• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kebijakan pembangunan di Indonesia dalam menanggulangi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kebijakan pembangunan di Indonesia dalam menanggulangi"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kebijakan pembangunan di Indonesia dalam menanggulangi kemiskinan, mengalami pergeseran paradigma dari masa ke masa. Konsep pertumbuhan yang menjadi ujung tombak Orde Baru kini telah digantikan dengan konsep pemberdayaan. Pergeseran kebijakan pembangunan ini didukung oleh fenomena kemiskinan yang terus bermunculan di negeri ini. Pada tahun 2012, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik jumlah penduduk miskin, baik di desa maupun kota mencapai 28 juta lebih atau sekitar 11, 66% di seluruh Indonesia1. Hal ini dipicu oleh angka kemiskinan yang selalu mendekati angka inflasi setiap tahunnya. Implementasi kebijakan pembangunan yang selama ini dijanjikan akan memberikan trickle down effect justru menambah jarak kesenjangan sosial yang ada. Efek dari paradigma pertumbuhan tidak menyentuh pada level mikro masyarakat dan tidak mampu menyentuh akar permasalahan yang ada.

Jika menilik sejarah, pada tahun 1990-an, perhatian dunia mulai terfokus pada upaya pengurangan angka kemiskinan yang terus meningkat secara signifikan. PBB mulai serius meluncurkan strategi baru untuk

1Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin, Garis Kemiskinan, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1), dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Menurut Provinsi, 2012, diunduh dari

(2)

mengurangi kemiskinan dan diberlakukan serempak bagi seluruh negara. MDGs (Millenium Development Goals) merupakan hasil dari Deklarasi Johannesberg (PBB) yang memiliki delapan tujuan disertai target dan indikator. MDGs (agenda 21) berlaku bagi negara maju maupun berkembang dengan jangka waktu pencapaian target tahun 2015. Dalam rangka untuk mencapai target MDGs ini, pemerintah Indonesia menelorkan program pengentasan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat yang saat ini dikenal dengan PNPM Mandiri2.

PNPM Mandiri memang baru diimplementasikan pada tahun 2006 dan dijadikan sebagai program nasional pembangunan masyarakat, namun program ini sebenarnya dimulai sejak jaman Orde Baru dengan wajah yang berbeda. Pengangkatan isu kemiskinan ke dalam pembangunan, baru disuarakan ketika IDT (Impres Desa Tertinggal) diterbitkan pada era Orde Baru. Setelah program IDT diimplementasikan selama dua tahun dan dianggap sebagai program yang cukup berhasil, kemudian pemerintah mengeluarkan proyek pembangunan sarana dan prasarana desa yang lebih dikenal dengan P3DT (Program Pembangunan Prasarana dan Sarana Desa Tertinggal). P3DT ini lebih fokus pada pembangunan sarana prasarana/infrasturktur serta peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan.

(3)

Dalam perkembangannya, dari kedua program ini (IDT dan P3DT) disempurnakan menjadi PPK (Program Pengembangan Kecamatan, 1998) yang terbagi dalam tiga fase, yaitu fase pertama pada tahun 1998/1999-2002 (transisi dari Orde Baru ke Reformasi), fase kedua dimulai pada periode 2003-2006, lalu fase ketiga pada tahun 2006 dan kemudian diintegrasikan dalam PNPM Mandiri pada tahun 2007 (PNPM-PPK). Tujuan dari adanya program PPK yang diintegrasikan dengan PNPM Mandiri ini adalah untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam proses-proses pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan pelestarian pembangunan3.

PNPM Mandiri adalah program nasional yang berwujud kerangka kebijakan untuk menjadi dasar dan acuan dalam pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Program-program tersebut merupakan upaya untuk meningkatkan kapasitas masyarakat menuju kemandiriannya dalam pembangunan diri, oleh dan untuk masyarakat yang didesain sedemikian rupa sesuai dengan otonomi daerah. Program ini dilaksanakan melalui sinkronisasi dan pengembangan sistem, mekanisme, dan prosedur program, penyediaan pendampingan, serta dana stimulan per tahun. Hal ini dilakukan untuk

3Pemberdayaan masyarakat yang lebih dikenal dengan Community Development ini merupakan bentuk respon dari kebijakan pembangunan yang kental dengan ekonomi neo-liberal (pertumbuhan ekonomi) dan sering mengabaikan dimensi sosial dan budaya masyarakat. Implementasi kebijakan ekonomi di negara-negara dunia ketiga selama ini terfokus pada produktivitas dan pertumbuhan ekonomi yang diukur melalui GDP (Kenny, 1999), sumber: Kartasasmita (2006), Sumodiningrat (1999), dan Suharto (2005) dalam Adiyoso, Wignyo. 2009.

Menggugat Perencanaan Partisipatif dalam Pemberdayaan Masyarakat. Surabaya: Putra Media

(4)

mendorong prakarsa, inovasi, dan kreativitas masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan. PNPM Mandiri ini memiliki ciri yang berbeda dengan program penanggulangan kemiskinan yang lain, inilah tiga ciri utama dari program tersebut adalah partisipasi masyarakat, penguatan kapasitas kelembagaan masyarakat, dan pemberian BLM. Penekanan dari program PNPM Mandiri ini adalah penguatan kapasitas kelembagaan masyarakat melalui pendekatan partisipasi dan swakelola bantuan langsung masyarakat (BLM) agar tercipta pola keajegan yang berujung pada keberlanjutan.

Dana BLM dan keseluruahn block grant PNPM Mandiri diambil dari APBN dan APBD dengan perbandingan dana APBN lebih mendominasi. Pengambilan block grant dari APBD dimaksudkan agar daerah juga memiliki rasa kepemilikan terhadap program. PNPM Mandiri yang di bawahi oleh Departemen Dalam Negeri ini memiliki dua program inti, yakni PNPM Mandiri Perkotaan dan PNPM Mandiri Perdesaan. PNPM Mandiri Perkotaan dan Perdesaan diimplementasikan berdasarkan kondisi setiap kabupaten dan kecamatan setiap daerah. Kedua program inti PNPM Mandiri ini dibedakan tidak hanya dari implementasi berdasarkan wilayah (desa dan kota), namun juga proses perencanaan program dan pengambilan keputusan yang disesuaikan dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.

(5)

sebagai pola dan proses yang lebih tertata. Garis besar pelaksanaan PNPM Perdesaan itu sendiri terbagi dalam enam regional, untuk wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri masuk ke dalam regional ke-IV dengan 4 kabupaten dan 36 kecamatan. PNPM Mandiri Perdesaan (PNPM MPd) di wilayah DIY difokuskan untuk mengurangi jumlah penduduk miskin di area pedesaan yang masih berkisar 21, 29% (BPS, 2012). Jika dibandingkan dengan propinsi lain di regional empat, DIY memiliki kebupaten dan kecamatan paling sedikit sehingga dalam pelaksanaannya tidak serumit propinsi lain. Di Kabupaten Bantul sendiri, PNPM Mandiri telah diimplementasikan sejak tahun 2006 (masa transisi dari PPK menuju PNPM MPd). Pada tahun itu, PNPM Mandiri difokuskan pada rehabilitasi dan rekonstruksi pasca gempa bumi pada 27 Mei 2006.

(6)

akses bagi perempuan untuk ikut andil dalam program pemberdayaan ini4. Terhitung mulai tahun 2009, diterapkan tiga tahapan strategi operasional untuk mempersiapkan masyarakat agar bisa lebih mandiri dalam mengelola program. Ketiga tahapan strategi operasional itu ditindaklanjuti dengan adanya program integrasi yang dipersiapkan untuk memperkuat kelembagaan dan keberlanjutan program5.

Ketiga tahapan strategi operasional terdiri dari tahap pembelajaran, tahap kemandirian, dan tahap keberlanjutan. Tahap pembelajaran diimplementasikan selama kurang lebih 2 tahun dimulai, dalam tahap ini Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) berfungsi sebagai faktor penggerak utama proses pemberdayaan. Setelah tahapan pembelajaran, proses pemberdayaan masyarakat memasuki tahap kemandirian yang ditandai dengan BLM hanya sebagai stimulan dan rasa kepemilikan masyarakat terhadap program ini semakin kuat. Dalam tahap kemandirian ini, posisi masyarakat, pemerintah daerah, konsultan, dan fasilitator seharusnya sudah merupakan mitra sejajar. Estimasi waktu 2 tahun digunakan untuk memperkuat kemandirian masyarakat menuju tahap kerberlanjutan. Berikutnya adalah tahap keberlanjutan, di mana swadaya masyarakat

4 Berhubung PNPM Mandiri merupakan ‘kepanjangan tangan’ dari MDGs, maka dalam pelaksanaannya pun memberikan peluang dan akses bagi perempuan dalam proses pengambilan keputusan dan kegiatan program. Bahkan dalam mengajukan usulan pun kelompok perempuan diberikan kesempatan lebih dibandingkan kaum lelaki.

5Keluar Surat Perintah dari Kementrian Dalam Negeri untuk melakukan integrasi dengan RPJMDes (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa) pada bulan Agustus 2010 (informan: Bapak Gufron, Fasilitator Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten). Informasi ini diperoleh peneliti ketika membantu mahasiswa S2 dari Universitas Nagoya, Jepang, Teppei Tsurubuchi dalam penelitiannya mengenai PNPM Mandiri di Kecamatan Prambanan tahun 2011 (The Change

(7)

merupakan faktor utama penggerak proses pembangunan. Proses pelembagaan seharusnya sudah berhasil dan menjadi bagian dari pola aktivitas bersama masyarakat yang ditandai dengan efektivitas perencanaan partisipatif dan demokratisasi.

Permasalahan kelembagaan dalam program pembangunan berbasis pemberdayaan masyarakat ini cenderung memiliki kompleksitas tersendiri dalam ketiga tahapan di atas. Dalam kurun 5-6 tahun ini, masyarakat dipersiapkan untuk bisa menempati posisi tawar yang lebih kuat dan mampu menentukan keberlanjutan program serta kehidupan mereka sendiri. Isu unik di sini adalah bagaimana ketiga tahapan tersebut akan diimplementasikan dan seperti apa proses pengembangan dan penguatan kelembagaan masyarakat di dalamnya. Jika mengingat kurun waktu pengimplementasian progam, kelembagaan PNPM Mandiri Perdesaan yang selama ini dikembangkan seharusnya sudah mampu mengantar masyarakat pada kemandirian dan keberlanjutan.

(8)

merupakan satu-satunya kabupaten di seluruh Indonesia yang menjadi lokasi implementasi program Posdaya (Pos Pemberdayaan Keluarga). Program ini merupakan program yang dirancang dengan fokus pada people/community centered development.

Posdaya juga menjadi salah satu program yang dimanfaatkan untuk mengurangi angka kemiskinan di Indonesia guna memenuhi target MDGs (serupa dengan PNPM Mandiri). Pos Pemberdayaan Keluarga ini merupakan forum masyarakat yang dibentuk untuk memberdayakan semua anggota keluarga yang menyediakan kesempatan dan akses bagi para anggota keluarga dan forum untuk berdiskusi, merencanakan, dan memutuskan aktivitas yang membawa manfaat bagi anggota forum dan keluarga6. Keberadaan program ini di Kabupaten Bantul, menempatkan PNPM MPd harus berjalan beriringan dengan posdaya dan memberikan peluang lebih bagi masyarakat untuk turut serta dalam agenda pembangunan dan lebih mengembangkan diri.

Keberadaan program pembangunan lain yang serupa seperti Posdaya, membuat Kabupaten Bantul memiliki daya tarik tersendiri dalam implementasi program pemberdayaan. Fenomena ini menarik peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut di Kabupaten Bantul dengan fokus pada implementasi program PNPM MPd tahap kemandirian dengan menggunakan analisis kelembagaan yang nantinya akan dikaitkan dengan upaya mewujudkan kemandirian masyarakat.

6Suyono, Haryono dan Parsons, Jay. 2011. “POSDAYA” A Paradigm Shift in People Centered

(9)

1.2 Rumusan Masalah

Penelitian yang mengambil fokus pada implementasi program ditilik dari analisis kelembagaan PNPM Mandiri Perdesaan ini, memiliki kompleksitas masalah yang dapat menimbulkan polemik dalam pemberdayaan masyarakat. Peneliti menitikberatkan pada analisis kelembagaan PNPM MPd dalam tahap kemandirian yang saat ini masih berlangsung. Kompleksitas permasalahan yang terkait dengan kelembagaan PNPM Mandiri Perdesaan akan dijabarkan lebih lanjut dalam penelitian ini. Pertanyaan besar dalam penelitian ini adalah:

“Bagaimana kelembagaan mempengaruhi implementasi PNPM Mandiri Perdesaan Tahap Kemandirian di Kabupaten Bantul?”

Unsur-unsur kelembagaan yang digunakan sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi PNPM MPd tahap kemandirian ini ada tiga, yakni aturan main yang digunakan, peranan pihak-pihak yang terlibat (stakeholder analysis), dan kapasitas SDM pelaksana.

1.3 Tujuan Penelitian

(10)

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini antara lain sebagai berikut:

a. Menemukan relasi aturan main, peranan para pemangku kepentingan dan kapasitas SDM terhadap pelaksanaan program PNPM MPd tahap kemandirian di Kabupaten Bantul.

b. Sebagai tambahan wawasan dan pengetahuan bagi para civitas akademika dan peneliti lainnya yang tertarik dengan penelitian serupa, serta dapat memberikan informasi mengenai permasalahan keterkaitan kelembagaan dengan implementasi PNPM MPd tahap kemandirian bagi masyarakat luas.

Referensi

Dokumen terkait

Namun demikian, konteks dalam penelitian ini lebih kepada aspek-aspek yang mengalami perubahan dan bentuk adaptasi diri dari masyarakat desa khususnya petani yang

Penyusunan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh oleh setiap mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro dalam

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar,

Evaluasi Program Supervisi Akademik Kepala Sekolah dapat Meningkatkan Kinerja Mengajar Guru SD Negeri 1 Tegorejo, Kecamatan Pengandon, Kabupaten Kendal.. (Tesis,

Sistem Monitoring Kesehatan Berbasis Internet of Things (Iot) (Silvia Ratna) sehingga dokter dapat melihat hasil denyut jantung pasien secara langsung di smartphone.Dengan

Penyerapan tenaga kerja merupakan jumlah tertentu dari tenaga kerja yang digunakan dalam suatu unit usaha tertentu atau dengan kata lain penyerapan tenaga kerja

Pada lantai 1, yaitu pada Ruang Tamu (Main-Entrance), botol bekas digunakan sebagai dinding partisi sekaligus menjadi celah ventilasi, dimana fungsi botol bekas ini untuk

Kecamatan dengan pertumbuhan tenaga kerja sub sektor perikanan di Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2007 hingga tahun 2011 adalah Kecamatan Playen dan yang terendah adalah