• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN BIOFERTILIZER DAN PADA PERTANIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PEMANFAATAN BIOFERTILIZER DAN PADA PERTANIAN"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN BIOFERTILIZER PADA

PERTANIAN ORGANIK

Oleh :

NINI RAHMAWATI, SP, MSi

NIP. 132297158

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2005

Nini Rahmawati: Pemanfaatan Biofertilizer Pada Pertanian Organik, 2005

(2)

Nini Rahmawati: Pemanfaatan Biofertilizer Pada Pertanian Organik, 2005

USU Repository©2006

i

ABSTRAK

Pemanfaatan Biofertilizer pada Pertanian Organik. Pertanian organik

(3)

Nini Rahmawati: Pemanfaatan Biofertilizer Pada Pertanian Organik, 2005

USU Repository©2006

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini.

Makalah ini membahas mengenai pemanfaatan biofertizer atau pupuk hayati dalam sistem pertanian organik. Dalam pertanian organik yang tidak menggunakan input berupa pupuk kimia buatan dan pestisida, penyediaan hara bagi tanaman dapat dibantu dengan pemanfaatan beberapa jenis mikroba tanah sebagai biofertilizer. Pemanfaatan biofertilizer ini akan menguntungkan bagi tanaman dan tidak akan mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan manusia.

Penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan semua pihak yang telah membantu penulisan makalah ini dan untuk lebih menyempurnakan makalah ini saran dan kriitik yang sifatnya membangun akan diterima dengan senang hati.

(4)

III. BEBERAPA BIOFERTILIZER DAN MANFAATNYA ………. 5

(5)

lingkungan dan munculnya berbagai penyakit yang disebabkan penggunaan bahan kimia secara berlebihan pada makanan, pertanian organik muncul sebagai sebuah alternatif yang menjadi pilihan bagi banyak orang. Pertanian organik dapat dikatakan sebagai suatu sistem bertani selaras alam, mengembalikan siklus ekologi dalam suatu areal pertanian membentuk suatu aliran yang siklik dan seimbang.

Secara perlahan tapi pasti sistem pertanian organik mulai berkembang di berbagai belahan bumi, baik di negara maju maupun negara berkembang. Masyarakat mulai melihat berbagai manfaat yang dapat diperoleh dengan sistem pertanian organik ini, seperti lingkungan yang tetap terjaga kelestariannya dan dapat mengkonsumsi produk pertanian yang relatif lebih sehat karena bebas dari bahan kimia yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan.

Beberapa lembaga penelitian dan pihak perguruan tinggi juga turut memberikan andilnya dalam pengembangan pertanian organik melalui penelitian-penelitian dan juga penyampaian informasi teknologi budidaya yang dapat diterapkan pada sistem pertanian organik. Upaya yang mulai dilakukan adalah memperkenalkan bioteknologi dalam sistem pertanian organik yaitu dengan memanfaatkan beberapa mikroorganisme yang dapat membantu penyediaan hara dan pengendalian penyakit.

(6)

Nini Rahmawati: Pemanfaatan Biofertilizer Pada Pertanian Organik, 2005

USU Repository©2006

2

(7)

pertanian yang holistik yang mendorong dan meningkatkan kesehatan agro-ekosistem, termasuk biodiversitas, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah, dengan menekankan pada penggunaan input dari dalam dan menggunakan cara-cara mekanis, biologis dan kultural. Dalam sistem pertanian organik masukan (input) dari luar (eksterna) akan dikurangi dengan cara tidak menggunakan pupuk kimia buatan, pestisida, dan bahan-bahan sintetis lainnya. Dalam sistem pertanian organik kekuatan hukum alam yang harmonis dan lestari akan dimanfaatkan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil pertanian sekaligus meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit (Sembiring dkk, 2005).

Pada dasarnya kesuburan tanah lokal merupakan kunci keberhasilan sistem pertanian organik, baik kesuburan fisik, kimia maupun biologi. Bila kesuburan tanah telah baik, maka akan tercipta lingkungan pertanaman terutama untuk perakaran yang diinginkan, ketersediaan hara hara makro dan mikro terpenuhi dan aktivitas niroorganisme tanah untuk membantu kesuburan tanah juga terjaga.

Pemanfaatan mikroba tanah untuk meningkatkan dan mempertahankan kesuburan tanah dalam sistem pertanian organik sangat penting. Peran mikroba dalam tanah antara lain adalah daur ulang hara, penyimpanan sementara dan pelepasan untuk dimanfaatkan tanaman dan lain-lain.

(8)

Nini Rahmawati: Pemanfaatan Biofertilizer Pada Pertanian Organik, 2005

USU Repository©2006

4

Selanjutnya mikroorganisme hasil isolasi dari tanah dikembangbiakkan pada kondisi laboratorium menggunakan media buatan. Setelah mikroorganisme tersebut berhasil dibiakkan, maka harus diperoleh galur yang dikehendaki, karena tidak semua spesies dari suatu populasi bersifat efektif. Selanjutnya galur yang efektif diisolasi, dan dilakukan pengujian di lapangan a[akah hasil inokulasi dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Mikroorganisme yang diinokulasi harus sesuai dengan kondisi lingkungan tertentu, harus mampu menyesuaikan dengan fluktuasi kondisi lingkungan dan tidak kalah bersaing atau dimangsa mikroorganisme asli.

(9)

Dari segi fungsi metabolisme dan manfaat bagi manusia, terutama pada bidang pertanian, mikroorganisme tanah dapat dikelompokkan menjadi mikroorganisme

yang merugikan (mencakup virus, jamur, bakteri dan nematoda pengganggu

tanaman yang bertindak sebagai hama atau penyebab penyakit) dan mikroorganisme

yang bermanfaat, yaitu sejumlah jamur dan bakteri yang kerena kemampuannya

melaksanakan fungsi metabolisme menguntungkan bagi pertumbudhan dan peroduksi tanaman. Mikroorganisme tanah yang menguntungkan ini dapat dikategorikansebagai biofertilizer (pupuk hayati). Secara garis besar fungsi menguntungkan tersebut dapat dibagi menjadi sebagai berikut (Gunalan, 1996):

(10)

Suatu pigmen merah yang disebut leghemeglobin dijumpai dalam bintil akar antara bakteroid dan selubung membran yang mengelilinginya. Jumlah leghemeglobin di dalam bintil akar memiliki hubungan langsung dengan jumlah nitrogen yang difiksasi (Rao, 1994).

Rhizobium yang berasosiasi dengan tanaman legum mampu menfiksasi 100 – 300 kg N/ha dalam satu musim tanam dan meninggalkan sejumlah N untuk tanaman berikutnya. Permasahan yang perlu diperhatikan adalah efisiensi inokulan Rhizobium untuk jenis tanaman tertentu. Rhizobium mampu mencukupi 80% kebutuhan nitrogen tanaman legum dan meningkatkan produksi antara 10% - 25%. Tanggapan tanaman sangat bervariasi tergantung pada kondisi tanah dan efektivitas populasi asli (Sutanto, 2002).

3.2. Azospirillum dan Azotobacter

Ada bebrapa jenis bakteri penambat nitrogen yang berasosiasi dengan perakaran tanaman. Bakteri yang mempu meningkatkan hasil tanaman tertentu apabila diinokulasikan pada tanah pertanian dapat dikelompokkan atas dua jenis yaitu Azospirillum dan Azotobacter.

Azospirillum mempunyai potensi cukup besar untuk dikembangkan sebagai

(11)

Nini Rahmawati: Pemanfaatan Biofertilizer Pada Pertanian Organik, 2005

USU Repository©2006

7

Infeksi yang disebabkan oleh bakteri ini tidak menyebabkan perubahan morfologi perakaran, meningkatkan jumlah akar rambut, menyebabkan percabangan akar lebih berperan dalam penyerapan hara.

Keuntungan lain dari bakteri ini, bahwa apabila saat berasosiasi dengan perakaran tidak dapat menambat nitrogen, maka pengaruhnya adalah meningkatkan penyerapan nitrogen yang ada di dalam tanah. Dalam hal ini pemanfaatan bakteri ini tidak berkelanjutaan, tetapi apabila Azospirillum yang berasosiasi dengan perakaran tanaman mampu menambat nitrogen, maka keberadaan nitrogen di dalam tanah dapat dipertahankan dalam waktu yang relatif lebih panjang. Keadaan ini relatif lebih menguntungkan karena dapat mengurangi pasokan pupuk nitrogen. Di samping itu,

Azospirillum meningkatkan efisiensi penyerapan nitrogen dan menurunkan

kehilangan akibatan pencucian, denitrifikasi atau bentuk kehilangan nitrogen lain. Azotobacter spp. juga merupakan bakteri non-simbiosis yang hidup di daerah perakaran. Dijumpai hampir pada semua jenis tanah, tetapi populasinya relatif rendah. Selain kemampuannya dalam menambat nitrogen, bakteri ini juga menghasilkan sejenis hormon yang kurang lebih sama dengan hormon pertumbudhan tanaman dan menghambat pertumbuhan jenis jamur tertentu. Seperti halnya Azospirillum,

Azotobacter dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui pasokan nitrogen

udara, pasokan pengatur tumbuh, mengurangi kompetisi dengan mikroba lain dalam menambat nitrogen, atau membuat kondisi tanah lebih menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman.

(12)

Nini Rahmawati: Pemanfaatan Biofertilizer Pada Pertanian Organik, 2005

USU Repository©2006

8

demikian cukup banyak penelitian yang mengarah pada peranan Azotobacter dalam meningkatkan daya kecambah benih tanaman tertentu.

Kenaikan hasil tanaman setelah diinokulasi Azotobacter sudah banyak diteliti, Di India inokulasi Azotobacter pada tanaman jagung, gandum, cantel, padi, bawang putih, tomat, terong, dan kubis ternyata mampu meningkatkan hasil tanaman tersebut.

Apabila Azotobacter dan Azospirillum diinokulasikan secara bersama-sama, maka Azospirillum lebih efektif dalam meningkatkan hasil tanaman. Azospirillum menyebabkan kenaikan cukup besar pada tanaman jagung, gandum dan cantel (Sutanto, 2002)..

3.3. Mikroba Pelarut Fosfat

Kebanyakan tanah di wilayah topika yang beraksi asam ditandai kahat fosfat. Sebagian besar bentuk fosfat tersemat oleh koloid tanah sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Pada kebanyakan tanah tropika diperkirakan hanya 25% fosfat yang diberikan dalam bentuk superfosfat yang diserap tanaman dan sebagian besar atau 75% diikat tanah dan tidak dapat diserap oleh tanaman (Sutanto,2002).

Bebarapa mikroba tanah mempunyai kemampuan melarutkan fosfat yang tidak larut dalam air dan manjadikannya tersedia bagi akar tanaman. Mikroba ini merubah bentuk P di alam untuk mencegah terjadinya proses fiksasi P. Dalam proses pelarutan P oleh mikroba berhubungan dengan diproduksinya asam yang sangat erat berhubungan dengan proses metabolisme (Prihatini, dkk, 1996).

Ada beberapa jenis fungi dan bakteri seperti Bacullus polymyxa, Pseudomonas

striata, Aspergillus awamori, dan Penicillium digitatum yang diidentifikasikan

(13)

Nini Rahmawati: Pemanfaatan Biofertilizer Pada Pertanian Organik, 2005

USU Repository©2006

9

Pemanfaatan bakteri pelarut fosfat di Indonesia masih terbatas pada skala penelitian, belum dimanfaatkan dan dimasyarakatkan secara luas kepada petani. Cukup banyak kendala yang dihadapi dalam pengembangan jenis pupuk hayati ini. Mengingat potensinya dalam menanggulangi kendala pemupukan fosfat, terutama pada tanah-tanah bereaksi asam seperti kebanyakan tanah yang terdapat di daerah tropis, maka peranannya perlu diperhitungkan.

3.4. Mikoriza

Asosiasi simbiotik antara jamur dan sistem perakaran tanaman tinggi diistilahkan dengan mikoriza. Dalam fenomena ini jamur menginfeksi dan mebngkoloni akar tanpa menimbulkan nekrosis sebagimana biasa terjadi pada infeksi jamur patogen, dan mendapat pasokan nutrisi secara teratur dari tanaman (Rao, 1994).

Istilah mikoriza yang berarti jamur akar pertama kali diperkenalkan oleh Frank pada tahun 1855. Dalam deskripsinya kemudian Frank membagi mikoriza berdasarkan tempat jamur berkembang dalam akar menjadi dua golongan (Schneck, 1982) :

1. Ektomikoriza, jamur yang berkembang di permukaan luar akar dan diantara

sel-sel korteks akar.

2. Endomikoriza, jamur yang berkembang di dalam akar di antara dan di dalam

sel-sel korteks akar.

3.4.1. Ektomikoriza

(14)

Nini Rahmawati: Pemanfaatan Biofertilizer Pada Pertanian Organik, 2005

USU Repository©2006

10

jumpai jamur sebagai tempat hidup ektomikoriza. Asosasi ektomikoriza juga terjadi dengan fungi.

Infeksi ektomikoriza diawali dengan dijumpai adanya pertumbuhan spora di perakaran tanaman. Setelah spora tumbuh, dengan cepat fungi tumbuh menutupi perakaran kecil dalam bentuk hifa yang menghambat pertumbuhan akar rambut. Ektomikoriza relatif sukar diidentifikasi dan dibiakkan di laboratorium. Sampai saat ini sedikit diketahui sebarannya, kelimpahan dan bagaimana populasi berkembang selama perubahan musim. Beberapa species mempunyai inang yang cukuip banyak, yang lain hanya menginfeksi beberapa jenis tanaman saja. Seringkali jenis tanaman pada umur tertentu terinfeksi bermacam-macam mikoriza, dan dalam beberapa kasus beberapa jenis fungi menginfeksi tanaman yang sama bahkan pada akar yang sama.

Inokulasi tanaman dengan ektomikoriza akan memberikan keuntungan, bahkan di beberapa tempat tanaman akan tumbuh baik apabila terinfeksi mikoriza. Inokulasi akan mendorong pertumbuhan tanaman apabila infeksi secara alami terjadi pada kerapatan rendah, atau galur asli kurang efisien dibanding galur yang diinokulasikan. Beberapa jenis mikoriza banyak memberikan keuntungan pada pertumbuhan tanama (Sutanto, 2002).

3.4.2. Endomikoriza dan Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA)

Pada saat ini endomikoriza dibedakan menjadi empat tipe yaitu :

1. Phycomycetous atau yang lebih kenal sebagai Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA).

(15)

Nini Rahmawati: Pemanfaatan Biofertilizer Pada Pertanian Organik, 2005

USU Repository©2006

11

Diantara tipe-tipe itu, Phycomycetous memiliki daerah sebaran yang sangat luas sedangkan tipe yang lain ditemukan pada jenis tumbuhan tertentu saja (Trappe and Schneck, 1982).

Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) merupakan jenis fungi yang hidup berkoloni pada beberapa jenis tanaman pertanian, termasuk tanaman hortikultura dan kehutunan. Beberapa jenis yang dapat diidentifikasi termasuk ke dalam genus

Glomus, Gigaspora, Acaulospora, Sclerocytis. MVA hidup bersimbiosis dengan

tanaman inang dan tidak dapat ditumbuhkan pada media buatan di laboratorium. MVA membantu pertumbuhan tanaman dengan memperbaiki ketersediaan hara fosfor dan melindungi perakaran dari serangan patogen.

Perbanyakan dapat dilakukan di pot dengan menggunakan tanaman inang yang sesuai. Pada saat ini mikoriza banyak digunakan untuk membantu pertumbuhan benih tanaman seperti tembakau, tanaman hortikultura (tomat, jeruk, nabgga), dan tanaman kehutanan. Peluang masih terbuka untuk mempelajari dan mengembangkan mikoriza pada skala yang lebih besar.

3.5. Mikoriza Perombak Selulosa

Bahan organik merupakan penyangga biologi yang mempunyai fungsi dalam memperbaiki sifat-sifat fisik, kimia dan biologi tanah sehingga tanah bapat menyediakan hara dalam jumlah berimbang. Terdapat korelasi positif antara kadar bahan organik dengan produktivitas tanah. Kandungan bahan organik pada tanah-tanah mineral di Indonesia umumnya rendah. Kandungan karbon organik pada tanah-tanah lapisan atas berkisar antara 0,9 – 2,0% (Pihatini, dkk, 1996).

(16)

Nini Rahmawati: Pemanfaatan Biofertilizer Pada Pertanian Organik, 2005

USU Repository©2006

12

seperti Trichoderma, Aspergillus, dan Penecillium mampu merombak selulosa menjadi bahan senyawa-senyawa monosakarida, alkohol, CO2 dan asam-asam organik laiinya dengan dikeluarkannya enzim selulase (Rao, 1994).

Penelitian di laboratorium Puslittanak menunjukkan bahwa inokulasi

Trixhoderma pada jerani yang dibenamkan ke dalam tanah akan mempercepat proses

dekomposisi gambut.

3.6. Mikroorganisme Efektif (EM)

Mikroorgnisme Efektif (EM) merupakan kultur campuran berbagai jenis mikroorganisme yang bermanfaat (bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat, ragi, actinomycetes, dan jamur peragian) yang dapat dimanfaatkan sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman mikroba tanah. Pemanfaatan EM dapat memperbaiki kualitas tanah dan selanjutnya memperbaiki pertumbuhan dan produksi tanaman.

EM merupakan kultur campuran berbagai jenis mikrobia yang berasal dari lingkugnan alami. Kultur EM mengandung mikroorganisme yang secara genetika bersifat asli tidak dimodifikasi.

Pengaruh Mikroorganisme Efektif yang menguntungkan adalah sebagai berikut (Sutanto, 2002) :

1. Memperbaiki kondisi lingkungan fisik, kimia dan biologi tanah , serta menekan pertumbuhan hama dan penyakit.

2. Memperbaiki perkecambahan, pembungaan, pembentukan buah dan pematangan hasil.

3. Meningkatkan kapasitas fotosintesis tanaman.

(17)

Nini Rahmawati: Pemanfaatan Biofertilizer Pada Pertanian Organik, 2005

USU Repository©2006

(18)

Dari uraian-uraian di atas dapat diambil beberapa kesimpulan mengenai pemanfaatan biofertiziler pada pertanian organik, yaitu;

1. Dalam sistem pertanian organik pemanfaatan biofertilizer (pupuk hayati) untuk membantu penyediaan hara bagi tanaman sangat penting. Pemanfaatan beberapa jenis mikroba tanah dapat membantu ketersediaan hara bagi tanaman seperti hara nitrogen dan fosfat, selain itu ada mikroba tanah yang berperan dalam mempercepat dekomposisi bahan organik.

2. Yang termasuk biofertizer yang dapat membantu ketersediaan hara nitrogen bagi tanaman antara lain Rhizobium, Azospirillum, dan Azotobacter.

3. Yang termasuk biofertizer yang dapat membantu pneyediaan hara fosfat bagi tanaman antara lain bakteri pelarut fosfat, ektomikoriza dan mikoriza vesikular arbuskular (MVA).

4. Yang termasuk biofertizer yang dapat mempercepat proses dekomposisi bahan organik antara lain bakteri perombak selulosa dan Efektif Mikroorganisme (EM).

4.2. Saran

(19)

Nini Rahmawati: Pemanfaatan Biofertilizer Pada Pertanian Organik, 2005

USU Repository©2006

15

(20)

Berwawasan Lingkungan. Majalah Sriwijaya Vol. 32. No. 2. Universitas Sriwijaya.

Hanum, H. 1997. Peningkatan Ketersediaan Hara N dan P pada Tanah Ultisols Melalui Inokulasi Rhizobia dan Mikoriza Vasikular Arbuskular serta Pemupukan Batuan Fosfat pada Tanaman Kedelai. Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan.

Nyakpa, M.Y., A.M. Lubis, M.A. Pulung, A.G. Amrah, A. Munawar. Go Ban Hong, N. Hakim. 1988. Kesuburan Tanah. Penerbit Universitas Lampung.

Prihatini, T., A. Kentjanasari, dan Subowo. 1996. Pemanfaatan Biofertilizer untuk Peningkatan Produktivitas Lahan Pertanian.Jurnal Litbang Pertanian XV (1). Rahmawati,N. 1999. Pemanfaatan Limbah Pabrik Gas Asetilen dan Mikoriza

Vesikular Arbuskular untuk Memperbaiki Sifat Kimia Tanah, Pertumbuhan dan Produksi Kedelai pada Berbagai Kondisi Kelembaban Tanah Ultisol. Program Pascasarjana. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Rao, N.S.S. 1994. Soil Microorganisms and Plant Growth. Oxford and IBM Publishing Co. (TerjemahanH. Susilo. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Universitas Indonesia Press).

Sembiring, H., E. Sembiring dan D.R. Siagian. 2005. Pola Kerjasama Pengembangan Komoditi Pertanian Organik Dataran Tinggi Tujuan Ekspor di Kabupaten Tanah Karo. Seminar Sehari Peranan Pupuk Organik dan Pupuk Hayati untuk Peningkatan Efisiensi Pemupukan pada Tanaman Pertanian dan Perkebunan. Fakultas Pertanian UISU. Medan.

Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organi. Kanisius. Yoogyakarta.

(21)

Nini Rahmawati: Pemanfaatan Biofertilizer Pada Pertanian Organik, 2005

USU Repository©2006

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil pengujian sistem pendukung keputusan serta penelitian dari pihak perusahaan, Maka dapat di simpulkan dari sistem pendukung keputusan ini pengguna yang sebagai

Namun dari hasil wawancara dengan operator PLIK/MPLIK dapat diketahui bahwa partisipasi masyarakat di Kabupaten Rejang Lebong dalam implementasi PLIK dan MPLIK sangat kurang

Setelah penulis mengidentifikasi permasalahan perkawinan lintas agama yang sangat luas tersebut, agar diperoleh pembahasan yang lebih spesifik mengenai objek penelitian, maka

Berdasarkan review penelitian terdahulu di atas, peneliti menyimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi peng ambilan keputusan investasi, namun

Dinas kelautan dan Perikanan dalam pelaksanaan program PUGAR di Kabupaten Brebes berwenang dalam administrasi.Tim pendamping dalam program PUGAR ini adalah pihak

Diantara kelima variabel kualitas pelayanan di ketahui bahwa variabel yang paling berpengaruh terhadap kepuasaan anggota adalah variabel lingkungan fisik,yang di

Bahan telaah pustaka yang kedua adalah skripsi yang ditulis oleh Amalia Ayu Via Dewanti program studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Universitas Islam Negeri

il uji paired t-test diperoleh nilai p sebesar 0.000 (p<0.05) yang berarti bahwa ada perbedaan rata-rata kualitas tidur responden yang signifikan sebelum dan