• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teknologi biogas : pembuatan, operasional dan pemanfaatan ilmu biogas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Teknologi biogas : pembuatan, operasional dan pemanfaatan ilmu biogas"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

TEKNOLOGI BIOGAS

PEMBUATAN, OPERASIONAL, DAN PEMANFAATAN

Suyitno Agus Sujono

(4)

TEKNOLOGI BIOGAS

Pembuatan, Operasional, dan Pemanfaatan

Oleh : Suyitno Agus Sujono Dharmanto

Edisi Pertama

Cetakan Pertama, 2010

Hak Cipta  2010 pada penulis,

Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun, secara elektronis maupun mekanis, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan teknik perekaman lainnya, tanpa izin tertulis dari penerbit.

Ruko Jambusari No. 7A Yogyakarta 55283

Telp. : 0274-889836; 0274-889398 Fax. : 0274-889057

Suyitno; Sujono, Agus; Dharmanto

TEKNOLOGI BIOGAS/Suyitno; Agus Sujono; Dharmanto - Edisi Pertama – Yogyakarta; Graha Ilmu, 2010 viii + 110 hlm, 1 Jil. : 23 cm.

ISBN:

978-979-756-1. Teknik I. Judul

(5)

Kata Pengantar

B

iogas merupakan bahan bakar gas yang sangat menarik untuk dikembangkan karena dapat diperbaharui dan dapat dibuat sendiri dengan teknologi yang tidak terlalu rumit. Selain diperoleh bahan bakar biogas, hasil samping biodigester juga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk. Dari aspek ekonomi, besar kecilnya biaya teknologi biogas sangat tergantung pada bahan baku dan bahan pembuatan biodigester. Secara umum teknologi biogas akan sangat ekonomis jika bahan baku berupa bahan organik dapat diperoleh secara murah dan biodigester dibuat dengan memanfaatkan material lokal. Oleh karena itu, beberapa pengetahuan dasar dan praktis yang disajikan dalam buku ini perlu dipelajari sebelum membuat, mengoperasikan, dan memanfaatkan biogas supaya diperoleh hasil yang baik.
(6)

Buku ini dikemas secara padat dan difokuskan pada teknologi energi biogas. Buku ini disusun menjadi enam bab, yaitu sumber energi biogas, biodigester, teknik pencucian biogas, dasar-dasar pembakaran, biogas untuk rumah tangga, dan pembangkit listrik tenaga biogas. Beberapa contoh dan soal diberikan pula dalam buku ini supaya memudahkan pembaca untuk memahaminya.

Penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada seluruh civitas akademika Universitas Sebelas Maret-UNS Surakarta. Terima kasih penulis tujukan kepada Balitbang Jateng, DP2M DIKTI, dan Pesantren Wirausaha Abdul Rahman bin Auf Klaten atas kesempatan dan dukungan pendanaan selama penelitian teknologi biogas ini.

Selanjutnya kritik dan saran sangat penulis harapkan demi sempurnanya buku ini. Silakan kontak email penulis di suyitno@ gmail.com. Semoga apa yang tersaji dalam buku ini dapat memberikan manfaat yang nyata bagi perkembangan teknologi energi di Indonesia. Amiin.

(7)

Daftar Isi

KATA PENGANTAR v

DAFTAR ISI vii

BAB 1 SUMBER ENERGI BIOGAS 1

1.1 Pendahuluan 1

1.2 Bahan Penghasil Biogas 3

1.3 Bahan Baku Pembuatan Biogas 4

1.4 Komposisi Biogas 8

1.5 Teknik Pemanfaatan Biogas 10

2.1 Pendahuluan 13

BAB 2 BIODIGESTER 13

2.2 Jenis-Jenis Biodigester 14

2.3 Komponen Utama Biodigester 18

2.4 Kondisi Biodigester yang Baik 21

2.5 Proses Biologis Terbentuknya Biogas 24

2.6 Perancangan Biodigester 26

BAB 3 TEKNIK PENcUcIAN BIOGAS 33

3.1 Pencucian Biogas dari Unsur H2O 34

3.2 Pencucian Biogas dari Unsur H2S 35

3.3 Pencucian Biogas terhadap H2S dengan Iron chelated

(8)

BAB 4 DASAR-DASAR PEMBAKARAN 43 4.1 Entalpi Pembentukan, Entalpi Pembakaran, Panas Reaksi 43

4.2 Nilai Kalor (Heating Value, HV) 48

4.3 Pembakaran Stoikiometri 49

4.4 Perbandingan Udara Bahan Bakar 50

4.5 Analisis Teoritis Pembakaran Biogas 52

BAB 5 BIOGAS UNTUK RUMAh TANGGA 55

5.1 Aplikasi Biogas di Sektor Rumah Tangga 55 5.2 Merancang Reaktor Biogas untuk

Kompor Rumah Tangga 56

5.3 Analisis Unjuk Kerja Kompor 59

BAB 6 PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOGAS 63

6.1 Dasar-Dasar Motor Bakar 63

6.2 Unjuk Kerja Motor Bakar 64

6.3 Modiikasi Motor Bakar Berbahan Bakar Bensin

Menjadi Berbahan Bakar Biogas 66

6.4 Modiikasi pada Genset 70

6.5 Prinsip Kerja Generator 77

6.6 Analisa Unjuk Kerja Genset Berbahan Bakar Biogas 78

DAFTAR PUSTAKA 89

DAFTAR INDEKS 103

TENTANG PENULIS 107

(9)

-oo0oo-1.1 Pendahuluan

B

iogas adalah gas yang dihasilkan oleh bakteri apabila bahan organik mengalami proses fermentasi dalam reaktor (biodigester) dalam kondisi anaerob (tanpa udara). Reaktor yang dipergunakan untuk menghasilkan biogas umumnya disebut digester atau biodigester, karena di tempat inilah bakteri tumbuh dengan mencerna bahan-bahan organik. Untuk menghasilkan biogas dalam jumlah dan kualitas tertentu, maka digester perlu diatur suhu, kelembaban, dan tingkat keasaman supaya bakteri dapat berkembang dengan baik. Biogas sendiri merupakan gabungan dari gas metana (CH4), gas CO2 dan gas lainnya.

Di Indonesia, pemanfaatan biogas masih terbatas pada bahan bakar kompor untuk memasak. Pemanfaatan biogas untuk kebutuhan rumah tangga ini, beberapa penduduk di Indonesia sudah mampu membuat reaktor biogas sendiri dengan skala kecil. Reaktor biogas (biodigester) untuk skala kecil umumnya dibuat dari plastik maupun dari drum. Bahan baku biogas diperoleh dari kotoran sapi dengan jumlah sapi bervariasi dari 3-5 ekor untuk skala kecil.

Ketertarikan akan sumber energi biogas akhir-akhir ini meningkat. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa cadangan sumber energi fosil semakin berkurang. Salah satu buktinya adalah adanya kebijakan

Sumber Energi Biogas

(10)

Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan

pemerintah dalam konversi minyak tanah ke gas (LPG). Dengan fakta ini sebenarnya beberapa anggota masyarakat yang mempunyai potensi mengolah bahan organik menjadi biogas dapat berperan serta lebih aktif. Manfaatnya adalah masyarakat dapat memperoleh energi yang relatif lebih murah dan lingkungannya juga lebih bersih. Memang, karena biogas dihasilkan dari kotoran sehingga beberapa masyarakat masih canggung untuk menggunakan biogas khusunya untuk memasak.

Biogas sangat potensial sebagai sumber energi terbarukan karena kandungan methane (CH4) yang tinggi dan nilai kalornya yang cukup tinggi. CH4 sendiri mempunyai nilai kalor 50 MJ/kg. Methane (CH4) yang memiliki satu karbon dalam setiap rantainya, dapat menghasilkan pembakaran yang lebih ramah lingkungan dibandingkan bahan bakar berantai karbon panjang. Hal ini disebabkan karena jumlah CO2 yang dihasilkan selama pembakaran bahan bakar berantai karbon pendek adalah lebih sedikit.

Gambar 1.1 Api biogas yang biru

(11)

Pengolahan yang dilakukan misalnya dalam bentuk pencucian terhadap kandungan H2S, pengeringan biogas dari uap air, pengurangan kadar CO2, atau bahkan kompresi biogas. Beberapa teknik pemanfaatan biogas baik untuk energi panas atau untuk pembangkit listrik dan teknik lain yang terkait akan dibahas dalam buku ini.

1.2 Bahan Penghasil Biogas

Biogas dapat diproduksi dari bahan organik dengan bantuan bakteri untuk proses fermentasi anaerobnya. Pada umumnya hampir semua jenis bahan organik dapat diolah menjadi biogas. Untuk biogas sederhana, bahan organik yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah dari kotoran dan urine hewan. Beberapa bahan lain yang digunakan adalah dari kotoran manusia, sampah bio (organik), dan sisa proses pembuatan tahu.

Jenis-jenis bahan organik yang diproses termasuk beberapa contoh di atas sangat mempengaruhi kualitas biogas yang dihasilkan. Pemilihan bahan biogas dapat ditentukan dari perbandingan kadar C (karbon) dan N (nitrogen) dalam bahan tersebut. Bahan organik yang umumnya mampu menghasilkan kualitas biogas yang tinggi mempunyai rasio C/N sekitar 20-30 (Sasse, 1988) atau 20-25 (Dennis A., 2001). Perbandingan C dan N dalam bahan biogas merupakan faktor penting untuk berkembangnya bakteri yang akan menguraikan bahan organik tersebut. Pada perbandingan C/N kurang dari 8, dapat menghalagi aktivitas bakteri akibat kadar amonia yang berlebihan (Uli Werner, 1989). Pada perbandingan C/N lebih dari 43 mengakibatkan kerja bakteri juga terhambat (Dennis A., 2001). Walaupun demikian, parameter ini bukan jaminan satu-satunya untuk kualitas biogas yang tinggi karena masih terdapat beberapa parameter lain yang harus diperhatikan khususnya pada reaktor biogas (biodigester).

(12)

– 30. Tabel 1.1 adalah harga rasio C/N pada beberapa jenis kotoran hewan.

Tabel 1.1 Rasio C/N untuk beberapa bahan organik (Uli Werner, 1989)

Jenis Kotoran Rasio c/N

Urine 0,8

Kotoran sapi 10-20

Kotoran babi 9-13

Kotoran ayam 5-8

Kotoran kambing 30

Kotoran manusia 8

Jerami padi-padian 80-140

Jerami jagung 30-65

Rumput hijau 12

Sisa sayuran 35

Tidak semua bahan organik terurai menjadi gas dalam digester anaerob. Bakteri anaerob tidak menguraikan lignin dan beberapa jenis hidrokarbon. Digester yang berisi kotoran yang mengandung nitrogen tinggi dan belerang yang rendah dapat menghasilkan racun berupa amonia dan H2S. Kotoran yang tidak bercampur dengan air akan terurai dengan lambat.

Perlu ditekankan disini bahwa proses fermentasi dalam biodigester sendiri berlangsung secara alami. Mikroba (bakteri) yang berfungsi untuk menguraikan bahan organik juga dapat terbentuk secara alami asalkan kondisi biodigester terpenuhi untuk tumbuhnya bakteri tersebut. Ciri isik yang terlihat dari terjadinya proses fermentasi alami adalah terbentuknya gelembung pada permukaan air.

1.3 Bahan Baku PemBuatan Biogas

(13)

berbentuk organik, dan sampah produk pertanian. Di Indonesia, jenis kotoran yang umum digunakan untuk menghasilkan biogas adalah kotoran sapi.

Tabel 1.2 menunjukkan spesiikasi kotoran sapi yang dihasilkan dari sapi dengan bobot waktu hidup 635 kg untuk setiap harinya. Besarnya padatan total (TS) umumnya dapat juga diperkirakan sekitar 10-15% dari massa kotoran awal. Sedangkan besarnya padatan volatil dapat diperkirakan sebesar 8-10% dari massa kotoran awal.

Tabel 1.2 Spesiikasi kotoran sapi dengan bobot total 635 kg

Spesiikasi bobot 635 kgSapi dengan

Kotoran 50,8 kg

Kotoran 51,1 liter

Padatan total (total solid, TS) 6,35 kg Padatan Volatil (volatile solid, VS) 5,4 kg

Sebagai acuan, untuk setiap ekor sapi umumnya mampu menghasilkan kotoran sebanyak 5-40 kg per hari. Secara nyata, tidak dapat dipastikan berapa kotoran yang dihasilkan oleh hewan untuk setiap harinya karena tergantung pada banyak hal, seperti kondisi hewan, pola makan dari hewan, jenis makanan, jenis kandang, jenis lantai, dan lainnya. Untuk tujuan perancangan digester yang lebih baik, maka jumlah kotoran dari hewan dapat diukur atau ditimbang secara berkala. Langkah ini walaupun tidak umum, tetapi mampu memberikan data yang lebih baik sehingga rancangan dari digester dan produksi biogasnya nanti tidak berlebihan atau sebaliknya supaya tidak kekurangan bahan baku.

(14)

Untuk sapi dengan bobot hidup 135-800 kg dan kerbau dengan bobot 340-420 kg dapat menghasilkan kotoran 5% dan urine 4-5% dari bobot tersebut.

Untuk babi dengan bobot 30-75 kg dapat menghasilkan kotoran sebanyak 2% dan urin 3% dari bobot tersebut.

Untuk domba/kambing dengan bobot 30-100 kg dapat menghasilkan kotoran sebanyak 3% dan urin 1-1,5% dari bobot tersebut.

Untuk ayam dengan bobot 1,5-2 kg dapat menghasilkan kotoran sebanyak 4,5% dari bobotnya.

Untuk manusia dengan bobot 50-80 kg dapat menghasilkan kotoran sebanyak 1% dan urin sebanyak 2% dari bobotnya. Tabel 1.3. Komponen padatan volatil (VS) (Uli Werner, 1989).

Komponen % TS

Selulosa 31,0

hemiselulosa 12,0

Lignin 12,2

Kanji 12,5

Protein 12,5

Eter 2,6

Amonia 0,5

Asam 0,1

Total 83,4

Dari jumlah kotoran yang dihasilkan, yang berperan dalam menghasilkan biogas adalah komponen padatan total (TS). Di dalam padatan total (TS) terdapat padatan volatil (VS). Komponen dari padatan volatil (VS) secara umum terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin, kanji, protein, eter, amonia dan asam. Komponen terbesar dari VS adalah selulosa sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1.3. Besarnya VS adalah sekitar 83,4% TS. Dengan mengingat bahwa TS dari kotoran hewan tidak jauh dari 10%, maka dalam biodigester perlu ditambahkan beberapa sisa makanan hewan selain mengandung C/N

(15)

tinggi juga mempunyai potensi produksi biogas yang tinggi karena mengandung TS yang tinggi (lihat TaBEL 1.4).

Tabel 1.4. TS beberapa material organik lain selain kotoran hewan (Uli Werner, 1989).

Material TS (%) VS (% TS)

Jerami padi 89 93

Jerami gandum 82 94

Jerami jagung 80 91

Rumput segar 24 89

Bagase 65 78

Sisa sayuran 12 86

Penting diperhatikan bahwa konsentrasi TS hendaknya dijaga tidak lebih dari 15% karena akan menghambat metabolisme. Pada saat memasukkan material organik ke dalam biodigester wajib ditambahkan sejumlah air. Fungsi air disini selain untuk mempertahankan TS < 15%, juga untuk mempermudah proses pencampuran dan proses mengalirnya material organik ke dalam biodigester. Fungsi lainnya adalah untuk mempermudah aliran gas yang terbentuk di bagian bawah dapat mengalir ke bagian atas biodigester.

Tabel 1.5. Kadar selulosa, hemiselulosa dan lignin dalam biomasa (Suyitno, 2007)

Material Selulosa (%) hemiselulosa (%)

Lignin (%)

Kayu 40-50 15-25 15-30

Tongkol jagung 45 35 15

Jerami padi 32,1 24 18

Bagase 33,4 30 18,9

Dedaunan 15-20 80-85 0

Jerami gandum 30 50 15

(16)

Selulosa dan hemiselulosa dapat diuraikan oleh bakteri dalam biodigester sedangkan lignin tidak dapat diuraikan. Biomasa termasuk bahan organik yang mengandung lignin dalam jumlah yang besar sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1.5. Sehingga jika beberapa material organik yang mengandung lignin dalam jumlah tinggi misalnya biomasa, maka dari material organik jenis ini, biogas yang dihasilkan jumlahnya rendah.

1.4 komPosisi Biogas

Komposisi dan produktivitas sistem biogas dipengaruhi oleh parameter-parameter seperti temperatur digester, ph (tingkat keasaman), tekanan, dan kelembaban udara. Komponen biogas yang paling penting adalah metana (CH4). Tabel 1.6 adalah gambaran komposisi biogas dari Horikawa tahun 2004 dimana biogas tersusun dari 81,1% CH4.

Tabel 1.6 Komposisi biogas (Horikawa, 2004)

Gas DigesterSludge Sistem Anaerob

(% volume)

CH4 81,1 %

cO2 14,0 %

h2S 2,2 %

N2 + O2 2,7 %

Namun demikian, pendapat mengenai komposisi biogas di bawah ini lebih banyak dijadikan acuan oleh beberapa peneliti. Biogas umumnya terdiri dari:

1. Methane, CH4 = 55-75%. 2. Carbon dioxide, CO2 = 25-45%. 3. Carbon monoxide, CO = 0-0,3%. 4. Nitrogen, N2 = 1-5%.

5. Hydrogen, H2 = 0-3%.

(17)

Biogas berbeda dengan gas alam dan gas kota. Beberapa perbe-daan sifat dari biogas, gas kota, dan gas alam dapat dilihat pada Tabel 1.7 Biogas mempunyai nilai kalor sedang dan besarnya sangat tergan-tung dari kandungan CH4 dalam biogas. Massa jenis biogas sedikit lebih tinggi dari massa jenis udara. Jika dibakar, biogas mempunyai kecepatan maksimum yang rendah, yaitu sekitar 0,25 m/s.

Tabel 1.7. Perbandingan sifat biogas, gas alam, dan gas kota (Wellinger, 2001)

Parameter Biogas

(60% ch4)

Gas Alam

Gas Kota

Nilai kalor bawah (MJ/m3) 21,48 36,14 16,1

Massa jenis (kg/m3) 1,21 0,82 0,51

Indeks Wobbe bawah (MJ/m3) 19,5 39,9 22,5

Kecepatan penyalaan maksiumum (m/s) 0,25 0,39 0,70 Kebutuhan udara teoritis (m3 udara/m3

gas)

5,71 9,53 3,83

Konsentrasi maksimum CO2 dalam cerobong (vol%)

17,8 11,9 13,1

Titik embun (oc) 60-160 59 60

(18)

1.5 teknik Pemanfaatan Biogas

Biogas dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, diantaranya adalah:

1. Sumber bahan bakar gas digunakan untuk kompor rumah tangga, penerangan, pemanas air, dan lainnya.

2. Sumber bahan bakar gas untuk menghasilkan panas yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan misalnya pemanas air, pemanas udara, pengering, dan lainnya.

3. Sumber bahan bakar gas untuk menggerakkan motor bakar, turbin, dan lainnya yang kemudian torsi yang diperoleh dapat digunakan untuk menggerakkan pompa atau mesin-mesin yang lain.

4. Torsi dari motor bakar dan turbin berbahan bakar biogas selanjutnya dapat dipergunakan untuk menggerakkan generator dan diperoleh listrik.

Secara teoritis dapat dibuat suatu prediksi umum bahwa (Uli Werner, 1989):

Untuk keperluan memasak, 1 orang rata-rata per hari membutuhkan biogas sebanyak 0,1 – 0,3 m3.

Untuk penerangan (lampu petromaks), rata-rata membutuhkan biogas sebanyak 0,1 – 0,15 m3 per jam. Pendapat lain mengatakan bahwa 1 m3 dapat digunakan untuk penerangan yang sebanding dengan lampu 60-100 W selama 6 jam .

Untuk pengganti bahan bakar bensin sebanyak 0,7 kg dibutuhkan biogas sebanyak 1 m3.

Untuk menggerakkan motor 1 hp selama 2 jam dibutuhkan biogas sebanyak 1 m3.

Untuk pembangkit listrik dengan motor bakar dibutuhkan biogas sebanyak 0,6 m3 per kWh.

(19)

Soal Bab I:

1.1. Jelaskan pengertian biogas dan pengertian digester.

1.2. Jelaskan jenis-jenis bakteri yang berkembang dalam biodigester. 1.3. Jelaskan mengapa lignin tidak dapat diuraikan oleh bakteri dalam

biodigester.

1.4. Jelaskan pengertian TS dan VS.

(20)
(21)

-oo0oo-2.1 Pendahuluan

B

iodigester merupakan komponen utama dalam produksi bio-gas. Biodigester merupakan tempat dimana material organik diurai oleh bakteri secara anaerob (tanpa udara) menjadi gas CH4 dan CO2. Biodigester harus dirancang sedemikian rupa sehingga proses fermentasi anaerob dapat berjalan baik. Pada umumnya, gas dapat terbentuk pada 4–5 hari setelah digester diisi. Produksi bio-gas yang banyak umumnya terjadi pada 20–25 hari dan kemudian produksinya turun jika biodigester tidak diisi kembali.

Selama proses penguraian secara anaerob, komponen nitrogen berubah menjadi amonia, komponen belerang berubah menjadi H2S, dan komponen fosfor berubah menjadi orthophosphates. Beberapa komponen lain seperti kalsium, magnesium, atau sodium berubah menjadi jenis garam (Dennis A., 2001). Lebih lengkapnya, daftar berikut adalah beberapa tujuan pembuatan biodigester.

1. Mengurangi jumlah padatan. Karena padatan terurai menjadi gas dan tidak semua padatan dapat terurai, maka tujuan dari proses digestion adalah mengurangi jumlah padatan.

Biodigester

(22)

2. Membangkitkan energi. Sebagaimana diketahui, target utama dari proses digestion adalah menghasilkan gas CH4 yang mengandung energi 50 MJ/kg. Semakin besar kandungan CH4 dalam biogas, semakin besar kandungan energi dalam biogas.

3. Mengurangi bau dari kotoran. Biogas dapat ditujukan untuk mengurangi bau dan bukan menghilangkan bau dari kotoran. Setidaknya dengan pembuatan digester bau yang dihasilkan selama proses digestion dapat diarahkan supaya tidak mengganggu kenyamanan hidup manusia.

4. Menghasilkan air buangan yang bersih. Sebagian air setelah proses digestion harus dikeluarkan. Bersihnya air buangan ini menjadi sangat penting jika akan digunakan untuk irigasi. Sebagian air buangan juga dapat dikembalikan lagi ke dalam digester.

5. Menghasilkan padatan yang mengandung bahan gizi untuk pupuk. Padatan yang tidak terurai menjadi gas dapat dimanfaatkan sebagai pupuk asalkan masih mengandung bahan gizi yang baik. Padatan yang dihasilkan juga harus dijaga dari zat-zat berbahaya.

2.2. Jenis-Jenis Biodigester

Terdapat beberapa jenis biodigester yang dapat dilihat berdasarkan konstruksi, jenis aliran, dan posisinya terhadap permukaan tanah. Jenis digester yang dipilih dapat didasarkan pada tujuan pembuatan digester tersebut. Hal yang penting adalah apapun jenis digester yang dipilih nantinya, tujuan utama pembuatan digester adalah mengurangi jumlah kotoran dan menghasilkan biogas yang mempunyai kandungan CH4 tinggi.

(23)

secara alami tanpa bantuan peralatan dari luar. Padatan yang dihasilkan kemudian dapat dengan mudah dikeluarkan dari digester.

Dari segi konstruksi, digester dibedakan menjadi:

a) Fixed dome (kubah tetap). Digester jenis ini mempunyai volume tetap. Seiring dengan dihasilkannya biogas, terjadi peningkatan tekanan dalam reaktor (biodigester). Karena itu, dalam konstruksi biodigester jenis kubah tetap, gas yang terbentuk akan segera dialirkan ke pengumpul gas di luar reaktor. Indikator produksi gas dapat dilakukan dengan memasang indikator tekanan. Skema digester jenis kubah tetap dapat dilihat pada Gambar 2.1. Tabel 2.1 merupakan kelebihan dan kekurangan digester jenis kubah tetap.

Digester fixed dome

(24)

jenis kubah tetap.

Kelebihan Kekurangan

1. Sederhana dan dapat dikerjakan dengan mudah.

2. Biaya konstruksinya rendah.

3. Tidak terdapat bagian yang bergerak.

4. Dapat dipilih dari material yang tahan karat.

5. Umurnya panjang.

6. Dapat dibuat di dalam tanah sehingga menghemat tempat.

1. Bagian dalam reaktor tidak terlihat (khususnya yang dibuat di dalam tanah) sehingga jika terjadi kebocoran tidak segera terdeteksi.

2. Tekanan gas berluktuasi dan bahkan luktuasinya sangat

tinggi.

3. Temperatur digester rendah.

b) Floating dome (kubah apung). Pada digester tipe ini terdapat bagian reaktor yang dapat bergerak seiring dengan kenaikan tekanan reaktor. Pergerakan bagian kubah dapat dijadikan indikasi bahwa produksi biogas sudah dimulai atau sudah terjadi. Bagian yang bergerak tadi juga berfungsi sebagai pengumpul biogas. Dengan model ini, kelemahan tekanan gas yang berluktuasi pada reaktor biodigester jenis kubah tetap dapat diatasi sehingga tekanan biogas dapat dijaga konstan. Kelemahannya adalah membutuhkan ketrampilan khusus untuk membuat tampungan gas yang dapat bergerak. Kelemahan lainnya dari biodigester jenis ini adalah material dari tampungan biogas yang dapat bergerak juga harus dipilih dari material yang tahan korosi dan otomatis harganya lebih mahal.

(25)

(Sasse, 1988).

Dari segi aliran bahan baku untuk reaktor biogas, biodigester dibedakan menjadi:

1. Bak (batch). Pada biodigester jenis bak, bahan baku ditempatkan di dalam suatu wadah (bak) dari sejak awal hingga selesainya proses digestion. Biodigester jenis ini umumnya digunakan pada tahap eksperimen untuk mengetahui potensi gas dari limbah organik atau digunanakan pada kapasitas biogas yang kecil.

2. Mengalir (continuous). Untuk biodigester jenis mengalir, aliran bahan baku dimasukkan dan residu dikeluarkan pada selang waktu tertentu. Lamanya bahan baku berada dalam reaktor digester disebut waktu retensi (retention time/RT).

Dilihat dari segi tata letak penempatan, biodigester dibedakan menjadi:

1. Seluruh biodigester di atas permukaan tanah. Biasanya biodigester jenis ini dibuat dari tong-tong bekas minyak tanah atau aspal. Kelemahan tipe ini adalah volume yang kecil, sehingga biogas

Bahan baku

masuk Tampungan biogas yang

bisa bergerak

Padatan keluar Pipa aliran

biogas

Buih

Biogas digunakan

P

e

n

g

a

ra

h

c

e

n

te

r

(26)

yang dihasilkan hanya mampu digunakan untuk kebutuhan sebuah rumah tangga (keluarga). Kelemahan lain adalah kemampuan material yang rendah untuk menahan korosi sehingga tidak tahan lama. Untuk pembuatan skala besar, biodigester jenis ini jelas memerlukan luas lahan yang besar juga.

2. Sebagian tangki biodigester diletakkan di bawah permukaan tanah. Biasanya biodigester ini terbuat dari campuran semen, pasir, kerikil, dan kapur yang dibentuk seperti sumur dan ditutup dari plat baja atau konstruksi semen. Volume tangki dapat dibuat untuk skala besar ataupun skala kecil sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Kelemahan pada sistem ini adalah jika ditempatkan pada daerah yang memiliki suhu rendah (dingin), suhu dingin yang diterima oleh plat baja merambat ke dalam bahan baku biogas, sehingga menghambat proses bekerjanya bakteri. Ingat kembali bahwa bakteri akan bekerja secara optimum pada temperatur tertentu saja.

3. Seluruh tangki biodigester di letakkan di bawah permukaan tanah. Model ini merupakan model yang paling popular di Indonesia, dimana seluruh instalasi biodigester dibuat di dalam tanah dengan konstruksi yang permanen. Selain dapat menghemat tempat atau lahan, pembuatan biodigester di dalam tanah juga berguna untuk mempertahankan temperatur biodigester stabil dan mendukung pertumbuhan bakteri methanogen. Kekurangannya adalah jika terjadi kebocoran gas dapat menyulitkan untuk memperbaikinya.

2.3 komPonen utama Biodigester

Komponen-komponen biodigester cukup banyak dan sangat bervariasi. Komponen yang digunakan untuk membuat biodigester tergantung pada jenis biodigester yang digunakan dan tujuan pembangunan biodigester. Tetapi, secara umum biodigester terdiri dari empat komponen utama sebagai berikut:

(27)

memasukkan slurry (campuran kotoran ternak dan air) ke dalam reaktor utama. Tujuan pencampuran adalah untuk memaksimalkan produksi biogas, memudahkan mengalirnya bahan baku, dan menghindari terbentuknya endapan pada saluran masuk.

2. Ruang digestion (ruang fermentasi). Ruangan digestion berfungsi sebagai tempat terjadinya proses digestion dan dibuat kedap terhadap udara. Ruangan ini dapat juga dilengkapi dengan penampung biogas.

3. Saluran keluar residu (sludge). Fungsi saluran ini adalah untuk mengeluarkan kotoran (sludge) yang telah mengalami proses digestion oleh bakteri. Saluran ini bekerja berdasarkan prinsip kesetimbangan tekanan hidrostatik. Residu yang keluar pertama kali merupakan slurry (lumpur) masukan yang pertama setelah waktu retensi. Slurry yang keluar sangat baik untuk pupuk karena mengandung kadar nutrisi yang tinggi.

4. Tangki penyimpan biogas. Tujuan dari tangki penyimpan gas adalah untuk menyimpan biogas yang dihasilkan dari proses digestion. Jenis tangki penyimpan biogas ada dua, yaitu tangki bersatu dengan unit reaktor (ixed dome) dan terpisah dengan reaktor (loating dome). Untuk tangki terpisah, konstruksi dibuat khusus sehingga tidak bocor dan tekanan yang terdapat dalam tangki seragam.

Selain empat komponen utama tersebut, pada sebuah biodigester perlu ditambahkan beberapa komponen pendukung untuk menghasilkan biogas yang jumlahnya banyak dan aman. Beberapa komponen pendukung adalah:

(28)

reaktor biogas yang besar dan sistem kontinu, karena umumnya digester dibuat dari material yang tidak tahan pada tekanan yang tinggi supaya biaya pembuatan biodigester tidak mahal.

2. Sistem pengaduk. Pada digester yang besar, sistem pengaduk menjadi sangat penting. Untuk digester kecil misalnya digester untuk 3-5 sapi, sistem pengaduk dapat ditiadakan. Tujuan dari pengadukan adalah untuk mengurangi pengendapan dan menyediakan populasi bakteri yang seragam sehingga tidak terdapat lokasi yang ‘mati’ dimana tidak terjadi proses digestion karena tidak terdapat bakteri. Selain itu dengan pengadukan dapat mempermudah pelepasan gas yang dihasilkan oleh bakteri menuju ke bagian penampung biogas. Pengadukan dapat dilakukan dengan:

pengadukan mekanis yaitu dengan menggunakan poros yang dibawahnya terdapat semacam baling-baling dan digerakkan dengan motor listrik secara berkala.

Mensirkulasi bahan dalam digester dengan menggunakan pompa dan dialirkan kembali melalui bagian atas biodigester.

Pada saat melakukan proses pengadukan hendaknya dilakukan dengan pelan. Sebagaimana diketahui bahwa tumbuhnya bakteri membutuhkan media yang cocok. Media yang cocok sendiri terbentuk dari bahan organik secara alami dan membutuhkan waktu tertentu (ingat kembali retention time) sehingga pengadukan yang terlalu cepat dapat membuat proses digestion justru terhambat. Tidak ada panduan yang pasti seberapa lambat pengadukan dilakukan dan bagaimana frekuensinya karena proses pengadukan sangat tergantung dari bahan baku yang digunakan. Untuk bahan baku yang larut dengan air dan tidak membentuk stratiikasi justru tidak diperlukan adanya pengadukan.

3. Saluran biogas. Tujuan dari saluran gas adalah untuk mengalirkan

(29)

biogas yang dihasilkan dari biodigester. Bahan untuk saluran gas disarankan terbuat dari polimer untuk menghindari korosi. Ingat, kebocoran biogas dapat sangat berbahaya, karena dapat menimbulkan kebakaran. Untuk pembakaran gas pada tungku, pada ujung saluran pipa dapat disambung dengan pipa yang terbuat dari logam supaya tahan terhadap temperatur pembakaran yang tinggi.

2.4 kondisi Biodigester yang Baik

Tujuan utama dari pembuatan biodigester adalah membuat suatu tempat kedap udara supaya bahan organik dapat terurai secara biologi yaitu dengan bantuan bakteri alami. Hasil dari proses penguraian bahan organik tersebut dapat dihasilkan gas yang mengandung CH4 dengan konsentrasi tinggi. Untuk itu pada saat membuat biodigester, maka perlu diperhitungkan beberapa hal, yaitu:

1. Lingkungan anaerob. Biodigester harus tetap dijaga dalam keadaan anaerob yaitu tidak terjadi kontak langsung dengan oksigen (O2). Udara mengandung O2 sebanyak 21 vol% sehingga jika memasuki biodigester dapat menyebabkan penurunan produksi metana. Penyebabnya adalah bakteri alami untuk proses penguraian bahan organik membutuhkan kondisi kedap udara, sehingga jika terdapat udara yang mengandung O2 menyebabkan bakteri berkembang secara tidak sempurna.

2. Temperatur dalam biodigester. Secara umum terdapat tiga rentang temperatur yang disenangi oleh bakteri, yaitu:

a. Bakteri fermentasi psycrophilic yang hidup pada temperatur 8–25oC. Bakteri ini biasanya berkembang pada negara-negara subtropis atau beriklim dingin. Kondisi optimumnya adalah pada temperatur 15-18oC. Waktu penyimpanan (retention time, RT) dalam digester adalah lebih dari 100 hari.

(30)

35–37oC. Bakteri ini dapat berkembang pada negara-negara tropis seperti di Indonesia. Untuk itu kondisi biodigester yang dibangun di Indonesia tidak perlu dipanasi. Biodigester yang dibangun di dalam tanah juga mempunyai keuntungan tersendiri, yaitu temperatur dalam biodiegester cenderung konstan sehingga baik untuk pertumbuhan bakteri. Temperatur dimana bakteri ini bekerja secara optimum adalah pada 35-45oC. Waktu penyimpanan (retention time, RT) dalam biodigester adalah lebih dari 30-60 hari.

c. Bakteri fermentasi thermophilic yang hidup pada temperatur optimum 53–55oC. Bakteri yang berkembang pada temperatur tinggi umumnya digunakan hanya untuk mengurai material, bukan untuk menghasilkan biogas. Waktu penyimpanan (RT) dalam digester adalah lebih dari 10-16 hari.

Temperatur minimum supaya bakteri berkembang selama proses fermentasi anaerob khususnya pada biodigester yang tidak dipanasi adalah 15oC (Uli Werner, 1989). Biodigester yang beroperasi pada temperatur di bawah 15oC hanya diperoleh biogas yang jumlahnya terbatas sehingga sangat tidak ekonomis. Oleh karena itu, pada daerah yang dingin, pada saat membuat biodigester perlu diperhitungkan adanya pemakaian bahan penyekat panas.

(31)

menyarankan untuk menambahkan larutan kapur (CaOH2) atau kapur (CaCO3) supaya pH kembali naik ke angka sekitar 7,0. Jika pH turun di bawah 6,2, maka bakteri methanogen akan keracunan dan akibatnya produksi biogas turun.

2. Kebutuhan nutrisi. Bakteri fermentasi membutuhkan beberapa bahan nutrisi tertentu dan sedikit logam. Kekurangan salah satu nutrisi atau bahan logam yang dibutuhkan dapat memperkecil proses produksi metana. Nutrisi yang diperlukan antara lain nitrogen, sulfur, fosfor, potasium, kalsium, magnesium dan sejumlah logam seperti besi, mangan, molibdenum, seng, kobalt, selenium, nikel, dan lainnya. Bahan baku berupa bahan organik pada umumnya sudah mengandung zat nutrisi yang disebutkan di atas dalam jumlah yang cukup. Tabel 2.2 memberikan gambaran tentang konsentrasi maksimum beberapa zat yang diijinkan dalam biodigester. Keberadaan beberapa zat yang disebutkan di atas dalam jumlah yang banyak justru dapat menghambat proses pembentukan biogas.

Tabel 2.2 Batasan konsentrasi beberapa zat yang diijinkan terdapat dalam biodigester (Werner Kossmann, 1999)

Zat Konsentrasi (mg/l)

Tembaga 10-250

Kalsium 8000

Sodium 8000

Magnesium 3000

Nikel 100-1000

Seng 350-1000

Chromium 200-2000

Sulfur 200

Cyanide 2

(32)

titik optimum apabila konsentrasi bahan kering terhadap air adalah 0,26 kg/L. Pada umumnya proses pencampuran antara bahan organik dan air berkisar antara 1:1 sampai 1:2.

4. Pengadukan (lihat di sub bab 2.3)

5. Pengaruh starter. Starter yang mengandung bakteri methanogen diperlukan untuk mempercepat proses fermentasi anaerob. Beberapa jenis starter antara lain:

Starter alami, yaitu lumpur aktif seperti lumpur kolam ikan, air comberan atau cairan septic tank, sludge, timbunan kotoran, dan timbunan sampah organik. Kotoran sapi juga merupakan starter alami yang baik karena secara alami karena kaya akan bakteri metana.

Starter semi buatan, yaitu dari fasilitas biodigester dalam stadium aktif.

Starter buatan, yaitu bakteri yang dibiakkan secara laboratorium dengan media buatan.

2.5 Proses Biologis terBentuknya Biogas

Berikut ini adalah beberapa tahapan (lihat Gambar 2.3) untuk terbentuknya biogas dari proses fermentasi anaerob (http://www. ganesha.co.uk/Articles/Biogas%20Technology%20in%20India.htm):

Tahap pertama adalah tahap hidrolisis. Tahap kedua adalah tahap pengasaman.

Tahap ketiga adalah tahap pembentukan gas CH4. Tahap pertama adalah tahap hidrolisis

Pada tahap hidrolisis, bahan-bahan organik yang mengandung selulosa, hemiselulosa dan bahan ekstraktif seperti protein, karbohidrat dan lipida akan diurai menjadi senyawa dengan rantai yang lebih pendek. Sebagai contoh polisakarida terurai menjadi monosakarida sedangkan protein terurai menjadi peptida dan asam amino. Pada tahap hidrolisis, mikroorganisme yang berperan adalah enzim ekstraselular seperti selulose, amilase, protease dan lipase.

(33)

Tahap kedua adalah tahap pengasaman

Pada tahap pengasaman, bakteri akan menghasilkan asam yang akan berfungsi untuk mengubah senyawa pendek hasil hidrolisis menjadi asam asetat (CH3COOH), H2 dan CO2. Bakteri ini merupakan bakteri anaerob yang dapat tumbuh pada keadaan asam, yaitu dengan pH 5,5-6,5. Bakteri ini bekerja secara optimum pada temperatur sekitar 30oC Untuk menghasilkan asam asetat, bakteri tersebut memerlukan oksigen dan karbon yang diperoleh dari oksigen yang terlarut dalam larutan. Untuk terjadinya metabolisme yang merata diperlukan pencampuran yang baik dengan konsentrasi air > 60%. Selain itu, bakteri tersebut juga mengubah senyawa yang bermolekul rendah menjadi alkohol, asam organik, asam amino, CO2, H2S dan sedikit gas CH4.

Digester floating dome

Asam Asetat, H2,

dan CO2

Asam Propionik Asam Butirik Alkohol Senyawa lain Bahan

organik, karbohidrat, lemak, dan protein

Tahap Hidrolisis

Bakteri Fermentasi

Tahap Pengasaman

Bakteri Asetogenik

Tahap Pembentukan Metana

Bakteri Metanogenesis

Asam Asetat

Biogas:

[image:33.425.73.362.250.393.2]

Gas Metana Gas CO2

Gambar 2.3 Diagram proses biologis terbentuknya biogas

Tahap ketiga adalah tahap pembentukan gas CH4

(34)

perubahan temperatur sekitar 2-3oC. Kisaran pH adalah 6,5-7,5. Pada akhir metabolisme dihasilkan CH4 dan CO2 dari gas H2, CO2 dan asam asetat yang dihasilkan pada tahap pengasaman. Perlu diketahui bahwa pada kotoran sapi terdapat banyak bakteri metana sehingga sangat baik untuk starter.

2.6 Perancangan Biodigester

Ukuran dari biodigester tergantung dari kuantitas, kualitas bahan organik, jenis bahan organik yang ada dan temperatur proses fermentasi. Ukuran biodigester dapat dinyatakan dengan volume digester (Vd). Secara umum Vd dapat diperhitungkan dari:

xRT S

Vd = d (2.1)

Dimana

Sd adalah jumlah masukan bahan baku setiap hari [m3/hari]. RT adalah retention time (waktu bahan baku berada dalam

digester) [hari].

Pada umumnya RT dipengaruhi oleh temperatur operasi dari biodigester. Untuk di Indonesia karena temperatur sepanjang musim yang hampir stabil, maka banyak biodigester dibuat dan beroperasi pada temperatur kamar (unheated biodigester). Pada kondisi biodigester semacam ini, dalam perancangan biodigester, temperatur operasi dapat dipilih 1-2oC diatas temperatur tanah. Sedangkan RT untuk biodigester sederhana tanpa pemanasan dapat dipilih 40 hari (Uli Werner, 1989).

Pemasukan bahan baku tergantung seberapa banyak air harus dimasukkan kedalam biodigester sehingga kadar bahan baku padatnya sekitar 4-8%.

Air Padatan

Sd= + [m3/hari] (2.2)

(35)

untuk kotoran sapi umumnya dicampur dengan air pada perbandingan 1:1 sampai 1:2.

Setelah ukuran dari biodigester ditentukan, maka langkah selan-jutnya adalah merancang gas penampung. Volume dari penampung gas dinyatakan dengan Vg. Dalam perancangan ukuran penampung gas (Vg) harus diperhatikan laju konsumsi gas puncak (Vg1) dan laju konsumsi nol untuk jangka waktu yang lama (Vg2).

   > > = 1 g 2 g 2 g 2 g 1 g 1 g g V V jika V V V jika V

V [m3] (2.3)

maks konsumsi waktu x jam per maks gas konsumsi Vg1=

(2.4)

t x G

Vg2 = z,max (2.5) Dimana

G adalah produksi biogas (m3/jam)

Tz,max = waktu maksimum pada saat konsumsi biogas nol (jam) Besarnya G (produksi biogas per jam, m3/jam) dihitung dari produksi biogas spesiik (Gy) dari bahan baku dan pemasukan bahan baku harian (Sd).

2 4 xS G

G= y d [- x m3/hari x 1 hari/24 jam = m3/jam] (2.6) Dimana Gy dapat diperkirakan dari Tabel 2.3. Perkiraan produksi biogas dari beberapa jenis kotoran yang lain dapat dilihat pada Tabel 2.4.

(36)

[image:36.425.73.550.86.344.2]

Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan

Tabel 2.3 Perkiraan produksi biogas dari berbagai kotoran hewan pada temperatur digester 22-27oC (Uli Werner, 1989)

51

Bio

dig

est

er

Tabel 2.3. Perkiraan produksi biogas dari berbagai kotoran hewan pada temperatur digester 22-27oC (Uli Werner, 1989) Jenis kotoran Sapi (bobot 200-300 kg) Kerbau (bobot 300-450 kg) Babi (bobot 50-60 kg)

Produksi kotoran (kg/ hari)

Produksi gas (m3/ hari)

Produksi Kotoran (kg/ hari)

Produksi gas (m3/ hari)

Produksi kotoran (kg/ hari)

Produksi gas (m3/ hari)

RT=60 RT=80 RT=60 RT=80 RT=60 RT=80

Hanya kotoran (basah), lantai tidak berubin (rugi-rugi 10%)

9-13

0,3-0,45 0,35-0,5 14-18

0,45-0,54 0,3-0,62 - -

-Kotoran dan urine,

lantai beton 20-30

0,35-0,51

0,45-0,61 30-40 0,45-0,6

0,54-0,71 2,5-3,0 0,12-0,14 0,15-0,18 Kotoran stabil

(kotoran + 2 kg pakan), lantai beton

22-32 0,45-0,63

0,53-0,73 32-42

0,55-0,74

0,63-0,89 - -

-Gy

Untuk 1 L

kotoran/ hari 0,02 0,025 0,02 0,024 0,05 0,06

Untuk 1 kg

(37)
[image:37.425.53.381.127.334.2]

Jumlah material organik dan air yang ditambahkan ke dalam digester setiap hari merupakan sesuatu yang sangat penting untuk digester jenis kontinu. Pemasukan material organik dan air yang terlalu banyak dapat mengganggu kinerja digester, yaitu turunnya pH.

Tabel 2.4 Perkiraan produksi biogas dari beberapa jenis kotoran

Jenis kotoran Perkiraan produksi biogas (m3) per kg kotoran

Sapi/kerbau 0,023-0,04

Babi 0,04-0,059

Unggas 0,065-0,116

Manusia 0,02-0,028

Kuda 0,02-0,035

Domba/Kambing 0,01-0,031

Jerami padi 0,017-0,028

Jerami jagung 0,035-0,048

Rumput 0,028-0,055

Rumput gajah 0,033-0,056

Bagase 0,014-0,019

Sayuran 0,03-0,04

Alga 0,038-0,055

contoh Soal 2.1.

Diketahui tiga keluarga mempunyai 6 ekor sapi. Jika semua kotoran sapi tersebut akan dibuat biogas, maka perkirakan:

a. Ukuran dari digester

b. Ukuran dari penampung gas Jawaban:

Diasumsikan bahwa lantai untuk ternak sapi tersebut berbeton dan sebagian pakan akan bercampur dengan kotoran berikut urinenya. Berikut langkah-langkah perhitungan:

(38)

2. Untuk RT = 60 hari diperkirakan produksi biogas adalah 0,45-0,63 m3/hari (lihat Tabel 2.3).

3. Misalkan untuk perhitungan logis diperkirakan untuk RT = 60, besarnya produksi biogas adalah 0,5 m3/hari. Sehingga besarnya Gy dapat dihitung:

¯ ® ­ ! ! [- kotoran biogas/kg m 02 , 0 hari kotoran kg 25 hari biogas m 5 , 0 G 3 3 y =

4. Untuk total 6 ekor sapi diperoleh kotoran = 150 kg kotoran per hari. Jumlah kotoran ini yang akan dimasukkan ke dalam digester.

5. Selain kotoran, ke dalam digester ditambahkan air sebanyak 150 L atau setara dengan 150 kg.

6. Jumlah total kotoran + air adalah Sd = 300 kg/hari.

7. Sehingga volume digester yang dibutuhkan untuk RT = 60 adalah: ¯ ® ­ ! ! [-

xRT

S

V

d d

kg 18000 V hari 60 x hari kg 300 V d d =

8. Perkirakan massa jenis campuran kotoran sapi dan air sebesar 1100 kg/m3, sehingga diperoleh:

¯ ® ­ ! ! [- kg/m 1100 kg 18000

Vd 3 =16,4 m3

(39)

Biodigester 1

9. Ukuran dari penampung gas dapat diprediksikan dari: Jumlah kotoran total = 150 kg/hari

Gy = 0,02 m

3 biogas / kg kotoran

Besarnya produksi biogas (G) dihitung dari: G = Gy x jumlah kotoran total

¯ ® ­ ! ! [- = jam m 125 , 0 G jam 24 hari 1 x hari kg 150 x kotoran kg biogas m 02 , 0 G 3 3

10. Asumsikan waktu maksimum pemakaian pada saat pemakaian biogas nol Tz,max = 19 jam. Asumsi ini berarti bahwa biogas digunakann untuk keperluan sehari-hari minimal selama 6 jam sehari. m 4 , 2 V jam 19 x jam m 125 , 0 V GxT V 3 g 3 g max , z g

'

>

@

o

>

@

o x x x x , , x x x x x x

>

@

ǻ

x x x ¸ ¹ · ¨ © § '

Untuk keamanan tambahkan 20% sehingga: 3

3

g 2,4 m x(1,2) 2,9 m

V = =

Ukuran dari gas penampung dapat dibuat sebesar 2,9 atau 3 m3 dengan catatan bahwa biogas harus digunakan sebanyak minimal 6 jam per hari. Jika ketentuan ini tidak dipenuhi maka diwajibkan dalam gas penampung juga dibuatkan pressure relief yang fungsinya untuk mengeluarkan biogas jika ruang penampung tersebut telah terisi penuh supaya tidak terjadi hal-hal yang diinginkan. Sebaliknya jika ukuran dari penampung biogas terlalu besar, selain biayanya mahal juga menyebabkan tekanan dalam gas penampung akan rendah. Akibatnya gas mengalir dalam pipa dengan kecepatan yang rendah.

(40)

Soal Bab II:

2.1 Jelaskan jenis-jenis biodigester.

2.2 Jelaskan kondisi apa saja yang mempengaruhi kinerja digester dan jelaskan juga bagaimana pengaruhnya.

2.3 Jelaskan proses-proses biologis terbentuknya biogas dari bahan organik.

2.4 Hitunglah ukuran dari biodigester dan ukuran penampung biogas untuk menghasilkan biogas dengan jumlah sapi 50 ekor dan RT = 80 hari.

2.5 Bandingkan ukuran dari biodigester dan ukuran dari penampung biogas untuk peternakan:

a. 100 ekor sapi b. 100 ekor kerbau

c. Kotoran dari 100 manusia

(41)

-oo0oo-B

iogas mengandung unsur-unsur yang tidak bermanfaat untuk pembakaran khususnya H2O dan H2S. Pada saat biogas hendak dimanfaatkan untuk bahan bakar kompor rumah tangga, maka kedua unsur tersebut secara praktis tidak perlu dibersihkan. Hal ini disebabkan karena kompor hanya kontak dengan biogas pada saat dipakai saja. Alasan lain adalah proses pencucian merupakan kegiatan yang membutuhkan biaya.

Tetapi jika biogas hendak digunakan untuk bahan bakar pembangkit listrik, maka proses pencucian menjadi sangat penting. Pencucian terhadap H2O dan H2S dapat memperpanjang umur dari mesin. Bahkan pemurnian terhadap CO2 juga perlu dipertimbangkan karena dapat meningkatkan nilai kalor biogas. Tabel 3.1 menunjukkan kebutuhan pemurnian dari H2S, H2O dan CO2 pada berbagai aplikasi.

Teknik Pencucian Biogas

(42)

Tabel 3.1 Kebutuhan pemurnian biogas (Wellinger, 2001)

Aplikasi h2O h2S cO2

Boiler Tidak perlu < 1000 ppm Tidak perlu Kompor Tidak perlu Tidak perlu Perlu Mesin stationer (CHP,

combined heat and power)

Hindari kondensasi

< 1000 ppm Tidak perlu

Transportasi Perlu Perlu Direkomendasikan

Grid gas alam Perlu Perlu Perlu

3.1 Pencucian Biogas dari unsur h

2

o

Tujuan dari pengurangan H2O adalah karena kondensat yang terbentuk dapat terakumulasi dalam saluran gas dan dapat juga membentuk larutan asam yang korosif ketika H2S terlarut dalam air (Wellinger, 2001). Pengurangan kadar H2O yang sederhana dilakukan dengan cara melewatkan biogas pada suatu kolom yang terdiri dari silika gel atau karbon aktif (lihat Gambar 3.1). H2O selanjutnya dapat diserap oleh silika gel atau karbon aktif.

Efektivitas dari penyerapan H2O oleh silika gel atau karbon aktif dapat dinyatakan dengan perumusan sederhana sebagai berikut:

Efektiitas penyerapan H2O =

(

)

biogas 1 a 2 a

Q

t / m

m − ∆

(3.1)

Dimana:

Ma1 adalah massa absorben awal [g] Ma2 adalah massa absorben akhir [g]

(43)

Gambar 3.1. Teknik pencucian biogas dengan silika gel

Dari beberapa pengujian yang dilakukan di Lab Konversi Energi Teknik Mesin Universitas Sebelas Maret Surakarta diperoleh data bahwa rata-rata efektivitas penyerapan H2O oleh silika gel adalah sekitar 4,1 g H2O/m3 biogas.

3.2 Pencucian Biogas dari unsur h

2

s

Tujuan dari pencucian biogas terhadap H2S adalah (Wellinger, 2001): Mencegah korosi.

Menghindari keracunan H2S (maksimum yang diperbolehkan ditempat kerja adalah 5 ppm).

Mencegah kandungan sulfur dalam biogas yang jika terbakar menjadi SO2 atau SO3 yang lebih beracun dari H2S.

SO2 yang terbawa oleh gas buang biogas menyebabkan turunnya titik embun gas dalam cerobong.

H2SO3 yang terbentuk bersifat sangat korosif.

[image:43.425.153.284.37.251.2]
(44)

Secara umum, pencucian (pengurangan) H2S dari biogas dapat dilakukan secara isika, kimia, atau biologi (Zicari, 2003). Pemurnian secara isika misalnya penyerapan dengan air, pemisahan dengan menggunakan membran atau absorbsi dengan absorben misalnya dengan menggunakan absorben karbon aktif. Metode isika ini relatif mahal karena absorben sulit diregenerasi dan efektivitas pengurangan H2S yang rendah. H2S yang dipisahkan dari biogas masih berupa larutan (Zicari, 2003).

Bi ogas masuk

Biogas yang sudah dicuci

Ai r masuk

Ai r ke r egener asi Kompr esor Re

a

kt

o

r

P

en

cu

ci

a

n

[image:44.425.80.337.171.334.2]

scrubber

Gambar 3.2 Teknik pencucian biogas dengan scrubber air.
(45)

dapat meledak jika konsentrasinya mencapai 6-12% (tergantung dari kandungan CH4 dalam biogas).

Pemurnian dengan cara biologi yaitu dengan menggunakan bakteri yang mampu menguraikan H2S menjadi sulfat. Kebanyakan mikroorganisme yang digunakan untuk menguraikan H2S adalah dari keluarga thiobacillus (Wellinger, 2001). Metode biologi ini efektif untuk mereduksi kandungan H2S dalam biogas, tetapi metode ini selain sulit dalam pengoperasiannya juga sangat mahal. Metode biologi ini juga dapat menambah jumlah oksigen dalam biogas.

Pemurnian biogas dari kandungan H2S yang sering dilakukan adalah diserap secara kimiawi. Pada metode ini H2S diserap secara kimiawi (bereaksi secara kimia) oleh larutan absorben. Selanjutnya absorben yang kaya H2S diregenerasi untuk melepas kembali H2S-nya dalam bentuk gas atau sulfur padat (Kohl, 1985). Absorben yang umum digunakan adalah larutan nitrit, larutan garam alkali, slurry besi oksida atau seng oksida dan iron chelated solution (Zicari, 2003; Wellinger, 2001).

Absorben yang banyak digunakan di Industri adalah MEA (Methyl Ethanol Amine). Absorben menggunakan MEA sangat efektif mengurangi kandungan sulfur dari gas, tetapi H2S yang diserap selanjutnya dibuang ke udara saat regenerasi MEA. Hal ini tentu mencemari udara dan hanya sesuai untuk pengolahan gas dengan kandungan sulfur yang kecil. Selain itu larutan MEA korosif sehingga perlu peralatan proses yang tahan korosi.

Jenis absorben lain untuk mengabsorbsi H2S yaitu absorben larutan nitrit, larutan garam alkali atau slurry besi oksida atau seng oksida. Absorben jenis ini sebenarnya cukup efektif tetapi kelemahannya absorben jenis ini tidak dapat diregenerasi sehingga biaya operasional mahal karena konsumsi absorben besar.

(46)

Kelebihan tersebut diantaranya adalah efektiitas penyerapan H2S tinggi, larutan absorben dapat diregenerasi sehingga biaya operasional murah. Kelebihan lain yang tidak ada pada proses lain adalah sulfur yang terpisahkan dari biogas berupa sulfur padat atau paling tidak berupa residu yang mudah dan aman dalam pembuangannya sehingga tidak mencemari lingkungan. Istilah chelated pada absorben ini adalah senyawa kimia dalam bentuk cincin heterosiklis yang mengandung ion logam yang terikat secara koordinatif oleh minimal dua ion non metal. Chelated agent yang biasa digunakan adalah EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetate) (Sax, 1997). Iron chelated solution dibuat dengan melarutkan senyawa garam besi (misal FeCl2) ke dalam larutan EDTA (Horikawa, 2004).

Mekanisme pencucian H2S dengan larutan Fe-EDTA dapat dirumuskan sebagai berikut: (http://en.wikipedia.org/wiki/EDTA)

[

Fe(EDTA)

]

+H S2

[

Fe(EDTA)

]

+S+2H +

2 2 2 (3.2)

Sulfur yang berbentuk padatan kemudian dapat diambil. Sedangkan larutan Fe(EDTA) dapat diregenerasi kembali dengan menggunakan udara.

3.3 Pencucian Biogas terhadaP h

2

s

dengan iron chelated solution

(kwartiningsih, 2006)

3.3.1 Bahan-bahan yang Digunakan dalam Pembuatan Garam

Fecl

2

.

Terdapat empat bahan utama dalam pembuatan garan FeCl2, yaitu: 1. Hidrochloric Acid ( HCl ).

Karakteristik umum (Perry, 1997):

Berat molekul : 36,461 g/mol Bentuk isik : cair (1 atm , 30oC)

Warna : Bening kekuningan

Densitas : 1,16 g/cm3

(47)

Fasa : Liquid

Solubility in water : Fully miscible Melting point : - 260C (larutan 38%) Boiling point : 480C (larutan 38%)

Sifat kimia : sangat korosif, non lammable. Hidrochloric Acid (HCl) merupakan asam manopraktik. Hal ini berarti bahwa HCl dapat mengalami ionisasi sehingga melepas ion H+. Di dalam ion H+ akan bergabung dengan molekul H2O membentuk ion H3O+, sedangkan ion lain yang terbentuk adalah ion Cl- karena sifat asamnya sangat kuat penanganan HCl harus dilakukan sebaik mungkin untuk menghindari efek yang dapat ditimbulkan dalam tubuh manusia, antara lain gangguan pernafasan, iritasi mata dan iritasi pada kulit. Dalam kehidupan sehari–hari HCl banyak sekali digunakan baik dalam industri maupun dalam laboratorium penelitian.

2. Ethylene Diamine Tetra Acetic (EDTA) Karakteristik umum (Perry, 1997): Rumus molekul : C10H16N2O8 Berat molekul : 292,24 g/mol Bentuk isik : Kristal

Warna : Putih

Densitas : 0,86 g/cm3

Fasa : Solid

Melting point : 237 – 245oC

Sifat kimia : Korosif , non lammable

Ethylene diamene tetra acetic (EDTA) merupakan senyawa kimia yang biasa digunakan dalam proses penggaraman (chelating agent). Senyawa ini biasa disintetis dari ethylene diamine tormaldyhyde, air, dan sodium sianida.

3. Aquadest.

4. Limbah besi dari industri mesin bubut.

(48)

3.3.2. cara Kerja

a. Pembuatan Garam Fecl2 :

1. Siapkan tabung/gelas dengan ukuran 1000 ml. 2. Tuang HCl teknis 600 ml ke dalam tabung/gelas.

3. Masukkan besi bekas sebanyak 120 gram ke dalam tabung/ gelas.

4. Aduk selama kurang lebih 30 menit.

5. Diamkan selama kurang lebih 3 jam untuk terjadinya reaksi. 6. Saring endapan garam FeCl2 yang terbentuk dari reaksi. 7. Pisahkan garam FeCl2 ke dalam wadah lain dan keringkan. 8. Setelah garam FeCl2 dikeringkan kemudian lakukan

penghalusan dengan cara ditumbuk.

9. Pisahkan padatan kasar dan halus menggunakan saringan. 10. Haluskan kembali padatan yang kasar, kemudian ayak

kembali.

11. Bagian yang tidak lolos pengayakan dikumpulkan di tempat penyortiran.

12. Murnikan garam FeCl2 yang lolos pengayakan dari besi yang tidak larut menggunakan magnet.

b. Pembuatan Adsorben Fe-EDTA 0,2 M 4 liter:

1. Ambil EDTA sebanyak 297,92 g dan tempatkan ke dalam ember.

2. Tambahkan aquadest ke dalam ember.

3. Aduk EDTA dan aquadest dalam ember hingga semua EDTA larut.

4. Tambahkan aquadest hingga volume larutan 4 liter.

5. Ambil garam FeCl2 sebanyak 88,9 g dan masukkan ke dalam larutan EDTA. Garam FeCl2 dibuat dari langkah a di atas. 6. Aduk hingga semua FeCl2 larut.

(49)

8. Saring larutan Fe-EDTA dan memasukkanya ke dalam jerigen.

[image:49.425.65.378.209.469.2]

Dalam proyek ini penyerapan gas H2S dalam biogas dilakukan dengan larutan Fe-EDTA sebagai absorben. Rangkaian alat penyaring H2S dan H2O yang dirancang untuk proyek ini terdiri dari silika gel, absorber, tabung penampung, regenerator, dan pemisah partikel. Adapun skema rangkaian alatnya ditunjukkan pada Gambar 3.3. Rancangan peralatan tersebut dilengkapi dengan tangki penampung. Fungsi dari tangki penampung adalah untuk memudahkan kontrol laju alir agar laju alir absorben tetap stabil.

(50)

Proses start up rangkain alat adalah sebagai berikut:

1. Memasukkan absorben ke dalam tangki pengendapan dan tanki penampung.

2. Menghidupkan pompa untuk mengisi menara absorber.

3. Setelah ketiga tangki terisi absorben, air stone (pompa udara) dihidupkan agar Fe2+/EDTA kontak dengan udara sehingga menjadi Fe+3/EDTA.

4. Setelah aliran stabil maka kran over low dibuka untuk mengatur besar kecilnya laju aliran dalam tabung.

Besarnya efektivitas larutan Fe EDTA untuk menyaring H2S dinyatakan dalam gram H2S yang tersaring setiap jamnya. Dari hasil pengujian diperoleh hasil bahwa terdapat 1,76 g H2S yang dapat disaring per menit dari aliran biogas.

Soal Bab III:

3.1. Jelaskan kapan dan mengapa H2S harus dikurangi kadarnya dari biogas.

3.2. Jelaskan kapan dan mengapa H2O harus dikurangi kadarnya dari biogas.

3.3. Jelaskan metode untuk mencuci biogas dari H2O dan H2S. 3.4. Jelaskan langkah-langkah untuk membuat iron chelated agent. 3.5. Berikan pendapat saudara tentang keekonomian dari proses

pencucian biogas.

(51)

-oo0oo-4.1 entalPi PemBentukan, entalPi

PemBakaran, Panas reaksi

S

ecara sederhana dapat dinyatakan bahwa entalpi (h) adalah ukuran panas suatu zat. Dalam kaidah termodinamika, entalpi merupakan penjumlahan dari energi dalam (u) dan pV.

h = u + pV (4.1)

Energi dalam (internal energy) adalah jumlah dari semua bentuk mikroskopik dari energi (Cengel, 2006). V adalah volume dan p adalah tekanan.

Pada reaksi kimia dikenal istilah entalpi pembentukan (enthalpy of formation,

h

of) yaitu entalpi dari senyawa pada kondisi standard.

Entalpi pembentukan sendiri dideinisikan sebagai jumlah energi yang dilepaskan atau diserap ketika suatu senyawa dibentuk dari elemen-elemennya pada Tref dan pref. Tref dan pref yang banyak disepakati adalah pada 25oC dan 1 atm. Penting sekali untuk dicatat bahwa secara deinisi panas pembentukan dari elemen yang stabil pada kondisi standard adalah nol. Contoh elemen yang stabil adalah O2, H2, N2, dan lain-lain. Contohnya adalah metana (CH4) yang dibentuk dari elemen C dan H2.

Dasar-dasar Pembakaran

(52)

'

>

@

o

>

@

4

2 CH

H 2

C o

x x x x , , x x x x x x

>

@

ǻ

x x x ¸ ¹ · ¨ © § '

¸¹· ¨ © § (4.2) Pada saat terjadi reaksi, maka energi sebelum dan sesudah reaksi harus sama sesuai dengan prinsip kekekalan energi. Dengan mengasumsikan bahwa tidak terdapat kerja yang masuk maupun keluar sistem, energi kinetik dan energi potensial diabaikan, dapat diperoleh hubungan bahwa:

'

>

@

o

>

@

o

4 4 2

2 H CH CH

H C C

cv m h m h m h

Qx x x x

, , x x x x x x

>

@

ǻ

x x x ¸ ¹ · ¨ © § '

¸ ¹ · ¨ © § (4.3)

'

>

@

o

>

@

o x x x x

, 2,2 CH4 CH4

0 H H 0 C C

cv n h n h n h

Qx x x x

x x

>

@

ǻ

x x x ¸ ¹ · ¨ © § '

¸¹· ¨ © § (4.4)

'

>

@

o

>

@

o x x x x , , x x x x 4 4 CH cv CH n Q h x x

>

@

ǻ

x x x ¸ ¹ · ¨ © § '

¸ ¹ · ¨ © § (4.5) Dimana •

m

, h,

n

, dan

h

adalah laju aliran massa, entalpi spesiik,

laju aliran molar, dan entalpi per mol. Jika besarnya perpindahan panas dari sistem ke lingkungan (

Q

cv

) dapat diukur dengan teliti, maka besarnya entalpi pembentukan dari metana dapat dihitung dan ditemukan besarnya adalah -74.850 kJ/kmol metana yang terbentuk. Beberapa entalpi pembentukan dari beberapa senyawa lain dapat dilihat pada Tabel 4.1. Perlu ditambahkan disini bahwa notasi superscript oyang ditemukan di beberapa tabel menunjukkan sifat pada 1 atm. Tanda negatif dari entalpi pembentukan metana menunjukkan bahwa terjadinya metana dari reaksi antara C dan hidrogen mempunyai sifat eksoterm yaitu menghasilkan panas dari reaktor ke lingkungan.

(53)

'

>

@

o

>

@

o x x x x , , x x x x x x

T,p)

h

>

h

T,p)

h

T ,p

@

h ǻh

h ref ref of

o f

x x x ¸ ¹ · ¨ © § '

¸ ¹ · ¨ © § (4.6)

'

>

@

o

>

@

o x x x x , , x x x x x x

>

@

ǻ

p

ref

o

f c T T

[image:53.425.60.384.129.525.2]

h T,p) h

x x x ¸ ¹ · ¨ © § '

¸¹· ¨ © § (4.7)

Tabel 4.1 Entalpi pembentukan beberapa senyawa

No Senyawa

h

of (kkal/kmol)

o f

h

(kJ/kmol)

1. CO2(g) -94.030 -393.520

2. CO(g) -26.400 -110.530

3. H2O(l) -68.300 -285.840

4. H2O(g) -57.780 -241.830

5. C2H6(l) -23.400 -97.930

6. SO2(g) -70.200 -293.790

7. CH3OH(l) -60.00 -251.100

8. NH3(g) -11.000 -46.040

9. C2H5OH(l) -66.200 -277.050

10. HCl(g) -22.060 -92.320

11. CHCL3(l) -31.500 -131.830

12. C (grait) 0 0

13. O2 0 0

14. H2 0 0

15. N2 0 0

16. O 249.170

17. H 217.990

(54)

Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan

No Senyawa

h

of (kkal/kmol)

h

of (kJ/kmol)

19. NO 90.590

20. NO2 33.720

21. ch4(g) -74.850

22. C2H2(g) 52.280

23. C2H6(g) -84.680

24. C3H6(g) 20.410

25. C3H8(g) -103.850

26. C4H10(g) -126.150

27. C5H12(g) -146.440

28. C8H18(g) -208.450

29. C8H18(l) -249.910

Panas reaksi (the heat of reaction) dideinisikan sebagai jumlah perubahan entalpi yang dihasilkan selama proses reaksi kimia. Entalpi reaksi (the enthalpy of reaction) disebut juga dengan entalpi pembakaran (the enthalpy of combustion) atau panas reaksi (the heat of reaction) dideinisikan juga sebagai perbedaan antara entalpi produk pada kondisi tertentu dan entalpi reaktan pada tingkat keadaan yang sama untuk terjadinya pembakaran secara sempurna. Panas reaksi dapat dihitung dari perbedaan antara panas pembentukan antara produk dengan reaktan, sehingga.

'

>

@

o

>

@

o x x x x , , x x x x x x

>

@

ǻ

R P F

cv h h

n Q x x x ¸ ¹ · ¨ © § '

(4.8) Dimana

h

P dan

h

R menyatakan entalpi dari produk dan entalpi dari
(55)

Dasar-dasar Pembakaran contoh soal 4.1.

Hitung panas pembakaran dari reaksi CO + 0,5O2 pada temperatur awal 400oC menjadi CO

2 pada temperatur 900 oC. Jawab:

'

>

@

o

>

@

o x x x x , , x x x x x x

>

@

ǻ

x x R P cv h -h

Qx ¸ ¹ · ¨ © § '

¸ ¹ · ¨ © § (4.9)

'

>

@

o

>

@

o x x x x , , x x x x x x

>

@

ǻ

x x x 2 CO f o f

P h h

h ¨©§ ' ¸¹·

¸¹· ¨ © § (4.10)

'

>

@

o

>

@

o x x x x , , x x x x x x

>

@

ǻ

x x x ¸ ¹ · ¨ © § '

2 CO 298 T 900 T o f

P h h h

h ¸ ¹ · ¨ © §

393.520 37.405 9.364

hP

=-365.479 kJ/kmol

, °¿ ° ¾ ½ °¯ ° ® ­ ¸ ¸ ¹ · ¨ ¨ © § ' ¸ ¹ · ¨ © § '

¿ ¾ ½ ¯ ® ­ ¸ ¹ · ¨ © §

031

.

106

'

, o

O

, , o

N

52

,

7

O

H

2

CO

)

3,76N

(O

2

CH

o

, °¿ ° ¾ ½ °¯ ° ® ­ ¸ ¸ ¹ · ¨ ¨ © § ' ¸ ¹ · ¨ © § ' 2 O f 0 o f

Gambar

Gambar 2.3 Diagram proses biologis terbentuknya biogas
Tabel 2.3 Perkiraan produksi biogas dari berbagai kotoran hewan pada temperatur
Tabel 2.4 Perkiraan produksi biogas dari beberapa jenis kotoran
Gambar 3.1. Teknik pencucian biogas dengan silika gel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan tabel hasil tersebut dapat dilihat bahwa pengaruh sistem olah tanah dan herbisida terhadap aliran permukaan dan erosi pada pertanaman singkong yang ditanam dalam

digester dapat menghambat produksi biogás. Penggunaan digester dua tahap memisahkan beberapa tahap reaksi. Tahap hidrolisis, asidogenesis , dan asetogenesis terjadi

digester dapat menghambat produksi biogás. Penggunaan digester dua tahap memisahkan beberapa tahap reaksi. Tahap hidrolisis, asidogenesis , dan asetogenesis terjadi

Untuk mengidentifikasi potensi dan distribusi aliran aliran permukaan yang dapat di panen dan optimasi pemanfaatannya untuk pertanian setempat, dilakukan beberapa tahapan

Lubang-lubang cacing tanah dapat meningkatkan laju infiltrasi maupun perkolasi sehingga menurunkan aliran permukaan, erosi maupun penghanyutan bahan organik di permukaan tanah

Gambar 11 menunjukkan hasil pengujian nilai kadar abu secara matematis pada ketiga digester tidak signifikan sehingga data yang didapat belum dapat diambil

Dari gambar grafik diatas dapat dilihat kandungan biogas pada saat mengalami proses fermentasi dalam digester selama 25 hari setelah pengujian dari variasi 1 dan

Pemanfaatan beberapa jenis mikroba tanah dapat membantu ketersediaan hara bagi tanaman seperti hara nitrogen dan fosfat, selain itu ada mikroba tanah yang berperan dalam