• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "III. KERANGKA PEMIKIRAN"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Studi-studi ekonomi rumahtangga yang dilakukan secara simultan pada umumnya menggunakan kerangka pemikiran model ekonomi rumahtangga yang dirumuskan oleh Becker (1965) yang selanjutnya dikembangkan oleh Barnum dan Squire (1978) dan Sing et al (1986) sehingga membentuk model dasar bagi analisis ekonomi rumahtangga. Kerangka pemikiran model ekonomi rumahtangga tersebut diadopsi antara lain oleh: Widyastuti (1994), Suminartika (1997), Reniati (1998), Madirini (1998), Persulessy (1999), Pakasi dan Sinaga (1999), Nugrahadi (2001), Herliana (2001) dan Negoro (2003). Dalam studi ini juga akan mengadopsi kerangka pemikiran tersebut dalam menganalisis ekonomi rumahtangga produk jadi rotan di Kota Pekanbaru.

Becker (1965) merumuskan agricultural household model (model ekonomi rumahtangga pertanian) yang mengintegrasikan aktivitas produksi dan konsumsi sebagai satu kesatuan dan penggunaan tenaga kerja dalam keluarga lebih diutamakan. Model ekonomi rumahtangga ini menggunakan sejumlah asumsi, yaitu: Pertama, kepuasan rumahtangga dalam mengkonsumsi tidak hanya ditentukan oleh barang dan jasa yang diperoleh di pasar, tetapi juga ditentukan oleh berbagai komoditas yang dihasilkan dalam rumahtangga. Kedua, unsur kepuasan tidak hanya barang dan jasa, tetapi termasuk waktu. Ketiga, waktu dan barang atau jasa dapat digunakan sebagai faktor produksi dalam aktivitas produksi rumahtangga. Dan keempat, rumahtangga bertindak sebagai produsen sekaligus konsumen.

(2)

Sementara itu, Barnum dan Squire (1978) mengungkapkan bahwa model ekonomi rumahtangga dapat digunakan untuk menganalisis perilaku ekonomi perusahaan pertanian yang seluruhnya menggunakan tenaga kerja yang diupah dan menjual seluruh produk yang dihasilkan ke pasar. Berbeda dengan pertanian subsisten yang mengandalkan tenaga kerja keluarga, sehingga tidak ada marketed surplus.

Singh et al (1986) menyusun model ekonomi rumahtangga pertanian sebagai model dasar ekonomi rumahtangga. Dalam model tersebut dinyatakan bahwa utilitas rumahtangga ditentukan oleh konsumsi atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh rumahtangga, konsumsi barang dan jasa yang dibeli di pasar, dan konsumsi leisure (waktu santai).

3.1. Model Dasar Ekonomi Rumahtangga

Sesuai dengan teori tingkah laku rumahtangga yang dikembangkan oleh Becker (1965), utilitas tidak tergantung pada jumlah barang dan jasa yang dibeli, melainkan oleh jumlah komoditas rumahtangga yang mereka hasilkan, meliputi: kualitas dan kuantitas anak, martabat, rekreasi, persahabatan, kasih sayang, status kesehatan dan status perkawinan. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut:

U = f(Z) ………. (3.1) Z = g(X, t) ………. (3.2) dimana: U = utilitas Z = komoditas rumahtangga X = komoditas pasar

t = waktu santai (non-work activity).

(3)

Individu akan memaksimumkan U dengan cara memaksimumkan Z dengan kendala pendapatan dan kendala waktu tertentu, secara matematis dirumuskan sebagai: Max Z = x(x1, x2,….., xm; t1, t2,…,tk; E)) ……… (3.3) dengan kendala:

= k j j+ m i ix w l v p ……… … (3.4) Ij + tj = T ……….. . (3.5) dimana:

xi = komoditas pasar ke-i

pi = harga komoditas pasar ke-i

tj = waktu leisure

Ij = waktu kerja

T = waktu total, v = property income E = peubah lingkungan.

Substitusikan persamaan (3.5) ke dalam persamaan (3.4) menghasilkan :

+ = k j + = k j j m i ix w t w T v S p ……… (3.6)

S merupakan full income, sehingga persamaan S tersebut disebut kendala full income.

Becker mengasumsikan, bahwa penurunan total output rumahtangga tak membuat seorangpun dalam anggota rumahtangga menjadi better off dan beberapa anggota rumahtangga menjadi worse off. Dengan kata lain, yang penting adalah total output rumahtangga, sehingga setiap anggota rumahtangga mau bekerjasama dalam mengelola waktu dan komoditas pasarnya agar Z rumahtangga maksimum.

(4)

Syarat perlu (necessary condition) untuk memaksimumkan Z rumahtangga adalah: j i j tj i ti w w ) t Z/ ( MP ) t Z/ ( MP = ∂ ∂ ≡ ∂ ∂ ≡ , untuk semua 0 < t < T ……… (3.7)

Jika waktu rumahtangga dari anggota ke-k = T, maka

j k tj tk w MP MP = µ ……… … (3.8)

dimana µk ≥ wk adalah shadow price dari waktu ke-k.

j i tj xi w p MP

MP = , untuk semua xi > 0 dan 0 < tj < T ……… … (3.9)

Gronau (1977) menyempurnakan formula Becker dengan membedakan secara eksplisit antara waktu santai dengan waktu bekerja di rumahtangga. Ini didasarkan pada beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa ada reaksi yang berbeda antara waktu santai dan waktu bekerja di rumahtangga terhadap lingkungan sosial ekonomi.

Sementara itu, Singh et.al. (1986) menyatakan bahwa utilitas rumahtangga merupakan fungsi dari konsumsi barang yang dihasilkan rumahtangga, konsumsi barang yang dibeli di pasar dan konsumsi waktu santai. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut:

U=u (Xa, Xm, Xl) ……… … … … . (3.10)

dimana:

Xa = konsumsi barang yang dihasilkan rumahtangga

Xm = konsumsi barang yang dibeli di pasar

Xl = konsumsi waktu santai

Pada model Becker dalam memaksimumkan kepuasaannya rumahtangga dihadapkan pada kendala pendapatan dan waktu, namun pada model yang dikembangkan oleh Singh et al. tidak hanya dihadapkan pada kedua kendala tersebut, tetapi juga memasukan kendala produksi dalam model. Kendala-kendala

(5)

tersebut berturut-turut mulai dari kendala pendapatan, alokasi waktu dan produksi, dirumuskan sebagai berikut :

pmXm = pa (Q – Xa) - w (L – F) … … … .. (3.11)

T = Xl + F … … … (3.12)

Q = q (L, A) … … … ... (3.13) dimana:

pm = harga barang yang dibeli di pasar

pa = harga barang yang dihasilkan rumahtangga

(Q-Xa) = surplus produksi yang akan dipasarkan

w = upah

L = total input tenaga kerja F = input tenaga kerja keluarga T = total waktu rumahtangga

A = jumlah faktor produksi tetap (lahan)

Dari persamaan (3.11), apabila unsur (L-F) positif berarti rumahtangga menyewa tenaga kerja luar keluarga, sebaliknya jika (L-F) negatif berarti rumahtangga menawarkan tenaga kerja ke luar rumahtangga. Ketiga kendala yang dihadapi rumahtangga tersebut dapat disatukan dengan mensubstitusikan kendala waktu (persamaan (3.12)) dan produksi (persamaan (3.13)) ke dalam kendala pendapatan (persamaan (3.11)), sehingga dihasilkan persamaan 3.14 berikut ini:

pmXm + paXa + w Xl = w T + π ……….. (3.14)

π = PaQ (L,A) - w(L-F) ……… … ... (3.15)

dimana:

π = keuntungan

Sisi kiri persamaan (3.14) merupakan pengeluaran total rumahtangga

untuk barang (Xm dan Xa) dan waktu (Xl) yang dikonsumsi dan sisi kanan

menunjukkan pengembangan dari konsep full income yang dikembangkan oleh Becker (1965), dimana nilai waktu yang tersedia (wT) dicatat secara eksplisit. Sing et al (1986) memperluas model Becker dengan memasukkan pengukuran

(6)

tingkat keuntungan usaha, yaitu π = paQ – wL (persamaan 3.15), dimana seluruh

tenaga kerja dihitung berdasarkan upah pasar.

Dari persamaan (3.10) dan (3.14) dapat dinyatakan bahwa rumahtangga dalam memaksimumkan kepuasannya dapat dengan memilih tingkat konsumsi dari barang yang dibeli di pasar (Xm), barang yang diproduksi oleh rumahtangga

(Xa), waktu yang dikonsumsi rumahtangga (X1) dan tenaga kerja (L) yang

digunakan dalam aktivitas produksi. Dengan mempertimbangkan penggunaan input tenaga kerja, kondisi first order condition dapat diturunkan sebagai berikut:

Pa ∂Q/∂L = w … ……… (3.16) Persamaan (3.16) menyatakan value marginal product of labor (nilai produk marginal tenaga kerja) sama dengan upah, yang secara implisit menyatakan fungsi permintaan input tenaga kerja. Karena derivasi yang dilakukan bersifat parsial, maka peubah endogen yang dihasilkan hanya L, pubah-peubah lainnya, yaitu Xm, Xa dan Xl tidak terlihat karena dalam hal ini diasumsikan tidak

mempengaruhi pilihan rumahtangga. Oleh karena itu penyelesaian simultan dari kondisi order pertama persamaan (3.16) menghasilkan permintaan faktor (tenaga kerja, L) non kondisional sebagai fungsi dari harga barang yang dihasilkan rumahtangga (pa), upah (w) dan faktor tetap (parameter teknologi fungsi produksi dan lahan, A). Solusi pemecahan secara simultan dapat dinyatakan sebagai:

L* = L* (w, pa, A) ……… … (3.17)

Persamaan (3.17) kemudian disubstitusikan ke dalam sisi sebelah kanan persamaan (3.14) menghasilkan full income ketika keuntungan usahatani dimaksimumkan melalui pilihan input tenaga kerja. Dengan demikian, persamaan persamaan (3.14) dapat ditulis menjadi:

(7)

PmXm + PaXa + wXl = Y* ……… … .. (3.18)

dimana:

Y* = full income saat keuntungan maksimum.

Persamaan (3.18) sekarang menjadi kendala baru dalam model, hasil perhitungan first order condotion secara berturut-turut terhadap Xm, Xa dan X1 sebagai berikut:

∂U/∂Xm = λ pm … … … (3.19)

∂U/∂Xa = λ pa … … … . (3.20)

∂U/∂Xl = λ w … … … . (3.21)

pmXm + paXa + w Xl = Y* ………. (3.22)

Mengacu pada tahapan dalam penyelesaian persamaan (3.16), yaitu dengan pemecahan secara simultan, penyelesaian persamaan (3.19) sampai dengan (3.22) menghasilkan fungsi permintaan sebagai berikut :

Xm = xm (pm, pa, w, Y*) ……… ……… (3.23)

Xa = xa (pa, pm, w, Y*) ………. (3.24)

X1 = x1 (w, pm, pa, Y*) ……… (3.25)

Dari persamaan (3.23), (3.24) dan (3.25) dapat dikatakan bahwa jumlah permintaan (konsumsi) barang, barang dan jasa merupakan fungsi dari harga harang itu, harga barang lain, upah, dan full income saat keuntungan maksimum. Dari persamaan (3.24), apabila diasumsikan harga barang yang dihasilkan rumahtangga (dalam hal ini produk jadi rotan) meningkat, maka akan memberikan dampak terhadap perolehan pendapatan rumahtangga tersebut, secara matematis dinyatakan sebagai berikut:

        ∂ ∂         ∂ ∂ + ∂ ∂ = a p * Y * Ya X a pa X a dpa dX ……… … (3.26)

(8)

Unsur pertama pada sisi sebelah kanan persamaan (3.26) dinyatakan sebagai efek perubahan harga, dimana untuk kasus barang normal memiliki slop negatif, artinya apabila harga meningkat maka permintaan terhadap barang dan jasa tersebut akan menurun. Sementara itu, unsur kedua pada sisi sebelah kanan menyatakan efek pendapatan, artinya apabila harga barang yang diproduksi rumahtangga meningkat, maka pendapatan yang diperoleh rumahtangga tersebut akan meningkat, begitu juga halnya dengan full income rumahtangga tersebut akan meningkat.

Dalam melakukan analisis ekonomi rumahtangga, menurut Sadoulet dan Janvry (1995) perlu memperhatikan dua hal, yaitu: Pertama, perlu ditekankan bahwa harga barang dan jasa yang dikonsumsi rumahtangga dianggap sesuai dengan harga pasar. Kedua, perlu dipastikan bahwa perilaku rumahtangga dalam aktivitas produksi dan konsumsi bersifat sparable (terpisah) atau non sparable (simultan). Apabila persamaan produksi, curahan tenaga kerja dan konsumsi yang dimasukkan dalam model bersifat sparable, maka estimasi sistem persamaan produksi dan konsumsi dapat dilakukan secara terpisah, misalnya menganalisis sistem persamaan produksi dengan melakukan pendugaan melalui fungsi keuntungan atau fungsi biaya, sedangkan sistem persamaan konsumsi dengan menggunakan pendekatan AIDS.

Namun demikian, apabila sistem persamaan produksi dan konsumsi serta curahan tenaga kerja bersifat non sparable, maka teknik pendugaan yang lebih kompleks perlu dilakukan. Pendugaan antara lain dapat dilakukan dengan menggunaan teknik pendugaan two stage least squares (2SLS) atau three stage least squares (3SLS).

(9)

3.2. Model Keputusan Ekonomi Rumahtangga Industri Produk Jadi Rotan

Salah satu studi model ekonomi rumahtangga industri produk jadi rotan dengan pendekatan simultan (teknik pendugaan 2SLS) adalah studi yang dilakukan oleh Nugrahadi (2001). Studi tentang keputusan ekonomi rumahtangga pengusaha dan pekerja industri produk jadi rotan di Kota Medan ini mengadopsi dan memodifikasi model yang dikembangkan oleh Singh et al (1986). Nugrahadi memodifikasikan model tersebut meliputi empat aspek: Pertama, permintaan tenaga kerja dibedakan atas tenaga kerja dalam keluarga dan luar keluarga. Kedua, memasukkan curahan kerja keluarga di luar usaha dan pendapatan dari luar usaha industri produk jadi rotan. Ketiga, tidak dimasukkannya marketed surplus, karena usaha ini bersifat komersial. Dan keempat, memasukkan investasi usaha, investasi pendidikan dan tabungan rumahtangga, yaitu menyimpan uang di lembaga keuangan pada sisi pengeluaran rumahtangga.

Disamping empat aspek keputusan ekonomi rumahtangga tersebut, Nugrahadi (2001) juga mengungkapkan aspek konsumsi, dimana konsumsi rumahtangga dikelompokkan menjadi konsumsi pangan dan non pangan. Dalam studi tersebut analisis dibedakan atas keputusan ekonomi rumahtangga pengusaha dan pekerja. Namun demikian, berkaitan dengan keputusan ekonomi rumahtangga tidak memasukkan aspek kredit usaha industri produk jadi rotan.

Studi ini mengadopsi model yang dikembangkan oleh Nugrahadi (2001) dengan melakukan modifikasi, sehingga analisis dalam studi ini mencakup empat kategori pengambilan keputusan: Pertama, keputusan produksi rumahtangga pengusaha produksi industri produk jadi rotan. Kedua, keputusan rumahtangga pengusaha dan pekerja untuk mengalokasikan tenaga kerjanya dalam usaha

(10)

industri produk jadi rotan dan di luar usaha. Ketiga, keputusan konsumsi rumahtangga pengusaha dan pekerja, dimana konsumsi kedua kelompok rumahtangga tersebut dikelompokkan menjadi konsumsi pangan, non pangan dan rekreasi. Keempat, keputusan rumahtangga pengusaha industri produk jadi rotan untuk melakukan investasi usaha. Dari empat kategori pengambilan keputusan ekonomi rumahtangga tersebut dapat diuraikan empat blok aktivitas ekonomi rumahtangga sebagai suatu sistem persamaan simultan, yaitu blok produksi, curahan dan penggunaan tenaga kerja, pendapatan dan pengeluaran.

3.2.1. Produksi Produk Jadi Rotan

Suatu rumahtangga yang rasional memutuskan untuk melakukan suatu usaha (dalam hal ini industri produk jadi rotan) dengan harapan menghasilkan suatu produk yang dapat menghasilkan tingkat pendapatan tertentu. Untuk menghasilkan produksi produk jadi rotan, rumahtangga pengusaha memutuskan jenis dan jumlah input yang digunakan, meliputi curahan kerja keluarga pengusaha dalam usaha, penggunaan tenaga kerja luar keluarga pengusaha dalam usaha, bahan baku rotan dan pajak usaha. Disamping itu, jumlah produksi yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh skala usaha dan pola usaha industri produk jadi rotan. Fungsi produksi pada industri produk jadi rotan dapat dinyatakan sebagai:

Q = f (CKPD, TKLP, BB, TU, SU, PU) ……… ………. (3.27) dimana:

Q = produksi produk jadi rotan

CKPD = curahan kerja keluarga pengusaha dalam usaha

TKLP = penggunaan tenaga kerja luar keluarga pengusaha dalam usaha BB = penggunaan bahan baku

TU = pajak usaha SU = skala usaha PU = pola usaha

(11)

Berkaitan dengan pola usaha, Fariyanti (1995) dan Iskandar et al (1991) mengemukakan bahwa industri produk jadi rotan semakin berkembang dengan adanya pola subkontrak. Pola subkontrak menunjukkan adanya keterkaitan antara industri skala kecil dengan industri skala menengah/besar.

3.2.2. Curahan dan Penggunaan Tenaga Kerja

Keputusan dalam mencurahkan tenaga kerja pada studi ini dibagi atas keputusan rumahtangga pengusaha industri produk jadi rotan dan keputusan rumahtangga pekerja. Keputusan rumahtangga pengusaha dan pekerja dalam mencurahkan tenaga kerja berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang: (1) jumlah tenaga kerja keluarga yang dicurahkan dalam usaha rumahtangga industri produk jadi rotan, (2) jumlah tenaga kerja keluarga yang dicurahkan pada usaha di luar industri produk jadi rotan.

Curahan kerja keluarga rumahtangga pengusaha merupakan fungsi dari pendapatan total rumahtangga pengusaha, pengunaan bahan baku, angkatan kerja rumahtangga pengusaha, pengalaman kerja pengusaha dalam usaha, skala usaha dan pola usaha. Fungsi curahan kerja keluarga pengusaha industri produk jadi rotan dinyatakan sebagai berikut:

CKPD = f (PTP, BB, AKP,PKP, SU, PU) ……….. (3.28) dimana:

CKPD = curahan kerja keluarga pengusaha dalam usaha PTP = pendapatan total rumahtangga pengusaha AKP = angkatan kerja rumahtangga pengusaha PKP = pengalaman kerja pengusaha dalam usaha

Menurut Becker (1965) dalam melaksanakan aktivitas produksinya, rumahtangga lebih mengutamakan penggunaan tenaga kerja dalam keluarga. Namun demikian, apabila terjadi kekurangan tenaga kerja maka rumahtangga

(12)

tersebut akan mempekerjakan tenaga kerja dari luar keluarga. Penggunaan tenaga kerja luar keluarga merupakan fungsi dari pendapatan total rumahtangga pengusaha, curahan kerja keluarga pengusaha dalam usaha, pengunaan bahan baku, modal usaha dalam bentuk mesin dan alat usaha, skala usaha dan pola usaha. Fungsi penggunaan tenaga kerja luar keluarga pengusaha industri produk jadi rotan dinyatakan sebagai berikut:

TKLP= f (PTP, CKPD, BB, MU, SU, PU) ………. (3.29) dimana:

MU = modal usaha

Dalam rangka untuk memperoleh pendapatan rumahtangga yang mampu memenuhi kebutuhan hidup, anggota rumahtangga juga mengalokasikan waktu untuk bekerja di luar usaha yang dikelola rumahtangga. Keputusan mengalokasikan waktu kerja di luar usaha rumahtangga sangat terkait dengan pendapatan total rumahtangga, curahan kerja keluarga pengusaha dalam usaha, angkatan kerja pengusaha, umur pengusaha dan pendidikan pengusaha. Hal ini dapat dinyatakan sebagai berikut:

CKPL = f (PTP, CKPD, AKP, UP, EP) …..……… (3.30) dimana:

CKPL = curahan kerja keluarga pengusaha di luar usaha UP = umur pengusaha

EP = pendidikan pengusaha

Selanjutnya rumahtangga pekerja mencurahkan waktu bekerja baik di dalam dan luar usaha industri produk jadi rotan merupakan salah satu keputusan rumahtangga pekerja sebagai strategi memperoleh pendapatan. Keputusan ini dilakukan dalam rangka memaksimumkan kepuasan rumahtangga terhadap konsumsi barang pasar dan mengadakan investasi untuk pendidikan. Curahan

(13)

kerja keluarga pekerja di dalam dan luar usaha merupakan fungsi dan dinyatakan sebagai berikut:

CKBD = f (PBD, AKB, PKB, UB, EB) ……… … … … .. (3.31) CKBL = f (CKBD, PBL, AKB, UB, EB) ……… … (3.32) dimana:

CKBD = curahan kerja keluarga pekerja di dalam usaha CKBL = curahan kerja keluarga pekerja di luar usaha AKB = angkatan kerja rumahtangga pekerja PKB = pengalaman kerja pekerja dalam usaha UB = umur pekerja

EB = pendidikan pekerja

Curahan kerja keluarga pekerja di dalam dan luar usaha industri produk jadi rotan selain dipengaruhi oleh tingkat upah masing (dalam hal ini diproksi melalui tingkat pendapatan), juga dipengaruhi oleh karakteristik rumahtangga pekerja. Mencurahkan waktu kerja di dalam usaha industri produk jadi rotan bagi rumahtangga pekerja adalah yang utama dan apabila memungkinkan barulah mereka mencurahkan waktu kerja di luar usaha.

3.2.3. Pendapatan Rumahtangga

Pengambilan keputusan rumahtangga pengusaha dalam aktivitas produksi dan penggunaan tenaga kerja adalah upaya untuk memperoleh pendapatan yang mampu memenuhi kebutuhan rumahtangga pengusaha semaksimal mungkin. Pendapatan rumahtangga tersebut terdiri dari pendapatan dalam usaha dan pendapatan di luar usaha industri produk jadi rotan. Penjumlahan pendapatan-pendapatan tersebut disebut dengan pendapatan-pendapatan total, selanjutnya pendapatan-pendapatan tersebut setelah dikurangi pajak (disposable income) digunakan untuk berbagai aktivitas ekonomi maupun aktivitas non ekonomi rumahtangga. Pendapatan dalam usaha industri produk jadi rotan adalah penerimaan bersih (keuntungan) yang

(14)

diperoleh, yaitu penerimaan kotor dari hasil usaha dikurangi biaya produksi. Sedangkan pendapatan dari luar usaha merupakan fungsi curahan tenaga kerja luar usaha, umur dan pendidikan pengusaha. Hubungan kedua jenis pendapatan tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut:

PPD = (Pq*Q) – TBU ……….. (3.33) PPL = f (CKPL, UP, EP) ………. (3.34) dimana:

PPD = pendapatan pengusaha dalam usaha PPL = pendapatan pengusaha luar usaha

TBU = total biaya usaha industri produk jadi rotan Pq = harga produk jadi rotan

Pendapatan total rumahtangga pengusaha merupakan penjumlahan pendapatan yang diterima rumahtangga pengusaha dari dalam dan luar usaha serta pendapatan non kerja. Sementara itu, disposable income (pendapatan yang siap dibelanjakan) merupakan pendapatan total dikurangi dengan pajak. Kedua hubungan ini dapat ditulis sebagai berikut:

PTP = PPD + PPL + PNKP ……… (3.35) PPDP = PTP – TI … … … (3.36) dimana:

PPDP = pendapatan pengusaha yang siap dibelanjakan PNKP = pendapatan non kerja pengusaha

TI = pajak pendapatan rumahtangga pengusaha

Seperti halnya pendapatan rumahtangga pengusaha, pendapatan rumahtangga pekerja terdiri dari pendapatan dalam usaha industri produk jadi rotan dan pendapatan di luar usaha. Pendapatan pekerja dalam usaha industri produk jadi rotan merupakan fungsi dari curahan kerja keluarga pekerja pada usaha industri produk jadi rotan, pengalaman kerja, umur, pendidikan dan upah. Sedangkan pendapatan rumahtangga pekerja dari luar usaha merupakan fungsi

(15)

curahan tenaga kerja luar usaha, umur dan pendidikan pekerja. Hubungan kedua jenis pendapatan tersebut dinyatakan sebagai berikut:

PBD = f (CKBD, PKB,UB, EB, U) ……… ……… (3.37) PBL = f (CKBL, UB, EB) ……… … (3.38) dimana:

PBD = pendapatan rumahtangga pekerja dalam usaha PBL = pendapatan rumahtangga pekerja di luar usaha

U = upah

Pendapatan total rumahtangga pekerja merupakan penjumlahan pendapatan yang diterima dalam dan luar usaha serta pendapatan non kerja. Sementara itu, disposable income (pendapatan yang siap dibelanjakan) merupakan pendapatan total dikurangi dengan pajak. Kedua hubungan ini dapat ditulis sebagai berikut:

PTB = PBD + PBL + PNKB ……… (3.39) PBDP = PTB – TI ……… … (3.40) dimana:

PTB = pendapatan total pekerja

PBDP = pendapatan pekerja yang siap dibelajakan PNKB = pendapatan non kerja pekerja

3.2.4. Pengeluaran Rumahtangga

Secara umum, pengeluaran rumahtangga pengusaha dapat dikelompokkan

menjadi: pengeluaran pangan, non pangan, investasi pendidikan, investasi usaha dan menabung. Fungsi dari masing-masing pengeluaran dirumuskan sebagai berikut :

KPP = f (PPDP, JANP, EIP) ……… … (3.41) KNPP = f (PPDP, KPP, IEP, IUP, TAB) ……… (3.42) IEP = f (PPDP, KPP, JASP) ……….. (3.43)

(16)

IUP = f (PPDP, KPP, IEP, TAB) … … … (3.44) KRP = f (PPDP, KPP, IEP, ADP) ……….. (3.45) TABP = f (PPDP, KTP, IEP, IUP, SBT) ……… ……… (3.46) dimana:

KPP = konsumsi pangan rumahtangga pengusaha KNPP = konsumsi non pangan rumahtangga pengusaha KTP = konsumsi total rumahtangga pengusaha IEP = investasi pendidikan rumahtangga pengusaha IUP = investasi usaha rumahtangga pengusaha TABP = tabungan rumahtangga pengusaha

JANP = jumlah anggota keluarga rumahtangga pengusaha EIP = pendidikan isteri pengusaha

JASP = jumlah anak sekolah rumahtangga pengusaha SBT = suku bunga tabungan

KRP = pengeluaran rekreasi rumahtangga pengusaha ADP = asal daerah pengusaha

Dari persaman (3.41) dapat dinyatakan bahwa konsumsi pangan rumahtangga pengusaha merupakan fungsi dari pendapatan yang siap dibelanjakan, jumlah anggota rumahtangga dan pendidikan istri pengusaha. Sementara itu, dari persamaan (3.42) dapat dinyatakan bahwa konsumsi non pangan rumahtangga pengusaha disamping merupakan fungsi dari pendapatan yang siap dibelanjakan dan investasi pendidikan, juga merupakan fungsi dari konsumsi pangan, investasi usaha dan tabungan rumahtangga pengusaha. Selanjutnya investasi pendidikan rumahtangga pengusaha (persamaan (3.43)) merupakan fungsi dari pendapatan yang siap dibelanjakan, konsumsi pangan dan jumlah anak sekolah. Investasi usaha rumahtangga pengusaha (persamaan (3.44) merupakan fungsi dari pendapatan yang siap dibelanjakan, konsumsi total, investasi pendidikan dan tabungan. Sementara itu, pengeluaran rekreasi rumahtangga pengusaha (persamaan 3.45) merupakan fungsi dari pendapatan yang siap dibelanjakan, konsumsi pangan, investasi pendidikan dan asal daerah

(17)

rumahtangga pengusaha. Terakhir, tabungan rumahtangga pengusaha (persamaan 3.46) merupakan fungsi dari pendapatan yang siap dibelanjakan, konsumsi total, investasi pendidikan, investasi usaha dan suku bunga tabungan.

Pendapatan rumahtangga pekerja, yang terdiri atas pendapatan dari dalam dan luar usaha ditambah dengan pendapatan non kerja, selanjutnya (setelah dikurangi pajak) akan dialokasikan untuk memperoleh kepuasan rumahtangga melalui fungsi pengeluaran. Pendapatan rumahtangga pekerja setelah dikurangi pajak digunakan untuk konsumsi pangan, non pangan, investasi pendidikan dan rekreasi (termasuk pulang kampung). Fungsi pengeluaran rumahtangga pekerja industri produk jadi rotan meliputi: konsumsi pangan, non pangan, investasi pendidikan dan rekreasi.

KPB = f (PBDP, JANB, EIB) ……….… … … . (3.47) KNPB= f (PBDP, KPB, IEB) ……… … … (3.48) IEB = f (PBDP, KPB, JASB) ……… (3.49) KRB = f (PBDP, KPB, IEB, ADB) ……… (3.50) dimana:

KPB = konsumsi pangan rumahtangga pekerja KNPB = konsumsi non pangan rumahtangga pekerja KRB = pengeluaran rekreasi rumahtangga pekerja IEB = investasi pendidikan rumahtangga pekerja JANB = jumlah anggota keluarga rumahtangga pekerja EIB = pendidikan isteri pekerja

JASB = jumlah anak sekolah rumahtangga pekerja ADB = asal daerah pekerja

Referensi

Dokumen terkait

madharat ketimbang pencarian maslahat dan ajaran amar ma’ruf nahyi munkar Islam sebagai agama yang aktif melakukan transformasi sosial (Hidayah, 2020). Dalam observasi

Keputusan pembelian merupakan hasil dari informasi dan pengalaman yang diperoleh oleh konsumen dengan memperhatikan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh produk atau

Berdasarkan hasil penelitian di KUA Umbulharjo Yogyakarta dapat disimpulkan sebagai berikut : Ada hubungan antara tingkat pengetahuan calon pengantin tentang

Kepemilikan saham anggota direksi yang mencapai 5% atau lebih dari modal disetor, meliputi jenis dan lembar saham pada BUS yang bersangkutan, bank lain atau

maten yang dibenkan, terlibat dalam mendiskusikan suatu materi prasyarat yang dibicarakan, terlibat dalam mendiskusikan suatu materi pokok yang dibicarakan, memberi tanggapan

belajarpun menjadi rendah sedangkan selama proses belajarnya, siswa memerlukan dorongan (motivasi) yang dapat memberikan kekuatan agar siswa mampu mencapai hasil yang

Berdasarkan analisis uji-t yang ditampilkan pada Tabel 7, dapat diketahui nilai signifikansi t variabel harga buah pepaya (X2) terhadap permintaan buah semangka adalah

1. Penerapan Audio Visual dalam merangkai kalimat yang dimaksud adalah media yang selain menggunakan indera pendengaran juga indera p`englihatan seperti halnya pemutaran