mencari pakaian yang sama yang dipakai oleh fans atau ataupun orang yang mereka kagumi di tempat penjualan pakaian bekas. Senada apa yang dikatakan oleh (Suyanto, 2013) bahwa Untuk mempercepat dan meningkatkan daya tarik konsumen terhadap produk yang ditawarkan, sudah lazim terjadi jika dalam iklan biasanya akan digunakan bintang- bintang iklan dari berbagai kalangan, baik bintang olahraga, artis film, penyanyi terkenal atau tokoh yang berpengaruh dengan tujuan pemasangan tokoh-tokoh idola seperti itu akan membuat konsumen menjadi lebih mudah terperangkap dalam pengaruh iklan, terutama fans atau pengemar fanatik dari bintang iklan yang dipilih perusahaan sebagai ikon idola produk mereka.

32

3. Analisis Di Mensi Waktu dan Tempat Pada Perilaku Mahasiswa Pengguna Pakaian Bekas

Pendefinisian waktu dan tempat untuk melakukan apa saja telah membentuk kerangka bagi munculnya hubungan sosial yang baru.

33

Dalam masyarakat modern seperti saat ini, waktu dan tempat merupakan penentu status sosial bagi masyarakat yang kemudiaan mempengaruhi perilaku masyarakat dalam melakukan aktivitas konsumsi.

Berbicara mengenai waktu tentu kita berbicara bagaimana masyarakat mengisi waktu sehari-hari mereka dengan berbagai macam aktivitas. Tentu kita juga pernah mendengar semboyan bahwa waktu adalah uang. Orang yang dapat memanfaat waktu dengan baik dapat memberinya keuntungan. Tak heran banyak masyarakat memanfaatkan waktu dengan bekerja keras agar bisa menghidupi dirinya dan keluarganya. Namun dengan berkembangnya jaman, waktu bukan lagi persoalan bagaimana kita beraktivitas akan tetapi waktu dapat menjelaskan status sosial kita.

Seperti pada saat berbelanja seseorang lebih memperhatikan waktu karena malu ketika bisa dilihat oleh tetangga ataupun kerabat mereka yang bisa mempengaruhi status sosial mereka. Gengsi sosial seperti ini sering terjadi pada mahasiswa yang inginkan membeli pakaian bekas namun malu apabila ketahuan oleh teman-temannya, sehingganya dia mempunyai alternatif lain dengan membeli pakaian bekas diwaktu- waktu tertentu. Seperti halnya yang di jelaskan oleh saudara FI:

“sebenarnya saya juga sering berbelanja pakaian bekas, kebanyakan pakaian yang sering saya gunakan berasal dari pakain bekas. Namun pada saat membeli pakaian bekas saya lebih memilih berbelanja pada tempat-tempat yang menjual pakaian bekas pada malam hari seperti tempat penjualan pakaian bekas di perbatasan Kota Gorontalo dan Bone Bolango dan disekitar pertokoan pasar sentral. Saya memilih berbelanja pada saat malam karena saya malu bisa ketahuan oleh teman-teman saya karena berbelanja pakaian

31Dr. Suyanto, Bagong. 2013. Sosiologi Ekonomi: Kapitalisme dan Konsumsi di Era Masyarakat Post-Modernisme. Kencana Prenada Media Group. Jakarta. Hal 220.

32Ibid. Hal 236

33Narendra, Pitra. 2000. Media Massa Dan Globalisasi produk Simbolik. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. ISSN 1410-4946. Volume 4, Nomor 2. Hal 157.

(15)

bekas dan saya malu dikatakan miskin yang membuat mereka tidak mau lagi berteman dengan saya”.

Lokasi pembelian merupakan hal yang paling berpengaruh dalam perilaku konsumen, tempat yang nyaman dapat menarik konsumen untuk mendatangi tempat penjualan itu. Namun bukan itu saja antribut-antribut ataupun barang-barang produksi yang tersedia ditempat itu juga dapat mempengaruhi konsumen untuk mengunjungi tempat itu. Dalam memilih toko, konsumen dapat melakukan penilaian terhadap atribut-atribut yang mempengaruhi mereka dalam memilih tempat berbelanja. Dalam memilih toko, konsumen dapat melakukan penilaian terhadap atribut-atribut yang mempengaruhi mereka dalam memilih tempat berbelanja.

34

Hal ini sering terjadi pada mahasiswa yang sering berbelanja pakaian bekas, dalam mengunjungi tempat-tempat penjualan pakaian bekas mahasiswa terlebih dahulu menilai, apakah pakaian bekas yang diperjual belikan di tempat itu adalah pakaian yang sudah pernah dilihat ditempat lain atau sudah ada pemasokan pakaian bekas yang baru.

Namun bukan hanya ini saja yang mempengaruhi mahasiswa dalam membeli pakaian bekas. Gengsi akan status sosial yang ditimbulkan apabila bisa dilihat oleh teman ketika membeli pakaian bekas juga mempengaruhi mahasiswa dalam membeli pakaian bekas. Kelompok mahasiswa seperti ini lebih memilih membeli pakaian bekas di tempat-tempat penjualan bekas yang kurang dikunjungi oleh masyarakat lain atau lebih memilih tempat-tempat yang menjual pakaian bekas pada malam hari. Hal ini dilakukan agar status sosial mereka dalam masyarakat tetap terjaga. Melihat fenomena ini, tempat penjualan bukan lagi persoalan sebagai tempat yang menyediakan berbagai macam produk yang bisa dikunjungi oleh konsumen, namun tempat bisa menjelaskan kedudukan atau status sosial seseorang di dalam masyarakat.

4. Analisis Teori Pertukaran Sosial Pada Perilaku Mahasiswa Pengguna Pakaian Bekas

Pada jaman modern seperti sekarang ini, banyak gaya hidup yang berkembang di dalam masyarakat. Termasuk gaya hidup dalam berpakain, untuk sebagian orang memenuhi cara berpakaian yang sesuai dengan perkembangan jaman sangatlah mudah, namun untuk segilintar orang sangat sulit karena tidak didukung oleh faktor ekonomi yang cukup. Sejumlah orang ini lebih memilih alternatif lain untuk memenuhi gaya berpakaian yang sudah berkembang, yaitu dengan membeli pakaian bekas yang kualitas masih sangat bagus dan yang terpenting adalah modelnya sesuai dengan gaya berpakaian jaman sekarang. Mereka lebih memilih membeli pakaian bekas yang kualitas masih bagus dengan harga yang murah untuk memenuhi gaya berpakaian jaman sekarang, ketimbang harus pergi ke maal untuk membeli pakaian yang baru dengan harga yang mahal. Dalam teori pertukaran sosial terdapat asumsi bahwa manusia adalah makhluk yang rasional, dia memperhitungkan untung dan rugi. Teori petukaran melihat bahwa manusia terus menerus terlibat dalam memilih diantara perilaku-perilaku alternatif, dengan pilihan mencerminkan cost and reward (biaya dan ganjaran) yang diharapkan berhubungan dengan garis-garis perilaku alternatif itu.

Suatu tindakan adalah rasional berdasarkan perhitungan untung dan rugi.

35

Dalam konteks pakaian bekas tindakan sekelompok orang yang membeli pakaian bekas yang kualitas masih bagus seperti yang dijelaskan diatas adalah rasional yaitu dengan

34Pujiastuti, Endah. Analisi Variabel Pembentuk Persepsi Konsumen Pada Ritel Hypermarket Di Lebak Bulus. Artikel_10205417.pdf. Hal 2.

35Prof. Dr. Damsar. 2009. Pengantar Sosiologi Ekonomi. Prenada Media Group. Jakarta. Hal 64.

(16)

memperhitungkan untung dan rugi, biaya yang mereka keluarkan untuk membeli pakain bekas hanya sedikit sedangkan keuntungan yang mereka dapatkan sangat besar yaitu mendapatkan pakaian bekas yang kualitas masih sangat bagus.

Mahasiswa yang membeli pakaian bekas memiliki alasan yang berbeda-beda dalam memilih pakaian bekas yang hendak dibelinya. Alasan-alasan itu seperti karena ingin memiliki pakaian yang bermerak luar negeri, ingin memiliki pakaian yang modelnya sama seperti yang dipakai idolanya di iklan dan karena budaya kampus yang mengharuskan mereka memakai kameja yang rapi (kemeja). Banyak dari mereka yang sering mengunjungi tempat-tempat penjualan pakaian bekas walaupun sudah mendapatkan pakaian bekas yang mereka inginkan seperti yang dijelaskan diatas.

Tindakan itu terus mereka ulangi karena mereka mendapatkan keuntungan dengan mendapatkan jenis pakaian bekas yang mereka keinginkan. Dengan adanya fenomena ini salah satu prinsip dari pertukaran sosial Homans terbukti benar yaitu jika respon pada suatu stimulus mampu mendatangkan keuntungan, maka respon tersebut akan cenderung diulang terhadap stimulus yang sama.

36

E. KESIMPULAN

Dari hasil dan pembahasan yang dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku mahasiswa dipengaruhi kebudayaan baik budaya barat maupun budaya kampus dan iklan. Namun ada sekelompok mahasiswa juga yang membeli pakaian bekas karena ingin memperlihatkan identitas dirinya dan identitas organisasinya. Dan ada juga sekelompok mahasiswa ketika membeli pakaian bekas lebih memperhatikan waktu dan tempat karena gengsi sosial yang dapat ditimbulkannya. Dari hal-hal yang mempengaruhi mahasiswa dalam membeli pakaian bekas dapat dihasilkan beberapa proposisi yaitu.

1. Mahasiswa yang ingin memperlihatkan identitas organisasinya membuat mahasiswa membeli pakaian bekas yang menggambarkan organisasinya.

2. Mahasiswa yang ingin mengikuti tren memebeli pakaian bekas yang bermerek luar negeri.

3. Aturan kampus yang keras membuat mahasiswa membeli pakaian bekas yang sesuai dengan aturan kampus.

4. Iklan yang terus berkumandang di media yang di perankan oleh sang idola membuat mahasiswa membeli pakaian bekas untuk menggikuti gaya berpakaian idolanya.

5. Gengsi sosial yang di timbulkan dalam membeli pakaian bekas membuat mahasiswa memperhatikan waktu dan tempat.

36Puspitawati, Herlen. 2013. Konsep dan Teori Keluarga. Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal 11.

(17)

DAFTAR PUSTAKA Buku

Amir Piliang, Yasraf. 2011. Dunia Yang Dilipat (Tamasya Melampaui Batas-Batas Kebudayaan). Matahari. Bandung.

Bernard Raho, SVD. 2007. Teori Sosiologi modern. Prestasi Pustaka Raya. Jakarta.

B. Nasution. 1998. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Tarsito. Bandung.

Drs. H. Hamid, Abd. Isa, dkk. Pedoman Akademik. Universitas Negeri Gorontalo.

Gorontalo.

Dr. Suyanto, Bagong. 2013. Sosiologi Ekonomi: Kapitalisme dan Konsumsi di Era Masyarakat Post-Modernisme. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Prof. Dr. Damsar. 2009. Pengantar Sosiologi Ekonomi. Prenada Media Group.

Jakarta.

Sharan B. Merriam, dkk. 2002. Qualitative Research In Practice. CA Josey-Bass.

San Fransisco.

Skripsi

Chasanah, Nur. 2010. Analisis Perilaku Konsumen Dalam Produk Susu Instan Di Pasar Modern Kota Surakarta. Skripsi. Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.

Surakarta.

Irasmi. 2012. Perilaku Mahasiswa Dalam Memilih Jenis Makanan dan Minuman di Makassar Town Square. Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin. Makassar.

Luhur Sasangka, Ari. 2010. Analis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Konsumen Dalam Pembelian Minuman Energi. Skripsi. Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang.

Semarang.

Rina Puspita Sari, Maria. 2010. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Konsumen Untuk Berbelanja Di Pasar Klithikan Notoharjo Semanggi Surakarta. Skripsi. Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta.

Sasmito, Adi. 2009. Analisis Perilaku Konsumen Dalam Pembelian Jasa Pegadaian Cabang Gading Surakarta. Skiripsi. Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Spica, Bima. 2008. Perilaku Prososial Mahasiswa Ditinjau Dari Empati dan Dukungan Sosial Teman Sebaya. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata. Semarang.

Jurnal

Fika. Fenomena Konsumsi Yang Dinamis Menurut Jean Baudrillart.

Journal.unair.ac.id/Filer PDF/Jurnal%20.

Mayasari, Hesti. 2012. Analisis Perilaku Pembelian Ponsel Cerdas (Smartphone):

Antara Kebutuhan dan Gaya Hidup Konsumen di Kota Padang. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 3, Nomor 1, Januari 2012 ISSN : 2086 – 5031.

Narendra, Pitra. 2000. Media Massa Dan Globalisasi produk Simbolik. Jurnal Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik. ISSN 1410-4946. Volume 4, Nomor 2.

(18)

Pujiastuti, Endah. Analisi Variabel Pembentuk Persepsi Konsumen Pada Ritel Hypermarket Di Lebak Bulus. Artikel_10205417.pdf.

Puspitawati, Herlen. 2013. Konsep dan Teori Keluarga. Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.

Bogor.

Gambar

Diagram Alir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan antara empati dengan perilaku altruisme pada mahasiswa di program studi S1 keperawatan semester 8 STIKes

Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin,

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena limpahan rahmat dan bimbingan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

Guru melakukan kegiatan Alpha zone setiap pagi hari sebelum siswa masuk kedalam kelas dengan tujuan untuk membangun semangat, kerjasama, keakraban, sosialisasi, dan rasa senang

48 Makanan haram adalah segala jenis makanan yang di larang untuk dimakan umat

Di bawah ini yang merupakan binatang yang halal dimakan adalah...a. Bir, ciu, daan malaga adalah contoh

[r]

[r]