PEMANFAATAN MIKRO ORGANISME LOKAL (MOL) DALAM LIMBAH KOL PADA PAKAN TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN
PANJANG BENIH IKAN LELE (Clarias sp) Aprilia Elita Bisma, Elfrida, Lisa Deswati
Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta E-mail : [email protected]
Abstract
This study aimed to determine the effect the use of Micro-Organisms Local (MOL) in the waste feed cabbage on the survival and growth of seed length catfish (Clarias sp). The research was conducted in the Laboratory of Integrated Fisheries and Marine Sciences Faculty of the University of Bung Hatta, Padang. The fish samples used the seed catfish (Clarias sp) 300 tail, the fish kept in aquariums with a size of 80 x 35 x 32 by 12 pieces. The food is given the test fish flour food form. Feeding the adlibitum and given 3 times a day. The method used this study is an experimental method using a completely randomized design with 3 treatments and 4 replications. A treatment (without the addition of Feeding Local Micro Organisms (MOL), treatment B (Micro-feeding organisms are added Local (MOL) 0.10 ml / 10g feed), treatment C (Feeding added Local Micro Organisms (MOL) 0 , 15 ml / 10 g feed), and treatment D (Micro-feeding organisms are added Local (MOL) 0.20 ml / 10g feed). Results showed that the addition of Local Micro Organisms (MOL) to feed the catfish seed viability (Clarias sp) show the highest results in the treatment of C (98.66%), followed by treatment B (96%), D (94.66%), and A (93.33%). while growth is highest in absolute term C treatment that is 3.9 cm with a feed supplemented Local Micro Organisms (MOL) doses of 0.15 ml/10g feed, while the lowest was on treatment A is 2.5 cm.
Key words : Waste of cabbage, Local Micro Organisms (MOL), Clarias sp.
Pendahuluan
Budidaya ikan air tawar yang mempunyai prospek masa depan yang cerah adalah budidaya ikan lele, karena ikan lele mempunyai kelebihan dan keunggulan yang khas, bila dibandingkan dengan budidaya ikan air tawar lainnya (Soetomo, 1987). Lebih lanjut Viven et al (1985) dalam Disnita (1995) menyatakan ikan lele mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan.
Ikan lele (Clarias sp) termasuk salah satu dari keenam komoditas lainnya seperti, rumput laut, ikan patin, ikan
bandeng, ikan nila, dan ikan kerapu yang akan dipacu pengembangan budidayanya dengan tujuan meningkatkan produksi budidaya pada beberapa tahun kedepan (Riyanto, dkk., 2010 dalam Yoel, dkk., 2011). Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan ekonomis penting di Indonesia (Sidthimunka dalam Wahid, 1972).
Mikro Organisme Lokal (MOL) adalah kehidupan jasad renik (mikro organisme) yang dihasilkan dari bahan yang ada di daerah setempat . Larutan Mikro Organisme Lokal (MOL) adalah larutan hasil fermentasi yang berbahan
dasar dari berbagai sumberdaya yang tersedia setempat. Larutan Mikro Oragnisme Lokal (MOL) mengandung unsur hara mikro dan makro dan juga mengandung bakteri yang berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang pertumbuhan, dan sebagai agens pengendali hama dan penyakit tanaman, sehingga Mikro Organimse Lokal (MOL) dapat digunakan baik sebagai pendekomposer, pupuk hayati, dan sebagai pestisida organik. Hadinata (2008) mengungkapkan Mikro Organisme Lokal (MOL) terdiri dari 3 jenis komponen yaitu : karbohidrat, glukosa, dan sumber bakteri.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis mikroorganisme probiotik yang ada dalam limbah kol dan mengetahui “Pemanfaatan Mikro Organisme Lokal (MOL) Dalam Limbah Kol Pada Pakan Terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Panjang Benih Ikan Lele (Clarias sp)”.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2013 di Laboratorium Terpadu Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Bunga Hatta, Padang, Sumatera Barat.
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah larutan Mikro Organisme Lokal (MOL) dalam limbah
kol. Ikan uji yang digunakan adalah benih ikan lele (Clarias sp) umur 14 hari sebanyak 25 ekor per akuarium, yang diperoleh dari hasil pemijahan buatan induk ikan lele yang ada di Laboratorium Terpadu Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Pakan yang digunakan adalah pakan komersial Charoen Pokphand (CP 9001) berbentuk tepung , larutan PK (Kalium Permanganat), air bersih (air sumur dan air ledeng).
Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan A = Pemberian pakan pada benih tanpa penambahan Mikro Organisme Lokal (MOL) (kontrol), Perlakuan B = Pemberian pakan pada benih dengan penambahan Mikro Organisme Lokal (MOL) 0,10 ml / 10g pakan, Perlakuan C = Pemberian pakan pada benih dengan penambahan Mikro Organisme Lokal (MOL) 0,15 ml /10g pakan, Perlakuan D = Pemberian pakan pada benih dengan penambahan Mikro Organisme Lokal (MOL) 0,20 ml / 10g pakan.
Peubah yang diukur adalah tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan panjang mutlak ikan uji. Analisis data
dengan menggunakan ANAVA kemudian data yang berpengaruh nyata akan dilanjutkan dengan uji lanjut wilayah Duncan’s.
Hasil dan Pembahasan
Identifikasi Bakteri Dalam Limbah Kol Hasil identifikasi bakteri yang terdapat dalam limbah kol adalah bakteri
Bacillus coagulans, Bacillus cereus dan Corynebacterium pseudodiphteriticum.
Bacillus coagulans merupakan bakteri yang sering terdapat pada probiotik atau produk-produk minuman untuk kesehatan (Naiola, 2008). Duc et al. (2004)
dalam Afiesh (2012) juga mengungkapkan
bahwa jenis Bacillus (B. cereus, B. clausii dan B. pumilus) termasuk dalam lima produk probiotik komersil terdiri dari spora bakteri yang telah dikarakterisasi dan berpotensi untuk kolonisasi, immunostimulasi, dan aktivitas antimikrobanya.
Selengkapnya Fardiaz (1992) dalam Setiawati, dkk (2013) menerangkan bahwa
Bacillus sp. merupakan salah satu jenis
bakteri yang diyakini mampu untuk meningkatkan daya cerna ikan dan bakteri ini mempunyai sifat dapat mengsekresikan enzim protease, lipase dan amilase yang dapat menguraikan protein menjadi asam amino, menguraikan lemak menjadi asam lemak, dan menguraikan disakarida atau polisakarida menjadi gula sederhana. Sedangkan species Corynebactrerium sp
merupakan flora normal pada kulit manusia dan juga ditemukan pada hewan yang berlendir dan pada tumbuhan.
Kelangsungan Hidup
Kelangsungan hidup adalah jumlah larva yang dapat bertahan hidup selama penelitian.
Tabel 1. Rata-rata kelangsungan hidup benih ikan lele (Clarias sp) selama penelitian Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) A 93,33 % B 96 % C 98,66 % D 94,66 %
Dari Tabel 1 dapat dilihat rata-rata kelangsungan hidup ikan uji tertinggi yaitu pada perlakuan C (98,66 %) dengan penambahan Mikro Organisme (MOL) berdosis 0,15 ml/ 10g pakan, diikuti oleh perlakuan B (96 %) dengan penambahan Mikro Organisme Lokal (MOL) berdosis 0,10 ml/10g pakan, perlakuan D (94,66 %) dengan penambahan Mikro Organisme Lokal (MOL) berdosis 0,20 ml/10g pakan, dan perlakuan A (93,33) tanpa penambahan Mikro Organisme Lokal (MOL) (kontrol).
Hasil uji statistik kelangsungan hidup menunjukkan tidak ada perbedaan antara perlakuan selama penelitian dimana F hitung 1,94 ˂ F tabel 4,07 berarti H0 diterima Hi ditolak.
Dari Gambar 1 terlihat kelangsungan hidup benih ikan lele mengalami masa kritis pada awal penelitian, pada perlakuan A kematian pada awal pengamatan dikarenakan tidak adanya bakteri yang membantu proses perombakan senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana di dalam saluran pencernaan. Hal ini menyebabkan adanya kematian ikan uji yang tidak mampu bertahan hidup. Sementara itu pada perlakuan B, C, dan D kematian pada awal pengamatan dikarenakan bakteri yang masuk ke dalam saluran pencernaan ikan belum bekerja maksimal, sehingga terjadi kematian pada ikan uji yang tidak dapat bertahan hidup.
Tingginya kelangsungan hidup pada perlakuan C disebabkan karena penambahan Mikro Organisme Lokal (MOL) ke pakan berada pada dosis yang optimal, sehingga bakteri yang masuk ke dalam saluran pencernaan terus memperbanyak dirinya dan mensekresikan enzim yang merombak senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana.
Jumlah bakteri yang masuk ke dalam saluran pencernaan ikan dan hidup di dalamnya meningkat sejalan dengan dosis probiotik yang diberikan. Selanjutnya bakteri tersebut dalam saluran pencernaan ikan mensekresikan enzim-enzim pencernaan seperti protease dan amilase. Enzim yang disekresikan ini jumlahnya meningkat sesuai dengan jumlah dosis probiotik yang diberikan yang pada gilirannya jumlah pakan yang dicerna juga meningkat. Peningkatan daya cerna bermakna pula pada semakin tingginya nutrien yang tersedia untuk diserap tubuh (Gatesoupe, 1999 dalam Mokoginta, dkk., 2004).
Rendahnya kelangsungan hidup pada perlakuan A selama penelitian terjadi karena pada perlakuan A pakan tidak ditambahkan Mikro Organisme Lokal (MOL), sehingga tidak ada enzim yang membantu perombakan senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana pada proses pencernaan dan penyerapan di dalam saluran penceranaan. 66 68 70 72 74 76 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 K e lan gsu n gan h id u p (e ko r) AB C D
Gambar 1. Pengamatan harian kelangsungan hidup benih lele (Clarias sp) selama penelitian.
Pertumbuhan Panjang Mutlak
Pertumbuhan panjang mutlak adalah panjang akhir dikurangi panjang awal. Data lengkap pengukuran panjang benih ikan uji yang diukur pada hari ke-1, ke-7 dan ke-14 selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-Rata Pertumbuhan Panjang Mutlak (cm) Benih ikan Lele (Clarias sp) Selama Penelitian Perlakuan Panjang Mutlak
(cm)
A 2,5
B 3,5
C 3,9
D 3,5
Rata-rata pertumbuhan panjang mutlak benih ikan lele (Clarias sp) selama penelitian tertinggi pada perlakuan C (3,9 cm) diikuti oleh perlakuan B (3,5 cm), perlakuan D (3,4 cm), dan perlakuan A (2,5 cm).
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pakan yang ditambah Mikro Organisme Lokal (MOL) dengan dosis yang berbeda memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap pertumbuhan panjang benih ikan lele (Clarias sp) dimana F hitung 25,075 > F tabel 4,07 berarti Hi diterima H0 ditolak.
Ikan akan tumbuh apabila nutrisi pakan yang dicerna dan diserap oleh tubuh ikan lebih besar dari jumlah yang diperlukan untuk memelihara tubuhnya
Dari Gambar 2 terlihat pertumbuhan panjang benih ikan lele (Clarias sp) terus meningkat sesuai dosis penambahan Mikro Organisme Lokal (MOL) yang diberikan. Hal ini disebabkan karena bakteri yang ditambahkan terus memperbanyak diri di dalam saluran pencernaan ikan uji, sehingga membantu proses perombakan senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana. Namun apabila dosis yang diberikan diatas dosis optimal maka akan menyebabkan persaingan substrat dan nutrisi
Lebih lengkap Fujaya (2004) menambahkan tidak semua makanan yang dimakan oleh ikan digunakan untuk pertumbuhan. Sebagian besar energi dari makanan digunakan untuk metabolisme basal (pemeliharaan), sisanya digunakan untuk aktivitas, pertumbuhan dan reproduksi.
Salah satu upaya untuk meningkatkan fungsi fisiologis ikan terutama kemampuan dalam mencerna
0 1 2 3 4 5 6 1 7 14 Per tu m b u h an p an jan g b e n ih (c m ) A B C D
Gambar 2. Pertumbuhan panjang benih ikan lele (Clarias sp) selama penelitian.
(Lovell, 1989 dalam Setiawati, dkk., 2013).
pakan, adalah dengan menambahkan probiotik dalam pakan dengan harapan probiotik tersebut dapat terbawa ke dalam saluran pencernaan (Mokoginta, dkk., 2004).
Peningkatan populasi mikroba dalam saluran pencernaan ikan meningkatkan aktivitas enzim pencernaan, yaitu enzim amilase dan protease di dalam saluran pencernaan ikan (Gatesoupe, 1999
dalam Setiawati, dkk., 2013).
Berdasarkan data yang diperoleh dari semua perlakuan, pertumbuhan panjang ikan pada perlakuan C (3,9 cm) lebih tinggi dibandingkan perlakuan yang lain, hal ini karena dosis penambahan Mikro Organisme Lokal (MOL) 0,15 ml/10g pakan sudah optimal sehingga dapat meningkatkan keberadaan jumlah bakteri yang masuk ke dalam saluran pencernaan dan hidup di dalamnya. Selanjutnya bakteri tersebut di dalam saluran pencernaan ikan akan mensekresikan enzim-enzim pencernaan seperti protease dan amilase (Irianto, 2003
dalam Setiawati, dkk., 2013).
Hasil penelitian Mokoginta, dkk. (2004) menyimpulkan bahwa probiotik
Bacillus sp. yang ditambahkan ke dalam
pakan dapat digunakan dalam memperbaiki konversi pakan dan meningkatkan laju pertumbuhan ikan patin. Kadar optimum probiotik dalam pakan untuk menghasilkan konversi pakan
dan pertumbuhan ikan yang terbaik adalah 15 ml/kg pakan.
Hal serupa juga dilakukan Jusadi (2004) dalam Setiawati, dkk. (2013) yang melakukan penelitian dengan penambahan probiotik Bacillus sp. pada pakan komersil yang diberikan terhadap ikan patin dengan dosis 15 ml/kg pakan dapat memberikan penambahan laju berat harian akhir sebesar 2,00 gr.
Pada perlakuan B pertumbuhan panjang mutlak adalah 3,5 cm dengan perlakuan penambahan Mikro Organisme Lokal (MOL) berdosis 0,10 ml/ 10g pakan menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan perlakuan C. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Setiawati, dkk. (2013) yang menunjukkan bahwa pemberian probiotik 10 ml/kg pakan cukup untuk mendukung efisiensi pakan dan meningkatkan retensi protein patin.
Hasil pengukuran pada perlakuan D (3,4 cm), rendahnya angka pertumbuhan panjang selama penelitian disebabkan karena tingginya dosis penambahan Mikro Organisme Lokal (MOL) 0,20 ml/10g pakan, sehingga terjadinya perkembangbiakan bakteri yang cepat di dalam saluran pencernaan yang menyebabkan banyaknya populasi bakteri yang saling bersaing untuk mendapatkan nutrisi untuk hidup dan perkembang biakanya.
Hal yang sama juga dialami oleh Gatesoupe (1999) dalam Mokoginta, dkk. (2004) yang mana penambahan probiotik pada dosis 25 ml/kg pakan menurunkan nilai retensi protein. Ini diduga akibat terlalu tingginya populasi bakteri sehingga menimbulkan persaingan sesama jenis bakteri (Bacillus) dalam pengambilan nutrisi atau subtrat yang pada akhirnya aktivitas bakteri di dalam saluran pencernaan ikan terhambat dan sekresi enzim pun menurun.
Perlakuan A pakan tanpa penambahan Mikro Organisme Lokal (MOL) /10g pakan menunjukkan hasil pertumbuhan mutlak 2,5 cm, rendahnya pertumbuhan panjang benih disebabkan karena tidak ada enzim yang merombak senyawa komplek menjadi senyawa sederhana pada proses pencernaan dan penyerapan di dalam saluran pencernaan, sehingga pertumbuhan benih berada pada angka yang terendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Kualitas Air
Effendi (1979) mengungkapkan bahwa pertumbuhan merupakan parameter penting, dimana laju pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi keturunan, umur dan ketahanan terhadap penyakit. Sedangkan faktor eksternal meliputi suhu perairan, oksigen terlarut,
ukuran ikan, padat tebar serta jumlah mutu pakan.
Dari hasil pengukuran suhu air media pemeliharaan benih ikan lele (Clarias sp) diperoleh data berkisar 27 – 28 °C. Sejalan dengan yang dikemukakan Soetomo (1987) bahwa suhu yang dikehendaki lele antara 24 - 30°C, sedangkan untuk pertumbuhan larva diperlukan suhu berkisar antara 26 - 30°C. Suhu diluar batas tersebut tentu akan mempengaruhi selera makan ikan lele. Sementara pada pengukuran konsentrasi oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) diperoleh konsentrasi 5,4 – 6 ppm.
Kandungan oksigen terlarut yang optimal adalah 5 ppm namun lebih baik jika 7 ppm, minimal untuk benih lele 2 ppm.
Nilai pH pada saat pemeliharaan benih masih berada pada kisaran nilai yang baik untuk kegiatan budidaya. pH yang cocok untuk semua jenis ikan berkisar 6,5 – 8 ppm (Sutamihardja, 1978
dalam Aska, 2012).
Pada pengukuran konsentrasi amoniak (NH3) air media pemeliharaan, diperoleh nilai konsentrasi amoniak tertinggi pada perlakuan D yaitu 0,022 ppm, hal ini disebabkan karena tingginya populasi bakteri yang menyebabkan penurunan kinerja bakteri probiotik yang ada di dalam saluran pencernaan untuk merombak senyawa kompleks menjadi
senyawa sederhana sehingga feses yang dikeluarkan benih lebih banyak dibandingkan perlakuan lainnya dan masih mengandung senyawa kompleks lebih tinggi, hal ini tentunya semakin meningkatkan kadar amoniak pada media air pemeliharaan.
Pada perlakuan A kadar amoniaknya 0,021 ppm, hal ini disebabkan karena tidak ada bakteri yang membantu perombakan senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana di dalam saluran pencernaan sehingga feses yang dikeluarkan masih mengandung senyawa kompleks dan lebih banyak, hal ini juga meningkatkan kadar amoniak media pemeliharaan.
Sementara rendahnya konsentrasi amoniak pada perlakuan C (0,008 ppm) dan perlakuan B (0,009 ppm) disebabkan karena bakteri probiotik yang ada di dalam saluran pencernaan bekerja maksimal sehingga feses yang dikeluarkan tidak sebanyak perlakuan D dan perlakuan A.
Secara keseluruhan dari parameter kualitas air media pemeliharaan masih dalam batas toleransi benih ikan uji. Hal ini yang mendukung benih ikan lele (Clarias sp) tetap bertahan hidup karena nilai amoniak tidak diikuti oleh nilai suhu dan pH yang tinggi, sebab apabila suhu dan pH tinggi maka amoniak akan beracun bagi benih ikan lele tersebut.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil identifikasi Mikro Organisme Lokal (MOL) dalam limbah kol adalah : bakteri Bacillus coagulans, Bacillus
cereus, dan Corynebacterium pseudodiphteriticum.
2. Penambahan Mikro Organisme Lokal (MOL) pada pakan terhadap kelangsungan hidup benih ikan lele (Clarias sp) menunjukkan hasil tertinggi pada perlakuan C (98,66%), kemudiaan diikuti perlakuan B (96%), D (94,66%), dan A (93,33%). Hal ini sama dengan hasil uji statistik yang menunjukkan tidak ada pengaruh terhadap kelangsungan hidup benih ikan lele (Clarias sp).
3. Hasil uji statistik menunjukkan penambahan Mikro Organisme Lokal (MOL) pada pakan berbeda sangat nyata terhadap pertumbuhan panjang ikan lele (Clarias sp). Dengan hasil pengukuran pertumbuhan panjang mutlak tertinggi terdapat pada perlakuan C yaitu 3,9 cm dengan perlakuan pakan yang ditambah Mikro Organisme Lokal (MOL) berdosis 0,15 ml/10g pakan, sedangkan terendah terdapat pada perlakuan A yaitu 2,5 cm.
Daftar Pustaka
Afiesh. 2012. Bakteri Bacillus. Dalam blog http://afiesh.blogspot.com. Di akses pada 13 Juli 2013. Disnita. 1995. Pengaruh Kedalaman Air
Terhadap Kelangsungan Hidup Post Larva Ikan Lele Hibrida.
Skripsi. Fakultas Perikanan, Universitas Bung Hatta. Padang. Effendie, M. I. 1979. Metode
Biologi Perikanan. Penerbit Dwi
Sri, Bogor.
Efendie, M.I. 1979. Metode Biologi
Perikanan. Penerbit Dwi Sri
Bogor.
Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan Dasar
Pengembangan Teknik Perikanan. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
Hadinata. 2008. Mengenal Mikro Organisme Lokal (MOL). Dalam
blog
http://theonewhd.blogspot.com. Diakses pada 10 Agustus 2012. Mokoginta, I. D, Jusadi dan E. Gandara.
2004. Pengaruh Penambahan
Probiotik Bacillus sp. Pada Pakan Komersil Terhadap Konversi Pakan dan Pertumbuhan Ikan Patin Pangasius hypophtalmus. Jurnal
Akuakultur Indonesia, 3(1): 15-18.
Naiola, E. 2008. Mikrobia Amilolitik pada
Nira dan Laru dari Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur. Jurnal
Biodiversitas, Volume 9, No. 3, Halaman: 165 – 168, ISSN: 1412-033X.
Setiawati, J.E., Tarsim, Adiputra, Y,T, Hudaibah, S. 2013. Pengaruh
Penambahan Probiotik Pada Pakan dengan Dosis Berbeda
Terhadap Pertumbuhan, Kelulushidupan, Efisiensi Pakan dan Retensi Protein Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus).
Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan, Volume I No2 Februari 2013, ISSN : 2302-3600.
Soetomo, M, H. A. 1987. Teknik
Budidaya Ikan Lele Dumbo.
Penerbit Sinar Baru. Bandung. Mokoginta, I. D, Jusadi dan E. Gandara.
2004. Pengaruh Penambahan
Probiotik Bacillus sp. Pada Pakan Komersil Terhadap Konversi Pakan dan Pertumbuhan Ikan Patin Pangasius hypophtalmus. Jurnal
Akuakultur Indonesia, 3(1): 15-18.
Yoel, Madinawati, Novalina. S. 2011.
Pemberian Pakan yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus). Media Litbang Sulteng IV (2). Hal 83-87.