• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KUALITAS FISIS AIR SUNGAI KRUENG ACEH DENGAN INTENSITAS HUJAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN KUALITAS FISIS AIR SUNGAI KRUENG ACEH DENGAN INTENSITAS HUJAN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KUALITAS FISIS AIR SUNGAI KRUENG ACEH DENGAN INTENSITAS HUJAN

Muhammad Syukri, Maulidia, dan Nurmalita

Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Syiah Kuala, Darussalam-Banda Aceh Email: [email protected]

ABSTRAK

Kualitas fisis air sungai merupakan parameter yang sangat penting dikaji sebagai langkah awal untuk menghindari berbagai permasalahan lingkungan, yang disebabkan berbagai faktor. Salah satu faktor penting adalah pengaruh dari variabilitas intensitas curah hujan. Metode yang digunakan adalah dengan melakukan mengukuran secara insitu di lapangan. Pengukuran dilakukan selama 2 (dua tahun) pada 7 (tujuh) stasiun penting di sepanjang sub DAS sungai Krueng Aceh di kawasan Aceh Besar, yaitu di Sungai Krueng Teureubeh, Krueng Inong, Bendungan Sungai Krueng Aceh, Krueng Capeung, Krueng Keumireu, Krue Ie Alang dan Krueng Indrapuri. Beberapa parameter fisis yang penting adalah warna dan bau, temperatur, konduktivitas listrik, dan pH.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada intensitas hujan tinggi (musim penghujan) dan intensitas hujan rendah (musim kemarau).

Perbedaan pada warna dan bau, temperatur (26.0-30.3 0C) dan konduktivitas listrik (93.7-201.2 µmhos), pH (6.14-8.0) masih dalam ambang baku mutu, walaupun terlihat fluktuasi nilai yang cukup berarti pada stasiun di bagian hilir. Hasil penelitian cukup relevan untuk dijadikan acuan dalam pemantauan kualitas air sungai tersebut.

Kata kunci: kualitas air, sungai Krueng Aceh, intensitas hujan, DAS.

I. Pendahuluan

Air merupakan bahan alam yang merupakan sumber kehidupan bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Kebutuhan air rata-rata adalah 60 liter/orang/hari untuk segala keperluannya. Pada tahun 2000 jumlah penduduk dunia adalah 6,1 milyar memerlukan air bersih sebanyak 367 km3, tahun 2025 dibutuhkan 492 km3 dan pada tahun 2100 dibutuhkan sebanyak 611 km3 air bersih per hari (Suripin, 2002). Di Kabupaten Aceh Besar sungai merupakan sumber air utama untuk berbagai keperluan, sehingga perlu dipelihara kondisinya baik secara kualitas dan kuantitas (BPAH, 2006). Kondisi alam lingkungan sekitar DAS dengan berbagai aktifitas dapat menimbulkan permasalahan yang mempengaruhi kualitas air sungai. Rendahnya kualitas air dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain meningkatnya beban pencemaran akibat limbah industri, domestik dan pertanian (Fardiaz, 1992). Selain itu juga disebabkan oleh alam, seperti curah hujan.

Data selama 10 tahun (2000-2009) menunjukkan bahwa iklim di Das Krueng Aceh termasuk tipe curah hujan kelas B (basah) dengan rata-rata curah hujan tahunan

(2)

adalah sebesar 1225,9 mm dan rata-rata hari hujan sebanyak 145 hari. Sejak tahun 2000 sampai 2009, jumlah curah hujan paling tinggi terjadi pada pada tahun 2009 yaitu 1.772 mm/tahun, sedangkan yang paling rendah pada tahun 2008 dengan curah hujan 1.207,4 mm/tahun (Alemina, et. al. 2011). Kondisi fisik Sungai Krueng Aceh rata-rata sudah terjadi erosi di dasar sungai, longsor, banjir, kekeringan, perubahan bentang alam, dan diduga terjadi penurunan kualitas air, dan fluktasi debit pada musim kemarau dan musim hujan (Faisal, 2006). Bila terjadi perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak aktivitas masyarakat yang tidak terkendali, yaitu tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan yaitu peningkatan erosi dan sedimentasi, penurunan produktivitas lahan dan percepatan degradasi lahan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, perlu dilakukan penelitian secara berkelanjutan dan pemantauan secara teliti agar diperoleh kualitas air yang baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kualitas air sungai Krueng Aceh dan hubungan dengan variabilitas intensitas hujan.

II. Metode Penelitian 2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di sungai Krueng Aceh di Kabupaten Aceh Besar yang terletak pada garis 5.20 - 5.80 LU dan 95.00- 95.80 BT (Gambar 1). Pengukuran dilakukan pada 7 (tujuh) stasiun di sepanjang sub DAS aliran sungai Krueng Aceh mulai dari hulu hingga bagian hilir dalam kawasan Aceh Besar (Tabel 1).

Tabel 1. Lokasi penelitian sepanjang sud DAS dan koordinat stasiun pengukuran.

No Sub DAS Sungai Stasiun Pengamatan Titik Koordinat Utara (N) Timur (E) 1. Krueng Teureubeh Stasiun 1 05.3660 095.5710

2. Krueng Inong Stasiun 2 05.2990 095.5830

3. Bendungan Krueng Aceh Stasiun 3 05.3700 095.5630 4. Krueg Desa Capeung Stasiun 4 05.3720 095.5380

5. KruengKeumireu Stasiun 5 05.3960 095.4910

6. Krueng Ie Alang Stasiun 6 05.4030 095.4910

7. Krueng Indrapuri Stasiun 7 05.4120 095.4460

(3)

Gambar 1. Peta lokasi penelitian.

2.2 Metode Penelitian

Pengukuran dan data pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang terdiri dari data curah hujan untuk 2 (dua) tahun pengukuran (2008-2009) yang diperoleh dari Stasiun Klimatologi pada Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Indrapuri, dan data fisis kualitas air yaitu warna dan bau, temperatur, konduktivitas listrik, dan pH untuk 2 (dua) tahun yang sama diperoleh dari Badan Lingkungan Hidup, Pertamanan, dan Kebersihan (BLHPK) Jantho Aceh Besar. Penelitian dilakukan melalui tahapan pengamatan awal ke lapangan, pengukuran parameter fisis kualitas air sungai, pengolahan dan analisa data. Pengukuran warna dan bau dilakukan secara langsung dengan indra penglihatan dan penciuman, sedangkan temperatur, konduktivitas listrik dan pH dilakukan dengan termometer, conductivity meter, dan pH meter.

III. Hasil dan Pembahasan 3.1 Warna dan Bau

Pengamatan warna dan bau air dilakukan dengan menggunakan indera penglihatan dan pencium. Bagian hulu terlihat kondisi air tidak keruh, sedangkan bagian hilir kondisi air lebih keruh. Hal ini disebabkan adanya erosi tanah yang terbawa hujan

(4)

sehingga banyak mengandung lumpur serta pengikisan tanah pada tepian sungai akibat aliran air yang begitu deras, terutama pada musim penghujan (Tabel 2). Selain itu secara umum kondisi air sungai tidak berbau, baik untuk musim penghujan maupun kemarau.

Hal ini menunjukkan bahwa dari paramater bau, kondisi air sungai Krueng Aceh menunjukkan kondisi yang baik. Karena pada dasarnya bau yang muncul pada air sungai sangat tergantung pada sumbernya, yaitu yang disebabkan oleh ganggang, plankton atau tumbuhan dan hewan air, baik hidup maupun yang sudah mati.

Tabel 2. Warna dan bau air yang di pantau di Sungai Krueng Aceh pada 2008-2009.

Parameter Pengukuruan 2008

St. 1 St. 2 St. 3 St. 4 St. 5 St. 6 St. 7

Warna Tdk

keruh

Tdk

keruh Keruh Keruh Keruh Keruh Keruh

Bau Tdk

berbau

Tdk berbau

Tdk berbau

Tdk berbau

Tdk berbau

Tdk berbau

Tdk berbau Pengukuran 2009

Warna Tdk

keruh Keruh Tdk keruh

Tdk keruh

Tdk

keruh Keruh Keruh

Bau Tdk

berbau

Tdk berbau

Tdk berbau

Tdk berbau

Tdk berbau

Tdk berbau

Tdk berbau 3.2 Temperatur

Hasil pengukuran temperatur pada tiap stasiun pengamatan menunjukkan bahwa temperatur di perairan Sungai Krueng Aceh berkisar antara 26 -31.6 0C (Gambar 2).

Gambar 2. Hasil pengukuran temperatur pada musim kemarau (kiri atas) dan musim penghujan (kanan atas) pada 2008 dan 2009 (bawah)

28 28,5 29 29,5 30

1 2 3 4 5 6 7

Temperatur (˚C)

Stasiun

26 27 28 29 30

1 2 3 4 5 6 7

Temperatur

Stasiun

25 27 29 31 33 35

1 2 3 4 5 6 7

Temperatur (˚C)

Stasiun

27 28 29 30 31

1 2 3 4 5 6 7

Temperatur C)

Stasiun

(5)

Secara umum pada musim penghujan temperatur air lebih rendah dibandingkan musim kemarau.Temperatur terendah terdapat pada bagian hulu yaitu Sungai Krueng Inong dan tertinggi pada bagian hilir yaitu Sungai Krueng Indrapuri. Adanya perbedaan nilai temperatur di sungai Krueng Aceh lebih disebabkan oleh karena perbedaan ketinggian tempat (lokasi) masing-masing titik pengamatan (stasiun) dan adanya perbedaan waktu pengukuran. Secara umum, temperatur perairan dapat mengalami perubahan sesuai dengan musim, letak lintang suatu wilayah, ketinggian dari permukaan laut, letak tempat terhadap garis edar matahari, waktu pengukuran dan kedalaman air.

3.3 Konduktivitas Listrik

Hasil pengukuran konduktivitas listrik tertinggi terjadi pada stasiun 5 di sungai Krueng Keumireu yaitu 201,2 µmhos pada musim kemarau dan stasiun 4 di sungai Krueng Capeung sebesar 230 µmhos pada musim penghujan. Sedangkan konduktivitas listrik terendah terjadi pada stasiun 6 di sungai Krueng Ie Alang sebesar 95 µmhos pada musim kemarau dan stasiun 2 di sungai Krueng Inong, sebesar 107,1 µmhos pada musim penghujan (Gambar 3).

Gambar 3. Hasil pengukuran konduktivitas listrik pada musim kemarau (kiri atas) dan musim penghujan (kanan atas) pada 2008 dan 2009 (bawah)

Hal ini menunjukkan bahwa konduktivitas listrik adanya fluktuasi nilai konduktivitas listrik dengan pola tertentu, dimana secara umum temperatur di bagian hulu relatif lebih rendah dibandingkan di bagian hilir. Adanya perbedaan ini disebabkan oleh karena

50 100 150 200 250

1 2 3 4 5 6 7

Konduktivitas(µmho s)

Stasiun

100 150 200 250

1 2 3 4 5 6 7

Konduktivitas

Stasiun

50 100 150 200 250

1 2 3 4 5 6 7

Konduktivitas(µmhs)

Stasiun

50 100 150 200 250

1 2 3 4 5 6 7

Konduktivitas(µmhos)

Stasiun

(6)

perbedaan material tersuspensi yang masuk dari sumber sungai yang bermuara ke sungai Krueng Aceh.

3.4 pH

Parameter pH sangat penting sebagai faktor kualitas air karena dapat mengontrol jenis dan kecepatan reaksi beberapa bahan dalam air. pH pada suatu sungai memiliki ciri yang khusus yaitu adanya keseimbangan antara asam dan basa dalam air dan yang diukur adalah konsentrasi ion hidrogen. Nilai derajat keasaman (pH) perairan Sungai Krueng Aceh antara 6.2 – 8.8 (Tabel 3), hal ini menunjukkan bahwa perairan Sungai Krueng Aceh cenderung bersifat basa. Secara umum pH air di sepanjang sungai yang diamati relatif seragam, walaupun ada dibeberapa stasiun mempunyai pH yang lebih tinggi (basa). Hal ini karena sumber air dari sungai-sungai kecil yang bermuara ke sungai Krueng Aceh masih memiliki nilai derajat keasamaan yang relatif netral.

Berdasarkan pengukuran pada setiap titik pengamatan, nilai derajat keasamannya maka perairan Sungai Krueng Aceh masih tergolong pada kategori layak dan memenuhi kriteria baku mutu kualitas air.

Tabel 3. Nilai pH yang di ukur di Sungai Krueng Aceh pada 2008-2009.

No Stasiun pengukuran

pH

November Juni

2008 2009 2008 2009

1 Stasiun 1 7.39 6.26 7,49 6,30

2 Stasiun 2 8.85 6.14 8,01 6,70

3 Stasiun 3 6.37 6.76 7,8 7,12

4 Stasiun 4 7.03 7.29 8,01 7,01

5 Stasiun 5 6.65 6.20 7,8 6,40

6 Stasiun 6 6.63 5.88 8,01 6,58

7 Stasiun 7 6.61 6.37 8 6,68

IV. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Secara umum kondisi kualitas air Sungai Krueng Aceh di kawasan Aceh Besar dari hulu ke hilir masih menurut sifat fisik air belum mengalami pencemaran, dan masih dalam baku mutu yang ditentukan.

(7)

2. Terdapat perbedaan yang signifikan pada intensitas hujan tinggi (musim penghujan) dan intensitas hujan rendah (musim kemarau), yaitu perbedaan parameter warna dan bau, temperatur (26.0-30.3 0C) dan konduktivitas listrik (93.7-201.2 µmhos) dan pH (6.14-8.0), dimana terdapat fluktuasi nilai yang cukup berarti pada stasiun di bagian hilir.

Penghargaan

Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih pada pihak Stasiun Klimatologi pada Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Indrapuri dan Badan Lingkungan Hidup, Pertamanan, dan Kebersihan (BLHPK) Jantho Aceh Besar, yang telah memberikan dukungan data-data yang diperlukan, sehingga studi ini dapat berjalan lancar.

Daftar Pustaka

Alemina E, Hairul B, Muzailin A, Agus H, Alvisyahhrin T, 2011. Penyimpangan Penggunaan Lahan di DAS Krueng Aceh Berdasarkan Zona Agroekologi, TDMRC-Unsyiah Banda Aceh.

Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, 2006, Alih Fungsi Lahan dan Perubahan Karakteristik Debit DAS Krueng Aceh, Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, vol. 28, no.1.

Fardiaz, S.1992. Polusi air dan udara, Kanisius, Yogyakarta.

Faisal, S, 2006. Penelitian Kualitas Air Sungai Pada Sumber Air Di Kabupaten Aceh Besar. Tugas Akhir, Fakultas Teknik, Universitas Serambi Mekkah, Banda Aceh.

Suripin. 2002. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. Penerbit ANDI. Yogyakarta.

(8)
(9)

Gambar

Tabel 1. Lokasi penelitian sepanjang sud DAS dan koordinat stasiun pengukuran.
Gambar 1. Peta lokasi penelitian.
Tabel 2. Warna dan bau air yang di pantau di Sungai Krueng Aceh pada 2008-2009.
Gambar 3. Hasil pengukuran konduktivitas listrik pada musim kemarau (kiri atas) dan  musim penghujan (kanan atas) pada 2008 dan 2009 (bawah)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Sebelas Maret dan data meterologis berupa data curah hujan harian pada.

Data curah hujan yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan Software Microsoft Excel, sehingga diperoleh nilai rata-rata curah hujan selama 30 tahun yang

Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder berupa data curah hujan bulanan yang terjadi selama 10 tahun yaitu pada tahun 2009 sampai 2018 dengan 4 Stasiun hujan

Analisis data curah hujan bulanan pada pos pengamatan hujan yang dilakukan dengan menggunakan metode Theory of Run, selain bisa mendapatkan nilai defisit hujan

Data yang digunakan adalah data primer yaitu pengukuran dimensi penampang saluran eksisting dan data sekunder yaitu data curah hujan kemudian dianalisis berdasarkan analisis

Data curah hujan harian terpilih ditransformasi menjadi curah hujan jam-jaman setiap tahun analisis yakni 2013 dan 2014 dengan metode mononobe (lihat Persamaan 2)

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pertama melakukan pengukuran curah hujan, kedua mendapatkan variabel fuzzy dari setiap kejadian curah hujan hasil pengukuran,

Pada analisa ini, data curah hujan yang akan digunakan adalah data curah hujan rata – rata maksimum yang diperoleh dengan menghitung data curah hujan 20 tahun dari 2 stasiun