• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT (NUMBER HEAD TOGETHER) TERHADAP HASIL BELAJAR PKn MURID KELAS V SD NEGERI BATUTAMBUNG KECAMATAN BIRINGKANAYA KOTA MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT (NUMBER HEAD TOGETHER) TERHADAP HASIL BELAJAR PKn MURID KELAS V SD NEGERI BATUTAMBUNG KECAMATAN BIRINGKANAYA KOTA MAKASSAR"

Copied!
187
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT (NUMBER HEAD TOGETHER) TERHADAP HASIL BELAJAR PKn

MURID KELAS V SD NEGERI BATUTAMBUNG KECAMATAN BIRINGKANAYA

KOTA MAKASSAR

SKRIPSI

OLEH

MUCHTAR SYAHRIL 4513103146

UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

2018

(2)

iii

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Number Head Together) Terhadap Hasil Belajar PKn Murid Kelas V SD Negeri Batutambung Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar” seluruh isi adalah benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan hasil karya plagiat. Saya siap menanggung resiko / sanksi apabila ternyata ditemukan adanya perbuatan tercela yang melanggar etika keilmuan dalam karya saya ini, termasuk adanya klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Makassar, 20 September 2018 Yang menyatakan

Muchtar Syahril

(3)

iv

ABSTRAK

Muchtar Syahril. 2018. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Number Head Together) terhadap Hasil Belajar PKn Murid Kelas V SD Negeri Batutambung Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar. Skripsi, Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bosowa Makassar. Pembimbing H. Abd. Rahman Pilang, M.Pd, dan Pembimbing II Susalti Nur Arsyad, S.Pd, M.Pd

Masalah utama dalam penelitian ini yaitu apakah model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Head Together) berpengaruh terhadap hasil belajar PKn murid kelas V SD Negeri Batutambung Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Head Together) terhadap hasil belajar PKn murid kelas V SD Negeri Batutambung Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar.

Jenis penelitian ini merupakan eksperimen dengan rancangan penelitian randomized control group pretest-pasca test. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri Batutambung Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar sebanyak 40 orang, kemudian diadakan pengambilan sampel dengan teknik purposive sample, yaitu diambil kelas V A yang terdiri dari 20 siswa dan V B 20 siswa. Sebagai kelas eksperimen yaitu kelas V A dan sebagai kelas kontrol kelas V B.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar yang berbeda dan dinyatakan prestasi belajar siswa kelompok eksperimen lebih baik (nilai rata-rata 81,5) dari pada hasil belajar siswa kelompok kontrol (nilai rata- rata 71). Number Head Together) berpengaruh positif terhadap prestasi belajar.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan model kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together) memperoleh hasil yang lebih baik dari pada yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Disarankan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together) dapat digunakan sebagai alternatif dalam pembelajaran PKn di sekolah.

Kata kunci : hasil belajar, PKn, NHT (Numbered Head Together), konvensional

(4)

v

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Pembahasan Teori ... 8

1. Belajar dan Pembelajaran ... 8

2. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di SD ... 14

3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Number Head Together) ... 26

B. Kerangka Pikir ... 33

C. Hipotesis ... 36

BAB III METODE PENELITIAN ... 37

A. Lokasi Penelitian ... 37

B. Jenis dan Desain Penelitian ... 37

C. Variabel dan Definisi Operasional Variabel ... 38

D. Populasi dan Sampel ... 39

(5)

vi

1. Populasi ... 39

2. Sampel ... 39

E. Instrumen Penelitian ... 39

F. Teknik Pengumpulan Data ... 40

G. Teknik Analisis Data ... 41

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 42

1. Lokasi Penelitian ... 42

2. Gambaran Proses Pembelajaran di Kelas ... 42

B. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 47

1. Hasil Observasi ... 47

2. Hasil Belajar... 45

C. Analisis Data Hasil Penelitian ... 54

1. Uji Normalitas ... 54

2. Uji Homogenitas ... 56

3. Uji T-Test ... 58

D. Pembahasan ... 59

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 66

A. Simpulan ... 66

B. Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 69

(6)

vii

KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Alhamdulillah puji dan syukur Kehadirat Allah SWT atas segalah rahmat dan karunia- Nya yang senantiasa diberikan kepada Penulis sehingga skripsi yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Number Head Together) terhadap Hasil Belajar PKn Murid Kelas V SD Negeri Batutambung Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar ini dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini diajukan sebagai tugas akhir dalam rangka penyelesaian studi sarjana dalam program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bosowa Makassar.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tuaku Ayahanda Syahril, Ibunda Saharia, atas segala pengorbanan, kasih sayang dan jerih payahnya selama membesarkan dan mendidik Penulis, selalu memberikan motivasi, serta doa yang tak henti-hentinya demi keberhasilan penulis.

Kepada Bapak Drs. H. Abd. Rahman Pilang, M.Pd dan Ibu Susalti Nur Arsyad, S.Pd., M.Pd. Selaku pembimbing I dan pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dalam penulisan skripsi yang selalu membantu dengan sabar dalam perbaikan skripsi ini, memberikan semangat serta saran-saran yang sangat berarti kepada penulis.

(7)

viii

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada istriku Alifka Gusrynanda Hasan yang menemaniku dalam suka dan duka, rekan-rekan mahasiswa eksekutif jurusan PGSD angkatan 2013, adik-adik dan kakak gerakan pramuka Kota Makassar atas motivasi, saran dan bantuan kepada penulis.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan masih terdapat banyak kekurangan baik dalam bentuk penyajian maupun bentuk penggunaan bahasanya, karena keterbatasan kemampuan dan pengalaman yang dimiliki oleh penulis. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik, saran, ataupun masukan yang sifatnya membangun dari berbagai pihak guna penyempurnaan skripsi ini.

Adapun permintaan maaf saya atas segala kesalahan dalam penulisan kata-kata yang menyinggung perasaan pembaca, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya, seperti kata pepatah “tak ada gading yang tak retak” begitu pula dengan manusia tidak luput dari kesalahan dan kehilafan, segala kesempurnaan hanya milik Allah SWT.

Akhirnya teriring harapan dan doa semoga bantuan yang diberikan mendapatkan imbalan berlipat ganda dari Allah SWT dan kita semua senantiasa mendapatkan limpahan rahmat dan hidayat-Nya. Amin.

Makassar, Januari 2018 Penulis

Muchtar Syahril NIM : 4513103146

(8)

ix

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 2.1 Kerangka Pikir ... 35 2. Gambar 3.1 Desain Kelompok Kontrol dengan Pra dan Pasca Test

38

3. Gambar 4.1 Histogram Distribusi Kategori Hasil Pra Test ... 50 4. Gambar 4.2 Histogram Distribusi Kategori Hasil Pasca Test ... 53 5. Gambar 4.3 Histogram Selisih Hasil Pra Test dan Pasca Test ... 54

(9)

x

DAFTAR TABEL

1. Tabel 4.1 Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen dan Kelas

Kontrol ... 44

2. Tabel 4.2 Deskripsi Data Hasil Pra Test ... 49

3. Tabel 4.3 Distribusi Kategori Hasil ... 49

4. Tabel 4.4 Deskripsi Data Hasil Pasca Test ... 51

5. Tabel 4.5 Distribusi Kategori Hasil Pasca Test ... 52

6. Tabel 4.6 Selisih antara Hasil Belajar Pra Test dan Pasca Test Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 53

7. Tabel 4.7 Output Hasil Uji Normalitas Kelas Eksperimen Pada SPSS 55 8. Tabel 4.8 Output Hasil Uji Normalitas Kelas Kontrol Pada SPSS …... 56

9. Tabel 4.9 Output Hasil Uji Homogenitas Pada SPSS …... 56

(10)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

1. LAMPIRAN 1 Daftar Murid Kelas Ujicoba ... 70

2. LAMPIRAN 2 Soal Pra Test ... 71

3. LAMPIRAN 3 Kunci Jawaban Soal Pra Test ... 74

4. LAMPIRAN 4 Soal Pasca Test ... 75

5. LAMPIRAN 5 Kunci Jawaban Soal Pasca Test ... 79

6. LAMPIRAN 6 Daftar Nama Murid Kelas Kontrol ... 80

7. LAMPIRAN 7 Daftar Nama Murid Kelas Eksperimen ... 81

8. LAMPIRAN 8 Data Nilai Hasil Pra Test Dan Pasca Kelas Eksperimen ……… .... 82

9. LAMPIRAN 9 Data Nilai Hasil Pra Test Dan Pasca Kelas Kontrol ……… ... 83

10. LAMPIRAN 10 Perangkat Pembelajaran 1 Kelas Eksperimen ... 84

11. LAMPIRAN 11 Perangkat Pembelajaran 2 Kelas Eksperimen ... 94

12. LAMPIRAN 12 Perangkat Pembelajaran 3 Kelas Eksperimen ... 105

13. LAMPIRAN 13 Perangkat Pembelajaran 4 Kelas Eksperimen ... 115

14. LAMPIRAN 14 Lembar Observasi Aktivitas Siswa Pertemuan 1 ... 125

15. LAMPIRAN 15 Lembar Observasi Aktivitas Siswa Pertemuan 2 ... 127

16. LAMPIRAN 16 Lembar Observasi Aktivitas Siswa Pertemuan 3 ... 129

17. LAMPIRAN 17 Lembar Observasi Aktivitas Siswa Pertemuan 4 ... 131

18. LAMPIRAN 18 Perangkat Pembelajaran 1 Kelas Kontrol ... 133

19. LAMPIRAN 19 Perangkat Pembelajaran 2 Kelas Kontrol ... 143

20. LAMPIRAN 20 Perangkat Pembelajaran 3 Kelas Kontrol ... 153

21. LAMPIRAN 21 Perangkat Pembelajaran 4 Kelas Kontrol ... 163

22. LAMPIRAN 22 Uji Beda Dua Rata-Rata Data Hasil Belajar Antara Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol ... 173

23. LAMPIRAN 23 T-Tabel ... 175

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembelajaran yang menganut sistem kompetensi menuntut pendidik agar mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning), mampu mendorong minat belajar dan mampu memberdayakan peserta didik dalam artian peserta didik tidak hanya menguasai pengetahuan yang diajarkan, tetapi pengetahuan tersebut menjadi muatan nurani peserta didik, dihayati, diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dan yang lebih penting mereka mampu belajar dan mengembangkan diri secara optimal.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat.

Untuk memberikan kemampuan kepada murid maka pembelajaran di Sekolah Dasar (SD) sesuai Kurikulum 2013, pelajaran PKn diberikan kepada peserta didik mulai dari Sekolah Dasar (SD) untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta mampu bekerjasama. Kompetensi itu diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan, memperoleh, mengelola dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa banyak murid yang tidak senang dengan pelajaran PKn, sehingga dalam proses pembelajaran di kelas aktivitas belajar kurang, yang

(12)

2 menyebabkan prestasi belajar PKnnya rendah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005 : 895) prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru. Di samping hal tersebut di atas, kebiasaan belajar murid yang tidak efektif juga menjadi permasalahan. Kebiasaan belajar merupakan cara-cara atau teknik-teknik yang tetap dilakukan peserta didik pada waktu ia menerima pelajaran dari pendidik, membaca buku, dan mengerjakan tugas-tugas sekolah serta mengatur waktu untuk menyelesaikan kegiatan tersebut. Kebiasaan peserta didik yang hanya belajar sebelum ulangan/tes diadakan. Mereka belajar semalam suntuk untuk mempersiapkan diri menjawab tes untuk keesokan harinya. Peserta didik belum mampu memanfaatkan hari-hari yang lain untuk belajar sedikit demi sedikit. Tidak bisa dipungkiri keberhasilan murid dalam proses pembelajaran dipengaruhi oleh cara belajarnya. Peserta didik yang mempunyai cara belajar yang efisien memungkinkan untuk mencapai prestasi belajar yang lebih tinggi.

Pembelajaran saat ini masih dominan menggunakan model pengelolaan kelas yang bersifat konvensional dalam proses pembelajaran. Selain itu dalam mengajar, guru cenderung untuk menjelaskan materi terlebih dahulu, diikuti dengan memberikan contoh- contoh soal dan pembahasannya, kemudian dilanjutkan dengan latihan soal yang tetap dibimbing oleh guru. Susanto (2012 : 2) menyatakan guru

(13)

3 cenderung mentransfer informasi kepada peserta didik dan belum menggunakan model pembelajaran yang bervariasi dalam pembelajaran dan tidak melengkapi diri dengan perangkat pembelajaran sehingga kegiatan pembelajaran kurang sistematis. Dalam menyampaikan materi pelajaran, guru cenderung mendominasi dengan metode ceramah.

Menurut peneliti, model pembelajaran semacam ini cenderung membuat murid pasif, enggan untuk mengemukakan ide-idenya, kreativitas berpikirnya tidak berkembang, mereka cenderung menerima apa yang diberikan oleh guru dan melaksanakan apa yang diminta oleh gurunya.

Dampak pelaksanaan pembelajaran semacam ini adalah murid merasa cepat bosan dalam belajar, murid sering merasa cemas setiap kali akan mendapat pelajaran PKn, karena sudah tertanam dalam benaknya bahwa PKn itu sulit.

Dari kenyataan tersebut dapat dikatakan bahwa guru merupakan sumber belajar bagi murid dan hal yang menentukan hasil belajar murid.

Selain itu juga diperoleh informasi bahwa dalam pembelajaran PKn sebagian murid memiliki kebiasaan belajar yang masih sangat kurang baik. Ini merupakan permasalahan yang muncul dari pebelajar itu sendiri.

Dari keterangan guru dan murid serta hasil observasi tersebut dapat diketahui permasalah yang muncul dalam proses pembelajaran PKn sangat kompleks terutama mulai dari guru masih dominan menggunakan model konvensional dalam pembelajaran dibandingkan dengan metode dan model pembelajaran baru yang inovatif saat ini, cara guru mengajar

(14)

4 yang digunakan semuanya hampir sama, sampai dengan rendahnya kebiasaan belajar murid dalam proses pembelajaran. Dengan munculnya permasalahan yang kompleks tersebut tentunya akan sangat berdampak pada hasil belajar murid dalam mata pelajaran PKn.

Dari permasalahan tersebut, nampaknya dalam proses pembelajaran PKn perlu adanya model pembelajaran yang didukung dengan metode pembelajaran aktif yang dapat membangkitkan kebiasaan belajar murid secara keseluruhan dalam satu kelas serta dapat meningkatkan prestasi belajar murid dalam mata pelajaran PKn.

Model pembelajaran yang dirasakan cocok untuk memecahkan permasalah yang muncul seperti gambaran di atas adalah model pembelajaran kooperatif. Lasmawan (2010 : 296) menyatakan bahwa model cooperative learning adalah salah satu model pembelajaran yang menempatkan murid sebagai subjek pembelajaran (student oriented).

Keunggulan pembelajaran kooperatif adalah mencakup suatu kelompok kecil murid yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif merupakan pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil murid untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar (Suherman, 2003 : 123).

Pembelajaran yang menempatkan peserta didik sebagai obyek pasif, tidak terlepas dari anggapan pendidik yang keliru antara lain (1)

(15)

5 Pendidik sering menganggap peserta didik sebagai orang yang belum tahu apa-apa, (2) Pendidik merasa tidak mengajar jika tidak melakukan ceramah, (3) Pendidik sering merasa dinilai oleh peserta didik tidak hebat jika tidak berceramah, (4) pendidik sering menganggap peserta didik tidak mampu menemukan sendiri pengetahuan dan keterampilan. Salah satu alternatif yang dilakukan guru guna menjawab permasalahan pembelajaran tersebut serta untuk lebih mengaktifkan pembelajaran dikelas adalah pembelajaran kooperatif dengan model NHT (Number Head Together). Model pembelajaran ini merupakan salah satu tipe dari pembelajaran kooperatif dengan sintaks. Metodenya berupa pengarahan, pembuatan kelompok heterogen dimana tiap murid memiliki nomor tertentu, kemudian pemberian persoalan materi bahan ajar (untuk tiap kelompok sama tapi untuk tiap murid tidak sama sesuai dengan nomor murid, tiap murid dengan nomor sama mendapat tugas yang sama, kemudian bekerja kelompok, presentasi kelompok dengan nomor murid yang sama sesuai tugas masing-masing sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual dan pembuatan skor perkembangan tiap murid. Langkah terakhir pengumuman hasil diskusi dan pemberian hadiah, skor (reward).

Model Pembelajaran NHT (Number Head Together) merupakan salah satu tipe pembelajaran koperatif yang menekankan pada struktur khusus yang ditrancang untuk mempengaruhi pola interaksi murid dan memiliki tujuan untuk meningkatkan kemampuan akademik. NHT (Number Head Together) memberikan kesempatan kepada murid untuk

(16)

6 membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.

NHT (Number Head Together) mendorong untuk meningkatkan kerjasama.

Berdasarkan paparan tersebut, maka perlu diadakan penelitian apakah model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Head Together) ini berpengaruh terhadap hasil belajar PKn murid Kelas V SD Negeri Batutambung Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat ditentukan rumusan masalah sebagai berikut :

“Apakah model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Head Together) berpengaruh terhadap hasil belajar PKn murid kelas V SD Negeri Batutambung Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar ?”

C. Tujuan Penelitian

Mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Head Together) terhadap hasil belajar PKn murid kelas V SD Negeri Batutambung Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar.

D. Manfaat

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat teoritis

Secara umum penelitian ini memberikan sumbangan kepada dunia pendidikan dalam pengajaran PKn terutama dalam penggunaan model pembelajaran. Selain itu, akan dapat melengkapi kajian mengenai teknik

(17)

7 pelaksanaan, peran, dan manfaat model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Head Together)

2. Manfaat praktis a. Bagi peneliti

Menambah wawasan, pengalaman, dan pengetahuan serta keterampilan, khususnya yang terkait dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Head Together).

b. Bagi guru

1) Mendapat pengalaman menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Head Together).

2) Mendapatkan motivasi untuk terus berkreasi dalam hal menginovasi model-model pembelajaran sebagai wujud profesionalisme.

c. Bagi murid

1) Murid menjadi lebih menguasai materi, aktif dan kreatif.

2) Hasil belajar murid pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) menjadi lebih baik.

(18)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembahasan Teori

1. Belajar dan Pembelajaran a. Pengertian Belajar

Definisi belajar dikemukakan Burton (Pupuh, 2007 : 17) sebagai berikut, “Belajar sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka mampu berinteraksi dengan lingkungannya”.

Definisi belajar yang dikemukakan Burton di atas adalah, seseorang dikatakan belajar ketika mengalami perubahan tingkah laku pada dirinya berkat adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya.

Pengertian belajar dikemukakan Thursan Hakim (Pupuh, 2007 : 17) sebagai berikut :

“Belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir, dan lain-lain kemampuannya”

Pengertian belajar yang dikemukakan Thursan Hakim di atas adalah, seseorang dikatakan belajar ketika terjadi proses perubahan di dalam kepribadiannya dan ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku.

(19)

9 Berdasarkan pendapat tersebut, belajar adalah proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari pengalaman dan latihan, dengan perubahan-perubahan yang dihasilkan bersifat relatif tetap.

b. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru secara terprogram dalam disain instruksional yang menciptakan proses interaksi antara sesama peserta didik, guru dengan peserta didik dan dengan sumber belajar. Pembelajaran bertujuan untuk menciptakan perubahan secara terus-menerus dalam perilaku dan pemikiran murid pada suatu lingkungan belajar. Sebuah proses pembelajaran tidak terlepas dari kegiatan belajar mengajar.

Pembelajaran pada hakekatnya merupakan proses interaksi antara murid dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah lebih baik. Selama proses pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan belajar agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi murid (E.Mulyasa,2003 : 100).

Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid. Berdasarkan teori belajar ada lima pengertian pembelajaran diantaranya sebagai berikut:

1) Pembelajaran adalah upaya menyampaikan pengetahuan kepada murid di sekolah

(20)

10 2) Pembelajaran adalah mewariskan kebudayaan kepada generasi muda

melalui lembaga sekolah

3) Pembelajaran adalah upaya mengorganisasikan lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar bagi murid

4) Pembelajaran adalah upaya untuk mempersiapkan murid untuk menjadi warga masyarakat yang baik

5) Pembelajaran adalah suatu proses membantu murid menghadapi kehidupan masyarakat sehari-hari (Hamalik, 1995 : 64).

Menurut Gagne sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Nazarudin (2007:162) pembelajaran dapat diartikan sebagai seperangkat acara peristiwa eksternal yang dirancang untuk mendukung proses belajar yang sifatnya internal. Menurut Nazarudin (2007:163) pembelajaran adalah suatu peristiwa atau situasi yang sengaja dirancang dalam rangka membantu dan mempermudah proses belajar dengan harapan dapat membangun kreatifitas murid.

Menurut berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu perubahan dari peristiwa atau situasi yang dirancang sedemikian rupa dengan tujuan memberikan bantuan atau kemudahan dalam proses belajar mengajar sehingga bisa mencapai tujuan belajar.

(21)

11 c. Teori Belajar

1) Teori Belajar Behaviorisme

Teori behaviorisme adalah teori belajar yang menekankan pada hasil belajar dan tidak memperhatikan pada proses berpikir murid.

Menurut teori behaviorisme, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon.

Seseorang dianggap telah belajar sesuatu apabila ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami murid dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.

Menurut teori ini yang terpenting adalah masuk atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respon.

Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak bisa diamati.

Belajar dengan menggunakan arus behaviorisme adalah sebuah proses belajar yang hanya melatih pembelajar seolah sudah terbiasa dan membiasakan diri menjadi orang-orang yang terbentuk karena pembiasaan yang dikemas secara berulang-ulang. Belajar mengartikan diri sebagai gerakan membangun kemampuan kognitif subjek pembelajar yang kuat secara logik dan menegasikan hal-hal lain dalam dirinya sebagai subjek yang hidup dan melakukan aktualisasi diri sebagai manusia berdinamika. Belajar bukan menempatkan subjek pembelajar sebagai kelompok manusia yang secara terus menerus berproses menuju

(22)

12 penemuan identitas diri. Oleh sebab itu, belajar dalam pendekatan behaviorisme lebih diposisikan gerakan pembangunan kecerdasan otak.

(Yamin, 2014: 50)

2) Teori Belajar Kognitifisme

Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar. Teori ini menekankan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, potensi, pengolahan informasi, emosi, dan aspek kejiwaan lainnya. (Suyono dan Hariyanto, 2014: 75)

3) Teori Belajar Konstruktivisme

Menurut teori konstuktivisme, belajar adalah suatu proses mengasimilasikan dan mengaitkan pengalaman atau pelajaran yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dimilikinya, sehingga pengetahuannya dapat dikembangkan. Sementara konstruktivisme yang dikembangkan oleh Vigotsky yang berwajah sosial mengatakan adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial dan fisik sehingga belajar selanjutnya lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya seorang (Yamin, 2014: 62).

Konstruktivisime melandasi pemikirannya bahwa pengetahuan bukanlah sesuatu yang given dari alam karena hasil kontak manusia dengan alam, tetapi pengetahuan merupakan hasil konstruksi (bentukan) aktif manusia itu sendiri. Pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu

(23)

13 kontruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang. Konstruktivis percaya bahwa pembelajar mengkonstruk sendiri realitasnya atau paling tidak menerjemahkannya berlandaskan persepsi tentang pengalamannya,sehingga pengetahuan individu adalah sebuah fungsi dari pengalaman sebelumnya, juga struktur mentalnya, yang kemudian digunakannya untuk menerjemahkan objek-objek serta kejadian-kejadian baru. (Suyono dan Hariyanto, 2014: 105-106)

4) Teori Belajar Humanisme

Menurut teori humanisme, belajar merupakan yang dimulai dan ditujukan untuk memanusiakan manusia. Di mana memanusiakan manusia di sini, berarti mempunyai tujuan untuk mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang belajar secara optimal.

Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. (Daryanto, 2009: 41)

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar

Belajar merupakan proses kegiatan untuk mengubah tingkah laku subyek belajar. Proses belajar banyak dipengaruhi oleh banyak faktor.

Faktor-faktor tersebut ada yang berasal dari dalam diri murid dan berasal dari luar diri murid. Faktor-faktor inilah yang nantinya akan menentukan berhasil tidaknya proses belajar murid. Menurut Daryanto (2009: 51) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dibedakan dua macam, yaitu : 1) Faktor internal murid (faktor yang berasal dari dalam diri murid) yang

meliputi faktor jasmaniah, faktor psikologi, dan faktor kelelahan.

(24)

14 2) Faktor eksternal murid (faktor yang berasal dari luar diri murid) yang

meliputi faktor sosial dan faktor non sosial.

2. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di SD a. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa, “pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air". Melalui mata pelajaran PKn murid diharapkan untuk mempunyai pengetahuan tentang NKRI, memiliki sikap menghormati, menghargai dan memiliki tanggung jawab akan dirinya sendiri, bangsa dan negara serta memiliki keterampilan untuk menjalin hubungan di dalam negeri ataupun di luar negeri sesuai dengan nilai dan norma yang ada.

Cholisin (Winarno, 2014: 6) mengemukakan bahwa

“Pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah pendidikan politik yang fokus materinya adalah peranan warga negara dalam kehidupan bernegara yang kesemuanya itu diproses dalam rangka untuk membina peranan tersebut sesuai dengan ketentuan Pancasila dan UUD 1945 agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara”.

Selanjutnya, Aziz Wahab, dkk. (Cholisin, 2004: 10) mengemukakan bahwa, “Pendidikan Kewarganegaraan ialah media pengajaran yang akan meng-Indonesiakan para murid secara sadar, cerdas dan penuh tanggung jawab”. Melalui mata pelajaran PKn diharapkan murid memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan NKRI.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan, bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran di

(25)

15 sekolah dasar yang memberikan pengetahuan tentang nilai dan menanamkan sikap demokratis kepada murid, agar murid memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air serta rasa tanggung jawab untuk mempertahankan NKRI.

b. Pembelajaran PKn di SD

Fahurrohman & Wuri Wuryandani (2010: 14) mengemukakan bahwa, tugas PKn dengan paradigma barunya yaitu mengembangkan pendidikan demokrasi mengemban tiga fungsi pokok, yakni mengembangkan kecerdasan kewarganegaraan (civic knowledge), membentuk karakter/watak warga negara (civic disposition) dan membina keterampilan warga negara (civic skill). Cholisin (2005: 4) mengemukakan bahwa, “kecerdasan kewaganegaraan (civic knowledge), merupakan materi substansi yang harus diketahui oleh warga negara”. Pada dasarnya pengetahuan yang harus diketahui oleh warga negara berkaitan dengan hak dan kewajiban dan pengetahuan tentang struktur dan sistem politik, pemerintahan dan sistem sosial sebagaimana tercantum dalam Pancasila dan UUD 1945, serta nilai-nilai yang telah menjadi aturan dalam kehidupan berbangsa untuk bekerjasama mewujudkan kemajuan bersama dan hidup berdampingan baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Hal tersebut dapat disampaikan di sekolah dasar sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah dirumuskan dalam kurikulum KTSP dan Kurikulum 2013, sehingga sejak dini murid sudah mempunyai pengetahuan kewarganegaraan sesuai dengan perkembangannya. Cholisin (2005: 6) mengemukakan bahwa, ketrampilan

(26)

16 kewarganegaraan (civic skills), merupakan keterampilan yang dikembangkan dari pengetahuan kewarganegaraan, agar pengetahuan yang diperoleh menjadi sesuatu yang bermakna, karena dapat dimanfaatkan dalam menghadapi masalah-masalah kehidupan berbangsa dan bernegara.

Keterampilan kewarganegaraan diperoleh setelah memiliki pengetahuan kewarganegaraan. Di sekolah dasar penyampaian materi dianjurkan untuk menggunakan media pembelajaran dengan tujuan, agar pengetahuan yang diterima murid dapat bermakna dan tahan lama.

Dengan demikian murid dapat, mengembangkan keterampilan kewarganegaraan dalam kehidupan sehari-hari, dimulai dari lingkungan yang paling dekat yaitu keluarga dan dapat berkembang sesuai dengan usianya ke lingkungan lebih luas yaitu negara. Cholisin (2005: 8) mengemukakan bahwa, karakter kewarganegaraan (civic dispositions), merupakan sifat-sifat yang harus dimiliki setiap warga negara untuk mendukung efektivitas partisipasi politik, berfungsinya sistem politik yang sehat, berkembangnya martabat dan harga diri dan kepentingan umum.

Karakter kewarganegaraan diperoleh setelah mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang telah dijelaskan di atas dalam kecerdasan kewarganegaraan (civic knowledge) dan keterampilan kewarganegaraan (civic skills). Setelah memiliki kecerdasan dan keterampilan murid dapat mengembangkannya ke dalam kecerdasan karakter yang dapat mendukung dalam berinterkasi baik di dalam keluarga maupun lingkungan yang lebih luas yaitu negara. Tidak jarang dalam berinteraksi sering terjadi

(27)

17 perselisihan kecil, hal tersebut merupakan pembelajaran bagi murid untuk dapat mengembangkan watak/sikap yang harus ditentukan untuk menyelesaikan masalah tersebut, sehingga diharapkan dewasa nanti dapat membawa diri dan dapat menjunjung martabat bangsa dalam berinteraksi di dalam maupun di luar negeri.

Mata pelajaran PKn di sekolah dasar diharapkan murid sejak dini memiliki pengetahuan, dapat mengembangkan karakter kewarganegaraan dan mengembangkan keterampilan kewarganegaraan.

c. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

Tujuan PKn adalah untuk membentuk watak dan karakteristik warga negara yang baik. Sedangkan tujuan pembelajaran mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, menurut Mulyasa (2007 : 126) adalah untuk menjadikan murid :

1) Mampu berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi persoalan hidup maupun isu kewarganegaraan di negaranya.

2) Mau berpartisipasi dalam segala bidang kegiatan, secara aktif dan bertanggung jawab, sehingga bisa bertindak secara cerdas dalam semua kegiatan, dan

3) Bisa berkembang secara positif dan demokratis, sehingga mampu hidup bersama dengan bangsa lain di dunia dan mampu berinteraksi, serta mampu memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dengan baik. Hal ini akan mudah tercapai jika pendidikan nilai moral dan norma tetap ditanamkan pada murid sejak usia dini, karena jika

(28)

18 murid sudah memiliki nilai moral yang baik, maka tujuan untuk membentuk warga negara yang baik akan mudah diwujudkan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan PKn di SD adalah untuk menjadikan warga negara yang baik, yaitu warga negara yang tahu, mau dan sadar akan hak dan kewajibannya. Dengan demikian, kelak murid diharapkan dapat menjadi bangsa yang terampil dan cerdas, bersikap baik, serta mampu mengikuti kemajuan teknologi modern.

d. Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di SD

PKn SD terdiri dari 53 kompetensi dasar. Mulyasa (dalam Ruminiati, 2007: 27) delapan kelompok tersebut dijelaskan pada bagian berikut : 1) Persatuan dan Kesatuan bangsa

2) Norma, hukum, dan peraturan 3) Hak asasi manusia

4) Kebutuhan warga negara 5) Konstitusi Negara

6) Kekuasaan dan politik 7) Pancasila

8) Globalisasi

Berdasarkan ruang lingkup tersebut, dalam penelitian ini yang didiskusikan dalam pembelajaran yaitu ruang lingkup nomor 4. Ruang lingkup tersebut membahas kebutuhan warga negara, yang meliputi:

Hidup gotong-royong, Harga diri sebagai warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan mengeluarkan pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri, Persamaan kedudukan warga negara.

(29)

19 Lebih khususnya yang didiskusikan oleh murid yaitu menghargai keputusan bersama. Setelah mengikuti proses pembelajaran PKn murid diharapkan untuk mempunyai pengetahuan tentang bentuk-bentuk keputusan bersama yang digunakan ketika berinteraksi di lingkungan sekitar dan dapat menghargai serta menerima keputusan bersama baik dalam lingkungan sekolah keluarga dan masyarakat.

Dari pihak guru selain harus menguasai materi ajar sesuai dengan delapan ruang lingkup PKn tersebut, diperlukan kemampuan dan ketepatan guru dalam merancang pembelajaran PKn yang mendidik dengan cara memilih model pembelajaran sesuai dengan karakteristik murid. Selain itu, guru diharapkan mampu mengembangkan instrumen penilaian dalam proses dan hasil belajar PKn yang bukan hanya mencakup aspek kognitif saja, tetapi juga aspek afektif dan psikomotor.

(30)

20 e. Hasil Belajar Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

Salah satu langkah yang dapat ditempuh guru untuk mengetahui perkembangan murid dalam tiga hal tersebut yaitu dengan melakukan penilaian hasil belajar pada tiga ranah.

Purwanto (2011: 44) mengemukakan bahwa, “hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu hasil dan belajar. Pengertian hasil menunjukkan pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses”. Begitu pula pada proses pembelajaran di sekolah dasar, setelah mengikuti pembelajaran diharapkan murid dapat merubah perilakunya dibandingkan sebelum mengikuti pembelajaran. Purwanto (2011: 45) mengemukakan bahwa, belajar dapat dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan perilaku pada individu yang belajar”. Kemudian Winkel 1996 (Purwanto, 2011: 45) menjelaskan bahwa, hasil belajar merupakan perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam bersikap dan bertingkah laku.

Aspek perubahan yang dimaksud mencakup pada tiga ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor sesuai dengan tujuan pembelajaran yang dikembangkan oleh Benjamin Bloom.

Selanjutnya, Nana Sudjana (2009: 22) mengemukakan bahwa,

“hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh murid setelah murid menerima pengalaman belajarnya”. Oleh karena itu hasil belajar mempunyai hubungan erat dengan belajar. Hasil belajar juga dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan murid dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dengan skor yang diperoleh

(31)

21 dari tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu. Hasil belajar mencakup prestasi belajar, kecepatan belajar, dan hasil afektif.

Karakteristik murid meliputi cara yang tipikal dari berpikir, berbuat dan, perasaan. Tipikal berpikir berkaitan dengan ranah kognitif, tipikal berbuat berkaitan dengan ranah psikomotor, dan tipikal perasaan berkaitan dengan ranah afektif. Ketiga ranah tersebut merupakan karakteristik murid sebagai hasil belajar dalam bidang pendidikan.

Belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar murid akan memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari stimulus yang berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan murid saat proses belajar. Belajar terdiri dari tiga komponen penting, yaitu kondisi eksternal, kondisi internal, dan hasil belajar. Hasil belajar terdiri dari informasi verbal, keterampilan intelektual, keterampilan motorik, sikap, dan strategi kognitif. Hasil belajar juga tergantung oleh beberapa faktor.

Tidak semua faktor mempunyai pengaruh yang sama besar, ada yang peranannya sangat penting, namun ada juga yang kecil pengaruhnya.

Secara umum dapat dikatakan bahwa agar belajar dikatakan baik, faktor- faktor pendukung belajar perlu dikerahkan sebanyak mungkin dan sejauh mungkin. Jika murid yang belajar lebih aktif dalam proses belajar, maka hasil belajarnya akan lebih baik daripada murid pasif. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar ada dua, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri murid dan berasal dari luar diri murid. Salah satu faktor yang berasal dari luar murid adalah peranan guru dalam mengelola pembelajaran di

(32)

22 kelas seperti penggunaan model pembelajaran atau metode yang sesuai dengan materi yang akan disampaikan.

Gagne (Sudjana, 2009: 22) membagi lima kategori hasil belajar, yaitu:

1) informasi verbal, yaitu kemampuan mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis,

2) keterampilan intelektual, kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan aktivitas kognitif bersifat khas,

3) strategi kognitif, kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitif sendiri,

4) keterampilan motorik, yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi,

5) sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.

Horward Kingsley sebagaimana dikutip oleh Sudjana (2009: 22), membagi tiga macam hasil belajar yaitu “keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, serta sikap dan cita-cita”. Masing-masing hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditentukan dalam kurikulum. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional menggunakan hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya ke dalam tiga ranah, yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotor.

(33)

23 1) Ranah kognitif

Pada ranah kognitif jika dikaitkan dengan paradigma baru PKn berkaitan dengan fungsi pokok pada kecerdasan kewarganegaraan (civic knowledge), di mana murid belajar materi PKn untuk mendapatkan pegetahuan yang dapat diukur melalui hasil belajar ranah kognitif. Hasil belajar kognitif dibagi menjadi beberapa tingkatan. Bloom (Purwanto, 2010: 50) “membagi tingkat hasil belajar kognitif mulai dari yang paling rendah dan sederhana yaitu hafalan sampai yang paling tinggi dan kompleks yaitu evaluasi”. Semakin tinggi tingkatnya maka semakin kompleks. Tingkatan tersebut terbagi menjadi enam yaitu , pengetahuan (ingatan/hafalan) disebut juga C1, pemahaman (menginterpretasikan) disebut juga C2, aplikasi (menggunakan konsep untuk memecahkan suatu masalah) disebut juga C3, analisis (menjabarkan suatu konsep) disebut juga C4, sintesis (mengembangkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep yang utuh) disebut juga C5, evaluasi (membandingkan nilai-nilai, ide dan metode) disebut juga C6. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya disebut kognitif tingkat lanjut.

(34)

24 2) Ranah afektif

Karakter kewarganegaraan (civic disposition) berkaitan dengan penilaian ranah afektif. Dalam penilaian afektif ada beberapa aspek yang dinilai. Hal ini berkaitan dengan karakter/watak yang ditunjukkan setelah menerima pelajaran PKn. Krathwohl (Purwanto, 2010: 51) mengemukakan bahwa, ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yaitu penerimaan (receiving) atau menaruh perhatian (attending) adalah kesediaan menerima rangsangan dengan memberikan perhatian kepada rangsangan yang datang, partisipasi atau merespons (responding) adalah kesediaan memberikan respons dengan berpartisipasi, penilaian (valuing) adalah kesediaan untuk menentukan pilihan sebuah nilai dari rangsangan, organisasi adalah kesediaan mengorganisasi nilai-nilai yang dipilih untuk menjadi pedoman dalam berperilaku, internalisasi nilai atau karakterisasi (characterization) adalah menjadikan nilai-nilai yang diorganisasi untuk dijadikan bagian dari pribadi dalam berperilaku. Melalui beberapa aspek tersebut guru dapat menentukan indikator yang hendak dirumuskan sesuai dengan matei sebelum melakukan proses pembelajaran dan dilanjutkan penialian ranah afektif. Selain itu, guru dapat mengetahui tingkat perkembangan murid dalam bersikap dan berperilaku minimal dalam lingkungan sekolah.

3) Ranah psikomotor

Ranah psikomotor berkenaan dengan keterampilan kewarganegaraan (civic skills). Hasil belajar pada ranah psikomotor berkaitan dengan keterampilan dan kemampuan bertindak, yaitu peniruan

(35)

25 (meniru gerak), penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak), ketepatan (melakukan gerak dengan benar), perangkaian (melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan benar), naturalisasi (melakukan gerak secara wajar). Dalam paradigma baru PKn keterampilan kewarganegaraan sangat penting, maka guru perlu melakukan penilaian pada ranah psikomotor. Untuk mengetahui keterampilan murid dalam berinteraksi dengan orang lain.

Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar.

Diantara ketiga ranah tersebut ranah kognitif yang paling banyak dinilai oleh guru di sekolah, karena berkaitan dengan kemampuan murid dalam menguasai isi bahan pengajaran dan dapat diukur melalui tes hasil belajar.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa, penilaian hasil belajar merupakan suatu proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh seorang guru dengan mengumpulkan informasi baik melalui tes maupun non tes, agar dapat mengetahui tingkat keberhasilan dari masing-masing murid maupun tingkat keberhasilan dalam kelasnya.

Dalam penelitian ini, hasil belajar PKn yang dimaksud merupakan nilai atau hasil yang diperoleh murid setelah mengikuti pelajaran PKn dan menerima pengalaman belajar dengan model kooperatif tipe NHT (Number Head Together) baik itu nilai yang berupa angka, pengetahuan (kognitif) dan sikap murid (afektif).

3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Number Head Together) a. Pengertian NHT (Number Head Together)

(36)

26 NHT (Number Head Together) merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif. Dalam NHT murid dituntut untuk lebih aktif dalam kegiatan belajar mengajar. NHT dilakukan dengan cara membagi murid dalam kelompok-kelompok kecil. Setiap murid dalam satu kelompok memiliki satu nomor yang berbeda dan hanya satu murid yang akan ditunjuk untuk maju mempresentasikan hasil diskusi mewakili kelompoknya. Anita Lie (2008: 59) menyatakan bahwa “NHT memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu juga dapat membangkitkan semangat kerja sama”.

Muhammad Noor (2005: 78) menyatakan bahwa

“NHT (Number Head Together) pada dasarnya merupakan varians diskusi kelompok, ciri khasnya adalah guru hanya menunjuk seorang murid yang mewakili kelompoknya, tanpa memberitahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompoknya itu. Cara ini menjamin keterlibatan total semua murid. Cara ini juga sebagai upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok”.

Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan tipe pembelajaran yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi murid dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT dikembangkan oleh Spencer Kagan 1992. Spencer Kagan (Anita Lie, 2004: 59) mengemukakan bahwa, “teknik ini memberikan kesempatan kepada murid untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat”. Teknik ini juga dapat mendorong murid untuk meningkatkan semangat kerjasama murid dan memudahkan dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu

(37)

27 pelajaran dan mengecek pemahaman murid terhadap isi pelajaran tersebut.

Model pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur-struktur khusus dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi murid dalam memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan isi akademik.

Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dikembangkan dengan melibatkan murid dalam melihat kembali bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan memeriksa pemahaman murid mengenai isi pelajaran tersebut. Struktur NHT sering disebut berpikir secara kelompok. NHT digunakan untuk melibatkan lebih banyak murid dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran tersebut. NHT sebagai model pembelajaran pada dasarnya merupakan sebuah variasi diskusi kelompok. Adapun ciri khas dari NHT adalah guru menunjuk seorang murid yang mewakili kelompoknya. Dalam menunjuk murid tersebut, guru tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok tersebut. Dalam implementasinya guru memberi tugas dalam bentuk LKS, kemudian hanya murid bernomor yang berhak menjawab (mencegah dominasi tertentu).

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Head Together) dapat diartikan sebagai salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi murid dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan

(38)

28 akademik melalui diskusi yang terdiri kelompok-kelompok kecil yang heterogen, serta kesiapan murid saat dipanggil nomor-nomornya oleh guru untuk mengetahui pemahaman murid terhadap materi yang disampaikan.

b. Langkah Langkah NHT (Number Head Together)

Pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT agar dapat berjalan dengan efektif, ada beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam merencanakan dan menyiapkan pembelajaran.

Anita Lie (2004: 59-60) yaitu:

1) murid dibagi dalam kelompok, setiap murid dalam setiap kelompok mendapatkan nomor,

2) guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya,

3) kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini,

4) guru memanggil salah satu nomor, murid dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka.

Selanjutnya, Suprijono (2011: 92) mengemukakan bahwa, pembelajaran dengan menggunakan model Numbered Heads Together diawali dengan numbering. Guru membagi kelas menjadi kelompok- kelompok kecil. Setiap anggota kelompok diberi nomor sesuai dengan jumlah anggota kelompok. Setelah terbentuk kelompok, maka guru mengajukan pertanyaan yang harus dijawab oleh setiap kelompok, selanjutnya guru memberikan kesempatan kepada masing-masing

(39)

29 kelompok untuk menyatukan kepalanya “Heads Together” berdiskusi memikirkan jawaban atas pertanyaan guru

Langkah selanjutnya, guru memanggil murid yang bernomor sama dari masing-masing kelompok. Murid-murid tersebut diberi kesempatan untuk menyampaikan hasil diskusinya, secara bergantian. Berdasarkan jawaban-jawaban tersebut guru dapat mengembangkan diskusi dan murid dapat menemukan jawaban pertanyaan dari guru sebagai pengetahuan yang utuh.

Kegiatan guru dalam proses pembelajaran dengan NHT berdasarkan pendapat tokoh di atas, dapat dirangkum sebagai berikut.

1) Membagi murid ke dalam kelompok-kelompok kecil (4-6 murid) yang heterogen.

2) Membagikan nomor kepada setiap anggota kelompok sesuai jumlah anggota kelompok.

3) Guru mengajukan pertanyaan kepada murid dan memberikan kesempatan kepada murid untuk berdiskusi dengan kelompoknya.

4) Guru memanggil salah satu nomor, murid yang merasa nomornya dipanggil oleh guru diberi kesempatan untuk menyampaikan hasil diskusinya.

5) Berdasarkan jawaban-jawaban murid guru mengembangkan diskusi, dan murid dapat menemukan jawaban atas pertanyaan dari guru sebagai pengetahuan utuh.

c. Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Number Head Together)

(40)

30 Implementasi model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Head Together), adalah sebagai berikut

1) Kegiatan awal

a) Guru mempersiapkan perlengkapan yang diperlukan (media, nomor kepala untuk masing-masing murid, soal pra test dan pascatest, LKS, dan lembar pengamatan).

b) Guru melakukan apersepsi sebelum pelajaran dimulai.

c) Soal pra test diberikan kepada murid untuk mengetahui kemampuan awal murid.

d) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang dipelajari kepada murid.

e) Guru menjelaskan tentang model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Head Together) kepada murid.

2) Kegiatan inti

a) Murid dibagi menjadi 6 kelompok kecil yang anggotanya heterogen terdiri 3-4 murid.

b) Setiap anggota kelompok mendapatkan nomor kepala sesuai dengan jumlah anggotanya.

c) Guru mengajukan pertanyaan dalam bentuk LKS kepada setiap kelompok.

d) Setiap anggota kelompok mempunyai tanggung jawab masing-masing untuk menyelesaikan pertanyaan yang ada di LKS.

e) Semua anggota pada masing-masing kelompok menyatukan pendapatnya/jawabannya untuk diputuskan jawaban yang paling baik.

(41)

31 f) Pastikan semua anggota telah mengetahui jawaban yang telah

diputuskan bersama.

g) Setelah selesai diskusi, guru memanggil murid dengan nomor tertentu, kemudian mengundi kelompok mana yang akan memberikan perndapatnya agar tidak berebut.

h) Murid yang nomornya dipanggil guru mengangkat tangan dan mencoba untuk menjawab pertanyaan yang ada di LKS atau mempresentasikan hasil diskusinya untuk seluruh kelas.

i) Kelompok lain diberi kesempatan untuk berpendapat dan bertanya terhadap kelompok yang baru saja mempresentasikan hasil diskusinya.

j) Selanjutnya, guru dapat memanggil nomor yang berbeda dari kelompok lainnya dan seterusnya sampai semua pertanyaan yang ada di LKS terjawab semua dan murid menguasai materi yang telah dipelajari.

k) Guru memberikan motivasi kepada kelompok yang belum mendapatkan hasil yang memuaskan dan memberikan reward bagi kelompok yang telah berhasil menjawab dengan baik.

l) Murid dengan bimbingan guru menyimpulkan materi yang telah dipelajari.

3) Kegiatan akhir

a) Untuk mengetahui penguasaan murid terhadap materi yang telah dipelajari, guru memberikan soal pascatest kepada murid.

b) Guru menutup pelajaran dengan berpesan kepada murid mempelajari materi PKn untuk pertemuan yang akan datang.

(42)

32 d. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

NHT (Number Head Together) 1) Kelebihan dari NHT ini adalah :

a) Meningkatkan kemampuan murid dalam pembelajaran. Karena dengan penggunaan metode NHT menunjukkan penyaji untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok yang dilakukan secara acak dan murid tidak diberitahu terlebih dahulu, sehingga murid dituntut untuk bersungguh-sungguh dalam melakukan diskusi, dengan demikian diharapkan murid tidak hanya mengetahui materi tetapi juga dapat memahami materi pelajaran karena jika murid memahami materi pelajaran maka murid dapat lebih terampil dalam menyelesaikan soal- soal atau permasalahan yang berhubungan dengan materi pelajaran yang diajarkan.

b) Meningkatkan rasa percaya diri murid.

c) Memperbaiki hubungan murid antar kelompok.

d) Dapat mengembangkan kemampuan kooperatif murid.

e) Lebih obyektif dalam penunjukan wakil kelompok.

f) Memberikan kesempatan kepada murid untuk saling sharing ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.

g) Meningkatkan semangat kerja sama murid.

h) Dapat digunakan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan kelas.

(Huda, 2014: 138)

2) Kelemahan dari NHT adalah :

a) Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru.

(43)

33 b) Tidak semua anggota kelompok dipanggil lagi oleh guru.

B. Kerangka Pikir

Kerangka pemikiran merupakan alur penalaran yang sesuai dengan tema dan masalah penelitian serta didasarkan pada kajian teoritis.

Kerangka berpikir ini digambarkan dengan skema secara holistik dan sistematik. Berdasarkan kajian teori yang telah dikemukakan penulis dapat dibuat kerangka pemikiran sebagai berikut :

Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh murid-murid untuk mata pelajaran PKn, diantaranya adalah kurangnya minat dan konsentrasi murid dalam mengikuti mata pelajaran PKn serta banyak murid yang berbicara dengan teman sebangkunya. Pemahaman konsep murid terhadap mata pelajaran PKn juga masih kurang. Selain itu, metode yang digunakan guru kurang bervariasi. Proses belajar mengajar pun menjadi kurang kondusif. Akibatnya, guru mengalami kesulitan untuk membangkitkan minat belajar dan meningkatkan pemahaman murid terhadap mata pelajaran PKn. Tujuan pembelajaran yang telah direncanakan pun tidak seperti yang diharapakan yakni prestasi belajar murid yang rendah. Mata pelajaran PKn merupakan mata pelajaran yang membutuhkan pemahaman konsep dengan benar dan sungguh-sungguh karena tidak hanya sekedar menghafal teori saja. Oleh karena itu, guru dituntut untuk dapat menggunakan metode yang tepat agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Pemilihan metode yang tepat diharapkan mampu mengajak murid untuk dapat lebih mudah dalam memahami konsep atau materi dengan

(44)

34 mudah. Salah satu metode yang dijadikan alternatif dalam mata pelajaran PKn adalah model NHT (Number Head Together).

(45)

35 Dari pemikiran tersebut, dapat digambarkan kerangka pikir sebagai berikut :

Gambar 2.1 Kerangka Pikir C. Hipotesis

Model

Pembelajaran NHT (Kelas Eksperimen)

Pembelajaran PKn

Model Pembelajaran Konvensional (Kelas Kontrol)

1. Pemberian Tes awal

2. Pemberian materi dengan model pembelajaran NHT

3. Pemberian Tes Akhir

Tes Hasil Belajar

Analisis

Berpengaruh / Tidak Berpengaruh

1. Pemberian Tes awal

2. Pemberian materi dengan model pembelajaran konvensional 3. Pemberian Tes

Akhir

(46)

36 Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka pikir di atas, maka dapat diajukan hipotesis :

1. Tidak ada pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Head Together) terhadap hasil belajar PKn murid kelas V SD Negeri Batutambung Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar.

2. Ada pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Head Together) terhadap hasil belajar PKn murid kelas V SD Negeri Batutambung Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar.

(47)

37 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Penelitian ini rencana dilaksanakan di SD Negeri Batutambung Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar.

B. Jenis dan Desain Penilitian

Jenis penelitian ini ialah penelitian eksperimen semu (quasi eksperimental research), mengingat tidak dilakukan kontrol terhadap semua variabel yang dapat mempengaruhi perlakuan atau mempengaruhi fenomena sebagai akibat perlakuan kecuali beberapa variabel saja dan tidak dilakukan pengelompokan secara khusus sampel penelitian, melainkan menggunakan struktur kelas atau kelompok apa adanya Sanjaya (2014: 101).

Penelitian ini terdiri dari 2 kelompok, kelompok pertama sebagai kelas eksperimen yang diberi perlakuan sedangkan kelompok kedua bertindak sebagai kelas kontrol yang tidak diberi perlakuan .

Desain penelitian ini menggunakan desain dengan kelas kontrol menggunakan prates dan pascatest (randomized control group pretest- pascatest design), sebelum diberikan teratment/perlakuan, baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol diberikan prates sebagai tes awal.

Sanjaya (2014 : 105)

(48)

38

Gambar 3.1 Desain Kelas kontrol Dengan Pra dan Pascatest C. Variabel dan Defenisi Operasional Variabel Penilitian

Penelitian eksperimen bisa mengikuti langkah-langkah sebagai berikut.

1. Menentukan subjek untuk dijadikan sampel penelitian dan mengelompokkannya pada kelas eksperimen dan kelas kontrol .

2. Memberikan prates ( ), baik untuk kelas eksperimen ( ) maupun kelas kontrol sebagai kelompok pembanding ( p).

3. Mencari rata-rata untuk kelompok tadi.

4. Memberikan perlakuan (x) pada kelas eksperimen dan menjaga agar kelas kontrol tidak terpengaruh oleh perlakuan.

5. Memberikan pascatest, baik untuk kelas eksperimen ( ) maupun untuk kelas kontrol sebagai kelompok pembanding ( ).

6. Mencari rata-rata hitung dari hasil untuk masing-masing kelompok, kemudian mencari selisih atau perbedaan dua rata-rata itu ( - ) dan - ).

7. Membandingkan perbedaan-perbedaan tersebut untuk menentukan apakah penerapan perlakuan X itu berkaitan dengan perubahan yang lebih besar pada kelas eksperimen ( - ) - - ).

Prates Kel. Eks Perlakuan Pascatest Kel. Eks

Kel. Eks e X e

Prates Kel. Pemb Perlakuan Pascates Kel. Pemb

Kel. Pemb p p

(49)

39 8. Menggunakan tes statistik untuk menentukan apakah perbedaan hasil

itu signifikan atau tidak pada taraf signifikansi tertentu.

D. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Suharsimi Arikunto,2006: 130). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua murid kelas V SD Negeri Batutambung Kota Makassar tahun ajaran 2017/2018 yang berjumlah 40 murid

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Suharsimi Arikunto, 2006 : 131). Sampel dalam penelitian diambil dengan menggunakan teknik sampling Non Probabily Sampling yang meliputi Sampling Purposive. Sampel ini adalah dengan menggunakan teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Sampel penelitian ini diambil dari populasi sebanyak 40 murid

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah V A sebagai kelas eksperimen yang terdiri 20 murid dan V B sebagai kelas kontrol yang terdiri 20 murid.

E. Instrumen Penelitian

1. Pedoman Observasi, yaitu alat bantu yang digunakan peneliti ketika mengumpulkan data melalui observasi (pengamatan) dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena yang diselidiki.

(50)

40 2. Pedoman dokumentasi, yaitu alat bantu yang digunakan peneliti ketika

mengumpulkan data yang meliputi latar belakang sekolah, keadaan murid dan sebagainya.

3. Pedoman tes, yaitu alat bantu berupa tes tertulis tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) .

F. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini, teknik yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data adalah sebagai berikut :

1. Observasi

Observasi adalah cara pengumpulan data dengan cara mengamati langsung maupun tidak tentang hal-hal yang diamati dan mencatatnya pada alat observasi. Observasi sebagai alat pengumpul data banyak digunakan untuk mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati baik dalam situasi yang sebenarnya ataupun dalam situasi buatan.

Peneliti mengadakan observasi pada murid kelas V A dan V B SD Negeri Batutambung Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar.

2. Dokumentasi

Dokumentasi digunakan untuk mendapatkan data tentang kondisi objektif dan mengetahui hasil belajar murid.

3. Tes

Tes adalah instrumen atau alat untuk mengumpulkan data tentang kemampuan subjek penelitian dengan cara pengukuran, misalnya untuk

(51)

41 mengukur kemampuan subjek penelitian dalam menguasai materi pelajaran tertentu, digunakan tes tertulis tentang materi pelajaran tersebut.

G. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan tes statistik untuk menentukan apakah perbedaan hasil itu signifikan atau tidak pada taraf signifikansi tertentu. Mula-mula kita mencari rata-rata hitung ( - ) dan - ) untuk mencari selisih atau perbedaan dua rata-rata itu. Dan kita membandingkan perbedaan-perbedaan tersebut untuk menentukan apakah penerapan perlakuan X itu berkaitan dengan perubahan yang lebih besar pada kelompok eksperimen.

(52)

42

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Lokasi Penelitian

SD Negeri Batutambung terletak di Kecamatan Biringkanaya Kelurahan Pai Kota Makassar, berada pada lokasi yang strategis dan mudah dijangkau. SD Negeri Batutambung terletak di jalan Perintis Kemerdekaan KM. 17 Kelurahan Pai Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar.

Lokasi yang berada diantara rumah penduduk dan tidak jauh dari jalan raya sehingga memudahkan murid untuk menjangkau lokasi sekolah, ini tentu saja sangat menguntungkan karena murid tidak terlambat. Lokasi strategis menjadi salah satu alasan peneliti mengadakan penelitian di SD Negeri Batutambung.

2. Gambaran Proses Pembelajaran di Kelas

Studi Pendahuluan dilakukan pada hari Senin 27 November 2017 dengan agenda penyerahan surat izin penelitian dari Kampus Universitas Bosowa Makassar, wawancara dengan kepala sekolah dan guru. Hal ini bertujuan untuk mengetahui gambaran secara umum tentang kondisi pelajaran PKn di kelas V serta untuk menentukan subjek penelitian, dalam hal ini ditetapkan kelas V sebagai subjek penelitian.

Sebelum melaksanakan penelitian, penulis menyiapkan beberapa hal yang berkaitan dengan penelitian, yaitu menyiapkan rencana

(53)

43 pelaksanaan pembelajaran, buku paket PKn, lembar observasi dan soal pra test dan pasca test. Adapun perangkat pembelajaran yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Rencana pelaksanaan pembelajaran untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol

Rencana pelaksanaan pembelajaran kelas eksperimen dan kelas kontrol membahas tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

RPP kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Head Together) dan RPP kelas kontrol menggunakan model pembelajaran konvensional.

b. Buku Paket PKn

Buku paket PKn menjadi buku penunjang dalam kegiatan belajar mengajar. Buku Paket murid SD Negeri Batutambung Makassar ini menggunakan buku paket PKn terbitan Erlangga.

c. Lembar observasi

Lembar observasi digunakan sebagai lembar pengamatan yang digunakan untuk mengukur tingkah laku murid selama proses pembelajaran berlangsung.

d. Soal pra test dan pasca test

Soal pra test diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui hasil belajar murid sebelum diberi perlakuan dan soal pasca test diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui hasil belajar murid setelah diberi perlakuan.

Referensi

Dokumen terkait

diambil- Selain itu pendanaan yang bersumber dari urang dapat mengurangi konflik antara manajer dengan pemegang saham (Crutchley and Hansen, 1989), hal ini dapat

Peneliti mengharapkan dapat dilakukan penelitian lanjutan yang lebih mendalam dengan desain penelitian yang sesuai untuk menganalisis hubungan kadar Hb dan status gizi dengan

Sesuai dengan Kurikulum 2013, buku siswa kelas X ini berisi lima pelajaran yang terdiri atas dua jenis teks faktual, yaitu laporan hasil observasi dan prosedur kompleks; dua

Beberapa marka ekspresi gen terkait respons terhadap stimulasi ethephon seperti famili gen Hevea brasiliensis Ethylene Response Factors (HbERFs) telah

Jamsostek secara signifikan terasosiasi sebagai lembaga yang memberikan layanan Perlindungan / Asuransi / Jaminan Sosial di seluruh kategori responden.?. Di sisi

Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa para investor yang ingin melakukan investasi pada suatu perusahaan dapat mempertimbangkan harga saham, volume perdagangan

Dokumentasi

Analisis data yang digunakan adalah hubungan antara panjang usus dan panjang total tubuh ikan, serta jenis makanan yang ada dalam usus ikan untuk