• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN BACA TULIS HITUNG DENGAN KESIAPAN MASUK SD ANAK TK B QURRATA AYUN, KECAMATAN BANDONGAN, KABUPATEN MAGELANG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN BACA TULIS HITUNG DENGAN KESIAPAN MASUK SD ANAK TK B QURRATA AYUN, KECAMATAN BANDONGAN, KABUPATEN MAGELANG."

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN BACA TULIS HITUNG DENGAN KESIAPAN MASUK SD ANAK TK B QURRATA AYUN, KECAMATAN

BANDONGAN, MAGELANG

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Rina Setyorini

12111244029

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI JURUSAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v MOTTO

“Pendidikan mengembangkan kemampuan, tetapi tidak menciptakannya”

(Voltaire)

“Kamu Calon Konglomerat Ya? Kamu Harus Rajin Belajar Dan Membaca, Tapi

Jangan Ditelan Sendiri. Berbagilah Dengan Teman-Teman Yang Tak Dapat

Pendidikan.”

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Sripsiinidipersembahkankepada: 1. Keluargaku

2. Almamater

(7)

vii

HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN BACA TULIS HITUNG DENGAN KESIAPAN MASUK SD ANAK TK B QURRATA AYUN, KECAMATAN

BANDONGAN, KABUPATEN MAGELANG

Oleh Rina Setyorini NIM 12111244029

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kemampuan baca, tulis, hitung dengan kesiapan masuk SD anak TK B Qurrata Ayun, Kecamatan Bandongan, Kabupaten Magelang. Berdasarkan studi pendahuluan, diketahui bahwa kesiapan anak masuk SD berbeda-beda. Salah satu hal yang mempengaruhi adalah kemampuan baca, tulis, hitung.

Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasi. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 39 anak. Teknik pengumpulan data berupa observasi. Teknik analisis data menggunakan rumus Product Moment Pearson.

Penelitian diawali dengan validitas instrumen dengan menggunakan expert judgement

Hasil uji korelasi menunjukkan terdapat hubungan antara kemampuan baca, tulis, hitung dan kesiapan masuk SD anak TK B Qurrata Ayun, Kecamatan Bandongan, Kabupaten Magelang. Hal ini dibuktikan dari koefisien korelasi sebesar 0,771 nilai signifikansi sebesar 0.000 (p < 0.05). Angka positif menunjukkan hubungan yang positif antara kedua variabel. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kemampuan baca, tulis, hitung maka semakin tinggi pula kesiapan masuk SD pada anak TK B Qurrata Ayun, Kecamatan, Bandongan, Kabupaten Magelang.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi yang berjudul “Hubungan Antara Baca Tulis Hitung Dengan Kesiapan Masuk SD Anak TK B Qurrata Ayun, Kecamatan Bandongan, Kabupaten Magelang”. Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini dapat selesai dan berjalan dengan lancar berkat bantuan, arahan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan fasilitas dan kesempatan bagi penulis untuk belajar di Universitas Negeri Yogyakarta. 2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.

3. Ketua Jurusan PAUD FIP UNY yang telah memberi kesempatan penulis untuk menuangkan gagasan dalam bentuk skripsi ini.

4. Ibu Dra. Sudaryanti, M.Pd dan Ibu Nur Cholimah, M.Pd selaku dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan arahan, petunjuk, dan bimbingan yang sangat membangun dalam penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini.

(9)
(10)

x DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERRSETUJUAN... ii

HALAMAN PERNYATAAN... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

MOTTO... v

HALAMAN PERSEMBAHAN... vi

ABSTRAK... vii

KATA PENGANTAR... viii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Identifikasi Masalah... 6

C. Batasan Masalah... 7

D. Rumusan Masalah... 7

E. Tujuan Penelitian... 8

F. Manfaat Penelitian... 8

BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Membaca, Menulis, Berhitung... 10

1. Kajian Membaca... 10

2. Kajian Menulis... 16

3. Kajian Berhitung... 19

B. Kajian Kesiapan Masuk SD... 23

1. Kesiapan Anak... 23

2. Kesiapan Anak Masuk Sekolah Dasar... 29

C. Penelitian yang Relevan... 32

(11)

xi

E. Hipotesis... 34

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian... 35

B. Tempat dan Waktu Penelitian... 35

C. Subjek dan Objek Penelitian... 36

D. Variabel Peneltian... 36

E. Definisi Operasional Variabel... 37

F. Metode Pengumpulan Data... 37

G. Instrumen Penelitian... 38

H. Teknik Analisis Data... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian... 43

1. Kemampuan Membaca... 43

2. Kemampun Menulis... 44

3. Kemampuan Berhitung... 45

4. Kemampuan Calistung... 46

5. Kesiapan Masuk SD... 48

6. Hubungan Antara Kemampuan Calistung dengan Kesiapan... 50

B. Pembahasan... 52

C. C. Keterbatasan Penelitian... 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 57

B. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA... 59

(12)

xii

DAFTAR TABEL

hal Tabel 1. Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Membaca Anak Usia 5-6

Tahun... 39

Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Menulis Anak Usia 5-6 Tahun... 39

Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Berhitung Anak Usia 5-6 Tahun... 40

Tabel 4. Kisi-kisi Instrumen Kesehatan Fisik Anak Usia 5-6 Tahun... 40

Tabel 5. Kisi-kisi Instrumen Perkembangan Sosial Emosi Anak Usia 5-6 Tahun... 40

Tabel 6. Kisi-kisi Instrumen Pengembangan Kognisi Dan Pengetahuan Umum... 41

Tabel 7. Pedoman Interpetasi Nilai r... 42

Tabel 8. Rumus Kategori Kemampuan Membaca Anak TK B... 43

Tabel 9. Hasil Persentase Kemampuan Membaca... 43

Tabel 10. Rumus Kemampuan Menulis... 44

Tabel 11. Hasil Presentasi Kemampuan Menulis... 44

Tabel 12. Rumus Kemampuan Berhitung... 45

Tabel 13. Hasil Persentasi Kemampuan Berhitung... 45

Tabel 14. Rumus Kategori Calistung... 47

Tabel 15. Hasil Persentasi Variabel Calistung... 47

Tabel 16. Rumus Kategori Kesiapan Masuk SD... 48

Tabel 17. Hasil Persentasi Variabel Kesiapan Masuk SD... 49

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

hal

Gambar 1. Grafik Kemampuan Membaca Anak TK B ... 44

Gambar 2. Grafik Kemampuan Menulis Anak TK B... 45

Gambar 3. Grafik Kemampuan Berhitung Anak TK B... 46

Gambar 4. Grafik Kemampuan Calistung Anak TK B... 47

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Perijinan Penelitian dan Pernyataan Melakukan Penelitian.... 63

Lampiran 2. Surat Validasi... 68

Lampiran 3. Instrumen Penelitian ... 71

Lampiran 4. Rubrik Penilaian... 76

Lampiran 5. Standar Tinggi Badan dan Berat Badan ... 88

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan NasionalPasal 1 angka 14 menyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatuupaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enamtahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantupertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapandalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Maimunah Hasan (2009:364) mengungkapkan bahwa orangtua perlu memahami pendidikan anak usia dini mencakup play group, TK, kelas 1, dan kelas 2 SD. Persepsi ini perlu dipahami oleh pihak guru TK, guru SD, dan orangtua bahwa anak usia 6,7, dan 8 tahun masih tergolong dalam kelompok anak usia dini. Hanya saja, perlu diketahui bahwa anak-anak yang sebelumnya pernah bersekolah di TK akan jauh lebih siap untuk menapaki jenjang yang lebih tinggi. Sementara itu, anak yang langsung masuk SD, tidak terlalu banyak tahu, apalagi merasakan seperti apa menjadi anak sekolah itu.Anak perlu mengetahui bahwa di sekolah mereka harus mengikuti norma atau peraturan sekolah, harus bisa bersosialisasi, berbagi rasa, tenggang rasa, tidak bisa seenaknya seperti dirumah, mau mendengarkan sampai menuruti kata guru.

(16)

2

mudah karena pada saat tes masuk SD, ada banyak sekolah yang mensyaratkan calon siswanya untuk bisa baca tulis hitung. Pendapat yang berlawanan dengan hal tersebut, mengatakan bahwa mengharuskan anak TK bisa membaca dan menulis, berarti memaksakan anak untuk memiliki kemampuan yang seharusnya baru diajarkan di SD (Dewi Sartika,2011:10).

Banyak SD yang memberikan tes masuk untuk peserta didik baru dengan berbagai alasan. Sekolah dasar (SD) adalah salah satu jenjang pendidikan dasar formal. Aturan yang berlaku jelas melarang adanya tes masuk SD. Dasarnya adalah peraturan pemerintah No.17 tahun 2010 pasal 69 dan pasal 70. PP tersebut mengatur bahwa untuk masuk SD atau sederajat tidak didasarkan pada tes baca, tulis, hitung atau tes lainnya. Tidak ada alasan bagi penyelenggara pendidikan tingkat sekolah dasar (SD) atau sederajat untuk menggelar tes masuk bagi calon peserta didiknya (Yuni Dhamayanti, 2014:3)

(17)

3

Orangtua dan guru perlu mengetahui bahwa mengajarkan calistung kepada anak usia dini itu boleh, tetapi harus dengan cara yang menyenangkan agar anak tidak terbebani dan merasa nyaman. Anak yang pada saat usia dini sudah diberikan kegiatan calistung memang akan lebih lebih baik dalam beberapa aspek karena sudah dapat memahami bahasa dari teman sebaya dan orang dewasa di sekitarnya. Hal ini yang menjadi perhatian, karena penerimaan anak terhadap kemampuan calistung berbeda-beda. Kondisi penerimaan anak yang berbeda sehingga kesiapan anak juga berbeda. Kesiapan untuk melanjutkan sekolah ke jenjang selanjutnya menjadi penting diperhatikan, karena banyak sekolah yang mensyaratkan anak didik harus bisa calistung padahal tidak setiap anak sudah pandai calistung.

Kagan & Rigby (dalam Irwanto, 2011:8) juga mengungkapkan, selain itu konsep kesiapan sekolah biasanya mengacu pada kualitas tertentu atau kompetensi/keterampilan (bahasa, penyesuaian emosional dan kontrol, kemandirian) kebugaran fisik dan kesejahteraan, dan persyaratan sikap yang memungkinkan anak-anak untuk bersosialisasi dengan teman-teman mereka dan mengikuti instruksi dari orang dewasa selain orangtua. Setelah ini diperoleh atau dicapai, seorang anak dianggap matang atau siap untuk sekolah.

Kematangan mengacu pada pertumbuhan biologis yang perlu dicapai sebelum masuk sekolah, misalnya kematangan otak untuk memahami konsep membaca, menulis, berhitung, dan memahami sudut pandang orang lain.

(18)

4

anak untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya. Kematangan tidak bisa dipercepat, karena sudah berproses sedemikian rupa. Biasanya anak matang secara biologis pada usia enam tahun (Lita Edia, 2012:2).

Sartika (2011, 12-13) mengungkapkan bahwa kesiapan anak masuk sekolah mencakup aspek-aspek antara lain kesiapanfisik, mental, sosial, emosi, dan intelegensi. Anak dikatakan siap masuk sekolah jikasecara fisik mampu mengontrol otot-ototnya, sehingga dapat menulis, menggambar,mengerjakan keterampilan tangan, seperti menempelkan gambar, menggunting,menguntai dan lain sebagainya. Selain itu kesiapan fisik anak juga dapat dilihat darianak mampu duduk diam dan tertib dalam waktu yang cukup lama.Secara kognitif, anak sudah harus mampu memahami penjelasan guru, dapatmenjawab pertanyaan guru dengan kata-kata yang dapat dimengerti. Anakbereksplorasi melalui indera dan motoriknya terhadap benda-benda yang adadisekitarnya, dan anak mampu mengenal konsep sederhana dalam kehidupan sehari-hari, serta anak juga dapat memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari.

(19)

5

membanguninteraksi dengan merespon kehadiran orang lain, dan juga mampu berinteraksi dengan lingkungan terdekatnya (keluarga).

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa kesiapan sekolah adalah sebuah konsep sistemik dari konsep perkembangan individu itu sendiri. Pola asuh, nilai-nilai budaya, dan kebijakan lokal atau nasional tidak selalu mendukung anak-anak untuk belajar keterampilan dan kompetensi diluar rumah mereka dan keluarga (Irwanto,2011:8).

Hasil observasi peneliti di TK Qurrata Ayun Bandongan terdapat anak yang bisa dikatakan sebagai anak yang pintar dalam kegiatan membaca, menulis, dan berhitung tetapi anak tersebut kurang berkembang dalam aspek sosialnya karena anak tersebut cenderung pendiam dan tidak mempunyai banyak teman. Sehingga jika guru memberikan penugasan dalam kegiatan menulis atau berhitung para siswa akan berebut agar dapat duduk berkelompok dengan anak yang lebih pintar karena bisa untuk dilihat hasil pekerjaannya.

(20)

6

tes dengan mudah sesuai peraturan dari sekolah tersebut. Setiap anak memang mempunyai kesiapan belajar yang berbeda sehingga tidak semua anak dapat dengan mudah menerima kegiatan baca tulis hitung di sekolah. Cara guru dalam menyampaikan kegiatan pembelajaran terkait calistung juga berpengaruh karena gaya belajar anak yang berbeda-beda.

Belakangan ini banyak SD, khususnya SD favorit yang menerapkan persyaratan masuk SD harus bisa membaca.Salah satu contoh adalah di SD M Kota Magelang yang menerapkan tes ketika hendak penerimaan siswa baru. Tes yang dilakukan adalah berupa tes membaca, menulis, dan berhitung serta hafalan surat-surat pendek. Maimunah Hasan (2009:312) mengungkapkan bahwa hal ini mengakibatkan banyak TK yang memaksa muridnya belajar membaca. Padahal, di TK tidak ada kewajiban anak belajar membaca, kecuali hanya ajang sosialisasi prasekolah. Syarat yang dibebankan pada calon siswa SD membuat guru TK sibuk. Mereka sedikit memaksa mengajarkan anak didiknya untuk bisa membaca sejak usia TK. Mereka khawatir jika lulusan TK-nya tidak bisa diterima di SD favorit. Padahal jika salah menangani, bisa berakibat buruk pada perkembangan psikologis anak.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah serta dari pengamatan awal, maka masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

(21)

7

2. Kesadaran orang tua akan pentingnya mempersiapkan kondisi anak sebelum menerima kegiatan baca tulis hitung.

3. Persyaratan masuk SD yang mengharuskan anak bisa calistung.

4. Pengetahuan orang tua dan guru terhadap polemik baca tulis hitung bagi anak usia dini di Taman Kanak-kanak.

5. Kondisi di masyarakat bahwa sekolah yang terbaik adalah sekolah yang mengajarkan baca tulis hitung pada usia dini.

6. Dari lima orang ibu-ibu yang menunggui anaknya berpendapat bahwa anak yang cerdas adalah anak yang bisa baca tulis hitung dan mengikuti lomba. Belum ditemukan pendapat bahwa kesiapan belajar penting diperhatikan.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas serta luasnya lingkup permasalahan yang ada dalam penelitian ini peneliti membatasi pada hubungan antara kemampuan calistung dengan kesiapan masuk sekolah dasar anak TK B Qurrata Ayun Bandongan Kabupaten Magelang.

D. Rumusan Masalah

(22)

8 E. Tujuan Penelitian

Penyusunan penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara kemampuan calistung dengan kesiapan masuk sekolah dasar anak kelompok B TK Qurrata Ayun Kecamatan Bandongan, Magelang.

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

a. Hasil penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi data tentang hubungan kemampuan calistung dengan kesiapan masuk sekolah dasar.

b. Dapat memberi kontribusi terhadap penelitian lain di bidang pendidikan yang berkaitan dengan kesiapan masuk SD.

2. Manfaat Praktis a. Bagi peneliti

1) Menambah wawasan ilmu pengetahuan khususnya mengenai bagaimana kesiapan masuk sekolah dasaranak TK B yang diajarkan baca tulis hitung di sekolah.

2) Dapat digunakan sebagai bahan penelitian berikutnya. b. Bagi guru

1) Sebagai acuan bagi guru agar memperhatikan semua aspek perkembangan anak.

(23)

9 c. Bagi instansi terkait

1) Memberi masukan bagi instansi terkait mengenai pentingnya kesiapan anak sebelum masuk sekolah dasar guna meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

(24)

10 BAB II KAJIAN TEORI

A. Kajian Tentang Membaca, Menulis, Berhitung 1. Kajian Membaca

a. Pengertian membaca

Tarigan (1979: 7) mendefinisikan pengertian membaca adalah suatu proses yang digunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis. Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal, tidak hanya sekedar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik dan metakognitif (Farida Rahim, 2005: 2).

Sordarsono (1991: 4) berpendapat bahwa membaca adalah aktivitas yang kompleks yang mengarahkan sejumlah besar tindakan yang terpisah, meliputi orang harus menggunakan pengertian dan khayalan, mengamati, dan mengingat-ingat. Jahir Burhan ( dalam Kundharu Saddhono & Slamet, 2014: 100) menegaskan bahwa membaca merupakan perbuatan yang dilakukan berdasarkan kerjasama beberapa ketrampilan, yakni mengamati, memahami, dan memikirkan. Membaca bukan hanya aktivitas yang bersifat pasif dan reseptif saja, tetapi memerlukan keaktifan dalam berpikir untuk memperoleh makna.

(25)

11

sedangkan aktivitas berpikir mencakup pengenalan kata, pemahaman dan interpretasi.

b. Tujuan Membaca

Membaca hendaknya mempunyai tujuan terhadap pengetahuan yang akan dipahaminya dalam menemukan fenomena lingkungan sekitar. Hal ini dikarenakan seseorang yang membaca dengan suatu tujuan, cenderung lebih memahami dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai tujuan. Adapun tujuan dari membaca menurut Farida Rahim (2008: 11), antara lain:

1) Memperbarui pengetahuan tentang suatu topik.

2) Mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah diketahui. 3) Memperoleh informasi yang menunjang bagi pengembangan diri. 4) Mengkonfirmasi fakta yang ada dilingkungan sekitar.

Membaca sangat efektif apabila diberikan sejak dini, hal ini dikarenakan mempunyai banyak tujuan. Dalam Nurbiana Dhieni, dkk (2008: 5-6) terdapat tujuan membaca, yaitu:

1) Mendapatkan informasi tentang data dan kejadian sehari-hari dalam menemukan fakta untuk mengembangkan diri.

2) Meningkatkan citra diri yaitu memperoleh nilai positif dari pesan yang disampaikan.

3) Memberikan penyaluran positif dalam membuka wawasan terhadap situasi yang akan atau maupun yang sedang dihadapi.

(26)

12

Dari penjelasan tujuan membaca oleh kedua ahli di atas bahwa melalui membaca dapat memperoleh informasi dan mengkonfirmasi fakta untuk meningkatkan citra diri dengan membuka wawasan terhadap situasi yang akan dihadapi di kehidupan.

c. Manfaat Membaca

Proses belajar yang efektif antara lain dilakukan melalui membaca. Masyarakat yang gemar membaca akan memperoleh pengetahuan dan wawasan baru yang akan semakin meningkatkan kecerdasannya sehingga mereka lebih mampu menjawab tantangan hidup pada masa-masa yang akan datang. Steinberg dalam Nurbiana Dhieni, dkk (2008: 53) mengemukakan bahwa terdapat empat manfaat anak membaca pada usia dini dari segi proses belajar mengajar, antara lain:

1) Memenuhi rasa ingin tahu anak.

2) Situasi yang memberikan suasana membaca dapat menjadi lingkungan kondusif untuk belajar anak.

3) Dapat mempelajari sesuatu dengan mudah dan cepat. 4) Memberikan rasa terkesan dari yang diperolehnya.

(27)

13

Akhadiah dalam Darmiyati Zuchdi dan Budiasih (1996/1997: 49) menjelaskan bahwa manfaat membaca sebagai berikut:

1) Memungkinkan pembaca mampu mempertinggi daya pikirnya 2) Mempertajam pandangan dan wawasan

3) Memiliki wacana-wacana dalam menanamkan nilai-nilai moral 4) Meningkatkan kemampuan bernalar

5) Meningkatkan kreativitas anak didik

Dari penjelasan di atas maka dapat diketahui bahwa manfaat membaca yaitu untuk memenuhi rasa ingin tahu anak, meningkatkan daya berfikir anak dan memperoleh pengetahuan yang dapat mendukung kebahasaan anak dalam meningkatkan wawasan,meningkatkan kreativitas serta menanamkan nilai moral. d. Tahapan Membaca Anak Usia Dini

Perkembangan kemampuan membaca pada anak secara khusus berlangsung dalam beberapa tahapan. Setiap tahap dari kemampuan membaca memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Nurbiana Dhieni,dkk., (2009:5.12-5.13) mengungkapkan bahwa tahapan kemampuan membaca anak usia 4-6 tahun berlangsung dalam lima tahap, yakni: 1) tahap fantasi (magical state), 2) tahap pembentukan konsep diri (self concept stage), 3)tahap gemar membaca, 4) tahap pengenalan membaca, serta 5) tahap membaca lancar.

(28)

14 1) Tahap Fantasi (Magical State)

Pada tahap ini, anak mulai belajar menggunakan buku, dia berpikir bahwa buku itu penting, membolak-balik buku dan kadang-kadang anak membawa buku kesukaannya. Pada tahap pertama ini, orang tua atau guru harus menunjukkan model atau contoh tentang perlunya membaca, membacakan sesuatu pada anak, dan membicarakan buku dengan anak. 2) Tahap Pembentukan Konsep Diri (Self Concept Stage)

Anak memandang dirinya sebagai pembaca, dan mulai melibatkan diri dalam kegiatan membaca, pura-pura membaca buku, memberi makna pada gambar atau pengalaman sebelumnya dengan buku, dan menggunakan bahasa buku meskipun tidak cocok dengan tulisan. Pada tahap kedua ini, orang tua atau guru harus memberikan rangsangan dengan membacakan sesuatu pada anak. orang tua atau guru hendaknya memberikan akses pada buku-buku yang diketahui anak-anak dan melibatkan anak membacakan berbagai buku.

3) Tahap Membaca Gambar (Bridging Reading Stage)

(29)

15

kosa kata pada lagu dan puisi, serta memberikan kesempatan menulis sesering mungkin.

4) Tahap Pengenalan Bacaan (Take-Off Reader Stage)

Anak mulai menggunakan tiga sistem isyarat (graphoponic, semantic, dan syntatic)secara bersama-sama. Anak tertarik pada bacaan, mulai mengingat kembali cetakan sesuai konteks, berusaha mengenal tanda-tanda pada lingkungan, serta membaca berbagai tanda-tanda seperti kotak susu, pasta gigi, atau papan iklan. Pada tahap keempat ini, orang tua dan guru masih tetap membacakan sesuatu untuk anak-anak sehingga mendorong anak membaca sesuatu pada berbagai situasi. Orang tua dan guru jangan memaksa anak membaca huruf secara sempurna.

5) Tahap Membaca Lancar (Independent Reader Stage)

(30)

16 1) Menunjuk huruf atau mengambil huruf 2) Melafalkan huruf-huruf yang ada di kata 3) Menyebutkan huruf-huruf yang ada di kata 4) Merangkai huruf membentuk kata

5) Mencocokkan gambar dan kata

6) Membaca bacaan berupa gambar bertuliskan kalimat sederhana.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa tahapan membaca pada anak berlangsung dalam beberapa tahap yang setiap tahapannya anak membutuhkan rangsangan dan bimbingan dari orang tua atau guru untuk membantu berkembangnya kelancaran kemampuan membaca pada anak.

2. Kajian Menulis a. Pengertian Menulis

(31)

17

yang berkesinambungan, mulai dari mencoba, dan sampai dengan mengulas kembali.

Berdasarkan pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa menulis adalah kemampuan untuk berkomunikasi dengan menggunakan lambang grafis yang menggambarkan bahasa yang dipahami seseorang.

b. Tujuan Menulis

Dijelaskan oleh Akhadiah dkk (1993:75) bahwa “dalam menulis

permulaan adalah kemampuan anak mampu menulis dengan terang, jelas dan

teliti serta mudah dibaca”. Menulis memiliki tujuan dalam praktiknya dengan

ditunjukkan adanya langka-langkah dan pembahasan bahan yang diajarkan. Menurut Suryadi (1996:326) menyatakan tujuan menulis adalah:

1) Bahasa umpan balik kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar-mengajar menulis.

2) Untuk menentukan angka kemajuan belajar masing-masing anak dalam pengajaran menulis.

3) Untuk menempatkan anak sesuai dengan kemampuan menyerap pengajaran menulis.

4) Mengenal latar belakang kesulitan belajar bagi anak tertentu dalam mengikuti pengajaran menulis.

c. Tahapan Menulis

(32)

18

dalam kegiatan tersebut. Adapun tahapan perkembangan pre-writting skill menurut Tri Gunadi (2003:282-283), yaitu:

“a) tahap inisial (anak memasukkan krayon ke mulut/meremas kertas,

anak menusukkan krayon ke kertas, scribble secara acak, scribble secara spontan dengan arah horizontal, scribble secara spontan dengan arah vertikal, scribble secara spontan dengan arah memutar), b) Tahap imitasi

dan mengkopi”.

Akan tetapi menurut Morrow (dalam Sumiati, dkk. 2014:2-3) mengemukakan bahwa kemampuan menulis anak dibagi menjadi enam tahapan, yaitu:

“a) writting via scribbling (tahapan mencoret), b) writing via drawing (tahap menulis melalui menggambar), c) writing via making letter-like forms (tahap menulis melalui membentuk gambar seperti huruf), d) writing via reproducing weel-learnedunit or letter stings (tahap menulis dengan membuat huruf yang akan dipelajari, e) writing via invented spelling (tahap menulis melalui kegiatan menemukan ejaan), f) writing via conventional speling(tahap menulis melalui mengeja)”.

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 58 tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini, kemampuan menulis anak usia 5-6 tahun di tandai dengan 1) menuliskan nama sendiri, 2) menggunakan alat tulis dengan benar.

(33)

19 3. Kajian Berhitung

a. Pengertian Berhitung

Kegiatan berhitung untuk anak usia dini disebut juga sebagai kegiatan menyebutkan urutan bilangan atau membilang buta (Nining Sriningsih, 2008: 63). Berhitung adalah segala hal yang berkaitan dengan pola aturan dan bagaimana aturan itu dipakai untuk menyelesaikan berbagai permasalahan (Ismiyani, 2010: 20). Ahmad Susanto (2011: 98) kemampuan berhitung permulaan adalah kemampuan yang dimiliki setiap anak untuk mengembangkan kemampuannya, karakteristik perkembangannya dimulai dari lingkungan yang terdekat dengan dirinya, sejalan dengan perkembangan kemampuannya anak dapat meningkat ke tahap pengertian mengenai jumlah yang berhubungan dengan penjumlahan dan pengurangan.

Dari beberapa pendapat tersebut maka dapat diartikan bahwa kemampuan berhitung adalah kemampuan yang dimiliki anak yang berhubungan dengan membilang, menjumlahkan, mengurangi, menambah, memperbanyak, dan mengalihkan yang dilakukan secara lebih awal yang pada mulanya tidak bermakna bagi anak yang belum memahami bilangan.

b. Tujuan Berhitung

Mudjito (2007: 1-2), membedakan tujuan kegiatan berhitung permulaan pada anak usia TK, sebagai berikut:

1) Tujuan Umum

(34)

20

lebih siap mengikuti pembelajaran berhitung pada jenjang selanjutnya yang lebih kompleks.

2) Tujuan Khusus

a) Dapat berpikir logis dan sistematis sejak dini, melalui pengamatan terhadap benda-benda kongkrit, gambar-gambar atau angka-angka yang terdapat di sekitar anak.

b) Dapat menyesuaikan dan melibatkan diri dalam kehidupan bermasyarakat yang dalam kesehariannya memerlukan keterampilan berhitung.

c) Memiliki ketelitian, konsentrasi, abstraksi, dan daya apresiasi yang tinggi.

d) Memiliki pemahaman konsep ruang dan waktu serta dapat memperkirakan kemungkinan urutan sesuatu peristiwa yang terjadi di sekitarnya.

e) Memiliki kreativitas dan imajinasi dalam menciptakan sesuatu secara spontan.

(35)

21

Melalui metode dan pendekatan pembelajaran yang tepat permainan berhitung di Taman Kanak-kanak.

Dari beberapa pendapat tentang tujuan berhitung dapat disimpulkan tujuan berhitung di TK adalah untuk memberikan dasar-dasar berhitung agar anak dapat memiliki ketelitian, konsentrasi, abstraksi, dan daya apresiasi yang tinggi. Berhitung di TK, untuk mengembangkan kemampuan kreativitas, berpikir logis dan sistematis melalui pengamatan yang dilakukan anak terhadap benda-benda konkret yang ada disekitar anak, sehingga mengembangkan keterampilan berhitung dalam kesehariannya.

c. Manfaat Berhitung

Departemen Pendidikan Nasional (dalam Siti Aisyah, 2000:2) berhitung memiliki manfaat agar anak dapat mengetahui dasar-dasar pembelajarannya sebagai berikut: 1) Dapat berpikir logis dan sistematis sejak dini; 2) Dapat menyesuaikan dan melibatkan diri dalam kehidupan bermasyarakat; 3) Memiliki ketelitian, konsentrasi, dan daya apresiasi yang tinggi serta memiliki kreativitas dan imajinasi dalam menciptakan sesuatu secara spontan.

Pembelajaran pada anak berdasar konsep berhitung yang benar. Manfaat pembelajaran berhitung meliputi: 1) menghindari ketakutan anak pada matematika sejak awal; dan 2) Membantu anak belajar matematika secara alami melalui kegiatan bermain anak berdasarkan konsep matematika yang benar.

(36)

22

aspek perkembangan dan kecerdasan anak dengan menstimulasi otak untuk berpikir logis dan matematis.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa manfaat berhitung adalah untukmenghindari ketakutan anak pada matematika, mengenalkan matematika serta membantu anak untuk dapat berpikir logis sejak dini serta.

d. Tahap Pengembangan Berhitung

Departemen Pendidikan Nasional (dalam Siti Aisyah,2000: 7) mengemukakan bahwa berhitung di Taman Kanak-kanak seyogyanya dilakukan melalui tiga tahapan penguasaan berhitung, yaitu penguasaan konsep, masa transisi, dan lambang. Penguasaan konsep adalah pemahaman dan pengertian tentang sesuatu dengan menggunakan benda dan peristiwa konkret, seperti pengenalan warna, bentuk, dan menghitung bilangan. Masa transisi adalah proses berpikir yang merupakan masa peralihan dari pemahaman konkret menuju pengenalan lambang yang abstrak, dimana benda konkret itu masih ada dan mulai dikenalkan bentuk lambangnya. Hal ini terus dilakukan guru secara bertahap sesuai dengan laju dan kecepatan kemampuan anak yang secara individual berbeda. Misalnya, ketika guru menjelaskan konsep satu dengan menggunakan benda (satu buah pensil), anak-anak dapat menyebutkan benda lain yang memiliki konsep sama, sekaligus mengenalkan bentuk lambang dari angka satu itu.

(37)

23

Lorton (Anggani Sudono, 2010:22) menjelaskan lebih terperinsi bahwa setelah konsep dipahami oleh anak, guru mengenalkan lambang konsep. Kejelasan hubungan antara konsep konkret dan lambang bilangan menjadi tugas guru yang sangat penting dan tidak tergesa-gesa. Sedangkan lambang merupakan visualisasi dari berbagai konsep. Misalnya lambang 7 untuk menggambarkan konsep bilangan tujuh, merah untuk menggambarkan konsep warna, besar untuk mengambarkan konsep ruang, dan persegi untuk menggambarkan konsep bentuk.

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 58 tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini, indikator kemampuan berhitung anak usia 5-6 tahun adalah : 1) menyebutkan lambang bilangan 1-20, 2) mencocokkan bilangan dengan lambang bilangan 1-20, 3) Mengenal tanda/simbol operasi penjumlahan (+) dan pengurangan (-).

Dapat disimpulkan bahwa pengertian membaca, menulis, dan berhitung adalah proses pembelajaran yang digunakan untuk menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran, perhatian, kemauan untuk mengenalkan melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis, membuat huruf dan angka dengan pena (pensil, kapur), membilang (menjumlahkan, mengurangi, membagi, memperbanyakkan).

B. Kesiapan Anak Masuk Sekolah Dasar

(38)

24

mulai sekolah yang dapat menggambarkan kesiapan sekolah mereka adalah sebagai berikut.

a. Kesehatan fisik dan perkembangan; terdiri dari perkembangan fisik anak, status kesehatan dan kemampuan fisik yang sesuai dengan perkembangan jaman. Anak-anak diharapkan memiliki kemampuan untuk menggunakan alat-alat tulis dan kegiatan lain yang membutuhkan koordinasi tangan dan mata. Anak-anak juga harusnya memiliki gizi yang baik dan kesehatan fisik sehingga mereka dapat berpartisipasi secara optimal dalam proses pembelajaran.

b. Perkembangan sosial emosi; yaitu bagaimana pemahaman anak-anak tentang konsep diri mereka sendiri dan orang lain. Kemampuan mereka untuk membentuk hubungan dengan orang lain. Adanya minat dan keterampilan untuk memiliki hubungan positif dengan orang dewasa dan anak-anak lainnya. Keterampilan ini akan mendukung proses pembelajaran di kelas. Sebagai contoh belajar melalui observasi dan mengembangkan sikap positif terhadap sekolah.

c. Sikap belajar; ini termasuk independensi, yaitu kemampuan untuk mengendalikan diri, memiliki rasa ingin tahu, menikmati proses belajar, percaya diri dan kreativitas. Anak-anak seharusnya mampu melakukan tugas-tugas akademik dengan pengawasan minimal dari orang dewasa. d. Bahasa dan kemampuan membangun komunikasi; ini adalah cara reseptif

(39)

25

memahami materi belajar. Kebermaknaan kata akan menjadi dasar untuk keterampilan membaca, sementara kosakata akan menjadi dasar untuk keterampilan komunikasi dan keterampilan kognisi yang lebih baik lagi. e. Pengembangan pengetahuan kognisi dan umum; termasuk pengetahuan

umum tentang lingkungan hidup, matematika dasar dan keterampilan memecahkan masalah sederhana. Kemampuan pada pemahaman numerik, warna, bentuk dan ukuran adalah bagian dari perkembangan kognisi. Pengalaman yang telah didapat anak-anak akan membantu mereka untuk membentuk kerangka pengetahuan umum dan mengembangkan kemampuan kognisi mereka.

Kriteria indikator-indikator untuk melihat tingkat kesiapan anak menurut Yuni Dhamayanti (2014: 84)

a. Motorik kasar : gerak tubuh yang membutuhkan keseimbangan, kelenturan, kelincahan, dan koordinasi antara anggota tubuh.

b. Motorik halus: dilihat dari gerakan sebagian anggota tubuh tertentu yang menggunakan otot-otot halus, yang merupakan kemampuan koordinasi persepsi visual (mata) dengan ketepatan dalam memanipulasi gerakan (koordinasi mata-tangan). Indikatornya : menggunakan alat tulis, memotong dan menempel, memanipulasi dan membentuk suatu objek, tahapan main pembangunan dan konstruksi.

(40)

26

pengurangan, anak memahami konsep sains sedrhana, mengungkapkan sebab akibat.

d. Bahasa: perkembangan bahasa, menceritakan pengalaman pribadi, mampu bertanya dan menjawab serta berpendapat.

e. Sosial emosi: mampu menyesuaikan diri, menunjukkan rasa percaya diri, mengikuti aturan.

Hasil penelitian Sulistiyaningsih (2005)menyatakan bahwa kesiapan bersekolahmenjadi penting artinya karena anak yang telahmemiliki kesiapan untuk bersekolah akanmemperoleh keuntungan dan kemajuan dalamperkembangan selanjutnya. Sementara ituanak yang tidak memiliki kesiapan, justru akanfrustrasi bila ditempatkan di lingkunganakademis. Berbagai bentuk perilaku sebagaicerminan frustrasi ini diantaranya adalahmenarik diri, berlaku acuh tak acuh, menunjukkan gejala-gejala fisik, atau kesulitanmenyelesaikan tugasnya di sekolah. Jika anak kesulitan menyelesaikan tugasnya di sekolah tentu akan menghambat belajar anak dan berpengaruh terhadap kesiapan anak di jenjang sekolah selanjutnya.

Pada saat mengikuti prosesbelajar mengajar sudah memiliki kesiapan, diantaranya sudah mengenal huruf, sudahmampu menulis, menghitung jumlah gambar,berani mencoba memecahkan masalah,menceritakan dan mengurutkan cerita darigambar-gambar. Ditambahkan juga bahwarata-rata anak-anak ini sudah mampu duduktenang dan menyelesaikan tugas-tugasakademik di sekolah SD.

(41)

27 a. Dari perkembangan fisik:

1) Anak dapat meniti. Kalau berjalan di titian, ia tidak jatuh karena sudah lebih bisa mengontrol keseimbangan dirinya.

2) Anak dapat memegang alat tulis dengan benar, misalnya ketika ia menulis atau menggambar sesuatu. Perhatikan tahapan bagaimana anak memegang alat tulis.

3) Anak mulai bisa memusatkan pandangannya pada benda-benda kecil. Itulah sebabnya anak dapat mengoordinasikan mata dan tangannya. Misal, anak bisa mengancingkan baju sendiri, menyusun balok-balok, atau memasukkan balok sesuai dengan bentuknya.

b. Dalam menggambar, Anak dapat membuat coretan-coretan yang lebih bermakna. Gambaran yang tadinya hanya garis-garis tidak beraturan sudah dapat dibuat dalam bentuk tertentu seperti orang, rumah, mobil, roda, bunga, dan lainnya.

c. Ketergantungan pada ibu-ayah atau orang dewasa lain mulai berkurang.Anak mulai mandiri dan menunjukkan rasa tanggung jawabnya. Contoh, anak bisa makan sendiri, habis bermain membereskan mainan sendiri, dan bisa mandi sendiri meskipun belum bersih betul.

d. Anak sangat menyukai kegiatan yang dipilih sendiri dan ia sangat menikmatinya.

(42)

28

f. Anak dapat berbagi dan bermain bersama-sama dengan temannya. Contoh, waktu bermain balok-balok, anak bisa bermain bersama-sama dengan temannya membangun sesuatu.

g. Anak senang berbicara, pertanyaan anak juga sudah lebih rumit. Pertanyaan yang diajukan tidak lagi menggunakan kata tanya “apa”, tetapi

sudah berkembang menjadi “mengapa”. Contoh, “Ayah, mengapa ayam

kalau darijauh menjadi kecil?” Anak juga cepat tanggap jika ada hal-hal yang bertentangan dengan apa yang sudah ibu-ayah ucapkan, “Kata Ibu, sebelum makan harus cuci tangan dulu, tapi kok Ayah boleh makan

padahal belum cuci tangan?”

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 58 tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini, indikator kesehatan fisik anak usia 5-6 tahun adalah: 1) memiliki kesesuaian antara usia dengan berat badan 2) memiliki kesesuaian antara usia dengan tinggi badan 3) memiliki kesesuaian antara tinggi dengan berat badan.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat diketahui bahwa perkembangan fisik anak mempengaruhi kesiapan anak masuk sekolah. Jika fisik anak tidak mempunyai kesesuaian antara usia, berat badan, tinggi badan dikhawatirkan anak akan mengalami kesulitan dalam proses belajar. Misalnya anak menjadi sakit-sakitan sehingga tidak dapat mengikuti proses belajar dengan maksimal.

(43)

29

Untuk mengetahui pengembangan kognisi dan pengetahuan umum, dapat dilihat dari indikator: 1)mengenal sebab-akibat tentang lingkungannya (angin bertiup menyebabkan daun bergerak, air dapat menyebabkan sesuatu menjadi basah.) 2) memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari.

2. Kesiapan Anak Masuk Sekolah Dasar

Kesiapan anak memasuki sekolah adalah topik yang menarik bagi orangtua, guru, dan pembuat kebijakan. Dua hal yang biasanya perlu diperhatikan sebelum anak masuk sekolah dasar adalah kematangan masuk sekolah (school maturity) dan kesiapan masuk sekolah (school readiness) (Edia, 2012:2). Kematangan mengacu pada pertumbuhan biologis yang perlu dicapai sebelum masuk sekolah, misalnya kematangan otak untuk memahami konsep membaca, menulis, berhitung, dan memahami sudut pandang orang lain.

Menurut Fitzgerald dan Strommen (dalam Wiwik Sulistyaningsih, 2005: 2) mengungkapkan bahwa kesiapan bersekolah sebagai kemampuan anak mencapai tingkat perkembangan emosi, fisik, dan kognisi yang memadai sehingga anak mampu atau berhasil dengan baik. Sedangkan menurut Hurlock (1974) kesiapan bersekolah ini terdiri dari kesiapan secara fisik dan kesiapan secara psikologis, yang meliputi kesiapan emosi, sosial dan mental.

(44)

30

persis kapan akan dicapai. Hal ini sangat tergantung pada stimulasi dan kematangan yang dicapai.

Lita Edia ( 2012 : 5 ) mengungkapkan, ada empat aspek yang bisa menjadi acuan kesiapan anak. Keempat aspek itu adalah sebagai berikut.

a. Perkembangan fisik dan motorik.

Gerak atau juga dikenal dengan motorik terjadi akibat adanya koordinasi antara organ-organ pada tubuh. Pada manusia gerak terjadi melalui rangsangan yang diterima saraf yang dikirim keotak dan otak memerintah pada otot untuk bergerak. Menurut Ariyani dan

Rini (209: 12) “motorik merupakan perkembangan pengendalian

gerak tubuh melalui kegiatan yang terkoordinasi antara susunan saraf, otot, dan spinalcord. Menurut Heri Rahyubi (2012: 208) motorik adalah suatu proses belajar yang mengarah pada dimensi gerak yang diwujudkan melalui respons-respons otot yang di ekspresikan dalam gerakan tubuh yang spesifik untuk meningkatkan kualitas gerak tubuh. Oleh sebab itu, perkembangan kemampuan motorik anak akan dapat terlihat jelas melalui berbagai gerakan dan permainan yang dapat mereka lakukan.

Perkembangan motorik sangat dipengaruhi oleh gizi, status kesehatan, dan perlakuan gerak yang sesuai dengan masa perkembangannya.

(45)

31

Bahasa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (1990: 103) yaitu sistem lambang bunyi yang dipakai suatu masyarakat untuk berinteraksi; percakapan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun.

Senada dengan hal tersebut, Abdul Chaer (2006: 1) mendefinisikan bahasa adalah suatu sistem lambang berupa bunyi, bersifat arbitrer, digunakan oleh suatu masyarakat untuk bekerja sama, berkomunikasi dan mengidentifikasi diri. Dari uraian yang ada, dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah kemampuan seseorang untuk berinteraksi dalam suatu percakapan dengan orang lain secara sopan santun.

c. Perkembangan sosial emosi.

Secara umum perkembangan emosi dan sosial kanak-kanak dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Dapat mengadakan ikatan dengan orang dewasa yang lain dan anak sebaya, serta lingkungan sosialnya makin meluas.

2) Egosentrisme sudah agak berkurang, tetapi melihat kenyataan masih berdasarkan informasi yang terbatas.

3) Mempunyai keinginan kuat menjadi anggota kelompok.

4) Konformisme, tetapi karena sifat-sifat pribadi dan faktor situasional. 5) Emosi relatif lebih tenang dan bentuk ungkapannya berbeda dengan masa

anak awal.

6) Bermain masih penting, tetapi waktunya sudah berkurang (Christiana, 2012: 266)

d. Perkembangan kognitif (intelektual).

(46)

32

menghubungkan kalimat menjadi pembicaraan yang bermakna (meaningfull).

Lentschner (dalam Berk 2007: 9) mengatakan perkembangan kognitif adalah perubahan kemampuan intelektual termasuk perhatian, memori, akademik, pengetahuan sehari-hari, pemecahan masalah, imajinasi, kreativitas dan bahasa.

Keempat aspek ini perlu terpenuhi secara keseluruhan, karena satu sama lain akan saling menguatkan keberhasilan anak mengikuti aktivitas belajar di sekolah.Dengan berkembangnya semua aspek perkembangan anak, diharapkan dapat mendukung proses belajar anak pada jenjang selanjutnya.

C. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Nur Halimah dan Fajar Kawuryan (2010:

7) dengan judul “Kesiapan Memasuki Sekolah Dasar Pada Anak Yang Mengikuti Pendidikan TK Dengan Yang Tidak Mengikuti Pendidikan TK Di Kabupaten

Kudus”. Penelitian tersebut menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan

teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah accidental sampling. Tujuan dari penelitian untuk menguji secara empirik perbedaan kesiapan sekolah anak SD yang mengikuti pendidikan TK dengan yang tidak mengikuti pendidikan TK.

(47)

33

sangat signifikan kesiapan sekolah anak SD yang mengikuti pendidikan TK dengan yang tidak mengikuti pendidikan TK.

Hal ini juga ditunjukkan dengan perbedaan rerata keduanya yaitu untuk anak yang mengikuti pendidikan TK sebesar 25,98 dan untuk anak yang tidak mengikuti pendidikan TK sebesar 11,25. Berdasarkan hasil analisis data di atas maka hipotesis yang diajukan yaitu ada perbedaan kesiapan sekolah anak yang mengikuti pendidikan TK dengan anak yang tidak mengikuti pendidikan TK; diterima.

D. Kerangka Pikir

Pendidikan anak usia dini adalah pendidikan yang terpogram dalam sebuah kegiatan pembelajaran yang di dalamnya bersisi kegiatan-kegiatan yang dapat mengembangkan bebagai aspek perkembangan yang berguna untuk memaksimalkan segala potensi yang dimiliki anak. Salah satunya adalah mengajarkan baca tulis hitung bagi anak. Prinsip pembelajaran bagi anak usia dini adalah pembelajaran yang menyenangkan sehingga anak akan mengikuti pembelajaran yang diberikan guru. Guru harus mampu menyediakan dan menciptakan pembelajaran yang sesuai dengan semua aspek perkembangan anak. Selain harus menciptakan pembelajaran yang menyenangkan guru juga harus mempersiapkan anak untuk jenjang pendidikan selanjutnya.

(48)

34

menyampaikan kesulitan yang dialami. Bila kemampuan baca tulis hitung baik, hal tersebut dapat membantu proses menuju jenjang pendidikan selanjutnya. Anak akan merasa lebih siap, nyaman, percaya diri, dan dapat memahami perintah atau aturan yang ada. Saat pembelajaran, anak akan lebih mudah berkomunikasi dengan teman maupun guru sehingga guru dapat membimbing anak untuk belajar dan mempersiapkan diri untuk jenjang pendidikan selanjutnya.

Belajar baca tulis hitung bagi anak melalui tahapan-tahapan yang mungkin setiap anak akan berbeda dalam penerimaannya. Dari penerimaan kemampuan baca tulis hitung yang berbeda tersebut, maka kesiapan anak dalam mempersiapkan diri untuk jenjang pendidikan selanjutnya juga berbeda.

Dari penjelasan di atas, peneliti ingin memaparkan hubungan antara kemampuan baca tulis hitung dan kesiapan masuk sekolah dasar anak TK Kelompok B. Kemampuan baca tulis hitung membuat hasil yang baik pada kesiapan anak masuk sekolah dasar.

E. Hipotesis

(49)

35 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian korelasional yang bertujuan untuk mendeteksi sejauh mana variasi pada suatu variabel berkaitan dengan variasi pada satu atau lebih variabel lain berdasarkan pada koefisien korelasi (Hadi, 2000: 285). Pendekatan dalam penelitian ini merupakan pendekatan kuantitatif dengan metode penelitian berupa korelasi. Pendekatan ini disebut pendekatan kuantitatif karena data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik (Sugiyono,2011: 11). Tujuandari penelitian korelasi adalah untuk menemukan hubungan antara variabel-variabel melalui penggunaan data. Penelitian ini mencari hubungan antara kemampuan baca tulis hitung dengan kesiapan masuk sekolah dasar pada anak TK Qurrata Ayun Kelompok B, Kecamatan Bandongan, Kabupaten Magelang.

B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

(50)

36

terdiri dari dua kelas, yaitu B1 dan B2 yang masing-masing berjumlah 20 dan 19 anak. Fasilitas yang ada di TK antara lain alat permainan indoor dan outdoor, UKS, perpustakaan, tempat parkir, dan kamar mandi. TK Qurrata Ayun memiliki kebiasaan untuk makan siang bersama setiap hari dan olahraga setiap hari Jumat. 2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukanbulan Juli - September 2016.

C. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah anak kelompok B TK Qurrata Ayun, Kecamatan Bandongan, Kabupaten Magelang. Di TK Qurrata Ayun Bandongan terdapat dua kelas B yaitu kelas B1 dan B2. Penelitian ini merupakan penelitian populasi yang berarti subjek penelitian adalah jumlah keseluruhan populasi. Suharsimi Arikunto (2006:130) menjelaskan populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi pada penelitian ini adalah semua anak TK Qurrata Ayun Kelompok B dengan rincian 20 anak dari kelas B1 dan 19 anak dari kelas B2. Objek penelitian ini adalah kemampuan baca tulis hitung dengan kesiapan anak masuk SD.

D. Variabel Penelitian

(51)

37

adalah kesiapan masuk sekolah dasar(y). Variabel bebas pada penelitian ini adalah kemampuan baca tulis hitung (x).

E. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Kemampuan Baca Tulis Hitung (CaLisTung)

Pengertian membaca, menulis, dan berhitung adalah proses pembelajaran yang digunakan untuk menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran, perhatian, kemauan untuk mengenalkan melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis, membuat huruf dan angka dengan pena (pensil, kapur ), membilang (menjumlahkan, mengurangi, membagi, memperbanyakkan).

2. Kesiapan Masuk Sekolah Dasar

Kesiapan bersekolah adalah kemampuan anak mencapai tingkat perkembangan emosi, fisik, dan kognisi yang memadai sehingga anak mampu atau berhasil dengan baik.

F. Metode Pengumpulan Data

(52)

38 G. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat bantu bagi peneliti dalam mengumpulkan data (Suharsimi Arikunto, 2005:134). Kualitas instrumen akan menentukan kualitas data yang terkumpul. Sesuai dengan metode yang dipakai dalam pengumpulan data, dalam penelitian ini instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah pedomen observasi.

Jenis validitas dalam penelitian ini adalah validitas isi yaitu validitas yang dibangun berdasarkan isi yang disusun atas pertanyaan yang diajukan telah menggambarkan sesuatu yang diukur. Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono,2006:173).

Penelitian ini menggunakan expert judgment. Expert judgment merupakan teknik memvalidasi instrumen dengan cara mengkonsultasikannya dengan para ahli di bidangnya, sehingga dimungkinkan nanti para ahli akan memeberi keputusan:instrumen dapat digunakan tanpa perbaikan, ada perbaikan, dan mungkin dirombak total (Sugiyono,2006:177). Instrumen dan lembar observasi yang digunakan dalam penelitian sudah di validasi oleh expert judment.

Dibawah ini merupakan tabel kisi-kisi kemampuan baca, tulis, hitung, yang akan digunakan peneliti dalam melakukan observasi dalam penelitian.

(53)
[image:53.595.107.519.110.411.2]

39

Tabel 1. Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Membaca Anak Usia 5-6 Tahun Variabel Sub Variabel Indikator

Kemampuan Membaca

Menerjemahkan huruf dalam bentuk bunyi

Menunjuk huruf atau mengambil huruf

Melafalkan huruf-huruf

Mengenali kata Menyebutkan huruf-huruf yang ada di kata

Merangkai huruf membentuk kata

Memahamai makna kata dan maksud bacaan

Mencocokkan gambar dan kata Membaca bacaan berupa gambar bertuliskan kalimat sederhana

Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Menulis Anak Usia 5-6 Tahun

Variabel Indikator

[image:53.595.106.516.480.595.2]
(54)

40

Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Berhitung Anak Usia 5-6 Tahun

Variabel Indikator

Kemampuan Berhitung Menyebutkan lambang bilangan1-20

Mencocokkan bilangan denganlambang bilangan 1-20

Mengenal tanda/simbol operasi penjumlahan (+) dan pengurangan (-)

[image:54.595.108.518.121.292.2]

b. Pedoman Observasi Kesiapan Anak Masuk Sekolah Dasar Tabel 4. Kisi-kisi Instrumen Kesehatan Fisik Anak Usia 5-6 Tahun

Variabel Indikator Kesehatan

fisik dan perkembangan

Memiliki kesesuaian antara usia dengan berat badan. Memiliki kesesuaian antara usia dengan tinggi badan Memiliki kesesuaian antara tinggi dengan berat badan.

Tabel 5. Kisi-kisi Instrumen Perkembangan Sosial Emosi Anak Usia 5-6 Tahun Variabel Indikator

Perkembangan sosial

emosional

Bersikap kooperatif dengan teman Menunjukkan sikap toleran

Memahami peraturan dan disiplin Menunjukkan rasa empati

[image:54.595.108.515.392.510.2]
(55)

41

Tabel 6. Kisi-kisi Instrumen Pengembangan Kognisi Dan Pengetahuan Umum

Variabel Indikator

Pengembangan pengetahuan kognisi dan umum

Mengenal sebab akibat tentang lingkungannya (angin bertiup menyebabkan daun bergerak, air dapat menyebabkan sesuatu menjadi basah) Memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari

H. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data untuk mengetahui hubungan antara dua variabel, yaitu variabel kemampuan baca tulis hitung dan kesiapan masuk SD. Pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan analisis korelasi. Analisis korelasi dilakukan dalam penelitian ini menggunakan analisis korelasi product moment. Korelasi product moment digunakan untuk menentukan hubungan gejala dua hubungan (Suharsimi Arikunto, 2010: 314). Rumus korelasi product moment sebagai berikut (Sugiyono, 2014: 255).

Keterangan :

(56)

42

Ʃx = Jumlah hasil skor x

Ʃy = Jumlah hasil skor y

[image:56.595.85.363.263.433.2]

Setelah diketahui nilai korelasi, selanjutnya memberikan interpretasi nilai r. Menurut Sugiyono (2007: 216) ukuran yang digunakan untuk menginterpretasi nilai r adalah sebagai berikut.

Tabel 7. Pedoman Interpretasi Nilai r

Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0,00 - 0,199 Sangat Rendah

0,20 – 0,399 Rendah

0,40 – 0,599 Sedang

0,60 – 0, 799 Kuat

(57)

43 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Kemampuan Baca Tulis Hitung

Pada pembahasan ini disajikan data-data yang diperoleh dalam penelitian. Kemampuan baca tulis hitung pada penelitian ini diukur menggunakan skala penilaian yang dikembangkan menggunakan skala Likert. Jumlah skor tertinggi pada setiap indikator adalah 4 dan skor terendahnya adalah 1.

Instrumen kemampuan baca tulis hitung mempunyai 11 item indikator, sehingga skor total tertingginya adalah 11 x 4 = 44, sedangkan skor terendahnya adalah 11 x 1 = 11. Deskripsi data diuraikan dalam tabel di bawah ini:

a. Membaca

Tabel 8. Rumus Kategori Kemampuan Membaca Anak TK B

Rumus Kategori Skor Skala

X > (Mean + 1 SD) Tinggi X>22,87 (Mean –1 SD) ≤X ≤ (Mean + 1 SD) Sedang 15,18<X≤22,87 X <(Mean – 1 SD) Rendah X<14,84

Tabel 9. Hasil Persentase Kemampuan Membaca

Variabel Kategori Kriteria Frekuensi Persentase % Membaca

Tinggi X>22,87 9 23,08 %

Sedang 15,18≤X≤22,87 20 51,28 %

Rendah X<14,84 10 25,64 %

Jumlah 39 100 %

(58)

44

[image:58.595.135.412.140.328.2]

rendah. Jika dibuat dalam bentuk diagram, maka hasil presentase kemampuan membaca adalah sebagai berikut.

Grafik 1. Kemampuan Membaca Anak TK B Qurrata Ayun b. Menulis

Tabel 10. Rumus Kemampuan Menulis

Rumus Kategori Skor Skala

X > (Mean + 1 SD) Tinggi X>7,96 (Mean –1 SD) ≤X ≤ (Mean + 1 SD) Sedang 6,09 <X≤7,96 X <(Mean – 1 SD) Rendah X<6,09 Tabel 11. Hasil Presentasi Kemampuan Menulis

Variabel Kategori Kriteria Frekuensi Persentase % Menulis

Tinggi X>7,96 15 38,46 %

Sedang 6,09 ≤X≤7,96 12 30,77 %

Rendah X<6,09 12 30,77 %

Jumlah 39 100 %

Dapat diketahui dari hasil observasi, terdapat 15 anak (38,46%) yang memiliki kemampuan menulis tinggi, 12 anak (30,77%) memiliki kemampuan menulis sedang, dan 12 anak (30,77%) dengan kemampuan menulis rendah.

0,00% 10,00% 20,00% 30,00% 40,00% 50,00% 60,00%

Tinggi Sedang Rendah

(59)

45

Jika dibuat dalam bentuk diagram, maka hasil kemampuan menulis sebagai berikut.

Grafik 2. Kemampuan Menulis Anak TK B Qurrata Ayun

[image:59.595.135.399.140.305.2]

c. Berhitung

Tabel 12. Rumus Kemampuan Berhitung

Rumus Kategori Skor Skala

X > (Mean + 1 SD) Tinggi X>7,73 (Mean –1 SD) ≤X ≤ (Mean + 1 SD) Sedang 4,63<X≤7,73 X <(Mean – 1 SD) Rendah X<4,63 Tabel 13. Hasil Persentasi Kemampuan Berhitung

Variabel Kategori Kriteria Frekuensi Persentase % Berhitung

Tinggi X>7,73 13 33,33 %

Sedang 4,63≤X≤7,73 17 43,59 %

Rendah X<4,63 9 23,08 %

Jumlah 39 100 %

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan berhitung anak TK B Qurrata Ayun adalah 13 anak (33,33%) dalam kategori tinggi, 17 anak (45,59) dalam kategori sedang, 9 anak (23,08%) dalam kategori rendah. Jika dibuat dalam bentuk diagram, makasil presentase kemampuan berhitung adalah sebagai berikut.

0,00% 10,00% 20,00% 30,00% 40,00% 50,00%

Tinggi Sedang Rendah

(60)
[image:60.595.134.397.84.268.2]

46

Grafik 3. Kemampuan Berhitung Anak TK B Qurrata Ayun

d. Calistung

Dari data yang diperoleh saat melakukan observasi maka dapat diketahui bahwa kemampuan baca tulis hitung anak TK B Qurrata Ayun sudah berada pada kategori sedang. Dari hasil persentase kemampuan baca, tulis, hitung dapat di kategorikan dalam kemampuan calistung. Pengkategorian dapat diperoleh dengan mencari deviasi standart hipotetik dan mean hipotetik (µ) (Suharsimi Arikunto, 2009: 263), berikut ini langkah-langkahnya:

1. Menghitung mean hipotetik (µ), dengan rumus:

µ = , diperoleh mean sebasar 32,23

2. Menghitung deviasi standart hipotetik (σ), dengan rumus:

σ = , diperoleh standart deviasi 5,59

3. Pengkategorian 0,00%

10,00% 20,00% 30,00% 40,00% 50,00%

Tinggi Sedang Rendah

(61)

47 Tabel 14. Rumus Kategori Calistung

Rumus Kategori Skor Skala

X > (Mean + 1 SD) Tinggi X > 37,82

(Mean –1 SD) ≤X ≤ (Mean + 1 SD) Sedang 26,64 < X ≤ 37,82 X <(Mean – 1 SD) Rendah X < 26,64

4. Analisis persentase

Tabel 15. Hasil Persentasi Variabel Calistung

Variabel Kategori Kriteria Frekuensi Persentase % Baca

Tulis Hitung

Tinggi X > 37,82 9 23,08 %

Sedang 26,64 ≤X ≤ 37,82 24 61,54 %

Rendah X < 26,64 6 15,38 %

Jumlah 39 100 %

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan baca, tulis, hitung anak TK B Qurrata Ayun Bandongan ada 9 anak (23,08%) dalam kategori tinggi, 24 anak (61,54%) dalam kategori sedang, dan 6 anak (15,38%) dalam kategori rendah. Jika dibuat dalam bentuk diagram, maka hasil presentase variabel baca, tulis, hitung sebagai berikut.

Grafik 4. Presentase Kemampuan Baca Tulis Hitung 2. Deskripsi Data Kesiapan Masuk SD

Penelitian ini menggunakan observasi dengan 9 indikator, yaitu 1) kesesuaian antara usia dengan berat badan 2) kesesuaian antara usia dengan

0,00% 20,00% 40,00% 60,00% 80,00%

Tinggi Sedang Rendah

(62)

48

tinggi badan 3) kesesuaian antara tinggi badan dan berat badan 4) bersikap kooperatif dengan teman 5) menunjukkan sikap toleran 6) memahami peraturan dan disiplin 7) menunjukkan rasa empati 8) memiliki sikap gigih (tidak mudah menyerah) 9) memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari. Setiap indikator diberi skor 4, 3, 2, dan 1. Skor maksimal adalah 9 x 4 = 36, dan skor terendah adalah 9 x 1 = 9. Hasil penelitian di TK B Qurrata Ayun menunjukkan bahwa belum ada skor maksimal, juga tidak ada skor minimal dengan hasil 9. Hasil Penelitian dapat dikategorikan menjadi 3 kriteria. Pengkategorian dapat diperoleh dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menghitung mean hipotetik (µ), dengan rumus:

µ = , diperoleh mean sebasar 32,26

2. Menghitung deviasi standart hipotetik (σ), dengan rumus:

σ = , diperoleh standart deviasi 3,70

3. Pengkategorian

Tabel 15. Rumus Kategori Kesiapan Masuk SD

Rumus Kategori Skor Skala

X > (Mean + 1 SD) Tinggi X > 35,95

(Mean –1 SD) ≤X ≤ (Mean + 1 SD) Sedang 28,56 < X < 35,95 X <(Mean – 1 SD) Rendah X < 28,56

4. Analisis persentase

Tabel 16. Hasil Persentasi Variabel Kesiapan Masuk SD

Variabel Kategori Kriteria Frekuensi Persentase % Kesiapan

Masuk SD

Tinggi X > 35,95 5 12,82 %

Sedang 28,56 ≤ X < 35,95 28 71,79 %

Rendah X < 28,56 6 15,38 %

(63)

49

(64)
[image:64.595.148.380.82.234.2]

50

Grafik 5. Presentase Kesiapan Anak Masuk SD

2) Hubungan Antara Kemampuan Baca Tulis Hitung Dengan Kesiapan Masuk SD

Berikut ini disajikan data analisis korelasi kemampuan baca tulis hitung dengan kesiapan masuk SD menggunakan korelasiProduct Moment Pearson: Tabel 17. Hasil Uji Korelasi Product Moment Pearson

Correlations

calistung Kesiapan

calistung Pearson Correlation 1 .771**

Sig. (2-tailed) .000

N 39 39

kesiapan Pearson Correlation .771** 1

Sig. (2-tailed) .000

N 39 39

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Dari tabel di atas dapat diketahui nilai signifikansi (Sig. (2-tailed) sebesar 0,000 sehingga bisa disimpulkan bahwa kedua variabel memiliki hubungan yang signifikan (0,000 < 0,05). Dengan demikian hipotesis dalam penelitian ini diterima,

0,00% 20,00% 40,00% 60,00% 80,00%

Tinggi Sedang Rendah

[image:64.595.112.410.449.607.2]
(65)

51

yaitu ada hubungan yang signifikan antara kemampuan baca tulis hitung dan kesiapan masuk SD anak TK Kelompok B Qurrata Ayun Bandongan. Angka yang berbentuk positif menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut memiliki hubungan yang positif, sehingga kedua variabel memiliki hubungan yang searah berarti jika kemampuan baca tulis hitungtinggi atau baik, kesiapan masuk SD pun juga ikut tinggi atau baik. Sebaliknya, jika kemampuan baca tulis hitung kurang baik atau rendah, juga akan membuat kesiapan anak masuk SD menjadi kurang baik atau rendah. Tahapan uji korelasi kemampuan baca tulis hitung dengan kesiapan masuk SD adalah sebagai berikut:

a. Menentukan hipotesis nol dan hipotesis alternatif

Ho = 0 (Kemampuan baca tulis hitung tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap kesiapan masuk SD anak kelompok B TK Qurrata Ayun)

Ha≠ 0 (Kemampuan baca tulis hitung memiliki hubungan yang signifikan terhadap kesiapan masuk SD anak kelompok B TK Qurrata Ayun) b. Kriteria pengujian

Ho diterima bila signifikansi (Sig 2 tailed) > 0,05 (tidak ada hubungan)

Ho ditolak bila signifikansi (Sig 2 tailed) ≤ 0,05 (ada hubungan)

c. Membuat Kesimpulan

(66)

52 B. Pembahasan

Pada penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan antara kemampuan baca tulis hitung dengan kesiapan masuk SD pada anak TK B Qurrata Ayun Bandongan. Hubungan yang terjalin antara dua variabel tersebut adalah hubungan positif, semakin tinggi kemampuan baca tulis hitung yang dimiliki anak semakin tinggi pula kesiapan anak masuk SD. Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan Sulistyaningsih (2005), yang menyatakan bahwa semua murid kelas I berasal dari TK, efeknya pada saat mengikuti proses belajar mengajar sudah memiliki kesiapan, diantaranya sudah mengenal huruf, sudah mampu menulis, menghitung jumlah gambar, berani mencoba memecahkan masalah, menceritakan dan mengurutkan cerita dari gambar-gambar. Ditambah juga bahwa rata-rata anak sudah mampu duduk tenang dan menyelesaikan tugas-tugas akademik di sekolah dasar (SD).

Pada penelitian ini anak yang mempunyai kemampuan baca tulis hitung tinggi, juga mempunyai kesiapan yang tinggi. Hasil observasi calistung sebanding sengan perolehan skor kesiapan masuk SD yang berada pada kategori tinggi. Hasil ini menunjukkan bahwa anak yang mempunyai kemampuan calistung tinggi mempunyai kesiapan yang tinggi dan ajeg.

(67)

53

Sedangkan observasi kesiapan anak terdapat 10 indikator, tetapi 1 indikator belum muncul selama pembelajaran. Indikator tersebut adalah indikator mengenal sebab akibat tentang lingkungannya (angin bertiup menyebabkan daun bergerak, air dapat menyebabkan sesuatu menjadi basah).

Dari kemampuan baca tulis hitung yang tinggi anak akan lebih mudah melanjutkan sekolah ke jenjang selanjutnya. Kemampuan baca tulis hitung menekankan pada hubungan yang baik pada kesiapan anak, serta membuat anak lebih percaya diri dalam memilih sekolah yang akan dilanjutkan. Hubungan yang baik akan membuat anak merasa nyaman, percaya diri, dan tidak takut menerima pembelajaran selanjutnya. Anak akan lebih mudah berkomunikasi dengan teman sebaya maupun orang dewasa ketika ada kesulitan sehingga guru dan orang tua akan lebih mudah mempersiapkan kesiapan anak sebelum masuk sekolah dasar.

Hal ni sesuai dengan pendapat Van Steensel (2006: 367) menemukan bahwa orang tua yang memperkenalkan membaca buku di usia dini, akan memiliki anak dengan kosakata yang baik ketika mereka berada di kelas satu dan dua sekolah dasar. Di sisi lain, orang tua dan praktik pengasuhan mereka dapat berfungsi sebagai penghalang yang mencegah kelangsungan proses belajar di luar rumah. Diharapkan dengan belajar membaca anak lebih mudah dalam berkomunikasi dan dapat menyampaikan segala kesulitan sehingga orang tua dan guru dapat memantau perkembangan anak dan memberikan pendampingan.

(68)

54

dikarenakan kelas yang diteliti belum memaksimalkan pengajaran baca tulis hitung dalam pembelajaran, penelitian dilaksanakan pada awal semester ganjil sehingga guru masih fokus terhadap penyesuaian anak di kelas baru.

Morrison (2009: 67) dan Community Pediatric Review (2005) menyebutkan karakteristik anak ketika mereka sudah mulai bersekolah yang dapat menggambarkan kesiapan adalah perkembangan sosial emosi, yaitu bagaimana pemahaman anak-anak tentang konsep diri mereka sendiri dan orang lain. Kemampuan mereka untuk membentuk hubungan dengan orang lain. Adanya minat dan keterampilan untuk memiliki hubungan positif dengan orang dewasa dan anak-anak lainnya. Sikap belajar, ini termasuk independensi, yaitu kemampuan untuk mengendalikan diri, memiliki rasa ingin tahu, menikmati proses belajar, percaya diri dan kreativitas. Anak-anak seharusnya mampu melakukan tugas-tugas akademik dengan pengawasan minimal dari orang dewasa. Karakteristik tersebut sesuai dengan karakteristik dua anak yang termasuk dalam kesiapan masuk sekolah dasar rendah.

Selain mensyaratkan hubungan baik antara anak dengan anak, kemampuan baca tulis hitung juga menekankan pentingnya hubungan anak dengan guru. Untuk kemampuan baca tulis hitung, rata-rata anak TK Kelompok B Qurrata Ayun sudah baik, hal ini menjadi hubungan dengan kesiapan pada aspek sosial emosi juga baik karena anak sudah dapat memenuhi rasa ingin tahunya sendiri serta memahami penjelasan dari guru.

(69)

55

tulis hitung berbeda-beda, sehingga perkembangan sosial emosional juga berbeda. Anak yang memiliki kemampuan baca tulis hitung tinggi, lebih baik perkembangan sosial emosionalnya karena anak sudah dapat memahami perintah atau dapat berkomunikasi dengan baik antara anak dengan anak dan anak dengan guru. Komunikasi yang baik mendukung anak untuk bersikap kooperatif dengan teman, bersikap toleran, dapat memahami peraturan dan bersikap disiplin, serta menunjukkan rasa empati.

Anak yang belajar baca tulis hitung sejak usia dini atau ketika berada di Taman Kanak-kanak akan dapat menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran, perhatian, kemauan untuk mengenal, melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis, membuat huruf

Gambar

Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Menulis Anak Usia 5-6 Tahun
Tabel 5. Kisi-kisi Instrumen Perkembangan Sosial Emosi Anak Usia 5-6 Tahun
Tabel 7. Pedoman Interpretasi Nilai r
Grafik 1. Kemampuan Membaca Anak TK B Qurrata Ayun
+7

Referensi

Dokumen terkait

1) Sampah cair yang berasal dari air cucian, air sabun, minyak goreng, air seni. Selain itu sampah cair juga dapat berasal dari buangan industri, pabrik,

Pembelajaran). Materi yang ditugaskan kepada mahasiswa untuk disampaikan kepada peserta didik yaitu mengenai perusahaan dagang mulai dari pengertian perusahaan

1) Pada tindak pidana biasa terutama diperhatikan adalah akibatnya (gevolg) sedang pada tindak pidana medik yang penting bukan akibatnya teteapi

Regresi linear sederhana adalah metode yang menganalogikan suatu pola hubungan yang berbentuk garis lurus antara suatu variabel yang diramalkan dengan satu variabel

“Analisis rasio adalah menyederhanakan informasi yang menggambarkan hubungan antara pos tertentu dengan pos lainnya.” Analisis rasio merupakan bentuk atau cara umum yang

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah memonitor terjadinya dinamika fluida bawah permukaan akibat perubahan yang terjadi di permukaan, seperti musim, dengan

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada Perbedaan Waktu Dialisis Terhadap Penurunan

Ventura merapakan usaha bersama (dua individu atau lebih) dengan jangka waktu yang terbatas.. Keterbatasan waktu dikarenakan (a) produk sudah selesai atau (b) jangka waktu