LANDASAN KONSEPTUAL PERANCANGAN TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dalam Memenuhi Syarat-Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Teknik Arsitektur
Periode Februari 2016
EKOWISATA
RICE TERRACE
DI JATILUWIH,
TABANAN
Oleh :
I GEDE BAYU PRATAMA
1204205065
UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN ARSITEKTUR (REGULER)
LANDASAN KONSEPTUAL PERANCANGAN TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dalam Memenuhi Syarat-Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Teknik Arsitektur
Periode Februari 2016
EKOWISATA
RICE TERRACE
DI JATILUWIH,
TABANAN
Oleh :
I GEDE BAYU PRATAMA 1204205065
Dosen Pembimbing:
1. Ir, Ciptadi Trimarianto, Ph.D.
2. I Putu Sugiantara, ST.
UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN ARSITEKTUR (REGULER)
TUGAS AKHIR EKOWISATA RICE TERRACE DI
JATILUWIH, TABANAN
I GEDE BAYU PRATAMA
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS TEKNIK - JURUSAN ARSITEKTURJalan Kampus Bukit Jimbaran - Bali (0361) 703384, 703320 Fax : 703384
www.ar.unud.ac.id
PERNYATAAN
Judul Tugas Akhir : Ekowisata Rice Terrace di Jatiluwih, Tabanan
Nama : I Gede Bayu Pratama
NIM : 1204205065
Program Studi : Arsitektur
Periode : Pebruari 2016
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir ini tidak terdapat karya pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi.
Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah
ini dan disebutkan di dalam daftar pustaka.
Denpasar, 24 Juni 2016
I Gede Bayu Pratama
ABSTRACT
Ecotourism is a tourism concept that has the main principles, namely the preservation or conservation. Based on the basic principle that the development of tourist facilities minded ecotourism is very relevant to be applied to the region of Jatiluwih Toursm Destination. considering the existence of Subak Jatiluwih and systems that exist in the area has been nominated as one of the World Cultural Heritage at UNESCO meeting-36, Saint Petersburg June 29, 2012. The application of the concept of ecotourism is done by promoting the conservation principles and still a positive impact on the economic development of society.
Keywords: Ecotourism, Conservation, Education, Recreation
ABSTRAK
Ekowisata merupakan suatu konsep wisata yang memiliki prisip utama yaitu pelestarian atau konservasi. Berdasarkan prinsip dasar itulah pengembangan fasilitas wisata berwawasan ekowisata sangatt relevan untuk diterapkan pada kawasan DTW Jatiluwih, mengingat keberadaan Jatiluwih dan sistem subak yang ada pada daerah tersebut telah dinominasikan menjadi salah satu warisan Budaya Dunia pada sidang UNESCO-36 ,Saint Petersburg 29 Juni 2012. Penerapan konsep ekowisata dilakukan dengan tetap mengedepankan prinsip konservasi dan tetap memberikan dampak positif bagi perkembangan perekonomian masyarakat.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat Beliaulah , Landasan konsepsual perancangan Ekowisata Rice Terrace
di Jatiluwih Tabanan dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Dimana hal ini
merupakan salah satu persyaratan bagi mahasiswa jurusan Arsitektur Fakultas Teknik
Universitas Udayana untuk dapat mengikuti program akhir di jenjang pendidikan
yang ditempuh.
Sebagaimana telah disadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan ini
masih terdapat kekurangan-kekurangan atau masih jauh dari sempurna, karena
keterbatasan kemampuan yang dimiliki jika dibandingkan dengan pengetahuan yang
ada, walaupun demikian penulis tetap berusaha semaksimal mungkin untuk
menyusun laporan ini.
Dalam penyusunan laporan ini, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih
yang kepada berbagai pihak yang membantu penyusunan baik dengan memberikan
petunjuk, saran serta bimbingan. Pihak-pihak tersebut diantaranya :
1. Bapak Prof.Ir. Ngakan Putu Gede Suardana,MT., Ph.D selaku Dekan
Fakultas Teknik, Universitas Udayana ;
2. Ibu Dr.Ir. A.A. Ayu Oka Saraswati, MT., selaku Ketua Jurusan Arsitektur,
Fakultas Teknik, Universitas Udayana ;
3. Ibu Gusti Ayu Made Suartika ST, M.Eng.Sc, PhD., selaku Pembimbing
Akademik Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Udayana ;
4. Bapak Dr. Ir. Syamsul Alam Paturusi, MSP. Selaku Dosen Koordinator
beserta Prof.Dr.Ir. I Putu Rumawan Salain, MSi., Prof.Ir. Ngakan Putu
Sueca, MT., Ph.D., Ir. Ciptadi Trimarianto, Ph.D., Ir. Ida Bagus Ngurah
Bupala, MT., dan Ni Made Swanendri, ST., MT. Selaku tim dosen
5. Bapak Ir. Ciptadi Trimarianto, Ph.D., selaku Dosen Pembimbing I atas
bimbingan dan masukannya dalam menyelesaikan laporan ini ;
6. Bapak I Putu Sugiantara, ST., selaku Dosen Pembimbing II atas
bimbingan dan masaukannya dalam menyelesaikan laporan ini ;
7. Rekan-rekan Mahasiswa Teknik Arsitektur angkatan 2012 reguler maupun
non regular atas dukungan, motivasi, doa, semangat kebersamaan dan
kerjasamanya.
8. Kepada orang tua dan orang-orang yang saya cintai atas motivasi dan
dukungan moral maupun finansial serta seluruh fasilitas yang telah
disediakan dalam proses penyelesaian perkuliahan
9. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan
penyelesaian tugas ini.
Sebagai akhir penulis tidak lupa mohon kritik dan saran yang bersifat
membangun sehingga nantinya dapat mengantarkan penulis kearah pembenahan
penulisan di waktu-waktu mendatang, Penulis juga ingin meminta maaf apabila
dalam penyusunan laporan ini , ada pihak-pihak yang merasa tersinggung atau lain
sebagainya. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih ,
Denpasar, 24 Juni 2016
Penyusun,
DAFTAR ISI
1.4Metode Penelitian ... 5
BAB II PEMAHAMAN TERHADA EKOWISATA RICE TERRACE 2.1Tinjauan Umum Mengenai Wisata ... 7
2.1.1 Pengertian Wisata ... 7
2.1.2 Tujuan Wisata ... 8
2.1.3 Klasisifikasi Jenis Pariwisata ... 8
2.1.4 Sarana Prasarana Pariwisata ... 10
2.2Tinjauan Umum Ekowisata ... 11
2.2.1 Pengertian ... 11
2.2.2 Prinsip Ekowisata ... 12
2.3Tinjauan Mengenai Rice Terrace ... 16
2.3.1 Pemahaman Rice Terrace ... 16
2.4Tinjauan Mengenai Langgam Arsitektur ... 18
2.4.1 Arsitektur Ekologis ... 18
2.4.2 Prinsip-Prinsip Arsitektur Ekologis ... 19
2.5Tinjauan Fasilitas Sejenis ... 20
2.5.1 Taman Hutan Raya Ngurah Rai ... 20
2.5.2 Ceking Rice Terrace ... 28
2.5.3 Ekowisata Wanasari, Tuban, Kuta-Bali ... 32
2.6Spesikasi Umum Ekowisata [Rice Terrace ... 35
2.6.1 Fungsi Ekowisata Rice Terrace ... 35
2.6.2 Tujuan Ekowisata Rice Terrace ... 36
2.6.3 Sistem Pengelolaan Ekowisata Rice Terrace ... 36
2.6.4 Klasifikasi Fasilitas Ekowisata Rice Terrace ... 36
2.6.5 Lokasi Ekowisata Rice Terrace ... 37
BAB III STUDI PENGADAAN EKOWISATA RICE TERRACE JATILUWIH TABANAN 3.1Dasar Pertimbangan Pemilihan Lokasi Jatiluwih ... 38
3.1.1 Kunjungan Wisata ke Bali ... 39
3.1.2 Kawasan Peruntukan Wisata Alam di Tabanan ... 41
3.1.3 Sumber Daya di Desa Jatiluwih ... 41
3.1.5 Tinjauan Mengenai Peraturan Daerah ... 44
3.2Analisis SWOT ... 44
3.2.1 Potensi/Kekuatan (Strength) ... 45
3.2.2 Hambatan/Kelemahan (Weakness) ... 46
3.2.3 Peluang (Opportunity) ... 47
3.2.4 Tantangan (Threat) ... 47
3.2.5 Kesimpulan Analisis SWOT ... 47
3.3Spesikasi Khusus... 48
3.3.1 Pengertian Ekowisata Rice Terrace Jatiluwih Tabanan ... 49
3.3.2 Tujuan dan Sasaran Ekowisata Rice Terrace Jatiluwih Tabanan ... 50
3.3.3 Fungsi ... 50
3.3.4 Ruang Lingkup dan Batasan Pelayanan ... 51
3.3.5 Fasilitas Ekowisata Rice Terrace Jatiluwih Tabanan ... 52
3.3.6 Sistem Pengelolaan dan Pembiayaan ... 53
3.3.7 Persyaratan Khusus mengenai Pemilihan Lokasi ... 53
BAB IV TEMA DAN PEMROGRAMAN RUANG 4.1Tema Rancangan ... 54
4.1.1 Pengertian Tema ... 54
4.1.2 Pendekatan Tema ... 55
4.1.3 Penjabaran Tema ... 55
4.1.4 Perwujudan Tema ... 56
4.2Program Fungsional ... 56
4.2.1 Analisis Fungsi Kegiatan ... 56
4.2.2 Kebutuhan Ruang ... 59
4.3Program Performansi ... 61
4.4Program Arsitektural ... 64
4.4.1 Studi Kapasitas Pelaku Kegiatan ... 64
4.4.2 Studi Besaran Ruang ... 68
4.4.3 Rekapitulasi Kebutuhan Ruang ... 72
4.4.4 Hubungan Ruang ... 74
4.4.5 Sirkulasi Ruang... 79
4.4.6 Organisasi Ruang ... 80
4.5Program Tapak ... 81
4.5.1 Kebutuhan Luas Tapak ... 81
4.5.2 Analisis Pemilihan Tapak ... 81
4.5.3 Analisis Tapak ... 85
BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1Konsep Perancangan Tapak ... 93
5.1.1 Konsep Zoning Pada Tapak ... 93
5.1.2 Konsep Entrance Tapak ... 97
5.1.3 Konsep Pola dan Orientasi Masa ... 99
5.1.4 Konsep Bentuk Masa ... 101
5.1.5 Konsep Sirkulasi Tapak ... 103
5.1.6 Konsep Pola Parkir ... 105
5.1.8 Konsep Utilitas Tapak ... 110
5.2Konsep Perancangan Bangunan ... 113
5.2.1 Konsep Zoning Bangunan ... 113
5.2.2 Konsep Entrance Bangunan ... 115
5.2.3 Konsep Sirkulasi Bangunan ... 117
5.2.4 Konsep Tampilan Bangunan ... 118
5.2.5 Konsep Ruang Dalam ... 120
5.2.6 Konsep Sistem Struktur ... 122
5.2.7 Konsep Utilitas Bangunan ... 125
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Tipe Pariwisata dan Ragamnya ... 12
Gambar 2.2 Visi, Misi dan Perencanaan Nasional Pengembangan Ekowisata ... 15
Gambar 2.3 Site Plan Taman Hutan Raya Mangrove ... 17
Gambar 2.4 Lay Out Taman Hutan Raya Mangrove ... 19
Gambar 2.5 Fasilitas Wisata Taman Hutan Raya Mangrove ... 21
Gambar 2.6 Fasilitas Parkir Taman Hutan Raya Mangrove ... 22
Gambar 2.7 Tiket Masuk Taman Hutan Raya Mangrove ... 22
Gambar 2.8 Fasilitas Perdagangan ... 23
Gambar 2.9 Fasilitas Loket dan Ruang Pengelola ... 23
Gambar 2.10 Fasilitas Tiketing/ Main Gate ... 24
Gambar 2.11 Fasilitas Toilet Umum ... 24
Gambar 2.12 Fasilitas Pondok Peristirahatan dan Informasi ... 25
Gambar 2.13 Fasilitas Menara/Tower ... 25
Gambar 2.14 Fasilitas Jalan Tracking ... 26
Gambar 2.15 Ceking Terrace ... 28
Gambar 2.16 Kondisi Fisik Ceking Terrace ... 29
Gambar 2.17 Trreking Persawahan Ceking Terrace ... 30
Gambar 2.18 Lay Out Wisata Ceking Terrace ... 30
Gambar 2.19 Fasilitas Parkir Objek Wisata Ceking Terrace ... 31
Gambar 2.20 Fasilitas Restoran dan Art Shop ... 31
Gambar 2.21 Fasilitas Trreking ... 32
Gambar 2.22 Ekowisata Wanasari Tuban ... 33
Gambar 2.23 Keramba Kepiting Bakau ... 34
Gambar 2.24 Jalan Tracking Hutan Mangrove ... 35
Gambar 2.25 Fasilitas Gazebo ... 35
Gambar 3.1 Peta letak geografis wilayah Kabupaten Tabanan ... 39
Gambar 3.2 Peta Desa Jatiluwih ... 39
Gambar 3.3 Grafik Peningkatan Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Bali ... 40
Gambar 4.1 Hubungan Ruang Makro ... 71
Gambar 4.2 Hubungan Ruang Kelompok Ruang Utama dan Pendukung ... 72
Gambar 4.3 Hubungan Ruang Kelompok Ruang Penunjang ... 73
Gambar 4.4 Hubungan Ruang Kelompok Ruang Pengelola ... 74
Gambar 4.5 Hubungan Ruang Kelompok Ruang Service ... 75
Gambar 4.6 Sirkulasi Ruang ... 76
Gambar 4.7 Organisasi Ruang ... 77
Gambar 4.8 Alternatif Tapak 1 ... 80
Gambar 4.9 Alternatif Tapak 2 ... 81
Gambar 4.10 Peta Letak Geografis Wilayah Kabupaten Tabanan ... 83
Gambar 4.11 Peta letak Lokasi Tapak ... 83
Gambar 4.12 Batas-Batas Site ... 84
Gambar 4.14 Topografi dan Geologi ... 86
Gambar 4.15 Kondisi Iklim Mikro ... 87
Gambar 4.16 View Tapak ... 87
Gambar 4.17 Jaringan Utilitas Tapak ... 88
Gambar 4.18 Karakteristik Tapak ... 89
Gambar 5.1 Pembagian Zona Tapak secara Umum ... 93
Gambar 5.2 Zona Perancangan Fasilitas Penunjang WIsata... 93
Gambar 5.3 Kesimpulan Konsep Zoning ... 94
Gambar 5.4 Kesimpulan Konsep Entrance Tapak ... 96
Gambar 5.5 Kesimpulan Konsep Pola dan Orientasi Masa ... 98
Gambar 5.6 Alternatif bentuk dasar masa ... 100
Gambar 5.7 Kesimpulan Konsep bentuk masa ... 100
Gambar 5.8 Kesimpulan Konsep Sirkulasi Tapak ... 102
Gambar 5.9 Pola dan dimensi parkir ... 104
Gambar 5.10 Kesimpulan Konsep Parkir ... 104
Gambar 5.11 Kesimpulan Konsep Ruang Luar ... 107
Gambar 5.12 Skema Pendistribusian Air Bersih, Kotor dan Bekas... 109
Gambar 5.13 Skema Jaringan Listrik, Telepon, dan Pengelolaan Sampah ... 110
Gambar 5.14 Zoning Lantai 1 ... 112
Gambar 5.15 Zoning Lantai 2 ... 112
Gambar 5.16 Kesimpulan Konsep Entrance Bangunan ... 114
Gambar 5.17 Kesimpulan Konsep Sirkulasi dalam Bangunan ... 116
Gambar 5.18 Kesimpulan Konsep Tampilan Bangunan ... 118
Gambar 5.19 Kesimpulan Konsep Ruang Dalam ... 118
Gambar 5.20 Struktur Pondasi Setempat ... 121
Gambar 5.21 Struktur Pondasi Menerus ... 121
Gambar 5.22 Sistem Superstruktur ... 122
Gambar 5.23 Sistem Upperstruktur ... 122
Gambar 5.24 Sistem Pencahayaan Alami ... 125
Gambar 5.25 Pencahayaan Spotlight ... 125
Gambar 5.26 Sistem Penghawaan Alami ... 126
Gambar 5.27 Kipas Angin Gantung ... 126
Gambar 5.28 APAR ... 127
Gambar 5.29 Skema Kamera CCTV ... 127
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Jumlah Wisatawan Mancanegara ke Bali per Bulan Tahun 2009 - 2013 ... 38
Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Desa Jatiluwih ... 40
Tabel 3.3 Data Kunjungan DTW Jatiluwih Tahun 2014 ... 40
Tabel 3.4 Data Kunjungan DTW Jatiluwih Tahun 2015 ... 41
Tabel 3.5 Kesimpulan Analisis SWOT ... 46
Tabel 4.1 Civitas/ pelaku kegiatan pada Ekowisata Rice Terrace Jatiluwih Tabanan ... 55
Tabel 4.2 Tabel Kebutuhan Ruang Ekowisata Rice Terrace Jatiluwih Tabanan ... 56
Tabel 4.3 Program Performansi ... 58
Tabel 4.4 Kapasitas jumlah pengelola ... 64
Tabel 4.5 Jumlah Total Pelaku Kegiatan ... 64
Tabel 4.6 Besaran Ruang ... 65
Tabel 4.7 Rekapitulasi Kebutuhan Ruang ... 69
Tabel 4.8 Pembagian Luas Lantai Bangunan ... 70
BAB I
PENDAHULUAN
Pada BAB ini akan dijelaskan mengenai latar belakang, rumusan masalah,
tujuan, dan metode penelitian dalam kaitannya pada perancangan dan perencanaan
Ekowisata Rice Terrace di Jatiluwih tabanan
1.1.Latar Belakang
Bali merupakan salah satu daerah tujuan wisata internasional yang sangat
terkenal di dunia. Sektor kepariwisataan telah menjadi motor penggerak
perekonomian dan pembangunan di Bali sejak tahun 1970-an. Oleh karena itu
kepariwisataan merupakan bagian yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan
lagi dalam kehidupan masyarakat dan pembangunan di Bali. (Pitana, 2003).
Perpaduan antara keindahan alam bali yang dibalut dengan estetika, dan
nuansa kebudayaan yang berlandaskan agama hindu Bali, merupakan andalan
utama dalam pariwisata di Bali. Bila kita melihat dari sisi keindahan alam saja,
tentu kita bisa menjumpai hal yang sama pada daerah-daerah lainnya di Indonesia
memiliki iklim tropis. Namun beda halnya di Bali, keindahaan alam yang
ditawarkan kemudian dibalut kembali dengan kebudayaan-kebudayaan
masyarakat bali yang beraneka ragam dan memiliki ciri khas pada daerahnya
masing-masing mampu memberikan suatu gambaran yang berbeda di dunia
Pariwisata sehingga hal tersebut telah menjadi ciri khas pariwisata di Bali.
Landasan yuridis pengembangan pariwisata di daerah Bali adalah Perda
Nomor 3 tahun 1974 juncto Perda Nomor 3 tahun 1991 yang menetapkan bahwa
konsep pengembangan pariwisata di Bali adalah pariwisata budaya. Pariwisata
Budaya merupakan pariwisata yang pengembangannya menerapkan nilai-nilai
kebudayan masyarakat bali dengan menggunakan falsafah agama hindu sebagai
landasannya.
Dalam pengembangannya, Pariwisata di bali tetap memegang teguh konsep
“Tri Hita Karana” sebagai dasar untuk tetap menjaga keberlanjutan pariwisata di Bali. Konsep ini bertujuan untuk menyeimbangkan hubungan Tuhan antara
manusia, manusia dengan manusia , dan manusia dengan lingkungannya. Dengan
pemahan konsep ini diharapkan manusia atau masyarakat akan mampu
mendapatkan kesejahteraan, kemakmuran, dan kedamaian dalam hidupnya.
Seperti yang kita ketahui, Bali banyak menawarkan daya tarik wisata yang
tersebar pada masing-masing daerah dan kabupaten yang ada di Bali. Sebut saja
daerah komersial Nusa Dua dan Kuta, Ubud yang menawarkan sentuhan
anekaragam kebudayaan, Tanah Lot, Taman Ayun, Bedugul dan destinasi
-destinasi pariwisata lainnya yang memiliki daya tarik dan ciri khas tersendiri pada
Pariwisata di Bali. Dengan banyaknya destinasi dan pariwisata yang tersebar pada
masing-masing daerah yang ada di Bali, sangat memungkinkan untuk dilakukan
suatu pengembangan, untuk kemajuan pariwisata di Bali dan juga akan
berdampak pada pemerataan perekonomian di masing-masing daerah di Bali,
mengingat sektor Pariwisata merupakan sektor utama dalam pendapatan daerah di
Bali.
Jatiluwih merupakan suatu desa yang terletak di kecamatan Penebel
lahan pertanian yang membentang luas dan membentuk suatu undag atau sering
kita sebut dengan terasering/ rice terrace. Keindahan tersebut makin diperkuat
oleh sistem subak yang merupakan sistem irigasi atau pengairan sawah di Bali.
Keberadaan subak di Bali sejak tahun 1071 menandakan adanya lembaga yang
tangguh, lestari dan kian diperkuat dengan adanya pengesahan dalam sidang
UNESCO ke-36 guna menjadikan Subak Jatiluwih sebagai salah satu situs
Warisan Budaya Dunia yang diresmikan oleh UNESCO (Badan PBB untuk
Pendidikan, Keilmuan, dan Budaya) di Saint Petersburg, Rusia pada tanggal 29
Juni 2012 (Anonim, 2012).
Perkembangan pariwisata di Jatiluwih bisa dilihat dari pekembangan
kunjungan wisata menuju desa jatiluwih. Menurut catatan data kunjungan wisata
dari badan pengelola DTW Jatiluwih menunjukan angka kunjunagan wisata
Jatiluwih pada tahun 2014 mencapai angka 165.144 jiwa sedangkan pada tahun
2015 hingga periode September mencapai angka 131.005 jiwa. Melihat
perkembangan jumlah kunjungan wisata tersebut, maka diarasakan pelru untuk
dilakukan pengembangan fasilitas wisata pada daerah tersebut, namun fasilitas
wisata apa yang relevan untuk dikembangkan?
Ekowisata atau Ecotourisme merupakan merupakan salah satu
kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek
konservasi alam, aspek pemberdayaan sosial budaya ekonomi masyarakat lokal
serta aspek pembelajaran dan pendidikan. Secra umum tujuan pengembangan eco
wisata adalah untuk tetap mampu mempertahankan dan melestarikan kemurnian
alam sekitar dan beriringan dengan meningkatan kesejahteraan masyarakat pada
daerah tersebut. Pengembangan dan penataan fasilitas wisata di Jatiluwih dengan
lebih menekankan pada konep ekowisata bertujuan untuk tetap mampu
melestarikan kondisi alam khususnya terasering Jatiluwih yang telah
dinominasikan menjadi warisan budaya dunia namun tetap mampu memberikan
timbal balik yang lebih pada kondisi sosial, budaya dan ekonomi masyarakat di
sekitar. Timbal balik yang lebih dimaksudkan adalah masyarakat akan
dengan adanya pengembangan fasilitas-fasilitas wisata yang menunjang kegiatan
ekowisata tersebut.
Dilihat dari kegiatan utama para wisatawan yang ada pada center point di
kawasan ini yaitu pemandangan perswahan yang berundak pada saat ini ialah
cenderung berkunjung untuk sekedar melihat view pemandangan tersebut
kemudian mengabadikannya dalam bentuk dokumentasi. Minimnya fasilitas
penunjang sebagai akomodasi fasilitas wisata pada daerah ini membuat kegiatan
tersebut terkesan monoton sehingga dirasa perlu untuk lebih mengembangkan
inovasi-inovasi baru terkait dengan fasilitas-fasilitas wisata untuk menunjang
kegiatan tersebut sehingga mampu memberikan nilai jual yang lebih pada daerah
tersebut.
Dari pemahaman kegiatan utama tersebut maka akan menghasilkan suatu
produk berupa kebutuhan ruang untuk menunjang kegiatan tersebut.
Produk-produk ruang yang dimaksud hendaknya mampu mewadahi segala aktifitas wisata
di dalamnya. Dalam pengembangan fasilitas wisata ini akan menawarkan
kegiatan ekowisata dimana wisatawan akan ikut terlibat dalam kegiatan petani
dalam penggarapan sawah dan pemberian edukasi mengenai tata cara penanaman
maupun pemahaman mengai sistem subak di Bali sebagai kegiatan utama
sehingga akan menghasilkan kebutuhan ruang penunjang dari kegiatan tersebut
terkait dengan produk desain yang akan dihasilkan.
1.2.Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan beberapa rumusan
permasalahan ialah sebagai berikut:
a) Apa saja spesifikasi khusus/produk building desain yang akan dihasilkan dari
uraian dan identifikasi dari kegiatan utama pada Ekowisata Ricce Terrace
Jatiluwih Tabanan?
b) Tema apakah yang bisa diterapkan dalam perancangan dan perencanaan
Ekowisata Ricce Terrace Jatiluwih Tabanan?
c) Konsep-konsep apa sajakah yang mampu diterapkan dalam perancangan dan
building desain yang dihasilkan dari identifikasi aktifitas utama yang
dilakukan pada Ekowisata Ricce Terrace Jatiluwih Tabanan?
1.3.Tujuan
a) Mampu menentukan spesifikasi khusus/produk building desain yang akan
dihasilkan dari uraian dan identifikasi dari kegiatan utama pada Ekowisata
Ricce Terrace Jatiluwih Tabanan.
b) Untuk menentukan tema yang sesuai untuk diterapkan dalam perancangan dan
perencanaan Ekowisata Ricce Terrace Jatiluwih Tabanan.
c) Untuk mendapatkan konsep-konsep apa sajakah yang mampu diterapkan
dalam perancangan dan perencanaan Ekowisata Ricce Terrace Jatiluwih
Tabanan terkait dengan building desain yang dihasilkan dari identifikasi
aktifitas utama yang dilakukan pada Ekowisata Ricce Terrace Jatiluwih
Tabanan.
1.1 Metode Penelitian
Metode penelitian di lakukan dengan dua tahap, yaitu teknik pengumpulan data
dimana data-data yang memiliki implikasi ke dalam rancangangan nantinya
dikumpulkan dan teknik pengolahan data yang mana data yang telah terkumpul
dilakukan analisis dan sintesis data yang nantinya diharapkan dapat memenuhi
persayaratan terhadap perencanaan dan perancangan ekowisata rice terrace ini.
1.4.1Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh data-data yang relevan
dalam kaitannya pada perencanaan dan perancangan ekowisata rice terrace ini.
Adapun beberapa teknik pengumpulan data menurut (Indrawan & Yaniawati, 2014)
ialah sebagai berikut:
A. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari pihak pertama
dengan dilakukan beberapa cara sebagai berikut:
1. Interview Atau Wawancara
Metode ini dilakukan untuk mengumpulkan informasi yang terkait dengan judul.
akan direncanakan, untuk memperoleh masukan ataupun saran dari pihak – pihak
yang terkait agar memperoleh data yang akurat yang akan di pakai sebagai
pedoman dalam perencanaan dan perancangan ekowisata rice terrace.
2. Studi Banding/ Observasi
Studi banding dilakukan dengan cara meninjau objek-objek sejenis untuk
mendapatkan informasi mengenai aktifitas dan kebutuhan ruang yang dihasilkan
oleh kegiatan yang diwadahi di dalamnya. Studi banding objek sejenis juga
dilakukan untuk mengetahui upaya-upaya yang nantinya akan dilakukan dan
diterapkan dalam kaitannya pada pengembangan fasilitas ekowisata rice terrace
ini.
B. Data Sekunder
Data sekunder merupakan penelusuran data yang dilakukan untuk mendapatkan
sumber pendukung berupa literature. Studi literature dilkukan untuk mengumpulkan
data dan teori yang terkait dengan perancangan ekowisata rice terrace melalui studi
kepustakaan. Studi literature atau kepustakaan dilakukan dengan cara meninjau dan
mendapatkan informasi dari sumber – sumber yang memiliki otoritas, seperti : hasil
penelitian, buku – buku, yang memiliki pengetahuan mengenai masalah yang
berhubungan dengan perencanaan dan perancangan ekowisata rice terrace ini. Data
sekunder digolongkan menjadi beberapa tingkat ialah sebagai berikut:
1. Tingkat pertama merupakan data sekunder dari sumber primer seperti karya
penelitian terdahulu, atau data mentah mengenai interpretasi atau pertanyaan yang
mewakili satu opini atau posisi resmi. Contoh seperti: memo, catatan medis, dan
pidato lengkap
2. Tingkat kedua merupakan data sekunder dari sumber sekunder , seperti intepretasi
dari data primer. Contoh seperti : ensiklopedia, buku teks, buku pegangan, rtikel
di majalah dan Koran.
1.4.2Teknik Pengolahan Data
Pada teknik pengolahan data dilakukan dengan 3 cara yaitu:
Pada data yang telah dikumpulkan dikelompokkan dengan kriteria data
masing – masing yang kemudian di cari kaitannya antara satu dengan
lainnya.
2. Analisis Data
Berdasarkan kompilasi data, dilakukan analisis data dengan beberapa
pertimbangan untuk mendapatkan hasil kualitatif berdasarkan pertimbangan
terhadap kondisi yang ada dengan beberapa landasan teori. menurut
(Indrawan & Yaniawati, 2014) analisis data dibagi menjadi dua ialah sebagai
berikut:
a. Analisis Data Kualitatif
Analisis data kualitatif merupakan analisis data yang tidak dapat diukur
dengan angka secara langsung. Analisis ini berupa memo, koding,
analisis konten, analisis komparasi, tipologi dan lain-lain yang
berhubungan dengan perencanaan dan perancangan Ekowisata Rice
Terrace di Jatiluwih Tabanan ini
b. Analisis Data Kuantitatif
Analisis data kuantitatif merupakan analisis data yang dapat diukur atau
dihitung secara langsung. Analisis ini berupa survey, studi kasus atau
penjelasan yang dinyatakan dalam bentuk bilangan atau bentuk angka
yang mendukung perencanaan dan perancangan Ekowisata Rice Terrace
di Jatiluwih Tabanan ini
3. Sintesis
Data yang telah diuraikan menjadi penjelasn yang lebih kecil, kemudian
disusun kembali untuk mendapatkan kesimpulan dengan cara mengkaitkan
satu aspek dengan aspek lainnya. Karakteristik dari teknik sintesis adalah
BAB II
PEMAHAMAN TERHADAP EKOWISATA
RICE TERRACE
Pada BAB ini menjelaskan mengenai pemahaman, prinsip-prinsip, klasifikasi dan
sarana prasarana yang mendukung dalam perenanaan Ekowisata Rice Terrace di
Jatiluwih Tabanan.
2.1Tinjauan Umum Mengenai Wisata 2.1.1 Pengertian Wiasata
Secara umum pengertian wisata adalah suatu kegiatan yang dilakukan
secara sementara guna keluar dari rutinitas atau kegiatan sehari-hari untuk
sekedar melepas penat dengan mengunjungi tempat-tempat yang memiliki daya
tarik tersendiri. Adapun beberapa ungkapan mengenai wisata ialah sebagai
berikut:
1) Menurut UU Kepariwisataan No. 9 tahun 1990, wisata adalah kegiatan
perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara
2) Menurut Suwantoro (2004) istilah pariwisata berhubungan erat dengan
pengertian perjalanan wisata, yaitu sebagai suatu perubahan tempat
tinggal sementara seseorang diluar tempat tinggalnya karena suatu alasan
dan bukan untuk melakukan kegiatan yang menghasilkan upah.
3) Menurut Marpaung, H (2002) Pariwisata adalah perpindahan sementara
yang dilakukan manusia dengan tujuan keluar dari pekerjaan-pekerjaan
rutin, keluar dari tempat kediamannya. Aktivitas dilakukan selama mereka
tinggal di tempat yang dituju dan fasilitas dibuat untuk memenuhi
kebutuhan mereka.
2.1.2 Tujuan Pariwisata
Alasan utama pengembangan pariwisata pada suatu daerah tujuan wisata,
baik wisata lokal, regional atau ruang lingkup suatu negara sangat erat kaitannya
dengan pembangunan perekonomian daerah atau negara tersebut. Alasan kedua
pengembangan pariwisata itu lebih banyak bersifat non ekonomis. Wisatawan
yang datang berkunjung pada suatu daerah tujuan wisata salah satu motivasinya
adalah untuk menyaksikan dan melihat keindahan alam dan termasuk di dalamnya
cagar alam, kebun raya,tempat bersejarah dan candi-candi. Alasan ketiga
pengembangan pariwisata untuk menghilangkan kepicikan berpikir, mengurangi
salah pengertian, terutama bagi masyarakat di objek kepariwisataan itu dibangun
Yoeti (2008).
Pada hakekatnya tujuan dari pariwisata secara umum adalah
pengoptimalan sumber-sumber daya pariwisata yang ada di suatu daerah tujuan
wisata. Sumber-sumber yang dimaksud ialah sumber daya alam maupun sumber
daya manusia itu sendiri dengan harapan membawa perubahan kea rah yang lebih
baik.
2.1.3 Klasifikasi/ Jenis Wisata
Pada umumnya wisatawan akan melakuakan kegiatan wisata dengan motif
dan tujuan tersendiri untuk melakukan kegiatan wisata tersebut. Motif dan
tujuannya tersebut akan tercermin pada berbagai macam jenis wisata. Bagi daerah
karena akan berhubungan dengan fasilitas-fasilitas wisata yang akan ditawarkan
untuk meningkatkan promosi dan daya jual dari kunjungan wisata tersebut.
Adapun berapa jenis wisata yang sudah dikenal ialah sebagai berikut
Pendit (1994):
1) Wisata Budaya yaitu perjalanan yang dilakukan atas dasar keinginan untuk
memperluas pandangan hidup seseorang dengan jalan mengadakan kunjungan
ke tempat lain atau ke luar negeri, mempelajari keadaan rakyat, kebiasan dan
adat istiadat, cara hidup, kebudayan dan seni mereka.
2) Wisata Kesehatan yaitu perjalanan seseorang wisatawan yang bertujuan untuk
menukar keadaan dan lingkungan tempat sehari-hari dimana ia tinggal demi
kepentingan beristirahat baginya dalam arti jasmani dan rohani.
3) Wisata Olahraga yaitu wisatawan yang melakukan perjalanan dengan tujuan
untuk berolahraga atau memang sengaja untuk mengambil bagian aktif dalam
pesta olahraga di suatu tempat atau Negara.
4) Wisata Komersial yaitu wisatawan yang melakukan perjalanan untuk
mengunjungi pameran-pameran dan pekan raya yang bersifat komersial
seperti pameran industri, pameran dagang dan sebagainya.
5) Wisata Industri yaitu perjalanan yang dilakukan oleh rombongan mahasiswa
atau pelajar, atau orang-orang awam ke suatu tempat perindustrian dengan
maksud dan tujuan untuk mengadakan penelitian.
6) Wisata Bahari yaitu perjalanan yang banyak dikaitkan dengan olahraga air
seperti danau, pantai atau laut.
7) Wisata Cagar Alam yaitu jenis wisata yang biasanya banyak diselenggarakan
oleh agen atau biro perjalanan yang mengkhususkan usaha-usaha dengan
mengatur wisata ke tempat atau daerah cagar alam, Taman lindung, hutan
daerah pegunungan dan sebagainya, yang kelestariannya dilindungi oleh
Undang-Undang.
8) Wisata Bulan Madu yaitu suatu perjalanan yang dilakukan bagi pasangan
pengantin baru yang sedang berbulan madu dengan fasilitas-fasilitas khusus
2.1.4 Sarana Prasarana Wisata
Pada hakekatnya prasarana patiwisata merupakan fasilitas yang yang
dapat menunjang suatu proses perekonomian, sehingga dapat memudahkan
manusia untuk melakukan kegiatan. Menurut suwantoro (2004) Prasarana wisata
adalah sumber daya alam dan sumber daya manusia yang mutlak dibutuhkan oleh
wisatawan dalam perjalannya di daerah tujuan wisata, seperti jalan, listrik, air,
telekomunikasi, terminal, jembatan, dan lain sebagainya. Sedangkan Sarana
kepariwisataan adalam semua fasilitas yang memungkinkan agar prasarana
kepariwisataan dapat hidup dan berkembang serta dapat memberikan pelayanan
pada wisatawan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Menurut Suwantoro (2004)
sarana wisata merupakan kelengkapan daerah tujuan wisata yang diperlukan
untuk melayani kebutuhan wisatawan dalam menikmati perjalanan wisatanya.
Menurut Lothar A, Kreck dalam Yoeti (1996) sarana kepariwisataan
terbagi atas:
a. Sarana Pokok Kepariwisataan
Yang dimaksud dengan sarana pokok kepariwisatan adalam perusahaan yang
hidup dan kehidupannya sangat tergantung kepada arus kedatangan orang
yang melakukan perjalanan wisata. Yang termasuk ke dalam kelompok ini
ialah: travel agent, dan tour operator, perusahan-perusahaan angkutan
wisata, hotel, dan jenis akomodasi lainnya, bar dan restoran, serta rumah
makan lainnya, objek wisata dan atraksi wisata lainnya.
b. Sarana Pelengkap Kepariwisataan
Yaitu perusahaan-perusahan atau tempat-tempat yang menyediakan fasilitas
untuk rekreasi yang fungsinya tidak hanya melengkapi sarana pokok
kepariwisataan dapat lebih lama tinggal pada suatu daerah tujuan wisata.
Termasuk ke dalam kelompok ini adalah saran olah raga, kolam renang, golf,
berlayar, berselancar dan wahana sport recreation lainnya.
c. Sarana Penunjang Kepariwisataan
Yaitu perusahaan yang menunjang sarana pelengkap dan sarana pokok dan
daerah tujuan wisata, tapi fungsi yeng lebih penting adalah agar wisatawan
lebih banyak mengeluarkan atau membelanjakan uangnya di tempat yang
dikunjungi.
2.2Tinjauan Umum Ekowisata 2.2.1 Pengertian
Pada awal kemunculannya ekowisata dilakukan oleh wisatawan pecinta
alam yang menginginkan di daerah tujuan wisata tetap utuh dan lestari
disamping budaya dan kesejahteraan masyarakatnya tetap terjaga. Namun istilah
ekowisata terus mengalami perkembangan dari waktu kewaktu. Adapun
beberapa ungkapan mengenai pengertian ekowisata ialah seperti berikut ini:
1. Istilah ekowisata yang pertama diperkenalkan oleh organisasi The
Ecotourism Society (1990) sebagai berikut: Ekowisata adalah suatu bentuk
perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan
mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan
penduduk setempat.
2. Menurut Eplerwood (1999) Ekowisata kemudian didefinisikan sebagai
bentuk baru dari perjalanan bertanggung jawab ke area alami dan
berpetualang yang dapat menciptakan industri pariwisata
3. Menurut Australian Department of Tourism dalam Fandeli (2000) yang
mendefinisikan ekowisata adalah wisata berbasis pada alam dengan
mengikutkan aspek pendidikan dan interpretasi terhadap lingkungan alami
dan budaya masyarakat dengan pengelolaan kelestarian ekologis. Definisi ini
memberi penegasan bahwa aspek yang terkait tidak hanya bisnis seperti
halnya bentuk pariwisata lainnya, tetapi lebih dekat dengan pariwisata minat
khusus, alternative tourism atau special interest tourism dengan obyek dan
daya tarik wisata alam.
Dari beberapa pemahan mengenai ekowisata di atas maka pada
hakekatnya ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang bertanggung jawab
balik bagi kesajahteraan ekonomi serta keutuhan budaya dari masyarakat
setempat.
Melihat unsur –unsur dari ekowisata yang mengandung makna konservasi,
edukasi, kebudayaan maupun petualangan maka ekowisata sering disebutkan
dengan pariwisata alternatif. Pariwisata alternatif merupakan bentuk oposisi atau
lawan dari pariwisata masal. Menurut Wearing dan Neil (2000) pariwisata
alternatif didifinisakan sebagai bentuk-bentuk pariwisata yang menaruh
perhatian dan konsisten terhadap alam, social dan nilai-nilai kemasyarakatan dan
memberikan kesempatan wisatawan dan penduduk lokal untuk berinteraksi dan
menikmatinya secara positif sdan saling tukar pengalaman. Adapun skema dari
wisata alternatif bisa dilihat dari skema gambar 2.1 dibawah ini.
Dari skema dan diagram mengenai tipe pariwisata beserta ragamnya dapat
disimpulkan bahwa ekowisata sesuai dengan pengertian di atas tergolong ke
dalam wisata alternatif. Dalam istilah yang paling sederhana, ekowisata dapat
digambarkan sebagai bentuk kegiatan wisata dengan dampak yang paling
minimal, konservasi, bertanggung jawab,dan apresiatif terhadap lingkungan dan
budaya masyarakat yang dikunjungi Wearing dan Neil (2000).
2.2.2 Prinsip Ekowisata
Pengembangan ekowisata yang berbasis konservasi dapat menjamin
keutuhan dan kelestarian ekosistem pada alam tersebut. Oleh karena itu terdapat Nature tourism or Ecotourism
TOURISM
Mass Tourism Alternative Tourism
Cultural Educational Scientific Adventure Agri-tourism
beberapa prinsip dalam pengembangan ekowisata yang harus diperhatikan dan
dipenuhi. Bila prinsip-prinsip tersebut telah dijalankan dan dipenuhi maka akan
mampu menjamin suatu pembangunan yang ramah lingkungan dari
pembangunan yang berbasis kerakyatan.
The Ecotourism Society, Eplerwood (1999) menyebutkan ada delapan
prinsip, yaitu:
1) Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap
alam dan budaya, pencegahan dan penanggulangan disesuaikan dengan sifat
dan karakter alam dan budaya setempat.
2) Pendidikan konservasi lingkungan. Mendidik wisatawan dan masyarakat
setempat akan pentingnya arti konservasi. Proses pendidikan ini dapat
dilakukan langsung di alam.
3) Pendapatan langsung untuk kawasan. Mengatur agar kawasan yang digunakan
untuk ekowisata dan manajemen pengelola kawasan pelestarian dapat
menerima langsung penghasilan atau pendapatan. Retribusi dan conservation
tax dapat dipergunakan secara langsung untuk membina, melestarikan dan
meningkatkan kualitas kawasan pelestarian alam.
4) Partisipasi masyarakat dalam perencanaan. Masyarakat diajak dalam
merencanakan pengembangan ekowisata. Demikian pula di dalam
pengawasan, peran masyarakat diharapkan ikut secara aktif.
5) Penghasilan masyarakat. Keuntungan secara nyata terhadap ekonomi
masyarakat dari kegiatan ekowisata mendorong masyarakat menjaga
kelestarian kawasan alam.
6) Menjaga keharmonisan dengan alam. Semua upaya pengembangan termasuk
pengembangan fasilitas dan utilitas harus tetap menjaga keharmonisan dengan
alam. Apabila ada upaya disharmonize dengan alam akan merusak produk
wisata ekologis ini. Hindarkan sejauh mungkin penggunaan minyak,
7) Daya dukung lingkungan. Pada umumnya lingkungan alam mempunyai daya
dukung yang lebih rendah dengan daya dukung kawasan buatan. Meskipun
mungkin permintaan sangat banyak, tetapi daya dukunglah yang membatasi.
8) Peluang penghasilan pada porsi yang besar terhadap negara. Apabila suatu
kawasan pelestarian dikembangkan untuk ekowisata, maka devisa dan belanja
wisatawan didorong sebesar-besarnya dinikmati oleh negara atau negara
bagian atau pemerintah daerah setempat.
Pada hakekatnya ekowisata yang lebih bersifat kenservasi dimana
bertujuan untuk melestarikan dan memanfaatkan alam dan budaya masyarakat,
jauh lebih ketat dibanding dengan hanya keberlanjutan. Dengan pendekatan yang
berwawasan lingkungan maka konsep pengembangan ekowisata menjamin hasil
yang lebih memuaskan daripada pembangunann yang berkelanjutan sebab
ekowisata tidak melakukan eksploitasi alam secara berlebihan, tetapi hanya
menggunakan jasa alam dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
pengetahuan, fisik/ dan psikologis wisatawan.
Melihat dari sifat dan karakter dari pengembangna ekowisata seperti yang
telah dijelaskan di atas maka dalam pengembangan ekowisata sangat penting
untuk dilakukan sebuah perencanaan. Menurut Frandeli, (2000), di dalam
penyusunan perencanaan di tingkat nasional pertama-tama yang harus
dilaksanakan adalah melakukan identifikasi pokok persoalan, kebijakan yang
dilaksanakan berdasarkan regulasi yang ada, dan paradigma yang berkembang.
Pengembangan ekowisata yang berazazkan konservasi merupakan prinsip
penting dalam visi ekowisata. Ditambah dengan pemberdayaan masyarakat dan
perekonomian rakyat merupakan salah satu landasan dalam perumusan dari misi
ekowisata. Misi ekowisata dapat dijabarkan ialah sebagai berikut; melestarikan
alam dengan mengkonservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya,
menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat setempat, pengembangan ekonomi
kerakyatan, serta meningkatkan pendapatan lokal, regional, maupun nasional
secara berkeadilan. Adapun visi dan misi perencanaan nasional pengembangan
Visi
Pengembangan Ekowisata
Konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistemnya
Pemberdayaan masyarakat lokal
Misi
Pengembangan Ekowisata
Konservasi alam
Pemberdayaan masyarakat dalam lapangan usaha kerja dan ekonomi kerkyatan.
Penghasilan lokal, regional, dan nasional yang berkeadilan
Strategi
Pengembangan Ekowisata
Strukturisasi kewilayahan berdasarkan ekosistem dan kesatuan pengelolaan
Pengembangan berkeseimbangan ekosistem daratan dan perairan
Meningkatkan kualitas dan fungsi pelestarian dalam kawasan hutan
Program
Pengembangan Ekowisata
Keterpaduan pelestarian dan pemanfaatan kawasan hutan sebagai produk ekowisata
Pengembangan ekowisata berkeadilan skala lokal, regional, nasional
Pemberdayaan masyarakat lokal
Keharmonisan masyarakat dan lingkungan
Pengembangan pemasaran terpadu
2.3Tinjauan Mengenai Rice Terrace
2.3.1 Pemahaman Rice Terrace
Berikut ini beberapa ungkapan mengenai pengertian terasering atau sistem
tanah yang berundak:
1. Menurut Yuliarta et al., (2002) Teras adalah bangunan konservasi tanah dan
air yang dibuat dengan penggalian dan pengurugan tanah, membentuk
bangunan utama berupa bidang olah, guludan, dan saluran air yang mengikuti
kontur serta dapat pula dilengkapi dengan bangunan pelengkapnya seperti
saluran pembuangan air (SPA) dan terjunan air yang tegak lurus kontur.
2. Sedangkan menurut Sukartaatmadja (2004), teras adalah bangunan konservasi
tanah dan air secara mekanis yang dibuat untuk memperpendek panjang
lereng dan atau memperkecil kemiringan lereng dengan jalan penggalian dan
pengurugan tanah melintang lereng. Tujuan pembuatan teras adalah untuk
mengurangi kecepatan aliran permukaan (run off) dan memperbesar peresapan
air, sehingga kehilangan tanah berkurang.
Teras berfungsi mengurangi panjang lereng dan menahan air, sehingga
mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan, dan memungkinkan
penyerapan air oleh tanah. Dengan demikian erosi berkurang. Arsyad (1989).
Menurut Yuliarta et al (2002), manfaat teras adalah mengurangi kecepatan
aliran permukaan sehingga daya kikis terhadap tanah dan erosi diperkecil,
memperbesar peresapan air ke dalam tanah dan menampung dan mengendalikan
kecepatan dan arah aliran permukaan menuju ke tempat yang lebih rendah secara
aman.
Dari pemahaman di atas maka teras merupakan sistem konservasi tanah
yang dibuat dengan sistem berundak dengan maksud untuk memperpendek
panjang lereng atau memperkecil kemiringan dengan menggali dan menguruh/
cut and fill sehingga akan mengurangi kesepatan aliran permukaan oleh air.
Pembuatan teras pada lahan miring dimaskudkan untuk mengurangi resiko erosi
Rice Terrae atau sawah berundak adalah kondisi geografis dan topografis
dari persawahan yang berundak-undak sehingga terlihat membentuk suatu teras
yang biasa disebut terasering. Kondisi tersebut dikarenakan kondisi geografis
pada daerah tersebut yang cenderung memiliki karakteristik yang berbukit atau
memiliki tingkat kemiringan yang tinggi. Sehingga dilakukan pemanfaatan lahan
dengan membentuk sistem persawahan yang berteras atau berundak. Hal ini juga
sering dilakukan untuk mencegah ataupun menghindari dari bahaya erosi atau
pengikisan permukaan tanah oleh air hujan.
2.4Tinjauan Mengenai Langgam Arsitektur
Dalam kaitannya pada penentuan tema dan langgam arsitektur maka perlu
dialakukan tinjauan teori untuk mendasari terbentuknya tema yang akan diterapkan
nantinya pada konsep maupun rancangan arsitektur. Adapun teori yang dipilih ialah
teori yang memiliki keterkaitan antara arsitektur dengan lingkungan dimana sesuai
dengan prinsip dasar dari ekowisata ialah berwawasan lingkungan. Berikut ini
adalah penjabaran teori mengenai arsitektur lingkungan.
2.4.1 Arsitektur Ekologis
Menurut Darjosanjoto dalam Titisari (2012), pendekatan ekologi dalam
arsitektur didefinisikan dengan Ecological design is bioclimatic design, design with
the climate of the locality, and low energy design. Dengan demikian terdapat integrasi
antara kondisi ekologi lokal, iklim mikro dan makro, kondisi tapak, program
bangunan atau kawasan, konsep, dan sistem yang tanggap terhadap iklim, serta
penggunaan energi yang rendah. Integrasi dapat dilakukan pada tiga tingkatan:
1. Integrasi fisik dan karakter fisik ekologi setempat (tanah, topografi, air tanah,
vegetasi, iklim, dsb.)
2. Integrasi sistem-sistem dengan proses alam (cara penggunaan air, pengolahan dan
pembuangan limbah cair, sistem pembuangan dari bangunan, pelepasan panas
dari bangunan, dsb.)
3. Integrasi penggunaan sumber daya yang mencakup penggunaan sumber daya
Pendekatan ekologi dalam arsitektur lainnya menurut Frick dalam Titisari
(2012) adalah bahwa eko-arsitektur mencakup keselarasan antara manusia dan alam.
Eko-arsitektur mengandung juga dimensi waktu, alam, sosio kultural, ruang dan
teknik bangunan. Eko- arsitektur bersifat kompleks, mengandung bagian-bagian
arsitektur biologis (kemanusiaan dan kesehatan), serta biologi pembangunan. Oleh
sebab itu eko-arsitektur bersifat holistik dan mengandung semua bidang.
Dari beberapa pemahan di atas disimpulkan bahawa arsitektur ekologis
merupakan suatu konsep arsitektur yang menciptakan suatu keharmonisan dan
keselarasn antara arsitektur terhadap lingkungannya. Keharmonisan dan keselarasan
tersebut diciptakan dengan cara memanfaatkan segala potensi dan karakteristik
lingkungan yang ada ke dalam suatu rancangan arsitektur.
2.4.2 Prinsip-Prinsip Arsitektur Ekologis
Pada cakupan yang lebih luas, Cowan dan Ryn dalam Titisari (2012)
mengemukakan prinsip-prinsip desain yang ekologis sebagai berikut:
1. Solution Grows from Place: solusi atas seluruh permasalahan desain harus berasal
dari lingkungan di mana arsitektur itu akan dibangun. Prinsipnya adalah
memanfaatkan potensi dan sumber daya lingkungan untuk mengatasi setiap
persoalan desain. Pemahaman atas masyarakat lokal, terutama aspek
sosial-budayanya juga memberikan andil dalam pengambilan keputusan desain. Prinsip
ini menekankan pentingnya pemahaman terhadap alam dan masyarakat lokal.
Dengan memahami hal tersebut maka kita dapat mendesain lingkungan binaan
tanpa menimbulkan kerusakan alam maupun ‘kerusakan’ manusia.
2. Ecological Acounting Informs Design: perhitungan-perhitungan ekologis
merupakan upaya untuk memperkecil dampak negatif terhadap lingkungan.
Keputusan desain yang diambil harus sekecil mungkin memberikan dampak
negatuf terhadap lingkungan.
3. Design with Nature: arsitektur merupakan bagian dari alam. Untuk itu setiap
desain arsitektur harus mampu menjaga kelangsungan hidup setiap unsur
menekankan pada pemhaman mengenai living process di lingkungan yang hendak
diubah atau dibangun.
4. Everyone is a Designer: melibatkan setiap pihak yang terlibat dalam proses
desain. Tidak ada yang bertindak sebagai user atau participant saja atau designer/
arsitek saja. Setiap orang adalah participant-designer. Setiap pengetahuan yang
dimiliki oleh siapapun dan sekecil apapun harus dihargai. Jika semua orang
bekerjasama untuk memperbaiki lingkungannya, maka sebenarnya mereka
memperbaiki diri mereka sendiri.
5. Make Nature Visible: proses-proses alamiah merupakan proses yang siklis.
Arsitektur sebaiknya juga mampu untuk melakukan proses tersebut sehingga
limbah yang dihasilkan dapat ditekan seminimal mungkin.
2.5Tinjauan Fasilitas Sejenis
2.5.1 Taman Hutan Raya Mangrove Ngurah Rai
Taman Hutan Raya (Tahura) adalah kawasn pelestarian alam ynag
dimanfaatkan untuk tujuan koleksi tumbuhan atau satwa baik asli maupun buatan,
untuk kepentingan ilmu pengetahuan, pendidikan dan latihan, budaya dan
pariwisata/rekreasi. Site plan dari Taman Hutan Raya Mangrove bisa dilihat pada
gambar 2.3 berikut
Gambar 2.3. Site Plan Taman Hutan Raya Mangrove
A. Keadaan Fisik Kawasan
Taman Wisata Alam Prapat Benoa ditetapkan sebagai TAHURA Ngurah
Rai berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 544/Kpts-II/1993
tanggal 25 September 1993 dengan luas 1.373,50 Ha. TAHURA Ngurah Rai
secara administrasi pemerintahan terletak di Kecamatan Kuta Kabupaten
Badung dan Kecamatan Denpasar Selatan Kota Denpasar Propinsi Bali,
sedangkan secara geografis TAHURA Ngurah Rai terletak pada 1159’-11514
Bujur Timur dan 849’ Lintang Selatan. B. Potensi Biotik Kawasan
a) Flora
Keadaan flora pada kawasan TAHURA Ngurah Rai didominasi tumbuhan
jenis Sonneratia alba, Duabanga moluccana, Aegiceras
corniiculatum, Rhizophora mucronata dan tumbuhan bawah seperti Derris
heterophylla dan Acanthus ilicifolius, Rhizophora mucronata dan Avicennia
maria.
b) Fauna
Fauna yang terdapat di dalam kawasan TAHURA Ngurah Rai antara lain
berbagai jenis burung seperti : Fregeta minor, Sula leucgaster, Sterna
hirundo, Halcyon chloris, Geopelia striata, Streptopelia
chinnensis dan Duculaanal, dan Penyu Hijau (Chelonia mydas), Penyu sisik
(Eretmochelys imbricata) serta Teripang (Echinodermata) dan ditemukan
juga jenis Mollusca, Gastropoda, Pelecypoda yang hidup pada sisa-sisa batu
wisatawan mancanegara maupun nusantara, potensi wisata alam yang cukup
menonjol adalah panorama hutan bakau (Ekotourisme) dan panorama pantai
b) Kegiatan wisata alam yang dapat dilakukan
Beberapa kegiatan wisata alam yang dapat dilakukan diantaranya adalah :
traecking/lintas alam, menikmati pemandangan alam pantai, memancing,
pengamatan burung, atraksi wisata bahari dan lain-lain.
c) Sarana kemudahan dan pelayanan
Beberapa fasilitas yang dapat mendukung kegiatan wisata alam di
TAHURA Ngurah Rai adalah : Gedung Pusat Informasi Mangrove, Jalan
Panggung sepanjang + 2,4 Km yang membentang di tengah-tengah hutan
mangrove, Menara Pengamatan burung dan jalan setapak.
D. Pencapaian ke lokasi
Kawasan TAHURA Ngurah Rai terletak pada posisi strategis yaitu pada
segitiga emas pariwisata Sanur, Nusa Dua dan Kuta, dapat dicapai dengan mudah
melalui jalan bypass Sanur - Nusa Dua.
E. Fasilitas Wisata
Setelah dibuka menjadi objek wisata konservasi/ petualangan ada beberapa
fasilitas penunjang wiasta pada Taman Hutan Raya Ngurah Rai ini.Untukdetail
fasilitas wisata bisa dilihat pada gambar 2.4 sampai 2.14 berikut:
Gambar 2.4. Lay Out Taman Hutan Raya Mangrove
Sumber: Observasi Lapangan 8 Oktober 2015
Keterangan:
a. Area Parkir b. Tiket Masuk c. Fasilitas Perdagangan
d. Ruang Pengelola dan Loket e. Tiketing f. Toilet Umum
g. Rest Area h. Menara i. Jalan Panggung
Gamabar 2.5 Fasilitas Wisata Taman Hutan Raya Mangrove
a) Area Parkir
Fasilitas parkir merupakan fasilitas yang mutlak yang harus tersedia dalam
berbagai bentuk dan jenis pariwisata. Begitu pula pada objek ini, pada area ini
terdapat fasilitas parkir dengan kapasitas kendaraan 20 mobil lengkap dengan
loket/ tiket masuk ke area wisata ini.
A A
C B
D E
F
G G
G G
G
H
I
I I
I
Gambar 2.6. Fasilitas Parkir Taman Hutan Raya Mangrove
Sumber: Observasi Lapangan 8 Oktober 2015
b) Tiket Masuk
Fasilitas ruang untuk tiket masuk menuju objek terletak pada bagian depan
berdampingan dengan gapura/ pintu masuk menuju objek Taman Hutan Raya
Mangrove.
Gambar 2.7. Tiket Masuk Taman Hutan Raya Mangrove
Sumber: Observasi Lapangan 8 Oktober 2015
c) Fasilitas Perdagangan
Zona untuk fasilitas perdagangan diplotkan pada area bagian timur atau
tepatnya sebelah timur parkir pengunjung. Fasilitas ini difugsikan untuk
pengunjung ataupun jasa sopir yang mengantar wisatawan untuk menunggu
dan beristirahat. Pada are ini ada beberapa lapak dagang yang berdiri namun
Gambar 2.8. Fasilitas Perdagangan
Sumber: Observasi Lapangan 8 Oktober 2015
d) Loket dan Ruang Pengelola
Fasilitas ini difungsikan sebagai tempat untuk membeli tiket untuk memasuki
kawasan wisata alam mangrove. Adapun harga tiket masuk pada wisata ini
ialah Rp. 10.000 rupiah. Selain sebagai tempat pembelian tiket masuk adapun
fasilitas ini juga difungskan sebagai ruang pengelola oleh petugas lapangan
yang mana kantor pusat pengelola dari UPT. Tahura Ngurah Rai terletak di
Jalan Menuh, No.6 Denpasar.
Gambar 2.9. Fasilitas Loket dan Ruang Pengelola
Sumber: Observasi Lapangan 8 Oktober 2015
e) Tiketing/ Main Gate
Fasilitas ini difungsikan untuk pemeriksaan tiket masuk dan sekaligus sebagai
Gambar 2.10. Fasilitas Tiketing/ Main Gate
Sumber: Observasi Lapangan 8 Oktober 2015
f) Toilet umum
Toilet merupakan fasilitas yang mutlak yang harus dimiliki oleh daerah
kunjungan wisata. Begitu pula pada wisata mangrove ini letak toilet berada di
area depan tepatnya di area parkir pengunjung.
Gambar 2.11. Fasilitas Toilet Umum
Sumber: Observasi Lapangan 8 Oktober 2015
g) Pondok Peristirahatan/Rest Area
Fasilitas ini adaa pada kawasan hutan mangrove. Fasilitas ini difungsikan
untuk tempat beristirahat bagi para pengunjung sepanjang perjalanan
menyusuri Hutan Mangrove tersebut. Pada fasilitas ini juga disediakan
beberapa informasi mengenai jenis-jenis flora dan fauna yang ada di kawasan
Gambar 2.12. Fasilitas Pondok Peristirahatan dan Informasi
Sumber: Observasi Lapangan 8 Oktober 2015
h) Menara (Tower)
Pada wisata ini terdapat 2 buah menara/tower yang difungsikan sebagai
fasilitas untuk melihat keadaan ekosistem mangrove dan tracking dari tampak
atas.
Gambar 2.13. Fasilitas Menara/Tower
Sumber: Observasi Lapangan 8 Oktober 2015
i) Jalan Pangung (Tracking)
Jalan panggung/ Tracking ini memiliki panjang kurang lebih 2,4 Km
mengelilingi kawasan hutang mangrove. Melalui jalan ini pengunjung bisa
melihat keanekaramaan flora maupun fauna beserta ekosistemnya sepanjang
pondok peristirahatan dan informasi mengenai spesies di hutan mangrove
tersebut.
Gambar 2.14. Fasilitas Jalan Tracking
Sumber: Observasi Lapangan 8 Oktober 2015
2.5.2 Ceking Terrace
Ceking Terrace merupakan daya tarik wisata yang memiliki kemiripan
terhadap wisata di jatiluwih yaitu menjual view persawahan sebagai objek utama.
Lokasi dari obyek wisata Ceking Terrace Obyek Wisata Ceking Terrace berjarak
5 km dari pusat pariwisata Ubud atau bisa ditempuh dengan waktu kurang lebih
20 menit , dan 30 km dari Kota Denpasar. tepatnya berada di Desa Tegallalang,
Gianyar. Obyek wisata ini berbatasan langsung dengan Desa Pekraman Kedisan
dan sebagian area persawahan Ceking Terrace merupakan wilayah Desa
Pekraman Kedisan. Kondisi alam wisata ceking terrace dapat dilihat pada gambar
2.19 berikut.
Gambar 2.15. Ceking Terrace
A. Kondisi Fisik Lingkungan
Kondisi topografi memiliki kemiringan yang bertransis dan curam menuju
arah timur dari akses/ jalan utama. Objek Wisata Ceking Terrace memiliki
daya tarik persawahan yang bertransis dan memiliki aksebilitas yang
berdekatan dengan objek wusata ubud sehingga kawasan ini tergolong padat
dengan bangunan penunjang karena banyaknya kunjungan ke daerah tersebut.
Adapun beberapa potensi alam yang ada pada daerah tersebut..
a) Flora
Ceking terrace merupakan persawahan yang memiliki keindahan pada
transisnya sehingga tumbuhan padi pada persawahan merupakan potensi
biotik/ flora pada daerah tersebut
b) Fauna
Sedangkan aneka ragam fauna yang dapat dijumpai di daerah tersebut
adalah keberadaan burung bangau khas Gianyar yang sewaktu-waktu
menghiasi keindahan alam pada daerah tersebut.
Gambar 2.16. Kondisi Fisik Ceking Terrace
Sumber: Observasi 4 Oktober 2015
B. Potensi Wisata Alam
Selain kondisi sawah yang bertransis adapun potensi dari wisata alam
pada kawasan ini adalah dengan adanya fasilitas trekking menyusuri
persawahan dengan mengikuti garis transis pada persawahan tersebut. Kondisi
Gambar 2.17. Trreking Persawahan Ceking Terrace
Sumber: Observasi 4 Oktober 2015
C. Fasilitas Wisata
Adapun beberapa fasilitas wiata pada Objek Wita Ceking Terrace dapat
dilihat pada gambar 2.18 sampai 2.21 sebagai berikut:
Keterangan:
a. Fasilitas Parkir
b. Artshop dan Restoran
c. Trekking
Gambar 2.18. Lay Out Wisata Ceking Terrace
Sumber: Observasi 4 Oktober 2015
B A
A A
a. Fasilitas Parkir
Fasilitas parkir merupakan hal yang mutlak dimiliki oleh setiap objek
wisata/ bangunan komersil. Sedangkan keberadaan parkir merupakan
kekurangan pada objek wisata ini. Adapun fasilitas parkir pada objek ini
ialah melalui pemanfaatan lahan kososng pada sekitar objek dan
pemanfaatan bahu bahu jalan untuk dijadikan fasilitas parkir.
Gambar 2.19. Fasilitas Parkir Objek Wisata Ceking Terrace
Sumber: Observasi 4 Oktober 2015
b. Art Shop dan Restoran
Untuk menunjang kegiatan wisata maka diperlukannya beberapa
fasilitas penunjang wisata. Hal tersebut juga terdapat pada objek wisata
ini. Fasilitas penunjang tersebut ialah restosan dan art shop. Adapun
restoran tersebut berada pada bagian timur akses utama/ jalan utama
yang berbatasan langsung dengan persawahan ceking. Dimana untuk
mengatasi kemiringan lahan dan memaksimalkan luasan lahan fasilitas
ini menggunakan sistem cantilever dalam pembangunannya. Sedangkan
fasilitas art shop berada pada sebelah barat jalan raya/ akses utama
Gambar 2.20. Fasilitas Restoran dan Art Shop
c. Fasilitas Trekking Persawahan
Pada objek ini juga terdapat fasilitas trekking yang memungkinkan
pengunjung untuk lebih dekat pada alam persawahan tersebut. Alur
trekking ini mengikuti garis transis dari persawahan ceking. Fasilitas ini
dibuat semurni mungkin dengan mempertahankan karakteristik alam
dengan tidak menambahkan elemen perkerasan pada trekking
Gambar 2.21. Fasilitas Trekking
Sumber: Observasi 4 Oktober 2015
2.5.3 Ekowisata Wanasari Tuban Bali
Seperti pemahaman mengenai prinsip dasar dari ekowisata yaitu
konservasi alam dan pemberdayaan masyarakat/ lingkungan sekitar maka itu pula
yang mendasari pengembangan ekowisata wanasari ini. Hal ini pertama
diprakarsai oleh kelompok nelayan Wanasari Tuban-Kuta Bali untuk
memanfaatkan lahan hutan bakau/ Mangrove dengan mencoba mengembangkan
budidaya kepiting bakau lokal. Hal ini juga di dukung oleh faktor pariwisata
mengingat banyaknya permintaan atas bahan baku kepiting bakau untuk kuliner
khususnya seafood restaurant yang marak di Bali. Dengan pertimbangan ini maka
munculah ide untuk membudidayakan kepiting bakau dengan tidak merusak
ekosistem hutan bakau dengan membuat suatu keramba kepiting bakau.
Dengan berhasilnya pegembangan budidaya ini maka muncul ide untuk
membuat ekowisata, dimana tujuan dari dibuatnya ekowisata ini dengan
mengedepankan pendidikan tentang pentingnya menjaga habitat dan ekosistem
hutan mangrove, dimana system yang dipilih yaitu dengan memberikan informasi
dengan terjun langsung dalam pembudidayaan seperti, informasi pembuatan bibit
kepiting dari indukan sampai siap panen, selain itu juga kita memberikan tentang
pendidikan cara menjaga kelestarian hutan mangrove seperti penanaman pohon
mangrove langsung kepada pengunjung serta pelepasan beberapa benih kepiting
langsung pada alam bebas di sekitar hutan mangrove.
Gambar 2.22. Ekowisata Wanasari Tuban
Sumber: Observasi Lapangan 10 Oktober 2015
A. Keadaan Fisik
Ekowisata Wanasari Bali yang berada di Kabupaten Badung, Bali. Letaknya
kurang lebih 3 km dari arah Bandara Internasional Ngurah Rai. Bila diakses dari
arah Kota Denpasar melewati jalan underpass maka kawasan Ekowisata Wanasari
Bali berada disebelah kiri jalan sebelum bundaran Jalan Tol diatas Laut.
B. Potensi Wisata Alam
Potensi biotik/ wisata alam yang utama yang ditawarkan pada ekowisata ini
ialah beberapa jenis tumbuhan bakau/ mangrove dan kepiting bakau lokal. Pada
wisata ini wisatawan akan diberi pengetahuan mengenai konservasi hutan bakau
dan pembudidayan kepiting bakau lokal.
C. Fasilitas Wisata
a) Pengenalan sistem budidaya kepiting bakau
Memberikan ilmu pengetahuan tentang cara berbudidaya kepiting bakau,
bakau. Fasilitas wisata Ekowisata Wnasari Tuban bisa dilihat pada gambar
2.16 sampai 2.18 berikut
Gambar 2.23. Keramba Kepiting Bakau
Sumber: Observasi Lapangan 10 Oktober 2015
Pada ekowisata wanasari ini juga terdapat program pelepasan kepiting bakau
yang bertujuan untuk mengajak pengunjung akan pentingnya habitat asli hutan
mangggrove, yang mana pengunjung bisa terjun langsung ke hutan mangrove
untuk melepas bibit kepiting yang disediakan sehingga pengunjung dapat
mengetahui bagaimana pelepasan bibit tersebut.
b) Tour ke Dalam Hutan Mangrove dengan perahu Tradisional
Fasilitas mengelilingi hutan mangrove menggunakan perahu tradisional
ditawarkan dengan tujuan untuk mengajak wisatawan melihat keindahan
hutan mangrove dan ekosistemnya.
c) Penanaman Bibit Pohon Bakau
Dalam hal ini pengunjung diajak langsung untuk terlibat dan turun
langsung untuk melakukan kegiatan penanaman pohon bakau dimana
program ini adalam program yang paling penting pada ekowisata wanasari
ini. Selain penghijauan, wisatawan juga diberikan edukasi mengenai
pentingnya ekosistem hutan bakau bagi lingkungan sekitarnya.
d) Tracking Hutan Mangrove
Fasilitas ini disediakan pengelola untuk menfasilitasi pengunjunjung
untuk mempermudah dalam melihat keadaan sekitar dan menuju keramba
Gambar 2.24. Jalan Tracking Hutan Mangrove
Sumber: Observasi Lapangan 10 Oktober 2015
e) Fasilitas Gazebo
Fasilitas ini dibuat guna mendukung segala kegiatan ekowisata pada
daerah ini. Pada wisata ini terdapat 3 buah gazebo, yang mana nantinya
berfungsi seperti : pelaksanan meeting perusahaan , kegiatan kelompok
untuk umum, seperti Perayaan pernikahan, pre weeding, perayaan ulang
tahun dan lain lainnya
Gambar 2.25. Fasilitas Gazebo
Sumber: Observasi Lapangan 10 Oktober 2015
f) Kuliner Hutang Mangrove
Sebagai sarana pelengkap fasilitas ini ditawarkan untuk melengkapi
fasilitas wisata di ekowisata wanasari ini dimana pengunjung akan