• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI TOKSISITAS AIR LIMBAH LAUNDRY DENGAN IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UJI TOKSISITAS AIR LIMBAH LAUNDRY DENGAN IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS)."

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

UJI TOKSISITAS AIR LIMBAH LAUNDRY DENGAN IKAN NILA

(OREOCHROMIS NILOTICUS)

Oleh :

TARA MUGIROSANI

0552010007

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN“

JAWA TIMUR

(2)

SKRIPSI

UJI TOKSISITAS AIR LIMBAH LAUNDRY DENGAN IKAN NILA

(OREOCHROMIS NILOTICUS)

untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh

Gelar Sarjana Teknik (S-1)

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

Oleh :

TARA MUGIROSANI

0552010007

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN“

JAWA TIMUR

(3)

UJI TOKSISITAS AIR LIMBAH LAUNDRY DENGAN IKAN NILA

(OREOCHROMIS NILOTICUS)

Oleh :

TARA MUGIROSANI

0552010007

Telah dipertahankan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil & Perencanaan

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada hari : Jum’at Tanggal : 09 Desember 2011 Menyetujui,

Pembimbing Penguji I

Ir. Yayok Suryo P., MS Dr. Ir. Rudi Laksmono W., MS NIP : 19600601 198703 1 00 1 NIP : 19580812 198503 1 00 2

Penguji II

Okik Hendriyanto C., ST, MT NPT : 37507 99 0172 1 Mengetahui,

Ketua Program Studi Penguji III

Dr. Ir. Munawar Ali, MT Dr. Ir. Munawar Ali, MT NIP: 19600401 198803 1 00 1 NIP: 19600401 198803 1 001

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana (S1), tanggal : ………

Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

(4)

i

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur Alhamdulillaah saya panjatkan kehadirat Allah

SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga laporan skripsi

yang berjudul “UJI TOKSISITAS AIR LIMBAH LAUNDRY DENGAN IKAN

NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) “ dapat terselesaikan dengan baik.

Selama menyelesaikan skripsi ini, penyusun telah banyak memperoleh

bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini

penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ir. Naniek Ratni Juliardi A. R, Mkes, selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil

dan Perencanaan UPN “Veteran” Jawa Timur.

2. Dr. Ir Munawar Ali., MT, selaku Ketua Program Studi Teknik Lingkungan

UPN “Veteran” Jawa Timur.

3. Ir. Yayok Suryo P., MS, selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah

banyak memberikan masukan dan kesabarannya dalam membimbing saya

dalam menyelesaikan laporan skripsi ini.

4. Orang tua dan keluarga yang tak kenal lelah membantu baik secara moral

maupun material.

5. Mbak Juli W, ST, yang memberikan bantuan dan kemudahan selama

(5)

ii

Lingkungan yang secara tidak langsung telah membantu hingga

terselesainya penulisan skripsi ini.

Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan

skripsi ini, untuk itu saran dan kritik yang membangun akan penyusun terima.

Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih dan mohon maaf yang

sebesar-besarnya apabila di dalam laporan ini terdapat kata-kata yang kurang berkenan

atau kurang dipahami.

(6)

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

INTISARI...viii

ABSTRACT... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 2

1.3.Tujuan Penelitian ... 2

1.4.Manfaat Penelitian ... 2

1.5.Ruang Lingkup... 3

BAB II TINJ AUAN PUSTAKA 2.1. Laundry ... 4

2.2. Deterjen... 4

2.2.1. Karakteristik Deterjen ... 5

2.2.2. Dampak Limbah Laundry Terhadap lingkungan ... 7

2.3. Toksisitas ... 8

2.3.1. Toksikan ... 8

(7)

iv

2.5 Landasan Teori ... 12

2.5.1. Faktor Yang Mempengaruhi Toksisitas ...12

2.5.2. Uji Toksisitas ...13

2.5.3. Klasifikasi uji Toksisitas ...14

2.5.4. Metode Perhitungan LC50...16

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Bahan Penelitian ... 17

3.2. Peralatan Penelitian ... 17

3.3. Variabel ...18

3.4. Prosedur Penelitian ... 18

3.4.1 Analisa Pendahuluan. ... 18

3.4.2. Sistem Pemaparan ... 18

3.4.3. Aklimatisasi...19

3.4.4. Range finding Test...19

3.4.5. Acute toxicity Test...22

3.5. Analisis Data...23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisa Pendahuluan ...25

(8)

v

4.3. Uji Toksisitas ...27

4.3.1 Uji Pencarian Kisaran Konsentrasi ...27

4.3.2 Uji Toksisitas Akut ...31

4.3.3 Pengamatan Secara Visual Kondisi Ikan

Setelah Terkena Toksikan .... ... .... ... .... ... .... ... .... 34

4.4. Perhitungan LC 50.... ... .... ... .... ... .... ... ... .... ... ... .... 35

4.5. Pembahasan ... 38

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 41

5.2. Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN A

LAMPIRAN B

(9)

vi Tabel 4.1 Hasil Analisa Air Pengencer

Tabel 4.2 Hasil Analisa Limbah Laundry

Tabel 4.3 Hasil Analisa Tahap Aklimatisasi

Tabel 4.4 Hasil AnalisaKematian Ikan Nila pada Tahap Uji Toksisitas Akut

Tabel 4.5 Hasil Analisa pH, suhu dan DO pada Tahap Uji Toksisitas Akut

(10)

vii

DAF TAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gambar Ikan Nila

Gambar 3.1 Sketsa Proses Penelitian

Gambar 4.1 Hubungan antara Konsentrasi Toksikan (%) dengan Jumlah Kematian

Biota Uji (ekor) pada Kisaran 1

Gambar 4.2 Hubungan antara Konsentrasi Toksikan (%) dengan Jumlah Kematian

Biota Uji (ekor) pada Kisaran 2

Gambar 4.3 Hubungan antara Konsentrasi Toksikan (%) dengan Jumlah Kematian

Biota Uji (ekor) pada Kisaran 3

Gambar 4.4 Foto Kondisi Ikan Pada Waktu Belum Terkena Limbah

Gambar 4.5 Foto Kondisi Ikan Pada uji Toksisitas Akut Dengan Konsentrasi 5%

pada 96 jam

(11)

viii

Deterjen merupakan bahan pembersih yang semakin meningkat penggunaannya di masyarakat luas. Usaha laundry merupakan salah satu usaha penghasil limbah deterjen yang membuang sebagian besar limbahnya secara langsung ke saluran drainase atau sepanjang sungai yang ada, sehingga dapat menimbulkan dampak pada badan air penerima khususnya ikan yang hidup pada badan air tersebut yang menjadi tempat pembuangan deterjen.

Uji toksisitas ini dilakukan untuk menentukan tingkat toksisitas terhadap biota air yang hidup di badan air tempat pembuangan limbah laundry. Pada penelitian kali ini menggunakan biota uji ikan nila dengan panjang sekitar 3 – 4 cm.

Dalam uji toksisitas ini dilakukan 2 tahap yaitu Range Finding Test, pencarian kisaran diperoleh konsentrasi sebesar 0% sebagai kontrol; 1%; 2%; 3%; 4%; 5%. Tahap selanjutnya adalah Acute Toxicity Test, pada tahap ini akan didapatkan nilai LC50. Nilai LC50 diperoleh dengan menggunakan Metode

Kalkulasi Grafik.

Hasil dari penelitian didapatkan nilai LC50 sebesar 2,4 %, sedangkan

pengaruh terhadap fisik ikan yaitu kulit berwarna kuning serta sirip dan ekornya rapuh.

(12)

ix ABSTRACT

Detergents are cleaning agents increasing its use in the wider community. Laundry business is one of the businesses that dispose of waste detergent most of its waste directly into drainage channels or along the river, so that you can have an impact on receiving water bodies, expecially the fish that live in these water bodies that became dumpi detergent.

Toxicity test was conducted to determine the level of toxicity to water organisms that live in water bodies laundry waste disposal sites. In the present study using the test biota tilapia with a lenght of about 3 – 4 cm.

The toxicity test was conducted two phases Range Finding Test, the search range of concentrations obtained at 0% as control, 1%, 2%, 3%, 4%, 5%. The next stage is the Acute Toxicity Test, at this stage will get the LC50 value. LC50 values obtained using Graph Calculation Method.

The results of research obtained LC50 values of 2.4%, while the influence of physical fish skin is yellow and brittle fins and tail.

(13)

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Deterjen diperkenalkan pada masyrakat dengan menggunakan bahan kimia

pengaktif permukaan (surfaktan) Alkyl Benzene Sulfonat (ABS) sebagai

penghasil busa. Namun karena sifat ABS yang sulit diuraikan oleh

mikroorganisme, akhirnya digantikan dengan senyawa surfaktan Linier Alkyl

Sulfonat (LAS) yang lebih ramah lingkungan (Anonim 2010a).

Deterjen merupakan bahan pembersih yang semakin meningkat

penggunaannya di masyarakat luas, usaha laundry merupakan salah satu usaha

yang menghasilkan air limbah deterjen. Menurut Sugiharto (1987), air limbah

adalah kotoran yang berasal dari masyarakat, rumah tangga dan juga berasal dari

industri, air tanah, air permukaan serta buangan lainnya.

Penggunaan deterjen yang semakin meningkat ini, berdampak pada

naiknya tingkat pencemaran lingkungan perairan di sekitar pemukiman penduduk.

Pencemaran deterjen biasanya berasal dari hotel, rumah sakit, pencucian mobil

dan kegiatan domestik. Usaha laundry membuang sebagian besar limbahnya

secara langsung ke saluran drainase atau sepanjang sungai yang ada, tanpa

melakukan pengolahan limbah yang dihasilkan (Margiastuti, 2005) sehingga dapat

menimbulkan dampak pada badan air penerima, khusunya ikan yang hidup pada

(14)

2

Untuk mengetahui sampai seberapa besar kemampuan badan air dalam

menerima deterjen atau toksisitas tersebut, maka perlu dilakukan suatu uji awal

yang dikenal dengan uji toksisitas. Uji toksisitas digunakan unuk menentukan

tingkat toksisitas limbah deterjen. Dalam penelitian ini ditinjau efek toksik

terhadap suatu species ikan tertentu sebagai biota uji, khususnya yang hidup di air

tawar yaitu ikan nila (Oreochromis Niloticus). Dengan adanya penelitian ini diharapkan ikan nila dapat dijadikan bioindikator pada pencemaran limbah

deterjen dan dapat dijadikan sebagai bahan informasi kepada masyarakat tentang

deterjen yang mencemari badan air.

1.2Per umusan Masalah

Limbah laundry membuang limbahnya secara langsung ke saluran drainase

yang bersifat toksik sehingga dimungkinkan mengganggu biota perairan.

1.3Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Menentukan tingkat toksisitas Lethal Concentratin ( LC50 ) limbah laundry

terhadap biota uji yaitu ikan nila ( Oreochromis Nilocticus ).

2. Menentukan tahapan secara fisik biota uji terhadap pencemaran deterjen.

1.4 Manfaat.

1. Sebagai bahan informasi kepada masyarakat tentang pencemaran deterjen

(15)

2. Memberikan wawasan tentang deterjen yang mencemari badan air terhadap

biota air.

I.5 Ruang Lingkup

Adapun ruang lingkup dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Limbah deterjen yang digunakan adalah limbah hasil pencucian laundry

yang diambil di kali daerah Nginden Semolo.

2. Biota uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan air tawar, yaitu

ikan nila (oreochromis niloticus) dengan panjang tubuh sekitar 3 – 4 cm 3. Penelitian ini dilakukan dalam skala laboratorium di laboratorium riset

jurusan Teknik Lingkungan FTSP UPN ”VETERAN” JATIM.

(16)

BAB II

TINJ AUAN PUSTAKA

2.1 Laundr y

Usaha laundry saat ini sudah sangat berkembang di masyarakat perkotaan,

mulai dari usaha laundry yang kecil sampai usaha laundry yang besar. Usaha

laundry merupakan salah satu usaha yang menghasilkan limbah deterjen, yang

berbahaya apabila dibuang secara langsung di badan air. Di surabaya kurang lebih

ada 50 buah usaha laundry yang memberikan servis/pelayanan bagi masyarakat.

Beberapa diantaranya tidak diketahui pembuangannya dan sebagian membuang

limbahnya ke saluran drainase atau sepanjang sungai (Margiastuti, 2005).

2.2 Deter jen

Deterjen yang kita gunakan untuk mencuci pakaian sebenarnya merupakan

hasil sampingan dari proses penyulingan minyak bumi dengan penambahan bahan

kimia seperti fosfat, silikat, bahan pewarna dan bahan pewangi. Deterjen pertama

kali diperkenalkan pada tahun 1960-an dengan menggunakan bahan kimia

pengaktif permukaan (surfaktan) Alkyl Benzene Sulfonat (ABS) sebagai penghasil busa.

Beberapa negara di dunia secara resmi telah melarang penggunaan zat

Alkyl Benzene Sulfonat (ABS) ini dalam pembuatan deterjen karena sulit

(17)

Sulfonat, atau lebih sering jika kita lihat di berbagai label produk deterjen dengan nama LAS yang relatif lebih ramah lingkungan (Anonim, 2010b).

2.2.1 Kar akter istik Deter jen

Deterjen didefinisikan sebagai produk pencuci atau pembersih yang

mengandung sejumlah komponen diantaranya adalah surfaktan yang mempunyai

sifat mampu menghilangkan kotoran dengan proses fisika-kimia dari unsur-unsur

penyusunnya terhadap kotoran terutama material dari minyak bumi ( Petroleum ) (Anonim, 2008).

Pada umumnya deterjen tersusun dalam beberapa jenis bahan penyusun yaitu :

1. Surfaktan

Surfaktan (surface active agent) meupakan zat aktif permukaan yang mempunyai ujung berbeda yaitu hydrophile (suka air) dan hydrophobe (suka

lemak). Bahan aktif ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga

dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan bahan. Surfaktan

diklasifikasikan menjadi 4 bagian yaitu :

1) Anionik : Alkyl Benzene Sulfonate, Linier Alkyl Benzene Sulfonate (LAS),

Alpha Olein Sulfonate (AOS). Dalam penelitan ini digunakan deterjen yang menggunakan Linier Alkyl Benzene Sulfonate (LAS) dimana yang menjadi substansi toxic dari deterjen, efek samping dari keberadaan LAS yang

melebihi kapasitas degradasi alami adalah tercemarnya lingkungan yang

(18)

6

3) Non ionik : Nonyl phenol polyethoxyle

4) Amphoterik : Acyl Enthylenediamines

2. Builders (pembentuk) berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci dari

surfaktan dengan cara menon-aktifkan mineral penyebab kesadahan air.

Builders dapat digolongkan menjadi 4 golongan :

1) Phosphate : Sodium Tri Poly phosphate (STPP)

Phosphate yang biasa digunakan pada umunya berbentuk Sodium Tri Poly

phosphate (STPP). Phosphate tidak memiliki daya racun, tetapi jika digunakan

dalam jumlah banyak dapat menyebabkan pengkayaan unsur hara (eutrofikasi)

yang berlebihan di badan air, sehingga badan air kekurangan oksigen. Di

beberapa negara, penggunaan phosphate dalam deterjen telah dilarang.

Sebagai alternatif telah dikembangkan zeolith dan citrates sebagai builders

dalam deterjen.

2) Acetates : Nitril ri Acetate (NTA), Ethylene Diamine Tetra Acetate

(EDTA)

3) Silicates : Zeolith

4) Citrates : Cirate acid

3. Filler

Filler (pengisi) adalah bahan tambahan deterjen yang tidak mempunyai

kemampuan meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas

(19)

4. Additives

Additives adalah bahan suplemen / tambahan untuk membuat produk lebih

menarik, misalnya pewangi, pelarut, pemutih, pewarna dst. Additives

ditambahkan lebih untuk maksud komersialisasi produk .

Contoh : Enzyme, Borax, Sodium chloride, Carboxyl Methyl Cellulose (CMC).

2.2.2 Dampak Limbah Laundr y Ter hadap Lingkungan

Limbah laundry yang dibuang ke kolam ataupun rawa akan memicu

ledakan pertmbuhan ganggang dan enceng gondok sehingga dasar air tidak

mampu ditembus oleh sinar matahari. Kadar oksigen dalam air berkurang secara

drastis sehingga kehidupan biota air mengalami degradasi dan unsur hara

meningkat sangat pesat. Jika hal seperti ini tidak segera diatasi, ekosistem akan

terganggu dan merugikan manusia itu sendiri.

Selain merusak lingkungan, dampak deterjen dapat mengakibatkan

gangguan pada kesehatan manusia. Saat seusai mencuci, kulit tangan terasa

kering, panas, melepuh, retak – retak, gampang mengelupas hingga mengaibatkan

gatal dan kadang menjadi alergi.

Deterjen sangat berbahaya bagi lingkungan karena dari beberapa kajian

menyebutkan bahwa deerjen memiliki kemampuan untuk melartkan bahan

bersifat karsinogen, misalnya 3,4 benzonpyrene, selain gangguan terhadap

masalah kesehatan, kandungan deterjen dalam air minum kandungan deterjen

(20)

8

2.3 Toksisitas

Toksisitas adalah sifat relatif toksikan berkaitan dengan potensinya

mengakibatkan efek negatif bagi makhluk hidup. Sifat relatif ini merupakan

fungsi dari konsentrasi dan waktu pemaparan toksikan. Sebagai sifat relatif data

tokisisitas dipakai sebagai perbandingan toksikan. Pengujiannya dilakukan pada

kondisi tertentu dan tetap yang dapat diulang secara konsisten, sehingga

memungkinkan perbandingan antar toksikan yang diuji (Mangkoediharjo, 1999).

2.3.1 Toksikan

Toksikan dapat didefinisikan sebagai zat (berdiri sendiri atau dalam

campuran zat, limbah, radiasi, sinar, temperatur, dll) yang dapat menghasilkan

efek negatif bagi semua atau sebagian dari tingkat organisasi biologis (komunitas,

populasi, individu, organ, jaringan dan sel biomolekul) dalam bentuk merusak

struktur maupun fungsi biologis (Mangkoediharjo, 1999).

Menurut mangkoediharjo (1999) sumber toksikan dapat berupa :

1. Sumber tersebar (nonpoint source) : limpasan air lahan pertanian, air tanah

terkontaminasi, buangan udara dari transportasi, dll

2. Sumber menetap (point source) : pembuangan efluen limbah

permukiman/industri, tempat pembuangan sampah, instalasi pengolahan

(21)

2.3.2 Efek Pemaparan Toksikan

Berdasarkan efek pemaparan toksikan, toksikan dapat dibedakan menjadi

dua macam (Mangkoediharjo, 1999) :

1. Efek toksik akut : efek toksik yang terjadi secara cepat sebagai hasil

pemaparan jangka pendek. Suatu zat dinilai sebagai toksik akut jika secara

langsung membunuh 50% atau lebih populasi biota yang terpapar dalam

waktu jangka pendek sekitar 96 jam sampai 14 hari.

2. Efek kronis/subkronis bisa terjadi karena zat menghasilkan efek merusak

sebagai hasil pemaparan tunggal, tetapi lebih sering efek terjadi karena

pemaparan berulang atau jangka panjang. Efek kronis dapat menghasilkan:

1) Efek letal : kesalahan/penyimpangan produksi organisme dalam

jangka panjang.

2) Efek subletal : perubahan kelakuan, perubahan fisiologis

(hambatan pertumbuhan, reproduksi, perkembangan), dll. Efek

subletal dapat menghasilkan kematian secara tidak langsung.

Misalnya, ikan yang kehilangan kemampuan berenang akan sulit

mendapatkan makanan sehingga lama kelamaan akan mati.

Efek toksik akut suatu efluen umumnya ditentukan dengan

multikonsentrasi yang teerdiri dari kontrol serta minimal digunakan lima

jenis konsentrasi toksikan. Sedangkan penentuan toksisitas terhadap badan

air penerima menggunakan kontrol dan badan air penerima tanpa

(22)

10

merupakan metode pengamatan yang sangat mudah sehingga digunkan

secara luas dalam evaluasi toksisitas senyawa murni atau efluen yang

kompleks pada tahap awal penelitian. Hasil penelitian ini dinyatakan

sebagai konsentrasi dengan 50% kematian organisme uji (LC50) dalam

waktu relatif pendek satu sampai empat hari (Soemirat, 2003).

2.4 Ikan Nila

Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan jenis ikan yang diintroduksi dari luar negeri. Bibit ikan ini didatangkan ke Indonesia secara resmi oleh Balai

Penelitian Perikanan Air Tawar pada tahun 1969. Setelah melalui masa penelitian

dan adaptasi, barulah ikan ini disebarluaskan kepada petani diseluruh Indonesia

(Bernard dkk, 2010).

Nama nila diambil dari nama latinnya yaitu nilotica yang mengacu pada asal ikan ini, yaitu Sungai Nil. Di luar negeri ikan nila biasa disebut nile atau

tilapia. Nama nila digunakan secara resmi sebagai nama spesies di Indonesia sejak 1962. Menurut Bernard dkk(2010) klasifikasi ikan nila dapat digolongkan

sebagai berikut :

Filum : Chordota

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Pisces

(23)

Ordo : Perciformes

Familia : Cichlidae

Genus : Oreochromis

Spesies : Oreochromis niloticus

Ikan nila dapat hidup di lingkungan air tawar, air payau, dan air asin.

Kadar garam air yang disukai antara 0-35 permil. Ikan nila air tawar dapat

dipindahkan ke air asin dengan proses adaptasi yang bertahap. Kadar garam

dinaikkan sedikit demi sedikit. Pemindahan ikan nila secara mendadak ke dalam

air yang berkadar garamnya sangat berbeda dapat mengakibatkan stress dan

kematian ikan. Nilai pH air tempat hidup ikan nila berkisar antara 6-8,5. Namun,

pertumbuhan optimal terjadi pada pH 7-8 (Anonim, 2009).

Morfologi ikan nila dapat dilihat pada bentuk tubuhnya yang panjang dan

ramping serta mempunyai sisik yang kasar. Mata ikan nila menonjol dan besar

dengan tepi berwarna putih. Ikan nila mempunyai lima buah sirip yang berada di

pungung, dada, perut, anus dan ekor.Pada sirip dubur (anal fin) memiliki 3 jari – jari keras dan 9 – 11 jari-jari sirip lemah. Sirip ekornya (caudal fin) memiliki 2 jari-jari lemah mengeras dan 16 – 18 jari-jari sirip lemah. Sirip punggung (dorsal fin) memiliki 17 jari-jari sirip keras dan 13 jari-jari sirip lemah. Sirip dada (pectoral fin) memiliki 1 jari-jari sirip keras dan 5 jari-jari sirip lemah. Sirip perut

(24)

12

.

Gambar 2.1 Ikan Nila

Ikan nila termasuk pemakan segalanya, makanannya bisa berupa

tumbuhan, daging, serangga, ikan jenis lain maupun plankton. Pada masa larva,

setelah cadangan makanan berupa kuning telur habis benih ikan nila akan

memakan zooplankton yang tersedia di alam. Setelah berumur lebih dari

seminggu, anakan ikan nila juga akan memakan lumut atau alga yang ada di

lingkungannya. Pada ikan dewasa, tumbuhan air yang ada di perairan merupakan

salah satu makanannya (Bernard dkk, 2010).

2.5 Landasan teor i

Yang menjadi landasan teori dalam penelitian ini terdiri dari : Faktor yang

mempengaruhi toksisitas, Uji toksisitas, klasifikasi uji toksisitas dan metode

perhitungan LC50.

2.5.1 Fak tor Yang Mempengar uhi Toksisitas

Faktor – faktor yang mempengaruhi toksisitas menurut Mangkoediharjo

(25)

1. Berkaitan dengan toksikan itu sendiri

Toksisitas toksikan dapat dipengaruhi oleh komposisi toksikan kemungkinan

komponen toksikan mempunyai perbedaan toksisitas lain adalah sifat-sifat

fisik kimia.

2. Berkaitan dengan pemaparan toksikan

Toksikan akan menghasilkan efek negatif jika kontak dan bereaksi dengan

target biota pada konsentrasi tertentu dan cukup waktu.

3. Berkaitan dengan lingkungan

Sifat-sifat lingkungan sebagaimana yang mempengaruhi toksikan diatas juga

mempengaruhi toksisitas toksikan

4. Berkaitan dengan biota

Toksisitas toksikan berbeda untuk berbagai spesies biota, karena adanya

perbedaan ketahanan dan kemudahan spesies biota menerima toksik.

Perbedaan spesies biota tersebut berkaitan dengan faktor-faktor genetik, umur

dan status kesehatan.

2.5.2 Uji Toksisitas

Dalam Soemirat (2003) uji toksisitas sangat berguna untuk berbagai

macam tujuan, antara lain untuk mengetahui :

1. Tingkat kecocokan kondisi lingkungan untuk biota akuatik

2. Baik tidaknya faktor lingkungan akuatik, seperti DO, pH,

(26)

14

3. Efek faktor lingkungan dalam toksisitas limbah.

4. Toksisitas limbah terhadap biota uji.

5. Sensitivitas relative dari organisme akuatik terhadap efluen

atau toksikan,

2.5.3 Klasifikasi Uji Toksisitas

Uji toksisitas dapat diklasifikasikan menurut (APHA, 1998) :

1. Waktu pemaparan

1) Jangka pendek

Waktu pemaparan biasanya 48 jam atau 96 jam. Digunakan untuk

kegiatan pemantauan , sesuai untuk dasar pembuatan kebijakan perijinan

pembuangan limbah serta untuk penelitian, bermanfaat untuk

memperkirakan overall toxicity. Pengamatan dapat berupa berupa kematian atau pengamatan yang lain untuk menentukan efek toksikan.

2) Jangka Menengah

Sebenarnya tidak ada batasan yang nyata antara jangka pendek,

menengah dan jangka panjang. Biasanya 11-90 hari. Digunakan untuk

menentukan efek toksikan pada berbagai fase kehidupan organisme.

3) Jangka Panjang

Waktu pemaparannya meliputi tahap awal kehidupan,sebagian

siklus hidupnya dan selama siklus hidup organisme uji, jadi bisa hanya 7

(27)

untuk ratio akut kronik, efek pada pertumbuhan, reproduksi, untuk

mengetahui ketahanan larva pertumbuhan dan ketahanan setiap tahapan

kehidupan.

2. Metode pemaparan

1) Teknik statis (static)

Organisme uji ditempatkan pada kondisi lingkungan/larutan diam dan

selam pengujian larutan tidak diganti.

2) Teknik resirkulasi ( recirculation )

Larutan atau media uji tidak diganti selama pengujian, namun diresirkulasi

dari suatu bejana lain ke bejana uji dengan maksud memberi aerasi, filtrasi

atau reirkulasi. Teknik ini membutuhkan kehati-hatian yang tinggi pada

mekanisme resirkulasi untuk menjaga konsentrasi toksikan.

3) Teknik diperbarui ( renewal )

Sebagaimana teknik statis, namun larutan diganti yang baru secara

periodik selama pengujian. Biasanya 24 jam sekali.

4) Teknik mengalir ( flow through )

Larutan uji bergerak masuk dan keluar bejana tempat pengjian, dimana

terdapat organisme uji. Pengaliran dapat dilakukan secara berkala atau

(28)

16

2.5.4 Metode Per hitungan LC50

Metode yang dapat digunakan untuk menghitung LC50 dalam

Mangkoediharjo (1999) dibagi menjadi tiga yaiu :

1. Metode kalkulasi Grafis ( Straight-Line Graphical Interpolation )

Metode ini dapat memberikan gambaran secara cepat distribusi data

konsentrasi efek, guna dilihat adanya korelasi positif antara konsentrasi

toksikan dan efek akut. Namun demikian terdapat kelemahan, yaitu tidak

memperhitungkan batas-batas kepercayaan LC50.

2. Metode Rata-Rata Sudut Bergerak ( Moving average interpolation )

Metode ini dipakai jika :

1) Tidak ada akut parsial dalam pengujian.

2) Sedikitnya terdapat 2 data konsentrasi toksikan yang lebih besar dari LC50.

3) Memperhitungkan batas-batas kepercayaan 95% dari hasil LC50.

3. Litthfield – Wiloxocon Abbreiviated Method

Metode ini dipakai untuk keadaan berikut :

1) Harus ada efek akut parsial dalam pengujian.

(29)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 BahanPenelitian

Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Limbah deterjen yang digunakan adalah limbah hasil pencucian

laundry, yang sampelnya diambil di kali daerah Nginden Semolo,

analisa awal yang akan diteliti adalah pH, DO, TSS dan MBAS

(Deterjen).

2. Biota uji yang digunakan adalah biota air sungai yaitu ikan nila

(Oreochromis Niloticus) yang berukuran 3 – 4 cm.

3.2 Per alatan Penelitian

Peralatan penelitian yang akan digunakan adalah

1. Bak aklimatisasi yang mampu menampung seluruh biota uji.

2. Bak uji yang digunakan dalam penelitian, berupa ember plastik dengan

diameter ± 30 cm dan kedalaman ± 30 cm. dan masing – masing bak

uji dihubungkan dengan diffuser.

3. Untuk menjaga keadaan DO digunakan diffuser.

4. Termometer digunakan untuk mengontrol suhu tiap – tiap bak uji.

(30)

18

3.3 Var iabel

Variabel uji yang digunakan meliputi :

Waktu pemaparan (jam) : 24 jam, 48 jam, 72 jam, 96 jam.

Dengan menetapkan :

1. Konsentrasi limbah laundry (%) : 0% (sebagai kontrol), 1%, 2%, 3%,

4%, 5% volume limbah laundry.

2. Ukuran biota uji 3 – 4 cm, dengan alasan sesuai dengan prosedur baku

uji toksisitas (Mangkoediharjo, 1999).

3.4 Pr osedur Penelitian

Dalam prosedur penelitian ini akan membahas tentang prosedur yang akan

dilakukan dalam penelitian yaitu :

3.4.1 Analisa Pendahuluan

1. Toksikan yaitu air limbah laundry yang mengandung deterjen, analisa

meliputi parameter : pH, suhu, TSS, DO dan MBAS (deterjen).

2. Analisa parameter air pengencer meliputi : pH, suhu, TSS, DO dan MBAS

(deterjen).

3.4.2 Sistem Pemapar an

Sistem pemaparan yang digunakan dalam uji toksisitas ini adalah static test, dimana biota uji yang dikondisikan tanpa penggantian larutan. Keuntungan

(31)

3.4.3 Aklimatisasi

Aklimatisasi bertujuan untuk menyesuaikan biota uji pada kondisi lingkungan

yang berbeda. Akllimatisasi dilakukan selama 7 hari. Dalam 2 hari pertama pada

tahap aklimatisasi harus dilihat kelayakannya berdasarkan Mangkoediharjo (1999)

sebagai berikut :

1) Jika ikan yang mati lebih dari 10% dari total populasi ikan, maka

kemungkinan besar air pengencer tidak memenuhi syarat untuk

hidup ikan atau kondisi ikan kurang bagus. Air pengencer dan ikan

tersebut tidak dapat digunakan uji toksisitas.

2) Jika ikan yang mati antar 5% sampai dengan 10% dari total

populasi ikan, maka aklimatisasi dilanjutkan lagi sampai 14 hari.

3) Jika ikan yang mati kurang dari 5% dari total populasi ikan, maka

air pengencer dan ikan tersebut layak digunakan untuk uji

toksisitas.

Pengamatan dilakukan setiap hari, ikan yang mati disingkirkan dan dilakukan

pencatatan akumulasi ikan yang mati. Ikan diberi makan 1 kali setiap harinya

selama tahap aklimatisasi ini.

3.4.4 Range Finding Test

Setelah aklimatisasi berakhir, dilakukan uji toksisitas pencarian kisaran awal.

Tahap ini merupakan uji awal untuk menetapkan rentang konsentrasi terkecil yang

menyebabkan kematian biota uji sebesar 100%. Uji ini menggunakan 10 ekor ikan

(32)

20

(Mangkoediharjo,1999), maka volume yang dibutuhkan sebesar 10 liter. Variasi

konsentrasi toksikan dalam prosentase toksikan adalah sebagai berikut :

1. Range Finding Test 1:

MBAS (detergent) = 40 mg/l

0% (sebagai kontrol)

20% volume limbah laundry 40 mg/l . 2 l = 10 l . N2

N2 = 8 mg/l

40% volume limbah laundry 16 mg/l

60% volume limbah laundry 24 mg/l

80% volume limbah laundry 32 mg/l

100% volume limbah laundry 40 mg/l

2. Range Finding Test 2:

0% (sebagai kontrol)

6% volume limbah laundry 2,4 mg/l

8% volume limbah laundry 3,2 mg/l

10% volume limbah laundry 4 mg/l

12% volume limbah laundry 4,8 mg/l

14% volume limbah laundry 5,6 mg/l

3. Range Finding Test 3:

0% (sebagai kontrol)

1% volume limbah laundry 0,4 mg/l

2% volume limbah laundry 0,8 mg/l

(33)

4% volume limbah laundry 1,6 mg/l

5% volume limbah laundry 2 mg/l

Prosedur range finding test :

1. Delapan belas tempat uji disiapkan untuk biota uji. Masing – masing

ember berkapasitas ±10 liter.

2. Toksikan diencerkan dengan air kali sesuai dengan prosentase konsentrasi

toksikan. Misalnya toksikan 20%, untuk volume total 10 liter dibutuhkan 2

liter toksikan deterjen dengan 8 liter air kali.

3. Sebelum ikan dimasukkan ke ember dilakukan analisa terhadap toksikan

meliputi parameter pH, suhu, DO dan biota uji dimasukkan ke dalam

ember, masing – masing 10 ekor tiap ember.

4. Dicatat kematian tiap interval 24, 48, 72 dan 96 jam. Pada saat durasi

pemaparan telah mencapai 96 jam, maka dapat diketahui konsentrasi

minimum yang dapat mengakibatkan kematian biota uji sebesar 100%.

5. Konsentrasi minimum yang telah diperoleh digunakan sebagai dasar dalam menentukan batas atas konsentrasi uji dalam range interval yang lebih

kecil, digunakan untuk uji selanjutnya yaitu Acute Toxicity Test.

(34)

22

Berikut ini adalah sketsa reaktor percobaan :

Reaktor I Reaktor II Reaktor III Reaktor IV Reaktor V Reaktor IV

Catatan :

1) Masing – masing bak uji berkapasitas ± 10 liter.

2) Masing – masing konsentrasi dibuat tiga kali ulangan.

3) Total volume air dan toksikan yang digunakan adalah 10 liter.

3.4.5 Acute Toxicity Test

Acute toxicity test ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi toksikan

yang dapat menyebabkan kematian ikan dalam waktu relatif singkat. Untuk

masing – masing konsentrasi yang berbeda dilakukan pengulangan sebanyak tiga

kali. Dalam tiap wadah digunakan 10 ekor ikan dengan pengamatan pH, suhu dan

DO setiap hari. Data kematian ikan yang diperoleh pada pengamatan selama 96

jam (4 hari) digunakan untuk menentukan LC50. Pada tahap ini dilakukan replikasi

pengujian sebanyak 3 kali seperti pada Gambar 3.1 sebagai berikut :

(35)

Selang penghubung

[image:35.612.154.547.139.355.2]

Bak Uji Bak Kontrol

Gambar 3.1 Sketsa Proses Penelitian

Keterangan : A1; B1; C1 konsentrasi toksikan 1%

A2; B2; C2 konsentrasi toksikan 2%

A3; B3; C3 konsentrasi toksikan 3%

A4; B4; C4 konsentrasi toksikan 4%

A5; B5; C5 konsentrasi toksikan 5%

A0; B0; C0 konsentrasi toksikan 0% ( kontrol )

3.5 Analisis Data

Untuk menentukan nilai LC50 ini menggunakan Metode Kalkulasi Grafis.

Menurut Mangkoediharjo (1999) metode ini dapat memberikan gambaran secara

cepat distribusi data konsentrasi efek, guna dilihat adanya korelasi positif antara

A 5 A 4 A 3 A 2 A 1 A 0

B 5 B 4 B 3 B 2 B 1 B 0

C 5 C 4 C 3 C 2 C 1 C 0

(36)

24

konsentrasi toksikan dan efek akut. Namun demikian terdapat kelemahan, yaitu

tidak memperhitungkan batas-batas kepercayaan LC50.

Prosedur perhitungan :

1. Menyiapkan tabulasi data

2. Data diplot pada grafik semilogaritma dengan sumbu Y bernilai

log sehingga didapatkan garis korelasi dengan persamaan

sumbu.

3. Masukkan x = 50 pada persamaan sumbu, didapatkan nilai Y

yang merupakan konsentrasi toksikan yang mengakibatkan

(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisa Pendahuluan

Air pengencer yang digunakan dalam penelitian adalah air kali daerah

nginden semolo. Air kali ini dipakai karena sebagai tempat pembuangan atau

effluent dari industri laundry yang juga merupakan kriteria sebagai air pengencer

dalam Mangkoediharjo, 1999. Parameter yang dianalisa adalah suhu, pH, DO,

[image:37.612.145.497.370.469.2]

TSS dan MBAS (detergent) adapun hasil analisa air pengencer sebagai berikut : Tabel 4.1 Hasil Analisa Air Pengencer

AIR PENGENCER

PARAMETER

Suhu pH DO TSS MBAS

(detergent)

Air Kali 26 C 7,7 2,1 mg/l 280 mg/l 4,3 mg/l

Sumber : Hasil analisa di Laboratorium Riset jurusan teknik Lingkungan

Dari hasil analisa dapat dipastikan bahwa air pengencer tersebut dapat

digunakan sebagai air pengencer dalam uji toksikologi, itu terlihat dari nilai pH

yang memasuki kriteria sebagai air pengencer yaitu 6,5 sampai 8,5

(Mangkoediharjo, 1999). Begitu juga dengan suhu, batas optimal suhu untuk

hidup ikan nila antara 15 – 370C (Bernard dkk, 2010).

Analisa pendahuluan berikutnya adalah analisa sampel limbah laundry,

yang dianalisis adalah suhu, pH, DO, TSS dan MBAS (deterjen). Hasil dari

(38)
[image:38.612.141.500.131.232.2]

26

Tabel 4.2 Hasil Analisa Limbah Laundry

TOKSIKAN

PARAMETER

Suhu pH DO TSS MBAS

(detergent)

Limbah

Laundry 27

0

C 7,2 3,2 mg/l 55 mg/l 40 mg/l

Sumber : Hasil analisa di laboratorium Riset Jurusan teknik lingkungan

Dari hasil analisa di atas dapat dilihat bahwa kadar oksigen atau kadar

Disolved Oxygen (DO) di dalam limbah tersebut sangat kecil dan dapat

menyebabkan kematian pada biota uji ikan nila, maka dari itu dalam uji toksisitas

diberikan kadar oksigen dengan menggunakan diffuser agar biota uji ikan nila

tidak mati karena kekurangan oksigen melainkan karena toksikan yang diberikan.

4.2 Tahap Ak limatisasi

Tahap aklimatisasi merupakan tahap pertama sebelum dilakukannya uji

toksisitas. Aklimatisasi dilakukan dengan tujuan agar ikan uji dapat beradaptasi

dengan air pengencer yang digunakan, sehingga kematian ikan yang terjadi

selama pengujian bukan disebabkan ketidakmampuan ikan dalam beradaptasi

dengan lingkungannya yang baru. Aklimatisasi dilakukan selama 7 hari, apabila

dalam 2 hari kematian ikan kurang dari 5% maka ikan dan air pengencer layak

digunakan uji toksisitas (Mangkoediharjo, 1999 ). Selama tahap ini, pengukuran

suhu, pH, DO dilakukan setiap hari untuk memastikan bahwa lingkungan hidup

aklimatisasi sesuai dengan lingkungan hidup ikan. Ikan nila yang digunakan

berukuran panjang 3 – 4 cm. Berikut ini adalah data hasil aklimatisasi yang

dilakukan selama 7 hari, dapat dilihat pada Tabel 4.3 sebagai

(39)
[image:39.612.129.515.131.294.2]

Tabel 4.3 Hasil Analisa Tahap Aklimatisasi

Par ameter Satuan

Har i ke

1 2 3 4 5 6 7

Suhu C 25 24,5 25,5 25,5 26 26 25,5

Ph - 8,1 7,5 8,1 8,1 7,6 7,5 7,6

DO mg/l 5,3 5,2 4,3 5,5 5,2 4,7 4,5

Kematian

Ikan Ekor 8 6 5 5 4 4 3

Sumber : Hasil pengamatan dan analisa di Laboratorium Riset Jurusan Teknik Lingkungan

Kematian ikan pada awal proses aklimatisasi disebabkan karena stress dari

perubahan kondisi air dan juga perubahan kondisi temperatur air normal di

lapangan berubah menjadi lebih tinggi dalam perjalanan sehingga kondisi ikan

menjadi lemah, suhu yang optimal untuk ikan nila berkisar antara 15 – 370C

(Bernard dkk, 2010).

4.3 Uji Toksisita s

Ada beberapa tahapan yang dilakukan dalam uji toksisitas, yaitu : Range

Finding Toxicity atau tahapan pencarian kisaran temuan awal konsentrasi dan

yang kedua adalah Acute Toxicity Test dan tahap pengamatan secara visual

kondisi ikan yang mati karena toksikan dari limbah deterjen.

4.3.1 Uji Pencar ian Kisaran Konsentrasi ( RANGE FINDING TOXICITY

TEST )

Setelah aklimatisasi berakhir, dilakukan uji toksisitas pencarian kisaran

(40)

28

adalah 0%, 20%, 40%, 60%, 80% dan 100%. Selama pengujian dilakukan aerasi

untuk menghindari terjadinya kematian akibat kurangnya oksigen. Dalam tahap

ini menggunakan 10 ekor ikan untuk setiap konsentrasi. Dalam setiap wadah

terdapat 10 ikan dalam 10 liter air, berarti jika diberikan 20% toksikan maka 2

liter toksikan diencerkan dengan menggunakan 8 liter air pengencer. Berikut ini

adalah Grafik Tahap Pencarian Kisaran 1 yang terdapat pada Gambar 4.1 sebagai

[image:40.612.146.492.288.492.2]

berikut :

Gambar 4.1 Hubungan antara Konsentrasi Toksikan (%) dengan Jumlah Kematian

Biota Uji (ekor) pada Kisaran 1

Setelah 24 jam kematian biota uji (ikan nila) sebesar 100% terdapat pada

seluruh kisaran konsentrasi toksikan pada uji toksisitas pencarian kisaran 1,

kecuali konsentarsi 0% (kontrol). Karena belum mendapatkan konsentrasi yang

tepat, maka range finding test diulang dengan menggunakan konsentrasi toksikan

yang lebih rendah dari konsentrasi toksikan yang pertama, berikut adalah

(41)

ikan harus selalu diperhatikan. Berikut ini adalah Grafik kematian Biota Uji pada

Tahap Pencarian Kisaran yang ke 2 yang terdapat pada Gambar 4.2 sebagai

[image:41.612.146.492.184.388.2]

berikut:

Gambar 4.2 Hubungan antara Konsentrasi Toksikan (%) dengan Jumlah Kematian

Biota Uji (ekor) pada Kisaran 2

Konsentrasi 6% toksikan adalah konsentrasi paling kecil yang digunakan

pada proses pencarian kisaran ke 2, dengan itu batas maksimal konsentrasi yang

dipakai dalam Uji Pencarian Kisaran yang ke 3 adalah 6%. Konsentrasi toksikan

yang digunakan pada uji kisaran ke 3 yaitu : 0%, 1%, 2%, 3%, 4% dan 5%.

Berikut adalah Grafik dari proses Uji Pencarian Kisaran ke 3 yang terdapat pada

(42)
[image:42.612.148.493.106.311.2]

30

Gambar 4.3 Hubungan antara Konsentrasi Toksikan (%) dengan Jumlah Kematian

Biota Uji (ekor) pada Kisaran 3

Setelah di dapat jumlah konsentrasi toksikan yang sesuai maka konsentrasi

toksikan tersebut yang nantinya yang akan digunakan dalam proses Uji

Toksisistas Akut. Dan konsentrasi yang digunakan adalah 0% (sebagai kontrol),

1%, 2%, 3%, 4%, 5%.

Pada proses pemberian oksigen ke dalam air dengan menggunakan aerator

atau diffuser cukup digunakan ikan untuk bertahan hidup dalam wadah

(tergantung besar konsentrasi toksikan yang diberikan), di dalam wadah toksikan,

ikan banyak mengambil oksigen dan melepas gas buang hasil respirasi, karena

banyaknya busa yang menutup di permukaan, maka transfer gas buang hasil

respirasi akan terganggu di dalam. Kematian ikan nila juga disebabkan karena

sifat toksik dari toksikan dan kemampuan adaptasi rendah yang dimilikinya,

berdasarkan hasil penelitian bahwa oksigen yang diberikan lebih dari cukup,

(43)

mati, dengan permasalah seperti itu saja dapat disimpulkan bahwa ikan nila adalah

ikan yang rentang terhadap perubahan kondisi di lingkungan air.

4.3.2 Uji Toksisitas Ak ut (ACUTE TOXICITY TEST)

Tahap berikutnya setelah tahap Uji Pencarian Kisaran Konsentrasi

Toksikan adalah Uji Toksisitas Akut, dalam uji ini digunakan untuk mengetahui

tingkat konsentrasi toksikan yang dapat menyebabkan kematian ikan dalam waktu

relatif singkat. Tahap Uji Toksisitas Akut ini menggunakan konsentrasi : 0%

(sebagai kontrol), 1%, 2%, 3%, 4% dan 5% dan juga dilakukan dengan 3 replikasi

Pada tahap Uji toksisitas akut, pH, suhu, DO dari tiap konsentrasi toksikan

harus dianalisa terlebih dahulu sebelum ikan dimasukkan ke dalam pemaparan.

Selama pemaparan, keadaan ikan diperhatikan dan dianalisa setiap hari. Ikan

dipaparkan dengan toksikan selama 96 jam (4 hari). Dalam wadah/tempat

pemaparan berisi 10 liter air, yang mana 1 ikan nila hidup dalam 1 liter air, tetapi

itu hanya berlaku di kontrol atau konsentrasi toksikan 0% karena belum tercampur

dengan toksikan, tetapi setelah jumlah konsentrasi toksikan dimasukkan ke dalam

wadah, maka jumlah takaran air harus disesuaikan dengan jumlah ukuran toksikan

yang akan dicampurkan dengan air, setelah biota uji dimasukkan ke dalam wadah

tempat pemaparan maka penganalisaan mengenai suhu, pH dan DO dilakukan

setelah 24 jam, dan kemudian 48 jam, 72 jam dan yang terakhir 96 jam. Hasil

analisa kematian ikan nila pada tahap uji toksisitas akut dapat dilihat pada Tabel

(44)

32 Konsentrasi Toksikan Replikasi Uji Jumlah Ikan Uji

Akumulasi ikan setelah pemaparan

selama

Rata-rata

24 jam 48 jam 72 jam 96 jam

0

A 10 0 0 0 0

0

B 10 0 0 0 0

C 10 0 0 0 0

1

A 10 0 0 0 1

2

B 10 0 0 0 0

C 10 0 0 1 1

2

A 10 0 0 2 3

3

B 10 0 0 2 3

C 10 0 1 2 4

3

A 10 1 2 3 7

7

B 10 1 2 2 7

C 10 1 2 3 6

4

A 10 1 3 3 9

9

B 10 2 2 3 8

C 10 2 2 3 9

5

A 10 3 4 6 10

10

B 10 4 6 7 10

C 10 5 5 6 10

Sumber : hasil analisadi di laboratorium Riset jurusan Teknik Lingkungan

Seperti makhluk hidup lainnya, ikan membutuhkan lingkungan yang

nyaman agar hidup sehat. Bila lingkungan tersebut tidak memenuhi syarat dan

tidak cocok, ikan dapat mengalami stress yang akhirnya akan mempercepat

kematian. Karakteristik fisik dan kimia dari air sangat mempengaruhi kehidupan

ikan. Karakteristik tersebut antara lain pH, suhu dan DO (Lesmana, 2002).

Penganalisaan pH, suhu dan DO, dianalisa setiap hari selama 24 jam, 48

(45)

laboratorium mengenai suhu, pH dan DO pada Uji Toksisitas Akut (ACUTE TOXICITY TEST) yang terdapat pada Tabel 4.5 sebagai berikut :

Waktu

(jam)

Konsentrasi

Toksikan

(%)

PARAMETER

pH

Suhu

DO

24

0 7,11 27 7,40

1 7,56 26,7 7,20

2 7,76 26,3 7,04

3 7,65 26,3 7,20

4 6,98 27 6,85

5 6,80 26 6,35

48

0 7,27 27 6,32

1 7,27 27 6,20

2 6,80 26,7 5,43

3 6,85 26,3 5,20

4 6,75 26 4,95

5 6,70 27,3 4,50

72

0 7,34 26,7 6,34

1 7,08 26,7 5,75

2 7,10 27 5,22

3 6,82 26 5,08

4 6,85 26 4,75

5 6,85 27 4,12

96

0 7,42 27 6,37

1 7,10 26,7 5,85

2 7,60 26,7 5,43

3 6,87 27 4,65

4 6,87 26,3 4,33

5 6,85 26 3,95

Sumber : Hasil Analisa di Laboratorium riset Jurusan Teknik Lingkungan

Data yang digunakan di atas adalah nilai rata – rata yang diambil pada tiga

(46)

34

dilakukan dengan tiga replikasi dimana replikas A, replikasi B, replikasi C. Dan

setelah itu diambil sebuah rata-rata.

4.3.3 Pengamatan Secar a Visual Kondisi Ikan Setela h Ter kena Toksikan

Dari hasil penelitian dapat dilihat langsung kondisi dari biota uji yang

dalam hal ini biota uji yang dimaksud adalah ikan Nila, dimana ikan nila termasuk

golongan ikan yang mudah mati jika terjadi perubahan kondisi pada air yang di

tempat hidup, begitu halnya dengan kondisi ikan Nila ini pada saat dilakukan

penelitian, karena secara otomatis ikan berada pada kondisi tertentu dimana ada

beberapa kondisi air yang nantinya akan dibuat hidup ikan, dengan itu kita dapat

membandingkan bagaimana kondisi ikan pada waktu belum terkena limbah.

Dibawah ini adalah gambar ikan nila yang sudah mati pada kondisi –

kondisi tertentu dan ikan Nila yang terdapat pada Gambar 4.5 dan 4.6 sebagai

[image:46.612.199.446.478.631.2]

berikut :

(47)

Gambar 4.5 Foto kondisi ikan mati pada uji toksisitas dengan

konsentrasi 5% pada 96 jam (hari ke 4)

Dengan adanya bukti mengenai kematian dari hasil penelitian, maka kita bisa

mengamati secara visual langsung, dengan apa yang terlihat di atas maka kita

dapat menyimpulkan bahwa :

1. Perbedaan sangat jelas terlihat antara kondisi fisik dari ikan yang belum

terkena limbah dengan ikan yang sudah terkena limbah

2. Pada ikan yang mati pada konsentrasi 5% pada 96 jam bisa dilihat bahwa

kondisi fisik dari ikan adalah sisik rusak, tubuh berwarna hitam, dan

sirip-sirip dari ikan rusak, jelasnya bisa dilihat di atas.

4.4 Per hitungan LC50

Menurut Peltier (1978) ada tiga macam cara yang digunakan untuk

menghitung LC50 yang pertama adalah Metode Kalkulasi Grafik (Straight-line

Graphical Interpolation), yang kedua adalah Metode rata-rata sudut bergerak

(Moving Everage Interpolation), dan yang ketiga adalah Metode Lithfield –

Wilcoxon (Lithfield-Wiloxon Abbreviated Method). Metode yang digunakan

[image:47.612.200.446.106.256.2]
(48)

36

Kita dapat menghitung Lethal Concentration 50 (LC50) dengan

memasukkan data – data kematian biota uji pada suatu grafik semi logaritmik,

seperti di bawah ini adalah data kematian biota uji pada Tabel 4.6 sebagai

berikut:

KONSENTRASI TOKSIKAN

(% )

MORTABILITAS BIOTA (% )

0 0

1 20

2 30

3 70

4 90

5 100

Sumber : Hasil analisa di laboratorium Riset Jurusan teknik Lingkungan

Data yang diatas adalah data kematian biota uji yang diambil berdasarkan

rata – rata kematian biota uji selama penelitian Uji Toksisitas akut, dengan cara

mengambil rata – rata kematian maka kita telah mendapatkan nilai diatas.

Dengan adanya data di atas maka perhitungan LC50 dapat dilakukan, di

bawah ini adalah tabel semi logaritmik untuk mencari LC50 pada Gambar 4.6

(49)

Prosentase Konsentrasi Toksikan

LC50 = 2,4%

Keterangan : Nilai LC50

(50)

38

1. Menyiapkan kertas semi logaritma

2. Masukkan nilai y = mortabilitas biota (%), karena mencari nilai LC50

maka yang dimasukkan mortabilitas biota 30% dan 70%

3. Masukkan nilai x = konsentrasi toksikan (%), yang digunakan

dimasukkan konsentrasi 2% dan 3%.

4. Nilai x dan y dihubungkan, mortabilitas biota 30% dihubungkan

dengan konsentrasi toksikan 2% sedangkan mortabilitas 70%

dihubungkan dengan konsentrasi 3%.

5. Untuk mencari kematian 50% maka ditarik nilai y sebesar 50% maka

akan didapatkan nilai x (konsentrasi toksikan) yaitu 2,4%.

Dari gambar di atas dapat diketahui nilai prosentasi konsentrasi toksikan

LC50 yaitu 2,4% . Dalam perhitungan LC50 cara metode kalkulasi grafik ini adalah

yang paling mudah, karena metode ini memberikan gambaran secara cepat

distribusi data konsentrasi efek (Mangkoediharjo, 1999)

4.5 Pembahasan

Dalam penelitian ini digunakan diffuser, keadaan ini berbeda dengan

keadaaan di lapangan yang sebenarnya. Diffuser dalam penelitian ini digunakan

untuk menambah kadar oksigen, sehingga jika ada ikan yang mati bukan karena

kekurangan oksigen melainkan karena toksikan yang diberikan.

Sebelum penelitian dilakukan, terlebih dahulu dilakukan analisa

pendahuluan yaitu analisa air pengencer. Air pengencer yang digunakan adalah air

(51)

industri limbah laundry. Dan juga merupakan kriteria dari air pengencer menurut

mangkoediharjo, 1999. Parameter yang dianalisa pH, suhu, DO, TSS dan MBAS

(detergent). Analisa pendahuluan selanjutnya yaitu analisa terhadap limbah laundry. Parameter yang dianalisa pH, suhu, DO, TSS dan MBAS (detergent).

Tahap selanjutnya adalah tahap aklimatisasi, tahap aklimatisasi dilakukan

dengan tujuan agar ikan uji dapat beradaptasi dengan air pengencer yang

digunakan, sehingga kematian ikan yang terjadi selama pengujian bukan

disebabkan ketidakmampuan ikan dalam beradaptasi dengan lingkungannya yang

baru. Aklimatisai dilakukan selama 7 hari, selama tahap ini pengukuran ph, suhu

dan DO dilakukan setiap hari. Ikan nila yang digunakan ikan nila yang berukuran

3 – 4 cm.

Untuk pencarian LC50 dilakukan 2 tahap yaitu yang pertama uji pencarian

kisaran (Range Finding Test), dalam pencarian kisaran ini dilakukan 3 kali pencarian. Pencarian kisaran 1 dengan konsentrasi limbah laundry 0%(sebagai

kontrol), 20%, 40%, 60%, 80% dan 100% . Pada kisaran 1 tersebut kematian ikan

100% terjadi dalam waktu 24 jam, karena yang diinginkan kematian ikan 100%

dalam waktu 4 hari (96 jam) maka dilakukan kembali pencarian kisaran ke 2

dengan konsentrasi yang lebih kecil yaitu konsentrasi limbah laundry 0% (sebagai

kontrol), 6%, 8%, 10%, 12% dan 14%. Karena kematian ikan 100% dalam waktu

2 hari (48 jam) maka dilakukan kembali pencarian kisaran ke 3 dengan

konsentrasi limbah laundry 0% (sebagai kontrol), 1%, 2%, 3%, 4% dan 5%.

(52)

40

jam) maka konsentrasi ini yang akan digunakan untuk uji selanjutnya yaitu uji

toksisitas akut (Acute Toxicity Test)

Tahapan selanjutnya adalah uji toksisitas akut (Acute Toxicity Test), pada tahap ini digunakan konsentrasi limbah laundry 0% (sebagai kontrol), 1%, 2%,

3%, 4% dan 5%. Tahap uji toksisitas ini dilakukan selama 4 hari (96 jam), setiap

harinya dianalisa pH, suhu dan DO. Untuk mencari nilai LC50 menggunakan

metode kalkulasi grafik, karena metode ini memberikan gambaran secara cepat

(53)

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Dengan menggunakan Metode kalkulasi Grafik, tingkat toksisitas limbah

laundry yang menyebabkan LC50 adalah sebesar 2,4%.

2. Toksisitas akut limbah laundry dapat menyebabkan gangguan fisik biota

uji (ikan nila) antara lain : a. Sirip dan ekor ikan rapuh ; b. Kulit ikan

menjadi berwarna kuning

5.2 Sar an

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap kondisi fisik biota uji

bukan hanya fisik luar, melainkan kondisi organ tubuh dari ikan nila

(54)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008. Metode Pengolahan Detergen.

http//dampak/METODE PENGOLAHAN DETERGEN « Smk Negeri 3 Kimia

Madiun.”htm

Anonim, 2009. Nila oreochromis Niloticus.

http://dampak/Leugeu’s%20Blog.mht

Anonim, 2010

a

. Bahaya Deterjen Bagi Kesehatan Dan Lingkungan.

http://www.rajagrosir.com/news/1/Bahaya-Deterjen-Bagi-Kesehatan-Lingkungan

Anonim, 2010

b

. Cer mati Sabun dan Deterjen Yang Anda Gunakan.

http://matoa.org/cermati-sabun-dan-deterjen-yang-anda-gunakan/

APHA, AWWA, WPCF, 1998, “Standart Methods for The Examination of Water and

Waste Water ”, Washington.

Bernard T dkk., 2010, “Buku Pintar Budi Daya dan Bisnis Ikan Nila”, Agro Media

Pustaka, Jakarta.

Lesmana, D.S., 2002, “Kualitas Air Untuk Ikan Hias Air Tawar”, PT Penebar

Swadaya, Jakarta.

Mangkoediharjo, S., 1999, “Eko Toksikologi”, Jurusan Teknik Lingkungan, Institut

Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

Margiastuti, 2005, “Uji Toksisitas Limbah Deterjen Terhadap ikan Nila dan Ikan

Tawes

, Skripsi Jurusan Teknik Lingkungan, ITS, Surabaya.

Peltier, W., 1978, “Methods for Measur ing the Acute Toxicity of Effluents to

(55)

Gambar

Gambar 2.1 Ikan Nila
Gambar 3.1 Sketsa Proses Penelitian
Tabel 4.1 Hasil Analisa Air Pengencer
Tabel 4.2 Hasil Analisa Limbah Laundry
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengrtahui tingkat bahaya limbah cair tepung tapioka terhadap ikan nila (Oreochromis niloticus) dan menentukan nilai LC50, serta

Limbah cair pabrik batik mempengaruhi kelangsungan hidup ikan nila dimana semakin tinggi kadar limbah cair pabrik batik semakin rendah tingkat kelangsungan hidup

Dengan adanya saluran irigasi yang cukup panjang sekitar 500 m, masyarakat telah memafatkan saluran air dan kolam sederhana di pekarangan rumah untuk usaha budidaya atau akuakultur

Penggunaan kombinasi arang aktif dan zeolit dapat menyerap polutan yang terkandung dalam deterjen sehingga terjadinya penurunan kandungan limbah cair laundry yang

Penggunaan kombinasi arang aktif dan zeolit dapat menyerap polutan yang terkandung dalam deterjen sehingga terjadinya penurunan kandungan limbah cair laundry yang

Analisis ragam menunjukkan bahwa setiap penambahan konsentrasi konsentrat air limbah surimi memberikan pengaruh terhadap nilai viskositas larutan bahan film, ketebalan,

Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa bahan pencemar limbah lindi tidak menyebabkan penurunan kadar DO yang signifikan pada masing-masing perlakuan. Adanya oksigen

Penggunaan kombinasi arang aktif dan zeolit dapat menyerap polutan yang terkandung dalam deterjen sehingga terjadinya penurunan kandungan limbah cair laundry yang