RAD-GRK Sektor Kehutanan Dan Lahan Gambut Tingkat Kabupaten/Kota 1 Provinsi Sumatera Selatan
Upaya menekan emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor kehutanan dan lahan gambut di Provinsi Sumatera Selatan dilakukan terutama denganmengatasi deforetasi, degradasi hutan, dan perubahan tataguna lahan. Komitmen tersebut semakin diperkuat dengan telah disusunnya dua dokumen penting, yaitu Strategi dan Rencana Aksi Propinsi REDD+ (SRAP REDD+) dan Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Rumah Kaca (RAD-GRK). Agar implementasi dua dokumen ini dalam pembangunan lebih efektif dan tepat sasaran, maka esensi kedua dokumen tersebut perlu diarus-utamakan (mainstreamed) ke dalam semua hirarki rencana pembangunan, yaitu RPJMD Provinsi Sumatera Selatan (Bab 1).
Metodologi yang menjelaskan bagaimana pengarus-utamaan (mainstreaming) RAD-GRK dan SRAP- REDD+ ke dalam RPJMD Provinsi Sumatera Selatan dilakukan, dijabarkan dalam Bab 2.Untuk itu, analisis lebih lanjut dilakukan terhadap isi dokumen RAD-GRK dan dijabarkan sampai pada tingkat kabupaten (Gambar 1). Logical Framework Analysis (LFA) digunakan untuk menjawab pertanyaan- pertanyaan apa yang dimaksud dengan pengarus-utamaan, mengapa pengarus-utamaan penting, bagaimana pengarus-utamaan diimplementasikan, siapa yang bertanggungjawab, dimana diimplementasikan, dan kapan harus diimplementasikan (Gambar 2).
Gambar 1. Kerangka fikir implementasi aksi daerah dalam penurunan emisi GRK sektor kehutanan dan lahan gambut tingkat kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan.
SRAN-REDD+
SRAP-REDD+ :
Masalah dan hambatan implementasi program/kegiatan di sektor hutan dan lahan gambut, dan
Strategi rencana aksi penurunan emisi GRK sektor hutan dan lahan gambut Provinsi Sumsel.
RAN-GRK
RAD-GRK Provinsi Sumsel
Rencana aksi penurunan emisi GRK di Sektor Hutan dan Lahan Gambut tingkat kabupaten/kota Provinsi Sumatera Selatan.
Integrasi rencana aksi penurunan emisi GRK di Sektor Hutan dan Lahan Gambut tingkat
kabupaten/kota ke dalam RPJMD Provinsi Sumatera Selatan, dan
Implementasi rencana aksi penurunan emisi GRK di Sektor Hutan dan Lahan Gambut tingkat kabupaten/kota Provinsi Sumatera Selatan.
Ringkasan Eksekutif
2 RAD-GRK Sektor Kehutanan Dan Lahan Gambut Tingkat Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Selatan
Gambar 2. Bagan alir penyusunan rencana aksi daerah penurunan emisi GRK sektor kehutanan dan lahan gambut tingkat kabupaten/kota dan integrasinya ke dalam RPJMD Provinsi Sumatera Selatan.
Dokumen ini juga menjabarkan indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja masing-masing kegiatan. Untuk itu telah dirancang dua kategori indikator, yaitu indikator kerja utama (IKU) dan indikator kinerja sasaran (IKS) aksi mitigasi GRK sektor kehutanan dan lahan gambut yang masing-masing terdiri dari 15 indikator. Keterkaitan faktor-faktor yang berperan dalam mempengaruhi perubahan kawasan hutan dan lahan gambut di Provinsi Sumatera Selatan dianalisis menurut Kerangka Analisis DPSIR (Driving Forces, Pressures, State, Impact, Responses), seperti disajikan dalam Gambar 3.
Gambar 3. Kerangka kerja DPSIR untuk analisis keterkaitan antar faktor-faktor yang berperan dalam mempengaruhi kawasan hutan dan lahan gambut di Provinsi Sumatera Selatan.
Hasil analisis terhadap citra satelit tahun 2010 menunjukkan bahwa luas kawasan hutan Provinsi Sumatera Selatan mengalami penurunan karena adanya desakan konversi lahan untuk tujuan pembangunan diluar sektor kehutanan, seperti perkebunan dan transmigrasi, pertanian, pemukiman, dan
Mengumpulkan data dan informasi terkait revisi dokumen RAD-GRK sektor kehutanan dan lahan gambut, termasuk BAU baseline dan skenario mitigasi, di Provinsi Sumatera Selatan dengan memadukannya dengan SRAP REDD+,
Review dan Revisi dokumen RAD-GRK sektor kehutanan dan lahan gambut dengan mengacu pada SRAP REDD+,
Menghitung BAU baseline dan menyusun skenario mitigasi sektor kehutanan dan lahan gambut tingkat kabupaten/kota.
Review dan Revisi Dokumen RAD-GRK
Integrasi RAD-GRK dan SRAP REDD+ ke dalam RPJMD.
Menyusun masukan untuk integrasi ke dalam RPJMD
Dokumen masukan untuk integrasi RAD- GRK dan SRAP REDD+ sektor kehutan dan lahan gambut ke dalam RPJMD
RAD-GRK Sektor Kehutanan Dan Lahan Gambut Tingkat Kabupaten/Kota 3 Provinsi Sumatera Selatan
sebagainya. Analisis juga dilakukan untuk menilai tingkat degradasi lahan, laju deforestasi, jumlah hotspot, dan investasi di sektor tanaman hutan industri. Aspek ini dibahas dalam Bab 3.
Bab 4 membahas perubahan stok karbon dan rekam-jejak emisi dari 2006 sampai 2010. Hasil perhitungan menunjukkan penurunan stok karbon sebesar 28.671.066 ton CO2-eq (±2%) selama 5 tahun, yaitu dari 1.434.706.280 ton CO2-eq pada tahun 2006 menjadi 1.406.035.214 ton CO2-eq pada tahun 2010.Namun demikian, peningkatan stok karbon juga terjadi 4 kabupaten/kota, yaitu Lahat, Musi Banyuasin, Ogan Komering Ilir, dan Lubuk Linggau. Emisi CO2dari sektor kehutan dan lahan gambut selama periode 2006 sampai 2010 mencapai 8.894.663 ton CO2-eqth-1 (5.734.213 ton CO2-eqth-1dari kehutanan dan 3.160.450 ton CO2-eqth-1dari gambut).Indonesia telah berkomitmen akan menurunkan emisi CO2 sebesar 26% pada tahun 2020 dibandingkan dengan emisi dengan skenario BAU. Hasil perhitungan BAU menunjukkan bahwa emisi CO2 sampai tahun 2020 adalah sebesar 133.419.945 ton CO2-eq th-1 dan jika dilakukan upaya penurunan dengan target penurunan sebesar 26%, maka emisi diproyeksikan menjadi 98.730.760 ton CO2th-1.
Upaya penurunan emisi GRK dari sektor kehutanan dan lahan gambut dibahas dalam Bab 5. Rencana aksi mitigasi yang dilakukan tahun 2014 meliputi menurunkan laju deforestasi, menurunkan laju degradasi hutan, menurunkan jumlah hotspot, merestrorasi ekosistem hutan produksi alam, meningkatkan terget penanaman hutan tanaman industri, membangun tanaman kehidupan, meningkatkan rehabilitasi lahan kritis dalam kawasan hutan, membangun investasi tanaman masyarakat dan perhutanan sosial. Aksi mitigasi tersebut diprediksi akan menghasilkan net emisi sebesar 15.825.862 ton CO2-eqth-1 pada tahun 2014. Semua aksi mitigasi akan terus berlanjut sampai tahun 2020, seperti yang dijelaskan dalam Bab 6 dan Bab 7. Jika semua aksi mitigasi efektif, maka diperkirakan laju emisi CO2 dari sektor kehutanan dan lahan gambut di Provinsi Sumatera Selatan akan turun sebesar 70,61%, yaitu dari 133.419.945CO2th-1(Historis/BAU REL) menjadi 94.213.111 tonCO2th-1 (pasca aksi mitigasi)pada tahun 2020, seperti dibahas dalam Bab 8.
Bab 9 menjabarkan pentingnya dibangun sistem monitoring, evaluasi, dan pelaporan (MER System).
Langkah monitoring berkaitan dengan sistematika pengumpulan dan penyimpanan data secara rutin sehingga memungkinkan dilakukan evaluasi terhadap semua kegiatan, proyek, program, rencana, strategis, dan kondisi hutan dan lahan gambut di Provinsi Sumatera Selatan. Faktor kunci yang diperlukan dalam MER System adalah indikator (IKU dan IKS), dokumentasi dan penyimpanan data sedemikian rupa sehingga mudah diakses oleh para pengguna. Semua capaian harus menjadi bagian dari Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP).
Bab10 menyajikan rangkuman berbagai tantangan dan tindakan antisipatif yang diperlukan dalam implelemtasi RAD-GRK dan REDD+ sektor kehutanan dan lahan gambut di Provinsi Sumatera Selatan.
RAD-GRK Sektor Kehutanan Dan Lahan Gambut Tingkat Kabupaten/Kota 4 Provinsi Sumatera Selatan
RAD-GRK Sektor Kehutanan Dan Lahan Gambut Tingkat Kabupaten/Kota 5 Provinsi Sumatera Selatan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan Penyusunan Dokumen 1.3. Keluaran
1.4. Dasar Hukum
RAD-GRK Sektor Kehutanan Dan Lahan Gambut Tingkat Kabupaten/Kota 7 Provinsi Sumatera Selatan
1.1. Latar Belakang
Pembangunan di Provinsi Sumatera Selatan sesungguhnya telah memperhitungkan dan mencantumkan pentingnya keberlanjutan sumberdaya alam dalam menopang pembangunan untuk menciptakan masyarakat yang sejahtera. Dari semua sektor terkait, kehutanan dan lahan gambut memainkan peran penting. Kegiatan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) pada sektor kehutanan dan lahan gambut difokuskan pada kegiatan yang mengakibatkan (baik secara langsung maupun tidak langsung) deforestrasi, degradasi hutan, dan perubahan tutupan lahan. Oleh karena itu, rencana aksi bidang kehutanan dan lahan gambut di Provinsi Sumatera Selatan diarahkan kepada 8 aspek, yaitu:
1. Peningkatan, Rehabilitasi, Operasi, dan Pemeliharaan Jaringan Reklamasi Rawa Pengelolaan sistem jaringan dan tata air,
2. Pengelolaan lahan gambut untuk pertanian berkelanjutan,
3. Pengembangan Pengelolaan lahan pertanian di lahan gambut terlantar dan terdegradasi untuk mendukung sub sektor perkebunan, peternakan dan hortikultura
4. Program Perlindungan Hutan dan Konservasi SDH, 5. Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan Gambut,
6. Program Peningkatan Ketahanan Pangan Melalui Pembangunan Desa Mandiri Pangan dan Pembangunan Lumbung Desa,
7. Program Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Hutan, dan 8. Program Pengembangan Sentra-sentra Produksi Perkebunan.
Komitmen di atas semakin diperkuat dengan telah disusunnya dua dokumen penting terkait isu emisi gas rumah kaca (GRK) dari kehutanan dan lahan gambut, yaitu Strategi dan Rencana Aksi Propinsi REDD+
(SRAP REDD+) dan Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Rumah Kaca (RAD-GRK) Provinsi Sumatera Selatan. Agar implementasi dua dokumen ini dalam pembangunan lebih efektif dan mengenai sasaran, maka rencana kerja terkait upaya penurunan emisi GRK ini perlu untuk diintegrasikan ke dalam semua hirarki rencana pembangunan, yaitu RPJMD Provinsi Sumatera Selatan.
Hasil analisis SWOT menunjukkan bahwa keberadaan kedua dokumen tersebut merupakan kekuatanbagi Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Selatan untuk melaksanakan berbagai kegiatan penurunan emisi GRK, baik berupa kegiatan langsung maupun tidak langsung. Kegiatan ini diawali dengan upaya inventarisasi GRK yang ditujukan untuk memperoleh data mengenai tingkat, status, dan kecenderungan perubahan emisi GRK secara berkala dari berbagai sumber emisi dan penyerapnya termasuk simpanan karbon di tingkat propinsi.
Namun demikian hasil analisis SWOT juga memperlihatkan masih adanya kelemahan dan ancaman terkait dengan isu emisi GRK dan upaya penurunan emisi GRK dari sektor kehutanan dan lahan gambut di Provinsi Sumatera Selatan. Salah satu kelemahan yang mendasar adalah potensi emisi GRK, rencana aksi dan kegiatan penurunannya di dalam dokumen RAD-GRK belum ditinjau sampai pada tingkat kabupaten/kota. Oleh karena itu, kelemahan mendasar ini menjadi persoalan yang tergolong prioritas utama untuk diatasi, lalu diikuti oleh persoalan-persoalan lainnya. Permasalahan tersebut ditemukan pada 4 aspek utama, yaitu proses integrasi RAD-GRK dan SRAP-REDD+ ke dalam RPJMD, data yang diperlukan, sistem, dan jejaring antar pemangku kepentingan.
8 RAD-GRK Sektor Kehutanan Dan Lahan Gambut Tingkat Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Selatan
1.2. Tujuan Penyusunan Dokumen
Penyusunan dokumen ini mempunyai tujuan untuk merumuskan masukan untuk integrasi RAD-GRK dan REDD+ ke dalam RPJMD Provinsi Sumatera Selatan.
1.3. Keluaran
Kegiatan ini akan menghasilkan revisi dokumen RAD-GRK dengan mengacu kepada SRAP REDD+
Provinsi Sumatera Selatan.
1.4. Dasar Hukum
a. Undang-Undang No. 6 Tahun 1994 tentang pengesahan United Nations Framework Convention on Climate Change,
b. Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN),
c. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah,
d. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindangan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, e. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2010 tentang Penguatan Peran Gubernur sebagai Wakil
Pemerintah Pusat di Daerah,
f. Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010 – 2014,
g. Peraturan Presiden No. 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca,
h. Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional,
i. Draft Akhir RTRW Propinsi Sumatera Selatan,
j. Peraturan Gubernur Sumatera Selatan No. 34 Tahun 2012 tentang Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca.
RAD-GRK Sektor Kehutanan Dan Lahan Gambut Tingkat Kabupaten/Kota 9 Provinsi Sumatera Selatan
BAB II
METODOLOGI PENYUSUNAN RENCANA AKSI DAERAH
PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DI BIDANG KEHUTANAN DAN LAHAN GAMBUT
PADA TINGKAT KABUPATEN/KOTA
2.1. Kerangka Fikir 2.2. Prosedur
2.3. Indikator Rencana Aksi dan Pengumpulan Data
RAD-GRK Sektor Kehutanan Dan Lahan Gambut Tingkat Kabupaten/Kota 11 Provinsi Sumatera Selatan
2.1. Kerangka Fikir
Kerangka fikir penyusunan RAD-GRK sektor kehutanan dan lahan gambut di tingkat kabupaten/kota dan integrasinya ke dalam RPJMD Provinsi Sumatera Selatan Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Kerangka fikir implementasi aksi daerah dalam penurunan emisi GRK sektor kehutanan dan lahan gambut tingkat kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan.
SRAN-REDD+
SRAP-REDD+ :
Masalah dan hambatan implementasi
program/kegiatan di sektor hutan dan lahan gambut, dan
Strategi rencana aksi penurunan emisi GRK sektor hutan dan lahan gambut Provinsi Sumsel.
RAN-GRK
RAD-GRK Provinsi Sumsel
Rencana aksi penurunan emisi GRK di Sektor Hutan dan Lahan Gambut
tingkat kabupaten/kota Provinsi Sumatera
Selatan.
Integrasi rencana aksi
penurunan emisi GRK di Sektor Hutan dan Lahan Gambut tingkat kabupaten/kota ke dalam RPJMD Provinsi Sumatera Selatan, dan
Implementasi rencana aksi penurunan emisi GRK di Sektor Hutan dan Lahan Gambut tingkat kabupaten/kota Provinsi Sumatera Selatan.
12 RAD-GRK Sektor Kehutanan Dan Lahan Gambut Tingkat Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Selatan
2.2. Prosedur
Kegiatan yang dilakukan dalam proses penyusunan rencana aksi daerah penurunan emisi GRK sektor kehutanan dan lahan gambut tingkat kabupaten/kota dan integrasinya ke dalam RPJMD Provinsi Sumatera Selatan disajikan dalam Gambar 2.2.
Gambar 2.2. Bagan alir penyusunan rencana aksi daerah penurunan emisi GRK sektor kehutanan dan lahan gambut tingkat kabupaten/kota dan integrasinya ke dalam RPJMD Provinsi Sumatera Selatan.
Setiap kegiatan disusun dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Oleh karena itu, kegiatan tersebut harus disusun secara sistimatis berdasarkan akar permasalahan sehingga program dan/atau kegiatan yang dilakukan dapat menjawab persoalan mendasar yang dihadapi. Pendekatan Kerangka Kerja Logis (Logical Framework Analysis) adalah piranti yang banyak digunakan dalam menyusun suatu program atau kegiatan. Pendekatan ini menjawab pertanyaaan mengapa, apa, bagaimana, siapa, dimana, dan kapan suatu proyek diimplementasikan.
Seperti dijelaskan dalam Buku I bahwa hasil analisis kesenjangan menunjukkan ada 4 aspek utama yang perlu mendapat perhatian secara proporsional. Namun agar efektif, tentunya diperlukan skala prioritas penyelesaian kesenjangan. Penyelesaian tersebut perlu menyentuh akar permasalahan yang berkaitan dengan integrasi RAD-GRK, SRAP-REDD+, dan RPJMD sektor kehutanan di Provinsi Sumatera Selatan, yaitu pada aspek proses, data, sistem, dan jejaring antar pemangku kepentingan.
Lalu untuk mengukur kinerja suatu kegiatan diperlukan indikator. Indikator harus bersifat spesifik, dapat diukur, realistis, relevan, dan tepat. Dalam konteks integrasi RAD-GRK dan SRAP REDD+ ke dalam RPJMD Provinsi Sumatera Selatan, indikator ini diperlukan untuk :
1. Menyediakan informasi terkait isu-isu penting sektor kehutanan dan lahan gambut,
2. Mendukung penetapan kebijakan dan prioritas sektor kehutanan dan lahan gambut dengan mengacu pada identifikasi penyebab utama,
3. Memonitor pengaruh dan efektivitas implementasi kebijakan, dan
4. Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang isu-isu penting di sektor kehutanan dan lahan gambut.
Mengumpulkan data dan informasi terkait revisi dokumen RAD-GRK sektor kehutanan dan lahan gambut, termasuk BAU baseline dan skenario mitigasi, di Provinsi Sumatera Selatan dengan
memadukannya dengan SRAP REDD+,
Review dan Revisi dokumen RAD-GRK sektor kehutanan dan lahan gambut dengan mengacu pada SRAP REDD+,
Menghitung BAU baseline dan menyusun skenario mitigasi sektor kehutanan dan lahan gambut tingkat kabupaten/kota.
Review dan Revisi Dokumen RAD-GRK
Integrasi RAD-GRK dan SRAP REDD+ ke dalam RPJMD.
Menyusun masukan untuk integrasi ke dalam RPJMD
Dokumen masukan untuk integrasi RAD- GRK dan SRAP REDD+ sektor kehutan dan lahan gambut ke dalam RPJMD
RAD-GRK Sektor Kehutanan Dan Lahan Gambut Tingkat Kabupaten/Kota 13 Provinsi Sumatera Selatan
2.3. Indikator Rencana Aksi Mitigasi dan Pengumpulan Data
Untuk mempermudah integrasi RAD-GRK dan SRAP REDD+ ke dalam RPJMD Provinsi Sumatera Selatan dan untuk menyusun rencana kerjaserta untuk memastikan bahwa arah tujuan dari program/kegiatan sudah benar, maka disusun indikator kerja utama (IKU) dan indikator kinerja sasaran (IKS) aksi mitigasi GRK sektor kehutanan dan lahan gambut. Ada 15 IKU yang telah disusun, seperti dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Indikator kerja utama (IKU) dan indikator kinerja sasaran (IKS) aksi mitigasi GRK sektor kehutanan dan lahan gambut
No Indikator Kerja Utama Indikator Kinerja
Sasaran
1 Tata Batas Kawasan Hutan km/tahun
2 Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan unit/tahun
3 Penyelesaian Inventasisasi Sumber Daya Hutan (ISDH) Tingkat Provinsi ha/tahun
4 Laju Deforestasi ha/tahun
5 Laju Degradasi Hutan ha/tahun
6 Jumlah Titik Hotspot dan Luas Kebakaran titik/tahun dan
ha/tahun 7 Target Merestorasi Ekosistem Hutan Produksi Alam ha/tahun
8 Target Membangun Tanaman Kehidupan ha/tahun
9 Target Menanam Hutan Tanaman Industri ha/tahun
10 Target Rehabilitasi Lahan Kritis Dalam Kawasan Hutan Konservasi ha/tahun 11 Target Rehabilitasi Lahan Kritis Dalam Kawasan Hutan Lindung ha/tahun 12 Target Rehabilitasi Lahan Kritis Dalam Kawasan Hutan Lindung ha/tahun 13 Target Pembangunan Tanaman Investasi Masyarakat dan Perhutanan Sosial ha/tahun 14 Target Penanaman Semak-Belukar jadi Perkebunan Emisi Vegetasi 15 Target Penanaman Semak-Belukar jadi Perkebunan Emisi Gambut
Lalu perlu juga dilakukan analisis keterkaitan antar faktor-faktor yang berperan dalam mempengaruhi perubahan di kawasan hutan dan lahan gambut di Provinsi Sumatera Selatan. Untuk tujuan tersebut digunakan Kerangka Analisis DPSIR (Driving Forces, Pressures, State, Impact, Responses), seperti disajikan dalam Gambar 2.3. Aliran kerja implementasi DPSIR ini terdiri dari 4 langkah utama, yaitu menentukan pemicu dan tekanan, menjabarkan perubahan status, menjabarkan dampak yang timbul, dan menelaah respon yang perlu diambil.
Implementasi kerangka kerja DPSIR dalam menganalisis keterkaitan permasalahan yang berkaitan dengan integrasi RAD-GRK, SRAP-REDD+, dan RPJMD menunjukkan bahwa pembangunan sosial dan ekonomi merupakan pemicu (driving forces) akan menimbulkan tekanan (pressure) pada hutan dan lahan gambut sehingga menyebabkan terjadinya perubahan kuantitas maupun kualitas (state) hutan dan lahan gambut di Provinsi Sumatera Selatan. Perubahan tersebut membawa dampak (impacts) bagi ekosistem, masyarakat di dalam maupun di sekitar kawasan hutan dan gambut di Provinsi Sumatera Selatan yang kemudian dapat memicu respon (responses) bersifat sosial, ekonomi, dan lingkungan. Indikator memberikan gambaran tentang kondisi hutan dan lahan gambut yang terus berubah, sedangkan
14 RAD-GRK Sektor Kehutanan Dan Lahan Gambut Tingkat Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Selatan
penilaian (evaluasi) yang ditunjukkan oleh indikator menggaris bawahi dinamika hubungan antara kelima komponen dalam kerangka DPSIR.
Gambar 2.3. Kerangka kerja DPSIR untuk analisis keterkaitan antar faktor-faktor yang berperan dalam mempengaruhi kawasan hutan dan lahan gambut di Provinsi Sumatera Selatan.
Indikator untuk pemicu utama (driving forces) menjabarkan perkembangan sosial, demografi dan ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar hutan dan lahan gambut, dan masyarakat umum lainnya di Provinsi Sumatera Selatan yang menyebabkan perubahan gaya hdup, pola konsumsi dan produksi.
Perubahan-perubahan tersebut menimbulkan tekanan terhadap hutan dan lahan gambut di Provinsi Sumatera Selatan.
Indikator tekanan (pressures) menjabarkan perkembangan pemanfaatan sumberdaya hutan dan lahan gambut. Tekanan (pressures) yang timbul selanjutnya memanifestasikan bentuknya ke dalam berbagai perubahan ekosistem hutan dan lahan gambut di Provinsi Sumatera Selatan, misalnya alih fungsi lahan, subsidensi gambut, penyusutan stok Karbon karena teremisi dalam bentuk CO2.
Indikator kondisi (state) mendeskripsikan fenomena fisik, fenomena biologis dan kimia kawasan hutan dan gambut, misalnya luasan dan kondisi hutan dan lahan gambut, di Provinsi Sumatera Selatan.
Tekanan yang timbul menyebabkan perubahan kondisi ekosistem hutan dan lahan gambut di Provinsi Sumatera Selatan. Perubahan tersebut selanjutnya menimbulkan dampak terhadap kondisi dan fungsi ekosistem hutan dan lahan gambut di Provinsi Sumatera Selatan. Perubahan-perubahan tersebut diukur dengan indikator dampak (impact). Indikator ini harus secara langsung berkaitan dengan perubahan yang terjadi , misalnya potensi emisi dan fiksasi CO2, kaitanya dengan perubahan tataguna lahan atau tindakan rehabilitasi lahan kritis.
Indikator respon (responses) menunjukkan respon yang timbul di masyarakat maupun pemerintah Provinsi Sumatera Selatan untuk mencegah perubahan yang bersifat negatif, merehabilitasi ekosistem hutan dan lahan gambut kritis/rusak atau melakukakan langkah adaptasi. Dalam konteks ini, respon yang timbul di tengah masyarakat perlu disikapi secara hati-hati karena ada peluang timbul respon yang bersifat negatif karena dapat berupa langkah yang justeru memicu persoalan baru.
Pemicu (Driving Force)
Kebijakan pemerintah,
Jumlah penduduk,
Tataguna lahan,
Kepemilikan lahan
Respon (Response)
Kebijakan pemerintah,
Tata ruang,
RPJMD,
Rencana aksi,
Dampak (Impact)
Deforestasi,
Degradasi hutan dan gambut,
Emisi GRK,
Kehilangan biodiversitas,
Kebakaran lahan,
Cadangan karbon Tekanan
(Pressure)
Pemenuhan kebutuhan lahan,
Kebakaran lahan,
Tataguna lahan
Status (State)
Kehilangan tutupan hutan,
Emisi GRK,
Kehilangan biodiversitas,
Kebakaran lahan,
Cadangan karbon,
Subsiden gambut
RAD-GRK Sektor Kehutanan Dan Lahan Gambut Tingkat Kabupaten/Kota 15 Provinsi Sumatera Selatan
BAB III
KONDISI HUTAN DAN KAWASAN HUTAN DI PROVINSI SUMATERA SELATAN
RAD-GRK Sektor Kehutanan Dan Lahan Gambut Tingkat Kabupaten/Kota 17 Provinsi Sumatera Selatan
Data yang digunakan dalam menelaah kondisi hutan dan kawasan hutan di provinsi Sumatera Selatan adalah hasil penafsiran citra satelit tahun 2010 skala 1:250.000 yang dihasilkan oleh Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Hutan, Ditjen Planologi Kehutanan, Kementrian Kehutanan dalam rangka Inventarisasi Hutan Nasional.Penggunaan data ini untuk penyusunan perencanaan teknis dan wilayah untuk tingkat provinsi dan kabupaten/kota masih belum memadai. Namun demikian, untuk penysunan RAD GRK sampai tingkat kabupaten, kelemahan tidak tepatnya akurasi data sementara diabaikan.
Luas kawasan hutan Provinsi Sumatera Selatan semakin mengalami penurunan karena adanya desakan konversi lahan untuk tujuan pembangunan diluar sektor kehutanan, seperti perkebunan dan transmigrasi, disamping penurunan luas kawasan hutan karena perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Data luas kawasan hutan berdasarkan peta hasil pembahasan terakhir kajian teknis kehutanan dalam rangka Revisi RTRW Provinsi Sumatera Selatan, dengan menggunakan batas wilayah administrasi yang terakhir dapat dilihat pada Tabel 3.1 dibawah ini.
Tabel 3.1. Luas Kawasan Hutan Per Fungsi Kawasan Hutan dan Per Kabupaten/Kota
N
o Kabupaten/Kota
Luas wilayah
(ha)
Luas Kawasan (ha)
Jumlah Penetapa
n KPH Hutan
Konserva si
% Hutan Lindung %
Hutan Prod.
Koversi
% Total %
1 Banyuasin 1.210.421 290.821 24 69.043 6 44.805 4 476.836 39 2
2 Empat Lawang 230.431 3.759 2 65.913 29 - - 77.497 34 2
3 Lahat 447.562 52.261 12 48.642 11 - - 132.995 30 1
4 Muara Enim 880.086 8.938 1 62.774 7 72.527 8 342.322 39 1
5 Musi Banyuasin 1.450.225 69.353 5 19.596 1 113.338 8 710.039 49 2
6 Musi Rawas 1.268.494 37.812 3 1.767 0 34.224 3 399.085 31 2
7 Ogan Ilir 226.653 - - - - 4.666 2 4.666 2 0
8 OKI 1.703.713 15.306 1 103.206 6 90.235 5 870.576 51 4
9 OKU 366.357 - - 68.047 19 - - 141.228 39 1
10 OKU Selatan 463.774 44.826 10 126.771 27 - - 199.915 43 4
11 OKU Timur 335.859 - - - - - - 19.478 6 0
12 Lubuk Linggau 32.489 4.238 13 260 1 - - 5.674 17 0
13 Pagar Alam 64.288 - - 25.869 40 - - 25.869 40 1
14 Palembang 36.736 50 0 - - - - 50 0 0
15 Prabumulih 45.716 - 1 - - 1.163 3 2.232 5 0
Prov. Sumatera
Selatan 8.762.805 527.364 6 591.889 7 360.958 4 3.408.463 39 4
Untuk menentukan baseline kondisi vegetasi hutan baik didalam maupun diluar kawasan hutan, dan sebagai arahan kebijakan konservasi karbon diperlukan data tentang luas areal berhutan di dalam maupun di luar kawasan hutan di masing-masing kabupaten/kota. Data tersebut disajikan pada Tabel 3.2 yang merupakan hasil interpretasi citra landsat tahun 2010. Selain itu, juga dilakukan dipelajari kondisi fisik lahan untuk melihat tingkat kekritisan lahan, seperti disajikan pada Tabel 3.3. Secara lebih rinci kondisi penutupan lahan per fungsi hutan di seluruh kabupaten/kota dalam Provinsi Sumatera Selatan disajikan berturut-turut dalam Tabel 3.4 sampai Tabel 3.10. Selain itu, telah juga dilakukan pengkajian terhadap deforestasi pada masing-masing kabupaten/kota dan hasilnya disajikan berturut- turut dalam Tabel 3.11.
18 RAD-GRK Sektor Kehutanan Dan Lahan Gambut Tingkat Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Selatan
Tabel 3.2. Luas areal berhutan didalam dan diluar kawasan hutan per kabupaten/kota
No Kabupaten/Kota
Luas wilayah
(ha)
Dalam Kawasan konservasi
HL
Dalam Kawasan Hutan Tetap
Dalam HPK
Luar Kaw.
Hutan
Grand total % Suaka
Marga satwa
TN Sub-
total % HPT HP Sub-
total %
1 Banyuasin 1.210.421 46 121.081 121.126 10 41.217 - 29.225 70.442 6 23 18.691 210.282 17
2 Empat Lawang 230.431 1.592 - 1.592 1 21.615 1.928 146 23.690 10 - 3.429 28.711 12
3 Lahat 447.562 27.768 - 27.768 6 20.583 337 - 20.920 5 - 29.959 78.646 18
4 Muara Enim 880.086 5.520 - 5.520 1 42.627 831 1.189 44.647 5 4 1.854 52.026 6
5 Musi Banyuasin 1.450.225 499 765 1.264 0 810 12.732 102.820 116.362 8 3.175 13.229 134.029 9
6 Musi Rawas 1.268.494 - 16.414 16.414 1 - 16.799 3.700 20.500 2 83 209.654 246.651 19
7 Ogan Ilir 226.653 - - - - - - - - - - 710 710 0,3
8 Ogan Komering
Ilir 1.703.713 - - - - 19.442 - 36.646 56.088 3 472 10.656 67.217 4
9 Ogan Komering
Ulu 366.357 - - - - 27.208 1.415 7.370 35.993 10 - 14.317 50.310 14
10 OKU Selatan 463.774 7.628 - 7.628 2 54.793 - 4.573 54.703 12 - 17.884 80.216 17
11 OKU Timur 335.859 - - - - - - - 4.573 1 - 9.494 14.067 4
12 Lubuk Linggau 32.489 - - - - - - - - - - - - -
13 Pagar Alam 64.288 - - - - 18.160 - - 18.160 28 - 89 18.249 28
14 Palembang 36.736 21 - 32 0 - - - - - - 4 36 -
15 Prabumulih 45.716 - - - - - - - - - - - - -
Prov. Sumatera
Selatan 8.762.805 43.085 138.260 181.344 2 246.365 34.043 185.670 466.078 5 3.757 329.970 981.148 11
Tabel 3.3. Luas lahan kritis dan sangat kritis didalam dan diluar kawasan hutan
No Kabupaten/Kota Luas wilayah (ha)
Luas Lahan Kritis dan Sangat Kritis Tahun 2011 (ha)
HK HL HP Di Luar Kawasan Total
1 Banyuasin 1.210.421 18.155 3.830 9.933 191.981 223.899
2 Empat Lawang 230.431 - 3.162 546 12.413 16.121
3 Lahat 447.562 - 3.226 4.917 18.655 26.798
4 Muara Enim 880.086 - 4.167 29.004 72.409 105.580
5 Musi Banyuasin 1.450.225 4.303 727 52.474 64.862 122.366
6 Musi Rawas 1.268.494 16.586 285 6.783 23.860 47.514
7 Ogan Ilir 226.653 - - 3.066 88.648 91.714
8 Ogan Komering Ilir 1.703.713 940 2 114.820 168.636 284.398
9 Ogan Komering Ulu 366.357 - 4.958 3.268 55.826 64.052
10 OKU Selatan 463.774 3.029 4.886 712 15.287 23.914
11 OKU Timur 335.859 - - 6.748 116.325 123.073
12 Lubuk Linggau 32.489 401 63 3 505 972
13 Pagar Alam 64.288 - 4.175 - 2.083 6.258
14 Palembang 36.736 - - - 9.582 9.582
15 Prabumulih 45.716 - - 123 4.104 4.227
Prov. Sumatera Selatan 8.762.805 43.414 29.481 232.397 845.176 1.150.468
RAD-GRK Sektor Kehutanan Dan Lahan Gambut Tingkat Kabupaten/Kota 19 Provinsi Sumatera Selatan
Tabel 3.4. Penutupan Lahan Per Fungsi Kawasan Hutan di Kabupaten Banyuasin Jenis Penutupan
Lahan per fungsi Hutan Per Kabupaten/kota
Fungsi Kawasan Hutan (ha)
HL HP HPK HPT Non
Kaw SM TN TNL TWA Grand
Total Banyuasin 69.043 72.166 44.805 733.586 77.037 210.219 3.565 1.210.421 Hutan Lahan Kering
Sekunder 23 179 46 247
Hutan Mangrove Primer 13.791 4.652 2.900 70.178 66 91.587
Hutan Tanaman 1.499 584 190 0,1 91.587
Semak Belukar 71 4.097 18.422 679 0,03 23.268
Perkebunan 1.308 3.074 4.284 102.415 409 111.490
Pemukiman 438 19 2.849 44.915 4 2 48.227
Tanah Terbuka 334 3.067 4.719 41.730 25.959 40 75.850
Rumput 6.195 16.359 1.805 35.460 7.264 32.382 0 99.466
Air 333 966 300 30.573 2.965 4.722 3.496 43.356
Hutan Mangrove
Sekunder 27.426 5.587 3.342 21.302 3 57.660
Hutan Rawa Sekunder 18.987 12.270 29.531 60.788
Belukar Rawa 7.367 18.765 7.377 142.321 35.705 45.917 257.452
Pertanian Lahan Kering 7 2.984 29.775 244 33.010
Pertanian Lahan Kering
Campur 50 23 6.485 88.349 2.798 5 0.03 97.711
Sawah 7.343 5.655 151.178 25 149 164.350
Tambak 2.308 5 687 2.713 2.070 7.783
Pertambangan 213 573 596 90 0,02 1.472
Rawa 436 2.967 26.257 1.259 3.512 34.431
20 RAD-GRK Sektor Kehutanan Dan Lahan Gambut Tingkat Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Selatan
Tabel 3.5. Penutupan lahan per fungsi kawasan hutan di Kabupaten Empat Lawang dan Kabupaten Lahat
Jenis Penutupan Lahan per fungsi Hutan Per Kabupaten/kota
Fungsi Kawasan Hutan (ha)
HL HP HPK HPT Non
Kaw SM TN TNL TWA Grand Total
Empat Lawang 65.913 3.268 4.557 152.934 3.759 230.431
Hutan Lahan Kering Primer 4.538 373 0,03 4.911
Hutan Lahan Kering Sekunder 17.077 146 1.555 3.429 1.592 23.800
Semak Belukar 708 4.014 4.722
Perkebunan 76 1.620 1.696
Pemukiman 2.553 2.553
Tanah Terbuka 60 1.188 1.248
Air 4 867 870
Belukar Rawa 499 499
Pertanian Lahan Kering 757 533 2.968 4.259
Pertanian Lahan Kering Campur 43.455 2.360 2.096 129.412 2.167 179.490
Sawah 6.257 6.257
Transmigrasi 126 126
Lahat 48.642 27.742 4.351 314.567 52.088 173 447.562
Hutan Lahan Kering Primer 6.594 154 6.748
Hutan Lahan Kering Sekunder 13.989 337 29.805 27.768 71.898
Hutan Tanaman 15.665 11.577 27.242
Semak Belukar 4.490 124 595 6.175 2.847 14.231
Perkebunan 5.577 33.192 38.768
Pemukiman 3.615 3.615
Tanah Terbuka 51 387 1.725 291 2.454
Rumput 1.405 1.405
Air 12 56 1.590 1.659
Pertanian Lahan Kering 275 18.065 1 18.340
Pertanian Lahan Kering Campur 23.501 5.312 3.419 191.280 21.179 173 244.864
Sawah 5 19 9.365 3 9.391
Transmigrasi 245 2.893 3.139
Pertambangan 82 591 673
RAD-GRK Sektor Kehutanan Dan Lahan Gambut Tingkat Kabupaten/Kota 21 Provinsi Sumatera Selatan
Tabel 3.6. Penutupan lahan per fungsi kawasan hutan di Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Musi Banyuasin
Jenis Penutupan Lahan per fungsi Hutan Per
Kabupaten/kota
Fungsi Kawasan Hutan (ha)
HL HP HPK HPT Non
Kaw SM TN TNL TWA Grand
Total
Muara Enim 62.774 174.034 72.527 24.050 537.764 8.938 880.086
Hutan Lahan Kering Primer 28.235 3 28.238
Hutan Lahan Kering
Sekunder 14.392 1.189 831 1.514 5.520 23.446
Hutan tanaman 56.323 1.746 7.901 65.970
Semak belukar 4.808 11.759 332 1.403 19.346 1.034 38.682
Perkebunan 4.392 889 306 35.295 40.892
Pemukiman 89 1.041 1.249 248 9.895 12.522
Tanah Terbuka 8.826 159 1.133 8.608 18.726
Rumput 24 695 486 2.371 3.575
Air 40 0 3.442 3.483
Hutan Rawa Sekunder 4 337 341
Belukar Rawa 25 5.805 19.224 46.345 71.399
Pertanian Lahan Kering 5.478 2.375 1.992 31.530 1.039 42.413
Pertanian Lahan Kering
Campur 15.185 76.301 37.007 16.365 344.438 1.337 490.632
Sawah 16 5.337 8 5.361
Bandara/Pelabuhan 6 32 38
Transmigrasi 89 5 823 917
Pertambangan 2.090 20 8.447 10.557
Rawa 10.792 12.101 22.893
Musi Banyuasin 19.596 412.609 113.338 95.143 740.186 65.659 3.453 241 1.450.225 Hutan Lahan Kering
Sekunder 810 13.434 2.345 12.732 1.786 499 31.606
Hutan Mangrove Primer 90 522 329 0,02 942
Hutan Rawa Primer 11.533 11.533
Hutan Tanaman 14.709 125 1.081 5.019 4.104 25.038
Semak Belukar 13.243 44.884 2.627 66.128 30.306 29.724 186.912
Perkebunan 88 40.929 14.629 2.801 81.604 1.820 141.871
Pemukiman 469 1.099 6.593 706 16.820 365 26.051
Tanah Terbuka 17.142 2.807 2.315 17.725 1.502 41.491
Rumput 962 1.562 491 547 20.034 15 132 0,02 23.744
Air 0,3 549 995 44 8.637 0,3 241 10.466
Hutan Mangrove Sekunder 252 347 0,02 598
Hutan Rawa Sekunder 77.763 829 10.669 89 0,06 89.350
Belukar Rawa 62.083 13.233 38 132.793 68 2.528 210.744
Pertanian Lahan Kering 27.071 11.399 38.043 7.224 83.737
Pertanian Lahan Kering
Campur 4.024 98.638 51.196 8.464 344.104 20.337 526.763
Sawah 24.502 28 24.530
Transmigrasi 145 172 476 793
Pertambangan 741 4.916 286 1.687 1 7.631
Rawa 237 979 5.208 6.424
22 RAD-GRK Sektor Kehutanan Dan Lahan Gambut Tingkat Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Selatan
Tabel 3.7. Penutupan lahan per fungsi kawasan hutan di Kabupaten Musi Rawas dan Kabupaten Ogan Ilir
Jenis Penutupan Lahan per fungsi Hutan Per
Kabupaten/kota
Fungsi Kawasan Hutan (ha)
HL HP HPK HPT Non
Kaw SM TN TNL TWA Grand Total
Musi Rawas 1.767 282.839 34.224 42.442 869.409 37.812 1.268.494
Hutan Lahan Kering Primer 544 9 12.516 207.995 1.874 222.939
Hutan Lahan Kering Sekunder 3.157 73 4.283 1.562 14.540 23.615
Hutan Tanaman 51.946 9.029 60.975
Semak Belukar 28.980 491 495 12.900 687 43.554
Perkebunan 19.632 3.416 525 122.966 146.539
Pemukiman 25 984 547 15 14.112 12 15.696
Tanah Terbuka 7.413 725 75 7.176 219 15.608
Rumput 2.603 1.420 24 4.048
Air 657 239 3.258 4.154
Hutan rawa Sekunder 97 97
Belukar Rawa 12.216 183 26.537 38.936
Pertanian Lahan Kering 32.283 5.839 445 37.334 25 75.926
Pertanian Lahan Kering Campur 1.633 120.976 22.583 23.861 405.553 20.431 595.039
Sawah 109 777 117 16.218 17.222
Bandara/Pelabuhan 380 2.475 2.855
Pertambangan 289 228 108 625
Rawa 668 668
Ogan Ilir 4.666 221.987 226.653
Semak Belukar 7.079 7.079
Perkebunan 46.889 46.889
Pemukiman 201 6.447 6.648
Tanah Terbuka 18.581 18.581
Rumput 10.445 10.445
Air 2.913 2.913
Hutan Rawa Sekunder 710 710
Belukar Rawa 2.595 24.634 27.230
Pertanian Lahan Kering 143 21.969 22.1112
Pertanian Lahan Kering Campur 1.727 72.146 73.873
Transmigrasi 28 28
Pertambangan 1.530 1,530
Rawa 8.615 8.615