• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB ANAK PUTUS SEKOLAH DI DESA DONGKALAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB ANAK PUTUS SEKOLAH DI DESA DONGKALAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB ANAK PUTUS SEKOLAH DI DESA DONGKALAN

FACTORS CAUSING CHILDREN DROPPING OUT OF SCHOOL IN DONGKALAN VILLAGE

Oleh:

Atriani1), Sumarlin2)

1)2)Universitas Halu Oleo Email: atriani21091998@gmail.com Kata Kunci:

Anak Putus Sekolah

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Faktor-faktor yang Menyebabkan Anak Putus Sekolah di Desa Dongkalan Kecamatan Menui Kepulauan Kabupaten Morowali. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif.

Informan dalam penelitian ini adalah anak putus sekolah, kepala sekolah, orangtua anak putus sekolah, tokoh masyarakat dan pemerintah desa. Tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara dan studi dokumen. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor ekonomi menjadi penyebab anak putus sekolah di Desa Dongkalan, faktor jarak tempat tinggal dengan sekolah menjadi penyebab anak putus sekolah di Desa Dongkalan. faktor tingkat pendidikan orangtua menjadi penyebab anak putus sekolah di Desa Dongkalan, faktor pernikahan dini menjadi penyebab anak putus sekolah di Desa Dongkalan dan faktor keadaan lingkungan masyarakat menjadi penyebab anak putus sekolah di Desa Dongkalan.

Keywords:

Children Dropping Out of School

ABSTRACT

This study aims to determine the factors that cause children to drop out of school in Dongkalan Village, Menui Islands Subdistrict, Morowali District.

Types of this research used is a qualitative research design. In this study, the informants are children dropping out of school, their parents, school principals, community leaders, and the village government. Data collection techniques comprise observation, interviews, and document study. The data analysis technique used is descriptive qualitative analysis. The results show that economic factors and distance between students' homes and schools have caused children to drop out of school in Dongkalan Village. Other factors that account for school drop-outs include the level of parental education, early marriage, and social environmental

(2)

Pendahuluan

Penyelenggaraan pendidikan merupakan tanggung jawab bersama baik pemerintah maupun masyarakat dan keberhasilan pendidikan sangat tergantung dari usaha terpadu yang dilaksanakan secara sinergis antara komponen terkait. Mengingat pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap warga negara dan merupakan jalan untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM) sebagai penopang tercapainya pembangunan baik di bidang ekonomi, sosial, budaya dan bidang- bidang lainnya.

Manusia dalam kehidupannya akan selalu membutuhkan pendidikan untuk perkembangan hidupnya selain itu agar dapat menyesuaikan dengan kehidupan yang semakin modern, dengan pendidikan kehidupan akan menjadi lebih baik. Bahkan negara mewajibakan setiap warganya untuk berpendidikan. Kebutuhan akan pendidikan merupakan hal yang tidak bisa dipungkiri, bahkan semua itu merupakan hak semua warga negara. Pendidikan merupakan hak yang sangat penting bagi anak.

Hak wajib dipenuhi dengan kerja sama dengan orangtua, wali siswa, lembaga pendidikan dan pemerintah.

Pemerintah Indonesia sebenarnya telah meratifikasi dalam konvensi Hak Anak yang sebenarnya telah disebutkan dan diakui bahwa anak-anak pada hakikatnya berhak untuk memperoleh pendidikan yang layak dan mereka seyogianya tidak terlibat dalam aktivitas ekonomi secara dini.

Namun demikian, akibat tekanan kemiskinan, kurangnya perhatian orangtua terhadap arti pentingnya pendidikan, dan sejumlah faktor lain, maka secara sukarela maupun terpaksa anak menjadi salah satu sumber pendapatan keluarga yang penting.

Tingginya angka anak putus sekolah sendiri disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya adalah faktor internal dan faktor eksternal, faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri anak tersebut, sedangkan faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar anak. Mc Millen Kaufman dan Whitener (Suryadi 2014: 112), faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri anak putus sekolah baik berupa kemalasan anak putus sekolah, hobi bermain anak putus sekolah, rendahnya minat yang menyebabkan anak putus sekolah. Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri anak putus sekolah baik berasal dari orangtua yakni keadaan ekonomi keluarga, perhatian orangtua, hubungan orangtua yang kurang harmonis, latar belakang pendidikan orangtua sehingga menyebabkan dorongan anak untuk bersekolah juga rendah, ataupun lingkungan yang kurang mendukung seperti jarak rumah dengan sekolah yang jauh.

Tingginya angka anak putus sekolah dapat berdampak dalam lingkungan bermasyarakat. Halik (2011: 85) menyatakan bahwa dampak dari anak putus sekolah dapat menyebabkan menambahnya jumlah pengangguran, kerugian bagi masa depan anak, menjadi beban orangtua dan menambah kemungkinan terjadinya kejahatan dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Seperti halnya penelitian yang dilakukan oleh Widiyantoro (2017) tentang faktor-faktor penyebab tingginya angka putus sekolah untuk jenjang Sekolah Menengah Akhir (SMA) di Kecamatan Tretep Kab. Temanggung dengan variabel penelitian yaitu tingkat pendapatan orangtua, aksesbilitas wilayah dan motivasi anak, yang dianalisis dengan menggunakan deskriptif persentase serta uji statistik yaitu dengan menggunakan T-test dan U-test. Dengan persentase hasil penelitian 84% dinyatakan bahwa variabel- variabel tersebut di atas berpengaruh terhadap penyebab anak putus sekolah.

Di Desa Dongkalan Kecamatan Menui Kepulauan Kabupaten Morowali masih banyak anak yang putus sekolah. Berdasarkan hasil dokumentasi ditemukan ada 50 anak yang mengalami putus sekolah pada tiga tahun terakhir. Anak putus sekolah perlu menjadi perhatian karena cepat atau lambat akan menimbulkan permasalahan apabila tidak cepat ditanggulangi penyebabnya. Di desa Dongkalan, masih banyak terdapat anak yang putus sekolah, tidak hanya disebabkan karena kondisi ekonomi, jarak tempat tinggal dengan sekolah yang jauh, tingkat pendidikan orangtua yang rendah, tetapi ada juga yang disebabkan oleh faktor sosial dan lain-lain. Apabila ini dibiarkan terus-menerus akan menimbulkan kriminalitas, kenakalan remaja dan mereka tidak dapat berpartisipasi aktif dalam pembangunan masyarakat. Jika hal tersebut dibiarkan banyaknya anak yang akan menjadi pengangguran di Desa Dongkalan.

Di Desa Dongkalan Kecamatan Menui Kepulauan Kabupaten Morowali anak yang putus

(3)

minat belajar anak. Faktor kesehatan dan gizi, kondisi ekonomi keluarga yang kurang mampu, jarak tempat tinggal dengan sekolah yang jauh, tingkat pendidikan formal orangtua yang rendah dan lingkungan masyarakat yang kurang mendukung. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor penyebab anak putus sekolah Di Desa Dongkalan Kecamatan Menui Kepulauan Kabupaten Morowali.

Pengertian Anak Putus Sekolah

Suyanto (2016: 361) menyatakan seorang siswa dikatakan putus sekolah apabila ia tidak dapat menyelesaikan program suatu sekolah secara utuh yang berlaku sebagai suatu sistem. Di Indonesia, ketika telah ditetapkan kebijakan wajib belajar 9 tahun maka siswa yang hanya lulus SD tetapi tidak melanjutkan ke jenjang SMP oleh sebab itu disebut termaksud anak putus sekolah. Ahmad (2011:

134) menegaskan anak putus sekolah dalam konteks ini yaitu berhentinya belajar seorang murid baik di tengah-tengah tahun ajaran atau pada akhir tahun ajaran karena berbagai alasan tertentu yang mengharuskan atau memaksanya untuk berhenti sekolah. Berdasarkan pemaparan di atas mengenai anak putus sekolah maka penulis dapat simpulkan bahwasanya anak putus sekolah adalah anak yang tidak menyelesaikan pendidikannya di bangku sekolah atau anak yang telah menamatkan sekolahnya namun tidak dapat melanjutkan sekolahnya ke jenjang yang lebih tinggi.

Karakteristik Anak Putus Sekolah

Marzuki (Suyanto 2016: 359) menjelaskan siswa yang putus sekolah pastinya memunyai karakteristik yang berbeda dari siswa yang masih mengenyam pendidikan di bangku sekolah. Karakteristik siswa putus sekolah adalah sebagai berikut:

1. Siswa yang putus sekolah bila berada di lingkungan kelas, siswa tersebut tidak tertib dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas. Siswa yang putus sekolah terkesan hanya mengikuti kewajiban saja untuk masuk di kelas, namun dalam kenyataannya siswa tersebut tidak memunyai usaha dari dirinya untuk mencerna pelajaran dengan baik.

2. Siswa yang putus sekolah biasanya dipengaruhi oleh lingkungan dalam diri siswa dan juga di luar diri siswa tersebut, misalnya pengaruh prestasi belajar yang buruk di setiap semester, pengaruh keluarga yang kurang harmonis atau kurang afeksi (kasih sayang) dan hal yang paling bisa terjadi adalah karena pengaruh dari teman sebaya yang kebanyakan adalah siswa yang putus sekolah dan juga selalu tertinggal dalam kegiatan belajar di sekolah.

3. Kurang dan minimnya proteksi yang ada di dalam lingkungan rumah siswa tersebut. Hal ini dapat diwujudkan dalam kegiatan belajar di rumah yang kurang tertib, tidak disiplin, selain itu kedisiplinan yang kurang dicontohkan dari orangtua.

4. Perhatian yang kurang dalam hal pelajaran yang dialami oleh siswa ketika siswa berada di sekolah, misalnya penemuan kesulitan belajar siswa yang tidak direspon oleh orangtua.

5. Kegiatan di luar rumah yang meningkat sangat tinggi jika dibandingkan dengan belajar di rumah.

Misalnya siswa yang lebih dominan bermain dengan lingkungan di luar rumah dibandingkan menghabiskan waktu dengan keluarga.

6. Kebanyakan mereka yang putus sekolah adalah siswa yang dilatarbelakangi dari keluarga ekonomi yang lemah, dan dari keluarga yang tidak teratur.

Faktor Penyebab Anak Putus Sekolah

Kaufman dan Whitener (Suryadi, 2014: 112) menyebutkan faktor penyebab anak putus sekolah terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal, faktor internal faktor yang berasal dari dalam diri anak putus sekolah seperti kurangnya motivasi belajar anak putus sekolah dan rendahnya minat belajar anak putus sekolah. Sedangkan faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar anak putus sekolah seperti keadaan ekonomi keluarga, jarak tempat tinggal dengan sekolah, tingkat pendidikan orangtua dan lingkungan masyarakat yang kurang mendukung sehingga menyebabkan dorongan anak untuk bersekolah juga rendah, ataupun lingkungan yang kurang mendukung seperti jarak rumah dengan sekolah yang jauh.

(4)

Ahmad (2011: 134-135) menyebutkan beberapa faktor yang menyebabkan anak mengalami putus sekolah yaitu seperti adat istiadat, ajaran ajaran tertentu, adanya pemingitan anak-anak pada usia tertentu di beberapa daerah dan mengawinkan mereka dalam usia yang masih muda belia atau karena kecilnya pendapatan orangtua murid, sehingga orangtua murid tersebut terpaksa mengeluarkan anaknya dari sekolah dan mengikut sertakan mereka untuk membantu bekerja dalam rangka meninngkatkan pendapatan keluarga. Hal itu tentu saja mengganggu studi anak-anak yang seharusnya masa-masa seperti merka adalah untuk mendapatkan ilmu sebanyak banyaknya. Sebab lain yaitu karena jauhnya jarak antara rumah dan sekolah yang dijadikan alasan orangtua untuk melarang putra- putrinya bersekolah karena khawatir dengan keselamatan putra-putrinya yang masih kecil. Selain itu, salah satu yang menjadi faktor penyebab anak putus sekolah adalah lemahnya kemampuan murid untuk meneruskan belajar dari satu kelas ke kelas selanjutnya.

Dari pernyataan di atas mengenenai faktor yang menyebabkan anak putus sekolah dapat disimpulkan peneliti bahwa yang dimaksud faktor-faktor penyebab anak putus sekolah pada penelitian ini terdiri dari faktor internal minat belajar anak dan motivasi belajar anak, sedangkan faktor eksternal terdiri dari kondisi ekonomi keluarga, jarak tempat tinggal anak putus sekolah dengan sekolah, rendahnya tingkat pendidikan formal orangtua dan lingkungan masyarakat (pergaulan) anak putus sekolah.

1. Faktor Internal a. Motivasi

Slavin (Baharuddin, 2015: 27) menjelaskan motivasi adalah salah satu faktor yang memengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa. Motivasilah yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar para ahli psikologis mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif, mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat.

Motivasi juga diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan arah perilaku seseorang.

Baharuddin (2015: 28-29), Motivasi di bagi menjadi dua yaitu motivasi instinsik dan motivasi ekstrinsik motivasi instrinsik adalah semua faktor yang berasal dari dalam diri individu yang memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang siswa yang gemar membaca maka ia tidak perlu di suruh-suruh untuk membaca karena membaca tidak hanya menjadi aktifitas kesenanganya, tapi bisa jadi menjadi juga telah menjadi kebutuhanya.

Dalam proses belajar motivasi instinsik memiliki pengaruh yang lebih efektif,karena motivasi instrinsik relatif lebih lama dan tidak tergantung pada motivasi dari luar (ekstrinsik).

b. Minat

Baharuddin (2015: 29) menjelaskan secara sederhana bahwa minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Selanjutnya, Slameto (2015: 57) menjelaskan minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memerhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terus menerus yang disertai rasa senang. Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya, karena tidak ada daya tarik baginya. Ia segan-segan untuk belajar, ia tidak memperoleh kepuasan dari belajar itu. Sehingga bisa mengakibatkan terjadinya putus sekolah terhadap siswa tersebut.

Berhubungan langsung dengan kemampuan dan usaha dari siswa tersebut. Bisa dikatakan bahwa siswa yang memunyai minat belajar yang tinggi akan memengaruhi prestasi yang akan didapatkan, sedangkan siswa yang memunyai daya tarik yang lemah terhadap belajar, maka dimungkinkan prestasi belajarnya juga akan kurang. Oleh karena itu siswa dengan faktor yang kurang seperti ini memunyai peluang untuk putus sekolah lebih tinggi. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa minat adalah keadaan senang dan perasaan lebih suka yang mendorong anak untuk melakukan aktivitas belajar tanpa adanya paksaan dan keinginan anak untuk belajar baik di sekolah ataupun di rumah.

(5)

c. Faktor Kesehatan

Slameto (2015: 54-55) menjelaskan kata sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya/ bebas dari penyakit. kesehatan adalah keadaan atau hal sehat.

Kesehatan seseorang berpengaruh terhadap belajarnya. Proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatan seseorang terganggu, selain itu juga ia akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, ngantuk jika badannya lemah, kurang darah ataupun ada gangguan- gangguan/kelainan-kelainan fungsi alat inderanya serta tubuhnya. Sehingga dengan keadaan seperti ini anak seringkali mengambil keputusan untuk tidak lagi bersekolah.

Lebih lanjut, Baharuddin (2015: 23) menjelaskan faktor-faktor fisiologis adalah faktor- faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor ini dibedakan menjadi dua macam. Pertama, keadaan tonus jasmani. Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat memengaruhi aktivitas belajar seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu. Sebaliknya kondidi fisik ysng lemah atau sakit angkan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal. Kedua, keadaan fungsi jasmani/ fisiologis. Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat memengaruhi hasil belajar, terutama panca indra. Panca indra yang berfungsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula.

2. Faktor Eksternal

a. Kondisi Ekonomi Keluarga

Siswa yang putus sekolah pastinya tidak datang secara sendiri menimpa diri siswa tersebut.

Pastinya ada faktor yang melatarbelakangi hal itu bisa terjadi. Suyanto (2016: 358) menyebutkan faktor utama penyebab anak putus sekolah adalah kesulitan ekonomi atau dikarenakan orangtua tidak mampu untuk menyediakan biaya lagi bagi sekolah anak-anaknya.

Muller (Suyanto, 2016: 357) menambahkan kemiskinan dan ketimpangan struktur institusional adalah variabel utama yang menyebabkan kesempatan masyarakat khususnya anak-anak untuk memperoleh pendidikan menjadi terhambat. Suyanto (2016: 363), bagi anak- anak dari keluarga miskin, putus sekolah di tengah jalan dan kemudian memilih segera bekerja atau sekedar membantu orangtua mencari nafkah sering kali menjadi pilihan yang terpaksa diambil karena di tengah kondisi keluarga yang pas-pasan atau bahkan kekurangan, mempertahankan anak untuk tetap bersekolah acap kali menjadi beban yang terlampau berat.

Dengan begitu bukan suatu hal yang mengherankan jika terdapat siswa yang putus sekolah karena terbentur biaya yang akan berimbas pada angka partsispasi siswa untuk melajutkan sekolah.

Semakin tinggi tingkat pendidikan maka diperlukan biaya pendidikan yang tinggi.

Nasution (2016: 31) menambahkan bagi orangtua yang berpendapatan rendah tentu akan kesulitan dalam membiayai pendidikan anak-anaknya, sebaliknya orangtua dengan pendapatan yang tinggi tidak akan ada masalah didalam membiayai keperluan pendidikan anak-anaknya.

Perbedaan sumber pendapatan atau penghasilan memengaruhi harapan orangtua tentang pendidikan anaknya. Banyak anak-anak yang putus sekolah karena alasan finansialnya.

Pendidikan memerlukan uang, tidak hanya untuk sekolah akan tetapi juga untuk pakaian, buku, transportasi, kegiatan ekstrakurikuler dan lain-lain.

b. Jarak Tempat Tinggal Dengan Sekolah

Ahmad (2011: 134) menjelaskan sebab terjadinya anak putus sekolah yaitu karena jauhnya jarak antara rumah dan sekolah yang dijadikan alasan orangtua untuk melarang putra-putrinya bersekolah karena mereka khawatir dengan keselamatan putra-putrinya yang masih kecil.

Sudjarwo (2008: 60) menambahkan standar letak lahan satuan pendidikan mempertimbangkan jarak tempuh maksimal yang harus dilalui oleh peserta didik untuk menjangkau satuan pendidikan tersebut. Berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 24 Tahun 2007 Mengenai Standar Sarana dan Prasarana BAB II pasal 4 disebutkan bahwa lokasi satuan pendidikan SD/MI maksimum berjarak 3 KM dengan berjalan kaki serta kondisi jalan yang baik (aspal), sedangkan satuan pendidikan SMP maksimum 6 KM serta kondisi jalan yang baik (aspal).

(6)

Dampak Anak Putus Sekolah

Dampak anak putus sekolah tentunya akan menimbulkan beberapa dampak yang akan dialami atau diterima bagi anak itu sendiri, masyarakat dan bangsa di masa yang akan datang. Halik (2011: 85), menyatakan bahwa dampak anak putus sekolah adalah sebagai berikut:

1. Menambah jumlah pengangguran 2. Kerugian bagi masadepan anak 3. Menjadi beban orangtua

4. Menambah kemungkinan terjadinya kenakalan anak dan tindak kejahatan dalam kehidupan sosial bermasyarakat.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Dongkalan Kecamatan Menui Kepulauan Kabupaten Morowali yang berlangsung selama 4 bulan yaitu Bulan November 2019 sampai dengan Februari 2020. Jenis penelitian ini adalah penelitian deksriptif kualitatif. Informan dalam penelitian ini adalah 5 orang anak putus Sekolah,orangtua anak putus sekolah, kepala sekolah, tokoh masyarakat dan pemerintah di Desa Dongkalan Kecamatan Menui Kepulauan Kabupaten Morowali. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara dan studi dokumen.

Teknik analisis data menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif model Miles dan Huberman (Sujarweni, 2014: 34-36) terdiri dari beberapa tahapan yakni:

1. Data reduction (Reduksi Data).

Mereduksi data merupakan kegiatan merangkum, memilih-milih hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Proses reduksi ini dengan cara memilah dari hasil wawancara yang telah ditranskip, kemudian data tersebut dipilih menurut rumusan penelitian dan diperdalam dari pertanyaan penelitian. Hal selanjutnya adalah dengan cara koding dari transkip tersebut lewat rumusan masalah.

2. Data display (Penyajian Data)

Penyajian data ini adalah suatu penjajian data ke dalam bentuk yang lebih jelas dan lebih terperinci lagi. Dalam penyajian data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan bentuk teks yang bersifat naratif. Dengan mendisplaykan data ini diperuntukan agar memudahkan pembaca untuk memahami apa yang terjadi di lapangan yang berisi kumpulan dari hasil wawancara, observasi dan juga studi dokumen. Dalam penyajian data penelitian ini, dilakukan peneliti dalam bentuk teks, tabel, dan gambar dari hasil reduksi data serta penyajian dan selalu diperbaharui setiap adanya data baru yang masuk.

3. Valid Concluting Drawing/ Verification

Pada tahap yang terakhir ini adalah tahap penarikan kesimpulan dan verivikasi. Tahapan-tahapan yang dilakukan peneliti yaitu pertama peneliti melakukan wawancara, observasi dan studi dokumen yang disebut dengan tahap pengumpulan data. Peneliti dalam hal ini membuat kesimpulan atau verifikasi awal yang masih yang bersifat sementara dan akan terus berkembang berdasarkan bukti-bukti yang kuat yang akan mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya yang valid dan konsisten sampai peneliti membuat kesimpulan akhir yang kredibel.

4. Kesimpulan Akhir

Kesimpulan akhir diperoleh berdasarkan kesimpulan sementara yang telah diverifikasi.

Kesimpulan final ini diharapkan dapat diperoleh setelah pengumpulan data selesai. Kesimpulan yang dihasilkan dalam penelitian ini diarahkan untuk menjawab seluruh permasalahan penelitian dan memberikan gambaran tentang faktor-faktor penyebab anak putus sekolah di Desa Dongkalan Kecamatan Menui Kepulauan Kabupaten Morowali.

Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti selama proses penelitian diperoleh informasi mengenai faktor-faktor penyebab anak putus sekolah di Desa Dongkalan Kecamatan Menui

(7)

1. Faktor Kondisi Ekonomi Keluarga

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh informasi kondisi ekonomi orangtua yang rendah dapat memengaruhi pendidikan anak, ketidakmampuan orangtua dalam memenuhi kebutuhan pendidikan bagi anaknya akan berdampak pada kelangsungan pendidikan anak. Masih banyak orangtua yang tidak dapat membiayai sekolah anak, meskipun telah ada program pemerintah yaitu wajib belajar sembilan tahun, namum untuk membeli buku, seragam sekolah, sepatu, belum lagi untuk uang transportasi jika jarak antara sekolah dan rumah siswa jauh,hal tersebut sangat membebani orangtua yang tingkat ekonominya rendah, sehingga terpaksa membiarkan anak mengalami putus sekolah karena tidak dapat membiayai kebutuhan sekolah anaknya.

2. Faktor Jarak Tempat Tinggal Dengan Sekolah

Salah satu faktor yang memengaruhi anak putus sekolah adalah jarak tempat tinggal dengan sekolah yang jauh, Karena jauhnya tempat tinggal dengan sekolah sehingga orangtua enggan menyekolahakan anaknya dikarenakan kekhawatiran orangtua dengan keselamatan anaknya yang harus menyebarang lautan menggunakan katinting tiap harinya menuju sekolah dan hal itu juga yang membuat anak malas untuk ke sekolah, karena menggunakan katinting untuk menyeberang memerlukan biaya yang lumayan besar dan dalam penyeberangan ke sekolah tergantung dengan keadaan cuaca. Cuaca yang kurang baik seperti kencangnya angin, beserta ombak yang membuat anak malas untuk masuk sekolah.

Selain itu bahwa ada juga beberapa anak yang tinggal di rumah keluarga atau kos di lingkungan sekolah tanpa harus menyebrang akan tetapi mereka belum bisa jauh dari orangtua begitupun orangtua yang belum bisa jauh dari anaknya yang baru lulus SD harus tinggal berjauhan dengan orangtuanya sehingga menyebabkan anak sering pulang kampung dan malas kembali ke tempat tinggalnya untuk melanjutkan sekolah sehingga berdampak pada kelangsungan pendidikan anak tersebut.

3. Faktor Tingkat Pendidikan Orangtua

Tingkat pendidikan orangtua yang rendah merupakan salah satu penyebab utama anak mengalami putus sekolah, karena mayoritas pendidikan orangtua yang rendah di Desa Dongkalan mengakibatkan tidak adanya perhatian atau dorongan dari orangtua mereka untuk melanjutkan pendidikan, kebanyakan orangtua kurang memahami bahwa pentingnya pendidikan bagi anak- anak mereka yang menyebabkan anak kurang memerhatikan sekolahnya, mereka berfikir bahwa sekolah tidaklah penting karena orang-orang yang berada di sekitarnya mayoritas tidak memiliki pendidikan mengakibatkan mereka juga berfikir apatis terhadap pentingnya pendidikan.

4. Pernikahan Dini

Pernikahan dini merupakan kebiasaan masyarakat dari zaman ke zaman yang ada di Desa Dogkalan, seolah-olah pernikahan merupakan perlombaan untuk masyarakat di desa tersebut karena siapa yang terlambat menikah akan malu dengan teman sebayanya yang sudah menikah padahal usia mereka masih sangat mudah. hal tersebut berbanding terbalik dengan pendidikan yang ada di sana. Jadi, pernikahan dini merupakan salah satu faktor penyebab anak putus sekolah di Desa Dongkalan.

5. Faktor Lingkungan Masyarakat

Masyarakat adalah lingkungan tempat tinggal anak mereka termaksut teman-teman anak di luar sekolah. Kondisi orang-orang di desa tempat tinggal juga memengaruhi perkembangan anak.

Lingkungan pergaulan anak di masyarakat berperan penting sebagai pendukung keluarga dan sekolah, termasuk peran pendidikan. Jelasnya suasana lingkungan tempat tinggal atau lingkungan masyarakat, kawan sepergaulan, juga ikut serta memotivasi terlaksana kegiatan belajar bagi anak, dapat diketahui bahwa lingkungan masyarakat yang kurang baik menjadi salah satu faktor Penyebab anak putus sekolah di Desa Dongkalan.

Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor Penyebab anak putus sekolah di Desa Dongkalan yaitu sebagai berikut: 1) kondisi ekonomi keluarga, 2) jarak tempat

(8)

tinggal dengan sekolah, 3) tingkat pendidikan formal orangtua, 4) Pernikahan dini dan 5) lingkungan masyarakat.

Faktor Penyebab anak putus sekolah di desa dongkalan yang pertama yaitu faktor ekonomi keluarga. Perbedaan sumber pendapatan atau penghasilan memengaruhi harapan orangtua tentang pendidikan anaknya. Banyak anak-anak yang putus sekolah karena alasan finansialnya. Pendidikan memerlukan uang, tidak hanya untuk sekolah akan tetapi juga untuk pakaian, buku, transportasi, kegiatan ekstrakurikuler dan lain-lain (Nasution, 2004: 31). Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Widiyantoro (2017) yang mengambil judul tentang faktor-faktor penyebab tingginya angka putus sekolah untuk jenjang SMA/Sederajat di Kecamatan Tretep Kab.Temanggung hasil penelitian menyatakan bahwa faktor ekonomi keluarga merupakan salah satu penyebab tingginya angka putus sekolah di SMA/Sederajat di Kecamatan Tretep Kab.Temanggung dengan persentase 94%.

Faktor kedua yang menyebabkan anak putus sekolah di desa dongkalan adalah faktor jarak tempat tinggal dengan sekolah. Sudjarwo (2008: 60) menjelaskan standar letak lahan satuan pendidikan mempertimbangkan jarak tempuh maksimal yang harus dilalui oleh peserta didik untuk menjangkau satuan pendidikan tersebut. Berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 24 Tahun 2007 Mengenai Standar Sarana dan Prasarana BAB II pasal 4 disebutkan bahwa lokasi satuan pendidikan SD/MI maksimum berjarak 3 km dengan berjalan kaki serta kondisi jalan yang baik (aspal), sedangkan satuan pendidikan SMP maksimum 6 km serta kondisi jalan yang baik (aspal).

Faktor ketiga penyebab anak putus sekolah di desa dongkalan yaitu faktor tingkat pendidikan formal orangtua. BPS (2018: 36) memublikasikan penyebab utama anak sampai mengalami putus sekolah adalah pendidikan orangtua rendah menyebabkan kurangnya kesadaran orangtua akan pentingnya pendidikan anak, keterbatasan ekonomi/ tidak ada biaya, keadaan geografis yang kurang menguntungkan, keterbatasan akses menuju ke sekolah, karena sekolah jauh atau minimnya fasilitas pendidikan.

Faktor berikutnya yang memengaruhi anak putus sekolah di desa dongkalan yaitu faktor Lingkungan masyarakat. Selain berada di sekolah, siswa juga akan berinteraksi dengan lingkungan tempat tinggal mereka. Lingkungan tempat tinggal sangat menentukan pilihan hidup seseorang atau keluarga. Baharuddin (2015: 33) menjelaskan kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran dan anak terlantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilikinya.

Kesimpulan dan Saran Kesimpulan

Berdasarkan data hasil penelitian, beberapa kesimpulan yang dapat ditarik adalah: 1) secara umum penyebab anak putus sekolah di Desa Dongkalan, kecamatan Menui Kepulauan disebabkan oleh faktor ekonomi keluarga, jarak tempat tinggal dengan sekolah, tingkat pendidikan orangtua, pernikahan dini, dan faktor lingkungan masyarakat. Keadaan ekonomi orangtua menjadi faktor penyebab putus sekolah dikarenakan tidak adanya biaya untuk memenuhi kebutuhan sekolah anak, dan rasa kasihan yang timbul dalam diri anak sehingga memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolah, serta lingkungan masyarakat menjadi faktor penyebab anak putus sekolah dikarenakan anak terpengaruh akibat pergaulan dari teman-temannya yang tidak sekolah atau sudah tamat, tetapi masih menganggur. 2) Faktor paling dominan yang melatarbelakangi anak putus sekolah di Desa Dongkalan Kecamatan Menui Kepulauan adalah kurangnya kesadaran anak tentang pentingnya pendidikan untuk masa depannya serta kurangnya perhatian dalam mendorong anak untuk mau bersekolah. Karena itu perlu kerjasama antara orangtua, pihak sekolah serta masyarakat agar mampu memotivasi anak sehingga mau kembali bersekolah.

(9)

Saran

Beberapa saran yang dirumuskan sebagai respon atas hasil penelitian ini antara lain:

1. Perlu adanya kerjasama antara orangtua, masyarakat dan pihak sekolah untuk membangkitkan minat anak untuk kembali bersekolah dengan memberikan motivasi seperti reward and punishment dalam lingkungan keluarga, masyarakat dan lingkungan sekolah.

2. Kepada orangtua di Desa Dongkalan Kecamatan Menui Kepulauan, supaya lebih memerhatikan kelangsungan pendidikan anaknya, dalam upaya mempersiapkan generasi muda yang kompeten,baik dari segi intelektual, maupun moral.

3. Kepada Pemerintah Desa Dongkalan Kecamatan Menui Kepulauan, agar lebih mendorong semangat belajar bagi warganya, dan memfasilitasi berbagai kendala yang dialami anak dalam belajar, serta menggunakan dana desa untuk memberikan beasiswa atau bantuan kepada anak-anak yang ingin melanjutkan pendidikan tetapi terkendala pada faktor ekonomi sehingga tidak ditemukan lagi anak putus sekolah, baik karena faktor ekonomi maupun faktor dalam diri anak sendiri.

4. Kepada Pemerintah Kabupaten Morowali agar lebih memerhatikan pendidikan di pulau terpencil agar membangun sekolah atau satap serta memberikan bantuan berupa beasiswa terkhusus di Desa Dongkalan agar tidak terdapat lagi anak yang mengalami putus sekolah karena faktor jauhnya jarak tempat tinggal dengan sekolah dan faktor ekonomi keluarga yang kurang mampu.

Daftar Pustaka

Ahmad, Nazili Shaleh. (2011). Pendidikan dan Masyarakat. Yogyakarta: Sabda Media.

Baharuddin. (2015). Teori Belajar Dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

BPS. (2018). Statistik Pendidikan Tahun 2017.

Gunarsa, Singgih. (2010). Psikologi Praktis, Anak, Remaja dan Keluarga. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Halik, Abdul. 2011. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Miro, Fidel. (2005). Perencanaan Transportasi. Jakarta: Erlangga.

Nasution S. (2016). Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Peraturan Menteri Nomor 24 Tahun 2007 Mengenai Standar Sarana dan Prasarana Purwo Udiutomo. 2013. Besar Janji Daripada Bukti. Jakarta: Dompet Duafa.

Slameto. (2015). Belajar Dan Faktor – Faktor Yang Memengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Sudjarwo, Basrowi. (2008). Pranata Dan Sistem Pendidikan. Jawa Timur: Jenggala Pustaka Utama.

Sujerweni V. Wiratna, (2014), Metodologi Penelitian. Yokyakarta: Pustaka Baru Pres.

Suryadi. (2014). Permasalahan Dan Alternatif Kebijakan Pendidikan Indonesia. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Undang–undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Widiyantoro, (2017). Faktor-faktor penyebab tingginya angka putus sekolah untuk jenjang SMA/Sederajat di Kecamatan Tretep Kab.Temanggung. E-journal pendidikan, Vol. 4 No. 3.

(10)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas tentang penggunaan model kooperatif tipe cooperative script dalam peningkatan pembelajaran IPS pada siswa kelas V yang

Faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan dalam pemanfaatan fasilitas kesehatan untuk berobat jalan di Provinsi Jawa Barat adalah status pekerjaan dan pendapatan

Jadi, dari hal tersebut dapat disimpulkan juga bahwa Kantor Pertanahan Kota Semarang masih lemah dalam kegiatan (Revision and Adjust) yaitu; kegiatan untuk

Beragamnya nama marga/fam, gelar adat dan gelar kebangsawanan di wilayah atau etnis Indonesia menimbulkan banyak permasalahan bagi pengatalog dalam melakukan pengolahan

Berdasarkan hasil wawancara pada pengelola Lazismu UMS tentang faktor pendukung dari segi sistem pada aplikasi yang digunakan untuk pengelolaan dana zakat pada Lazismu UMS

Menurut pengelola lazismu UMS, aplikasi berbasis excel yang digunakan oleh pengelola lazismu sudah efisien namun masih dibutuhkan aplikasi lain untuk membantu aktivitas yang

Lahan kritis ini mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai kawasan usaha tanaman (pangan, hortikultura, perkebunan) dan ternak. Dengan demikian, pengembangan padi

Temuan penelitian ini, menunjukkan bahwa nilai-nilai pendidikan akhlak yang ada dalam kitab Minhajul Muslim karya Abu Bakar Jabir Al-Jazairi sangat relevan apa