• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelestarian Lingkungan di Ekowisata Kampung Cibeo

N/A
N/A
Ge W.

Academic year: 2024

Membagikan "Pelestarian Lingkungan di Ekowisata Kampung Cibeo"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

ENVIRONMENTAL PRESERVATION IN CIBEO KAMPUNG ECOTOURISM

Oleh:

MUHAMAD RIDHO MAULANA 20190430031

PROGRAM STUDI EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2023

(2)

ECOTOURISM SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Program Studi Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh :

MUHAMAD RIDHO MAULANA 20190430031

PROGRAM STUDI EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2023

(3)
(4)
(5)
(6)

kemudahan dalam urusannya”

(Q.S At – Talaq: 2 – 4)

“Dan tidak ada kesuksesan bagiku melainkan atas (pertolongan) Allah”

(Q.S Huud: 88)

"Tidak cukup kita sekadar punya target untuk diraih. Tetapi dibutuhkan tekad baja, mental pantang menyerah, dan terus fokus, fokus, dan fokus dalam

memperjuangkannya."

(Andrie Wongso)

v

(7)

pertolongannya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini hingga selesai. Sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarganya, serta sahabatnya dan kelak kita ummatnya akan mendapatkan safaatnya di yaumil akhir.

Dalam penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan dukungan berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar – besarnya kepada:

1. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Rosyid dan Ibunda Ipah Sopiah yang telah mendoakan serta memberikan segala dukungan, nasihat, dan kasih sayang yang tiada terhingga, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

2. Kakakku tersayang Teguh Permana dan Riza Permatasari, yang selalu menyemangati dan menghibur selama penyusunan penelitian ini dan selama menempuh pendidikan.

3. Kepada Dosen Pembimbing Prof. Dr. Endah Saptutyningsih, S.E., M.Si yang telah memberikan saran, nasihat, dan bimbingan dengan penuh kesabaran dan ketelitian hingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik.

4. Kepada sahabatku di tanah rantau yang sangat kusayangi dan kubanggakan. Muhammad Arbi Yudha, Dimas Putro Nugroho Muhammad Muamar Khadafi, Aditya Sheva, Pazri Nugraha, Farhan Ibnu Al Hanif, dan Ali Zaenal Abidin. Terimakasih telah membersamai dalam suka maupun duka selama menjalani pendidikan.

5. Teman – teman Ekonomi Angkatan 2019 UMY yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih atas bantuan dan kerjasamanya selama pendidikan.

vi

(8)

bagi wisatawan. Pelestarian lingkungan Baduy yang terdiri atas lingkungan alam dan sistem sosial budaya tergantung dari adanya gangguan internal dan eksternal.

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur besarnya willingness to pay wisatawan untuk melestarikan lingkungan Kampung Cibeo dan mengidentifikasi faktor- faktor mempengaruhi willingness to pay tersebut. Penelitian ini menggunakan 323 responden yang dilakukan dengan metode accidental sampling. Willingness to Pay dapat diperkirakan dengan menggunakan pendekatan Contingent Valuation Method (CVM). Alat analisis pada penelitian ini menggunakan regresi binary logistic. Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 98,5% responden bersedia membayar Rp8.000,00 untuk melestarikan lingkungan Kampung Cibeo.

Variabel usia, tingkat pendidikan, frekuensi berkunjung, dan tingkat kepuasan masing-masing berpengaruh signifikan terhadap Willingness to Pay (WTP) untuk melestarikan lingkungan Kampung Cibeo. Penelitian ini diharapkan dapat memberi rekomendasi bagi pengelola dan pemerintah daerah dalam meningkatkan kearifan lokal wilayahnya untuk mengembangkan sektor pariwisata.

Kata kunci : Willingness to Pay, kearifan lokal, Contingent Valuation Method, pelestarian lingkungan, wisatawan

vii

(9)

tourists. The preservation of the Baduy environment, which consists of the natural environment and socio-cultural systems, depends on internal and external disturbances. This study aims to measure the magnitude of tourists' willingness to pay to preserve the environment of village Cibeo and identify the factors influencing this willingness to pay. This study used 323 respondents which was carried out by accidental sampling method. Willingness to Pay can be estimated using the Contingent Valuation Method (CVM) approach. The analytical tool in this study uses binary logistic regression. The results of the research analysis show that as much as 98,5% of respondents are willing to pay IDR 8,000.00 to preserve the environment of Kampung Cibeo. The variables of age, education level, frequency of visits, and level of satisfaction each have a significant effect on the Willingness to Pay (WTP) to preserve the Cibeo Village environment. This research is expected to provide recommendations for managers and local governments in increasing the local wisdom of their area to develop the tourism sector.

Keywords: Willingness to Pay, local wisdom, Contingent Valuation Method, environmental preservation, tourists

viii

(10)

“ANALISIS WILLINGNESS TO PAY WISATAWAN DALAM UPAYA PELESTARIAN LINGKUNGAN DI EKOWISATA KAMPUNG CIBEO”

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Dalam penulisan ini, penulis mengambil topik dengan harapan dapat memberikan masukan bagi pengelola dan masyarakat dalam upaya pelestarian lingkungan di ekowisata kampung Cibeo.

Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis menyadari bahwa penulisan penelitian ini banyak mengalami kendala dan masih jauh dari sempurna. Namun, berkat pertolongan dari Allah SWT dan bimbingan dari semua pihak seluruh kendala dapat teratasi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih sebesar – besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Endah Saptutyningsih, S.E., M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, masukan dan bimbingan selama proses penyusunan skripsi ini.

2. Seluruh dosen Prodi Ilmu Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat kepada penulis. Semoga Allah senantiasa melindungi mereka dalam kebaikan.

3. Seluruh staf dan karyawan program studi Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memfasilitasi kelancaran dalam proses penyusunan skripsi ini.

4. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Rosyid dan Ibunda Ipah Sopiah yang telah mendoakan serta memberikan segala dukungan, nasihat, dan kasih sayang yang tiada terhingga, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

ix

(11)
(12)

HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING...ii

HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI...iii

PERNYATAAN...iv

MOTTO...v

HALAMAN PERSEMBAHAN...vi

INTISARI...vii

ABSTRACT...viii

KATA PENGANTAR...ix

DAFTAR ISI...xi

DAFTAR TABEL...xiv

DAFTAR GAMBAR...xv

BAB I PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang Penelitian...1

B. Rumusan Masalah Penelitian...7

C. Tujuan Penlitian...8

D. Manfaat Penelitian...9

BAB II TINJUAN PUSTAKA...10

A. Landasan Teori...10

1. Nilai Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan...10

2. Teori Barang Publik...11

3. Teori Ekowisata...14

4. Pelestarian Lingkungan...15

5. Willingness To Pay (WTP)...17

6. Contingent Valuation Methods (CVM)...19

B. Penelitian Terdahulu...22

C. Hipotesis...28

D. Kerangka Penelitian...29

BAB III METODE PENELITIAN...32

xi

(13)

E. Definisi Operasional Penelitian...34

F. Metode Analisis Data...36

1. Analisis Contingent Valuation Method...36

2. Analisis Statistik Deskriptif...37

3. Uji Asumsi Regresi Logistik...38

4. Uji Kelayakan Model (Goodness of Fit Test)...39

5. Uji Taraf Nyata...40

6. Uji Keseluruhan Model Secara Simultan Dengan Uji G...40

7. Uji Koefisien R2...40

8. Penafsiran Koefisien...41

9. Uji Ketepatan Klasifikasi...41

BAB IV GAMBARAN UMUM...42

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian...42

B. Karakteristik Responden Penelitian...44

1. Karakteristik responden berdasarkan usia...44

2. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin...45

3. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan...46

4. Karakteristik responden berdasarkan pendapatan...47

5. Karakteristik kesediaan responden berdasarkan WTP...47

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...49

A. Deskriptif Statistik...49

B. Hasil Uji Regresi Logistik...50

1. Uji Ketepatan Klasifikasi...51

2. Uji Hosmer dan Lemeshow...52

3. Uji Determinasi R2...52

4. Uji Signifikansi...53

BAB VI KESIMPULAN...63

A. Simpulan...63

B. Keterbatasan...64

xii

(14)

xiii

(15)

Tabel 4. 3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan...45

Tabel 4. 4 Karakteristik Responden Berdasarkan pendapatan...46

Tabel 4. 5 Karakteristik Kesediaan Responden berdasarkan WTP...47

Tabel 5. 1 Deskriptif Statistik...48

Tabel 5. 2 Hasil Uji Ketepatan Klasifikasi...50

Tabel 5. 3 Uji Hosmer dan Lemeshow...51

Tabel 5. 4 Hasil Uji Nagelkerke Square...51

Tabel 5. 5 Hasil Uji Simultan...52

Tabel 5. 6 Hasil Signifikansi dan Koefisien Regresi...53

xiv

(16)

xv

(17)

A. Latar Belakang Penelitian

Pada masing-masing daerah diberikan kewenangan serta kebebasan dalam menentukan arah pembangunan ekonominya pada tiap daerah, hal tersebut terdapat pada UU No. 23 Tahun 2014 mengenai otonomi daerah. Pada akhirnya dibutuhkan keahlian yang dimiliki daerah pada penggalian serta melaukan pengambangan terhadap potensi yang terdapat di suatu daerah untuk sumber aktivitas perekonomian. Diharapkan pada pertumbuhan sebuah wilayah penentuan bidang basis serta unggulan bisa memiliki peran untuk penggerak utama, dikarenakan masing masing perubahan yang terjadi pada bidang basis dapat memunculkan efek ganda di perekonomian daerah (Uar dan Madubun, 2021).

Pada hal meningkatkan perekonomian daerah dan peningkatan pembangunan di bidang lain dengan bertahap, bidang pariwisata mempunyai peran penting didalamnya (Kapang et al, 2019). Kepariwisataan ialah sebuah komponen utama dalam peningkatan pendapatan daerah yang disebabkan oleh kesuksesan pengembangan bidang wisata. Namun demikian, disamping menguntungkan dari segi sektor ekonomi, perkembangan wisata dapat menimbulkan perubahan lingkungan terutama yang disebabkan oleh pembangunan dan perilaku wisatawan (Darmawan dan Fadjarajani, 2016).

Keadaan lingkungan alam sekitar dipengaruhi oleh jumlah pengunjung pada sebuah kawasan wisata yang mengalami peningkatan

1

(18)

(Prasetyo dan Saptutyningsih, 2013). Semakin banyak jumlah pengunjung maka akan mengancam kondisi kebersihan dan kelestarian lingkungan. Pada umumnya semakin banyak jumlah pengunjung, akan semakin banyak juga sampah yang di timbulkan. Padatnya jumlah pengunjung juga akan berpengaruh pada faasilitas-fasilitas yang belum memadai untuk menampung banyaknya wisatawan yang berkunjung. Kesadaran wisatawan terhadap lingkungan tempat wisata dapat menjaga pelestarian lingkungan wisata tersebut. Begitupun sebaliknya, ketidaksadaran tersebut dapat mengakibatkan ketidakpedulian terhadap pelestarian lingkungan (Tarsan et al, 2021).

Diharapkan kawasan wisata alam tetap terjaga kebersihan lingkungannya oleh perbuatan wisatawan yang melakukan kunjungan ke tempat wisata tersebut (Darmawan dan Fadjarajani, 2016). Diharapkan pada menjaga kelestarian lingkungan para pengunjung tempat wisata ikut berpartisipasi, dengan tidak membuang sampat sembarangan dan tidak merusak alam sekitar dengan mematuhi peraturan yang ada di wisata tersebut (Medida dan Purnomo, 2021). Tidak hanya wisatawan, tetapi masyarakat hendaknya turut menjaga pelestarian lingkungan tersebut.

Selanjutnya dalam Qs al-A’raf ayat 56:

َنْيِنِس ْحُمْلا َنّم ٌبْيِرَق ِ ااا َتَمْحَر ّنِا ۗۗاًعَمَطّو اًفْوَخ ُهْوُعْداَو اَهِح َلْصِا َدْعَب ِضْرَ ْلا ىِف اْوُدِسْفُت َلَو ٥٦

Artinya :

Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.

(19)

Terjadinya kerusakan lingkungan merupakan kelalaian manusia dalam mengolah sumber daya alamnya. Sejalan dengan ayat Al-Qur’an diatas maka para wisatawan seharusnya turut serta menjaga dan melestarikan lingkungan.

berbagai cara dapat wisatawan lakukan dalam menjaga pelestarian lingkungan yaitu membuang sampah pada tempatnya, mengikuti aturan di tempat wisata dan Willingness to Pay.

Willingness to pay ialah sebuah cara yang memiliki tujuan dalam melakukan penentuan apabila seseorang ingin melakukan perlindungan terhadap lingkungan dengan sepenuhnya, di tingkatan berapa wisatawan bisa melakukan pembayaran biaya kelestarian lingkungan (Prasetyo, 2013). Tujuan dari diadakannya kegiatan ini yaitu untuk mengundang wisatawan agar menikmati alam serta ikut serta melakukan pelestarian lingkungan. Kepuasan maksimal yang didapat merupakan pengganti dari kerelaan wisatawan menggantikan biaya jasa kelestarian dengan willingness to pay (Medida dan Purnomo, 2021).

Penelitian Adamu et al (2015) dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa usia, jenis kelamin, pendapatan dan tingkat pendidikan merupakan faktor penentu yang signifikan dari kesediaan pengunjung untuk membayar.

Penelitian lain yang sejalan adalah penelitian yang dilakukan oleh Acevedoa et al (2018) yang mengungkapkan bahwa lebih dari 70% menyatakan WTP positif untuk mempertahankan jasa ekosistem pantai (BES) di luar tujuan pariwisata. WTP di pantai tidak bergantung pada variabel ekonomi seperti

(20)

pendapatan atau Pekerjaan, sedangkan variabel yang terkait dengan persepsi memiliki dampak yang menentukan.

Zang dan Yi (2020) melakukan penelitian dengan hasil 75,2%

wisatawan bersedia memberikan kompensasi ekologis dan kesediaan rata-rata untuk membayar adalah 3,99 yuan per orang, faktor utama yang mempengaruhi kesediaan untuk membayar adalah jenis kelamin, tingkat pendapatan, kepuasan wisatawan, dan kognisi wisatawan tentang perlindungan ekologis. Selain membayar kompensasi, wisatawan bersedia berpartisipasi dalam publisitas perlindungan lingkungan dan membersihkan lingkungan area pemandangan sebagai lingkungan relawan

Saptutyningsih dan Selviana (2017) mengungkapkan hasil penelitian yaitu kesediaan membayar pengunjung di situs ekowisata dengan rata-rata sekitar Rp6.800,00. Hasil dari analisis variabel pendapatan dan pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap willingness to pay penggunjung.

Sedangkan variabel lainya tidak berpengaruh signifikan.

Salah satu provinsi di Indonesia dengan objek wisata yang menarik terdapat di Provinsi Banten, Provinsi ini merupakan provinsi paling barat di Pulau Jawa Banyak tempat wisata yang ada di Provinsi Banten berupa wisata budaya, wisata alam, sampai wisata regili yang menjadikan provinsi ini menjadi terkenal. Salah satu wisata yang terkenal dari Provinsi Banten adalah wisata Kampung Cibeo. Kampung Cibeo terletak di Desa Kanekes, Kabupaten Lebak, Banten, sekitar 40 Km dari Rangkasbitung (Dinas Pariwisata Provinsi Banten, 2022).

(21)

Suku Baduy merupakan suku pedalaman yang terdapat di Provinsi Banten. Kehidupan suku Baduy terisolir dari dunia luar, kehidupan yang dijalani di suku Baduy yaitu menyatu dengan alam serta sangat sederhana.

Sehingga daya tarik wisata yang ada di daerah ini mengambil dari budaya yang ditawarkan dari kampung baduy serta alam yang masih sangat alami (Dinas Pariwisata Provinsi Banten, 2022). Wisata Kampung Cibeo merupakan salah satu wisata alam sekaligus wisata budaya di suku baduy, banyaknya pengujung dari tahun ke tahun semakin menarik minat para wisatawan untuk berkunjung ke Kampung Cibeo. Adapun jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kampung Cibeo tahun 2017-2022 sebagai berikut :

Gambar 1. 1 Jumlah Wisatawan di Kampung Cibeo Sumber: databoks, 2022

Pada tahun 2019 wisatawan yang berkunjung ke Kampung Cibeo berjumlah 42.174 yang berupa wisatawan lokal dan 54 berupa wisatawan luar negeri. Pada saat pertama kejadian pandemi yaitu tahun 2020 jumlah

(22)

wisatawan yang berkunjung ke Kampung Cibeo sejumlah 20.319 berupa wisatawan lokal serta 8 berupa wisatawan luar negeri yang dimana jumlah tersebut masih lumayan tinggai. Pada sepanjang tahun 2021 jumlah wisatawan mengalami penyusutan sejumlah 6.274 dimana semua informasi tersebut berdasarkan dari Sistem Informasi Data Kunjungan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lebak (Pahlevi, 2022).

Kepala adat suku Baduy pernah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo pada bulan Juli 2020, yang dimana pada surat tersebut berisi permohonan pengahapusan wilayah dari peta destinasi wisata Indonesia.

Kehadiran wisatawan dianggap menimbulkan dampak negatif, seperti foto wilayah Baduy yang tersebar di sosial media dan masalah sampah, yang dimana hal tersebut dilarang dalam kebudayaan setempat dan menjadikan permohonan ini muncul (Pahlevi, 2022).Kearifan lokal Kampung Cibeo yang dihuni oleh Suku Baduy menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Dalam masyarakat Baduy nilai-nilai kearifan lokal berdampingan dengan nilai harmoni, estetika, dan keseimbangan. Secara sadar atau tidak sadar, masyarakat Baduy berkontribusi besar pada pelestarian lingkungan dengan mengikuti, melaksanakan, dan meyakini nilai-nilai leluhur yang telah diwariskan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pelestarian lingkungan Baduy, terdiri dari sistem sosial budaya dan lingkungan alamnya. Faktor tersebut baik internal (dari dalam) maupun eksternal (dari luar). Faktor internal yang mengganggu pelestarian lingkungan Baduy termasuk pertumbuhan penduduk

(23)

yang relatif pesat. Penduduk Baduy meningkat sekitar 3,7% setiap tahun (Mutaqin, 2021). Sumber daya alam semakin dibutuhkan karena pertumbuhan penduduk yang cepat. Namun, akan ada penurunan kualitas yang terus menerus karena sumber daya alam seperti lahan pertanian relatif tetap..

Selain gangguan faktor internal, terdapat gangguan faktor eksternal seperti ancaman terhadap kelestarian hutan. Ancaman tersebut datang dari penduduk di luar Baduy, salah satunya dari pengunjung. Anggreswari (2018) mengungkapkan untuk menjaga kelestarian lingkungan dalam pengelolaan objek wisata, Tri Hita Karana harus diterapkan dalam unsur-unsur alam semesta. Ini berarti menjaga kawasan objek wisata tetap bersih dengan melibatkan pelaku wisata dan staf yang bertanggung jawab. Selain itu, partisipasi masyarakat juga penting. Menurut Frasawi (2018), partisipasi masyarakat dalam pengembangan objek wisata dapat terjadi jika tiga faktor—

kesadaran, kemampuan, dan kesempatan terpenuhi.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, menarik minat peneliti untuk lebih lanjut melakukan penelitian dengan judul Analisis Willingness to Pay Wisatawan Dalam Upaya Pelestarian Lingkungan Di Ekowisata Kampung Cibeo.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dipaparkan diatas, maka dapat dirumuskan rumusan masalah penelitian sebagai berikut :

1. Berapa besar nilai willingness to pay pengunjung untuk pelestarian lingkungan wisata Kampung Cibeo?

(24)

2. Apakah usia berpengaruh terhadap willingness to pay wisatawan dalam upaya pelestarian lingkungan di ekowisata kampung Cibeo?

3. Apakah pendidikan berpengaruh terhadap willingness to pay wisatawan dalam upaya pelestarian lingkungan di ekowisata kampung Cibeo?

4. Apakah pendapatan berpengaruh terhadap willingness to pay wisatawan dalam upaya pelestarian lingkungan di ekowisata kampung Cibeo?

5. Apakah asal pengunjung berpengaruh terhadap willingness to pay wisatawan dalam upaya pelestarian lingkungan di ekowisata kampung Cibeo?

6. Apakah sikap ekowisata berpengaruh terhadap willingness to pay wisatawan dalam upaya pelestarian lingkungan di ekowisata kampung Cibeo?

7. Apakah frekuensi kunjungan berpengaruh terhadap willingness to pay wisatawan dalam upaya pelestarian lingkungan di ekowisata kampung Cibeo?

8. Apakah tingkat kepuasan berpengaruh terhadap willingness to pay wisatawan dalam upaya pelestarian lingkungan di ekowisata kampung Cibeo?

C. Tujuan Penlitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian sebagai berikut :

1. Mengukur besarnya nilai willingness to pay pengunjung untuk pelestarian lingkungan wisata Kampung Cibeo

(25)

2. Menganalisis pengaruh usia terhadap willingness to pay wisatawan dalam upaya pelestarian lingkungan di ekowisata kampung Cibeo

3. Menganalisis pengaruh pendidikan terhadap willingness to pay wisatawan dalam upaya pelestarian lingkungan di ekowisata kampung Cibeo

4. Menganalisis pengaruh pendapatan terhadap willingness to pay wisatawan dalam upaya pelestarian lingkungan di ekowisata kampung Cibeo

5. Menganalisis pengaruh asal pengunjung terhadap willingness to pay wisatawan dalam upaya pelestarian lingkungan di ekowisata kampung Cibeo

6. Menganalisis pengaruh frekuensi kunjungan terhadap willingness to pay wisatawan dalam upaya pelestarian lingkungan di ekowisata kampung Cibeo

7. Menganalisis pengaruh sikap ekowisata terhadap willingness to pay wisatawan dalam upaya pelestarian lingkungan di ekowisata kampung Cibeo

8. Menganalisis pengaruh tingkat kepuasan terhadap willingness to pay wisatawan dalam upaya pelestarian lingkungan di ekowisata kampung Cibeo.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai pengembangan ilmu pengetahuan mengenai ilmu ekonomi tentang strategi dalam

(26)

meningkatkan willingness to pay terhadap pelestarian lingkungan pada objek wisata.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pengelola tempat wisata memikirkan bagaimana mengelola wisata di masa depan. Mereka juga dapat menentukan harga tiket Wisata Kampung Cibeo. Selain itu, penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber referensi untuk proyek penelitian selanjutnya dalam melaksanakan pengembangan penelitian.

(27)

A. Landasan Teori

1. Nilai Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan

Menurut Suparyana et al (2022) mengungkapkan sumber daya adalah hal-hal yang dianggap memiliki nilai ekonomi. Sumber daya itu sendiri memiliki dua aspek yaitu aspek teknis yang menentukan bagaimana penggunaannya, dan aspek kelembagaan yang menetapkan siapa yang bertanggung jawab atas sumber daya tersebut dan bagaimana teknologi digunakan. Karena pasar diyakini ada (berbasis pasar), transaksi untuk komoditas dan jasa ini dapat terjadi, nilai ekonomi dari produk dan jasa yang dihasilkan, seperti ikan, kayu, air, dan bahkan polusi, dapat diperkirakan.

Selain menghasilkan barang dan jasa yang dapat dikonsumsi secara langsung dan tidak langsung, sumber daya alam juga dapat menghasilkan manfaat lingkungan lain, seperti kenyamanan, keindahan, dan sebagainya.

(Suparyana et al, 2022). Manfaat tersebut bisa dikatakan sebagai manfaat ekologis yang dimana jumlahnya tidak diketahui. Nilai tersebut bukan nilai pasar barang yang diciptakan dari sebuah sumber daya akan tetapi juga nilai jasa lingkungan yang dimunculkan oleh sumber daya tersebut.

Hasibuan (2014) nilai ekonomi secara umum didefinisikan sebagai upaya untuk memberikan nilai terhadap barang dan jasa yang dibuat oleh sumber daya alam dan lingkungan, baik yang memiliki atau tidak nilai pasar.

Selain itu, kebijakan harus mempertimbangkan nilai ekonomi dari sumber daya

11

(28)

alam dan lingkungan, baik nilai guna maupun nilai fungsionalnya. untuk memastikan alokasi dan penggunaan yang tepat (Fitri, 2018).

Nilai ekonomi merupakan upaya untuk memberikan nilai kuantitatif terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam dan lingkungan, baik atas dasar nilai pasar (market value) maupun nilai non-pasar (non market value). Nilai ekonomi sumber daya merupakan suatu alat ekonomi (economic tool) yang menggunakan teknik penilaian tertentu untuk mengestimasi nilai uang dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam dan lingkungan. Dengan demikian, nilai ekonomi dapat dijadikan alat yang penting dalam meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penggunaan dan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan (Fitri, 2018).

2. Teori Barang Publik

Pihak swasta atau pemerintah dapat menyediakan barang publik (Putra, 2021). Jalan raya, pertahanan nasional, dan barang publik lainnya yang disediakan oleh pemerintah sementara jasa penerbangan, kereta api, dan lainnya adalah barang swasta yang disediakan oleh pemerintah dan perusahaan swasta.(Idris, 2018), barang swasta tidak sepenuhnya dimiliki oleh pihak swasta sebaliknya, pihak swasta hanya mempekerjakan karyawan untuk proyek pembuatan produk tersebut. Pemerintah juga adil dalam memberikan dana atau anggaran untuk produk tersebut. Berikut ini adalah teori barang publik para ahli ekonomi :

(29)

a. Teori Pigou

Dalam teori Pigou, penyediaan barang publik yang dibiayai oleh pajak yang dipungut dari masyarakat. Menurut Pigou, barang publik seharusnya disediakan hingga tingkat kepuasan individu dengan barang publik setara dengan tingkat ketidakpuasan akan pajak yang dikenakan untuk membiayai program yang dirancang pemerintah untuk menyediakan barang publik.

Karena pemerintah terus menaikkan pajak untuk mendanai pembangunan barang-barang publik tersebut, maka semakin banyak anggaran yang dibutuhkan pemerintah akan mengakibatkan disustilitas marjinal, yang dapat menurunkan kurva kepuasan marjinal. Sementara itu, publik tidak menyukai topik perpajakan. Pemerintah diantisipasi dapat memotong uang yang dialokasikan untuk penciptaan barang publik yang pada akhirnya akan mencapai tingkat kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. Pigou mengklaim bahwa kelemahan barang publik adalah pengukuran kebahagiaan atau ketidakpuasan seseorang dengan manfaat publik menggunakan teknik kuantitatif yang bersifat ordinal.

b. Teori Bowen

Hipotesis yang didasarkan pada biaya barang publik itu sendiri adalah teori Bowen. Bowen berpendapat bahwa penetapan harga barang privat atau teori harga mendasari konsep barang publik. Ketika komoditas publik tersedia, tidak ada pengecualian yang mencegah setiap orang untuk memanfaatkannya karena itu adalah hal-hal yang pengecualiannya tidak dapat diidentifikasi. Kelemahan dalam teori Bowen adalah bahwa

(30)

permintaan dan penawaran adalah konstan, membuat orang tidak mungkin mengekspresikan preferensi mereka terhadap barang publik tersebut.

Dengan demikian, kurva penawaran dan permintaan bersifat hipotetis.

c. Teori Lindahl

Teori ini hampi memiliki kesamaan dengan teori Bowen, perbedaannya terdapat di pembayaran konsumen yaitu berupa presentase dari kesluruhan biaya mengenai terdapatnya barang publik. Pada teori ini kelemahannya yaitu mengulas yang memiliki kaitan dengan barang publik dengan tidak menimpa penyediaan barang yang diperoleh dari bidang swasta.

d. Teori Samuelson

Teori pengeluaran pemerintah dengan barang sektor swasta disempurnakan oleh teori Samuelson. Tercapainya masyarakat yang sejahtera tidak terhambat oleh tersedianya barang publik. Pada teori ini kelemahannya berupa konsumen bisa mengungkapkan kesukaannya terhadap barang publik yang merupakan landasan tentang biaya guna menciptakan barang publik serta barang tersebut memiliki kebersamaan dipakai oleh konsumen dengan ukuran yang sama, sifat terbatas dimiliki oleh barang publik, masalah utama yang terjadi yaitu cara pemungutan biaya yang dilakukan pemerintah dari para konsumen barang publik.

e. Teori Anggaran

Teori anggaran ini merupakan teori yang menjelaskan pengalokasian barang publik berdasarkan anggaran yang telah ditetapkan atau teori

(31)

pembelian barang publik. Pendekatan anggaran ini didasarkan pada gagasan bahwa barang publik harus dikonsumsi dengan harga yang sama.

3. Teori Ekowisata

Jazila dan Azis (2019) mengemukakan bahwa salah satu usaha yang bisa dilaksanakan guna pelestarian lingkungan dan menjadikan wisatawan bisa cinta terhadap lingkungan disebut dengan ekowisata. Pendefinisian ekowisata secara konseptual sebagai sebuah kerangka pengembangan pariwisata secara kontinu dengan tujuannya berupa memberikan dukungan terhadap usaha-usaha pelestarian lingkungan serta memberikan peningkatan terhadap partisipasi masyarakat pada pengelolaan, yang nantinya masyarakat bisa merasakan manfaat ekonomi yang timbul.

Berdasarkan Fahlevi (2018), selanjutnya disebutkan ada tiga perspektif ekowisata yaitu :

a. Ekowisata sebagai produk yaitu semua atraksi yang berbasis pada sumber daya alam.

b. Ekowisata sebagai pasar yaitu perjalanan diarahkan pada upaya-upaya pelestarian lingkungan.

c. Ekowisata sebagai pendekatan pengembangan yaitu metode pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pariwisata secara ramah lingkungan.

Menurut Fahlevi (2018), banyak deskripsi dari ekowisata, yang semuanya memiliki prinsip terhadap pariwisata yang aktivitasnya mengarah ke 5 elemen penting, antara lain sebagai berikut:

(32)

a. Wisatawan bisa memperoleh pendidikan serta pengalaman, yang nantinya bisa menjadikan apresiasi serta pemahaman kepada daerah tujuan wisata yang dikunjungi semakin meningkat,

b. Dampak negatif yang menyebabkan kerusakan pada karakteristik lingkungan serta kebudayaan di daerah bisa diperkecil.

c. Pada pelaksanaan serta pengelolaannya masyarakat diikutsertakan.

d. Menghasilkan keuntungan ekonomi untuk masyarakat lokal, terutama. Oleh karena itu, kegiatan ekowisata harus bersifat menguntungkan.

e. Mampu bertahan dan berjalan terus menerus.

Berdasarkan komponen ekowisata, ada beberapa aplikasi ekowisata, antara lain untuk pemberdayaan masyarakat, pertumbuhan ekonomi, dan inisiatif konservasi. Wisata alam dapat menjadi salah satu daya tarik wisata karena ekowisata tumbuh di kawasan hutan yang belum mengenal kejenuhan komersial. Oleh karena itu, agar ekowisata berhasil melestarikan kelestarian dan pemanfaatannya, pengembangan ekowisata harus mengacu pada prinsip- prinsip ekowisata. (Fahlevi, 2018)

4. Pelestarian Lingkungan

Definisi lingkungan secara umum yaitu kondisi sekitar yang memberikan pengaruh terhadap perkembangan serta tingkah laku mahluk hidup dengan langsung atau tidak langsung (Mahdayeni, 2019). Lingkungan berarti kesatuan ruang dengan semua benda, daya keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya (Rusdina, 2015).

(33)

Lingkungan merupakan kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan (Darmawan dan Fadjarajani, 2016).

Tujuan preservasi adalah untuk melindungi dari perubahan dan efek merugikan yang ditimbulkan oleh suatu aktivitas. Oleh karena itu, pelestarian lingkungan hidup adalah upaya menjaga lingkungan hidup untuk menahan tekanan perubahan dan pengaruh buruk yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan serta menjaga stabilitas lingkungan agar tetap dapat mendukung kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan. (Jazila dan Azis, 2019).

Lingkungan alam dan lingkungan buatan, dikategorikan menjadi dua kategori oleh Priastomo et al (2021), adalah sebagai berikut:

a. Lingkungan alami, terbentuknya lingkungan ini yaitu murni karena proses alamiah. Didalamnya terdapat bermacam ekosistem serta sumber alam dan komponen didalamnya, yang berwujud biologis, non biologis, serta fisik.

Terbentuknya lingkungan alami yaitu secara dinamis yang disebabkan terdapatnya variasi mahluk hidup serta organisme yang yang tingkatannya tinggi. Lingkungan darat serta lingkungan laut merupakan dua jenis ekositem yang terdapat di pembentukan lingkungan alami.

b. Lingkungan buatan adalah lingkungan yang terbentuk dikarenakan campur tangan oleh manusia. Lingkungan ini sengaja dibuat oleh manusia dengan dukungan teknologi yang mereka miliki, baik itu teknologi yang sederhana ataupun modern untuk membentuk lingkungan baru untuk di tempati. Ciri-

(34)

ciri dari lingkungan hidup buatan salah satunya adalah bentuknya yang hanya satu jenis saja alias kurang beranekaragaman dan kebanyakan dibuat untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Mekanisme interaksi lingkungan dengan keberadaan manusia dapat berubah (Darmawan dan Fadjarajani, 2016). Perubahan lingkungan berdampak pada banyak aspek kehidupan manusia, dan juga dapat mengganggu keseimbangan ekosistem karena beberapa komponennya tidak lagi berfungsi seperti dulu (Hermawan, 2015).

5. Willingness To Pay (WTP)

Sulitnya memberikan nilai bagi barang serta jasa yang berasal dari sumber daya alam serta lingkungan merupakan penyebab munculnya willingness to pay, dengan mengamati bahwasannya definisi nilai yang memiliki hubungan dengan barang serta jasa yang berasal dari sumber daya alam lingkungan yang bervariasi apabila diamati dari berbagai macam disiplin ilmu (Fitri, 2018). Pemberian harga di barang serta jasa lingkungan merupakan salah satu tolak ukur yang bisa dijadikan tanggapan bersama dari macam- macam disiplin ilmu (Nofrizal, 2021).

Pemberian harga tersebut dapat dikatakan nilai ekonomi sumber daya alam. Secara umum, nilai ekonomi didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang bersedia mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan jasa lainnya (Suryani, 2016). Secara formal, konsep tersebut disebut kesediaan membayar seseorang atau willingness to pay terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam dan

(35)

lingkungan (Rosminiati et al (2019). Pada hal ini barang serta jasa yang berasal dari sumber daya alam serta lingkungan bisa diterjemahkan ke dalam bahasa ekonomi dengan melakukan pengukuran nilai moneter dari barang dan jasa lingkungan.

Fauzi (2021) mengemukakan bahwa willingness to pay ialah jumlah nilai maksimum uang yang rela untuk dibayarkan kepada seseorang, yang menjadikan seseorang tersebut indeferen antara opsi pilihan membayar guna terjadinya sebuah perubahan atau melakukan penolakan terhadap perubahan itu lalu uangnya dibelanjakan ke keperluan lain. Manfaat dari sebuah perbaikan sumber daya alam serta lingkungan. Menilai jasa-jasa lingkungan pada dasarnya dinilai berdasarkan willingness to pay (WTP) dan willingnes to accept (WTA) (Amrina et al, 2020).

Arti lain dari willingness to pay yaitu seberapa besar memiliki kemauan dalam melakukan pembayaran guna memberi perbaikan terhadap lingkungan yang mengalami kerusakan, sedangkan arti lain dari WTA ialah berapa jumlah orang memiliki kemauan dalam melakukan pembayaran guna memberi pencegahan terhadap lingkungan yang rusak dengan tersedianya kualitas lingkungan yang mengalami kemunduran (Amrina et al, 2020).

Kesediaan membayar atau kesediaan menerima merefleksikan preferensi individu, kesediaan membayar dan kesediaan menerima adalah parameter dalam penilaian ekonomi (Fitri, 2018).

Prasetyo dan Saptutyningsih (2013) mengemukakan bahwasannya willingness to pay ialah sebuah pendekatan yang memiliki tujuan guna

(36)

mengetahui di tingkatan berapa seseorang bisa melakukan pembayaran perbaikan lingkungan supaya lingkungan yang baik bisa diperoleh. willingness to pay akan mengalami perbedaan jika hendak dikorbankan pada masing- masing individu. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan perbedaan preferensi semacam pendapatan, pendidikan, jenis kelamin, kebutuhan mengenai barang serta jasa lingkungan khusus serta beberapa faktor lain.

6. Contingent Valuation Methods (CVM)

Menurut Hasibuan (2014), bahwasanya valuasi pada aspek perekonomian memberikan penjelasan mengenai permasalahan nilai lingkungan. Kemudian valuasi ekonomi tersebut bertujuan menghasilkan pertambahan nilai ekonomis atas penggunaan sumber daya oleh masyarakat terkait dan telah disejalankan dengan nilai yang masyarakat tersebut anut.

Kementrian Lingkungan Hidup (2012) telah menyampaikan mengenai metode valuasi ekonomi secara konseptual dimana nilai ekonomi kerusakan lingkungan dan nilai ekonomi total ditetapkan melalui pendekatan harga pasar ataupun harga non pasar.

Produktivitas digunakan dalam pendekatan harga pasar. Demikian pula dengan modal manusia (human capital) maupun nilai hilang (foregone earning) serta biaya kesempatan (opportunity cost) juga bisa dipergunakan untuk melakukan pendekatan haraga pasar. Sedangkan untuk pendekatan non pasar bisa dilakukan dengan metode biaya perjalanan (travel cost), nilai hedonis (hedonic pricing), kesediaan melakukan ganti rugi dan kesediaan dalam melakukan pembayaran (contingent valuation) maupun benefit transfer.

(37)

Dari sudut pandang Qowi dan Arianti (2021), Contingent Valuation Method (CVM) adalah pendekatan dengan cara melakukan survei yang tujuannya adalah menyatakan masyarakat mengenai nilai ataupun harga yang telah ditetapkan pada suatu komoditi yang ada pada lingkungannya. Disini peran Contingent Valuation Method CVM sebagai valuasi ekonomi lingkungan berfungsi sebagai penentu nilai ekonomi terhadap sumber daya yang ada serta lingkungan (Erfrissadona et al, 2020). Nilai ekonomis tersebut dimaksudkan untuk mengukur total maksimum yang kemudian digunakan agar diperoleh jasa maupun barang dengan tujuan mendapatkan jasa dan barang yang lain.

Dalam pelaksanaan , metode CVM dibagi ke dalam dua yakni Pertama, penggunaan pendekatan eksperimental dengan cara melakukan pensimulasian. Kedua, melalui pendekatan survei (Purwadi dan Maury, 2018).

Menanyai langung para pengunjung mengenai nilai dan manfaat yang didapat dari sumber daya lingkungan bisa juga dilakukan sebagai pendekatan CVM (Fitri, 2018). Tujuan dari Contingent Valuation Method tersebut yaitu mencari tahu mengenai tingkatan maksimal dari willingness to pay yaitu melalui pemanfaatan dari informasi barang maupun jasa terhadap para individu yang akan menerima manfaatnya.

Cara memperoleh nilai sumberdaya alam yaitu dengan menanyai para pembayar atas kesanggupannya melakukan pembayaran ataupun willingness to pay dimana hal tersebut dapat diwakil melalui pemberian uang. Bahtera dan Herizal (2022) menjelaskan bahwasanya dalam menetukan nilai penawaran

(38)

willingness to pay melalui pendekatan Contingent Valuation Method bisa menggunakan metode berikut ini:

a. Bidding game yaitu sebuah metode yang digunakan dalam menentukan nilai penawaran yang dilakukan melalui menentukan terlebih dahulu nilai tawarannya yang awalnya bernilai kecil sampai mencapai nilai willingness to pay paling maksimal yang sesuai pada kesedian membayar responden.

b. Closed ended question ialah sebuah metode dalam menentukan nilai penawaran melalui memberikan nilai tawaran tunggal pada responden dimana pada tataran ini tidak dibatasi hanya pada responden yang setuju akan tetapi juga termasuk pada responden yang tidak setuju (jawabannya ya atau tidak)

c. Open ended question, merupakan sebuah metode yang menggunakan pertanyaan terbuka pada tiap-tiap individu yang semuanya dianggap memiliki nilai maksimum willingness to pay tanpa memiliki nilai awal d. Payment card merupakan sebuah metode untuk menentukan nilai penawaran

dimana kisaran nilainya akan tertera di kartu khusus yang akan menjadi acuan jumlah yang akan dikeluarkan responden atas penggunaan pelayanan public.

e. Referendum, yakni sebuah metode dengan menggunakan sebuah alat pembayaran sesuai yang disarankan terhadap responden, terlepada dari kesetujuan responden ataupun tidak.

Beberapa tahap yang telah dijabarkan, digunakan sebagai upaya mengetahui estimasi nilai willingness to pay. Dari sejumlah pendekatan

(39)

tersebut akan diketahui perhitungan kemunduran atau kemajuan yang dialami oleh lingkungan (Suryani, 2017). Penjelasan lebih lanjut tersajikan di bawah ini:

a. Melakukan perhitungan atas biaya yang mau individu keluarkan sebagai alokasi dana untuk meminimalisir dampak negatif terhadap lingkungan akibat kegiatan pembangunan.

b. Melakukan perhitungan atas pengurangan nilai atas barang tertentu sebab dikarenakan penurunan kualitas lingkungan.

c. Melakukan perhitungan atas sejauh mana masyarakat bersediaan melakukan pembayaran untuk meminimalkan dampak negatif kepada lingkungan dengan tujuan menciptakan lingkungan ke arah jauh lebih baik.

B. Penelitian Terdahulu

Penelitian Saptutyningsih dan Selviana (2017) yang mengkaji mengenai Valuing Ecoturism Of a Recretional site in Ciamis Distric of West Java, Indonesia malalui metode Travel Cost Method (TCM) serta Contingent Valuation Method (CVM) dimana variabel independennya menggunakan frekuensi kunjungan, biaya perjalanan, pendidikan, jenis kelamin, umur dan pendapatan mendapatkan hasil yang menyatakan bahwasanya kesediaan membayar pengunjung atas kunjungannya kepada situs ekowisata rata-rata adalah Rp6.800,00. Sedangkan diketahui bahwasannya terdapat pengaruh positif signifikan atas variabel pendapatan dan pendidikan kepada willingness to pay penggunjungnya. Sementara tidak berpengaruh signifikan variabel variabel yang lain atas willingness to pay.

(40)

Jurnal penelitian Adamu et al (2015) yang berjudul Factors Determining Visitors’ Willingness to Pay for Conservation in Yankari Game Reserve, Bauchi, Nigeria. Penelitian ini menguji faktor-faktor yang menentukan kesediaan pengunjung lokal untuk membayar willingness to pay (WTP) untuk konservasi di Yankari game reserve, Bauchi, Nigeria. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia, jenis kelamin, pendapatan dan tingkat pendidikan dan merupakan faktor penentu yang signifikan dari kesediaan pengunjung untuk membayar.

Ntanos et al (2018) melakukan penelitian untuk menemukan faktor- faktor yang membentuk opini publik tentang sumber energi terbarukan dan menyelidiki kesediaan untuk membayar perluasan sumber energi terbarukan dalam bauran listrik. Analisis statistik mengungkapkan adanya hubungan antara keuntungan yang dirasakan RES dan kemauan untuk membayar energi terbarukan. Selanjutnya, dengan menggunakan model logit biner, kesediaan untuk membayar ditemukan positif terkait dengan pendidikan, subsidi energi, dan dukungan negara.

Penelitian yang dilakukan oleh Araújo et al (2022) dengan judul Willingness to Pay For Sustainable Destinations: A Structural Approach.

Penelitian ini mengusulkan dan menguji model kausal yang mencakup kesediaan wisatawan untuk membayar Willingness to Pay untuk keberlanjutan di tujuan wisata serta sikap keberlanjutan mereka sendiri, yaitu : keyakinan lingkungan, sikap ekowisata, dan perilaku konsumsi berkelanjutan. Hasilnya menunjukkan bahwa keyakinan lingkungan secara signifikan mempengaruhi

(41)

sikap Ekowisata dan perilaku konsumsi berkelanjutan, dan bahwa dua yang terakhir secara signifikan mempengaruhi willingness to pay. Namun, tidak ada pengaruh signifikan dari keyakinan lingkungan terhadap willingness to pay yang ditemukan. Temuan ini memberikan wawasan yang berguna bagi manajer tujuan yang bertujuan untuk lebih efektif melayani wisatawan yang berorientasi pada keberlanjutan. Penelitian masa depan harus berusaha untuk menilai peran penentu lain dari willingness to pay.

Jurnal penelitian Diswandi et al (2018) dengan judul Willingness to Pay of Tourists For Ecosystem Service Fund In Gili Matra Lombok. Penelitian ini menggali potensi pengembangan sistem yang dapat membuat sinergi antara industri pariwisata dan konservasi karang melalui program Payment for Ecosystem Services (PES). Dengan menggunakan metode penilaian kontinjensi, penelitian ini menemukan bahwa wisatawan di Gili Matra bersedia membayar untuk konservasi karang dengan jumlah Rp35.000. Studi ini menunjukkan bahwa sistem PES dapat dikembangkan di Gili Matra untuk mempromosikan industri pariwisata berkelanjutan.

Zhang dan Li (2020) meneliti kesediaan untuk membayar dan faktor- faktor yang mempengaruhi kompensasi ekologi turis. Hasilnya menunjukkan bahwa 75,2% wisatawan bersedia memberikan kompensasi ekologis, dan kesediaan rata-rata untuk membayar adalah 3,99 yuan / waktu orang, faktor utama yang mempengaruhi kesediaan untuk membayar adalah jenis kelamin, tingkat pendapatan, kepuasan wisatawan, dan kognisi wisatawan tentang perlindungan ekologis. Selain membayar kompensasi, wisatawan bersedia

(42)

berpartisipasi dalam publisitas perlindungan lingkungan dan membersihkan lingkungan area Pemandangan sebagai lingkungan relawan.

Penelitian yang dilakukan oleh Acevedo et al (2018) dengan judul Willingness to Pay For Beach Ecosystem Services: The Case Study of Three Colombian Beaches. Penelitian ini menjelaskan hasil dari studi willingness to pay menggunakan data dari 425 responden di tiga pantai di wilayah Karibia Kolombia. Dari responden dari tiga pantai, lebih dari 70% menyatakan Willingness to pay positif untuk mempertahankan jasa ekosistem pantai (BES) di luar tujuan pariwisata. Di dua pantai, jumlah pembayarannya adalah 3,40 us$/bulan, sedangkan di Pantai Ketiga jumlah pembayarannya adalah 6,80 us $ / bulan. Kualitas lingkungan pantai tampaknya menjadi aspek penting mengenai jumlah pembayaran. Disoroti bahwa willingness to pay di pantai tidak bergantung pada variabel ekonomi seperti pendapatan atau Pekerjaan, sedangkan variabel yang terkait dengan persepsi memiliki dampak yang menentukan. Willingness to pay untuk BES didefinisikan oleh kepentingan dalam isu-isu lingkungan dan kekhawatiran tentang hilangnya jasa ekosistem.

Sardana (2019) meneliti keanekaragaman hayati dengan hasil temuan pengunjung memperoleh manfaat positif dari pemulihan spesies pohon asli yang membentuk ekosistem mirip pohon yang lebat yang memberikan perlindungan bagi keanekaragaman hayati tidak hanya di perkebunan kopi tetapi juga di kawasan lindung yang berdampingan. Pengunjung bersedia membayar rata-rata 187 Rupee India (INR) untuk program restorasi. Total nilai estimasi untuk pemulihan spesies pohon asli adalah INR 47 juta per tahun.

(43)

Dengan demikian, ada ruang untuk mengumpulkan dan memobilisasi pendapatan wisatawan untuk program restorasi. Kami mengusulkan, dalam persetujuan dengan pemangku kepentingan lokal, mekanisme kelembagaan untuk menghasilkan dan mentransfer peningkatan pendapatan dari biaya tambahan kepada petani kopi untuk melaksanakan program yang diusulkan.

Penelitian yang dilakukan oleh Platania dan Rizzo (2018) dengan judul Kesediaan membayar kawasan lindung: Kasus Taman Etna. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kesediaan pengunjung untuk membayar willingness to pay (WTP) tiket masuk ke Taman Etna. Setelah beberapa refleksi tentang pentingnya kawasan lindung, hasil survei yang menganalisis kesan pengunjung dan pendapat mereka tentang kemungkinan pengenalan tiket akses ke Taman disajikan. Hasil temuan memberikan fakta yang berguna untuk mendukung pengambil keputusan terkait dengan pilihan dan nilai relatif suatu tiket.

Borzykowski et al (2017) melakukan penelitian dengan judul Efek Lingkup dalam Penilaian Kontinjensi: Apakah Statistik yang Diasumsikan Distribusi Materi willingness to pay. Penelitian ini menemukan bahwa rata-rata willingness to pay dan efek cakupan adalah peka terhadap asumsi distribusi statistik. Mengenai masuk akal, elastisitas lingkup memberikan hasil yang beragam dan juga bergantung pada asumsi distribusi statistik willingness to pay. Untuk studi CV ukuran sampel yang kecil, analisis metrik non-para, model spike, atau format terbuka dapat lebih cocok untuk mengungkapkan efek cakupan daripada analisis pilihan dikotomis parametrik klasik. Oleh karena itu,

(44)

peneliti merekomendasikan untuk menerapkan secara sistematis beberapa asumsi distribusi statistik willingness to pay untuk menguji efek ruang lingkup dan masuk akalnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Lu et al (2014) dengan judul Pengaruh Materialisme terhadap Sikap dan Perilaku Ekowisata. Penelitian ini mengkaji hubungan antara materialisme, sikap ekowisata, minat ekowisata, niat ekowisata dan kesediaan membayar premi ekowisata dengan memanfaatkan model yang dikembangkan berdasarkan literatur. Temuan menunjukkan bahwa nilai materialistis individu memiliki hubungan negatif dengan sikap ekowisata, minat ekowisata, niat ekowisata dan kemauan membayar premi untuk produk dan layanan ekowisata. Temuan juga menunjukkan bahwa sikap ekowisata individu akan secara positif mempengaruhi niat ekowisata, minat ekowisata, dan kemauan membayar premi untuk produk dan layanan ekowisata.

Berdasarkan penelitian terdahulu yang telah dipaparkan diatas, memiliki perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan. Adapun perbedaan tersebut yaitu pada obyek penelitian, obyek dalam penelitian ini yaitu objek wisata Kampung Cibeo dan variabel penelitian yang disajikan dalam tabel 2.1

Tabel 2. 1 Hubungan Antara Variabel Independen Terhadap Variabel Dependen dan Referensinya

N o

Variabel Hubungan Referensi

1 Usia -

Diswandi et al (2018), Acevedoa et al (2018), Adamu et al (2018), zhang dan li (2020), Sardana (2019), Borzykowski et al (2017), Ntanos et al (2018)

2 Pendidikan + Diswandi et al (2018),

(45)

N

o Variabel Hubungan Referensi

Acevedo et al (2018), Zhang dan Li 2020, Araújo, et al (2022), Sardana (2019), Adamu, et al (2018), Ntanos et al (2018), Saptutyningsih dan Selviana (2017)

3 Pendapatan +

Diswandi et al (2018), Adamu, et al (2018), Acevedo et al (2018), Zhang dan Li 2020, Araújo et al (2022), Sardana (2019), Ntanos et al (2018), Saptutyningsih dan Selviana (2017)

4 Asal pengunjung + Acevedo et al (2018)

5 Sikap Ekowisata + Araújo et al (2022), Lu et al (2014)

6 Frekuensi kunjungan +

Diswandi et al (2018), Borzykowski et al (2017), Saptutyningsih (2013)

7 Tingkat kepuasan

pengunjung + Zhang dan Li (2020)

C. Hipotesis

1. H1: Diduga variabel usia berpengaruh negatif terhadap willingness to pay dalam upaya pelestarian lingkungan di ekowisata Kampung Cibeo 2. H2: Diduga variabel pendidikan berpengaruh positif terhadap willingness to pay dalam upaya pelestarian lingkungan di ekowisata Kampung Cibeo

3. H3: Diduga variabel pendapatan berpengaruh positif terhadap willingness to pay dalam upaya pelestarian lingkungan di ekowisata Kampung Cibeo

(46)

4. H4: Diduga variabel asal pengunjung berpengaruh positif terhadap willingness to pay dalam upaya pelestarian lingkungan di ekowisata Kampung Cibeo

5. H5: Diduga variabel sikap ekowisata berpengaruh positif terhadap willingness to pay dalam upaya pelestarian lingkungan di ekowisata Kampung Cibeo

6. H6: Diduga variabel frekuensi kunjungan berpengaruh positif terhadap willingness to pay dalam upaya pelestarian lingkungan di ekowisata Kampung Cibeo

7. H7: Diduga variabel tingkat kepuasan pengunjung berpengaruh positif terhadap willingness to pay dalam upaya pelestarian lingkungan di ekowisata Kampung Cibeo

D. Kerangka Penelitian

Objek wisata Kampung Cibeo merupakan wisata alam sekaligus wisata budaya yang terletak di desa Kanekes, Kabupaten Lebak, Banten, sekitar 40Km dari Rangkasbitung. Kampung Cibeo merupakan kampung dimana aktivitas kehidupan didalamnya terbilang terisolir, kehidupan masyarakatnya dijalankan dengan sederhana dan senantiasa menyatu pada kehidupan alam bebas. Daya tarik dari Wisata Kampung Cibeo dikarenakan disana terdapat ciri khusus yang indah dan mampu tetap dikelola dengan tepat, sementara itu, para pengunjung akan mendapatkan wawasan baru mengenai budaya suku pedalaman yang masih menyatu dengan alam secara alami ditengah kehidupan

(47)

modern saat ini. Hal tersebutlah yang membentuk daya tarik para wisatawan pada wisata Kampung Cibeo dimana mau tidak mau para pihak yang memiliki tanggung jawab untuk mengelola harus berupaya melestarikannya.

Upaya pelestarian atau yang dikenal dengan usaha tetap melindungi lingkungan hidup atas berbagai perubahan yang menekannya dimana pasti menimbulkan akibat yang negative. Pelestarian juga bertujuan untuk memberikan penjagaan yang stabil terhadap lingkungan agar bisa dijadikan tempat tinggal tumbuhan, hewan, terutama manusia. Banyaknya wisatawan berwisata membuat lingkungan sekitar terganggu terutama karena pencemaran lingkungan oleh sampah. Perlunya pihak yang mengelola memberikan pengarahan pada pengunjung agar senantiasa melindungi keindahan dan ikut melestarikan alam objek wisata. Kesadaran yang kurang ditemukan pada para pengunjung terkait nilai jasa lingkungan yang dihasilkan oleh objek wisata tersebut. Pengunjung dituntut untuk bersedia membayar atas nilai jasa lingkungan yang sesuai sehingga tidak timbul kerusakan lingkungan wisata.

Adapun penganalisaan beberapa faktor yang memebrikan pengaruh pada nilai willingness to pay dioleh melalui analisis regresi linear berganda.

Diharapkan hasil penelitian dapat memberikan penjelasan ataupun informasi pada pihak yang mengelola objek wisata sebagai acua dalam menentukan kebijakan pelestarian lingkungan objek wisata Kampung Cibeo khususnya untuk menentukan harga tiket. Harga tiket tersebut haruslah sesuai pada nilai jasa lingkungan yang telah diberikan objek wisata sehingga tidak timbul kerusakan lingkungan objek wisata. Pelestarian lingkungan objek wisata

(48)

diharapkan selaras pada keinginan para pengunjung dimana akan mendatangkan kemanfaatan pada meningkatnya pengunjung. Adapun untuk kerangka penelitian adalah sebagai berikut ini:

Gambar 2. 1 Kerangka Penelitian Usia

{Diswandi et al (2018), Acevedoa et al (2018), Adamu et al (2018), zhang dan li (2020), Sardana (2019), Borzykowski et al (2017), Ntanos et al (2018)}

(-)

Pendidikan

{Diswandi et al (2018), Acevedo et al (2018), Zhang dan Li 2020, Araújo, et al (2022), Sardana (2019), Adamu, et al (2018), Ntanos et al (2018), Saptutyningsih dan Selviana (2017}

(+)

Pendapatan

{Diswandi et al (2018), Adamu, et al (2018), Acevedo et al (2018), Zhang dan Li 2020, Araújo et al (2022), Sardana (2019), Ntanos et al (2018), Saptutyningsih dan Selviana (2017)}

(+)

Willingness to pay

Asal Pengunjung

(+)

(Acevedo et al (2018)

Sikap Ekowisata

(+)

{Araújo et al (2022), Lu et al (2014)}

Frekuensi Kunjungan

{Diswandi et al (2018), Borzykowski et al (2017),

Saptutyningsih (2013)}

(+)

Tingkat Kepuasan

{Zhang dan Li (2020)}

(+)

(49)

A. Subjek Penelitian

Menurut Sugiyono (2019), objek penelitian merupakan segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.

Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah pelestarian lingkungan di objek wisata Kampung Cibeo terletak di Desa Kanekes, Kecamatan Lewidamar, Kabupaten Lebak, sekitar 40 km dari Rangkasbitung.

Waktu penelitian ini berlangsung dari bulan Desember 2022 - April 2023.

B. Jenis dan Sumber Data

Pada penelitian ini peneliti menggunakan data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono, 2019).

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan cara menyebarkan kuisioner yang berisi draft pertanyaan kepada responden penelitian secara langsung kepada objek penelitian. Penelitian kuantitatif merupakan metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, yang digunakan untuk meneliti pada suatu populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analasisi data bersifat kuantitatif/statistic, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2011).

33

(50)

C. Teknik Pengambilan Sampel

Sugiyono (2019) mengungkapkan, sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan penelitian tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya keterbatasan dana, tenaga dan waktu maka penelitian dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi tersebut. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan Teknik accidental sampling yang artinya penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja pasien yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data Sugiyono (2016).

Pengambilan sampel didasarkan pada jumlah pengunjung wisata Kampung Cibeo tahun 2021 yaitu sebanyak 6.274 pengunjung. Besarnya sampel peneitian didasarkan pada rumus Isaac dan Michael (Sugiyono, 2017) sebagai berikut:

s= λ2. N . P . Q d2(N−1)+λ2. P . Q

s= 3,481x6.274x0,5x0,5 0,052(6.274−1)+3,481x0,5x0,5 s=329, 851445

s=330 sampel (pembulatan) Keterangan:

λ2 : taraf kesalahan 5%

P = Q: 0,5

(51)

d : 0,05

N : Jumlah pengunjung tahun 2022 s : jumlah sampel

Pada perhitungan rumus di atas, maka dapat ditentukan jumlah sampel dalam pengumpulan data primer dilakukan terhadap 330 sampel wisatawan di Kampung Cibeo.

D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan angket atau kuesioner. Menurut Sugiyono (2019) angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.

E. Definisi Operasional Penelitian 1. Variable dependen

a. Willingness To Pay

Willingness to Pay (WTP) dapat diartikan Seberapa besar orang mau membayar untuk memperbaiki lingkungan yang rusak (kesediaan pengunjung untuk membayar). Nilai estimasi rata-rata willingness to pay (EWTP) ini digunakan untuk menentukan willingness to pay responden.

Nilai variabel dummy willingness to pay ialah 1 jika WTP = EWTP atau 0 jika WTP ≠ EWTP

2. Variable independent

(52)

1. Usia (us) adalah jangka waktu hidup responden yang diukur dalam tahun.

Variabel usia di ukur dalam rasio dengan satuan tahun.

2. Pendidikan (pddk) merupakan lamanya pendidikan yang ditempuh oleh responden. Variabel ini diukur sesuai dengan pendidikan yang telah ditempuh responden, dihitung dalam satuan tahun.

3. Pendapatan (pdpt) adalah gaji bulanan yang diterima responden sebagai imbalan atas kerja mereka. Penghasilan bagi pelajar/mahasiswa adalah uang saku bulanan mereka. Variabel pendapatan diukur dalam kategori sebagai berikut.

1= Rp400.000,00-Rp1.000.000,00 2= Rp1.000.001,00-Rp2.000.000,00 3=Rp2.000.001,00-Rp3.000.000,00 4= Rp3.000.001-Rp4.000.000,00 5= >Rp4.000.001,00

4. Asal pengunjung (ap) merupakan daerah asal atau tempat tinggal pengunjung yang memerlukan waktu dan jarak tempuh menuju objek wisata. Varibel ini akan di ukur dengan satuan kilometer (Km).

5. Sikap ekowisata (se) adalah kegiatan pariwisata yang dilakukan oleh pengunjung untuk menjaga kelestarian alam, sosial budaya dan ekonomi masyarakat. Sikap ekowisata diukur menggunakan dummy, yaitu:

1 = Melakukan 0 = Tidak melakukan

(53)

6. Frekuensi kunjungan (fk) yaitu frekuensi kunjungan ialah seberapa seringnya responden mendatangi atau sudah berapa kali mengunjungi objek wisata dalam waktu satu tahun terakhir.

7. Tingkat kepuasan (tk) merupakan tingkatan di mana seseorang merasa puas atau senang karena ekspektasi sesuai dengan realita yang dirasakan.

Tingkat kepuasan tersebut diukur menggunakan dummy, yaitu:

1 = puas 0 = tidak puas F. Metode Analisis Data

1. Analisis Contingent Valuation Method

Guna mengetahui nilai willingness to pay pada pengunjung terhadap pelestarian lingkungan wisata Kampung Cibeo bisa menggunakan analisis Contingent Valuation Method. Nilai willingness to pay wisatawan didapatkan setelah melakukan proses wawancara. Berikut merupakan langkah-langkah yang dilaksanakan guna menganalisis nilai willingness to pay:Analisis Contingent Valuation Method dilakukan untuk mengetahui nilai willingness to pay pengunjung terhadap pelestarian lingkungan wisata Kampung Cibeo.

Setelah tahap wawancara telah dilakukan maka diperoleh nilai willingness to pay pengunjung objek wisata tersebut. Langkah-langkah yang dilakukan untuk menganalisis nilai willingness to pay sebagai berikut:

a. Menghitung nilai rata-rata willingness to pay

Nilai rata-rata willingness to pay dihitung dengan memakai nilai rata-rata dari hasil penjumlahan nilai willingness to pay keseluruhan yang

(54)

kemudian dibagi jumlah respoden. Rumus perhitungan nilai rataan willingness to pay adalah sebagai berikut:

EWTP=WTP x Xi n Keterangan :

EWTP : Dugaan rataan WTP (Rp) Wi : Nilai WTP ke-i (Rp) N : Jumlah responden

Xi : Responden ke-I yang bersedia membayar (i=1,2,….,n) b. Menjumlahkan Data

Agar bisa mendapatkan nilai total willingness to pay maka bisa memakai nilai rata-rata willingness to pay yang dikonversikan dengan jumlah responden. Rumus untuk menghitung nilai tital willingness to pay adalah sebagai berikut:

TWTP = EWTPi x Ni

Keterangan:

TWTP : Total WTP (Rp)

EWTPi: Rataan Nilai WTP (Rp) Ni : Jumlah Responden 2. Analisis Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif digunakan untuk menjelaskan nilai rata- rata (mean), standar deviasi (standart deviation), nilai maksimum, dan nilai minimum dari suatu data. Nilai rata-rata (mean) digunakan untuk menjelaskan nilai rata-rata dari suatu sampel, standar deviasi digunakan untuk

(55)

menjelaskan nilai persebaran dari suatu sampel, nilai maksimum digunakan untuk menjelaskan nilai terbesar yang ada pada data penelitian, dan nilai minimum digunakan untuk menjelaskan nilai terkecil yang ada pada data penelitian.

3. Uji Asumsi Regresi Logistik

Regresi logistik adalah analisis regresi yang digunakan untuk menggambarkan hubungan antara variabel respon (dependent) dengan variabel prediktor (independent), variabel respon bersifat biner atau dikotomus. Variabel dikotomus adalah variabel yang hanya mempunyai dua kemungkinan nilai, misalnya sukses dan gagal. Untuk mempermudah, maka variabel respon diberi notasi Y dan variabel prediktor dinotasikan dengan X.

apabila Y menghasilkan dua kategori, misalnya “1” jika berhasil dan “0” jika gagal, maka variabel Y mengikuti distribusi Bernoulli (Hendayana, 2012).

Model WTP yang akan digunakan dalam penelitian dituliskan dalam fungsi logit yaitu:

log p

1−p = α + β1 us + β2 pddk + β3 pdpt + β4 ap + β5 se + β6 fk + β7 tk + e

Keterangan:

p = Kesediaan membayar pelestarian kualitas lingkungan (p = 1, jika responden bersedia membayar perbaikan pelestarian lingkungan p = 0, jika responden tidak bersedia membayar perbaiakn pelestarian lingkungan)

Gambar

Gambar 1. 1 Jumlah Wisatawan di Kampung Cibeo Sumber: databoks, 2022
Tabel 2. 1 Hubungan Antara Variabel Independen Terhadap Variabel Dependen dan Referensinya
Gambar 2. 1 Kerangka PenelitianUsia
Gambar 4. 1 Sistem Pemerintahan Suku Baduy
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Ekonomi Pelestarian Penyu sebagai Obyek Wisata Berbasis Jasa Lingkungan (Studi Kasus Turtle Conservation and

Untuk mengembangkan DAS Harian sebagai model pengelolaan ekowisata, maka selain didukung hasil analisis potensi daya tarik wisata, kondisi lingkungan,.

Sejalan dengan berkembangnya Ekowisata mangrove kampung tanjung kuras, yang menjadi potensi yang patut di perhitungkan adalah ketersediaan Penginapan (Homestay)

Pengembangan potensi SDA milik desa sebagai kampung wisata bahari dengan objek berupa ekowisata mangrove dan pemancingan. ikan (S1, S2, O1, O2)

Penting bagi kita sebagai manusia untuk tetap selalu melestarikan dan menjaga, agar air yang kita gunakan tetap terjaga kelestariannya dengan melakukan pengelolaan

Penilaian dapat dilakukan dengan objek penelitian berupa pelaku wisata, khususnya kelompok sadar wisata Nglanggeran selaku pengelola wisata Kawasan Ekowisata Gunung

Jelaskan hakikat pelestarian lingkungan hidup mulai dari; 1) definisi pelestarian lingkungan hidup; 2) ruang lingkup pelestarian lingkungan hidup; 3) faktor kerusakan lingkungan

PENENTUAN KRITERIA PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PELESTARIAN KAWASAN CAGAR BUDAYA BERDASARKAN PADA TINGKAT PERUBAHAN FISIK DAN LINGKUNGAN YANG TERJADI DI KAMPUNG PENELEH