SKRIPSI
Oleh:
Larasati Laksita Putri
0512010221 / FE /EM
KEPADA
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL `VETERAN`
JAWA TIMUR
Yang diajukan
Larasati Laksita Putri
0512010221 / FE /EM
Telah diseminarkan dan disetujui untuk menyusun skripsi oleh
Pembimbing Utama
Dra.Ec.Hj.Lucky Susilowaty,MP Tanggal : ………..
Mengetahui
Ketua Program Studi Fakultas Ekonomi
Drs.Ec.Gendut Sukarno, Ms
MEREFERENSIKAN PRODUK NOTEBOOK ACER
(Studi Kasus di Hi-Tech Mall Surabaya)
Yang diajukan
Larasati Laksita Putri
0512010221 / FE /EM
Disetujui untuk Ujian Lisan oleh
Pembimbing Utama
Dra.Ec.Hj.Lucky Susilowaty,MP Tanggal : ………..
Mengetahui
Wakil Dekan I Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
(Studi Kasus di Hi-Tech Mall Surabaya)
Disusun oleh:
Larasati Laksita Putri
0512010221 / FE /EM
Telah Dipertahankan Dihadapan
Dan Diterima Oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur
pada tanggal 26 Maret 2010.
Pembimbing Tim Penguji
Pembimbing Utama Ketua
Dra.Ec.Hj.Lucky Susilowaty,MP DR.Dhani Ichsanudin Nur,SE, MM
Sekretaris
Dra.Ec.Hj.Kustini, MSi
Anggota
Dra.Ec.Mei Retno, MSi Mengetahui
Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR LAMPIRAN ... v
ABSTRAKSI ... vi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.4 Manfaat Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu ... 9
2.2 Landasan Teori ... 11
2.2.1. Anggaran ... 11
2.2.1.1.Pengertian Anggaran ... 11
2.2.1.2. Proses Penyusunan Anggaran ... 13
2.2.1.3. Fungsi Anggaran ... 15
2.2.1.4. Aspek Keperilakuan Dalam Anggaran ... 15
2.3 Informasi Asimetris ... 19
2.3.1. Pengertian Informasi Asimetris ... 19
2.4. Kultur Organisasi ... 22
2.4.1. Pengertian Kultur Organisasi ... 22
2.4.1.1. Sumber-Sumber Budaya Organisasi ... 24
2.4.1.2. Fungsi Budaya Organisasi ... 24
2.4.1.3. Ciri-Ciri Budaya Organisasi ... 25
2.6.1.1. Partisipasi Dalam Penyusunana Anggrana 27
2.6.1.2. Kecukupan Anggaran ... 30
2.7. Budgetary Slack ... 30
2.7.1. Pengertian Budgetary Slack ... 30
2.8. Pengaruh Budgeting participation dan Budgetary Slack ... 32
2.8.1. Pengaruh Budgeting participation, dan informasi asimetri Terhadap Budgetary Slack ... 34
2.8.2. Pengaruh Budgeting participation Dan Budaya Organisasi Terhadap Budgetary Slack ... 35
2.8.3 Pengaruh Budgeting participation dan Group Cohesiveness Terhadap Budgetary Slack ... 36
2.9. Model Analisis ... 37
2.10. Hipotesis ... 39
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Definis Operasional Dan Pengukuran Variabel ... 40
3.1.1. Pengukuran Variabel ... 41
3.2. Teknik Penentuan Sampel ... 45
3.3. Jenis Dan Sumber Data ... 45
3.4. Prosedur Pengumpulan Data ... 45
3.4.1. Pengumpulan Data ... 45
3.5. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 46
3.5.1. Uji Validitas ... 46
3.5.2. Uji reliabilitas ... 46
3.5.3. Uji Normalitas ... 47
3.6. Uji Asumsi Klasik ... 47
3.7. Teknik Analisis Dan Uji Hipotesis ... 49
4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ... 54
4.1.1. Sejarah PDAM “Delta Tirta Sidoarjo” ... 54
4.1.2. Struktur Organisasi ... 56
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 58
4.2.1. Karakteristik Jawaban Responden ... 58
4.2.1.1. Hasil Penelitian Variabel Bebas Partisipasi Anggaran(X1) ... 59
4.2.1.2. Hasil Penelitian Variabel Bebas Informasi Asimetris (X2) ... 60
4.2.1.3. Hasil Penelitian Variabel Bebas Budaya Organisasi (X3) ... 61
4.2.1.4. Hasil Penelitian Variabel Bebas Group Cohesiveness (X4) ... 62
4.2.1.5. Hasil Penelitian Variabel Budgetary slack (Y) 63 4.2.6. Hasil Penelitian Variabel Budgetary Slack (Y) ... 65
4.3. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 64
4.3.1. Uji Validitas ... 64
4.3.2. Uji Reliabilitas ... 67
4.3.3. Uji Normalitas ... 67
4.3.4. Uji asumsi Klasik ... 68
4.4. Analisis Dan Hasil Pengujian Hipotesis ... 70
4.4.1. Analisis Interaksi Regresi Pada Hipotesis 1 ... 70
4.4.1.1. Analisis Interaksi Regresi Partisipasi Anggaran Variabel Moderat Informasi Asimetri Terhadap Budgetary Slack ... 71
Budgetary Slack ... 75
4.5. Hasil Pengujian Uji F ... 77
4.6. Pembahasan Hasil Penelitian Dan Pengujian ... 81
4.6.1. Pembahasan Hipotesis I ... 81
4.6.2. Pembahasan Hipotesis II ... 82
4.6.3. Pembahasan Hipotesis III ... 84
4.6.4. Pembahasan Hipotesis IV ... 85
4.7. Perbedaaan Hasil Penelitian ... 86
4.8. Keterbatasan Penelitian ... 87
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 89
5.2. Saran ... 90
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Tabel 4.1. Tabel Frekuensi Jawaban Variabel Partisipasi Anggaran (X1) . 59
Tabel 4.2. Tabel Frekuensi Jawaban Variabel Informasi Asimetris (X2) ... 60
Tabel 4.3. Tabel Frekuensi Jawaban Variabel Budaya Organisasi (X3) 61
Tabel 4.4. Tabel Frekuensi Jawaban Variabel Group Cohesiveness (X4) 62
Tabel 4.5. Tabel Frekuensi Jawaban Variabel Group Cohesiveness (Y) ... 63
Tabel 4.6. Hasil Uji Validitas Partisipasi Anggaran (X1) ... 65
Tabel 4.7 Hasil Uji Validitas informasi asimetris (X2) ... 65
Tabel 4.8. Hasil Uji Validitas budaya organisasi (X3) ... 65
Tabel 4.9. Hasil Uji Validitas group cohesiveness (X4) ... 66
Tabel 4.10. Hasil Uji Validitas Budgetary slack (Y) ... 66
Tabel 4.11. Hasil Uji reliabilitas ... 67
Tabel 4.12. Uji Normalitas ... 68
Tabel 4.13. Uji Multikolonieritas ... 69
Tabel 4.14. Uji Heterokedastiitas ... 69
Tabel 4.15. Hubungan Regresi Sederhana Antara Variabel Bebas Partisipasi Anggaran dan Budgetary Slack ... 70
Tabel 4.16 Hubungan Regresi Antara Variabel Bebas Partisipasi anggaran, informasi asimetris Sebagai Variabel Interaksi Terhadap Budgetary Slack ... 71
Tabel 4.17 Hubungan Regresi Antara Variabel Bebas Partisipasi anggaran, Budaya Organisasi Sebagai Variabel Interaksi Terhadap Budgetary Slack ... 73
Tabel 4.18. Hubungan Regresi Antara Variabel Bebas Partisipasi anggaran, Group Cohesiveness Sebagai Variabel Interaksi Terhadap Budgetary Slack ... 75
Tabel 4.19 Uji F ... 77
Tabel 4.20 Uji Hipotesis I ... 78
Gambar 1. Gambar Kerangka Pikir ... 39
Gambar 2. Struktur Organisasi ... 57
Lampiran 2 : Hasil Rekap Jawaban Responden
Lampiran 3 : Hasil Uji Validitas, Reliabilitas dan Normalitas
Lampiran 4 : Hasil Normalitas dan Asumsi Klasik
Lampiran 5 : Uji Interaksi Regresi
Lampiran 6 : Frekuensi Jawaban Responden
Keyword : Interaksi Informasi Asimetri, Kultur Organisasi, dan Group
Oleh :
Reysa Annastasya
PDAM “Delta Tirta Sidoarjo”, selaku pengguna anggaran menyusun rencana kerja dan anggaran dengan pendekatan berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai, untuk dapat menyusun RAPBD berdasarkan prestasi kerja atau anggaran berbasis kinerja (ABK) diperlukan sumber daya manusia yang mampu untuk melaksanakannya, Kegiatan operasional dalam penyusunannya yang dampaknya terhadap kinerja manajernya, namun realitas yang terjadi bahwa proses penyusunan anggaran di PDAM “Delta Tirta Sidoarjo” masuh bergantung pada pemerintah daerah setempat, artinya adanya kebergantungan dalam proses anggaran dengan pemerintah daerah setempat. Penelitian mengenai budgetary slack disektor publik khususnya Pemerintah daerah belum banyak dilakukan, padahal di organisasi sektor publik yang meliputi pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, orsospol, yayasan, LSM, dan koperasi, Mardiasmo, (2002: 2) mempunyai karakteristik anggaran yang sangat berbeda baik sifat, penyusunan, maupun pelaporannya. Perbedaan dalam perencanaan dan persiapan anggaran sektor publik, serta adanya pendanaan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah cenderung menyebabkan ketergantungan keuangan yang menimbulkan terjadinya slack
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran di PDAM “Delta Tirta” Sidoarjo yaitu sebanyak 290 responden. Sampel yang di ambil karyawan yang memiliki otoritas dalam menyusun anggaran di PDAM “Delta Tirta” Sidoarjo yaitu sebanyak 68 responden
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah didapatkan bahwa 1). partisipasi anggaran memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Setiap organisasi termasuk pemerintah pusat maupun daerah dalam
melaksanakan tugas yang diemban mutlak mempunyai rencana-rencana yang disusun
an dijadikan pedoman dalam melaksanakan tugas Negara, sejalan dengan tugas yang
iemban tersebut, maka pemerintah merumuskan berbagai kebijakan yang dituangkan
alam bentuk anggaran, melalui anggaran, akan diketahui seberapa besar kemampuan
emerintah dalam melaksanakan berbagai urusan pemerintahan yang menjadi
ewenangnya dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya.
Sebagai wujud dari akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, diperlukan
kewajiban pertanggungjawaban mulai dari perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan
tugas dan fungsinya dalam mewujudkan visi dan misi serta tujuan yang telah
itetapkan sehingga dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat
ang diwujudkan dalam bentuk penetapan anggaran., hal ini diperlukan agar
optimalisasi dalam pelayanan publik menjadi prioritas utama karena masih ditemui
banyak keluhan msyarakat mengenai pengalokasian anggaran yang tidak sesuai
dengan kebutuhan dan kala prioritas masyarakat serta berbagai bentuk pengalokasian
anggaran yang kurang mencerminkan aspek ekonomis, efesiensi dan efektivitas
Perilaku positif terjadi jika terdapat usaha pencapaian tujuan yang saling
mendukung dan terkait (congruence) antara tujuan organisasi secara umum dan
perilaku operasional para manajer, dengan demikian, tujuan anggaran adalah
mendukung terciptanya kesatupaduan aktivitas dari berbagai elemen dan level
manapun di dalam organisasi untuk mencapai tujuan akhir organisasi maka di sini
letak pentingnya system evaluasi terhadap pencapaian target maupun sasaran
organisasi diciptakan sehingga seorang manajer tidak saja termotivasi mencapai
indikator kinerja yang telah direncanakan, pada saat yang bersamaan juga melakuikan
tindakan koneksi berdasarkan kepentingan strategis suatu entitas sektor publik.
Demikian pula jika anggaran tidak dikelola secara tepat, perilaku negatif
(dysfunctional behaviour) para manajer bisa muncul, hal ini terjadi manakala perilaku
manajer kontra produktif dengan tujuan organisasi, sebagai contoh, seorang manajer
yang mendapat hukuman akibat tidak tercapainya sasaran yang ditargetkan oleh
anggaran, hal ini akan mendorong mereka menyusun budget yang secara relative
mudah diperoleh (budget slack), tentu saja, hal demikian merupakan perilaku yang
tidak sesuai dengan kepentingan perusahaan karena anggaran yang ada tidak
mencerminkan espektasi yang realistis, namun, harus diakui penyusunan anggaran
dan sistem evaluasi kinerja yang mampu mengurangi perilaku negative para manajer
bukanlah merupakan tugas yang mudah karena kadang kala kepentingan umum
organisasasi tidak sesuai dengan kepentingan individu, sebagai contoh, suatu entitas
sektor publik berencana memotong anggaran untuk meningkatkan efisiensi
menghendaki tambahan dana untuk meningkatkan efektivitas operasional unit
kerjanya.
Adapun menurut Hilton (Falikhatun, 2007: 2), tiga alasan utama manajer
melakukan budgetary slack :
1. Orang-orang selalu Percaya bahwa hasil pekerjaan mereka akan terlihat bagus
dimata atasan jika mereka dapat mencapai anggarannya;
2. Budgetary slack selalu digunakan untuk mengatasi Kondisi ketidakpastian,
jika tidak ada kejadian yang tidak terduga, yang terjadi manajer tersebut dapat
melampaui atau mencapai anggarannya;
3. Rencana anggaran selalu dipotong dalam proses pengalokasian sumber daya.
Falikhatun (2007: 7), menguji interaksi informasi asimetri, budaya organisasi,
dan group cohesiveness dalam hubungan antara partisipasi penganggaran dan
budgetary slack. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa partisipasi penganggaran
berpengaruh positif signifikan terhadap budgetary slack, informasi asimetri
mempunyai pengaruh negative tetapi signifikan terhadap hubungan partisipasi
penganggaran dengan budgetary slack, budaya organisasi tidak mempunyai pengaruh
terhadap hubungan partisipasi penganggaran dengan budgetary slack.
Group cohesiveness yang didefinisikan sebagai tingkat yang menggambarkan
suatu kelompok dengan anggota yang mempunyai pertalian dengan anggota lainnya
dan keinginan untuk tetap menjadi bagian dari kelompok tersebut. Kelompok dengan
anggota lainnya dan lebih mau untuk membantu dan menolong mereka (Scachter,
Ellertson, McBride, dan Gregory dalam Falikhatun, (2007: 4). Selanjutnya tingkat
kohesivitas dipengaruhi oleh jumlah waktu yang dihabiskan bersama oleh para
anggota kelompok, tingkat kesulitan dari penerimaan anggota baru ke dalam
kelompok, ukuran kelompok, ancaman eksternal yang mungkin, dan sejarah
keberhasilan dan kegagalan kelompok dimasa lalu.
Penelitian mengenai budgetary slack disektor publik khususnya Pemerintah
daerah belum banyak dilakukan, padahal di organisasi sektor publik yang meliputi
pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, orsospol, yayasan, LSM, dan
koperasi, Mardiasmo, (2002: 2) mempunyai karakteristik anggaran yang sangat
berbeda baik sifat, penyusunan, maupun pelaporannya. Perbedaan dalam perencanaan
dan persiapan anggaran sektor publik, serta adanya pendanaan dari pemerintah pusat
ke pemerintah daerah cenderung menyebabkan ketergantungan keuangan yang
menimbulkan terjadinya slack.Mardiasmo, (2002: 21).
Penelitian ini dilakukan di PDAM “Delta Tirta Sidoarjo”, selaku pengguna
anggaran menyusun rencana kerja dan anggaran dengan pendekatan berdasarkan
prestasi kerja yang akan dicapai, untuk dapat menyusun RAPBD berdasarkan prestasi
kerja atau anggaran berbasis kinerja (ABK) diperlukan sumber daya manusia yang
mampu untuk melaksanakannya, dalam usaha meningkatkan sumber daya manusia
tersebut, BPKP berusaha berperan aktif membantu Pemerintah Daerah dengan
Kegiatan operasional dalam penyusunannya yang dampaknya terhadap kinerja
manajernya, namun realitas yang terjadi bahwa proses penyusunan anggaran di
PDAM “Delta Tirta Sidoarjo” masuh bergantung pada pemerintah daerah setempat,
artinya adanya kebergantungan dalam proses anggaran dengan pemerintah daerah
setempat. Berikut realisasi anggaran PDAM “Delta Tirta” Sidoarjo selama kurun
waktu 5 tahun antara tahun 2004 – 2009 sebagai berikut:
Tabel.1. Reliasisasi Anggaran PDAM “Delta Tirta Sidoarjo” 2004 – 2009
TAHUN
Target Anggaran pendapatan
Realisasi Anggaran
pendapatan SELISIH % 2004 497.011.000 483.581.300 13.429.700 2,70% 2006 477.797.481,3 468291043,8 9.506.437,5 1,98% 2007 464.081.956,3 450.445.193,8 13.636.762,5 2,94% 2008 385.625.000 384.506.000 1.119.000 0,29% 2009 336.891.000 334.538.800 2.352.200 0,70%
Sumber : PT. Mardika Sarana Engineering
Berdasarkan data target dan realisasi anggaran pendapatan PDAM “Delta
Tirta” Sidoarjo yang telah ditetapkan perusahaan menunjukkan penurunan anggaran
pendapatan dimana antara realisasi dengan target tidak sesuai, hal tersebut dapat
dilihat dari tabel di atas yaitu tahun 2004 target anggaran pendapatan sebesar
Rp.497.011.000,- dan realisasinya sebesar Rp.483.581.300,- dengan prosentase
2,70% yaitu mengalami penurunan sebesar Rp.13.429.700,-. Slack anggaran adalah
perbedaan antara anggaran yang dinyatakan dan estimasi anggaran terbaik yang
secara jujur dapat diprediksikan. Manajer menciptakan slack dengan
mengestimasikan pendapatan lebih rendah dan biaya lebih tinggi. Manajer melakukan
hal ini agar target anggaran dapat dicapai sehingga kinerja manajer terlihat baik.
dapat berpengaruh atau tidak berpengaruh terhadap slack. Pendukung partisipasi akan
menciptakan slack mengemukakan bahwa semakin tinggi partisipasi yang diberikan
pada bawahan dalam penganggaran cenderung mendorong bawahan menciptakan
slack. Kelompok yang tidak mendukung pendapat itu menyatakan bahwa partisipasi
dapat mengurangi slack yang ditandai dengan komunikasi positif antara para manajer.
Sering kali perusahaan menggunakan anggaran sebagai satu-satunya pengukur
kinerja manajemen. Penekanan anggaran seperti ini dapat memungkinkan timbulnya
slack. Penilaian kinerja berdasarkan tercapai atau tidaknya target anggaran akan
mendorong bawahan untuk menciptakan slack dengan tujuan meningkatkan prospek
kompensasi Berdasarkan pada kajian di atas seharusnya penting untuk dikaji
kesesuaian antar komponen anggaran dalam konteks prosedur anggaran. Kesesuaian
antar komponen anggaran dalam prosedur anggaran akan bermanfaat dalam
penentuan kebijakan anggaran pada setiap tahapan anggaran. Penelitian kontinjensi
antara komponen partisipasi anggaran terhadap budgetary slack tidak secara eksplisit
menggunakan kerangka konsep prosedur anggaran. Sedangkan pengujian dan
penjelasan efektivitas kesesuaian antara komponen anggaran dalam prosedur
anggaran belum pernah dilakukan.
Berdasarkan uraian tersebut mendorong peneliti untuk melakukan penelitian
yang berjudul “Interaksi Informasi Asimetri, Kultur Organisasi, dan Group
Cohesiveness antara Partisipasi Penganggaran dan Budgetary Slack Di PDAM
1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah partisipasi penganggaran berpengaruh terhadap budgetary slack di
PDAM “Delta Tirta” Sidoarjo?
2. Apakah informasi asimetri sebagai variabel pemoderasi berpengaruh antara
partisipasi penganggaran terhadap budgetary slack di PDAM “Delta Tirta”
Sidoarjo?
3. Apakah budaya organisasi sebagai variabel pemoderasi berpengaruh antara
partisipasi penganggaran berpengaruh terhadap budgetary slack di PDAM “Delta
Tirta” Sidoarjo?
4. Apakah group cohesiveness sebagai variabel pemoderasi berpengaruh antara
partisipasi penganggaran terhadap budgetary slack di PDAM “Delta Tirta”
Sidoarjo?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas dapat disusun tujuan dalam penelitian
ini yaitu :
1. Untuk menemukan bukti empiris adanya pengaruh partisipasi penganggaran
terhadap budgetary slack di PDAM “Delta Tirta” Sidoarjo.
2. Untuk menemukan bukti empiris informasi asimetri sebagai variabel pemoderasi
berpengaruh antara partisipasi penganggaran terhadap budgetary slack di PDAM
“Delta Tirta” Sidoarjo.
3. Untuk menemukan bukti empiris budaya organisasi sebagai variabel pemoderasi
“Delta Tirta” Sidoarjo.
4. Untuk menemukan bukti empiris group cohesiveness sebagai variabel pemoderasi
berpengaruh antara partisipasi penganggaran terhadap budgetary slack di PDAM
“Delta Tirta” Sidoarjo.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi
PDAM “Delta Tirta” Sidoarjo kalan Dalam rangka penerapan anggaran berbasis
kinerja.
2. Dapat menjadi masukan bagi peneliti lain yang berminat dan tertarik
memperdalam penelitian akuntansi, khususnya konsentrasi akuntansi sektor
publik.
3. Dapat menambah wacana tentang penerapan anggaran kinerja pada organisasi
sektor publik yang selanjutnya dapat dijadikan informasi tambahan atas penelitian
2.1. Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu
Dalam menunjang penelitian ini, maka didukung oleh penelitian terdahulu
yang relevan dengan penelitian ini adalah :
1. Falikhatun, (2007).
a. Judul “Interaksi Informasi Asimetri, budaya organisasi, dan Group
Cohesiveness dalam hubungan antara partisipasi anggaran dan budgetary
slack”.
b. Permasalahan :1) Apakah partisipasi penganggaran berpengaruh terhadap
budgetary slack?, dan (2) Apakah informasi asimetri, budaya organisasi,
dan Group Cohesiveness sebagai variabel pemoderasi dapat memperkuat
pengaruh partisipasi penganggaran terhadap budgetary slack?
c. Hasil penelitian diatas yaitu bahwa (1) Partisipasi penganggaran
berpengaruh positif signifikan terhadap budgetary slack, (2) informasi
asimetri mempunyai pengaruh negatif tetapi signifikan terhadap hubungan
partisipasi penganggaran dengan budgetary slack, (3) budaya organisasi
tidak mempunyai pengaruh terhadap hubungan partisipasi penganggaran
dengan budgetary slack, (4) Group Cohesiveness yang tinggi mempunyai
pengaruh positif dan signifikan terhadap hubungan partisipasi
2. Ikhsan,Arfan dan Ane.La. 2007
a. Judul penelitian “Pengaruh Partisipasi Anggaran Terhadap Senjangan
Anggaran Dengan Menggunakan Lima Variabel Pemoderasi”.
b. Permasalahan : 1). Apakah gaya kepemimpinan, komitmen organisasi,
ketidakpastian lingkungan, ketidakpastian strategik dan kecukupan
anggaran sebagai variabel moderating dalam menguji hubungan antara
partisipasi penyusunan anggaran dengan senjangan anggaran.
c. Hasil penelitian menunjukkan bahwa output yang dihasilkan menunjukkan
bahwa partisipasi anggaran berpengaruh positif terhadap senjangan
anggaran. Simpulan ini didasarkan pada nilai F yang didapat sebesar
8,2339 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,007. Apabila dibandingkan
dengan tingkat signifikansi sebesar 5%, maka derajat signifikansi yang
dihasilkan dari nilai jauh lebih kecil dibandingkan dengan derajat
signifikansi yang telah ditentukan sebesar 5%. Disamping itu, koefisien
determinasi (R2) yang dihasilkan sebesar 0,072 atau sebesar 7,2%. Ini
menunjukkan bahwa masih banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi
senjangan anggaran selain dari partisipasi anggaran. Variabel kecukupan
anggaran dalam penelitian ini berlaku sebagai pure moderator dalam
hubugannya antara partisipasi anggaran dengan senjangan anggaran.
Sedangkan variabel ketidakpastian strategik, ketidakpastian lingkungan,
komitmen organisasi dan gaya kepemimpinan berlaku sebagai quasi
3. Suhartono, Ehrmann dan solichin, Mochammad. 2006.
a. Judul penelitian “Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggaran Terhadap
Senjangan Anggaran Instansi Pemerintah Daerah Dengan Komitmen
Organisasi Sebagai Pemoderasi”.
b. Permasalahan : 1) Kejelasan Sasaran Anggaran Berpengaruh Negatif
Terhadap Senjangan Anggaran Instansi Pemerintah Daerah. 2). Semakin
Tinggi Kesesuaian Kejelasan Sasaran Anggaran Dengan Komitmen
Organisasi, Semakin Rendah Senjangan Anggaran Instansi Pemerintah
Daerah.
c. Teknik analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi
moderate, pengujian hipotesis dilakukan dengan menguji pengaruh
moderasi dengan menggunakan model nilai selisih mutlak.
d. Hasil penelitian menunjukkan kejelasan sasaran anggaran berpengaruh
negatif signifikan terhadap senjangan anggaran instansi pemerintah daerah
sehingga adanya kejelasan sasaran anggaran akan mengurangi terjadinya
senjangan anggaran. Selain itu, komitmen organisasi berperan sebagai
variabel pemoderasi dalam hubungan antara kejelasan sasaran anggaran
dengan senjangan anggaran instansi pemerintah daerah.
2. 2. Landasan Teori
2.2.1. Anggaran
2.2.1.1. Pengertian Anggaran
Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan oleh
diukur dalam satuan rupiah yang disusun menurut klasifikasi tertentu secara
sistematis untuk satu periode. Anggaran pemerintah merupakan dokumen formal
hasil kesepakatan antara eksekutif dan legislatif tentang belanja dan pendapatan
yang diharapkan dapat menutup kebutuhan belanja dan pembiayaan yang
diperlukan. Anggaran mengoordinasikan aktivitas belanja pemerintah dan
memberi landasan bagi upaya perolehan pendapatan dan pembiayaan untuk
periode anggaran, yaitu periode tahunan. (Andayani, 2007: 63).
Mardiasmo (2002: 62) menyatakan anggaran publik berisi rencana
kegiatan yang direpresentasikan dalam bentuk rencana perolehan pendapatan dan
belanja dalam satuan moneter. Sementara itu, Mulyadi (1993:488) mendefinisikan
anggaran sebagai suatu rencana kerja yang dinyatakan secara kuantitatif, yang
diukur dalam satuan moneter standar dan satuan ukuran yang lain, yang mencakup
jangka waktu satu tahun. Anggaran merupakan suatu rencana kerja jangka pendek
yang disusun berdasarkan rencana kegiatan jangka panjang yang ditetapkan dalam
proses penyusunan program (Programming). Sedangkan menurut Adi Saputro dan
Asri (2003:6) memberikan definisi anggaran sebagai berikut: “suatu pendekatan
yang formal dan sistematis daripada pelaksanaan tanggung jawab manajemen di
dalam perencanaan, koordinasi, dan pengawasan”. Jadi anggaran merupakan
rencana jangka pendek yang dibuat sesuai dengan rencana kegiatan jangka
panjang yang dibuat secara sistematis sebagai dasar proses pelaksanaan kegiatan
2.2.1.2. Proses penyusunan Anggaran
Penyusunan anggaran pada dasarnya merupakan proses penetapan peran
setiap manajer dalam melaksanakan program atau bagian dari program
(Mulyadi,1993:501). Ikhsan dan Ishak (2008:161) mengungkapkan ada tiga tahap
utama dalam proses penyusunan anggaran, yakni (1) penetapam tujuan, (2)
implementasi, (3) pengendalian dan evaluasi kerja. Menyusun budget perusahaan
dapat menggunakan berbagai metode yang lazim digunakan (Harahap,1997:89).
Pilihan metode sangat tergantung dari kondisi dan keinginan manajemen
perusahaan yang bersangkutan. Ditinjau dari siapa yang membuatnya, penyusunan
budget dapat dilakukan dengan berbagai cara berikut (Harahap,1997:89):
1. Otoriter atau top down (atas kebawah)
Dalam pendekatan ini anggaran disusun mulai dari manajer puncak.
Anggaran disusun dan ditetapkan sendiri oleh pimpinan dan anggaran
harus dilaksanakan bawahan tanpa keterlibatan bawahan dalam
penyusunannya. Metode ini cocok untuk karyawan yang tidak mampu
menyusun anggaran atau dianggap akan tetrlalu lama dan tidak tepat jika
diserahkan pada karyawan. Dalam metode ini, atasan bias saja
menggunakan konsultan atau tim khusus untuk menyusunnya. Kelemahan
dari pendekatan ini adalah bawahan menjadi merasa tertekan oleh
pekerjaannya dan berperilaku tidak semestinya. Keunggulannyabadalah
anggaran damn prosesnya menjadi lebih mudah dikendalikan oleh manajer
puncak.
2. Demokrasi atau bottom up (bawah keatas)
Dalam pendekatan ini, anggaran disusun berdasarkan hasil keputusan
karyawan. Anggaran disusun mulai dari bawahan sampai ke atasan.
Bawahan diberikan kewenangan sepenuhnya untuk menyusun anggaran
yang akan dicapai masa yang akan dating. Metode ini tepat digunakan jika
karyawan sudah memiliki kemampuan penyusunan anggaran yang akan
dicapai dimasa yang akan dating. Metode ini tepat digunakan jika
karyawan sudah memiliki kemampuan menyusun anggaran dan tidak
dikhawatirkan akan menimbulkan proses yang lama dan berlarut.
Kelemahan metode ini adalah dengan partisipasi yang terlalu luas sering
menimbulkan konflik dan memakan waktu yang panjang dalam prosesnya.
Kelebihannya terletak pada mekanisme negosiasi yang ada antara
penyusun anggaran dan komite anggaran.
3. Campuran atau top down dan bottom up (anggaran partisipasi)
Metode ini merupakan campuran dari kedua metode diatas. Secara umum
metode ini biasanya disebut metode penganggaran partisipatif. Dalam
pendekatan ini, anggaran disusun dengan memulainya dari atas dan
kemudian untuk selanjutnya dilengkapi dan dilanjutkan oleh karyawan
bawahan. Jadi pedoman dari atasan atau pimpinan dan dijabarkan oleh
anggaran merupakan keterlibatan yang meliputi pemberian pendapat,
pertimbangan dan usulan dari bawahan kepada pimpinan dalam
mempersiapkan dan merevisi anggaran. Partisipasi dalam proses
penyusunan anggaran merupakan suatu proses kerjasama dalam
pembuatan keputusan yang melibatkan dua kelompok atau lebih yang
berpengaruh pada pembuatan keputusan di masa yang akan dating.
2.2.1.3.`Fungsi Anggaran
Andayani (2007 : 63)Anggaran mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Anggaran merupakan kesepakatan kebijakan yang digunakan untuk
kepentingan publik
2. Anggaran menggambarkan keseimbangan antara belanja, pendapatan,
dan pembiayaan yang diinginkan sesuai tujuan yang ingin dicapai.
3. Anggaran menjadi kekuatan hukum dan landasan pelaksanaan APBD.
4. Anggaran memberikan landasan penilaian kinerja pemerintah.
5. Hasil pelaksanaan anggaran dipertanggungjawabkan dalam laporan
keuangan.
2.2.1.4. Aspek Keperilakuan dalam anggaran
Anggaran seringkali digunakan sebagai alat penilaian kinerja para manajer
(Hansen dan Mowen,2006:375). Bonus, kenaikan gaji, dan promosi dipengaruhi
oleh kemampuan manajer dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah dianggarkan.
Anggaran mempengaruhi status keuangan dan karir manajer, oleh karena itu
anggaran dapat menimbulkan dampak yang signifikan terhadap perilaku manajer.
kepada anggaran. “power” yang diberikan kepada anggaran ini kemudian diatur
tata caranya sehingga dapat mempengaruhi perilaku pelaksana anggaran
(Harahap, 1997:275).
Ikhsan dan Ishak (2008:162) menjelaskan tiga tahap utama dalam proses
penyusunan anggaran yang dinilai mempunyai pengaruh terhadap perilaku
penyusunannya, antara lain: penetapan tujuan, implementasi, dan pengendalian
dan evaluasi kinerja. Tahap penetapan tujuan dimulai dengan menterjemahkan
tujuan organisasi yang luas ke dalam tujuan-tujuan aktivitas yang khusus. Konsep
utama perilaku yang berpengaruh terhadap tahapan penetapan tujuan adalah prose
perencanaan meliputi partisipasi, kesesuaian tujuan, dan komitmen.
Tahap berikutnya setelah penetapan tujuan adalah tahap implementasi,
pada tahap ini rencana formal digunakan untuk mengkomunikasikan tujuan dan
strategi organisasi. Aspek keprilakuan yang mempengaruhi tahap ini adalah
komunikasi, kerjasama, dann koordinasi. Tahap terakhir dalam penyusunan
anggaran adalah tahap pengendalian dan evaluasi kinerja. Anggaran yang telah
diimplementasikan, meripakan elemen kunci system pengendalian. Anggaran
menjadi tolak ukur keberhasilan kinerja akrual, selain itu anggaran juga berfungsi
sebagai suatu dasar untuk melakukan menejemen berdasarkan pengecualian.
Welsch (1978) sebagaimana yang dikutip oleh harahap (1997:277)
mengemukakan beberapa hal yang mempengaruhi sikap setiap individu karena
peran anggaran yaitu system, orientasi tujuan, sikap perilaku, partisipasi, staf lini
dan fungsional, tekanan, sikap menolak perubahan, penilaian prestasi, melindungi
1. Sistem
Anggaran merupakan system untuk mencapai tujuan dan untuk menilai
prestasi individu atau divisi. Sistem ini akan mempengaruhi staf dan pada
akhirnya staf juga akan dapat memberikan sikap positif atau negative
pada system ini
2. Orientasi tujuan
Keberhasilan suatu anggaran memerlukan keharmonisan antara tujuan
perusahaan dengan tujuan divisi atau orangg yang ada dalam organisasi
tersebut. Tujuan perusahaan harus sejalan (congruence) dengan budaya
perusahaan, etika bisnis dan hokum ekonomi maupun prinsip kebenaran
yang berlaku. Jika hal tersebut tidak terjadi maka perilaku individu
terhadap anggaran akan berlawanan atau tidak harmonis.
3. Sikap perilaku
Perilaku atasan yang akan diikuti bawahan sehingga sikap yang
merupakan persyaratan anggaran efektif harus dapat dicontohkan oleh
atasan seperti perilaku partisipatif, wajar, adil, terbuka dan orientasi untuk
mencapai tujuan.
4. Partisipasi
Salah satu sikap penting dalam system anggaran adalah kesempatan bagi
setiap manajer untuk dapat berpartisipasi dalam penyusunan rencana
5. Staf lini dan fungsional
Pertentangan sering terjadi antara personil lini dengan personil staf. Staf
dituduh menggunakan kekuasaan lini dan lini dinilai bekerja tidak efektif.
Permasalahan ini diselesaikan dengan memperjelas fungsi masing-masing
personel tersebut sehingga terdapat kejelasan mengenai siapa yang
bertanggung jawab terhadap suatu persoalan.
6. Tekanan
Angaran berhubungan dengan tekana. Tekanan tidak hanya dapat
meningkatkan produktivitas tetapi juga menimbulkan perilaku merusak,
frustasi dan demotivasi.
7. Sikap menolak perubahan
Setiap individu pada umumnya menolak setiap hal yang baru karena
perubahan dianggap dapat mengurangi peran, pendapat, dan kekuasaan.
8. Penilaian prestasi
Sistem anggaran merupakan salah satu alat dalam menilai prestasi.
Penilaian prestasi harus dilaksanakan secara objektif, adil, terbuka,
konsisten, dan memberikan penghargaan kepada yang berprestasi. Jika hal
tersebut tidak dilakukan maka akan menimbulkan perilaku disfungsional
9. Melindungi diri
Anggaran dapat dijadikan alat bagi setiap orang untuk melindungi
bagiannya, dan kelompoknya dari berbagai penilaian negatif.
10.Perhitungan variance
Dalam perhitungan penyimpangan (variance) mengandung berbagai
kemungkinan yang mempengaruhi perilaku karyawan yang terlibat dalam
anggaran.
11.Slack budgeting
Slack budgeting diwujudkan dalam usaha untuk menurunkan anggaran
dengan harapan dapat mendapatkan penilaian bagus atau reward.
2.3. Informasi Asimetri
2.3.1. Pengertiaan Informasi Asimetris
Informasi asimetris merupakan pemicu (antecedent) senjangan anggaran.
Peneliti terinspirasi untuk meneliti hubungan antara partisipasi anggaran dan
informasi asimetris sehingga keberadaan senjangan anggaran dapat dideteksi lebih
awal Ompusungu dan Bawono,(2006). Agen lebih banyak mempunyai informasi
karena berhubungan secara langsung dengan perusahaan.
Dapat disimpulkan bahwa asimetri informasi timbul ketika manajer lebih
mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa depan
Laporan keuangan sebagai sarana informasi yang ditujukan untuk
mengurangi asimetri informasi antara manajemen dan pemilik perusahaan
memiliki kelemahan tertentu, meskipun pembuatan laporan keuangan telah diatur
oleh suatu standar yang ditetapkan oleh profesi akuntan, namun perlu disadari
bahwa laporan keuangan mengandung banyak asumsi, penilaian serta pilihan
metode penghitungan yang dapat digunakan oleh pembuatnya. Adanya pilihan
kebijakan akuntansi dalam standar yang dapat digunakan membuat manajemen
memiliki cukup keleluasaan untuk memanipulasi laporan keuangan tersebut.
Salah satu tindakan agen tersebut disebut sebagai earnings management.
Baiman (1982) dalam Kren (1992) dalam Ompusungu dan Bawono,(2006)
mengidentifikasi 2 jenis informasi utama dalam organisasi yaitu decision
influencing dan job relevant information (JRI), yakni informasi yang
memfasilitasi pembuatan keputusan yang berhubungan dengan tugas. JRI
meningkatkan kinerja melalui pemberian perkiraan yang lebih akurat mengenai
lingkungan sehingga dapat dipilih rangkaian tindakan efektif yang terbaik
Merchant (1981), Chow et al. (1988) serta Nouri dan Parker (1998) dalam
Mulyasari (2005) menyatakan bahwa apabila bawahan atau pelaksana anggaran
ikut berpartisipasi dalam penyusunan anggaran maka menghasilkan
pengungkapan informasi privat yang mereka miliki. Atasan atau pemegang kuasa
anggaran menerima informasi yang belum diketahui sebelumnya dan
meningkatkan akurasi pemahaman terhadap bawahan atau pelaksana anggaran
pemegang kuasa anggaran dan bawahan atau pelaksana anggaran, dalam hal ini
kepala bagian dengan kepala sub bagian.
Atasan atau pemegang kauasa anggaran mungkin mempunyai pengetahuan
yang lebih daripada bawahan atau pelaksana anggaran mengenai unit tanggung
jawab bawahan/pelaksana anggaran, ataupun sebaliknya, bila kemungkinan yang
pertama terjadi, akan muncul tuntutan yang lebih besar dari atasan atau pemegang
kuasa anggaran kepada bawahan atau pelaksana anggaran mengenai pencapaian
target anggaran yang menurut bawahan atau pelaksana anggaran terlalu tinggi,
namun bila kemungkinan yang kedua terjadi, bawahan atau pelaksana anggaran
akan menyatakan target lebih rendah daripada yang dimungkinkan untuk dicapai.
Keadaan dimana salah satu pihak mempunyai pengetahuan lebih daripada yang
lainnya terhadap sesuatu hal disebut informasi asimetris.
Ada dua tipe asimetri informasi: adverse selection dan moral hazard.
Qomariyah, Suparno dan Rahmawati,(2006).
1. Adverse selection
Adverse selection adalah jenis asimetri informasi dalam mana satu pihak atau
lebih yang melangsungkan/akan melangsungkan suatu transaksi usaha, atau
transaksi usaha potensial memiliki informasi lebih atas pihak-pihak lain.
Adverse selection terjadi karena beberapa orang seperti manajer perusahaan
dan para pihak dalam (insiders) lainnya lebih mengetahui kondisi kini dan
2. Moral Hazard
Moral hazard adalah jenis asimetri informasi dalam mana satu pihak atau lebih
yang melangsungkan atau akan melangsungkan suatu transaksi usaha atau
transaksi usaha potensial dapat mengamati tindakan-tindakan mereka dalam
penyelesaian transaksi-transaksi mereka sedangkan pihak-pihak lainnya tidak.
Moral hazard dapat terjadi karena adanya pemisahan pemilikan dengan
pengendaliaan yang merupakan karakteristik kebanyakan perusahaan besar.
2.4. Kultur Organisasi
2.4.1. Pengertian Kultur Organisasi
Budaya organisasi itu didasarkan pada suatu konsep bangunan pada tiga
tingkatan yaitu: tingkatan asumsi dasar, kemudian tingkatan nilai, dan tingkatan
artifact yaitu sesuatu yang ditinggalkan. Tingakatan asumsi dasar itu merupakan
hubuingan manusia dengan apa yang ada di lingkungannya, alam, tumbuh –
tumbuhan, binatang, manusia, hubungan itu sendiri. Asumsi dasar itu dapat
diartikan suatu philosophy, keyakinan, yaitu suatu yang tidak bisa dilihat mata
tapi ditanggung bahwa itu ada. Tingkatan yang berikutnya adalah nilai, nilai itu
dalam hubungannya dengan perbutan dan tingkah laku untuk itu nilai dapat diukur
dengan adanya perubahan – perubahan atau dengan melalui consensus social,
sedangkan artifact adalah sesuatu yang dapat dilihat tetapi sulit untuk ditirukan,
bisa dalam bentuk teknologi, seni atau sesuatu yang dapat didengar. Thoyib
(2005: 65).
Robbin, (2003:289), menjelaskan bahwa budaya organisasi itu merupakan
hal yang sedemikian tersebut dapat membedakan organisasi tersebut dengan
organisasi lainnya, sistem nilai tersebut dibangun oleh 7 karakteristik sebagai sari
dari budaya organisasi, 7 karaktersitik tersebut adalah :
1. Inovasi dan pengambilan resiko
Tingakatan dimana para karyawan terdorong untuk berinovasi dan
mengambil resiko.
2. Perhatian yang rinci
Suatu tingkatan dimana para karyawan diharapkan memperlihatkan
kecermatan, analisis dan perhatian kepada rincian.
3. Orientasi hasil
Tingakatan dimana manajemen memusatkan perhatian pada hasil
bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil.
4. Orientasi pada manusia
Tingkatan dimana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil –
hasil pada orang – orang anggota organisasi tersebut.
5. Orientasi tim
Suatu tingkatan dimana kegiatan kerja diorganisir di sekitar tim – tim,
buaknya individu – individu.
6. Keagresifan
Tingkatan dimana orang – orang (anggota organisasi) itu memiliki sifat
7. Kemantapan
Tingkatan dimana kegiatan organisasi menekankan di pertahankannya
status quo daripada pertumbuhan.
2.4.1.1. Sumber-sumber Budaya Organisasi
Menurut Tosi, Rizzo, Carrol seperti yang dikutip oleh Munandar
(2001:264), budaya organisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Pengaruh umum dari luar yang luas
Mencakup faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan atau hanya
sedikit dapat dikendalikan oleh organisasi.
2. Pengaruh dari nilai-nilai yang ada di masyarakat
Keyakinan-keyakinan dn nilai-nilai yang dominan dari masyarakat
luas misalnya kesopansantunan dan kebersihan.
3. Faktor-faktor yang spesifik dari organisasi
Organisasi selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam
mengatasi baik masalah eksternal maupun internal organisasi akan
mendapatkan penyelesaian-penyelesaian yang berhasil. Keberhasilan
mengatasi berbagai masalah tersebut merupakan dasar bagi tumbuhnya
budaya organisasi.
2.4.1.2. Fungsi Budaya Organisasi
Menurut Robbins (1996 : 294), fungsi budaya organisasi sebagai berikut :
1. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi
dan yang lain.
organisasi.
3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang
lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang.
4. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan
organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk
dilakukan oleh karyawan.
5. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang
memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.
2.4.1.3. Ciri-ciri Budaya Organisasi
Menurut Robbins (1996:289), ada 7 ciri-ciri budaya organisasi adalah:
1. Inovasi dan pengambilan resiko. Sejauh mana karyawan didukung
untuk menjadi inovatif dan mengambil resiko.
2. Perhatian terhadap detail. Sejauh mana karyawan diharapkan
menunjukkan kecermatan, analisis dan perhatian terhadap detail.
3. Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen memfokus pada hasil
bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai
hasil tersebut.
4. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan manajemen
memperhitungkan efek pada orang-orang di dalam organisasi itu.
5. Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar
tim-tim, ukannya individu.
6. Keagresifan. Berkaitan dengan agresivitas karyawan.
organisasi yang sudah baik.
Dengan menilai organisasi itu berdasarkan tujuh karakteristik ini, akan
diperoleh gambaran majemuk dari budaya organisasi itu. Gambaran ini menjadi
dasar untuk perasaan pemahaman bersama yang dimiliki para anggota mengenai
organisasi itu, bagaimana urusan diselesaikan di dalamnya, dan cara para anggota
berperilaku (Robbins, 1996 : 289).
2.5. Group Cohesiveness
2.5.1. Pengertian Group Cohesiveness
Group Cohesiveness atau yang disebut kohesivitas kelompok dapat
didefinisikan sebagai tingkat yang menggambarkan suatu kelompok yang
anggotanya mempunyai pertalian dengan anggota lainnya dan keinginan untuk
tetap menjadi bagian dari kelompok tersebut. (Kidwell, Mossholder, dan Bennett
dalam Kim dan Taylor, 2001). Kelompok dengan tingkat kohe-sivitasnya tinggi
menyebabkan individu cenderung lebih sensitif kepada anggota lainnya dan lebih
mau untuk membantu dan menolong mereka (Scachter, Ellertson, McBride, dan
Gregory dalam Kim dan Taylor, 2001).
Selanjutnya tingkat kohesivitas dipengaruhi oleh jumlah waktu yang
dihabiskan bersama oleh para anggota kelompok, tingkat kesulitan dari
penerimaan anggota baru ke dalam kelompok, ukuran kelompok, ancaman
eksternal yang mungkin, dan sejarah keberhasilan dan kegagalan kelompok di
masa lalu. Semakin besar kesempatan bagi para anggota kelompok untuk bertemu
dan berinteraksi satu sama lain, maka lebih besar juga kesempatan bagi anggota
sulit untuk diterima menjadi anggota kelompok tersebut, maka para anggotanya
semakin menghargai keanggotaan yag mereka miliki (Ikhsan, dkk, 2005: 215).
2.6. Partisipasi Anggaran
2.6.1. Pengertian Partisipasi Anggaran
Menurut Brownell (1982b) dalam Sumarno (2005), partisipasi anggaran
adalah tingkat keterlibatan dan pengaruh individu dalam penyusunan anggaran
sementara Chong (2002) menyatakan sebagai proses dimana bawahan atau
pelaksana anggaran diberikan kesempatan untuk terlibat dalam dan mempunyai
pengaruh dalam proses penyusunan anggaran. Kesempatan yang diberikan
diyakini meningkatkan pengendalian dan rasa keterlibatan dikalangan
bawahan/pelaksana anggaran
2.6.1.1. Partisipasi dalam Penyusunan Anggaran
Partisipasi dalam penyusunan anggaran berarti keikutsertaan manajer
operasi dalam memutuskan bersama dengan komite anggaran mengenai
rangkaian kegiatan dimasa yang akan datang yang akan ditempuh oleh manajer
operasi tersebut dalam pencapaian sasaran anggaran.
Partisipasi anggaran terutama dilakukan oleh manajer tingkat menengah
yang memegang pusat-pusat pertanggungjawaban dengan menekankan pada
keikutsertaan mereka dalam proses penyusunan dan penentuan sasaran anggaran
yang menjadi tanggung jawabnya. Dengan dilibatkannya manager dalam
penyusunan anggaran, akan menambah informasi bagi atasan mengenai
masalah yang berkaitan dengan anggaran (Siegel dan Marconi, 1989). Dengan
diizinkannya para manajer bawahan untuk berpartisipasi dalam pembuatan
keputusan, memberi kesempatan bagi mereka untuk menggabungkan informasi
pribadi atau informasi khusus yang dimilikinya untuk digabungkan dengan tujuan
pribadi manajer tersebut dan memberi kesempatan bagi mereka untuk
mengadakan penawaran dengan manajer diatasnya. Dalam konteks yang lebih
spesifik, partisipasi dalam anggaran merupakan proses dimana para individu, yang
kinerjanya dievaluasi dan memperoleh penghargaan berdasarkan pencapaian
target sasaran, terlibat dan mempunyai pengaruh dalam penjualan target sasaran.
Seperti dikemukakan Milani (1975) yang dikutip Anissarahma,(2008),
bahwa tingkat keterlibatan dan pengaruh bawahan dalam proses penyusunan
anggaran merupakan factor utama yang membedakan antara anggaran
partisipatif dan anggaran non partisipatif, aspirasi bawahan lebih diperhatikan
dalam proses penyusunan anggaran partisipatif dibandingkan dengan anggaran
non partisipatif.
Partisipasi yang sukses akan memberikan keuntungan kepada perusahaan
sebagai berikut:
1. Suatu pengaruh yang sehat pada kepentingan inisiatif dan formal
2. Akan menghasilkan rencana yang lebih baik, karena adanya kombinasi
pemikiran dari beberapa individu
3. Seluruh tingkat manajemen lebih menyadari bagaimana fungsinya sesuai
dengan keseluruhan struktur gambar operasionalnya
5. Bagi karyawan bawahan dapat menyadari situasi dimsa mendatang
Proses penyusunan anggaran merupakan kegiatan yang penting dan
kompleks, kemungkinan akan menimbulkan dampak fungsional dan disfungsional
terhadap sikap dan prilaku anggota organisasi (Milani, 1975) dalam
Anissarahma,(2002:650). Brownell (1982) menjelaskan partisipasi sebagai suatu
proses mengevaluasi kinerja para individu dan menetapkan penghargaan atas
dasar sasaran anggaran yang telah dicapai serta keterlibatan dan pengaruh para
individu dalam penyusunan anggaran. Partisipasi dalam penyusunan anggaran
lebih memungkinkan bagi para manajer (sebagai bawahan) untuk melakukan
negosiasi dengan atasan mereka mengenai kemungkinan target anggaran yang
dapat dicapai (Dunk, 1993).
Adapun indikator dari partisipasi anggaran adalah sebagai berikut : Milani,
(1975) dikutip oleh Supriyono,(2004:282).
1. Seberapa besar keterlibatan para manajer dalam pengusulan dan penyusunan
anggaran bidang yang menjadi tanggung jawabnya.
2. Tingkat kelogisan alasan yang diberikan oleh atasan para manajer dalam
merevisi anggaran yang mereka usulkan atau susun.
3. Seberapa sering manajer mengajak atasannya mendiskusikan anggaran yang
diusulkannya.
4. Seberapa besar pengaruh yang dimiliki manajer dalam penentuan jumlah
anggaran final yang menjadi tanggung jawabnya.
2.6.1.2. Kecukupan Anggaran
Kecukupan anggaran adalah tingkat persepsi individu bahwa
sumber-sumber yang dianggarkan mencukupi untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas yang
diperlukan. Supriyono, (2004:282) Gagasan tersebut dapat dibedakan dari gagasan
budgetary slack adalah kesengajaan bawahan untuk menyusun usulan anggaran
biaya yang jumlahnya berlebihan dibandingkan dengan anggaran yang sewajarnya
diperlakukan. Dengan kata lain budgetary slack terdiri atas dua komponen yaitu;
1). sumber-sumber anggaran yang berlebihan. 2). hasil dari bias yang disengaja
dalam meramal anggaran. kecukupan anggaran tidak mudah dicapai harus
melibatkan sumber-sumber yang berlebihan atau bias yang disengaja dalam
peramalan.
Adapun indikator dari kecukupan anggaran adalah sebgai berikut:
Supriyono, (2004:282).
1. Anggaran manajer tersebut memungkinkan untuk melaksanakan apa yang
diharapkannya.
2. Dengan menggunakan anggaran, manajer dapat mencapai apa yang
diharapkannya.
3. Manajer percaya dengan menggunakan anggaran dapat mencapai apa yang
diharapkannya
2.7. Budgetary slack
2.7.1. Pengertian Budgetary Slack
Budgetary slack adalah perbedaan jumlah anggaran yang diajukan oleh
Govindradjan, 2001). Dalam keadaan terjadinya budgetary slack, bawahan
cenderung mengajukan anggaran dengan merendahkan pendapatan dan
menaikkan biaya dibandingkan dengan estimasi terbaik yang diajukan, sehingga
target akan mudah dicapai.
Budgetary slack atau kesenjangan anggaran didefinisikan sebagai
perbedaan selisih antara sumber daya yang sebenarnya dibutuhkan untuk
melaksanakan sebuah pekerjaan dengan sumber daya yang diajukan dalam
anggaran.. Definisi dari Siegel (1989), slack adalah selisih sumber daya yang
diperlukan dengan sumber daya yang disediakan untuk suatu pekerjaan. Menurut
definisi dari Young (1985), slack adalah the amount by which subordinate
understate his productive capability when given chance to select work standard
against which his performance will be evaluated. Manajer dapat menciptakan
slack anggaran atau yang disebut budgetary slack yaitu dengan menurunkan
pendapatan atau dengan menaikkan biaya dalam proses penganggaran.
Tujuan manajer melakukan budgetary slack yaitu agar anggaran tersebut
mudah dicapai dan kinerjanya terlihat baik. Menurut Merchant dan Manzoni
(1989), slack dapat meningkatkan kesempatan pembuat anggaran menghindari
intervensi dari manajemen atas, menurunkan risiko pemecatan, dan lain-lain.
Beberapa pendapat menyatakan bahwa slack anggaran dalam jumlah kecil
diperbolehkan untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan perubahan
kondisi di masa mendatang, apabila slack yang diciptakan terlalu besar sehingga
target anggaran dapat dicapai dengan sangat mudah, maka fungsi anggaran
Anggaran dikatakan mengandung suatu slack apabila para manajer menyusun
target anggaran lebih rendah daripada peramalan masa depan sehingga anggaran
menjadi lebih mudah dicapai. Hal lain yang dapat mengindikasikan adanya slack
dalam anggaran adalah jika manajer mampu menegosiasikan target anggaran
sehingga target tersebut dapat dengan mudah dicapai.
Sebaliknya suatu anggaran mengandung sedikit slack apabila probabilitas
pencapaiannya rendah. Anggaran juga dikatakan mengandung sedikit slack jika
target anggaran mensyaratkan usaha yang serius dan tingkat efisiensi yang tinggi
dalam mencapainya
2.8. Pengaruh Budgeting participation dan Budgetary Slack
Hasil penelitian Falikhatun (2007), membuktikan bahwa partisipasi
penganggaran berpengaruh positif signifikan terhadap budgetary slack. Hal
tersebut didukung oleh Baiman (1982) dan Dunk (1993) yang memperkuat
argument bahwa partisipasi cenderung mengurangi budgetary slack.
Penelitian mengenai pengaruh partisipasi penganggaran terhadap
budgetary slack masih menunjukkan ketidak konsistenan hasil. Dunk (1993)
menyatakan bahwa partisipasi dapat mengurangi budgetary slack. Hasil penelitian
lain menyatakan sebaliknya, partisipasi menyebabkan budgetary slack.
Perumusan hipotesis yang menyatakan pengaruh partisipasi penganggaran
terhadap budgetary slack mengacu pada penelitian Young (1985) yaitu partisipasi
menyebabkan budgetary slack. Alasannya, bawahan yang terlibat dalam
penyusunan anggaran cenderung melonggarkan anggaran yang disusun agar
Pengaruh partisipasi dalam penyusunan anggaran terhadap slack juga
diperkuat oleh Lukka (1988) dalam anissarahma, (2008). Ahli ini berargumen
bahwa tingkat partisipasi anggaran yang tinggi dari para manajer tingkat bawah
dalam menyusun anggaran, akan memberikan kesempatan dalam menciptakan
kreasi slack anggaran secara langsung. Sebaliknya tingkat partisipasi para manajer
tingkat bawah yang rendah dalam menyusun anggaran, tidak akan memberikan
kesempatan secara langsung dalam dalam menciptakan kreasi slack. Berdasarkan
beberapa teori dan penelitian yang telah dikemukakan diatas tampak bahwa tinggi
atau rendahnya partisipasi dalam penyusunan angaran mempengaruhi tinggi atau
rendahnya slack anggaran. Agency Theory, merupakan konsep yang menjelaskan
hubungan kontraktual antara principal’s dan agents. Pihak principal adalah pihak
yang memberikan mandate kepada pihak lain, yaitu agent, untuk melakukan
semua kegiatan atas nama principal dalam kapasitasnya sebagai pengambil
keputusan.
Penelitian ini, pendekatan agency akan diadopsi untuk mengevaluasi
keefektifan partisipasi anggaran dalam budgetary slack. Direktur utama, umum
dan teknik selaku pejabat yang terlibat dalam penyusunan anggaran dapat
mendorong Kepala Bagian, Kasubag, Kepala cabang, dan Kepala seksi di
lingkungan PDAM “Delta Tirta” Sidoarjo untuk memberikan informasi yang
2.8.1. Pengaruh Budgeting participation, Dan Informasi Aasimetri Terhadap
Budgetary Slack
Anissarahma, (2008)mengatakan interaksi partisipasi anggaran, informasi
asimetris, budget emphasis dan komitmen organisasi terdapat pengaruh yang
signifikan terhadap slack anggaran. Penelitian Yulia Fitri (2004) menunjukkan
bahwa informasi asimetris, partisipasi penganggaran, dan komitmen organisasi
secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap timbulnya senjangan
anggaran, namun setelah diuji secara parsial variabel informasi asimteris tidak
berpengaruh signifikan terhadap timbulnya senjangan anggaran, sedangkan
variabel partisipasi penganggaran dan komitmen organisasi berpengaruh negatif
yang signifikan terhadap senjangan anggaran, oleh karena variabel partisipasi
penganggaran dan komitmen organisasi dapat menurunkan senjangan anggaran,
maka untuk dapat mengurangi senjangan anggaran diperlukan tindakan-tindakan
yang dapat meningkatkan partisipasi dan komitmen organisasi.
Partisipasi bawahan dalam proses penyusunan anggaran memberikan
kesempatan pada atasan untuk memperoleh akses informasi lokal (Baiman 1982)
yang mengijinkan para bawahan untuk mengemukakan bahwa beberapa informasi
yang bersifat pribadi yang mungkin disatukan ke dalam standar atau anggaran.
Tetapi para bawahan mungkin salah menafsirkan beberapa informasi pribadi
mereka, yang mungkin dapat mengarahkan pada budget slack (Young: 1985), oleh
sebab itu, partisipasi bawahan memunkinkan atasan untuk memperoleh akses ke
informasi yang bersifat pribadi dan menjadikan anggaran lebih komunikatif,
munculnya slack anggaran dalam susunan anggaran yang bersifat partisipatif
Penelitian Falikhatun (2007) mengatakan informasi asimetri mempunyai
pengaruh negatif tetapi signifikan terhadap hubungan partisipasi penganggaran
dengan budgetary slack. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Wartono (1998) yang menyatakan bahwa informasi asimetri berpengaruh
sebagai variabel yang memoderasi pada hubungan partisipasi penganggaran
dengan budgetary slack.
Dunk,(1993), meneliti pengaruh informasi asimetri terhadap hubungan
antara partisipasi dan budgetary slack. Ia menyatakan bahwa informasi asimetri
akan berpengaruh negatif terhadap hubungan antara partisipasi dan budgetary
slack.
2.8.2. Pengaruh Budgeting participation Dan Budaya Organisasi Terhadap
Budgetary Slack
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Supomo &
Indriantoro (1998) yang menyatakan bahwa budaya organisasi yang berorientasi
pada orang mempunyai pengaruh positif dalam anggaran partisipatif yang berarti
mengurangi terjadinya slack. Perbedaan hasil penelitian ini dimungkinkan karena
perbedaan sample yang digunakan yaitu organisasi sector publik.
Budaya pada hakekatnya merupakan pola yang terintegrasi dari perilaku
manusia yang mencakup pikiran, ucapan, tindakan, artifak-artifak dan bergantung
pada kapasitas manusia untuk belajar dan mentransmisikannya bagi keberhasilan
generasi yang ada. Dari pengertian ini dapat ditangkap bahwa budaya organisasi
dan dirasakan melalui perilaku-perilaku anggotanya serta nilai-nilai yang mereka
anut. Budaya mempengaruhi cara manusia bertindak dalam organisasi
Supomo dan Indriantoro (1998) menemukan ada pengaruh positif budaya
organisasi yang berorientasi pada orang dan pengaruh negatif pada budaya
organisasi yang berorientasi pada pekerjaan terhadap keefektifan anggaran
partisipatif dalam peningkatan kinerja manajerial. Pengaruh positif berarti bahwa
budaya organisasi yang berorientasi pada orang cenderung tidak akan
menimbulkan budgetary slack (budgetary slack rendah) dan sebaliknya, jika
budaya organisasi yang berorientasi pekerjaan, maka budgetary slack tinggi
2.8.3. Pengaruh Budgeting participation dan Group Cohesiveness Terhadap
Budgetary Slack
Kelompok formal dan informal dapat memiliki kedekatan atau kesamaan
dalam sikap, perilaku, dan prestasi, kedekatan ini disebut sebagai Group
Cohesiveness yang umumnya dikaitkan dengan dorongan anggota untuk tetap
bersama dalam kelompoknya dibanding dorongan untuk mendesak anggota keluar
dari kelompok (Gibson, 1993). Selanjutnya Robbins (1996) mendefinisikan
Group Cohesiveness merupakan suatu tingkat yang menggambarkan para
anggotanya tertarik satu sama lain dan dimotivasi untuk tetap berada di dalam
kelompok.
Konsep kohesivitas penting bagi pemahaman kelompok organisasi.
Tingkat kohesivitas bisa mempunyai akibat positif atau negatif tergantung
seberapa baik tujuan kelompok sesuai dengan tujuan organisasi formal. Bila
kohesivitas tinggi dan kelompok menerima serta sepakat dengan tujuan formal
formal. Tetapi bila kelompok sangat kohesif tetapi tujuannya tidak sejalan dengan
organisasi formal, maka perilaku kelompok akan negatif ditinjau dari sisi
organisasi formal (Robbins, 1996).
Suatu kelompok mempunyai kohesivitas rendah dan tujuan yang
diinginkan anggota tidak sejalan dengan manajemen, maka hasilnya mungkin
negatif dari sisi organisasi, sebaliknya suatu kelompok bisa menjadi rendah
kohesivitasnya, tetapi mempunyai tujuan anggota yang sejalan dengan organisasi
formal, maka hasilnya mungkin positif meskipun lebih berdasarkan basis individu
dibanding kelompok, demikian pula dalam partisipasi penyusunan anggaran, jika
tujuan kelompok dengan kohesivitas yang tinggi tidak sesuai dengan tujuan
manajemen organisasi, maka hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya
budgetary slack.
2.9. Model analisis
Berdasarkan teori yang dijelaskan, maka disusun kerangka pemikiran
sebagai acuan untuk memeriksa hasil analisis dan uji hipotesis yang telah
dilakukan, oleh karena itu peneliti mencoba menyajikan beberapa teori yang
berhubungan dengan permasalahan yang ada dalam penelitian ini.
Premis 1 : bahwa perbedaan hasil penelitian tersebut dapat diselesaikan melalui
pendekatan kontinjensi (contingency approach). Hal ini dilakukan
dengan memasukkan variabel lain yang mungkin mempengaruhi
partisipasi dengan budgetary slack. Pengaruh partisipasi
variabel pemoderasi diantaranya yaitu: informasi asimetri, budaya
organisasi, dan Group Cohesiveness. Govindarajan, (1986).
Premis 2 : Bahwa bahwa interaksi antara partisipasi, informasi asimetri dan
budget emphasis mempunyai hubungan yang negatif dengan
budgetary slack tetapi korelasinya signifikan. Hal ini ketika
partisipasi, informasi asimetri dan budget emphasis tinggi maka
budgetary slack menjadi rendah dan sebaliknya. Dunk (1993).
Premis 3 : bahwa kondisi informasi asimetri muncul dalam teori keagenan
(agency theory), yakni principal (pemilik atau atasan) memberikan
wewenang kepada agen (manajer atau bawahan) untuk mengatur
perusahaan yang dimiliki. nformasi asimetri adalah suatu kondisi
apabila pemilik atau atasan tidak mempunyai informasi yang cukup
mengenai kinerja agen atau bawahan sehingga atasan tidak dapat
menentukan kontribusi bawahan terhadap hasil aktual perusahaan.
Anthony dan Govindarajan (2001).
Premis 4 : bahwa budaya pada hakekatnya merupakan pola yang terintegrasi
dari perilaku manusia yang mencakup pikiran, ucapan, tindakan,
artifak-artifak dan bergantung pada kapasitas manusia untuk belajar
dan mentransmisikannya bagi keberhasilan generasi yang ada. Deal
dan Kennedy (1982).
Premis 5 : Kelompok formal dan informal dapat memiliki kedekatan atau
kesamaan dalam sikap, perilaku, dan prestasi. Kedekatan ini disebut
dorongan anggota untuk tetap bersama dalam kelompoknya ibanding
dorongan untuk mendesak anggota keluar dari kelompok (Gibson,
1990).
Group Cohesiveness
Kultur organisasi Informasi asimetri
Budgeting participation Budgetary Slack
2.10. Hipotesis
Sesuai dengan uraian masalah dan tujuan penelitian diatas maka hipotesis
penelitian ini adalah :
1. Bahwa budgeting participation berpengaruh terhadap budgetary slack di
PDAM “Delta Tirta Sidoarjo”.
2. Bahwa informasi asimetri sebagai variabel pemoderasi dapat memperkuat
pengaruh antara partisipasi penganggaran terhadap budgetary slack di
PDAM “Delta Tirta Sidoarjo”
3. Bahwa budaya organisasi sebagai variabel pemoderasi dapat memperkuat
pengaruh antara partisipasi penganggaran terhadap budgetary slack di
PDAM “Delta Tirta Sidoarjo”.
4. Bahwa group cohesiveness sebagai variabel pemoderasi dapat memperkuat
pengaruh antara partisipasi penganggaran terhadap budgetary slack di
PDAM “Delta Tirta Sidoarjo”.
Hipotesis tersebut diperoleh dari penelitian sebelumnya yaitu penelitian
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Definisi Operasional Dan Pengukuran Variabel
Adapun variabel-variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel terikat
(Y) yaitu budgetary slack dan variabel bebas (X1) Budgeting Participation, (X2)
Informasi Asimetri, Kultur Organisasi (X3) dan Group Cohesiveness (X4).
Definisi operasional pada penelitian ini adalah:
1. Variabel Independen (X) adalah
Variabel yang mempengaruhi variabel tergantung dalam penelitian ini. Yang
menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah yang terdiri dari :
a. Budgeting Participation (X1) merupakan keterlibatan manajer dalam
proses penyusunan anggaran. Partisipasi dalam penelitian ini diukur
menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Milani (1975) yang
diadopsi Dunk (1993),dalam Falikhatun, (2007).
b. Informasi Asimetri (X2) menunjukkan perbedaan informasi yang dimiliki
atasan dan bawahan dalam suatu organisasi. Informasi asimetri diukur
dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Dunk (1993),
dalam Falikhatun, (2007).
c. Kultur Organisasi (X3) adalah nilai-nilai dan keyakinan (belief) yang
dimiliki oleh anggota organisasi, yang dimanifestasikan dalam bentuk
norma-norma perilaku para individu atau kelompok organisasi yang
d. Group Cohesiveness (X4) menunjukkan kekuatan anggota dalam
kelompok dan komitmen mereka dalam kelompok. Group Cohesiveness
diukur dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Gibson
(1993), dalam Falikhatun, (2007).
2. Variabel Dependen (Y) adalah
Variabel tergantung adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel-variabel
bebas dalam penelitian ini. Yang menjadi variabel tergantung penelitian ini
adalah Budgetary Slack pada PDAM “Delta Tirta” Sidoarjo. adalah
perbedaan jumlah anggaran yang disusun manajer pusat pertanggungjawaban
dengan estimasi terbaik perusahaan. Slack diukur enggunakan instrumen yang
dikembangkan oleh Dunk (1993) yang kemudian diadopsi Wartono (1998)
dalam Falikhatun, (2007).
3.1.1. Pengukuran Variabel
1. Budgeting participation (X1), merupakan keterlibatan manajer dalam proses
penyusunan anggaran. Partisipasi dalam penelitian ini diukur menggunakan
instrumen yang dikembangkan oleh Milani (1975) yang diadopsi Dunk
(1993), Wartono (1998), kuesioner ini juga dikembangkan oleh
Anissarahma,(2008) . Terdiri dari enam pernyataan dengan skala 1 (STS)
sampai 5 (SS) Skala tinggi menunjukkan tingkat budgeting participation yang
tinggi dan skala rendah menunjukkan budgeting participation yang rendah.
1 5
Keterangan :
1 = Sangat Tidak Setuju
2 = Tidak Setuju
3 = Netral
4 = Setuju
5 = Sangat Setuju
2. Informasi Asimetri (X2), menunjukkan perbedaan informasi yang dimiliki
atasan dan bawahan dalam suatu organisasi. Informasi asimetri diukur dengan
menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Dunk (1993), kuesioner ini
juga dikembangkan oleh Anissarahma,(2008) dan diadopsi oleh Wartono
(1998), terdiri dari lima pernyataan dengan skala 1 (STS) sampai 5 (SS)
dengan alternatif pilihan sebanyak lima buah. Skala rendah menunjukkan
informasi asimetri yang rendah, dan skala tinggi menunjukkan informasi
asimetri yang tinggi.
1 5
Sangat Tidak Setuju Sangat Setuju
Keterangan :
1 = Sangat Tidak Setuju
2 = Tidak Setuju
3 = Netral
4 = Setuju