Abstrak
Tingkat pelayanan PDAM Kota Banda Aceh saat ini sudah mencapai 94,26%, dengan target tingkat pelayanan 100%
di tahun 2035. Namun Perpres Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) mengamanatkan pencapaian akses air minum layak dan sanitasi layak 100 % bagi seluruh masyarakat pada tahun 2019.
Agar tingkat pelayanan air minum PDAM Kota Banda Aceh dapat mencapai 100%, maka harus ada usaha yang dilakukan selain meningkatkan kapasitas produksi yang tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat. Pada penelitian ini, dilakukan studi kebutuhan air minum. Penelitian difokuskan pada 4 yang merupakan zona dengan cakupan pelayanan terbesar. Selain itu pada daerah pelayanan tersebut sering terjadi komplain oleh pelanggan terkait dengan seringnya tidak sampai aliran air kerumah mereka.
Hasil perthitungan jumlah penduduk pada zona 4 adalah 79.364 jiwa dan kebutuhan air pada zona 4 227,78 l/det pada tahun 2019 dengan tingkat kebocoran 25%. Evaluasi dan simulasi menggunakan software EPANET menunjukkan bahwa agar tercapainya akses air minum layak 100% pada tahun 2019, diperlukan penggantian pipa distribusi dari diameter 100mm menjadi diameter 200mm pada zona 4 (sepanjang 3 293,81m).
Simulasi penggunaan Distric Meter Area (DMA) dilakukan pada Gampong Lambung menggunakan Epanet 2.0 dengan menutup aliran ke Gampong Lampong pada arah lain, sehingga hanya ada 1 (satu) aliran dari jaringan pipa utama yang masuk pada Gampong tersebut. Hasil simulasi didapat kecepatan dan sisa tekan memenuhi kriteria.
Kata kunci: distribusi air minum, Distric Meter Area (DMA), PDAM Kota Banda Aceh, tingkat kebocoran, zona
B B A A B B 1 1
PE P EN N DA D AH HU UL LU UA AN N
1.1 Latar Belakang
Penyediaan air minum merupakan salah satu kebutuhan dasar dan hak masyarakat yang harus dipenuhi oleh pemerintah, baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Ketersediaan air minum merupakan salah satu penentu peningkatan kesejahteraan masyarakat, dimana diharapkan dengan ketersediaan air minum dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Sistem jaringan penyediaan air minum menjadi hal utama untuk menunjang terpenuhinya penyediaan air minum di Kota Banda Aceh. Pada saat ini kondisi sistem jaringan penyediaan air minum di Kota Banda Aceh dalam kondisi yang belum memadai.
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) mengamanatkan untuk pencapaian akses air minum dan sanitasi 100 % bagi seluruh masyarakat pada tahun 2019 dan tingkat kebocoran 20%.
Distribusi air minum PDAM Kota Banda Aceh sampai dengan awal tahun 2017 baru mencapai 70% dari jumlah penduduk 250.303 jiwa yang tersebar di 9 (kecamatan)
kecamatan, yakni kecamatan Meuraxa, Jaya Baru, Banda Raya, Baiturrahman, Leung Bata, Kuta Alam, Kuta Raja, Syiah Kuala dan Ulee Kareng.Tingkat kebocoran sebesar 40% pada sistim distribusi. Tingginya tingkat kebocoran ini membuat PDAM Kota Banda Aceh mengalami kerugian. Untuk itu diperlukan metode dalam mengurangi kebocoran.
Berdasarkan permasalahan di atas maka penelitian ini difokuskan pada strategi pengembangan sistim distribusi air minum di Kota Banda Aceh dengan studi kebutuhan air pada tahun 2019 dan mengurangi tingkat kebocoran yang disebabkan oleh air yang tidak berekening metode Distric Meter Area (DMA. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan penelitian menggunakan studi kasus.
Untuk menjamin ketersediaan air bagi seluruh warga kota, pendistribusian air minum di Kota Banda Aceh dibagi menjadi 4 zona dengan sistem pelayanan yang terpisah. Pada penelitian ini dipilih Zona 4 karena banyaknya keluhan pelanggan karena tidak mendapatkan supply air pada kebutuhan jam puncak. Dalam peneilitian ini akan dilakukan kajian mendalam untuk Studi Kebutuhan Air Minum dan Minimalisasi Tingkat Kebocoran Air Pada Sistem Distribusi Kota Banda Aceh dengan District Meter Area (DMA).
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah penelitian ini adalah tidak terpenuhinya kebutuhan air pada zona 4 pada jam puncak, sehingga menimbulkan komplan dari pelanggan, serta tingginya tingkat kebocoran air pada PDAM Kota Banda Aceh.
1.3 Maksud Dan Tujuan Peneltilian
Maksud penelitian ini adalah mencapai universal akses 2019 sesuai RPJMN 2015.
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menghitung kebutuhan air minum pada zona 4 pada tahun 2019
2. Mengidentifikasi kekurangan yang ada pada sistem distribusi air minum pada zona 4
3. Melakukan simulasi metode DMA dengan menggunakan Epanat 2.0.
1.4 Lingkup Penelitian Lingkup penelitian ini, meliputi:
1. Peneiltian dilakukan pada zona 4
2. Menghitung proyeksi penduduk pada zona 4 3. Menghitung kebutuhan air pada zona 4
4. Mengidentifikasi kekurangan sistem distribusi pada zona 4
5. Melakukan simulasi DMA pada suatu gampong zona 4.
1.5 Manfaat dan Kontribusi Penelitian
Hasil penelitian ini akan memberikan manfaat bagi PDAM Kota Banda Aceh dalam memenuhi kebutuhan air minum pelangan terutama pada zona 4 serta dapat menjadikan pilot project penurunan tingkat kebocoran air yang disebabkan pelanggan tanpa nomor rekening dengan sistem DMA.
B B A A B B 2 2
KAJIAN KEPUSTAKAAN
2.1 UMUM
Penelitian kebutuhan air minum berpedoman pada petunjuk teknis bidang air minum Direktorat Jenderal Cipta Karya. Sedangkan penerapan parameter-parameter dalam pedoman tersebut disesuaikan kondisi temuan di lapangan pada Kota Banda Aceh.
2.2 KRITERIA KEBUTUHAN AIR 2.2.1 Kriteria Kebutuhan Air
Pemerintah Republik Indonesia melalui Direktorat Air minum, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ditetapkan sebagai panduan penyusunan program pelayanan air bersih yang disesuaikan dengan klasifikasi daerah. Klasifikasi daerah tersebut didasarkan kepada jumlah penduduk. Lebih terperinci pedoman penyusunan program pelayanan air bersih suatu daerah disajikan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Pengelompokkan Pelayanan Air Berdasarkan Kategori Kota/ Kabupaten
Kategori Kota Metropolitan (I)
Besar (II)
Sedang (III)
Kecil (IV)
IKK (V)
Desa (VI)
Penduduk (x 1.000 jiwa)
500 100 20 3
> 1.000 s/d s/d s/d s/d < 3 1000 500 100 20
Persentase Penduduk Terlayani
70 s/d 90
Kebutuhan Rumah Tangga (ltr/orang/hari) - sambungan langsung - kran umum
210 30
170 30
150 30
130 30
90 30
60 30
Kebutuhan Non Domestik (% dari
kebutuhan rumah tangga)
60 40 30 20 15
s/d 20
15 s/d
20
Kehilangan Air 10 s/d 30
(% dari
kapasitas total) Faktor-faktor :
Kategori Kota Metropolitan (I)
Besar (II)
Sedang (III)
Kecil (IV)
IKK (V)
Desa (VI) - kebutuhan
maksimum - kebutuhan puncak
1,1 s/d 1,7 1,5 s/d 3,5
Sumber: DPU Dirjen Cipta Karya, 1994
Untuk area perhitungan kebutuhan air Kota Banda Aceh, diusulkan parameter-parameter perencanaan teknis pelayanan air bersih untuk kategori Kota sedang. Hal ini sesuai dengan jumlah penduduk pada daerah perencanaan dengan jumlah penduduk > 3000 jiwa.
Usulan kongkrit tingkat pelayanan air minum untuk Zona 4, seperti yang terlihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Usulan Tingkat Pelayanan Zona 4 Tahun Perencanaan 2018 2019 2020 Persentase Penduduk
Terlayani (%)
Jenis Pelayanan Dengan :
- Sambungan langsung (%) 100 100 100 - Kran umum (%)
Kebutuhan Air Domestik : (liter/orang/hari)
Tahun Perencanaan 2018 2019 2020 - sambungan langsung 150 150 150 - kran umum
Kebutuhan Air Non Domestik
(% dari kebutuhan air Domestik) 30 30 30 Kehilangan Air
(% dari kapasitas total) 25 25 20 Faktor-faktor :
- kebutuhan maksimum 1.1 1.1 1.1 - kebutuhan puncak 1.15 1.15 1.15
2.2.1 Kriteria Pelayanan Air minum
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam penentuan kriteria pelayanan air minum adalah:
1. Penentuan daerah pelayanan (Service Area)
Dalam menentukan rencana daerah pelayanan selain disesuaikan dengan arahan dari kerangka acuan kerja juga harus disesuaikan dengan kondisi daerah studi berdasarkan kepadatan penduduk.
2. Penentuan besarnya tingkat pelayanan (Coverage) Dalam menentukan besarnya tingkat pelayanan harus disesuaikan dengan hasil survey lapangan dan hasil evaluasi data sumber. Tujuan akhir dari penentuan coverage adalah untuk mengetahui besarnya minat masyarakat terhadap keberadaan air minum.
3. Penentuan cara penyampaian air yang telah dilalui proses pengolahan ke konsumen (service level).
2.3 Proyeksi Penduduk
Proyeksi penduduk merupakan data dasar yang diperlukan dalam perencanaan sistem penyediaan air minum karena dari hasil proyeksi penduduk akan dapat ditetapkan kebutuhan air yang harus diproduksi.
Proyeksi penduduk pada wilayah pelayanan dilakukan dengan memperhitungkan laju pertumbuhan dan trend pola pertumbuhan penduduk yang terjadi. Metoda proyeksi penduduk yang umum digunakan dalam melakukan perhitungan adalah (Soewarno, 1995) : a. Metoda Aritmatika
Metode ini biasanya disebut juga dengan rata-rata hilang.
Metode ini digunakan apabila data berkala menunjukkan jumlah penambahan yang relatif sama tiap tahun. Hal ini terjadi pada kota dengan luas wilayah yang kecil, tingkat pertumbuhan ekonomi kota rendah dan perkembangan kota tidak terlalu pesat.
Rumus metode ini adalah :
(2.1)
(2.2)
Dimana,
Pn = Jumlah penduduk yang diproyeksikan pada tahun ke-n
P0 = Jumlah penduduk tahun dasar Ka = Konstanta aritmatik
Tn = Tahun ke-n T0 = Tahun dasar
N = Jumlah data diketahui
b. Metode Geometrik
Metode ini sering digunakan untuk proyeksi data yang perkembangannya melaju sangat cepat (berkembang secara geometik). Secara matematis metoda ini adalah sebagai berikut :
(2.3) dimana :
Pn = Jumlah penduduk pada tahun yang diproyeksikan
Po = Jumlah penduduk awal r = laju pertumbuhan penduduk n = Jangka waktu
c. Metode Least Squre
Metode ini didasarkan pada angka kenaikan penduduk rata-rata setiap tahun. Metoda ini digunakan jika data berkala menunjukkan jumlah penambahan yang relatif sama setiap tahunnya. Metoda ini juga merupakan
metoda proyeksi dengan regresi sederhana. Formulanya adalah:
(2.4)
Dimana :
Y = nilai variabel berdasarkan garis regresi, populasi ke - n
x = Bilangan independen, bilangan yang dihitung dari tahun awal
a = konstanta
(2.4)
b = koefisien arah garis (gradien) regresi linier
(2.5)
Pemilihan metode dilakukan dengan menghitung standar deviasi (simpangan baku) dan nilai koefisien korelasi.
Persamaan Standar Deviasi : Untuk n > 20,
(2.5) Untuk n = 20,
(2.6)
Persamaan Koefisien Korelasi :
(2.7) Dimana :
xi = P – P’
yi = P = Jumlah penduduk awal
= Pr = Jumlah penduduk rata-rata
y’ = P’ = Jumlah penduduk yang akan dicari Pemilihan metode proyeksi yang paling tepat jika :
Harga “S“ yang paling kecil.
Harga “r” yang paling mendekati 1 atau –1.
Fungsi S dan r dalam statisik :
Harga “S” menunjukkan besarnya penyimpangan data dari nilai rata – rata
Harga “r” nilai yang menunjukkan hubungan antara dua parameter.
2.4 KEBUTUHAN AIR
Kebutuhan air suatu kawasan secara umum diklasifikasikan berdasarkan tujuan pemakaian oleh
pengguna. Klasifikasi yang biasa digunakan yaitu (McGhee, 1991):
1. Kebutuhan air domestik
Penggunaan air bagi kebutuhan domestik oleh rumah tangga yang digunakan untuk minum, masak, mandi, keperluan mencuci, serta untuk fasilitas sanitasi dalam rumah. Kebutuhan air domestik ini dihitung berdasarkan jumlah penduduk tahun perencanaan dan standar pemakaian air per orang per hari.
Persamaan berikut menunjukan cara perhitungan kebutuhan air domestik.
Kebutuhan air = (% pelayanan (a x b)) (2.8) Dimana:
a = Jumlah pemakaian air (liter/orang/hari) b = Jumlah penduduk daerah pelayanan (jiwa) Pelayanan terhadap kebutuhan domestik dapat berupa sambungan rumah (SR) dan hidran umum (HU) atau kran umum (KU). Berdasarkan RPJMN 2015, maka diharapkan semua masyarakat
mendapatkan SR, sehingga HU atau KU tidak ada lagi.
2. Kebutuhan air non domestik
Penggunaan air bagi non domestik dimaksudkan untuk membantu kelancaran kegiatannya. Kebutuhan air untuk daerah non domestik meliputi sarana pendidikan, kesehatan, perkantoran, tempat ibadah
dan sarana umum lainnya. Kebutuhan air untuk daerah non domestik ini dapat dihitung dengan persamaan 2.8:
Dimana:
a = Jumlah pemakaian air (liter/orang/hari) b = Jumlah karyawan, luas wilayah, tempat tidur atau tempat duduk
3. Kebutuhan air untuk cadangan pemadaman kebakaran
Kebutuhan air untuk cadangan kebakaran ini harus diperhitungkan dalam perencanaan suatu sistem penyediaan air minum, karena apabila terjadi kebakaran maka debit air untuk kebutuhan konsumen tidak mengalami gangguan. Biasanya cadangan air untuk kebakaran berkisar antara 200-300 m3 dengan rata-rata suplai 9-12 liter/detik selama 3-10 jam.
Kebutuhan air untuk cadangan pemadaman kebakaran ini dapat dihitung dengan persamaan (Al- Layla, 1978):
Q = 3860 P
10,01 P
(2.9)Dimana:
Q = Debit kebakaran (liter/menit) P = Jumlah penduduk dalam ribuan 4. Kehilangan air
Kehilangan air pada sistem penyediaan air minum adalah sejumlah air yang hilang dari sistem. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa hal antara lain kesalahan dalam pembacaan meteran, adanya sambungan tanpa izin (pencurian air), dan kebocoran dalam sistem penyediaan air minum itu sendiri.
Kehilangan air bisa direduksi secara signifikan melalui perawatan penuh terhadap sistem dan program rutin penggantian dan tera meteran (McGhee, 1991). Kehilangan air yang dianggap wajar atau masih dalam batas toleransi menurut “Konsep Penyusunan Standar Pelayanan Badan Air Minum, Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah Direktorat Jendral Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan tahun 2004” adalah sebesar 25 % dari total produksi.
2.5 SISTEM DISTRIBUSI
Sistem distribusi merupakan sistem pengaliran air yang sudah diolah dan telah memenuhi standar ke konsumen dengan volume air yang memenuhi dan tekanan yang cukup melalui suatu jaringan pipa dan reservoir. Sistem distribusi terdiri atas sistem perpipaan, pelengkapan atau peralatan distribusi dan reservoir distribusi atau semua peralatan dan perlengkapan air meninggalkan stasiun pompa atau reservoir distribusi.
Jaringan perpipaan distribusi terdiri dari 2 sistem, yaitu:
1. Feeder System
a. Sistem ini berfungsi sebagai pipa transmisi yang menggunakan tapping;
b. sistem ini digunakan dari titik ke titik, dari rumah ke rumah.
Feeder System ini mempunyai 3 pola, yaitu:
a. Pola cabang (branch pattern)
Disebut juga open system;
Terdiri dari pipa induk (main feeder) yang disambungkan langsung ke secondary feeder dan disambungkan lagi dengan pipa cabang berikutnya;
Semakin ke ujung semakin kecil ukuran diameternya sehingga kecepatan dan tekanan air semakin besar;
Luas daerah pelayanan relatif kecil;
Jalur jalan yang ada tidak berhubungan satu dengan lainnya.
Gambar 2.1 Sistem Perpipaan Distribusi Pola Cabang Sumber: Al-Layla, 1978
Keterangan: R = Reservoir
A= Daerah pelayanan A B = Daerah pelayanan B C = Daerah pelayanan C Keuntungan dari pola cabang:
Diameternya paling minimum sehingga lebih ekonomis (harganya lebih murah);
Perhitungannya mudah dan dihitung percabang.
Kerugian dari pola cabang ini:
Dari segi operasi banyak ditemui daerah yang mati aliran;
Memerlukan pipa penguras (blow off) dan rutin dilakukan, sehingga banyak terjadi kehilangan air;
R
B
C A
Jika terjadi kebakaran secara bersamaan, aliran air tidak mencukupi karena aliran air yang searah.
b. Pola grid (grid pattern loop)
Disebut juga closed system;
Terdiri dari pipa induk dan pipa cabang yang saling berhubungan satu dengan yang lain sehingga membentuk loop (lingkaran) tanpa memiliki ujung yang mati;
Biasanya digunakan pada daerah yang:
- Bentuk dan penyebaran daerah yang merata ke segala arah;
- Jaringan jalan yang saling berhubungan;
- Elevasi tanah yang relatif datar.
R
A B C
Gambar 2.2 Sistem Perpipaan Distribusi Pola Grid Sumber: Al-Layla, 1978
Keterangan: R = Reservoir
A= Daerah pelayanan A B = Daerah pelayanan B C = Daerah pelayanan C
Keuntungan dari pola grid adalah jika terdapat kerusakan pada suatu bagian jaringan pipa maka pada bagian jaringan yang lain masih mendapat air.
Kerugian dari pola grid:
Diameter yang digunakan bukan diameter yang minimal;
Membutuhkan banyak katup;
Perhitungannya lebih sulit.
c. Pola kombinasi (combination pattern)
Gabungan pola cabang dengan loop;
Bisa digunakan pada daerah layanan dengan karakteristik:
- Kota yang sedang berkembang;
- bentuk perluasan/ perkembangan kota tidak teratur;
- jaringan jalan yang tidak seluruhnya berhubungan satu dengan yang lainnya;
- terdapat daerah pelayanan yang jauh/
terpencil;
- elevasi muka tanah bervariasi.
Gambar 2.3 Sistem Perpipaan Distribusi Pola Kombinasi
Sumber: Al-Layla, 1978 Keterangan: R = Reservoir
A= Daerah pelayanan A B = Daerah pelayanan B
2. Small Distribution System
Disebut juga dengan sistem pipa pelayanan;
terdiri dari dua pipa pelayanan, yaitu: main distributor dan secondary distributor.
Gambar 2.4 Sistem Perpipaan Distribusi Tipe Small Distribution System
Sumber: Al-Layla, 1978
Secondary distributor Main distributor R
B S. Distribusi
A
Pada dasarnya pola pendistribusian air dilakukan dengan beberapa cara, yakni:
o Pola cabang;
o Pola grid dengan loop;
o Pola campuran (combination Pattern).
2.5.1.1 Hidrolika Aliran Dalam Pipa
Kehilangan tekanan dalam pipa dihitung dengan persamaan Darcy-Weissbach:
f l v 2 hf =
2 g d (2.11)
Keterangan:
hf = kehilangan tekanan akibat friksi (m) f = koefisien gesekan pipa (c)
l = panjang pipa (m) d = diameter pipa (m) v = kecepatan air (m/dt)
g= percepatan gravitasi (9,81m/dt2)
Tabel 2.5 Nilai Koefisien Kekasaran C Pipa Dari Berbagai Material
Bahan Pipa Konstanta C
PVC Beton Besi Tuang Baja
Gorong – gorong beton Semen Asbes
material lain-lainnya
140 130 130 120 100 140 -
Sumber : Schaum teori dan soal Mekanika Fluida dan Hidrolika
2.5.1.2 Network analysis dengan metoda Hardy-Cross Dari pengembangan rumus Darcy-Weissbach didapat persamaan:
Q = 0,2785 x C HW x d 2,63 x s 0,54 (2.12) Keterangan:
Q = debit air (m3/dt)
C HW = koefisien kekasaran pipa d = diameter pipa (m)
s = slope = hf / L (m/m)
1. Major Loss
Menggunakan metoda Hardy Cross dengan prinsip keseimbangan debit dan energi yang hilang didalam pipa. Tetapi umumnya hal ini tidak mungkin sehingga dibutuhkan debit koreksi (dQ). Maka debit aliran setelah dikoreksi menjadi Q + dQ. Yang harus diketahui dari metoda ini adalah panjang, diameter dan tekanan pipa.
2. Minor Loss
Minor Losses adalah kehilangan energi yang disebabkan fitting dan accessories. Dari hasil pengujian lapangan menunjukkan bahwa penambahan kehilangan energi 5 % s/d 10 %. Perhitungan pembagian debit dengan Hardy Cross dilakukan pada saat pemakaian jam puncak.
Jaringan perpipaan yang direncanakan disesuaikan dengan kondisi yang ada di lapangan. Pipa transmisi direncanakan dengan debit maksimum harian sedangkan pipa distribusi direncanakan berdasarkan debit jam puncak. Perhitungan perpipaan dilakukan dengan menggunakan Software Epanet yang dikeluarkan oleh United States – Envoromental Protection Agency (US EPA) dan Software Loope Distribution Network Simulation Program Version 5,0.
Pipa transmisi dan distribusi dilengkapi dengan perlengkapan sebagai berikut:
a. Valve
Dipergunakan untuk mengatur arah aliran dan menghentikan aliran dalam pipa, dipasang pada:
o Persilangan pipa;
o Tempat pembuangan lumpur;
o Pada water meter induk.
b. Gate Valve
Dipergunakan terutama untuk diameter besar.
Keuntungan tahan terhadap tekanan yang besar dan pada bukaan yang lebar hampir tidak ada head yang hilang.
o Jarak antara gate valve maksimum 3000 m;
o Lokasi gate adalah pada titik awal, dibagian hulu dan hilir dari bangunan penting (jembatan, sypon, penyeberangan jalan, dan lain-lain).
c. Katup Udara
Yaitu perlengkapan yang berfungsi untuk melepaskan udara yang berakumulasi di dalam pipa distribusi.
Ditempatkan pada:
o Jalur yang mendatar disetiap (750 – 1000) m;
o Tempat yang agak tinggi dan pada saluran yang mendaki.
d. Jembatan pipa
Digunakan jika pipa distribusi menyeberangi lembah atau sungai. Untuk panjang bentangan > 6 m, maka diperlukan jembatan pipa.
e. Penguras (Wash Out)
Berfungsi untuk mengeluarkan Lumpur yang
terendapkan didalam pipa distribusi. Diameter wash out berkisar antara (1/4 – ½) dari diameter transmisi. Wash Out ditempatkan pada:
o Tempat terendah dimana Lumpur terakumulasi;
o Ujung saluran yang mendatar dan menurun;
o Pada pipa yang menyebarangi sungai atau lembah.
f. Blok Penahan (Thrust Block dan Anker)
Berfungsi untuk mencegah agar peralatan (fitting dan accessories) tidak bergerak jika tekanan diberikan. Blok penahan ini memindahkan beban dari atas pada bidang tanah sekitarnya.
2.5.2 Pengunaan Zona
Pada penelitian ini daerah pelayanan sistem jaringan akan dibagi menjadi zona (sistem Zonasi). Zonasi pada sistem distribusi air minum bertujuan untuk meratakan sisa tekan, memudahkan terdeteksinya kebocoran pipa, mempermudah perbaikan jika terjadi kerusakan pada pipa. Pembagian zonasi dapat dilakukan berdasarkan pada beberapa pertimbangan (Husen dan Wahyono Hadi, 2010):
a) Luas Kota, menyangkut pertimbangan effisiensi dan kelancaran pelayanan serta pendistribusian air minum.
b) Perbedaan elevasi kota, dapat dibedakan atas zona- zona distribusi apabila terdapat elevasi antara bagian wilayah yang satu dengan bagian wilayah yang lainnya.
c) Potensi air baku, dalam sistem distribusi air minum potensi atau kapasitas air baku berpengaruh terhadap luas kawasan zonasi.
Pembentukan zona memerlukan biaya yang relative besar, sehingga pembentukan zona direncanakan secara bertahap sesuai dengan urutan prioritasnya.
Selain itu sistem per zona dapat digunakan untuk tujuan menekan tingginya angka kebocoran dan mendeteksi kehilangan air dengan sistem District Meter Area (DMA).
2.6 DISTRICT METER AREA (DMA)
District Meter Area (DMA) dibuat untuk mengelola Non Revenue Water (NRW) atau istilah lainnya Air Tak Berekening. Hampir semua perusahaan pelayanan air minum, tingkat air tak berekening (NRW) merupakan salah satu indikator kinerja kunci efisiensi. Dan hampir semua penyedia layanan cenderung meremehkan NRW karena kurangnya pengetahuan untuk dengan tepat menetukan tingkat NRW.
2.6.1 Non-Revenue Water (NRW)
Langkah pertama untuk mengurangi NRW adalah mengembangkan pemahaman tentang “gambaran besar”
tentang sistem air, yang mencakup penyusunan satu neraca air atau di Amerika Serikat disebut “audit air”.
Proses ini membantu manajemen menyediaan air untuk memahami besaran, sumber dan biaya NRW. Asosiasi Air International (International Water Association/IWA) telah mengembangkan satu struktur dan terminology baku untuk neraca air internasional yang telah diadopsi oleh asosiasi-asosiasi nasional di beberapa Negara seluruh dunia (gambar 2.5).
Gambar 2.5
Neraca Air dengan Komponen-Komponen NRW Sumber : Buku Pegangan tenteng Air Tak Berekening
untuk Menejer, 2008
Air Tak Berekening (Non-revenue Water/NRW) setara dengan jumlah total air yang mengalir ke jaringan distribusi air minum dari sebuah instalasi pengolahan air minum {Volume Input Sistem) dikurangi jumlah total air resmi menjadi rekening dari pelanggan industri dan pelanggan rumah tangga (Konsumen Resmi).
2.6.2 Kriteria Pemasangan DMA
Kriteria pemasangan DMA (guidebook-reduction- nonrevenue-water), Cipta karya, 2008 :
1) DMA dipasang pada jumlah sambungan 1.000 – 2.500 sambungan
2) Jumlah katup yang harus ditutup untuk mengisolasi
3) Jumlah meter air untuk mengukur air masuk dan air keluar (semakin sedikit meter yang diperlukan, semakin kecil biaya pembentukan)
4) Variasi permukaan tanah dan tekanan-tekanan di dalam DMA (semakin datar kawasannya, semakin stabil tekanan yang ada dan semakin mudah membentuk kendala tekanan.
Untuk membagi satu sistem yang besar menjadi serangkaian DMA, maka penting sekali menutup katup untuk mengisolasi satu kawasan tertentu dan memasang meter air. Proses ini akan berdampak pada tekanan- tekanan sistem, baik dalam DMA tertentu serta pada wilayah-wilayah sekitarnya. Dengan demikian Perusahaan air minum harus memastikan bahwa pasokan air bagi semua pelanggan tidak dikorbankan terkait dengan tekanan dan jam pelayanan.
Jika anggaran terbatas, perusahaan air minum awalnya membentuk kawasan yang lebih besar yang berisi 5.000 sambungan atau lebih. Selanjutnya perusahaan dapat membagi kembali kawasan tersebut menjadi DMA-DMA dan sub DMA – sub DMA yang terdiri dari 1.000 sambungan atau kurang untuk DMA dengan NRW yang tinggi dan jaringan pipa yang panjang.
Gambar 2.6 Tata Letak DMA Sumber : Buku Pegangan tenteng Air Tak
Berekening untuk Menejer, 2008
Untuk setiap DMA perusahaan air minum harus mengembangkan satu manual operasi terperinci untuk membantu tim pada masa datang dalam mengelola pasokan air. Manual operasi mencakup skema jaringan pipa, gambar dan lokasi-lokasi meter air, katup-katup mengendali tekanan dan katup-katup batas persil, serta satu salinan database tagihan untuk DMA bersangkutan.
Manual ini merupakan satu dokumen kerja dan data
operasional yang harus terus diperbaharui termasuk informasi-informasi berikut :
1. Garis aliran dan tekanan 2. Data kebocoran step test 3. Lokasi-lokasi kebocoran
4. Lokasi-lokasi sambungan illegal
5. Data uji aliran malam sah (legitimate night flow/LNF)
6. Data tekanan faktor T
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Waktu penelitian lebih kurang 6 bulan dan tempat penelitian dilakukan di Kota Banda Aceh..
3.2 METODE PENELITIAN
Peneliti melakukan tahapan kegiatan sebagai berikut :
1) Kegiatan Persiapan
Tahap persiapan ini dilakukan beberapa kegiatan yang akan menunjang kelancaran penelitian.
Persiapan yang dilakuka nmeliputi persiapan internal tim peneliti yang bersifat administrative seperti mobilisasi personil,persiapan prasarana dan sarana pendukung penelitian.
Kegiatan Persiapan, diantaranya :
a. Pengumpulan data sekunder jumlah penduduk yang dilayani, kebutuhan air untuk saat ini zona 4, debit yang disediakan untuk zona 4.
b. Pengumpulan data sosial ekonomi, lingkungan dan kebijakan pemerintah tentang penyediaan air minum.
2) Kajian Awal dan Identifikasi Masalah
Dalam tahap ini Peneliti melakukan kajian awal terhadap aspek-aspek dan informasi yang berhubungan dengan kondisi eksisting jaringan air minum 4, rencana tata ruang dan pengembangan kota,serta permasalahan-permasalahan yang pada 4.
3) Pengumpulan Data (Survey)
Hasil identifikasi awal yang telah dilakukan melalui studi literature (desk study),maka tim penelitian merumuskan rencana kerja terkait dengan pelaksanaan survey lapangan.
Pengumpulan data sekunder melalui survey lapangan dilakukan dengan cara survey instansional baik ditingkat dinas pekerjaan umum (PU) maupun pada PDAM, mereview dokumentasi yang merupakan dokumen resmi/hasil kajian. Untuk pengumpulan data primer dapat dilakukan dengan wawancara dengan berbagai sumber dan observasi lapangan didaerah survey dan pengukuran langsung dilapangan.
Metode pengumpulan data dapat dilakukan secara primer (dengan melakukan penelitian atau analisa langsung dilapangan) atau sekunder (dengan menggunakan data atau hasil penelitian yang sudah ada).
Survey Lapangan
a. Survey Pendahuluan, yaitu :
melihat kondisi dilapangan terutama jaringan pipa utama pada zona 4;
Mengklarifikasi kajian hidrolis terdahulu dengan kondisi dilapangan pada zona 4.
b. Pengukuran dan Pemetaan
Pemetaan yang dilakukan adalah pembuatan peta topografi pada lintasan perpipaan pada zona 3 dan zona 4, dimana peta topografi dibuat setelah melakukan survey topografi sepanjang jaringan pipa.
4) Perencanaan Teknis
Data dan informasi yang diperoleh dari kegiatan survey lapangan selanjutnya dikompilasi atau diolah sehingga menghasilkan informasi sesuai dengan kebutuhan untuk dianalisa. Beberapa metodologi yang akan dilakukan peneliti terkait pengolahan dan analisa data diantaranya adalah analisa kebutuhan air rata-rata, kebutuhan air maksimum dan kebutuhan air puncak dan proyeksinya, analisa pembagian debit untuk zona 4 serta ketersediaan tekanan untuk mengalirkan air minum pada zona 4 serta perencanaan kebutuhan pompa jika dibutuhkan. Dan yang terpenting adalah perencanaan teknis jaringan perpipaan
distribusi air minum untuk zona 4.
Perencanaan Teknis a. Perhitungan
Membuat perhitungan kebutuhan air untuk zona 4
Menganalisa debit aliran masuk pada pipa utama/sekunder pada zona 4.
Penghitung sisa tekanan pada awal zona 4
b. Simulasi sistem distribusi air minum Zona 4 dengan menggunakan Epanet 2.
Gambar 3.1
Flow Chart Metodologi Pelaksanaan Penelitian
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 PELAYANAN PERUSAHAAN AIR MINUM DAERAH (PDAM) KOTA BANDA ACEH
Untuk upaya meningkatkan pelayanan, PDAM Banda Aceh menetapkan zonasi-zonasi pelayanan untuk mempermudah memantau dan mengontrol distribusi air bersih. PDAM Banda Aceh menetapkan 4 zona pelayanan di Kota Banda Aceh yang diharapkan dapat meningkatkan pelayanan PDAM untuk masyarakat Kota Banda Aceh. Keempat zonasi tersebut dapat dilihat pada gambar 4.1.
Gambar 4.1
Peta Zonasi Pelayanan Air Bersih Kota Banda Aceh.
Sumber : PDAM Tirta Daroy
4.2DAERAH PELAYANAN
Untuk upaya meningkatkan pelayanan zona 4, dilakukan srudi mengenai pertumbuhan penduduk dan kebutuhan air. Hal ini dilakukan untuk mengetahui jumah kebutuhan air agar dapat dilakukan perencanaan yang efektif, efisien dan tepat sasaran.
Tabel 4.5 Daerah Layanan di Zona 4
No Gampong Kecamatan
1 Geuceu Iniem
Banda Raya 2 Geuceu Kayee Jato
3 Seutui
Baiturrahman 4 Sukaramai
5 Kampung Baru 6 Lampaseh Kota
Kuta Raja 7 Merduati
8 Keudah 9 Peulanggahan 10 Gampong Jawa 11 Gampong Pande 12 Surien
Meuraxa 13 Aso Nanggroe
14 Gampong Blang 15 Lamjabat 16 Gampong Baro 17 Punge Jurong 18 Lampaseh Aceh 19 Punge Ujong 20 Cot Lamkuweuh 21 Gampong Pie 22 Ulee Lheue 23 Deah Glumpang 24 Lambung
No Gampong Kecamatan 25 Blang Oi
26 Alue Deah Teungoh 27 Deah Baro
28 Ulee Pata
Jaya Baru 29 Lamjamee
30 Lampoh Daya 31 Empeerom 32 Geuceu Meunara 33 Lamteumen Barat 34 Bitai
35 Lamteumen timur 36 Punge Blang Cut Sumber : PDAM Tirta Daroy
Penelitian ini, akan difokuskan pada kecamatan yang termasuk kedalam wilayah Zona 4, yaitu Banda Raya, Baiturrahman, Kuta Raja, Meuraxa dan Jaya Baru.
4.3PROYEKSI JUMLAH PENDUDUK
Proyeksi jumlah penduduk dan data kependudukan merupakan hal penting dalam penyusunan rencana penegmbangan sistem penyediaan air minum, karena jumlah penduduk akan mempengaruhi jumlah kebutuhan air yang harus didistribusikan oleh PDAM Banda Aceh. Peningkatan jumlah penduduk di Kota
Banda Aceh akan meningkatkan kebutuhan air minum yang pada akhirnya akan diikuti dengan peningkatan prasarana air minum agar mampu memenuhi kebutuhan air minum di Kota Banda Aceh.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kota Banda Aceh diketahui data pertumbuhan penduduk lima tahun terakhir, dimana pada tahun 2012 jumlah penduduk Kota Banda Aceh berjumlah 238.784 jiwa.
Jumlah ini terus meningkat setiap tahunnya hingga pada tahun 2016 jumlah penduduk Kota Banda Aceh Berjumlah 254.904 jiwa.
Gambar 4.2
Grafik Pertumbuhan Penduduk Kota Banda Aceh Sumber: BPS Kota Banda Aceh
Proyeksi penduduk dilakukan berdasarkan pertumbuhan penduduk tiap-tiap gampong di kecamatan pada zona 4.
Pertumbuhan penduduk tiap gampong pada masing- masing kecamatan selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada tabel-tabel berikut.
Tabel 4.6 Pertumbuhan Penduduk di Zona 4 Tahun 2009-2016.
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 Geuceu Iniem 1.759 1.805 1.793 1.873 1.985 1.987 1.994 2.031 2 Geuceu Kayee Jato 1.322 1.357 1.499 1.566 1.460 1.461 1.465 1.493 3 Seutui 3.449 3.538 3.473 3.628 3.533 3.536 3.548 3.613 4 Sukaramai 4.126 4.006 4.147 4.332 4.307 4.310 4.323 4.404 5 Kampung Baru 2.870 2.787 2.583 2.698 2.945 2.949 2.960 3.013 6 Lampaseh Kota 964 1.114 1.746 1.824 2.349 2.334 2.346 2.358 7 Merduati 2.429 2.807 2.981 3.115 3.142 3.374 3.274 3.156 8 Keudah 908 1.049 1.382 1.443 1.633 1.367 1.369 1.639 9 Peulanggahan 1.397 1.611 2.059 2.151 2.307 2.377 2.347 2.317 10 Gampong Jawa 1.714 1.981 1.858 1.941 2.701 2.705 2.709 2.712
11 Gampong Pande 478 553 646 675 687 658 668 690
12 Surien 777 1.083 990 1.035 1.193 1.193 1.197 1.219 13 Aso Nanggroe 382 532 534 558 604 604 606 617
14 Gampong Blang 292 407 443 463 437 437 439 447
15 Lamjabat 465 648 650 679 832 833 836 851
16 Gampong Baro 913 1.272 1.162 1.214 1.101 1.103 1.106 1.127 17 Punge Jurong 2.115 2.945 3.347 3.496 3.842 3.846 3.858 3.929 18 Lampaseh Aceh 1.029 1.434 1.785 1.865 2.003 2.004 2.011 2.047 19 Punge Ujong 1.203 1.240 1.265 1.322 1.744 1.745 1.750 1.783 20 Cot Lamkuweuh 626 872 748 782 875 876 878 895
21 Gampong Pie 313 436 452 472 495 495 497 507
22 Ulee Lheue 361 504 560 585 758 759 762 775
23 Deah Glumpang 392 546 755 788 899 899 902 918
24 Lambung 366 510 731 763 581 581 584 594
25 Blang Oi 1.148 1.599 1.759 1.838 1.937 1.939 1.945 1.980 26 Alue Deah Teungoh 820 1.142 1.100 1.149 1.105 1.107 1.110 1.130 27 Deah Baro 309 422 580 605 556 558 559 569
No Kecamatan Gampong Pertumbuhan Penduduk (jiwa)
Banda Raya
Baiturrahman
Kuta Raja
Meuraxa
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 28 Ulee Pata 468 502 559 583 705 706 708 721 29 Lamjamee 1.326 1.421 1.322 1.382 1.397 1.398 1.403 1.429 30 Lampoh Daya 1.193 1.279 1.326 1.385 1.580 1.581 1.586 1.615 31 Empeerom 2.090 2.240 2.751 2.874 2.676 2.679 2.687 2.737 32 Geuceu Meunara 2.505 2.684 2.497 2.608 3.244 3.247 3.257 3.317 33 Lamteumen Barat 2.481 2.658 2.703 2.824 2.860 2.862 2.872 2.925 34 Bitai 892 952 1.081 1.129 1.025 1.025 1.029 1.047 35 Lamteumen timur 4.137 4.432 4.605 4.811 5.348 5.353 5.370 5.469 36 Punge Blang Cut 5.035 5.394 5.691 5.947 5.625 5.630 5.649 5.752
53.054
59.762 63.563 66.403 70.471 70.518 70.604 71.826
No Kecamatan Gampong Pertumbuhan Penduduk (jiwa)
Jumlah Jaya Baru
Sumber: BPS Kota Banda Aceh
Proyeksi pertumbuhan jumlah penduduk, dalam kondisi tertentu akan ditemukan proyeksi jumlah penduduk menurun dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan data jumlah penduduk lima tahun terakhir cenderung menurun sehingga menyebabkan tren proyeksi penduduk juga menjadi menurun.
Kemungkinan yang terjadi bisa di sebabkan akibat migrasi penduduk dari suatu kawasan ke kawasan lain. Bila hal tersebut terjadi maka proyeksi penduduk akan dilakukan berdasarkan persentase rata-rata tahunan Kota Banda Aceh yaitu sebesar 4,18%. Berdasarkan metode proyeksi penduduk pada bab 2, maka didapatkan proyeksi penduduk Kota Banda Aceh. Proyeksi penduduk Kota Banda Aceh (2016 s/d 2020) diuraikan pada tabel-tabel berikut ini.