• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR. Denpasar, Maret 2017 Tim Penulis Antara-Kama Wijaya-Windia. 169i. Ekowisata Subak Jatiluwih, Tabanan, Bali

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KATA PENGANTAR. Denpasar, Maret 2017 Tim Penulis Antara-Kama Wijaya-Windia. 169i. Ekowisata Subak Jatiluwih, Tabanan, Bali"

Copied!
180
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Belakangan ini trend pariwisata dunia dalam berwisata lebih cenderung ke arah pariwisata alternatif, salah satu adalah wisata lingkungan (ecotorusim=ekowisata). Bali sebagai daerah tujuan wisata terfavourit di dunia, memiliki banyak potensi destinasi wisata lingkungan (ekowisata), salah satu di antaranya adalah Subak Jatiluwih di Kabupaten Tabanan. Subak dengan keunikan adat dan budaya, tidak hanya dapat menjadi destinasi wisata pertanian (agrowsita), tetapi jika berlokasi dalam suatu lingkungan yang unik dan atraktif, maka sekaligus juga dapat menjadi wisata lingkungan (ekowisata). Subak Jatiluwih yang berlokasi di Desa Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan memang telah menjadi objek dan lokasi studi banyak peneliti, yang sudah menghailkan banyak Magister dan Doktor. Namun khusus untuk Subak Jatiluwih tampaknya belum pernah ada yang menggali potensi lingkungannnya dan sekaligus merumuskan strategi pengelolaannya.

Dengan selesainya buku “EKOWISATA SUBAK JATILUWIH, TABANAN, BALI”, perkenankanlah kami tim penulis memanjatkan puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Asung Kerta Wara Nugraha-Nya, maka buku ini dapat terbit sesuai dengan rencana. Dalam kesempatan ini rasanya tim penulis perlu menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu langsung dan tidak langsung dalam penyelesaian buku ini, terutama kepada para petani dan pengurus subak Jatiluwih, yang telah meluangkan waktu diwawancarai di sela-sela kesibukan Beliau. Semoga Ida Sang Hyang Widhi selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada pihak yang telah mebantu penyelesaian buku ini. Om Awignem Cidirastu Namociwaya. Semoga kebaikan datang dari segala arah dan Tuhan, Yang Widi Wasa memberkati kita semua.

Denpasar, Maret 2017 Tim Penulis Antara-Kama Wijaya-Windia

(4)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

PERTAMA: PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Pengkajian ... 5

Manfaat Pengkajian ... 6

KEDUA: TINJAUAN TEORITIK DAN EMPIRIK ... 7

TinjauanTeoritik ... 7

Pengelolaan ... 7

Strategi ... 12

Lingkungan ... 19

Ekowisata ... 21

Sistem Subak ... 29

Tinjauan Empirik ... 32

Kerangka Pemikiran Teoritik ... 36

KETIGA: PENDEKATAN DAN METODE PENGKAJIAN ... 38

Pendekatan Pengkajian ... 38

Lokasi Pengkajian ... 39

Jenis dan Sumber Data ... 41

Instrumen Pengkajian ... 42

Metode Pengumpulan Data ... 43

Metode Analisis Data ... 43

KEEMPAT: GAMBARAN UMUM SUBAK JATILUWIH ... 54

Kondisi Lingkungan Subak Jatiluwih ... 54

Sistem Subak Jatiluwih ... 55

Sub Subak Umakayu ... 58

Sub Subak Gunung Sari ... 60

Sub Subak Telabah Gede ... 62

(5)

Sub Subak Kedamaian ... 64

Sub Subak Kesambi ... 66

Sub Subak Besi Kalung ... 68

Sub Subak Umadui ... 70

KELIMA: POTENSI DAN KENDALA PENGELOLAAN LINGKUNGAN EKOWISATA SUBAK JATILUWIH ... 72

Identifikasi Potensi Lingkungan Ekowisata Subak Jatiluwih ... 72

Potensi Abiotik ... 73

Potensi Biotik ... 83

Potensi Sosial Budaya ... 86

Kendala Pengelolaan Potensi Lingkungan ... 89

Kendala Sarana, Prasarana Jalan dan Selokan ... 90

Kendala Air dan Saluran Irigasi ... 92

Kendala Parkir ... 93

Kendala Pencemaran dari Peternakan Ayam ... 95

Kendala Longsor ... 96

Kendala SDM dan Motivasi ... 97

Kendala Kebijakan ... 99

KEENAM: PENGELOLAAN LINGKUNGAN EKOWISATA SUBAK JATILUWIH PADA SAAT INI ... 100

PerencanaanPengelolaan Lingkungan Ekowisata ... 100

Pengorganisasian Pengelolaan Lingkungan Ekowisata ... 101

Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Ekowisata ... 104

Evaluasi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata ... 106

KETUJUH: STRATEGI DAN PROGRAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN EKOWISATA SUBAK JATILUWIH ... 108

Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Subak Jatiluwih ... 108

Analisis Faktor Internal ... 108

Analisis Faktor Eksternal ... 114

Analisis EFAS dan IFAS ... 119

Analisis SWOT ... 129

(6)

Strategi Strength Opportunities (SO) ... 131

Strategi Strength Threats (ST) ... 131

Strategi Weakness Opportunities (WO) ... 132

Strategi Weakness Threats (WT). ... 132

Strateg Prioritas Pengelolaan Lingkungan Ekonowisata Jatiluwih Berdasarkan Analisis QSPM ... 133

Program Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Subak Jatiluwih ... 137

PENUTUP ... 161

Simpulan ... 161

Rekomendasi Kebijakan ... 163

DAFTAR PUSTAKA ... 165

PROFIL PENULIS ... 169

(7)

DAFTAR TABEL

Nmor Judul Tabel Halaman

3.1 Matriks Internal Factor Analysis Summary (IFAS) ... 47

3.2 Matriks Exsternal Factor Analysis Summary (EFAS) ... 48

3.3 Matrik Internal Factor Analysis Summary (IFAS) dan Exsternal Factor Analysis Summary (EFAS) ... 49

3.4 Matriks Strength Weakness Opportunities Threats (SWOT) ... 51

3.5 Analisis QSPM (Quantitative Strategiws Planning Matrix) ... 53

6.1 Tarif Retribusi Rekreasi dan Parkir di Wilayah Daya Tarik Wisata Jatiluwih… ... 105

7.1 Hasil Rata-Rata Pembobotan Faktor Internal ... 120

7.2 Hasil Rata-Rata Pembobotan Faktor Eksternal ... 122

7.3 Tabel Internal Factor Analysis Summary (IFAS) ... 124

7.4 Tabel Exsternal Factor Analysis Summary (EFAS) ... 126

7.5 Matrik IFAS-EFAS Strategi Umum Pengelolaan Lingkungan Ekowisata di Subak Jatiluwih ... 128

7.6 Analisis Strength Weakness Opportunities Threats (SWOT) ... 130

7.7 Hasil Rata-Rata Nilai Ketertarikan (Attractive Score) ... 134

7.8 Jumlah nilai total ketertarikan (Total Attractive Score/TAS) untuk tiap strategi ... 136

(8)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Gambar Halaman

2.1 Tingkatan Strategi ... 15

2.2 Proses Manajemen Strategis ... 17

2.3 Etika Lingkungan sebagai Dasar Pengelolaan Lingkungan Berkearifan Lokal ... 21

2.4 Ekowisata Sebagai Suatu Konsep Pembangunan Berkelanjutan ... 24

2.5 Sketsa Sistem Subak di Bali ... 31

2.6 Kerangkan Pemikiran Teoritik ... 37

3.1 Lokasi Penelitian di Subak Jatiluwih ... 40

4.1 Wilayah Subak Jatiluwih ... 56

4.2 Struktur Organisasi SubakJatiluwih ... 57

4.3 Wilayah Sub Subak Umakayu ... 59

4.4 Wilayah Sub Subak Gunung Sari ... 61

4.5 Wilayah Sub Subak Telabah Gede ... 63

4.6 Wilayah Sub Subak Kedamaian ... 65

4.7 Wilayah Sub Subak Kesambi ... 67

4.8 Wilayah Sub Subak Besi Kalung ... 69

4.9 Wilayah Sub Subak Umadui ... 71

5.1 Pemandangan Sub Subak Uma Kayu pada Musim Metekap ... 74

5.2 Panorama Pura Luhur Besi Kalung dari Sub SubakKedamaian ... 75

5.3 Mata Air di Pura Cantik Kuning ... 76

5.4 Mata Air Sumber Air Irigasi di Subak Uma Kayu yang terletak ditengah Hutan ... 77

5.5 Air Terjun Suranadi di Sub Subak Uma Kayu ... 78

5.6 Sumber Air Panas di Sub Subak Besi Kalung ... 79

5.7 Kondisi Sungai di Sub Subak Uma Kayu ... 80

5.8 Jalur Cycling yang melintasi tiga sub subak ... 81

(9)

5.9 Jalur Tracking pada Sub Subak Uma Kayu ... 82

5.10 Teh Beras Merah Produksi Subak Jatiluwih ... 84

5.11 Potensi BurungKokokan di Subak Jatiluwih ... 85

5.12 Kondisi Jalan yang Rusak menuju Subak Jatiluwih ... 91

5.13 Perbaikan Jalan di Subak Jatiluwih ... 92

5.14 Kekeringan yang terjadi di Sub Subak Telabah Gede ... 93

5.15 Kondisi parkir di Jalan Utama Desa Jatiluwih ... 94

5.16 Usaha peternakan ayam di Sub Subak Besi Kalung ... 96

5.17 Longsor pada saluran irigrasi subak ... 97

6.1 Susunan Badan Pengelola DTW Jatiluwih ... 102

6.2 Struktur Organisasi Manajemen Operasional DTW Jatiluwih ... 103

(10)

PERTAMA PENDAHLUAN

Latar Belakang

Pulau Bali merupakan daerah tujuan pariwisata dunia yang memiliki keunikan tersendiri berupa keindahan panorama alam dan budayanya,sehingga menarik perhatian wisatawan.Perkembangan pariwisata di Pulau Bali tidak dapat dilepaskan dari kedatangan bangsa Belandapada tahun 1579 yang dipimpin oleh Cournelis De Houtman.

Tahun 1827 untuk pertama kali Belanda membangun kantor dagangnya di daerah Kuta. Pada tahun 1920 sekumpulan ilmuan Barat mendatangi Pulau Bali dengan tujuan untuk meneliti dan mengenal budaya yang ada di Pulau Bali baik agama, adat istiadat, kesusastraan, peninggalan sejarah dan arkeologi. Parailmuan yang datang ke Bali terdapat pelukis, pengarang dan penyair yang kemudian menggambarkan keindahan alam dan budaya yang ada di Pulau Bali.Hal ini sekaligus sebagai media promosi.Kondisi tersebut menarik wisatawan Eropa yang kemudian datang berkunjung ke pulau Bali (Kencana, 2010).

Wisatawan yang datang ke Pulau Bali pada umumnya tertarik akan keindahan alam, keunikan budaya, dan keramahan masyarakat Bali. Pada tahun2012 wisatawan yang datang berkunjung ke Pulau Bali berjumlah 2.892.019 orang. Tahun 2013 wisatawan yang berkunjung ke Bali mengalami peningkatan sebesar13,37% menjadi berjumlah 3.278.598 orang (Disparda Provinsi Bali). Kunjunganwisatawanbaik domestik maupun internasional diperkirakan akansemakin meningkat di tahun-tahun mendatang.Hal ini dikarenakan adanya perubahan perkembangan pariwisata dunia yang semakin mengedapankan keunikan budaya,

(11)

keindahan alam, dan kelengkapan fasilitas pendukung pariwisata yang kesemuanya ada di pulau Bali.

Kabupaten Tabanan adalah salah satu kabupaten di Bali yang terletak sekitar 35 km di sebelah barat Ibu Kota Provinsi Bali. Luas Kabupaten Tabanan adalah 839,33 km2 atau sekitar 14,9% dari luas Provinsi Bali.

Kabupaten Tabanan terbagi atas 10 kecamatan antara lain Kecamatan Tabanan, Selemadeg Timur, Selemadeg Barat, Selemadeg, Pupuan, Penebel, Marga, Kerambitan, Kediri dan Baruriti.Sebanyak 23.358 ha atau sekitar 28% dari luas lahan yang ada di Kabupaten Tabanan merupakan lahan persawahan.Karena itu Kabupaten Tabanan dikenal sebagai daerah agraris dengan petani sebagai salah satu soko guru perekonomian di Kabupaten Tabanan.

Subak Jatiluwih adalah salah satu subak yang terletak di Desa Jatiluwih Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan.Subak Jatiluwihterkenaldengan keindahan panorama alam pegunungan dan pemandangan persawahan yang indah.Selain itu kondisi alam di Subak Jatiluwih yang masih asri dan alami karena jauh dari polusi udara serta kondisi udara yang sangat sejuk sangat cocok untuk pengembangan wisata alam.Air pegunungan dan mata air yang ada digunakan untuk sumber air minum dan sumber air pertanian.Cara pengolahan lahan pertanian yang masih tradisonal yakni menggunakan sapi atau kerbau untuk membajak sawah serta alat bajak tradisional menarik para wisatawan, baik wisatawan domestik maupun mancanegara untuk datang berkunjung.

Pada tahun 2012 kunjungan wisatawan ke Jatiluwih berjumlah 97.909 wisatawan, sedangkan pada tahun 2013 kunjungan wisatawan meningkat menjadi 101.560 wisatawan (DISPARDA Provinsi Bali). Berdasarkan tren kunjungan wisatawan tersebut, diperkirakan tingkat kunjungan

(12)

wisatawan ke Jatiluwih akan meningkat di tahun-tahun mendatang.

Meningkatnya tingkat kunjungan wisatawan ke Jatiluwih membawa pengaruh terhadap pengembangan dan pembangunan di Subak Jatiluwih maupun Desa Jatiluwih pada umumnya. Pembangunan dan pengembangan tersebut pada umumnya bertujuan untuk meningkatkan kelengkapan fasilitas pendukung pariwisata di Jatiluwih seperti pembangunan penginapan guest house, rumah makan atau restoran, café dan beberapa aktivitas pariwisata lainnya seperti rafting, horse ridding dan lain sebagainya.

Kegiatan dan pengembangan pariwisata bertujuan untuk menggerakkan perekonomian nasional dan daerah, meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan masyarakat.Pengembangan pariwisata melibatkan berbagai sektor kehidupan.Oleh karena itu pariwisata mempunyai pengaruh atau dampak yang cukup luas, baik terhadap sektor ekonomi, sosial, budaya, politik maupun lingkungan.Laju kerusakan lingkungan disebabkan pengembangan pariwisata diperkirakan akan meningkat.Potensi kerusakan lingkungan perlu dilakukan upaya-upaya meminimalisasi dengan strategi kelestarian lingkungan, salah satunya melalui kegiatan pengembangan ekowisata (Ecotourism).Ekowisata merupakan suatu konsep pariwisata yang mencerminkan wawasan lingkungan yang mengikuti kaedah keseimbangan dan kelestarian lingkungan.Secara umum pengembangan ekowisata harus dapat meningkatkan kualitas hubungan antar manusia, meningkatkan kualitas hidup bermasyarakat setempat dan menjaga kualitas lingkungan.

Pengembangan ekowisata diharapkan dapat memberikan dampak positip terhadap pelestarian lingkungan dan budaya asli setempat (Wood, 2002).

Subak Jatiluwihmerupakanbagian dari Kawasan Catur Angga Batukaru sebagai penerima nominasi Warisan Budaya Dunia atau World

(13)

Cultural Heritage dari United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) pada tahun 2012.Program Warisan Budaya Dunia dari UNESCO bertujuan untuk mengkatalog, menamakan dan melestarikan tempat-tempat yang sangat penting dan berarti bagi umat manusia sehingga dapat menjadi warisan bagi generasi berikutnya.Status sebagai warisan budaya dunia diberikan dengan evaluasi atau penilaian terus menerus tiap tahunnya.Status warisan budaya dunia tersebut bisa masuk dalam kategori bahaya, bahkan hingga dihapus, apabila situs tersebut mendapat ancaman atau bahaya yang memiliki efek buruk pada karakteristik situs tersebut.Ancaman tersebut dapat berupa penurunan jumlah spesies yang terancam punah, kerusakan keindahan alam karena kegiatan manusia seperti penebangan, pencemaran, permukiman, pertambangan, proyek pembangunan, konflik bersenjata, bencana alam dan lain sebagainya.Salah satu contoh situs warisan budaya dunia di Indonesia yang masuk kategori bahaya adalah Hutan Hujan tropis di Sumatera (http://whc.unesco.org/en/danger/).

Status Subak Jatiluwih sebagai bagian dari Kawasan Catur Angga Batukaru penerima nominasi warisan budaya dunia dari UNESCO dan adaanya peningkatan kunjungan wisatawan, serta posisinya yang terletak di bagian hulu Pulau Bali merupakan kawasan yang disucikan oleh masyarakat Bali. Oleh karena itu dalam mengembangkan kawasan tersebut perlu dilakukan pengkajian untuk mengetahui bagaimana pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwihsehingga pengembangan pariwisata yang dilakukan dapat memberikan manfaat bukan hanya pada bidang sosial dan ekonomi masyarakat sekitar namun juga pada pelestarian lingkungan di Kawasan Subak Jatiluwih.

(14)

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah sebagai berikut. (1) Apa potensi dan kendala pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih?; (2) Bagaimana pengelolaan lingkungan ekowisata diSubakJatiluwih pada saat ini?; (3) Bagaimana strategi pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih di masa mendatang?

Tujuan Pengkajian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari pengkajian ini dibagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus sebagai berikut.

Tujuan Umum

Pengkajian ini secara umum bertujuan untuk mengidentifikasi potensi dan merumuskan strategi pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih sehingga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar dan pemerintah.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus yang ingin dicapai adalah sebagai berikut.

1. Mengidentifikasi potensi dan kendala pengelolaan ekowisata di Subak Jatiluwih sebagai daya tarik pariwisata.

2. Mengetahui bagaimana gambaran pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih pada kondisi sekarang.

3. Mengetahui bagaimana strategi pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih di masa mendatang.

(15)

Maanfaat Pengkajian

Manfaat Akademik

Perumusan strategi pengelolaan lingkungan dan pengembangan potensi ekowisata yang ada di Subak Jatiluwih bagi akademisi dapat memperkaya wacana aplikasi pengelolaan lingkungan berbasis ekowisata.Disamping itu sebagai referensi pengkajian lebih lanjut tentang pengelolaan ekowisata yang ada di Subak Jatiluwih maupun Pulau Bali pada umumnya.

Manfaat Praktis

Pengkajian ini diharapkan dapat menumbuh kembangkan partisipasi aktip masyarakat dalam pengelolaan lingkungan ekowisata yang ada di Subak Jatiluwih dan memberikan pengetahuan strategi pengelolaan lingkungan dan pengembangan ekowisata yang ada di Subak Jatiluwih di masa mendatang.Disamping hal tersebut pengkajian ini juga dapat digunakan sebagai dasar kajian penerapan kebijakan dan peran institusi dalam pengelolaan lingkungan ekowisata yang ada di Subak Jatiluwih sehingga pengembangan pariwisata yang ada di Subak Jatiluwih dapat memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar dan pelestarian lingkungan.Kebijakan dan peran institusi yang dilaksanakan diharapkan lebih menitikberatkan pada kelestarian lingkungan, keterlibatan secara aktif masyarakat, wisatawan dan bersifat lintas sektor.

(16)

BAB II

TINJAUAN TEORITIK DAN EMPIRIK

Tinjauan Teoritik

Pengelolaan

Pengelolaan atau manajemen adalah terjemahan dari kata management yang berasal dari bahasa Inggris yang apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti pengelolaan.Tery (dalam Burhanudin, 2009) menyatakan bahwa pengelolaan atau manajemen meliputi empat proses yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan pengendalian (controlling). Sedangkan menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengelolaan diartikan sebagai suatu proses perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan secara berkelanjutan.

Pengelolaan juga berarti suatu rangkaian pekerjaan atau usaha yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk melakukan serangkaian kerja dalam mencapai tujuan tertentu.Secara umum pengelolaan dapat juga diartikan sebagai upaya strategis untuk pencapaian tujuan, rumusan mekanisme kerja, rangkaian kebijakan yang perlu diambil atau dilakukan untuk mengembangkan organisasi.Menurut Wardoyo (dalam Suryawan, 2012) pengelolaan adalah suatu rangkaian kegiatan yang berintikan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.Dari penjelasan beberapa definisi pengelolaan dapat disimpulkan bahwa pengelolaan adalah serangkaian kebijakan yang diambil atau dilakukan yang memuat

(17)

mekanisme perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan dengan memanfaatkan semua sumber daya yang ada untuk menghasilkan tujuan tertentu yang sudah ditetapkan. Unsur-unsur pengelolaan menurut Tery (dalam Burhanudin, 2009) adalah:

a. Perencanaan (Planning)

Perencanaan merupakan perhitungan dan penentuan tentang apa yang akan dijalankan dalam rangka mencapai tujuan tertentu, dimana hal tersebut menyangkut tempat, oleh siapa atau siapa yang melaksanakan dan bagaimana tata cara mencapai hal tersebut.

Perencanaan merupakan suatu proses yang dilakukan terus menerus setiap kali timbul sesuatu yang baru, untuk mempersiapkan serangkaian keputusan dalam melakukan tindakan untuk mencapai tujuan dalam organisasi, dengan atau tanpa menggunakan sumber- sumber yang ada. Sebuah perencanaan yang baik adalah yang dilakukan secara rasional, sistematis dan analitis serta dapat dilaksanakan dan menjadi panduan langkah-langkah selanjutnya.

b. Pengorganisasian (Organizing)

Dalam suatu organisasi diperlukan adanya kerjasama antara dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.

Organisasi merupakan suatu proses untuk merancang struktur formal, pengelompokan dan mengatur serta membagi tugas-tugas atau pekerjaan diantara para anggota organisasi agar tujuan organisasi dapat tercapai. Untuk mencapai tujuan dalam organisasi orang-orang yang dipilih harus memiliki kemampuan dan kompetensi dalam melakukan tugas atau posisi tertentu. Oleh karena itu perlu dalam pengorganisasian yang perlu diperhatikan adalah proses perekrutan,

(18)

penempatan, pemberian pelatihan dan pengembangan anggota- anggota dalam sebuah organisasi.

c. Pelaksanaan atau Pengarahan (Actuating)

Pelaksanaan atau pengarahan adalah keinginan untuk membuat orang lain mengikuti keinginan yang telah ditentukan dengan menggunakan kekuatan pribadi atau kekuasaan secara efektif demi kepentingan jangka panjang perusahaan, termasuk didalamnya memberitahukan kepada orang apa yang harus dilakukan dengan tujuan agar tugas-tugas yang dilaksanakan dapat terlaksana dengan baik. Pelaksanaan atau pengarahan juga berarti bahwa pimpinan atau manajer mengarahkan, memimpin dan mempengaruhi bawahanya untuk mencapai tujuan organisasi. Manajer atau pimpinan tidak melakukan semua kegiatan sendiri melainkan menyelesaikan tugas-tugas esensial melalui orang-orang lain, dan menciptakan iklim yang dapat membantu para bawahan melakukan pekerjaan dengan baik. Fungsi pengarahan dan pelaksanaan adalah untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi kerja secara maksimal serta menciptaan lingkungan kerja yang sehat, dinamis untuk mencapai tujuan dari sebuah organisasi.

d. Pengendalian(Controlling)

Pengawasan adalah kegiatan membandingkan atau mengukur kegiatan yang sedang atau sudah dilakukan dengan kriteria, norma- norma standar atau rencana-rencana yang sudah ditetapkan sebelumnya. Pengawasan merupakan bagian terakhir dari fungsi manajemen yang dilaksanakan untuk mengetahui apakah semua

(19)

kegiatan telah dapat dilaksanakan dan berjalan sesuai rencana, apa hambatan dalam pelaksanaan, serta untuk meningatkan efesiensi dan efektifitas organisasi.

Dengan demikian, perencanaan merupakan proses awal dari suatu kegiatan pengelolaan yang keberadaanya sangat diperlukan dalam memberikan arah dan patokan dalam suatu kegiatan.

Pengorganisasian berkaitan dengan penyatuan seluruh sumber daya yang ada untuk bersinergi dalam mempersiapkan pelaksanaan kegiatan.Tahap selanjutnya adalah pengarahan dan pelaksanaan kegiatan yang selalu berpedoman pada perencanaan yang telah ditetapkan.Tahap terakhir adalah pengawasan yang meliputi kegiatan monitoring dan evaluasi untuk memperbaiki program kegiatan berikutnya sehingga tujuan yang telah direncanakan tercapai dengan baik.

Perencanaan merupakan salah satu fungsi manajemen yang pertama kali harus dilakukan. Menurut Suandy (2006), perencanaan adalah proses penentuan tujuan organisasi. Dalam ilmu manajemen fungsi pokok dari manajemen adalah perencanaan, koordinasi, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi. Dalam tingkat yang lebih rumit dimana terdapat pengaruh internal dan eksternal yang cenderung sulit dikendalikan, perencanaan dapat diartikan mengetahui dan menganalisis kondisi saat ini, meramalkan perkembangan berbagai faktor yang tidak dapat dikontrol (uncontrolable) yang relevan, memperkirakan faktor-faktor pembatas, menetapkan tujuan dan sasaran yang diperkirakan dapat dicapai, serta mencari langkah- langkah untuk mencapai tujuan tersebut (Tarigan, 2005). Menurut Yoeti (2006).ada beberapa alasan mengapa perencanaan sangat diperlukan.

(20)

e. Memberikan Pengarahan

Dengan adanya perencanaan para pelaksana dalam suatu organisasai atau tim dapat mengetahui apa yang akan dilakukan, ke arah mana akan dituju dan apa yang akan dicapai.

f. Membimbing Kerjasama

Perencanaan dapat membimbing para petugas atau pelaksana untuk tidak berkerja menurut kemauannya sendiri. Dengan adanya perencanaan, para petugas dan pelaksana merasa sebagai bagian dari sebuah tim, dan bergantung pada tugas lainnya.

g. Menciptakan koordinasi

Dalam suatu organisasi atau proyek banyak keahlian dibutuhkan, apabila masing-masing keahlian berjalan terpisah kemungkinan tujuan dari organisasi atau proyek tersebut tidak akan tercapai, oleh karena itu sangat diperlukan adanya koordinasi antara beberapa keahlian dan kegiatan yang akan dilakukan.

h. Menjamin tercapainya kemajuan

Perencanaan pada umumnya mengariskan suatu program yang hendak dilakukan meliputi tugas yang dikerjakan dan tanggung jawab tiap individu atau tim dalam suatu organisasi atau proyek. Apabila terdapat penyimpangan antara yang direncanakan dengan pelaksanaanya hal tersebut dapat dihindarkan dengan melakukan koreksi, sehingga akan mempercepat penyelesain suatu proyek atau kegiatan.

i. Memperkecil Resiko

Perencanaan meliputi pengumpulan data yang releven (baik yang tersedia maupun yang tidak tersedia) dan secara hati-hati, menelaah segala kemungkinan yang terjadi sebelum mengambil suatu

(21)

keputusan. Suatu keputusan yang diambil atas dasar intuisi tanpa melakukan pengkajian pasar atau tanpa melakukan perhitungan rates of return on invesment, sangat memungkinkan akan menghadapi resiko besar. Oleh karena itu perencanaan dapat memperkecil resiko yang akan timbul di kemudian hari.

j. Mendorong pelaksanaan

Perencanaan dilakukan agar suatu organisasi dapat memperoleh kemajuan secara sistematis dalam mencapai hasil yang diinginkan melalui inisiatif sendiri.Disamping hal tersebut dalam suatu perencanaan diperlukan suatu kebijaksanaan dalam mengambil keputusan. Dengan demikian untuk mengetahui data yang perlu dikumpulkan, memerlukan tujuan yang hendak dicapai terlebih dahulu, sedangkan untuk mencapai suatu tujuan (objectives) diperlukan suatu pemikiran (thought) yang khusus. Oleh karena itu perencanaan (planning) merupakan suatu mata rantai yang esensial antara pemikiran (thought) dan pelaksanaan (action).

Strategi

Salah satu bagian atau kegiatan dalam perencanaan adalah menentukan strategi yang akan digunakan. Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan.Strategi adalah suatu rangkaian kebijakan atau tindakan yang dilakukan terus menerus oleh suatu lembaga atau organisasi untuk mencapai tujuan tertentu berdasarkan peluang-peluang dan ancaman- ancaman lingkungan eksternal yang dihadapi serta sumber daya dan kemampuan internal yang dimiliki. Strategi selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi.Strategi juga

(22)

merupakan alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi sumber daya.

Dalam perkembangannya konsep mengenai strategi terus berkembang, hal tersebut ditunjukkan oleh adanya perbedaan konsep mengengai strategi selama 30 tahun terakhir.Chandler (1962) merumuskan strategi sebagai alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi sumber daya. Markus (1984) mendefinisikan strategi sebagai suatu proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai. Argyris dkk.(1985) menyatakan bahwa strategi merupakan respon secara terus menerus maupun adaptif terhadap peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal yang dapat memengaruhi organisasi.

Hamel dan Prahalad (1995) mendefinisikan strategi sebagai tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh pelanggan di masa depan dan hampir selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi. Sedangkan Halim mengartikan strategi sebagai suatu cara dimana organisasi atau lembaga akan mencapai tujuannya sesuai dengan peluang-peluang dan ancaman- ancaman lingkungan eksternal yang dihadapi serta sumber daya dan kemampuan internal.

Jadi dapat disimpulkan dari beberapa definisi sebelumnya bahwa strategi dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan terus menerus oleh suatu lembaga atau organisasi untuk mencapai tujuan

(23)

tertentu berdasarkan peluang-peluang dan ancaman-ancaman lingkungan eksternal yang dihadapi serta sumber daya dan kemampuan internal yang dimiliki. Strategi hampir selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi.

Menurut Umar (2005) pada prinsipnya strategi dapat dikelompokkan berdasarkan tiga level atau tingkatan strategi sebagai berikut.

a. Strategi Korporasi atau Strategi Perusahaan

Strategi korporasi atau strategi perusahaan adalah strategi yang menggambarkan arah perusahaan atau organisasi secara keseluruhan, mengenai sikap perusahaan terhadap arah pertumbuhan dan manajemen berbagai bisnis dan lini produk maupun jasa untuk mencapai keseimbangan portofolio.

b. Strategi Bisnis atau Strategi Bersaing

Strategi bisnis atau strategi bersaingbiasanya dikembangkan pada level divisi dan menekankan pada perbaikan posisi persaingan produk barang atau jasa perusahaan atau organisasi dalam industri khusus atau segmen pasar yang dilayani oleh divisi tersebut.

c. Strategi Fungsional

Strategi fungsional adalah strategi yang menekankan pada pemaksimalan sumber daya produktivitas, strategi fungsional dikembangkan untuk mengumpulkan bersama-sama berbagai aktivitas dan kompetensi guna memperbaiki kinerja perusahaan atau organisasi.

(24)

Gambar 2.1 menunjukkan bagaimana tiga level atau tingkatan strategi membentuk lingkungan eksternal dari level berikutnya pada suatu perusahaan atau organisasi.

Gambar 2.1 Tingkatan Strategi (Sumber: Umar, 2005)

Menurut Hunger dan Wheelen (2003) proses manajemen strategis meliputi empat elemen dasar sebagai berikut.

a. Pengamatan Lingkungan (Environmental Scanning).

Pengamatan dilakukan terhadap lingkungan eksternal untuk melihat kesempatan dan ancaman, serta lingkungan internal untuk melihat kekuatan dan kelemahan. Faktor-faktor yang paling penting untuk masa depan perusahaan disebut faktor-faktor strategis.

(25)

b. Perumusan Strategi.

Perumusan strategi adalah pengembangan rencana jangka panjang untuk manajemen yang efektif dari peluang dan ancaman lingkungan yang dilihat dari kekuatan dan kelemahan perusahaan. Perumusan strategi meliputi penentuan misi perusahaan, tujuan yang akan dicapai, pengembangan strategi dan menetapkan pedoman kebijakan.

c. Implementasi Strategi

Implementasi strategi adalah proses dimana manajemen mewujudkan strategi dan kebijakannya dalam tindakan melalui pengembangan program, anggaran dan prosedur. Proses tersebut meliputi perubahan budaya secara menyeluruh, struktur dan atau sistem manajemen dari organisasi secara keseluruhan.

d. Evaluasi dan pengendalian

Evaluasi dan pengendalian adalah proses monitor dan perbandingan kinerja antara kinerja yang sesungguhnya dengan kinerja yang diinginkan. Informasi hasil perbandingan tersebut dapat digunakan dalam melakukan tindakan perbaikan dan memecahkan masalah, selain itu evaluasi dan pengendalian juga dapat menunjukkan secara tepat kelemahan-kelemahan dalam implementasi strategi sebelumnya dan mendorong perbaikan strategi. Alur proses manajemen strategis akan ditampilkan pada Gambar 2.2.

(26)

Gambar 2.2.

Proses Manajemen Strategis (Sumber: Hunger dan Wheelen, 2003)

Secara umum konsep strategi pengelolaan dapat diartikan sebagai suatu rangkaian kebijakan atau tindakan yang dilakukan secara terus menerus, dengan memanfaatkan peluang, ancaman dan sumber daya serta kemampuan yang dimiliki, pada setiap tahap perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya secara berkelanjutan. Dengan demikian pengamatan lingkungan eksternal dan internal merupakan proses awal dari konsep strategi pengelolaan, dilanjutkan dengan perencanaan yang keberadaanya diperlukan untuk memberikan arah dan patokan dalam suatu kegiatan. Pengorganisasian berkaitan dengan penyatuan seluruh sumber daya dan kemampuan yang ada untuk bersinergi dalam mempersiapkan pelaksanaan kegiatan.Tahap selanjutnya adalah

(27)

pengarahan dan pelaksanaan kegiatan yang selalu berpedoman pada perencanaan yang telah ditetapkan.Tahap terakhir adalah pengawasan yang meliputi kegiatan monitoring dan evaluasi untuk memperbaiki program kegiatan berikutnya sehingga tujuan yang telah direncanakan tercapai dengan baik.

Dalam strategi pengelolaan potensi ekowisata di Subak Jatiluwih, teori perencanaan digunakan untuk merencanakan pengelolaan potensi ekowisata agar dapat bermanfaat bukan saja pada bidang sosial dan ekonomi namun juga terhadap pelestarian lingkungan di Subak Jatiluwih.Langkah pertama untuk merencanakan strategi pengelolaan dimulai dengan pengamatan lingkungan baik lingkungan internal dan eksternal, lingkungan internal tediri dari kekukan dan kelemahan serta potensi-potensi yang ada di Subak Jatiluwih, sedangkan lingkungan eksternal terdiri dari peluang dan ancaman yang dapat memperngaruhi kondisi di Subak Jatiluwih.Langkah kedua adalah perumusan strategi.

Hal tersebut dilakukan dengan menentukan misi, tujuan dan strategi atau kebijakan yang akan diterapkan dalam pengelolaan potensi ekowsaita di Subak Jatiluwih. Langkah ketiga adalah mengimplementasikan strategi atau kebijakan tersebut melalui program dan anggaran.Langkah terakhir adalah evaluasi dan pengendalian atas strategi atau kebijakan yang diimplementasikan. Hal tersebut dilakukan perbandingan kinerja dalam mengelola potensi ekowisata di Subak Jatiluwih antara kinerja yang sesungguhnya dengan kinerja yang diinginkan, selain hal tersebut proses evaluasi juga memperbaiki kelemahan-kelemahan dalam implementasi strategi pengelolaan potensi ekowisata sebelumnya dan mendorong perbaikan strategi sehingga sesuai dengan visi dan tujuan yang ditetapkan.

(28)

Lingkungan

Lingkungan adalah suatu sistem komplek yang berada di luar individu yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan suatu organisme.Setiap organisme hidup dalam lingkungannya masing- masing.Faktor-faktor yang ada dalam lingkungan selain berinteraksi dengan organisme juga berinteraksi dengan sesama faktor tersebut, sehingga sulit untuk memisahkan dan mengubahnya tanpa mempengaruhi bagian lain dari lingkungan tersebut.

Lingkungan adalah semua benda dan kondisi termasuk di dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya, yang terdapat dalam ruang tempat manusia berada, dan mempengaruhi hidup serta kesejahteraan manusia dan mahluk hidup lainnya. Menurut Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, lingkungan hidup didefinisikan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhuk hidup, termasuk manusia, dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia dan makhluk hidup lain. Dari beberapa definisi lingkungan tersebut dapat disimpulkan bahwa lingkungan bukan hanya lingkungan fisik semata, namun juga termasuk perilaku manusia itu sendiri (sosial dan budaya), dan bahkan lingkungan spiritual.Oleh karena itu lingkungan juga termasuk lingkungan fisik (Abiotik), lingkungan biotik serta lingkungan sosial dan budaya.Oleh karena itu, untuk dapat memahami faktor-faktor lingkungan digolongkan menjadi dua kategori yaitu (Irwan, 2012):

a. Lingkungan Abiotik

Lingkungan abiotik adalah unsur lingkungan yang terdiri dari benda- benda tidak hidup seperti suhu, udara, cahaya, atmosfer, tanah, air, api, iklim dan lain sebagainya.

(29)

b. Lingkungan Biotik

Lingkungan Biotik adalah unsur lingkungan yang terdiri dari mahluk hidup seperti manusia, hewan, tumbuhan, mikroba dan lain sebagainya.

Menurut Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, lingkungan hidup didefinisikan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhuk hidup, termasuk manusia, dan perilakunya, yang memengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia dan makhluk hidup lain.

Menurut Otto Soemarwoto (dalam Wesnawa, 2005) mendefinisikan lingkungan sebagai jumlah semua benda dan kondisi yang ada di dalam ruang yang kita tempati yang mempengaruhi kehidupan kita, oleh karena itu lingkungan harus diartikan secara luas yaitu tidak saja lingkungan fisik dan biologi namun juga lingkungan ekonomi, sosial dan budaya.Dari beberapa definisi lingkungan tersebutdapat ditarik suatu benang merah bahwa lingkungan terdiri dari lingkungan fisik (Abiotik/A), lingkungan biotik (B) serta lingkungan sosialdan budaya (C).

Keadaan lingkungan dan ketiga komponennya saling terikat dan saling mempengaruhi.Sebagai contoh keberadaan tanaman bunga di Bali didukung oleh budaya masyarakat Bali yang memerlukan berbagai jenis bunga untuk kebutuhan sesaji, sehingga komponen sosial dan budaya secara tidak langsung mendukung peningkatan keanekaragaman hayati (komponen B).Suarna (2007) menghubungkan lingkungan yang berkearifan lokal dengan etika lingkungan.Etika lingkungan adalah sebagai landasan dasar dari pengelolaan lingkungan yang berkearifan lokal.Kearifan lokal adalah sesuatu yang telah dilakukan secara turun-

(30)

temurun dalam suatu kawasan tertentu, dan hal itu telah dianggap baik dan telah teruji oleh waktu, yang menyebabkan terjadinya keberlanjutan.

Sementara itu, etika adalah ketentuan tentang apa yang boleh dan tak boleh dilakukan oleh seseorang dalam suatu kawasan tertentu, sehingga memungkinkan terjadinya keberlanjutan. Gambar 2.3akan menjelaskan hubungan antara unsur-unsur lingkungan seperti unsur abiotik (A), biotik (B), dan budaya atau Culture (C), yang saling saling berkaitan dengan berlandaskan pada etika lingkungan (E).

Gambar 2.3

Etika Lingkungan Sebagai Dasar Pengelolaan Lingkungan Berkearifan Lokal

(Sumber: Suarna, 2007)

Ekowisata

Ekowisata atau ecotourism berasal dari dua kata yaitu ecoatau ecologyyang dalam bahasa Indonesia berarti ekologis dan kata tourismyang berarti wisata atau perjalanan. Ekowisata adalah adalah

(31)

suatu bentuk pariwisata berbasis alam.The International Ecotourism Society (TIES) yang sebelumnya dikenal sebagai The Ecotourism Society (TES) pada tahun 1991 mengartikan ekowisata sebagai perjalanan yang bertanggung jawab ke daerah alami yang melestarikan lingkungan dan menopang kesejahteraan masyarakat lokal. World Conservation Union pada 1996 menyatakan pengertian ekowisata sebagai perjalanan yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan kunjungan ke daerah alami untuk menikmati dan menghargai alam (dan semua fitur budaya yang ada baik dulu dan sekarang) mempromosikan konservasi, memiliki dampak negatif rendah dari kedatangan pengunjung, dan menyediakan keterlibatan sosial ekonomi yang menguntungkan masyarakat setempat.

Zifer (1989) menyatakan bahwa ekowisata adalah “a form of tourism inpsired by the natural history of an area, including its indigeniouse cultures, the ecototist visit underdeveloped areas in the spirit of the appreciation, participation and sesitivity”. Namun, pada hakekatnva, pengertian ekowisata adalah suatubentuk wisata yang bertanggungjawab terhadap kelestarian alam (naturalarea), memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya bagi masyarakat setempat.

Sejak tahun 1990 oleh LSM, ahli pembangunan dan akademisi ekowisata diformulasikan sebagai alat pembangunan berkelanjutan, karena ekowisata mengacu pada seperangkat komponen dan prinsip dan untuk segmen pasar tertentu.Wood (2002) menjabarkan komponen ekowisata adalah sebagai berikut.

a. Berkontribusi untuk konservasi keanekaragaman hayati.

b. Menopang kesejahteraan masyarakat setempat.

(32)

c. Menambah pengalaman belajar.

d. Melibatkan tindakan yang bertanggung jawab dari pihak wisatawan dan industri pariwisata.

e. Diberikan kepada kelompok usaha kecil.

f. Penggunaan sumber daya tak terbarukan serendah mungkin.

g. Menekankan partisipasi masyarakat setempat baik kepemilikan maupun peluang bisnis, terutama bagi masyarakat pedesaan.

Prinsip-prinsip ekowisata menurut Wood (2002) adalah sebagai berikut.

a. Meminimalkan dampak negatif terhadap alam dan budaya setempat.

b. Mendidik wisatawan pentingnya konservasi.

c. Menekankan pentingnya bisnis yang bertanggung jawab, bekerja sama dengan pemerintah daerah dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan setempat dan memberikan manfaat konservasi.

d. Sumber pendapatan langsung untuk konservasi dan pengelolaan kawasan alam.

e. Menekankan perlunya zonasi pariwisata regional dan rencana pengelolaan pengunjung untuk salah satu daerah atau kawasan alam yang dijadwalkan untuk menjadi tujuan ekowisata.

f. Menekankan penggunaan studi dasar lingkungan dan sosial, serta program pemantauan jangka panjang, untuk menilai dan mengurangi dampak negatip.

g. Memaksimalkan manfaat ekonomi, bisnis dan masyarakat setempat yang tinggal di daerah sekitar.

h. Memastikan bahwa pengembangan pariwisata tidak melebihi batas sosial dan lingkungan yang dapat diterima yang ditentukan para peneliti dengan penduduk setempat.

(33)

i. Bergantung pada infrastruktur yang dikembangkan selaras dengan lingkungan, meminimalkan penggunaan bahan bakar fosil, melestarikan tanaman lokal dan satwa liar, dan pencampuran dengan lingkungan alam dan budaya.

Ekowisata merupakan bagian dari komponen pariwisata berkelanjutan.Gambar 2.4 memberikangambaranposisi dari ekowisata dalam proses pengembangan bentuk-bentuk pariwisata berkelanjutan.

Gambar 2.4 juga memberikan gambaranbahwa ekowisata pada dasarnya merupakan bagian utama dari wisata alam yang berkelanjutan, dan merupakan elemen dari wisata desa dan wisata budaya.

Gambar 2.4.

Ekowisata sebagai suatu konsep pembangunan berkelanjutan (Sumber: Wood, 2002)

(34)

Pada saat ini ekowisata telah berkembang, wisata tidak hanya sekedar untuk melakukan pengamatan burung, mengendarai kuda, menelusuri hutan belantara, namun telah terkait dengan konsep pelestarian hutan dan penduduk lokal.Ekowisata ini kemudian merupakan suatu perpaduan dari berbagai minat yang tumbuh dari keprihatinan terhadap lingkungan, ekonomi dan sosial.Ekowisata tidak dapat dipisahkan dengan konservasi, oleh karena itu ekowisata disebut sebagai perjalanan wisata yang bertanggung jawab.

Ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang sangat erat dengan prinsip konservasi, bahkan dalam strategi pengembangan ekowisata juga menggunakan strategi konservasi, dengan demikian ekowisata sangat tepat dalam mempertahankan keutuhan dan keaslian ekosistem di areal yang masih alami.Bahkan dengan ekowisata pelestarian alam juga dapat ditingkatkan kualitasnya karena desakan dan tuntutan dari para eco- traveler. Dalam ekowisata pengelolaan alam dan budaya masyarakat yang menjamin kelestarian dan kesejahteraan, sementara konservasi merupakan upaya menjaga kelangsungan pemanfaatan sumber daya alam untuk masa sekarang dan masa yang akan datang, hal tersebut sejalan dengan definisi yang dinyatakan oleh The International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (1980), bahwa konservasi adalah usaha manusia untuk memanfaatkan biosphere dengan berusaha memberikan hasil yang besar dan lestari untuk generasi kini dan mendatang.

Ekowisata saat ini menjadi salah satu pilihan untuk mempromosikan suatu lingkungan yang khas dengan tetap menjaga kelestarianya, sekaligus menjadi suatu kawasan kunjungan wisata sehinga dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat

(35)

sekitar.Potensi ekowisata adalah semua obyek baik alam, budaya dan buatan yang memerlukan banyak penanganan agar dapat memberikan nilai daya tarik bagi wisatawan (Damanik dan Weber, 2006). Dengan berlakunya Undang Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, istilah obyek wisata diganti menjadi daya tarik wisata yang mengandung pengertian segala sesuatu keunikan, keindahan dan nilai berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya dan hasil buatan manusia yang menjai sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.

Ekowisata merupakan kegiatan pariwisata yang bertanggung jawab secara lingkungan dan alam, memberikan kontribusi yang positip terhadap konservasi lingkungan dan memperhatikan kesejahteraan masyarakat lokal Ekowisata merupakan salah satu aspek yang sangat terkait dengan lingkungan, perkembangangan diharapkan mampu melestarikan sumber daya alam dan lingkungan (Suksma, 2009).Banyak kajian telah dilakukan terkait dengan ekowisata, namun secara umum perkembangan ekowisata sangat terkait dengan pelestarian lingkungan dan budaya suatu daerah.

Dari definisi potensi dan ekowisata diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa potensi ekowisata adalah suatu modal atau aset (baik berupa potensi budaya dan alamiah) yang dimiliki oleh suatu daerah, yang dapat dikembangkan untuk kegiatan wisata yang bertanggung jawab secara lingkungan, memberikan kontribusi yang positip terhadap konservasi lingkungan, dan meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar.

Potensi dalam kepariwisataan dapat diartikan sebagai suatu modal atau aset yang dimiliki oleh suatu daerah tujuan wisata dan dapat diekploitasi untuk kepentingan-kepentingan ekonomi yang secara ideal terangkum didalamnya perhatian terhadap aspek-aspek budaya.Suarka (2010) menjelaskan bahwa potensi wisata adalah segala sesuatu yang

(36)

terdapat disuatu daerah yang dapat dikembangkan menjadi daya tarik wisata, potensi tersebut dapat dibagi dua yaitu potensi budaya dan potensi alamiah.Potensi budaya meliputi potensi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat seperti adat istiadat, mata pencaharian dan kesenian, sedangkan potensi alamiah adalah potensi yang berupa potensi fisik, geografis alam, termasuk jenis flora dan fauna pada suatu daerah.

Potensi ekowisata berhubungan erat dengan penawaran wisata.

Menurut Damanik dan Weber (2006) terdapat empat elemen penawaran wisata yaitu atraksi yang dapat diartikan sebagai daya tarik wisata baik yang bersifat nampak (tangible) maupun yang tidak nampak (intangible) yang memberikan kenikmatan kepada wisatawan. Atraksi dapat dibagi menjadi atraksi alam, budaya dan buatan.Aksesibilitas mencakup keseluruhan infrastruktur transportasi yang menghubungkan wisatawan dari, ke dan selama di daerah tujuan wisata, mulai dari darat, laut sampai udara, dan tidak hanya menyangkut aspek kuantitas namun juga mutu, ketepatan waktu, kenyamanan dan keselamatan.Amenitas adalah infrastruktur yang tidak berkaitan langsung dengan pariwisata, namun menjadi bagian dari kebutuhan wisatawan seperti bank, penukaran uang, telekomunikasi, dan persewaan kendaraan.Ancillary adalah lembaga pariwisata. Wisatawan akan semakin sering mengunjungi dan mencari Daerah Tujuan Wisata (DTW) apabila di daerah tersebut wisatawan dapat merasakan keamanan dan terlindungi untuk melaporkan maupun mengajukan kritik dan saran kepada lembaga yang menangani pariwisata di suatu DTW.

Potensi kawasan ekowisa tadi Indonesia sangat besar. Daya tarik tersebut tersebar di darat baik dalam kawasan hutan konservasi maupun dilaut (dalam bentuk taman nasional laut). Kajian atas sembilan kawasan

(37)

konservasi di Indonesia, dilakukan oleh Dirjen Perlindungan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan bekerjasamadengan Japan International Cooperation Agency (JICA) dan RAKATA pada tahun 2000, memperlihatkan tidak saja keunikan tetapi juga keragaman objek merupakan potensi besar pengembangan ekowisata. Hampir semua daya tarik wisata (DTW) tersebut sudah beroperasi dan banyak menarik wisatawan (Damanik dan Weber, 2006).

Keanekaragaman DTW menjadi salah satu keunggulan komparatif produk pariwisata di pasar internasional namun demikian harus diakui bahwa DTW tersebut secara faktual belum mampu memenuhi standar produk yang dapat dijual di pasar. Banyak DTW yang hanya menawarkan objek apa adanya, dalam arti hampir tanpa kemasan dan juga tanpa target pasar yang jelas. Keragaman DTW tersebut hanya memberikan keuntungan optimal apabila dikembangkan berdasarkan hasil-hasil perencanaan yang terukur.

Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengelolaan diartikan sebagai suatu proses perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan secara berkelanjutan. Wardoyo (dalam Suryawan, 2012) mendefinsikan pengelolaan sebagai suatu rangkaian pekerjaan atau usaha yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk melakukan serangkaian kerja dalam mencapai tujuan tertentu.Dari penjelasan definisi pengelolaan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa pengelolaan adalah serangkaian kebijakan yang diambil atau dilakukan yang memuat mekanisme perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan dengan memanfaatkan semua sumber daya yang ada untuk menghasilkan tujuan tertentu yang sudah ditetapkan.

(38)

Ekowisata merupakan kegiatan pariwisata yang bertanggung jawab secara lingkungan dan alam, memberikan kontribusi yang positip terhadap konservasi lingkungan dan memperhatikan kesejahteraan masyarakat lokal Ekowisata merupakan salah satu aspek yang sangat terkait dengan lingkungan, perkembangangan diharapkan mampu melestarikan sumber daya alam dan lingkungan (Suksma, 2009).Banyak kajian telah dilakukan terkait dengan ekowisata, namun secara umum perkembangan ekowisata sangat terkait dengan pelestarian lingkungan dan budaya suatu daerah.

Dari definisi pengelolaan, lingkungan dan ekowisata sebelumnya dapat dirumuskan konsep pengelolaan lingkungan ekowisata adalah serangkaian kebijakan yang dilakukan mulai dari proses perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan untuk memanfaatkan lingkungan dan semua modal atau aset (baik berupa potensi budaya dan alamiah) yang dimiliki oleh suatu daerah, untuk dapat dikembangkan menjadi suatu kegiatan wisata yang bertanggung jawab secara lingkungan, memberikan kontribusi yang positip terhadap konservasi lingkungan, dan meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar. Oleh karena itu pengelolaan potensi ekowisata harus bisa meminimalisir dampak negatip dari perkembangan pariwisata masal yang umumnya memberikan ancaman terhadap kelestarian budaya, dimana budaya lebih dikomersialkan dan mengancam kelestarian sumber daya alam dengan mengekploitasinya.

Sistem Subak

Pengertian subak secara normatif dapat ditemui pada Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 1972 tentang Sistem Irigasi.Dalam Perda tersebut subak didefinisikan sebagai suatu masyarakat hukum adat yang memiliki

(39)

karakteristik sosio-agraris-religius yang merupakan perkumpulan petani yang mengeola air irigasi pada lahan persawahan. Pengertian subak pada perda tersebut terlihat terlalu bersifat umum, sehingga tidak mampu lagi menjawab perkembangan sosial yang melibatkan subak seperti semakin meningkatnya jumlah subak seiring dengan kebijakan Pemerintah Provinsi Bali yang memberikan hibah setiap tahun kepada semua subak yang ada di Bali yang menyebabkan peningkatan jumlah subak tiap tahunnya.

Windia dan Wiguna (2013) mendefinisikan subak sebagai suatu organisasi petani pengelola air irigasi yang memiliki kawasan sawah, sumber air, pura subak dan bersifat otonom.Dari definisi subak tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa subak memiliki batasan-batasan yaitu memiliki area persawahan, memiliki sumber air irigasi baik dari mata air, dam, empelan, bangunan pembagi air atau temuku.Memiliki Pura Subak baik berupa bedugul atau ulunsui dan bersifat otonom.Dengan pengertian subak tersebut menjadikan luas subak di Bali sangat bervariasi, ada subak yang luasnya hanya tiga hektar atau bahkan hingga 300 hektar.Hal tersebut memang sudah terjadi sejak jaman dulu kala.Semua sawah yang ada di Bali pasti tergabung ke dalam subak tertentu, selain luasnya yang bervariasi, struktur pengurus, jumlah anggota, peraturan (awig-awig) dan iuran anggotanya juga sangat bervariasi.Hal tersebut menyebabkan lembaga subak di Bali bersifat spesifik lokal, fleksibel dan otonom, hal tersebut dapat disebut sebagai salah satu kekuatan subak di Bali.Sketsa dari sistem subak yang ada di Bali seperti pada Gambar 2.5.

(40)

Gambar 2.5.

Sketsa Sistem Subak di Bali (Sumber: Windia dan Wiguna, 2013)

Selanjutnya Pusposutardjo dan Arif (dalam Windia dan Wiguna, 2013) meninjau subak sebagai sistem teknologi dari suatu sosio kultural masyarakat yang menyimpulkan bahwa sistem irigasi termasuk subak merupakan suatu proses transformasi sistem kultural masyarakat yang pada dasarnya memiliki tiga sub sistem yaitu, sub sistem budaya (termasuk pola pikir, norma dan nilai), sub sistem sosial (termasuk ekonomi), dan sub sistem kebendaan (termasuk teknologi). Kekuatan sistem irigasi yang berlandaskan sosio kultural masyarakat adalah karena kemampuannya untuk menyerap teknologi yang berkembang pada kurun waktu tertentu, dan kemampuan untuk beradaptasi dengan perkembangan budaya yang ada di lingkungan sekitar. Di samping beberapa kekuatan tersebut, sistem

(41)

irigasi yang bersifat sosio kultural juga memiliki beberapa kelemahan antara lain tidak sanggup menahan intervensi dari pihak luar, khususnya yang berkaitan dengan alih fungsi lahan yang sangat cepat, apabila jumlah sawah menjadi sedikit maka pengelolaan subak akan semakin sulit yang pada akhirnya akan menghancurkan sistem subak itu sendiri.

Tinjauan Empirik

Tinjauan empirik berupa hasil-hasil pengkajian muthakhir sebelumnya yang dianggap relevan dan berhubungan dengan pengkajian ini, terutama tentang pengelolaan ekowisata.Tujuan pembahasan pengkajian terdahulu dapat menambah wawasan, memahami dan memanfaatkan metoda dan sebagai pembanding agar menghasilkan strategi untuk mengatasi berbagai kendala yang mungkin muncul.

Pengkajian Sudiarso (2004) menunjukkan bahwa pengembangan pariwisata yang ada di Taman Nasional Tengger bermuara pada masyarakarat Tengger itu sendiri, karena masyarakat Tengger yang menikmati hasil dari pariwisata melalui kegiatan-kegiatan perekonomian yang berhubungan dengan pariwisata seperti penyewaan kuda, kendaraan bermotor, jeep, dan penginapan berupa homestay. Pada pengkajian ini juga didapat fakta bahwa masyarakat Tengger mengontrol dengan ketat kepemilikan jasa-jasa atau kegiatan perekonomian yang berhubungan dengan pariwisata.Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar mereka dapat menikmati hasil pariwisata di Tengger berupa peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar.Pemanfaatan Taman Nasional Tengger Semeru Jawa Timur untuk tujuan pariwisata dapat dilakukan sepanjang tidak merusak lingkungan dan memberikan kontribusi bagi pelestarian

(42)

lingkungan dan budaya serta peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar.

Pengkajian Pamulardi (2006) mendapatkan bahwa Desa Wisata Tingkir Salatiga mempunyai potensi alam dan sosial budaya untuk dikembangkan sebagai obyek wisata berbasis agrowisata. Pemerintah Kota Salatiga belum serius dalam mengembangkan potensi di Desa Wisata Tingkir, hal tersebut dapat dilihat dari sudah dilakukanya studi kelayakan sejak tahun 2003 namun hingga tahun 2006 belum ada upaya untuk mengembangkan dan membangun Desa Wisata Tingkir.

Pengembangan Desa Wisata Tingkir dapat dilakukan dengan menambah obyek wisata baru berupa agrowisata karena tersedianya lahan pertanian yang luas dan letaknya yang strategis.Dalam pengembangannya untuk memenuhi sarana penginapan dapat memanfaatkan rumah-rumah penduduk sebagai homestay sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.Pengembangan potensi agrowisata hendaknya dilakukan oleh masyarakat sekitar dan pihak swasta, pemerintah bertindak sebagai fasilitator dan motivator agar hasil yang didapat lebih maksimal.

Pengkajian Kurnianto (2008) mendapatkan bahwa pola pemanfaatan lahan di Kawasan Waduk Cacaban Kabupaten Tegal tidak seauai dengan peruntukannya sehingga tidak mendukung upaya konservasi tanah dan kelestarian Waduk Cacaban.Potensi pengembangan ekowisata di Kawasan Waduk Cacaban secara spesifik dibedakan sesuai dengan daerah peruntukannya, seperti kawasan lindung digunakan untuk pengembangan agroforest dengan kombinasi agrisilvikultur dengan tanaman jati sebagai tanaman utama.Kawasan utama waduk dikembangkan sebagai pusat sejarah dan edukasi tentang fungsi waduk.Kawasan perairan dapat dikembangkan budidaya perairan dan

(43)

wisata tirta.Kawasan pengembangan wisata intensif dapat dikembangkan sebagai kawasan agroforest, seni dan budaya.Kawasan penyangga dapat dikembangkan sebagai kawasan agroforest dengan kombinasi agrosilvopastura dan budaya.

Pengkajian Asso (2008) menunjukkan bahwa Lembah Baliem mempunyai ketersediaan sumber daya ekowisata yang sangat melimpah, beranekaragam, unik, mempesona dan masih sangat alami. Sumber daya ekowisata tersebut antara lain berupa danau, telaga, gua, patung dan bangunan bersejarah serta panorama alam yang indah yang masih sangat alami. Kendala pengembangan ekowisata di Lembah baliem umumnya dikarenakan ketidakjelasan keterlibatan stakeholder, keterbatasan pengetahuan dalam mengelola sumber daya, keterbatasan akses dan sarana tranportasi ke Lembah Baliem juga berimplikasi pada keberlangsungan dan pengembangan potensi ekowisata di Lembah Baliem.Pengembangan kepariwisataan di Lembah Baliem belum dapat menggerakkan perekonomian masyarakat sehingga masyarakat belum melihat pengembangan ekowisata sebagai salah satu sumber mata pencaharian yang menjanjikan.Pengembangan pariwisata di Lembah Baliem pada saat dilakukan pengkajian masih berpedoman pada pengembangan pariwisata yang bersifat masal dengan menjadikan kebudayaan masyarakat Suku Dani sebagai primadona daya tarik wisata.

Pengkajian Widowati (2012) mendapatkan bahwa potensi Kawasan Taman Wisata Alam Kawah Ijen adalah berupa kawah yang memiliki air tiga warna, sumur belerang dengan api biru atau bluefire, panorama kawah, keberagaman flora yang berjumlah >31 dan terdapat beberapa tumbuhan langka seperti anggrek dan Vaccinium serta keberagaman fauna yang beberapa diantaranya termasuk jenis burung langka dan unik seperti walek kepala ungu (Ptylinopus Porphyreus) dan Cekakak Jawa

(44)

(Halycyon Cynoventris). Hasil evaluasi dan analisis terhadap prinsip dan kriteria ekowisata didapatkan bahwa prinsip dan kriteria pengembangan pariwisata dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar dan peran serta masyarakat sekitar dalam pengambilan keputusan belum tercapai. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya-upaya untuk mencapai tujuan dan kriteria ekowisata antara lain dengan cara meningkatkan pemahaman, pengetahuan dan ketrampilan masyarakat dalam pengelolaan ekowisata seperti pelatihan membuat souvenir, makanan tradisional hingga pelatihan untuk menjadi local guide.

Pengkajian Suryawan (2012) menunjukkan bahwa potensi ekowisata di Desa Cau Blayu terbagi menjadi sejumlah elemen yaitu elemen fisik berupa topografi wilayah, kondisi hidrologi, tata guna lahan.Elemen budaya berupa keberadaan sejumlah pura seperti Pura Titi Gantung, Pura Dukuh yang memiliki sejarah dan kegiatan upacara yang menarik.Elemen ekologis dimana Desa Cau Blayu yang berdekatan dengan DTW Sanggeh sehingga pada musim musim tertentu sering terjadi migrasi monyet menuju Desa Cau Blayu.Potensi lainnya adalah perilaku masyarakat sekitar yang bermatapencaharian sebagai petani baik sawah maupun kebun yang dapat dimanfaatkan sebagai atraksi wisata. Pada saat pengkajian dilakukan belum ada mekanisme pengelolaan potensi ekowisata di Desa Cau Blayu baik oleh desa adat maupun desa dinas. Oleh karena itu dibutuhkan pengenalan yang lebih luas dan terarah sehingga lebih banyak orang mengetahui potensi ekowisata di Desa Cau Blayu. Selain itu dalam pengembangan kegiatan ekowisata di Desa Cau Blayu dibutuhkan kerjasama dengan pihak lain seperti operator tur, pengelola akomodasi dan pemerintah. Berdasarkan analisis, strategi yang diterapkan adalah strategi integrasi secara vertikal yang lebih khas dan lebih memanfaatkan potensi atau kekuatan dan peluang yang ada.

(45)

Kerangka Pemikiran Teoritik

Status Subak Jatiluwih sebagai bagian dari Kawasan Catur Angga Batukaru penerima nominasi warisan budaya dunia dari UNESCO dan dalam Peraturan Daerah RTRW Provinsi Bali merupakan kawasan strategis dari sudut pandang sosial budaya,oleh karena itu dalampengembanganSubak Jatiluwihagar dapat memberikan manfaatsosial, ekonomi bagi masyarakat sekitar serta pelestarian lingkungan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengembangkan kegiatan ekowisata di Subak Jatiluwih. Pengembangan Subak Jatiluwih sebagai daerah ekowisata perlu diketahui potensi dan kendala pengelolaan lingkungan ekowisata yang ada di Subak Jatiluwih, bagaimana gambaran pengelolaan potensi lingkungan ekowisata yang ada di masa sekarang dan bagaimana strategi pengelolaannya di masa depan. Permasalahan tersebut dijawab dengan melakukan analisis menggunakan beberapa teori seperti teori strategi, teori pengelolaan, teori potensi, lingkungan dan teori ekowisata serta beberapa konsep yang digunakan seperti konsep potensi ekowisata, konsep pengelolaan lingkungan ekowisata dan konsep strategi pengelolaan, sehingga dihasilkan potensi dan kendala pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih, gambaran pengelolaan lingkungan diSubak Jatiluwih pada masa sekarang dan strategi pengelolaan lingkungan di Subak Jatiluwih di masa yang akan datang.Strategi pengelolaan yang sudah ditentukan tersebut kemudian dianalisis kembali untuk merumuskan strategi yang paling baik atau menentukan skala prioritas atau rangking dari strategi-strategi yang akan diimplementasikan dalam pengelolaan lingkungan ekowisata Subak Jatiluwih. Tiap-tiap strategi yang telah ditentukan kemudian dijabarkan dalam bentuk beberapa program kerja yang mencermikan strategi tersebut. Proses penjabaran program-program kerja lebih mengacu kepada interpretasi dari strategi utama disajikan pada Gambar 2.6.

(46)

Gambar 2.6.

Kerangka Pemikiran Teoritik

(47)

BAGIAN KETIGA

PENDEKATAN DAN METODE PENGKAJIAN

Pendekatan Pengkajian

Pengkajian ini secara detail memaparkan keadaan dan kondisi yang berhubungan dengan pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih.Lingkungan tersebut meliputi kondisi fisik (abiotik), kondisi flora dan fauna (biotik) kondisi sosial, kondisi ekonomi masyarakat (culture) dan pengelolaan lingkungan ekowisata pada saat ini, disertai dengan data- data dan fakta yang berhubungan dengan hal tersebut, untuk dapat menggali potensi lingkungan ekowisata yang ada. Setelah mendapatkan potensi lingkungan ekowisata, data tersebut digabungkan dengan peraturan atau kebijakan yang ada dan status Subak Jatiluwih sebagai warisan budaya dunia untuk mendapatkan strategi pengelolaan potensi lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih di masa depan.

Pendekatan yang digunakan dalam pengkajian ini adalah pendekatan kualitatif.Pengkajian ini termasuk pengkajian eksploratif (Explorative research).Hal tersebut dapat dilihat dari tujuan dari pengkajian ini, dimana pengkajian ini bertujuan untuk mengekplorasi potensi lingkungan ekowisata dan merumuskan strategi pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih.Dengan demikian dapat menjawab tantangan bagaimana pariwisata dapat berkontribusi secara nyata terhadap kelestarian lingkungan dan dapat bermanfaat bagi masyarakat sekitar.

(48)

Lokasi Pengkajian

Pengkajian ini dilakukan di Subak Jatiluwih, Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan.Subak Jatiluwih berjarak tempuh kurang lebih 30 menit dari kota Kecamatan atau sekitar 14 km dan berjarak tempuh kurang lebih 50 menit atau sekitar 26 km memiliki dari kota kabupaten.

Subak Jatiluwih dengan luas wilayahsekitar 348 ha, seperti digambarkan pada Gambar 3.1. Pemilihan lokasi dan waktu pengkajian dilaksanakan secara sengaja atau purposive dengan pertimbangan sebagai berikut.

a. Status Subak Jatiluwih adalah bagian dari Kawasan Catur Angga Batukaru penerima warisan budaya dunia dari UNESCO, sehingga kelestariannya harus dijaga agar tetap menjadi kebangaan masyarakat Bali.

b. Dalam Perda RTRW Provinsi Bali Kawasan Jatiluwih merupakan salah satu kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial budaya, sehingga dalam pengembangannya harus sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

c. Adanya kunjungan wisatawan baik wisatawan domestik dan mancanegara ke Subak Jatiluwih yang terus meningkat dari tahun ke tahun.

d. Berpotensi untuk dikembangkan menjadi Daerah Tujuan Wisata (DTW) berbasis ekowisata.

e. Pengelolalaan lingkunganya belum maksimal sehingga belum dapat memberikan manfaat sosial dan ekonomi bagi masyarakat sekitar.

(49)

Gambar 3.1.

Lokasi Pengkajian di Subak Jatiluwih

(Sumber Citra Google Earth dan Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bali)

(50)

Jenis dan Sumber Data

Jenis Data

Pengkajian ini menggunakan dua jenis data yaitu sebagai berikut.

1. Data kualitatif, adalah data yang berbentuk uraian berupa rangkaian kata-kata atau kalimat. Data kualitatif dalam pengkajian ini antara lain adalah data kondisi fisik, kondisi sosial, kondisi ekonomi, dan pengelolaan serta faktor kekuatan, kelemahan dan faktor ancaman maupun peluang di Subak Jatiluwih

2. Data kuantitatif, adalah data yang berbentuk angka yang dapat dikuantifikasi yang umumnya berupa angka pasti, baik dengan satuan maupun dalam bentuk ordinal. Data kuantitatif dalam pengkajian ini antara lain, luas sawah, banyaknya wisatawan, pembobotan, perangkingan dan penilaian narasumber terhadap hal-hal yang ditanyakan.

Sumber Data

Pada pengkajian ini terdapat dua sumber data yaitu data primer dan data sekunder.

1. Data primer adalah data yang diperloleh dari sumber pertama atau secara langsung diperoleh pada tempat pengkajian di Subak Jatiluwih, baik secara lisan maupun tertulis dari informan dan narasumber. Data tersebut meliputi hasil observasi, wawancara dengan informan baik dari instansi pemerinah, dan pengurus subak serta data hasil pengisian angket.

2. Sumber sekunder adalah data yang diperoleh bukan dari pihak pertama melainkan dari pihak-pihak tertentu terkait dengan

(51)

pengkajian ini. Data tersebut dapat berupa dokumen atau arsip resmi seperti luas dan pemilik Subak Jatiluwih serta data kunjungan wisatawan.

Instrumen Pengkajian

Instrumen pengkajian adalah alat bantu yang digunakan dalam pengkajian ini baik dalam proses identifikasi, pengumpulan data, analisis data dan pengambilan keputusan. Instrumen yang digunakan dalam pengkajian ini antara lain sebagai berikut.

1. Perangkat Keras

Berupa Komputer, kamera digital, dan global positioning system (GPS).

2. Perangkat Lunak, antara lain adalah:

Microsoft Excel untuk proses analisis data, dan Microsoft Word untuk penulisan laporan.

3. Angket Pembobotan, Angket Rating Faktor, Angket Atractive Score dan pedoman wawancara.

Angket Pembobotan dan Angket Rating Faktor digunakan untuk menentukan bobot dan rating pada masing-masing faktor internal dan eksternal dalam Internal Factor Analysis Summary (IFAS) dan Exsternal Factor Analysis Summary (EFAS). Angket Attractive Score digunakan untuk menentukan nilai ketertarikan relatif untuk masing-masing strategi yang dipilih pada analisis Quantitative Strategies Planning Matrixs (QSPM).Pedoman wawancara digunakan untuk mengetahui potensi lingkungan ekowisata dan pengelolaan lingkungan ekowisata yang sudah dilakukan pada kondisi eksisting.

(52)

Metode Pengumpulan Data

Secara umum metodapengumpulan data dalam pengkajian ini adalah sebagai berikut.

1. Observasi.

Obyek observasi yang digunakan adalah tempat pengkajian dilakukan yaitu di Subak Jatiluwih dengan melihat interaksi antara kegiatan- kegiatan yang sedang dilakukan atau akan dilakukan, dan identifikasi pelaku atau orang yang memainkan peran atau kegiatan tertentu yang berhubungan dengan potensi lingkungan ekowisata, pengelolaan lingkungan dan kondisi wilayah secara menyeluruh.

2. Wawancara.

Kegiatan wawancara dilakukan terhadap sejumlah narasumber dan responden yang dianggap mempunyai komptensi di dalam pengkajian ini terutama pada pengelolaan potensi lingkungan ekowisata dan pengelolaan yang sudah dilakukan.

3. Dokumentasi.

Dokumentasi dilakukan untuk memperoleh data langsung tentang kondisi di wilayah pengkajian dan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih baik berupa buku, foto, dan peraturan.

Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan adalah dengan menggunakan teknik induktif, yaitu dari fakta dan peristiwa yang diketahui secara konkrit,kemudian digenerasikan ke dalam suatu kesimpulan yang bersifat umum yangdidasarkan atas fakta-fakta yang empiris tentang lokasi pengkajian.Dengan menggunakan analisis secara induktif, berarti

(53)

pencarian data bukan dimaksudkan untuk membuktikan hipotesis yang telahdirumuskan sebelum pengkajian dilakukan.Analisis data dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif sedangkan untuk analisis strategi pengelolaan lingkungan ekowisata dilakukan dengan Internal Factor Analysis Summary (IFAS), Exsternal Factor Analysis Summary(EFAS), Matrik IFAS dan EFAS, analisis StrengthWeaknessOpportunitiesThreats (SWOT), serta Analisis Quantitative Strategies Planning Matrixs (QSPM).

1. Analisis Deskriptif Kualitatif

Analisis ini dipergunakan untuk mengetahui potensi ekowisata di Subak Jatiluwih, dengan menekankan pada penyimpulan induktif serta menganalisis dinamika antar fenomena yang ada dengan menggunakan logika ilmiah. Terdapat dua macam analisis deskriptif yang digunakan dalam pengkajian ini yaitu:

a. Deskriptif Eksploratif

Metoda ini menekankan pada penggalian informasi secara lebih mendalam dan terfokus pada tujuan hasil analisis yang akan dicapai. Mekanisme kerja penggunaan metoda ini lebih mengacu kepada proses mendeskripsikan tiap aspek kewilayahan seperti fisik, sosial, persepsi dan aspirasi masyarakat, serta kebijakan atau peraturan-peraturan yang memiliki keuinikan, keindahan, dan nilai sebagai sebuah daya tarik wisata berbasis ekowisata.

b. Deskriptif Komparatif

Penggunaan analisis ini bertujuan untuk membandingkan suatu penggambaran atau deskripsi dengan variabel tertentu seperti membandingkan antara gambaran karakteristik Subak Jatiluwih

(54)

yang sesuai dengan kriteria kegiatan wisata berbasis lingkungan.Pada tahap lebih lanjut analisis deskriptif komparatif digunakan untuk mengetahui sejauh mana pencapaian pengelolaan wisata yang telah dilakukan di Subak Jatiluwih.

2. Analisis IFAS dan EFAS

Analisis ini dilakukan dengan melihat kondisi sekarang dengan meninjau pada faktor internal yaitu kekuatan dan kelemahan, serta faktor eksternal yaitu peluang dan ancaman.Peluang berisikan berbagai hal yang membuka peluang seperti kebijakan baru, perubahan kondisi sosial budaya, dukungan masyarakat, hal-hal yang terkait dengan kebijaksanaan yang bersifat administratif, birokratik dan lain-lain yang memberikan peluang bagi peningkatan kinerja dari pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih.Ancaman berisikan berbagai hal yang dapat mengancampengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih, antara lain karena perubahan kondisi sosial budaya yang kurang menguntungkan, menurunnya tingkat kesadaran masyarakat, dukungan instansi dan lain sebagainya.Kekuatan berisikan berbagai indikator yang menggambarkan faktor kekuatan pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih dalam mendukung peningkatan kinerja.Seperti status subak, tersedianya SDM yang berkualitas, kondisi lingkungan yang baik dan mendukung, kerjasama antar lembaga dan lain sebagainya.Kelemahan berisikan berbagai faktor yang kurang mendukung pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih seperti kurang tersedianya data dan informasi, rendahnya SDM,

Gambar

Gambar 2.1 menunjukkan bagaimana tiga level atau tingkatan strategi membentuk lingkungan eksternal dari level berikutnya pada suatu perusahaan atau organisasi.
Gambar 2.4 juga memberikan gambaranbahwa ekowisata pada dasarnya merupakan bagian utama dari wisata alam yang berkelanjutan, dan merupakan elemen dari wisata desa dan wisata budaya.
Gambar 4.1 Wilayah Subak Jatiluwih
Gambar 5.7 menggambarkan kondisi sungai di Sub Subak Uma Kayu.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Ruang lingkup kegiatan Perlombaan Karya Inobel bagi Guru SD Tingkat Nasional Tahun 2018 berisi tentang pengalaman pembelajaran terbaik yang merupakan hasil inovasi

Puji serta syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena hanya atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan proyek akhir yang berjudul Pengembangan

Dalam sistem hidrolik, katup berfungsi sebagai pengatur tekanan dan aliran fluida yang sampai ke silinder kerja.. Menurut pemakainnya, katup hidrolik dibagi

Konsep matematika dalam Al-4XU¶DQ telah banyak yang dimasukkan dalam kurikulum matematika madrasah, namun ada beberapa konsep matematika dalam Al- 4XU¶DQ yang

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmat-Nya yang telah diberikan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan Laporan Perancangan

Oleh karena itu, penyelesaian permasalahan dalam Toyota dilakukan secara sistematis, agar pada akhirnya setiap hasil dari suatu proses dapat diikuti dan

Oleh karena itu hasil perhitungan yang menunjukkan nilai p < 0,05 pada nyeri saat bangkit dari posisi duduk dan nyeri saat naik tangga 3 trap, artinya terdapat

Artinya Isma’il ingin menyampaikan hal lain di balik kalimatnya itu bahwa perintah apa pun yang diperintahkan Allah SWT kepada ayahnya terhadap dirinya hendaknya