• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Penentuan Kondisi Optimum Ekstraksi Minyak Dedak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Penentuan Kondisi Optimum Ekstraksi Minyak Dedak"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PENENTUAN KONDISI OPTIMUM

EKSTRAKSI MINYAK DEDAK

Oleh

Christofer Wisnu Wibisono

F34104072

2009

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)

KAJIAN PENENTUAN KONDISI OPTIMUM

EKSTRAKSI MINYAK DEDAK

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

CHRISTOFER WISNU WIBISONO F34104072

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KAJIAN PENENTUAN KONDISI OPTIMUM

EKSTRAKSI MINYAK BEKATUL

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Melaksanakan

PENELITIAN MASALAH KHUSUS

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

CHRISTOFER WISNU WIBISONO

F34104072

Dilahirkan pada tanggal 15 Juni 1986 di Jakarta, Indonesia

Tanggal Lulus: 30 Januari 2009

Menyetujui,

Bogor, Februari 2009

(4)

Christofer Wisnu W. F34104072. Penentuan Kondisi Optimum Ekstraksi Minyak Dedak. Dibawah bimbingan S. Ketaren dan Yan Irawan.

RINGKASAN

Produksi Gabah Kering Giling (GKG) Indonesia yang pada tahun 2000 mencapai 49 juta ton (BPS, 2001) atau setara dengan 32 juta ton beras pada berbagai jenis lahan pertanian ternyata telah menghasilkan hasil samping produk berupa dedak sekitar 4.1 sampai 6.1 juta ton per tahun. Hal tersebut memberi arti bahwa sebanyak 8-12 persen hasil samping penggilingan padi yang berupa dedak tidak dapat dianggap sebagai komoditas yang kurang memberi andil yang berarti dalam rangka peningkatan nilai tambah produk hasil pertanian tersebut untuk diolah menjadi produk yang lebih bernilai. Ekstraksi minyak dedak ( edible oil ) yang sangat potensial sebagai sumber asam linoleat dan asam-asam tidak jenuh essensial lainnya juga telah banyak dilakukan (Kahlon et al, 1996). Namun rendemem minyak dedak yang terhitung kecil serta karakteristik minyak dedak yang mempunyai bilangan asam tinggi menyebabkan pemanfaatan dedak untuk diambil minyakya kurang banyak dilakukan, sehingga perlu didapatkan kondisi optimum ekstraksi minyak dedak sehingga didapatkan kondisi proses ekstraksi minyak dedak dengan rendemen yang tinggi serta mutu yang baik. Pemanfaatan dedak antara lain juga digunakan sebagai salah satu bahan dasar dalam industri kosmetik, yang memanfaatkan zat antioksidan di dalam dedak untuk mengontrol proses penuaan atau anti-aging agent (Kamen, 2000).

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi optimum ekstraksi minyak dedak berdasarkan waktu, variasi pelarut serta teknologi pengekstraknya.. Dengan demikian diharapkan akan diperoleh rendemen minyak dedak optimum yang kaya akan komponen utamanya dan mutu yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).

Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap. Pertama yaitu tahap preparasi bahan baku dedak. Pada tahapan preparasi bahan ini bertujuan untuk menghilangkan kandungan air dalam bekatul serta dalam rangka menginaktifkan enzim lipase yang terdapat dalam bekatul segar yang baru diambil. Metode yang digunakan yaitu dengan diberikan perlakuan panas dalam oven pada suhu 100oC ( jika menggunakan oven vakum dengan suhu 50-60oC ) selama satu hari hingga berat sampel konstan.

Tahap kedua yaitu penelitian lanjutan dilakukan proses ekstraksi dedak yang bertujuan untuk mendapatkan kondisi optimum proses ekstraksinya dengan variabel peubah adalah perbandingan ratio antara pelarut dan ekstrak ( 1 banding 4, 1 banding 6, dan 1 banding 8 ) dan waktu proses ekstraksi ( 3 jam, 4 jam, 5 jam ). Sedangkan variabel tetapnya adalah suhu ( titik didih pelarut ).

Laju ekstraksi minyak dedak dengan nisbah 1 banding 4 didapatkan persamaan laju ekstraksi yaitu y = -0.0002x2+0.385x dengan waktu ekstraksi optimalnya selama 225 menit. Sedangkan untuk ekstraksi minyak dedak dengan nisbah 1 banding 6 didapatkan persamaan laju ekstraksi yaitu y = -0.0004x2+0.437x dengan waktu optimum ekstraksinya pada menit ke 225. Dan untuk laju ekstraksi minyak dedak dengan nisbah 1 banding 8 didapatkan persamaan laju ekstraksi yaitu y = -0.0009x2+0.5869x dengan waktu optimum ekstraksinya pada menit ke 225 dan 240.

(5)

dilihat secara statistik faktor nisbah bobot bahan baku dan volume pelarut tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen ekstraksi minyak dedak. Hal ini berarti berapapun besarnya nisbah bobot bahan baku dan volume pelarut sedikit banyak tidak akan mempengaruhi terhadap rendemen minyak dedak. Namun bila memperhitungkan faktor ekonomisnya dalam mengekstraksi minyak dedak maka pemakaian nisbah bahan baku dan volume pelarut yang terkecil akan lebih baik.

(6)

Christofer Wisnu W. F34104072. Study to Determine the Optimum Condition of Rice Bran

Oil’s Extraction.Supervised by S. Ketaren and Yan Irawan.

Summary

Production of Rice Mill of Indonesia in the year of 2000 reaching 49 million ton ( BPS, 2001) or equivalent by 32 million ton of rice in every kind of agriculture field also resulting the other side product in the form of rice bran for about 4.1 until 6.1 million ton in a year. It means that as much 8-12 percent of side product hulling paddy which is in the form of rice bran cannot be considered to a commodity which less precious in order to improve the added value product of the agricultural produce to be processed to become more valuable product. The extraction of Rice bran Oil (edible oil) which is very potential as source linoleat acid and the others unsaturated acids essential have also done a lot ( Kahlon Et al, 1996). But yield of rice bran oil counted small and also the characteristic of rice bran oil is having high acid number causes exploiting of rice bran to

be taken it’s oil less done a lot, so that require to be got a optimum condition of rice bran

oil’s extraction so it can get a condition process of rice bran oil’s extraction with a high

number of yield and also a good quality of rice bran oil. The exploiting of rice Bran oil is also used by one of elementary substance in cosmetic industry, that use of antioxidant in rice bran to control process of aging or anti-aging agent ( Kamen, 2000).

This research aim is to determine optimum condition rice bran oil’s extraction

pursuant to time, variation of solvent and also the technology of its extractor. So that it

expected will be obtained the optimum yield of rice bran oil that rich of it’s major

component and quality of matching with National Standard of Indonesia (SNI).

This Research is done with two phases. First phase is the preparation of raw material rice bran. At this preparation step, the purpose is to eliminate water content in rice bran and also in order to inactivate the enzyme of lipase which is in fresh rice bran that newly taken. The Method that used that is given hot treatment in oven at temperature 100oC (if using vacuum oven at temperature 50-60oC) during one day till the weight of sample constant.

Second phase that is continuation research conducted the process of rice bran extraction which aim to get the optimum condition of rice bran extraction’s process with dependent variable is comparison ratio between weight of rice bran and volume of solvent (1 comparing 4, 1 comparing 6, and 1 comparing 8) and the time of extraction process (3 hours, 4 hours, 5 hours). While the fixed variable is temperature (solvent’s boiling point).

The extraction rate of rice bran Oil with ratio 1 comparing 4 got an equation of extraction rate that is y = -0.0002x2+0.385x with its optimal time extraction during 225 minute. While for the extraction of rice bran oil with ratio 1 comparing 6 got an equation of extraction rate that is y = -0.0004x2+0.437x with optimum time of extraction at the minute to 225. And for extraction rate of rice bran oil with ratio 1 comparing 8 got an equation of extraction rate that is y = -0.0009x2+0.5869x with optimum time of extraction at the minute to 225 and 240.

It’s seen from the parameter of yield, it obtain a optimum time of extraction for

(7)

volume of solvent do not have an effect to yield of rice bran oil’s extraction. It means that

any level of ratio of the weight of raw material and volume of solvent more or less will not influence to yield of rice bran oil. But if reckoning its economic factor in rice bran

oil’s extraction, so the usage the smallest ratio of the weight of raw material and volume

of solvent will be more is good.

It’s seen from parameter of rice bran oil’s quality, it obtain that for iod number

(8)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul

KAJIAN PENENTUAN KONDISI OPTIMUM

EKSTRAKSI MINYAK BEKATUL

adalah hasil karya saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2009

Christofer Wisnu W

(9)

RIWAYAT HIDUP

Christofer Wisnu Wibisono dilahirkan di Jakarta, Indonesia pada tanggal 15 Juni 1986 sebagai anak ketiga dari bapak Stefanus Supadi dan ibu Christine Hardjantie. Tahun 2004 penulis lulus dari Sekolah Menengah Umum Negeri 81 Jakarta dan melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor. Melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI), penulis diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Selama kuliah penulis pernah menjadi staf Departemen HRD Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN) pada tahun 2006-2007. Pada tahun 2007 penulis melakukan kegiatan praktek lapang di PT. Pulus Wangi Nusantara untuk mempelajari teknologi penanganan pasca panen dan ekstraksi minyak akar wangi.

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “ Kajian Penentuan Kondisi Optimum Minyak Dedak “ ini. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih atas perhatian dan kerjasamanya kepada:

1. Kedua orang tua dan keluargaku tercinta yang selalu berdoa serta memberikan dorongan baik materi maupun spiritual dan kasih sayangnya.

2. Bapak Ir. Semangat Ketaren, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan hingga selesainya laporan ini.

3. Bapak Yan Irawan, ST selaku pembimbing kedua yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan hingga selesainya skripsi ini.

4. Seluruh peneliti dan staff Pusat Penelitian Kimia, PUSPITEK LIPI Serpong atas bantuannya selama penelitian berlangsung.

5. Seluruh laboran laboratorium TIN, bu Ega, bu Rini, bu Sri, pak Gun, pak Edi, pak Dicky, pak Sugi, pak Roni atas bantuannya selama penulis malakukan penelitian. 6. Seluruh teman-teman terbaik penulis, Deris, Rendi I, Sukri, Dani, Hydea, Alto,

Mira, Tutur, Mega, Satrya, Mulia, Galih, Listya, Linda, Havizh, Berry, Mirza atas bantuan-bantuan, semangat serta inspirasi penulis atas terselesaikannya skripsi ini. 7. Seluruh Tiners 41, kerabat penulis dan semuanya yang tidak dapat disebutkan.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik membangun sangat penulis harapkan sebagai pembelajaran di masa depan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Januari 2009

(11)

KAJIAN PENENTUAN KONDISI OPTIMUM

EKSTRAKSI MINYAK DEDAK

Oleh

Christofer Wisnu Wibisono

F34104072

2009

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(12)

KAJIAN PENENTUAN KONDISI OPTIMUM

EKSTRAKSI MINYAK DEDAK

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

CHRISTOFER WISNU WIBISONO F34104072

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KAJIAN PENENTUAN KONDISI OPTIMUM

EKSTRAKSI MINYAK BEKATUL

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Melaksanakan

PENELITIAN MASALAH KHUSUS

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

CHRISTOFER WISNU WIBISONO

F34104072

Dilahirkan pada tanggal 15 Juni 1986 di Jakarta, Indonesia

Tanggal Lulus: 30 Januari 2009

Menyetujui,

Bogor, Februari 2009

(14)

Christofer Wisnu W. F34104072. Penentuan Kondisi Optimum Ekstraksi Minyak Dedak. Dibawah bimbingan S. Ketaren dan Yan Irawan.

RINGKASAN

Produksi Gabah Kering Giling (GKG) Indonesia yang pada tahun 2000 mencapai 49 juta ton (BPS, 2001) atau setara dengan 32 juta ton beras pada berbagai jenis lahan pertanian ternyata telah menghasilkan hasil samping produk berupa dedak sekitar 4.1 sampai 6.1 juta ton per tahun. Hal tersebut memberi arti bahwa sebanyak 8-12 persen hasil samping penggilingan padi yang berupa dedak tidak dapat dianggap sebagai komoditas yang kurang memberi andil yang berarti dalam rangka peningkatan nilai tambah produk hasil pertanian tersebut untuk diolah menjadi produk yang lebih bernilai. Ekstraksi minyak dedak ( edible oil ) yang sangat potensial sebagai sumber asam linoleat dan asam-asam tidak jenuh essensial lainnya juga telah banyak dilakukan (Kahlon et al, 1996). Namun rendemem minyak dedak yang terhitung kecil serta karakteristik minyak dedak yang mempunyai bilangan asam tinggi menyebabkan pemanfaatan dedak untuk diambil minyakya kurang banyak dilakukan, sehingga perlu didapatkan kondisi optimum ekstraksi minyak dedak sehingga didapatkan kondisi proses ekstraksi minyak dedak dengan rendemen yang tinggi serta mutu yang baik. Pemanfaatan dedak antara lain juga digunakan sebagai salah satu bahan dasar dalam industri kosmetik, yang memanfaatkan zat antioksidan di dalam dedak untuk mengontrol proses penuaan atau anti-aging agent (Kamen, 2000).

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi optimum ekstraksi minyak dedak berdasarkan waktu, variasi pelarut serta teknologi pengekstraknya.. Dengan demikian diharapkan akan diperoleh rendemen minyak dedak optimum yang kaya akan komponen utamanya dan mutu yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).

Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap. Pertama yaitu tahap preparasi bahan baku dedak. Pada tahapan preparasi bahan ini bertujuan untuk menghilangkan kandungan air dalam bekatul serta dalam rangka menginaktifkan enzim lipase yang terdapat dalam bekatul segar yang baru diambil. Metode yang digunakan yaitu dengan diberikan perlakuan panas dalam oven pada suhu 100oC ( jika menggunakan oven vakum dengan suhu 50-60oC ) selama satu hari hingga berat sampel konstan.

Tahap kedua yaitu penelitian lanjutan dilakukan proses ekstraksi dedak yang bertujuan untuk mendapatkan kondisi optimum proses ekstraksinya dengan variabel peubah adalah perbandingan ratio antara pelarut dan ekstrak ( 1 banding 4, 1 banding 6, dan 1 banding 8 ) dan waktu proses ekstraksi ( 3 jam, 4 jam, 5 jam ). Sedangkan variabel tetapnya adalah suhu ( titik didih pelarut ).

Laju ekstraksi minyak dedak dengan nisbah 1 banding 4 didapatkan persamaan laju ekstraksi yaitu y = -0.0002x2+0.385x dengan waktu ekstraksi optimalnya selama 225 menit. Sedangkan untuk ekstraksi minyak dedak dengan nisbah 1 banding 6 didapatkan persamaan laju ekstraksi yaitu y = -0.0004x2+0.437x dengan waktu optimum ekstraksinya pada menit ke 225. Dan untuk laju ekstraksi minyak dedak dengan nisbah 1 banding 8 didapatkan persamaan laju ekstraksi yaitu y = -0.0009x2+0.5869x dengan waktu optimum ekstraksinya pada menit ke 225 dan 240.

(15)

dilihat secara statistik faktor nisbah bobot bahan baku dan volume pelarut tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen ekstraksi minyak dedak. Hal ini berarti berapapun besarnya nisbah bobot bahan baku dan volume pelarut sedikit banyak tidak akan mempengaruhi terhadap rendemen minyak dedak. Namun bila memperhitungkan faktor ekonomisnya dalam mengekstraksi minyak dedak maka pemakaian nisbah bahan baku dan volume pelarut yang terkecil akan lebih baik.

(16)

Christofer Wisnu W. F34104072. Study to Determine the Optimum Condition of Rice Bran

Oil’s Extraction.Supervised by S. Ketaren and Yan Irawan.

Summary

Production of Rice Mill of Indonesia in the year of 2000 reaching 49 million ton ( BPS, 2001) or equivalent by 32 million ton of rice in every kind of agriculture field also resulting the other side product in the form of rice bran for about 4.1 until 6.1 million ton in a year. It means that as much 8-12 percent of side product hulling paddy which is in the form of rice bran cannot be considered to a commodity which less precious in order to improve the added value product of the agricultural produce to be processed to become more valuable product. The extraction of Rice bran Oil (edible oil) which is very potential as source linoleat acid and the others unsaturated acids essential have also done a lot ( Kahlon Et al, 1996). But yield of rice bran oil counted small and also the characteristic of rice bran oil is having high acid number causes exploiting of rice bran to

be taken it’s oil less done a lot, so that require to be got a optimum condition of rice bran

oil’s extraction so it can get a condition process of rice bran oil’s extraction with a high

number of yield and also a good quality of rice bran oil. The exploiting of rice Bran oil is also used by one of elementary substance in cosmetic industry, that use of antioxidant in rice bran to control process of aging or anti-aging agent ( Kamen, 2000).

This research aim is to determine optimum condition rice bran oil’s extraction

pursuant to time, variation of solvent and also the technology of its extractor. So that it

expected will be obtained the optimum yield of rice bran oil that rich of it’s major

component and quality of matching with National Standard of Indonesia (SNI).

This Research is done with two phases. First phase is the preparation of raw material rice bran. At this preparation step, the purpose is to eliminate water content in rice bran and also in order to inactivate the enzyme of lipase which is in fresh rice bran that newly taken. The Method that used that is given hot treatment in oven at temperature 100oC (if using vacuum oven at temperature 50-60oC) during one day till the weight of sample constant.

Second phase that is continuation research conducted the process of rice bran extraction which aim to get the optimum condition of rice bran extraction’s process with dependent variable is comparison ratio between weight of rice bran and volume of solvent (1 comparing 4, 1 comparing 6, and 1 comparing 8) and the time of extraction process (3 hours, 4 hours, 5 hours). While the fixed variable is temperature (solvent’s boiling point).

The extraction rate of rice bran Oil with ratio 1 comparing 4 got an equation of extraction rate that is y = -0.0002x2+0.385x with its optimal time extraction during 225 minute. While for the extraction of rice bran oil with ratio 1 comparing 6 got an equation of extraction rate that is y = -0.0004x2+0.437x with optimum time of extraction at the minute to 225. And for extraction rate of rice bran oil with ratio 1 comparing 8 got an equation of extraction rate that is y = -0.0009x2+0.5869x with optimum time of extraction at the minute to 225 and 240.

It’s seen from the parameter of yield, it obtain a optimum time of extraction for

(17)

volume of solvent do not have an effect to yield of rice bran oil’s extraction. It means that

any level of ratio of the weight of raw material and volume of solvent more or less will not influence to yield of rice bran oil. But if reckoning its economic factor in rice bran

oil’s extraction, so the usage the smallest ratio of the weight of raw material and volume

of solvent will be more is good.

It’s seen from parameter of rice bran oil’s quality, it obtain that for iod number

(18)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul

KAJIAN PENENTUAN KONDISI OPTIMUM

EKSTRAKSI MINYAK BEKATUL

adalah hasil karya saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2009

Christofer Wisnu W

(19)

RIWAYAT HIDUP

Christofer Wisnu Wibisono dilahirkan di Jakarta, Indonesia pada tanggal 15 Juni 1986 sebagai anak ketiga dari bapak Stefanus Supadi dan ibu Christine Hardjantie. Tahun 2004 penulis lulus dari Sekolah Menengah Umum Negeri 81 Jakarta dan melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor. Melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI), penulis diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Selama kuliah penulis pernah menjadi staf Departemen HRD Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN) pada tahun 2006-2007. Pada tahun 2007 penulis melakukan kegiatan praktek lapang di PT. Pulus Wangi Nusantara untuk mempelajari teknologi penanganan pasca panen dan ekstraksi minyak akar wangi.

(20)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “ Kajian Penentuan Kondisi Optimum Minyak Dedak “ ini. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih atas perhatian dan kerjasamanya kepada:

1. Kedua orang tua dan keluargaku tercinta yang selalu berdoa serta memberikan dorongan baik materi maupun spiritual dan kasih sayangnya.

2. Bapak Ir. Semangat Ketaren, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan hingga selesainya laporan ini.

3. Bapak Yan Irawan, ST selaku pembimbing kedua yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan hingga selesainya skripsi ini.

4. Seluruh peneliti dan staff Pusat Penelitian Kimia, PUSPITEK LIPI Serpong atas bantuannya selama penelitian berlangsung.

5. Seluruh laboran laboratorium TIN, bu Ega, bu Rini, bu Sri, pak Gun, pak Edi, pak Dicky, pak Sugi, pak Roni atas bantuannya selama penulis malakukan penelitian. 6. Seluruh teman-teman terbaik penulis, Deris, Rendi I, Sukri, Dani, Hydea, Alto,

Mira, Tutur, Mega, Satrya, Mulia, Galih, Listya, Linda, Havizh, Berry, Mirza atas bantuan-bantuan, semangat serta inspirasi penulis atas terselesaikannya skripsi ini. 7. Seluruh Tiners 41, kerabat penulis dan semuanya yang tidak dapat disebutkan.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik membangun sangat penulis harapkan sebagai pembelajaran di masa depan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Januari 2009

(21)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ...ix

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA... 3

A. Dedak ... 3

B. Stabilisasi Dedak Padi ... 7

C. Minyak Dedak ... 10

D. Ekstraksi Minyak Dedak ... 14

E. Pelarut ... 18

F. Prinsip Ekstraksi ... 19

III. METODOLOGI ... 22

A. Alat dan Bahan ... 22

B. Metode Penelitian ... 22

1. Persiapan Bahan ... 22

2. Prinsip Ekstraksi ... 23

3. Tata Cara Proses Ekstraksi Dedak ... 23

4. Perlakuan ... 24

5. Analisa ... 24

6. Rancangan Percobaan... 24

(22)

Halaman

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30 A. Penelitian Pendahuluan ... 30

1. Pengukuran Laju Ekstraksi Minyak Dedak ... 30 2. Laju Ekstraksi Minyak Dedak dengan nisbah ¼ ... 32 3. Laju Ekstraksi Minyak Dedak dengan nisbah 1/6. ... 33 4. Laju Ekstraksi Minyak Dedak dengan nisbah 1/8. ... 34 B. Penelitian Utama... 35 1. Rendemen ... 35 2. Bobot Jenis... 37 3. Bilangan Iod ... 39 4. Bilangan Penyabunan ... 40 5. Bilangan Asam ... 42 6. Bilangan Peroksida ... 45 7. Kejernihan... 46 8. Analisa kromatografi gas ... 50

V. KESIMPULAN ... 52 A. Kesimpulan ... 52 B. Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54

(23)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Komposisi Kimia Dedak ... 5

Tabel 2. Komposisi Asam Lemak dalam Minyak Dedak ... 6 Tabel 3 Sifat Fisiko – Kimia Minyak Dedak Standar A.O.C.S ... 12 Tabel 4. Sifat Fisiko – Kimia Minyak Dedak dan X – M Rice Oil ... 13 Tabel 5. Titik Didih Pelarut ... 18 Tabel 6. Rendemen Ekstraksi Minyak Dedak ... 36 Tabel 7.Rata-Rata Pengaruh Rendemen Ekstraksi Minyak Dedak terhadap Nisbah

Pelarut dan Bahan serta Waktu Ekstraksi ... 37

(24)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Dedak dan penampang membujur biji gabah ... 3

Gambar 2. Struktur Butiran Padi ... 4 Gambar 3. Diagram Neraca Bahan Ekstrasi Zat Padat Lawan Arah

secara Kontinu ... 20 Gambar 4. Diagram alir preparasi bahan dedak sebelum ekstraksi ... 23 Gambar 5. Diagram alir prosedur pembuatan minyak dedak ... 23 Gambar 6. Sketsa Alat Pengukuran Laju Ekstraksi Minyak Dedak ... 30 Gambar7. Soxhlet apparatus berisikan bahan baku dedak yang diekstraksi

dengan pelarut heksan. ... 31 Gambar 8. Grafik Hubungan antara Besarnya Kadar Minyak dengan Waktu Ekstraksi pada Nisbah 1 banding 4. ... 32 Gambar 9. Grafik Hubungan antara Besarnya Kadar Minyak dengan Waktu

(25)

Dengan Kondisi Proses Nisbah dan Lama Ekstraksi...46 Gambar19. Grafik Hubungan antara Nilai Persen Transmisi Minyak Dedak

(26)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Hasil analisis ragam (ANOVA) Parameter Rendemen pada

α = 0.05………..58

Lampiran 2. Hasil analisis ragam (ANOVA) Parameter Bobot Jenis

pada α= 0.05……….59

Lampiran 3. Hasil analisis ragam (ANOVA) Parameter Bilangan Iod

pada α = 0.05…...60 Lampiran 4. Hasil analisis ragam (ANOVA) Parameter Bilangan Penyabunan

pada α= 0.05………....61

Lampiran 5. Hasil analisis ragam (ANOVA) Parameter Bilangan Asam

pada α = 0.05...62 Lampiran 6. Hasil analisis ragam (ANOVA) Parameter Bilangan Peroksida

pada α = 0.05………63

Lampiran 7. Hasil analisis ragam (ANOVA) Parameter Kejernihan

pada α = 0.05...64

(27)

1

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Produksi Gabah Kering Giling (GKG) Indonesia yang pada tahun 2000 mencapai 49 juta ton (BPS, 2001) atau setara dengan 32 juta ton beras pada berbagai jenis lahan pertanian ternyata telah menghasilkan hasil samping produk berupa dedak sekitar 4.1 sampai 6.1 juta ton per tahun. Hal tersebut memberi arti bahwa sebanyak 8-12 persen hasil samping penggilingan padi yang berupa dedak tidak dapat dianggap sebagai komoditas yang kurang memberi andil yang berarti dalam rangka peningkatan nilai tambah produk hasil pertanian tersebut untuk diolah menjadi produk yang lebih bernilai.

Dedak adalah hasil sampingan penggilingan padi yang berasal dari lapisan luar beras pecah kulit dalam proses penyosohan beras. Menurut

Food and Agriculture Organization (FAO) dalam Abbas Halim dan Amidarmo (1985) dedak (bran) didefinisikan sebagai hasil sampingan dari penggilingan padi, terdiri dari lapisan dedak sebelah luar dengan sebagian lembaga. Bekatul (polish) adalah hasil ikutan proses penyosohan beras pecah kulit yang terdiri dari lapisan cuticula sebelah dalam, sebagian lembaga dan sebagian endosperm yang menyebabkan warna putih dan mengandung sedikit kulit ari beras ( Lubis, 1958 dalam Tjahja,1996).

(28)

2 Asam-asam lemak yang terdapat dalam minyak dedak terdiri dari 15-21 persen asam lemak jenuh dan selebihnya merupakan asam lemak tak jenuh yang terdiri dari asam oleat 41-48 persen, asam linoleat 29-40 persen, dan asam linolenat 0-1 persen. Persentase kandungan asam lemak tak jenuh yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam lemak jenuh sangat baik sebagai minyak makan ( edible oil ).

Ekstraksi minyak dedak ( rice bran oil ) yang sangat potensial sebagai sumber asam linoleat dan asam-asam tidak jenuh essensial lainnya juga telah banyak dilakukan (Kahlon et al, 1996). Di Taiwan, 30% dari total konsumsi

edible oil lokal berasal dari dedak (Lee, 1991). Pemanfaatan dedak antara lain juga digunakan sebagai salah satu bahan dasar dalam industri kosmetik, yang memanfaatkan zat antioksidan di dalam dedak untuk menghambat proses penuaan atau anti-aging agent.

B. Tujuan Penelitian

(29)

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Dedak

Dedak (rice bran) merupakan hasil samping proses penggilingan padi yang terdiri dari lapisan dedak sebelah luar butir padi dan sebagian lembaga biji (Lifestar, 2001). Dedak juga dapat disebut sebagai bagian luar butiran beras setelah kulit padi (sekam) dan kulit ari dihilangkan dalam proses penggilingan padi menjadi beras dan merupakan hasil samping dari penyosohan beras pecah kulit. Pada proses pengupasan kulit dan penyosohan beras pecah kulit dihasilkan bekatul 8%, sekam 20%, beras 65%, dan loss (hilang) 7% (Somaatmadja,1981).

Gambar1. Dedak dan penampang membujur biji gabah

(30)
[image:30.595.156.461.291.590.2]

4 kasar dihasilkan dengan mesin pemecah kulit, terdiri dari pecahan-pecahan sekam yang agak kasar dan kulit ari beras terluar. Dedak halus atau lunteh ( rice bran ) dihasilkan dari penyosohan dengan mesin sosoh, terdiri dari kulit ari beras, pecahan lembaga dan tercampur sedikit dengan bubuk yang berasal dari sekam. Menurut Grist ( 1959 ) dedak digolongkan menjadi 2 macam, yaitu dedak kasar ( raw bran ) dan dedak halus ( meal ) yang masing-masing dihasilkan dari proses pengupasan kulit gabah dan penyosohan. Rulten ( 1964 ) menyatakan bahwa ada 3 macam mutu dedak yaitu dedak gelap ( dark bran ), dedak menengah ( medium bran ) dan ligth bran.

Gambar 2. Struktur Butiran Padi

(31)

5 karbohidrat, mineral, vitamin dan minyak, tetapi sedikit mengandung protein ( Syarief dan prasadya, 1988 ).

[image:31.595.148.502.248.512.2]

Komposisi dedak (berdasarkan persen bobot) menurut Hammond (1998) berturut-turut adalah 11-13% air, 18-21% lemak kasar dan minyak, 14-16% protein kasar, 8-10% serat kasar, 9-12% abu dan 33-36% karbohidrat. Komposisi kimia dedak menurut Luh (1991) tercantum pada tabel dibawah.

Tabel 1. Komposisi Kimia Dedak

Komponen Kandungan

Protein,% 12,0 – 15,6

Lemak,% 15,0 – 19,7

Serat Kasar,% 7,0 – 11,4

Karbohidrat,% 34,1 – 52,3

Kadar Abu,% 6,6 – 9,9

Thiamin (B1), µ/g 12 – 24

Riboflavin (B2), µ/g 1,8 – 4,3

Kalsium, mg/g 0,3 – 1,2

Magnesium, mg/g 5 – 13

Phospor, mg/g 11 – 25

Seng, µ/g 43 – 258

Luh ( 1991 )

(32)
[image:32.595.175.425.331.531.2]

6 Kandungan minyak yang relatif tinggi membuat dedak kurang tahan lama, karena minyak mudah terhidrolisis dan menjadi tengik akibat enzim lipase yang terdapat dalam beras. Kandungan asam lemak bebas meningkat satu persen setiap jam pada penyimpanan pada suhu kamar (Luh,1991). Kerusakan dedak yang disebabkan oleh ketengikan hidrolitik dan oksidatif merupakan kendala dalam pemanfaatan dedak sebagai sumber pangan. Lee (1991) menyatakan bahwa lemak beras terkumpul pada dedak, yaitu pada bagian aleuron dan lembaga. Tingginya kandungan minyak memudahkan terjadinya reaksi ketengikan akibat hidrolisis enzimatis oleh lipase dan reaksi oksidasi yang terdapat dalam minyak dedak.

Tabel 2. Komposisi Asam Lemak dalam Minyak Dedak

Asam lemak Persentase

Miristat 0,1 – 0,3

Palmitat 16,9 – 20,5

Palmitoleat 0,1 – 0,2

Stearat 1,1 – 1,8

Oleat 37,1 – 44,2

Linoleat 34,1 – 40,7

Linolenat 0,9 – 1,4

Arachidonat 0,3 – 0,7

Houston (1972)

Asam linolenat merupakan salah satu asam lemak tidak jenuh yang sangat potensial. Asam lemak ini mempunyai 18 rantai karbon dengan tiga ikatan rangkap yang dikenal sebagai omega-3 yang diperlukan tubuh untuk memacu kerja otak, indra penglihatan dan fungsi keleenjar-kelenjar hormon (Muchtadi et al, 1993).

(33)

7 bebas dioksidasi oleh enzim lipoksigenase menjadi bentuk-bentuk peroksida, keton dan aldehid, sehingga dedak menjadi tengik.

Dedak juga banyak mengandung serat (dietary fiber) yang terdiri atas polisakarida dan lignin. Kelompok utama serat meliputi selulosa, hemiselulosa, pektin, gum dan lignin serta yang berhubungan dengan serat makanan seperti asam fitat, silika, lilin, protein, tanin dan lain-lain (Jones,1976).

B. STABILISASI DEDAK PADI

Stabilisasi dedak sangat berhubungan dengan adanya enzim lipase yang terdapat pada lapisan biji dan lapisan melintang pada beras. Untuk memperoleh dedak food grade bermutu tinggi, seluruh komponen penyebab kerusakan harus dieliminasi. Stabilisasi dedak dilakukan dengan prinsip menghentikan aktivitas lipase. Proses penghentian aktivitas enzim lipase harus lengkap bersifat tidak dapat balik dan harus dijaga kandungan komponen berharganya.

Tiga cara inaktivasi lipase dedak, yaitu : 1) Pemanasan basah atau kering.

2) Ekstraksi dengan pelarut organik untuk mengeluarkan minyak. 3) Denaturasi etanolik dari lipase dedak dan lipase dari bakteri dan kapang (Champagne et al., 1992 dalam Hartanti, 1995).

Dari ketiga cara inaktivasi tersebut, hanya pemanasan yang cocok dan aman untuk pengawetan dedak.

Proses stabilisasi dedak ada tiga cara, yaitu :

(a) pemanasan dengan kadar air tetap (retained-moisture heating), (b) pemanasan dengan penambahan air (added-moisture heating), dan (c) pemanasan kering pada tekanan atmosfir (Sayre et al., 1982).

(34)

8 (1) pengeringan dengan menggunakan alat drum berputar dan

(2) ekstrusi.

Dalam proses pengeringan dengan menggunakan alat drum berputar, dedak dipanaskan pada suhu 110-120OC selama 5 menit dengan tekanan 0.3-0.5 atm. Setelah tekanan dikembalikan pada tekanan normal, dedak dikeluarkan dari drum dan didiamkan hingga dingin dan kering. Pada proses ekstrusi, suhu pemasak ekstruder berkisar 130-140OC; densitas dedak meningkat dari 0.3 menjadi 0.6 g/ml, dan kadar air menurun sebesar 5-8%. Keuntungan proses ini adalah karena tidak membutuhkan aliran uap dari luar, peralatannya relatif kecil dan kompak, serta mudah operasinya. Dengan demikian unit ini dapat digabungkan dengan unit penggilingan beras dengan sedikit modifikasi (Damardjati et al., 1990 dalam Tjahja,1996).

Stabilisasi dedak padi komersial di Amerika Serikat dilakukan dengan ekstruder pada suhu 125-135OC selama 1-3 detik, kadar air 11-15% (Randall

et al., 1985). Damardjati dan Luh (1986) berdasarkan prosedur Randall et al. (1985) telah mempelajari pengawetan dedak dengan ekstruder. Penggunaan ekstruder sistem ulir tunggal dengan tipe alat Brady Crop Cooker, model 2160, dilengkapi dengan motor elektrik 100 HP, telah memberikan hasil yang baik dalam proses pengawetan dedak. Kondisi proses yang optimal adalah suhu 130OC pada kadar air dedak 12-13%, dilanjutkan dengan pemanasan pada suhu 97-99OC selama 3 menit, kemudian didinginkan dengan hembusan udara suhu kamar.

Pemanasan kering dapat dilakukan dengan proses sangrai (roasting) pada suhu 100-110 OC, dan proses ini relatif sederhana, mudah dan murah. Akan tetapi proses ini membutuhkan waktu yang cukup lama (20-30 menit), pemanasannya tidak merata, disamping kemungkinan terjadi kerusakan bahan, juga mikroba dan serangga tidak terbasmi semua, serta enzim lipase juga tidak rusak sehingga apabila kadar air bahan meningkat selama total penyimpanan (>7%) akan terjadi lagi kegiatan hidrolisa minyak (Juliano, 1985).

(35)

9 selama 3 menit. Proses pemanasan dedak basah umumnya dilakukan dengan pengukusan (pemanasan dengan uap) selama 10-30 menit, pengeringan produk hingga kadar air 3-12% dan pendinginan. Pengukusan optimum adalah selama 15 menit pada suhu 100OC atau selama 5 menit pada suhu 115OC. Pengeringan optimum adalah 45-60 menit pada 110OC (Juliano, 1985).

Otoklaf telah dikenal sejak tahun 1830 sebagai suatu alat untuk memanaskan makanan kaleng dan merupakan gabungan dari ketel bertutup dengan uap panas. Otoklaf digunakan untuk sterilisasi alat dan bahan pangan. Pada bahan pangan, sterilisasi harus cukup mematikan spora bakteri patogen tanpa menimbulkan kerusakan gizi dan penampakan (Winarno, 1992).

Uap panas yang dihasilkan sangat baik digunakan untuk mendestruksi mikroba dengan cara menginaktivasi beberapa enzim penting yang terdapat dalam mikroba. Untuk menginaktifkan enzim dan membunuh mikroba pada bahan pangan digunakan otoklaf dengan suhu 121OC selama 15-20 menit (Winarno, 1992).

Proses pemanasan basah menggunakan otoklaf membutuhkan waktu pemanasan yang lebih pendek, lebih efektif dalam sterilisasi dan pencegahan kegiatan kembali enzim secara permanen. Namun proses pemanasan basah membutuhkan investasi yang mahal dan keterampilan yang tinggi (Damardjati et al., 1990 dalam Tjahja,1996). Proses stabilisasi ini harus segera dilakukan setelah dedak dihasilkan dari penggilingan padi.

(36)

10 menjaga kadar oksigen yang rendah melalui pengemasan yang optimum selama penyimpanan (Kao dan Luh, 1991).

C. Minyak Dedak

Dedak padi mengandung minyak sekitar 10%-13% ( Lynn dan lawyer,

1966 dalam Nasution ‘dari Ciptadi, 1985 ).Menurut Grist (1965) komposisi minyak dedak terdiri dari 14-17 persen minyak dan 3-9 persen adalah lilin. Bernardini (1983) menyebutkan bahwa dedak padi mengandung minyak yang bervariasi sekitar 12-18 persen tergantung dari varietas dan tempat tumbuh padi, akan tetapi minyak yang dapat diekstraksi secara ekonomis menurut Cornelius (1980) adalah sekitar 10 persen.

Mutu minyak dedak setara dengan minyak kacang tanah, minyak biji kapuk, minyak biji kapas dan minyak kacang kedelai. Minyak dedak mengandung asam lemak tidak jenuh yang cukup tinggi, yaitu sekitar 80% ( Cruz dan West, 1933 dalam Nasution dan Ciptadi, 1985 ). Asam lemak tidak jenuh dibutuhkan dalam tubuh manusia karena tidak bisa disintesa oleh tubuh dan berbeda dengan asam lemak jenuh.

Rendemen dan mutu minyak dedak sangat dipengaruhi oleh lama penyimpanan dedak, sampai proses ekstraksi minyak ( Eckey, 1954 dalam Nasution dan Ciptadi, 1985 ). Dedak tidak tahan disimpan lama, cepat berbau apek dan berminyak. Kandungan minyak dedak akan berkurang selama penyimpanan, disebabkan oleh enzim lipase yang menghidrolisis minyak, dan kadar asam lemak bebas ( FFA ) bertambah dengan cepat dan terjadi ketengikan ( Soemardi, 1975 ).

(37)

11 penggilingan padi dan penyosohan beras harus dilakukan segera setelah padi dipanen dan dikeringkan ( Concha dan Valenzuela, 1938 dalam Ciptadi dan Nasution, 1985 ). Jumlah asam lemak bebas ini meningkat sekitar 1% setiap jam pada waktu awal penyimpanan dedak ( Grist, 1959 ). Dari hasil penelitian penyimpanan dedak padi selama 4 minggu tanpa sterilisasi, menunjukkan bahwa kenaikan jumlah asam lemak bebas di dalam dedak padi sekitar 32%. Apabila sebelum penyimpanan dilakukan pemanasan dengan uap selama 4 menit pada suhu 1000 C, setelah disimpan selama 4 minggu, kenaikan kadar asam lemak bebas ( FFA ) hanya 1% ( Houston et al, 1972 ).

Mutu minyak dedak selain dipengaruhi oleh waktu penyimpanan yang menimbulkan ketengikan hidrolitik, juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu adanya oksigen, suhu, cahaya, enzim lipoksidase, senyawa – senyawa organik dan katalisator berupa logam seperti tembaga dan besi yang dapat menimbulkan ketengikan oksidatif. Ketengikan ini dapat diatasi dengan penambahan zat antioksidan.

Dari dedak diperoleh minyak kasar ( crude oil ) yang berwarna agak kehijauan, karena klorofil yang ikut terekstrak. Klorofil ini dapat dihilangkan dengan proses pemucatan, sehingga dihasilkan minyak dedak berpenapilan bening dan stabil. Stabilitas minyak dedak disebabkan dari kandungan linolenic rendah dan kandungan α – tocopherol tinggi, yang berfungsi sebagai antioksidan alami ( Houston, 1972 ).

Sifat fisik dan kimia minyak dedak ( rice bran oil ) standar A.O.C.S (

American Oil Chemist Society ) dapat dilihat pada tabel 3. Sedangkan sifat fisik dan kimia minyak dedak kasar ( Crude rice bran oil ) dan X-M Rice oil

menurut standar di Jepang dapat dilihat pada tabel 4.

(38)
[image:38.595.138.516.185.453.2]

12 menghidrolisis minyak dengan cepat, sehingga dapat mempercepat terjadinya ketengikan (Soemardi, 1975).

Tabel 3. Sifat Fisiko – Kimia Minyak Dedak Standar A.O.C.S

Uraian Usual Limit A.O.C.S

Titik beku, 0C 2 -

Bilangan Penyabunan 179 – 195 183 – 194

Indeks bias pada 200C 61 – 68 61.7 – 66.4

Bilangan yod 85 – 109 99 – 108

Bilangan thiocyanogen 65 – 70 68 – 70

Bobot Jenis, 15/150C 0.918 – 0.928 0.920 – 0.928 Asam lemak bebas,

sebagai oleic (%)

5– 80 -

Bahan – bahan tak tersabunkan

4 – 7 2 – 5

Titer 25 24 – 28

( Williams, 1966 )

Menurut Luh (1991) untuk mendapatkan minyak dedak dapat ditempuh beberapa cara antara lain adalah dengan:

1. Tekanan hidrolik ( hidraulic pressure ) 2. Ekstraksi dengan pelarut ( solvent extraction )

3. Ekstraksi minyak dengan penggilingan ( X-M milling ) Akan tetapi menurut Grist ( 1965 ), cara yang paling efektif untuk mengekstrak minyak dedak adalah dengan cara ekstraksi dengan pelarut.

(39)

13 Tabel 4. Sifat Fisiko – Kimia Minyak Dedak dan

X – M Rice Oil

Uraian Minyak Dedak Kasar X-M rice oil

Klasifikasi Semi kering Semi kering

Rice Wax ( % ) 1 – 4 2.5 – 3.5

Asam lemak bebas ( % )

5 – 120 2.5 – 5.0

Spesific gravity ( 250C)

0.916 – 0.921 0.917 – 0.920

Indeks bias ( 400C )

1.465 – 1.467 -

Bilangan yod 92 – 115 95 – 102

Bilangan penyabunan

175 – 192 95 – 102

Bahan – bahan tidak tersabunkan

3.0 – 8.0 2.5 – 4.0

Titik api ( 0F ) - +300

Kelambaban dan zat volatil ( % )

1.5 0.5 – 4.0

Insoluble impurities ( % )

- 0.5 – 1.5

Hehner number 92.1 – 96.5 -

Bilangan Reichert-Meissel

0.59 – 1.75 -

Energi ( kcal/kg ) 9.438 9.438

( Luh, 1980 )

(40)

14 Menurut Ketaren (1986) pelarut minyak/lemak yang biasa digunakan dalam proses ekstraksi dengan pelarut menguap adalah petroleum ether, gasoline, karbon disulfida, karbon tetraklorida, benzene dan n-heksan. Menurut Hunnel dan Nowlin (1972) pelarut yang paling sesuai untuk ekstraksi minyak dedak adalah n-heksan, karena bersifat non polar, sedikit mengandung belerang, viskositasnya rendah, tidak beracun dan menpunyai titik didih yang rendah ( 69oC).

D. Ekstraksi Minyak Dedak

Ekstraksi adalah suatu metode pemisahan komponen-komponen terlarut dari suatu campuran dengan menggunakan pelarut organik Ekstraksi padat cair merupakan suatu fenomena perpindahan komponen-komponen pembentuk bahan ke dalam cairan lain ( pelarut ). Metode paling sederhana untuk mengekstrak padatan adalah dengan mencampurkan seluruh bahan dengan pelarut, lalu memisahkan larutan dengan padatan tidak terlarut ( Brown, 1950 ).

Ekstraksi pelarut menyangkut distribusi suatu zat terlarut (solut) di antara dua fasa cair yang tidak saling bercampur. Teknik ekstraksi sangat berguna untuk pemisahan secara cepat dan bersih baik untuk zat organik maupun zat anorganik. Secara umum, ekstraksi adalah proses penarikan suatu zat terlarut dari larutannya di dalam air oleh suatu pelarut lain yang tidak dapat bercampur.

Menurut hukum distribusi Nerst, bila ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan solute yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut, maka akan terjadi pembagian solut dengan perbandingan tertentu. Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut organik dan air. Dalam praktek solut akan terdistribusi dengan sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut setelah dikocok dan dibiarkan terpisah. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap.

(41)

15 KD : [X]o / [X]a

Dengan KD adalah koefisien distribusi, [X]o adalah konsentrasi solut pada pelarut organik [X]a adalah konsentrasi solut pada air. Untuk keperluan analisis kimia angka banding distribusi (D) akan lebih bermakna daripada koefisien distribusi (KD). Angka banding distribusi menyatakan perbandingan konsentrasi total zat terlarut dalam pelarut organik (fasa organik) dan pelarut air (fasa air).

Ukuran kuantitatif banyaknya solut yang terdapat dalam kedua pelarut dapat dilihat dari koefisien distribusi atau angka banding distribusi, yang dapat dihitung berdasarkan hukum dasar distribusi Nerst. Hukum ini menyatakan bahwa solut akan mendistribusikan diri di antara dua pelarut yang tidak saling bercampur, sehingga setelah kesetimbangan distribusi tercapai, perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua fasa pelarut pada suhu konstan akan merupakan suatu tetapan, yang disebut koefisien distribusi (K D ), jika di dalam kedua fasa pelarut tidak terjadi reaksi. Akan tetapi, jika solut di dalam kedua fasa pelarut mengalami reaksi-reaksi tertentu seperti assosiasi, dissosiasi, maka akan lebih berguna untuk merumuskan besaran yang menyangkut konsentrasi total komponen senyawa yang ada dalam tiap-tiap fasa, yang dinamakan angka banding distribusi (D ). (http://www.malang.ac.id/jurnal/fmipa/mipa/1998a.htm)

Pada proses tersebut pelarut ditambahkan pada bahan padat sehingga komponen padat akan dipisahkan menyebar di antara kedua fase tersebut cenderung tetap ( Earle, 1983 dalam Hartanti, 1995 ).

(42)

16 mempercepat pelarutan zat padat dengan jalan membentuk suspensi serta melarutkan partikel-partikel ke dalam medium pelarut.

Rendemen minyak dedak yang dapat diperoleh dalam proses ekstraksi yang tidak sama disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah besar butiran bahan, uniform butiran, kadar air, campuran bahan ( kotoran, kemurnian dan benda asing ), waktu penyimpanan bahan, cara dan alat yang digunakan, temperatur proses, zat pelarut dan perbandingan antara bahan dan zat pelarut yang digunakan ,dan dedak dari jenis padi yang berbeda ( Soemardi, 1975 ).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Susi Hartanti (1995), kadar minyak dedak kasar ( 21.12% ) lebih tinggi daripada dedak halus ( 15.30% ). Hal ini disebabkan karena dedak halus lebih banyak mengandung pati dan patahan beras. Dalam penelitian tersebut juga dikatakan bahwa suhu ekstraksi yang lebih tinggi tidak menaikkan rendemen minyak yang dihasilkan karena dedak akan teroksidasi. Sedangkan suhu yang lebih rendah mengakibatkan proses ekstraksi lebih lama karena koefisien difusi pelarut turun sehingga semakin sedikit partikel bahan yang terlarut. Disebutkan juga dalam penelitian ini bahwa pertambahan waktu ekstraksi dapat menaikkan rendemen minyak karena kesempatan bahan bersentuhan dengan pelarut semakin lama sehingga semakin banyak partikel yang terlarut sampai titik jenuh larutan.

(43)

17 Metode ekstraksi yang digunakan mempengaruhi jumlah minyak yang dihasilkan. Tahapan-tahapan yang perlu diperhatikan dalam ekstraksi minyak dedak dengan menggunakan pelarut adalah persiapan bahan baku, pemilihan pelarut dan kondisi proses ekstraksi baik suhu maupun lama proses ekstraksi, proses pemisahan pelarut dan analisis kimia yang digunakan.

Pada umumnya proses ekstraksi minyak dedak terdiri atas persiapan bahan, pembersihan, perlakuan panas atau pengeringan, ekstraksi dengan tekanan atau pelarut, perlakuan akhir dan perbaikan mutu minyak ( Luh, 1991).

Pemanasan dedak untuk stabilisasi menyebabkan partikel dedak menggumpal menjadi potongan lebih besar sehingga lebih mudah dalam penanganan untuk ekstraksi daripada dedak tanpa pemanasan ( Graci et al. ,1953 dalam Hartanti, 1995 ).

Pengeringan sebelum ekstraksi dimaksudkan untuk memudahkan pengeluaran minyak pada waktu ekstraksi sehingga waktu ekstraksi menjadi lebih singkat, sedangkan suhu pengeringan yang terlalu tinggi akan menyebabkan rendemen minyak yang dihasilkan turun.

Bahan yang akan diekstrak sebaiknya berukuran seragam untuk mempermudah kontak antara bahan dengan pelarut, sehingga ekstraksi dapat berlangsung dengan baik ( Purseglove, et al. , 1981 dalam Hartanti, 1995). Ukuran bahan yang sesuai akan menyebabkan ekstraksi berlangsung dengan sempurna dalam waktu yang singkat. Tetapi bila ukuran bahan terlalu halus maka kadar minyak akan terhidrolisis pada saat penggilingan. Menurut Moestafa ( 1981 ), bahan yang terlalu halus akan menggumpal sehingga sukar untuk ditembus pelarut, sebaliknya bahan yang terlalu besar akan memerlukan waktu ekstraksi yang lebih lama.

(44)

18 dengan pelarut semakin besar sehingga rendemen juga akan bertambah sampai titik jenuh larutan.

E. Pelarut

Faktor penting dalam ekstraksi dengan menggunakan pelarut adalah pemilihan pelarutnya, yaitu tidak berbahaya bagi para pekerja dan tidak bersifat racun. Beberapa pelarut yang biasa dipakai adalah aseton, etanol, metanol, heksana dan etilen diklorida. Etilen diklorida adalah pelarut yang banyak dipakai dan dilaporkan paling baik, akan tetapi etanol adalah pelarut yang paling aman dalam arti bahwa pelarut tersebut tidak bersifat racun ( Somaatmadja, 1981 ).

[image:44.595.174.448.412.564.2]

Jumlah pelarut juga akan mempengaruhi jumlah ekstrat yang dihasilkan. Menurut Suryandari ( 1981 ) semakin besar volume pelarut, maka jumlah yang terekstrak juga semakin besar hingga hasilnya akan bertambah terus sampai larutan jenuh.

Tabel 5. Titik Didih Pelarut

Jenis Pelarut Titik Didih ( oC )

Aseton Metanol Heksana Etil Alkohol Isopropil alkohol

Etilen diklorida

56.5 64.7 69.0 78.4 82.3 83.5

Pelarut yang mempunyai gugus hidroksil (alkohol) dan karbonil (keton) termasuk pelarut polar, sedangkan hidrokarbon termasuk pelarut non polar. Secara fisika, tingkat polaritas dapat ditunjukkan dengan lebih pasti melalui pengukuran konstanta dielektrikum suatu bahan pelarut. Konstanta dielektrikum ini secara matematis ditunjukkan dalam rumus:

D = e e’/ f r2

Dengan D adalah konstanta dielektrikum, f gaya tolak menolak dua partikel

(45)

19 bahan pelarut disebut semakin polar. Konstanta dielektrikum etanol adalah 24.30 lebih besar dari heksana dan aseton yaitu 1.89 dan 20.70. Bahan – bahan dan senyawa kimia akan mudah larut dalam bahan pelarut yang sama polaritasnya dengan bahan yang akan dilarutkan ( Sudarmadji et al, 1989 ).

Minyak dedak merupakan zat non polar sehingga hanya dapat larut dalam pelarut yang mempunyai nilai kepolaran yang sama dengan minyak dedak, yaitu non polar.

F. Prinsip Ekstraksi

Metode yang digunakan untuk mengeluarkan satu komponen campuran dari zat padat atau cair dengan bantuan zat cair pelarut dapat digolongkan menjadi dua kategori. Kategori pertama adalah leaching atau ekstraksi zat padat ( solid extraction ), dan digunakan untuk melarutkan zat yang dapat larut dari campurannya dengan zat padat yang tak dapat larut. Kategori kedua adalah ekstraksi zat cair ( liquid extraction ), yang digunakan untuk memisahkan dua zat cair yang saling bercampur. Pemisahan tersebut menggunakan suatu pelarut yang hanya melarutkan salah satu zat cair dalam campuran dua zat cair tersebut ( McCabe dan Smith, 1974 ).

Ekstraksi adalah suatu istilah yang digunakan untuk setiap proses dimana komponen-komponen ( zat ) dalam suatu bahan berpindah ke dalam cairan lain ( pelarut ). Metode paling sederhana untuk mengekstraksi padatan adalah mencampurkan seluruh bahan dengan pelarut, lalu memisahkan larutan dengan padatan tidak terlarut ( Brown, 1950 ).

(46)
[image:46.595.141.518.122.282.2]

20 dari tahap 1 ke tahap N. Zat padat ampas keluar dari tahap N, dan larutan pekat keluar dari tahap 1 ( McCabe dan Smith, 1974 ).

Gambar 3. Diagram Neraca Bahan Ekstrasi Zat Padat Lawan Arah secara Kontinu

Zat padat yang bebas zat terlarut itu diandaikan tidak dapat larut di dalam pelarut, dan laju aliran zat padat diandaikan konstan di keseluruhan tahapan. Zat padat itu berpori dan mengandung larutan yang kuantitasnya mungkin konstan mungkin tidak. Misalkan L adalah aliran zat cair yang terkandung dan V laju aliran pelarut. Aliran V dan L dapat dinyatakan dalam massa per satuan waktu atau didasarkan atas aliran tertentu zat padat kering bebas zat terlarut. Sesuai dengan tata nama yang baku, konstanta persamaan reaksi yyang digunakan adalah sebagai berikut:

- Larutan yang terkandung di dalam zat padat masuk ( xa ) - Larutan yang terkandung di dalam zat padat keluar ( xb ) - Pelarut segar masuk sistem ( yb )

- Larutan pekat keluar sistem ( ya )

(47)

21 yang keluar dari setiap tahap sama dengan konsentrasi zat cair yang mengalir dari tahap itu, hubungan keseimbangannya adalah xe = ye.

Persamaan untuk garis operasi didapatkan dengan menulis neraca bahan yang terdiri dari n unit pertama, neraca ini adalah :

Larutan total : Vn+1 + La = Va + Ln Zat terlarut : Vn+1Ym+1 + Laxn + VaYa

Penyelesaian untuk Yn+1 menghasilkan persamaan garis operasi, yaitu: Yn+1 = Ln/Vn+1 xn + VaYa–Laxa / Vn+1

Keterangan:

1. Garis operasi itu melalui titik ( xa,ya ) dan ( xb,Yb ), dan jika laju aliran konstan, kemiringannya adalah ( L/V )

2. Fase V adalah zat cair yang bergerak dari satu tahap ke tahap berikutnya menurut arah berlawanan dengan arah aliran zat padat, sambil melarutkan zat terlarut pada waktu berpindah dari tahap N ke tahap 1

3. Fase L adalah zat padat yang mengalir dari tahap 1 ke tahap N. Zat padat ampas keluar dari tahap N, dan larutan pekat keluar dari tahap 1

(48)

22

III.

METODOLOGI

A. Alat dan Bahan

1. Bahan

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian adalah dedak yang diperoleh dari tempat penggilingan padi di desa Darmaga, kabupaten Bogor.

Bahan kimia yang dipergunakan antara lain adalah pelarut-pelarut organik untuk mengekstrak minyak yaitu n-Hexan, ethanol dan isopropil alkohol. Serta bahan-bahan kimia lain yang digunakan untuk analisa minyak dan lemak antara lain alkohol, kalium hidroksida, asam klorida, petroleum eter, natrium hidroksida, pereaksi Hanus, kloroform, kalium iodida, natrium tiosulfat, asam asetat glasial, indikator phenolpthalein dan larutan amilum.

2. Alat

Peralatan yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain adalah soxhlet apparatus, labu ekstraksi, kondensor, hot plate, stirer magnetik, pompa vakum, corong buhner, kertas saring Whatman, termometer, labu takar dan alat-alat gelas lain yang diperlukan.

B. Metode Penelitian

1. Persiapan Bahan

Pada tahapan preparasi bahan ini bertujuan untuk menghilangkan kandungan air dalam dedak serta menginaktifkan enzim lipase yang terdapat dalam dedak segar yang baru diambil.

Cara Inaktivasi Enzim:

Dipanaskan dalam oven pada suhu 100oC selama satu hari hingga berat sampel konstan

Dedak

(49)

23 2. Proses Ekstraksi

Penelitian lanjutan dilakukan proses ekstraksi dedak yang bertujuan untuk mendapatkan kondisi optimum proses ekstraksinya dengan variabel peubah adalah:

1. Perbandingan ( ratio ) antara pelarut dan dedak 2. Lama proses ekstraksi

Variabel tetapnya adalah suhu ( titik didih pelarut ). 3. Tata Cara Proses Ekstraksi Dedak

dedak

Ditimbang sebanyak 50-100 gram

Dioven pada suhu 100oC selama satu jam atau sampai berat konstan

[image:49.595.193.499.464.696.2]

Penyiapan untuk ekstraksi dedak

Gambar 4. Diagram alir preparasi bahan dedak sebelum ekstraksi

dedak

ekstraksi dengan pelarut heksan

Evaporasi pelarut menggunakan rotary evaporator pelarut

Dioven selama 1 jam pada suhu 110oC sisa heksan

Didinginkan dalam desikator dan ditimbang.

Analisa Sifat Fisiko-kimia Minyak dedak

(50)

24 4. Perlakuan

Perlakuan yang diterapkan pada penelitian ini adalah:

a. Nisbah bahan baku dedak dengan volume pelarut ( 1 : 4; 1 : 6; 1: 8 )

b. Lama ekstraksi yaitu 3 jam, 4 jam , 5 jam .

5. Analisa

- Analisa rendemen ( yield )

- Analisa terhadap sifat físico - kimia minyak dedak

1. Warna minyak

2. bobot jenis

3. Kadar asam lemak bebas

4. bilangan penyabunan

5. bilangan iod

6. bilangan peroksida

7. analisis terhadap komposisi asam lemak yang terdapat dalam minyak dedak dengan kromatografi gas.

6. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap terdiri dari dua perlakuan, dengan masing-masing perlakuan dengan tiga taraf. Perlakuan yang diterapkan pada penelitian ini adalah:

a. Perlakuan nisbah robot bahan baku dedal dengan volume pelarut yaitu 1 : 4 (A1), 1 : 6 (A2), dan 1: 8 (A3).

(51)

25 Percobaan ini dilakukan dengan ulangan sebanyak dua kali.

Ykl = µ + + Ak + Bl + (AB)kl + + εkl

Keterangan:

Yijkl = Angka pengamatan untuk perlakuan A ke K, dan B ke l,

µ = Pengaruh rata-rata sebenarnya

Ak = Pengaruh perlakuan A ke k ( k = 1,2,3 )

Bl = Pengaruh perlakuan B ke l ( l = 1,2,3 )

(AB)kl = Pengaruh interaksi perlakuan A ke k dengan B ke l εkl = Pengaruh galat percobaan

7. Pengamatan

a. Warna minyak /Kejernihan minyak

Prinsip;

Kejernihan diukur dengan menggunakan Spectronic-20. Mula-mula dilakukan kalibrasi alat dengan menggunakan air, selanjutnya dicari kisaran panjang gelombang dengan menggunakan sampel yang diperkirakan memiliki kepekatan paling tinggi. Panjang gelombang yang dipilih adalah yang dapat menyebabkan nilai transmiten antara 20 – 80 persen. Selanjutnya dilakukan pengukuran kejernihan untuk keseluruhan sampel, dengan panjang gelombang yang telah ditentukan.

b. Bobot jenis (SP-SMP-17-1975)

Prinsip :

(52)

26 Prosedur :

Piknometer dicuci dan dibersihkan dengan alkohol, kemudian dibilas dengan eter. Setelah kering ditimbang dahulu dengan neraca digital, lalu air suling diisikan ke dalam piknometer sampai melebihi tanda tera dan ditutup. Bagian luar piknometer dikeringkan dari air yang menempel. Piknometer didiamkan beberapa saat kemudian ditimbang kembali. Dengan cara yang sama dilakukan terhadap minyak. Berat air suling atau minyak adalah selisih berat piknometer berisi minyak atau air suling dengan berat piknometer kosong.

Perhitungan :

Bobot jenis (toC) = Bobot minyak dedak (g) = d Bobot air suling (g) Bobot jenis (25oC) = d + 0.00085 (t – 25oC)

Keterangan :

t = suhu pengerjaan

d = bobot jenis minyak pada pengukuran (t oC) 0.00085 = faktor koreksi bobot jenis untuk minyak

dedak untuk perubahan setiap 1°C

c. Kadar Asam Lemak Bebas

Prinsip :

Bilangan asam adalah ukuran dari jumlah asam lemak bebas, serta dihitung berdasarkan berat molekul dari asam lemak atau campuran asam lemak.

Prosedur :

Minyak atau lemak yang akan diuji ditimbang sebanyak 10-20 gram di dalam erlenmeer 200 ml, ditambahkan 50 ml alkohol netral 95%, kemudian dipanaskan selama 10 menit dalam penanggas air sambil diaduk. Setelah didinginkan dititrasi dengan KOH 0.1N dengan indikator pp, sampai larutan tepat berwarna pink.

Perhitungan :

(53)

27 Keterangan :

M = Bobot molekuk asam lemak ( 282 untuk asam oleat ) A = Jumlah ml KOH untuk titrasi

N = Normalitas larutan KOH G = Bobot contoh (gram)

d. Bilangan Penyabunan

Prinsip :

Menurut Jacob (1951), trigliserida ( minyak ) dapat bereaksi dengan alkali menghasilkan sabun dan gliserol. Reaksi ini dikenal dengan reaksi penyabunan, dimana dibutuhkan tiga molekul alkali untuk setiap molekul trigliserida. Jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan satu gram minyak disebut bilangan penyabunan.

Prosedur :

Minyak yang akan diuji ditimbang sebanyak empat gram dalam erlenmeyer 200 ml, kemudian ditambahkan 50 ml KOH 0.5N beralkohol dan dididihkan di bawah pendingin balik sampai semua contoh minyak tersabunkan dengan sempurna. Pemanasan dilakukan sampai diperoleh larutan yang bebas dari butir-butir lemak, setelah itu larutan didinginkan dan bagian dalam pendingin balik dibilas dengan sedikit air. Ke dalam larutan ini ditambahkan satu ml latrutan indikator pp, kemudian dititrasi dengan HCl 0.5N sampai warna merah jambu larutan menghilang. Titrasi juga dilakukan terhadap larutan tanpa contoh minyak ( blanko ).

Perhitungan :

Bilangan penyabunan = ( A – B ) x 56.1 x T / G Keterangan :

A = Jumlah ml HCl 0.5N untuk titrasi blanko B = Jumlah ml HCl 0.5N untuk titrasi contoh G = bobot contoh minyak (Gram)

(54)

28

e. Bilangan iod

Prinsip :

Menurut Jacobs ( 1968 ) bilangan iod merupakan ukuran ketidak jenuhan atau banyaknya ikatan rangkap pada asam lemak yang menyusun gliserida. Nilai bilangan iod yang semakin tinggi menunjukkan semakin tinggi pula jumlah ikatan rangkap yang berarti minyak tersebut mengandung asam lemak tak jenuh tinggi.

Prosedur :

Minyak yang akan diuji ditimbang sebanyak satu gram dalam erlenmeyer 250 ml yang bertutup, kemudian dilarutkan dengan 10ml kloroform, dan ditambahkan 2 ml pereaksi hanus. Reaksi dibiarkan selama satu jam di tempat yang gelap. Sebagian iodium akan dibebaskan dari larutan (larutan KI yang digunakan adalah KI 10% atau 10 ml larutan KI 15%). Iod yang dibebaskan dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0.1N dengan indikator larutan amilum. Titrasi untuk blanko dilakukan dengan cara yang sama.

Perhitungan :

Bilangan iod = ( B – S ) x N x 12.69 / G Keterangan :

B = Jumlah ml Na2S2O3 untuk titrasi blanko S = Jumlah ml Na2S2O3 untuk titrasi contoh N = Normalitas larutan Na2S2O3

G = Bobot contoh (gram)

f. Bilangan Peroksida

Prinsip :

(55)

29 proses oksidasi lebih lanjut sehingga menghasilkan senyawa yang lebih sederhana seperti aldehid, keton dan asam-asam lemak dengan berat molekul lebih rendah ( Bailey, 1963 ).

Prosedur :

Contoh minyak ditimbang sebanyak lima gram di dalam erlenmeyer, kemudian dimasukkan 30 ml campuran pelarut yang terdiri dari 60% asam asetat glasial dan 40% kloroform. Setelah minyak larut, ditambahkan 0.5 ml larutan KI jenuh sambil dikocok. Setelah dua menit sejak penambahan KI, ditambahkan 30 ml air. Kelebihan iod dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0.1 N. Titrasi pada blanko dilakukan dengan cara yang sama.

Perhitungan:

Bilangan Peroksida ( mmol/1000gram ) = 0.5 x A x N x 1000 / G Keterangan :

A = Jumlah ml Na2S2O3untuk titrasi blanko N = Normalitas larutan Na2S2O3

G = Berat contoh ( gram )

g. Analisis dengan metoda kromatografi gas (GC)

Analisis kromatografi gas dilakukan terhadap unit perlakuan yang terbaik berdasarkan hasil pengujian sifat fisikokimia. Analisis GC sifatnya mendukung hasil perlakuan yang terbaik dan untuk memberi tambahan data dan informasi mengenai minyak daun dedak yang dihasilkan dengan rektfikasi pada ketinggian dan jenis bahan kolom yang berbeda.

Kondisi Operasi Kromatografi Gas Minyak Dedak:

 Kondisi alat yang digunakan merk HP 6890 Series

 Kolom yang digunakan : HP FFAP

 Suhu injektor : 250oC

 Suhu detektor : 250oC

 Suhu kolom awal : 140oC 6 menit

(56)

30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN

1. Pengukuran Laju Ekstraksi Minyak Dedak

Pada tahapan penelitian ini akan diketahui laju ekstraksi dari minyak dedak serta akan didapatkan waktu yang paling optimum untuk mendapatkan jumlah kadar minyak tertinggi untuk setiap kondisi proses ekstraksi minyak dedak. Kondisi proses yang dilakukan dalam pengukuran laju ekstraksi minyak dedak ini adalah dari nisbah berat dedak yang digunakan dengan volume heksan yang digunakan untuk satu kali proses ekstraksi, dengan nisbah yang digunakan untuk pengukuran laju ekstraksi minyak dedak ini adalah 1 banding 4, 1 banding 6 dan 1 banding 8.

[image:56.595.248.423.463.697.2]

Metode yang digunakan dalam pengukuran laju ekstraksi minyak dedak ini adalah dengan menggunakan peralatan soxhlet apparatus yang dihubungkan dengan pendingin tegak serta labu leher tiga yang nantinya akan digunakan sebagai pengambilan sampel hasil ekstraksi dedak dengan pelarut. Soxhlet apparatus pada awalnya dirangkai dengan pendingin tegak dan labu leher tiga yang dipanaskan diatas pemanas.

(57)

31 Dengan berisikan dedak pada soxhlet apparatus dan heksan pada labu leher tiga, proses ekstraksi dimulai dengan pemanasan melalui pemanas yang memanaskan labu leher tiga yang berisikan heksan. Heksan yang menguap kemudian akan terkondensasikan kembali sehingga mengekstrak bahan baku dedak yang terdapat pada soxhlet apparatus. Gambar 7 menunjukkan soxhlet apparatus berisikan dedak yang diekstraksi dengan menggunakan heksan.

[image:57.595.247.423.435.671.2]

Lama ekstraksi dihitung mulai saat heksan yang telah terkondensasi melewati siklusnya yang pertama pada soxhlet sehingga heksan telah mengekstrak dedak untuk yang pertama kalinya. Setelah waktu ekstraksi dimulai kemudian diambil sampel yang berupa heksan dan minyak dedak yang telah terekstrak untuk kemudian dievaporasi untuk diketahui jumlah kadar minyak yang telah didapat. Tahapan tersebut kemudian dilakukan kembali berulang-ulang setiap 15 menit hingga waktu ekstraksi terselesaikan yaitu selama 5 jam. Jumlah kadar-kadar minyak yang telah didapat kemudian dibuat grafik hubungannya.

(58)

32 2. Laju Ekstraksi Minyak Dedak dengan nisbah ¼

Tahapan ekstraksi ini dilakukan dengan nisbah antara bobot dedak dengan volume heksan adalah 1 banding 4 dengan lama ektraksi 5 jam. Dalam lama ekstraksi 5 jam tersebut setiap 15 menit diambil sampel heksan yang telah bercampur dengan minyak dedak dari labu ekstraksi untuk diukur kadar minyak tiap 15 menitnya. Grafik hubungan antara besarnya kadar minyak dengan waktu ekstraksi pada nisbah 1 banding 4 akan diperlihatkan pada gambar 8.

Dari grafik dapat dilihat bahwa untuk mendapatkan jumlah minyak terekstrak tertinggi pada ekstraksi minyak dedak dengan nisbah bobot bahan dedak dengan volume pelarut heksan 1 banding 4 ternyata tidak harus dengan menyelesaikan lama ekstraksi 5 jam. Ternyata ekstraksi minyak dedak dengan nisbah 1 banding 4 telah dapat mengekstrak minyak

Gambar

Gambar1. Dedak dan penampang membujur biji gabah
Gambar 2. Struktur Butiran Padi
Tabel 1. Komposisi Kimia Dedak
Tabel 2. Komposisi Asam Lemak dalam Minyak Dedak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bagi peserta lelang yang berkeberatan atas penetapan pemenang pelelangan ini sesuai ketentuan dalam Perpres 54/ 2010, diberi kesempatan untuk mengajukan sanggahan

[r]

A previous study successfully isolated and charac- terized the bcfd1 gene that encoded dehalogenase enzyme from Bacillus cereus IndB1 obtained from the Indonesian Agriculture

[r]

Pembatasan ruang lingkup penelitian dilakukan untuk mempermudah pemecahan masalah yaitu bagaimana perilaku konsumen yang meliputi karakteristik konsumen yang terdiri

memberikan apa yang diinginkan oleh pembeli potensial tersebut, pembeli.. c) Daya tawar-menawar pemasok; untuk pemasok, sangat tergantung pada bahan baku dan sumber

Menimbang bahwa, berdasarkan fakta tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa rumah tangga Penggugat dengan Tergugat sudah tidak. harmonis, fakta mana menunjukkan

7. sekarang saya akan mengecek tanda tanda vital mbak yang meliputi suhu tubuh, nadi, tekanan darah, dan pernafasan mbak. permisi ya mbak. selanjutnya saya akan menjelaskan beberapa