• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

2.1. Tinjauan Teoritis

2.1.1. Teori Alokasi Waktu

Teori yang menunjukkan bahwa setiap individu memutuskan bagaimana mengalokasikan waktu yang dimilikinya diantara pilihan untuk bekerja (work)

atau santai (leisure) mengasumsikan bahwa setiap individu memiliki sejumlah

waktu tersedia yang tetap. Bekerja adalah waktu yang digunakan untuk melakukan suatu aktivitas (job) yang dibayar. Sedangkan santai adalah semua

jenis aktivitas yang tidak memperoleh bayaran, misalnya pekerjaan rumahtangga dan waktu untuk konsumsi, pendidikan, istirahat dan sebagainya (McConnell dan Brue, 1995).

Setiap individu akan memaksimumkan atau mengoptimumkan kepuasan (utility) pada titik persinggungan antara kurva indiferen (indifference curve)

dengan garis/kendala angggaran (budget constraint) tertinggi yang dapat dicapai.

Kurva indiferen menunjukkan berbagai (variasi) kombinasi antara pendapatan riil dan waktu santai yang memberikan tingkat kepuasan yang sama dari individu. Garis anggaran menunjukkan berbagai kombinasi antara pendapatan riil dan waktu santai yang dapat dicapai seorang pekerja pada tingkat upah tertentu.

Gambar 1 menunjukkan bahwa tingkat kepuasan tertinggi yang dapat dicapai adalah pada u1, yaitu persinggungan antara garis anggaran HW dengan kurva indiferen I2. Titik perpotongan selain u1 merupakan titik dimana kepuasan tertinggi individu belum tercapai (titik a dan b). Kurva indiferen I3 tidak memberikan kepuasan maksimum karena tidak berpotongan dengan garis

(2)

anggaran yang dimiliki individu. Individu akan memilih untuk bekerja selama 8 jam dengan pendapatan $16 per hari pada tingkat upah $2, yaitu pada u1.

u1 ● ● b I1 I2 I3 W H a0 16 24

Hours of leisure (per day) 24 8 0 Hours of work (per day)

$16

Income (per

day)

Sumber: McConnell dan Brue, 1995

Gambar 1. Maksimisasi Kepuasan: Pilihan Optimal antara Leisure dan Pendapatan

Teori alokasi waktu yang diuraikan tersebut menganggap individu sebagai konsumen. Jika individu dapat memperoleh kepuasan dari barang-barang yang dihasilkannya dengan menggunakan tenaga kerja yang dimiliki maka individu tersebut bertindak sebagai produsen. Tenaga kerja yang digunakan dapat diperoleh dari rumahtangga maupun luar rumahtangga. Ciri utama yang membedakan perilaku individu dan perilaku rumahtangga sebagai konsumen adalah bahwa pada perilaku ekonomi rumahtangga, pada saat yang sama anggota rumahtangga juga sebagai produsen sebagaimana suatu perusahaan (Evenson, 1976 dalam Muhammad, 2002).

(3)

Teori neo klasik tentang household production mengatakan bahwa ada tiga

kemungkinan alokasi waktu dari waktu yang tersedia, yaitu bekerja di rumah, bekerja di pasar dan leisure. Ketiga alokasi tersebut menghasilkan tiga macam

komoditi, yaitu hasil kerja di rumah diantaranya memasak, mengurus anak, membersihkan rumah. Hasil kerja di luar rumah (pasar tenaga kerja) berupa upah yang digunakan untuk membeli keperluan hidupnya dan kepuasan yang diperoleh dari waktu istirahat (Sumarsono, 2003).

Kurva alokasi waktu kerja merupakan hubungan antara barang dan jasa yang dibeli di pasar atau barang dan jasa yang diproduksi dan dikonsumsi rumahtangga (sumbu vertikal) dengan jumlah waktu kerja atau leisure yang

dimiliki individu dalam rumahtangga. Fungsi produksi rumahtangga (household

production function) atau kurva AB pada Gambar 2 menunjukkan hubungan

antara waktu yang digunakan individu dalam aktivitas kerja rumahtangga dan jumlah barang dan jasa yang dihasilkan rumahtangga. Kurva AB merupakan batas kemampuan yang menutup kombinasi barang/jasa dan jumlah waktu yang mungkin dialami oleh individu.

Individu S merupakan anggota rumahtangga yang bekerja di pasar tenaga kerja dan memperoleh upah. Kondisi awal optimum dari individu S yang memaksimumkan kepuasan adalah di titik P. Pada kondisi ini, individu S menghabiskan waktu untuk bekerja di rumah sebesar THe , bekerja di pasar tenaga kerja selama HeLp dan menikmati waktu luang sebesar OLp. Jika terjadi kenaikan dalam tingkat upah maka garis anggaran akan bergeser ke atas dari ED ke EF. Pergeseran garis anggaran ini mengakibatkan kepuasan individu S meningkat dari

ke dan keseimbangan optimum yang baru berada di titik G. Kenaikan S

0

U S

1

(4)

tingkat upah ini mengakibatkan waktu yang dialokasikan untuk bekerja di rumah berkurang menjadi TH’e, bekerja di pasar tenaga kerja dan waktu luang meningkat menjadi HqLr dan 0Lr. Sehingga terjadi subtitusi antara bekerja di rumah dengan bekerja di pasar tenaga kerja.

0 T Hq H’q He Lp LrL’p H’e B B’ Q Q’ V V’ A A’ D D’ F U1s Us0 U1R R 0 E E’ P P’ C G Waktu (T) Us2

Barang & Jasa

U

Sumber: Bryant, 1990

Gambar 2. Kurva Alokasi Waktu

Pada kondisi dimana individu memperoleh pendapatan selain bekerja (unearned income) maka baik individu S yang bekerja di pasar tenaga kerja dan

individu R yang tidak bekerja di pasar tenaga kerja mengalami peningkatan (pergeseran) kurva produksi rumahtangga, dari AB ke A’B’. Efek ini mengakibatkan kedua individu tersebut mencapai tingkat kepuasan yang lebih tinggi, dimana keseimbangan optimal yang baru terjadi di titik P’ untuk individu S dan Q’ untuk individu R. Peningkatan pendapatan selain bekerja (non-kerja) menyebabkan individu S mengurangi untuk bekerja di pasar tenaga kerja (menjadi

(5)

HeL’p) dan meningkatkan waktu luang (menjadi 0L’p) sedangkan waktu untuk bekerja di rumah tidak berubah (THe). Individu R yang tidak bekerja di pasar tenaga kerja akan meningkatkan waktu luangnya (menjadi 0H’q) dan mengurangi waktu untuk bekerja di rumah (menjadi TH’q). Kesimpulan dari efek pendapatan non kerja ini adalah individu baik yang bekerja di pasar tenaga kerja maupun tidak, sama-sama akan meningkatkan waktu luangnya. Perbedaan terjadi terhadap waktu yang disubtitusikan (dikorbankan) untuk mengganti peningkatan waktu luang tersebut, individu yang bekerja di pasar tenaga kerja akan mengurangi waktu kerja di pasar tenaga kerja sedangkan individu yang tidak bekerja di pasar akan mengurangi waktu untuk bekerja di rumah.

2.1.2. Model Ekonomi Rumahtangga

Becker (1965) mengembangkan teori tentang perilaku rumahtangga yang menjadi dasar dari New Household Economics. Teorinya memandang bahwa

rumahtangga sebagai pengambil keputusan dalam aktivitas produksi dan konsumsi, serta hubungannya dengan alokasi waktu dan pendapatan rumahtangga yang dianalisis secara simultan. Asumsi yang digunakan adalah bahwa dalam mengkonsumsi, kepuasan rumahtangga bukan hanya dari barang dan jasa yang diperoleh di pasar, tetapi juga dari berbagai komoditi yang dihasilkan rumahtangga. Asumsi lainya yang digunakan yaitu : (1) waktu dan barang atau jasa merupakan unsur kepuasan, (2) waktu dan barang atau jasa dapat dipakai sebagai input dalam fungsi produksi rumahtangga, dan (3) rumahtangga bertindak sebagai produsen dan sebagai konsumen. Sehingga fungsi kepuasan rumahtangga dapat dirumuskan sebagai berikut :

) ,..., , (Z1 Z2 Zm U U = ... (2.1)

(6)

dimana:

Zi = komoditi yang dihasilkan rumahtangga (i = 1, 2, 3,…, n)

Sedangkan setiap komoditi dihasilkan berdasarkan fungsi produksi sebagai berikut : ) , ( i i i Z x t Z = ... (2.2) dimana:

xi = barang-barang dan jasa ke i yang dibeli di pasar

ti = jumlah waktu yang digunakan untuk memproduksi barang Z ke i (i = 1, 2, 3,…, n).

Dalam memaksimumkan kepuasannya, rumahtangga dibatasi oleh kendala pendapatan dan waktu yang dirumuskan dalam persamaan berikut :

V T W I x p w m i i i = = ⋅ +

=1 ... (2.3) w c m i i T T T t = = −

=1 ... (2.4) dimana:

pi = harga barang dan jasa ke i yang dibeli di pasar Tw = waktu yang digunakan untuk bekerja

W = upah per unit Tw

Tc = jumlah waktu konsumtif T = jumlah waktu yang tersedia V = pendapatan selain upah I = pendapatan rumahtangga

Rumahtangga sebagai produsen dan konsumen diasumsikan bersifat rasional dalam memaksimumkan kepuasannya. Sebagai produsen, rumahtangga akan memproduksi lebih banyak barang yang harganya relatif lebih mahal. Sebaliknya sebagai konsumen, rumahtangga akan mengkonsumsi lebih banyak

(7)

barang yang harganya relatif lebih murah dan mengkonsumsi lebih sedikit barang yang harganya relatif mahal (Gronau, 1977).

Aktivitas rumahtangga terdiri dari aktivitas produksi bahan baku dan proses pengolahan. Rumahtangga pengolah berperan sebagai pemasok input dan pengelola proses produksi. Aktivitas produksi akan menghasilkan output yang dapat dijual untuk memenuhi kebutuhan konsumsi. Sehingga, aktivitas produksi dan konsumsi dalam suatu rumahtangga sangat erat kaitannya. Pengembangan teori adanya saling ketergantungan antara aktivitas produksi dan konsumsi dalam model ekonomi rumahtangga pertanian melahirkan dua kelompok model, yaitu model rekursif dan model non-rekursif. Model rekursif dibangun berdasarkan asumsi bahwa antara keputusan produksi dan konsumsi terjadi saling ketergantungan sekuensial. Dalam hal ini diasumsikan bahwa keputusan konsumsi dipengaruhi oleh keputusan produksi, tetapi tidak berlaku sebaliknya. Sedangkan model non-rekursif terjadi saling ketergantungan antara produksi dan konsumsi. Keputusan produksi mempengaruhi pendapatan rumahtangga, demikian juga sebaliknya keputusan konsumsi mempengaruhi keputusan produksi (Strauss, 1986; Sadoulet et al., 1995). Oleh karena itu dalam menganalisis keputusan

produksi dan konsumsi rumahtangga pertanian harus dilakukan secara simultan (Skoufias, 1994), yang oleh Singh et al. (1986) dikembangkan sebuah model

rumahtangga pertanian dalam bentuk persamaan simultan yang terkenal sebagai

Agricultural Household Model.

Menurut Singh et al. (1986), kepuasan rumahtangga (U) adalah fungsi dari

konsumsi barang yang dihasilkan rumahtangga (Xa), konsumsi barang yang dibeli di pasar (Xm) dan konsumsi waktu santai (Xl).

(8)

) , , (Xa Xm Xl U U = ... (2.5)

Diasumsikan rumahtangga sebagai konsumen akan memaksimumkan kepuasannya dengan kendala produksi, waktu, dan pendapatan berturut-turut yaitu: ) , (L A Q Q= ... (2.6) T F Xl + = ... (2.7) ) ( ) (Q X w L F P X Pmm = aa − − ... (2.8) dimana:

Xm = konsumsi barang yang dibeli di pasar Xa = barang yang dihasilkan rumahtangga Xl = konsumsi waktu santai

Q = jumlah produksi rumahtangga

Pm = harga barang dan jasa yang dibeli di pasar Pa = harga barang yang dihasilkan oleh rumahtangga (Q-Xa) = surplus produksi untuk di pasarkan

w = upah di pasar tenaga kerja L = total input tenaga kerja

F = penggunaan tenaga kerja rumahtangga A = faktor produksi tetap rumahtangga

w (L-F) = pengeluaran upah untuk tenaga kerja luar rumahtangga

Jika (L-F) positif berarti terdapat tenaga kerja luar rumahtangga yang diupah dan terdapat penawaran tenaga kerja rumahtangga di luar pertanian untuk nilai yang negatif. Dengan mensubtitusikan kendala produksi dan kendala waktu ke dalam kendala pendapatan, maka diperoleh bentuk kendala tunggal sebagai berikut: π + ⋅ = ⋅ + ⋅ + ⋅X P X w X w T Pm m a a l ... (2.9)

(9)

dengan π =PaQ(L,A)−wL... (2.10)

dimana:

π = ukuran keuntungan

Persamaan (2.9) menunjukkan bahwa sisi kiri merupakan pengeluaran total rumahtangga untuk barang (Xm dan Xa) dan waktu (Xl) yang dikonsumsi. Sedangkan sisi kanannya adalah pengembangan dari konsep pengembangan penuh Becker (1965), dimana nilai waktu yang tersedia dicatat secara secara eksplisit. Pengembangan lainnya yaitu dengan memasukkan pengukuran keuntungan (Pa · Q – W · L) dimana semua tenaga kerja dihitung berdasarkan upah pasar.

Rumahtangga dapat memilih tingkat konsumsi dari barang (Xm dan Xa), waktu (Xl) dan input tenaga kerja (L) yang digunakan dalam aktivitas produksi untuk memaksimumkan kepuasannya. First Order Condition (FOC) untuk

mengoptimalkan penggunaan input tenaga kerja adalah:

w L Q

Pa(∂ ∂ )= ... (2.11)

Rumahtangga akan menyamakan penerimaan produk marjinal dari tenaga kerja dengan upah pasar. Selanjutnya dari persamaan (2.11) dapat diturunkan penggunaan input tenaga kerja (L) sebagai fungsi dari Pa, W, dan A sebagai berikut: ) , , (w P A L L = a ... (2.12)

Dari persamaan (2.12) dapat ditunjukkan sisi kiri persamaan terdiri dari konsumsi komoditi pasar (Pm·Xm), komoditi pertanian yang dihasilkan rumahtangga (Pa·Xa) dan konsumsi waktu santai dalam rumahtangga (w·Xl). Sisi kanan yaitu pendapatan dari waktu kerja dalam bentuk upah (w·T) dan

(10)

keuntungan usaha tani (π) adalah total pendapatan rumahtangga sehingga diperoleh persamaan berikut :

∗ = ⋅ + ⋅ + ⋅X P X w X Y Pm m a a l ... (2.13)

dimana Y* adalah pendapatan penuh (potensial) pada saat keuntungan maksimum. Maksimasi kepuasan untuk memenuhi persamaan (2.13) dengan kendala yang ada diperoleh turunan pertama (first order condition) mengikuti prosedur perilaku

konsumsi individu dalam memaksimumkan kepuasannya untuk sejumlah (n) komoditi sebagai berikut:

) ,... , (x1 x2 xn U U = ... (2.14)

Dengan kendalan anggaran :

= = m i i ix Y p 1 ... (2.15) Maksimisasi tujuan (2.14) dengan memperhatikan kendala (2.15) menghasilkan kondisi prasarat sebagai berikut :

0 = ⋅ − ∂ ∂ = ∂ Φ ∂ xi U xi λ pi ... (2.16)

− = − = ∂ Φ ∂ λ ( pixi Y) 0... (2.17) dimana:

− − = Φ U λ( pixi Y) ... (2.18) Kondisi keseimbangan dari fungsi kepuasan di atas dapat dinyatakan sebagai berikut : i i i MU p x U ∂ = = ⋅ ∂ λ ... (2.19) dengan i = 1, 2, ...,n dimana:

(11)

i x

U

∂ = kepuasan marginal (MUi) dari barang dan jasa ke i Pi = harga barang dan jasa ke i

λ = kepuasan marginal dari pendapatan

Berdasarkan prosedur pada persamaan (2.14) samapai dengan (2.19), untuk barang yang dibeli di pasar (Xm), barang yang diproduksi rumahtangga (Xa) dan waktu yang disediakan oleh rumahtangga (Xl) masing-masing diperoleh turunan pertama yang ditunjukkan pada persamaan (2.20) – (2.22) yaitu kondisi umum yang dikenal sebagai teori permintaan konsumen (Singh, Squire dan Strauss, 1986). m m p X U ∂ = ⋅ ∂ λ ... (2.20) a a p X U ∂ = ⋅ ∂ λ ... (2.21) w X Ul = ⋅ ∂ λ ... (2.22) Berdasarkan persamaan (2.20) – (2.22) dapat dinyatakan bahwa konsumsi barang yang dihasilkan rumahtangga (Xa), konsumsi barang yang dibeli di pasar (Xm) dan konsumsi waktu santai (Xl) adalah dipengaruhi oleh harga, upah dan pendapatan, yang ditunjukkan pada persamaan (2.23) – (2.25) sebagai berikut :

) , , , ( ∗ =X p p wY Xa a m a ... (2.23) ) , , , ( ∗ = X p p wY Xm m m a ... (2.24) ) , , , ( ∗ = X p p wY Xl l m a ... (2.25)

Persamaan (2.23) – (2.25) menunjukkan bahwa permintaan barang, jasa, dan waktu santai tergantung pada harga-harga, upah dan pendapatan rumahtangga. Perubahan dari faktor-faktor yang mempengaruhi produksi akan merubah tingkat pendapatan penuh Y*, perilaku produksi dan konsumsi rumahtangga.

(12)

Jika diasumsikan harga hasil pertanian yang diproduksi rumahtangga meningkat maka dampaknya terhadap keuntungan ditunjukkan pada persamaan berikut : a a a a a a dp X p X Y Y p dX =∂ ∂ +∂ ∂ *⋅∂ * ∂ ... (2.26)

Bagian pertama sebelah kanan persamaan (2.26) dalam teori permintaan konsumen yaitu untuk barang normal memiliki slope negatif, jika harga

meningkat permintaan barang dan jasa tersebut akan turun. Bagian kedua sebelah kanan persamaan (2.26) menunjukkan efek keuntungan. Perubahan dalam harga barang yang diproduksi rumahtangga meningkat maka keuntungan meningkat, demikian juga pendapatan rumahtangga akan meningkat.

2.2. Studi Model Ekonomi Rumahtangga

Penelitian-penelitian yang menggunakan model ekonomi rumahtangga telah banyak dilakukan di Indonesia, terutama untuk bidang pertanian, perikanan dan industri kecil. Model ini dikembangkan berdasarkan teori Becker (1965) yang memandang bahwa rumahtangga sebagai pengambil keputusan dalam kegiatan produksi dan konsumsi, serta hubungannya dengan alokasi waktu dan pendapatan rumahtangga yang dianalisis secara simultan. Dalam analisisnya Becker lebih menekankan pada alokasi waktu rumahtangga yang dibagi dalam waktu untuk bekerja dan waktu santai.

Mangkuprawira (1985) dalam penelitiannya mengenai alokasi waktu dan kontribusi kerja anggota keluarga di Sukabumi menunjukkan bahwa adanya kecenderungan perbedaan nilai relatif kontribusi kerja anggota keluarga menurut status dalam keluarga, jenis seks dan tipe desa. Tampak nyata bahwa alokasi waktu suami dan isteri dalam mencari nafkah dipengaruhi oleh faktor-faktor

(13)

demografi, ekonomi dan ekologi. Keadaan yang beragam ini sesuai dengan lapisan ekonomi rumahtangga.

Sitorus (1994) dalam Idris (1999) yang meneliti rumahtangga nelayan di Jawa dan Luar Jawa menunjukkan bahwa wanita/isteri yang mempunyai peran dominan pada kegiatan reproduksi ternyata juga mempunyai peran penting dalam kegiatan produksi. Peran ganda ini menyebabkan beban kerja mereka relatif lebih besar dibandingkan pria. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa rumahtangga yang mempunyai banyak anak pada umumnya mencari sumber pendapatan lain yang dapat menambah penghasilan rumahtangga mereka. Peranan wanita dan anak-anak sebagai tenaga kerja produktif tampak nyata.

Rahman dan Erwidodo (1994) yang melakukan studi ekonomi rumahtangga dengan menggunakan pendekatan Almost Ideal Demand System

(AIDS) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kesejahteraan penduduk yang diperlihatkan makin menurunnya pangsa pengeluaran pangan namun peningkatan kesejahteraan tersebut lebih banyak dinikmati penduduk perkotaan. Pangsa pengeluaran rumahtangga di perkotaan terhadap padi-padian, ikan, daging, telur, susu dan kacang-kacangan relatif lebih tinggi daripada rumahtangga di pedesaan. Untuk semua kelompok makanan (kecuali daging), jumlah permintaan rumahtangga makin kurang elastis dengan makin tingginya kelas pendapatan.

Sawit (1994) membangun model permintaan ekonomi rumahtangga pedesaan dengan menggunakan metode Iterative Seemingly Unrelated Regression (ITSUR) dan data Survey Agroekonomi di DAS Cimanuk, Jawa Barat tahun 1983-1984. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penting untuk memasukkan

(14)

komponen keuntungan dari produksi pertanian khususnya pangan kalau ingin mempelajari atau mengestimasi permintaan.

Penelitian yang menggunakan model ekonomi rumahtangga dalam kasus industri kecil telah dilakukan oleh beberapa peneliti, antara lain Pakasi (1998) yang meneliti industri kecil alkohol nira aren di Kabupaten Minahasa menunjukkan bahwa ada keterkaitan satu arah antara keputusan produksi dengan pendapatan yang selanjutnya terkait dengan keputusan konsumsi.

Studi tentang ekonomi rumahtangga industri yang dilakukan oleh Nugrahadi (2001) dan Elinur (2004) memiliki kesamaan, baik dalam komoditi yang diteliti yaitu rotan, juga dari teknik pemodelannya. Perbedaan dari kedua studi tersebut adalah penambahan peubah pengalaman kerja pengusaha, asal daerah pengusaha dan pekerja dan pengeluaran rekreasi rumahtangga oleh Elinur (2004). Nugrahadi (2001) mendefinisikan pengeluaran rumahtangga sebagai penjumlahan dari konsumsi pangan, konsumsi non-pangan, investasi usaha, investasi pendidikan dan tabungan, sedangkan Elinur (2004) menambahkan pengeluaran rekreasi rumahtangga dalam pengeluaran rumahtangga. Kedua peneliti tersebut juga memiliki kesamaan dalam menggolongkan persamaan tabungan dalam bentuk persamaan struktural.

Hasil penelitian kedua peneliti tersebut menunjukkan bahwa produksi dipengaruhi oleh total tenaga kerja dalam usaha, penggunaan bahan baku dan investasi usaha. Konsumsi pangan dan non pangan rumahtangga dipengaruhi oleh total pendapatan dan jumlah anggota keluarga. Yang menarik dari penelitian ini adalah pendapatan non-pangan rumahtangga dipengaruhi secara signifikan oleh pendapatan pangan rumahtangga dan berhubungan negatif.

(15)

Pengeluaran rumahtangga dalam penelitian ini meliputi konsumsi pangan, konsumsi non-pangan, investasi pendidikan, dan penyusutan (pembelian dan perawatan mesin serta alat produksi selama setahun). Penelitian ini tidak memasukkan peubah pengeluaran rekreasi dan tabungan karena pengeluaran untuk rekreasi yang dilakukan oleh rumahtangga industri kecil kerupuk sangat kecil dan hampir tidak ada dalam satu tahun, sehingga pengeluaran ini dimasukkan dalam peubah pengeluaran non-pangan. Kedua peneliti di atas mendefinisikan tabungan sebagai besarnya dana yang disimpan oleh rumahtangga pada lembaga keuangan dalam satu tahun dan disajikan dalam persamaan struktural sebagai peubah endogen. Sedangkan penelitian ini mengartikan tabungan sebagai selisih antara total pendapatan rumahtangga dengan total pengeluaran rumahtangga. Tabungan dapat bernilai positif atau negatif. Jika bernilai negatif maka rumahtangga akan melakukan pinjaman (transfer in) untuk

menyeimbangkan antara pendapatan dengan pengeluaran rumahtangga tersebut. Oleh karena itu tabungan dimasukkan dalam persamaan identitas.

Penelitian lainnya tentang ekonomi rumahtangga industri kecil adalah Herliana (2001) dan Negoro (2003) tentang industri kecil kecap dan gerabah. Kedua peneliti membagi rumahtangga menjadi dua, yaitu rumahtangga pengusaha dan rumahtangga pekerja. Keputusan dalam ekonomi rumahtangga pengusaha akan mempengaruhi keputusan ekonomi rumahtangga pekerja. Hal ini terlihat bahwa curahan kerja rumahtangga pengusaha dalam usaha mempengaruhi curahan kerja pekerja dari luar rumahtangga, produksi kerupuk yang menentukan besarnya pendapatan rumahtangga pengusaha juga dipengaruhi oleh curahan kerja pekerja. Akan tetapi, analisis antara model ekonomi rumahtangga pengusaha dan

(16)

model ekonomi rumahtangga pekerja dilakukan secara terpisah. Akibatnya, keputusan dalam ekonomi rumahtangga pengusaha tidak terlihat pengaruhnya terhadap keputusan ekonomi rumahtangga pekerja.

Penelitian ini hanya menganalisis perilaku ekonomi rumahtangga pengusaha. Perilaku ekonomi rumahtangga pekerja tidak dianalisis karena pekerja dianggap sebagai faktor produksi. Alasan lainnya adalah dalam industri kecil kerupuk pekerja hanya bekerja secara borongan, bukan pekerja tetap. Sewaktu-waktu pekerja yang dipekerjakan oleh pengusaha akan diganti sesuai dengan keinginan pengusaha.

2.3. Kerangka Pemikiran Teoritis

Model ekonomi rumahtangga usaha kecil kerupuk disusun berdasarkan pengembangan konsep model ekonomi rumahtangga pertanian dari Singh et al.

(1986). Rumahtangga dalam penelitian ini adalah rumahtangga dalam industri kecil yang tentunya mempunyai karakteristik yang berbeda dengan konsep rumahtangga pertanian. Beberapa variabel yang mencirikan karakteristik rumahtangga terkait dengan perilaku untuk memaksimumkan kepuasan seperti jumlah angkatan kerja rumahtangga, jumlah anggota rumahtangga, umur pengusaha, jumlah anak yang bersekolah dan tingkat pendidikan pengusaha dimasukkan dalam model.

Aktivitas produksi kerupuk tergantung dari kepemilikan input produksi dari rumahtangga. Input produksi meliputi input variabel (tenaga kerja dan bahan baku) dan input tetap (aset). Selain kendala produksi, dalam memaksimumkan kepuasan rumahtangga juga menghadapi kendala waktu yang tersedia dan pendapatan rumahtangga.

(17)

Waktu yang tersedia dari rumahtangga terdiri waktu untuk bekerja di dalam usaha, luar usaha dan waktu yang dihabiskan untuk bersantai (leisure).

Pendapatan rumahtangga dapat diperoleh dari dalam usaha, luar usaha dan pendapatan non-kerja.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat diperoleh fungsi konsumsi rumahtangga dan fungsi permintaan input produksi dengan memaksimumkan kepuasan rumahtangga. Rumahtangga memiliki fungsi kepuasan yang akan dimaksimumkan sebagai berikut :

) , , , (Xk Xm Xl ai U U = ... (2.27)

dengan kendala produksi, waktu dan pendapatan yang ditunjukkan pada persamaan berikut : ) , , (PV K Q Q= ... (2.28) J X P T = + l + ... (2.29) E S V P P w X Q P X Pmm = k( − k)− ⋅ − v⋅ + + ... (2.30) dimana:

Xk = konsumsi kerupuk oleh rumahtangga Xm = konsumsi barang yang dibeli di pasar Xl = konsumsi waktu santai

ai = karakteristik rumahtangga Q = produksi kerupuk

P = total penggunaan tenaga kerja dalam usaha kerupuk V = input variabel selain tenaga kerja

K = faktor produksi tetap (nilai aset)

T = total tenaga kerja rumahtangga yang tersedia

J = penggunaan tenaga kerja rumahtangga di luar usaha kerupuk Pm = harga barang dan jasa yang dibeli di pasar

(18)

w = upah di pasar tenaga kerja

Pv = harga input variabel selain tenaga kerja S = pendapatan bersih luar subsektor E = pendapatan non-kerja rumahtangga

Dengan mensubtitusikan persamaan (2.28) dan (2.29) ke persamaan (2.30) diperoleh persamaan dalam bentuk fungsi langrange sebagai berikut :

£ = U(Xk,Xm,Xl,ai)+λ[(Pk · Q(P,V,K) – Pk · Xk – w · P + w(T–Xl–J) – Pv · V + S + E – Pm · Xm] ... (2.31) Dimana syarat pertama (first order condition) yang harus dipenuhi adalah turunan

pertama dari fungsi tersebut terhadap Xk, Xm, Xl, P, V yang bernilai nol, sehingga diperoleh turunan parsial sebagai berikut :

0 X £ k = − = ∂ ∂ k k P U λ ... (2.32) 0 X £ m = − = ∂ ∂ m m P U λ ... (2.33) 0 X £ l = − = ∂ ∂ W Ul λ ... (2.34) 0 £ = ∂ ∂ ⋅ = ∂ ∂ w P Q P P k ... (2.35) 0 £ = ∂ ∂ ⋅ = ∂ ∂ v k P V Q P V ... (2.36) 0 ) ( ) , , ( £ = + + ⋅ − − − + ⋅ − ⋅ − ⋅ = ∂ ∂ E S V P X P T w P w X P K V P Q Pk k k l v λ ... (2.37)

Berdasarkan persamaan (2.32), (2.33), (2.34) dan (2.37) diperoleh fungsi konsumsi rumahtangga atau fungsi permintaan rumahtangga terhadap leisure dan

(19)

) , , , , , ( k m v i b b a Y w P P P D D = ; b = Xk , Xm , Xl ... (2.40) Sedangkan fungsi permintaan input rumahtangga untuk melakukan aktifitas produksi diperoleh dari persamaan (2.35) dan (2.36) sebagai berikut :

P = P(w, Pk, Q) ... (2.41) V = V(Pv, Pk, Q) ... (2.42) Bentuk umum fungsi produksi yaitu subtitusi persamaan (2.41) dan (2.42) ke dalam persamaan (2.28) secara matematis menjadi :

) , , , (P w P K Q Q= k v ... (2.43)

2.4. Model Ekonomi Rumahtangga Usaha Kecil Kerupuk

Berdasarkan tinjauan teori, penelitian terdahulu dan kerangka pemikiran teoritis maka dapat disusun model ekonomi rumahtangga sebagai berikut:

2.4.1. Produksi Kerupuk

Produksi merupakan fungsi dari harga output, harga input dan nilai faktor produksi tetap (aset). Dalam penelitian ini tidak memasukkan variabel harga input dan output dalam fungsi produksi karena pengaruhnya terlambat (ada lag)

terhadap keputusan produksi rumahtangga. Penelitian ini menggunakan data cross

section dimana variasi dari variabel harga tersebut dari setiap rumahtangga

(responden) relatif homogen, akibatnya analisis ekonometrika tidak bisa memasukkan peubah harga output.

Pendekatan untuk melihat pengaruh harga input dan output terhadap produksi dilakukan dengan memasukkan variabel jumlah tenaga kerja (curahan kerja) dan jumlah bahan baku, seperti ditunjukkan pada persamaan (2.28) pada kerangka pemikiran teoritis. Oleh karena itu, fungsi produksi kerupuk dipengaruhi

(20)

oleh total curahan kerja dalam usaha kerupuk, jumlah bahan baku yang digunakan dan nilai aset. Hubungan antar peubah tersebut ditunjukkan pada persamaan struktural sebagai berikut :

Q = f (TEP, TCKD, AST) ... (2.44) dimana:

Q = produksi kerupuk

TEP = bahan baku tepung tapioka TCKD = total curahan kerja dalam usaha AST = nilai aset

2.4.2. Permintaan Bahan Baku

Mengacu pada persamaan (2.42) dimana permintaan input selain tenaga kerja dipengaruhi oleh harga input tersebut, harga output dan produksi. Sama seperti argumen sebelumnya bahwa variabel harga memiliki variasi yang relatif homogen dari setiap rumahtangga. Pengaruh harga tersebut diproksi dengan memasukkan variabel total pendapatan rumahtangga. Alasan memasukkan variabel ini adalah perubahan harga input dan output mempengaruhi pendapatan rumahtangga. Pendapatan rumahtangga menentukan daya beli (permintaan) dari input yang digunakan dalam proses produksi. Memasukkan variabel pendapatan juga relevan dengan kerangka pemikiran yang ditunjukkan pada persamaan (2.40), yaitu permintaan bahan baku identik dengan konsumsi rumahtangga untuk barang yang dibeli di pasar (Xm). Hubungan antar peubah dinyatakan dalam persamaan struktural sebagai berikut :

TEP = f (TYRT, Q) ... (2.45) dimana:

(21)

2.4.3. Curahan Kerja

Curahan kerja dalam penelitian membagi aktifitas kerja anggota rumahtangga untuk bekerja di dalam usaha dan luar usaha. Kekurangan tenaga kerja di dalam usaha dipenuhi oleh rumahtangga dengan memperkerjakan pekerja dari luar rumahtangga. Model curahan kerja rumahtangga mengacu pada persamaan (2.41) dan penelitian terdahulu yang memasukkan variabel karakteristik rumahtangga sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi curahan kerja rumahtangga. Persamaan curahan kerja yang meliputi curahan kerja rumahtangga dalam usaha, curahan kerja luar rumahtangga dalam usaha dan curahan kerja rumahtangga ke luar usaha yang ditunjukkan sebagai berikut :

CKRTD = f(UD, UL, Q, AKRT, PGLN)... (2.46) CKLRTD = f(UD, CKRTD, Q) ... (2.47) CKRTL = f(UL, CKRTD, AKRT, UMP, PGLN) ... (2.48) dimana:

CKRTD = curahan kerja rumahtangga dalam usaha CKLRTD = curahan kerja luar rumahtangga dalam usaha CKRTL = curahan kerja rumahtangga luar usaha UD = upah dalam usaha

UL = upah luar usaha

AKRT = angkatan kerja rumahtangga PGLN = pengalaman usaha

UMP = umur pengusaha 2.4.4. Pendapatan Rumahtangga

Mengacu persamaan (2.30) pada kerangka teori maka penelitian ini mendefinisikan pendapatan total sebagai penjumlahan dari pendapatan

(22)

rumahtangga yang berasal dari dalam usaha, pendapatan luar usaha dan pendapatan non-kerja. Pendapatan dalam usaha yaitu selisih antara total penerimaan dalam usaha dengan total biaya produksi. Pendapatan luar usaha merupakan perkalian antara jumlah curahan kerja rumahtangga di luar usaha dengan tingkat upah luar usaha. Pendapatan non-kerja merupakan suatu variabel eksogen yang nilainya given (sudah pasti). Pendapatan dalam usaha dan luar

usaha disajikan dalam bentuk persamaan identitas sebagai berikut :

YRTD = (PQ · Q) – BPR ... (2.49) YRTL = CKRTL · UL... (2.50) TYRT = YRTD + YRTL + YNON... (2.51) dimana:

YRTD = pendapatan rumahtangga dari dalam usaha YRTL = pendapatan rumahtangga dari luar usaha YNON = pendapatan rumahtangga non-kerja PQ = harga kerupuk

(PQ · Q) = total penerimaan dari dalam usaha BPR = biaya produksi

2.4.5. Pengeluaran Rumahtangga

Pengeluaran rumahtangga berdasarkan persamaan (2.40) terdiri dari konsumsi untuk komoditas yang dihasilkan rumahtangga (kerupuk), konsumsi barang/jasa yang dibeli di pasar dan konsumsi waktu santai (leisure). Pada

penelitian ini tidak memasukkan jenis pengeluaran untuk konsumsi kerupuk dan konsumsi leisure karena jenis pengeluaran ini nilainya sangat kecil dan sulit untuk

(23)

Kerupuk yang dihasilkan rumahtangga untuk dijual merupakan kerupuk yang masih mentah sehingga jika ingin mengkonsumsinya maka rumahtangga harus melakukan aktivitas kerja tambahan yaitu memasak dan menyajikannnya. Biasanya kerupuk disajikan untuk cemilan atau sebagai lauk pauk. Karena nilai yang dikonsumsi sangat kecil maka rumahtangga tidak memperhitungkan jenis pengeluaran ini.

Konsumsi leisure tidak dimasukkan dalam model karena keterbatasan

untuk menilainya. Aktifitas leisure dapat berupa ngobrol santai dengan

keluarga/tetangga, menonton televisi, membaca koran dan lain-lain. Aktifitas yang menghabiskan waktu rumahtangga tersebut (meningkatkan utilitas) sulit untuk menghitung nilainya. Elinur (2004) memasukkan rekreasi sebagai salah satu jenis pengeluaran rumahtangga untuk leisure. Penelitian ini tidak memasukkan peubah

tersebut karena selama setahun (waktu penelitian lapang) rumahtangga tidak melakukan aktifitas rekreasi.

Jenis pengeluaran dalam penelitian ini mengacu pada penelitian terdahulu dan faktor-faktor yang mempengaruhinya ditunjukkan pada persamaan (2.40). Sebagian besar rumahtangga melakukan pengeluaran untuk membeli barang/jasa yang di jual di pasar (Xm). Jenis pengeluaran rumahtangga meliputi konsumsi pangan, konsumsi non-pangan, investasi pendidikan dan penyusutan (pembelian dan perbaikan mesin atau alat-alat produksi).

KPRT = f(TYRT, TANG)... (2.52) KNPRT = f(TYRT, IED, TANG) ... (2.53) IED = f(TYRT, TEDK, EDRT, UMP)... (2.54) DEP = f(TYRT, UMPROD, PGLN, TAB)... (2.55)

(24)

dimana:

KPRT = konsumsi pangan rumahtangga

KNPRT = konsumsi non-pangan rumahtangga IED = investasi pendidikan

DEP = pengeluaran penyusutan TANG = total anggota rumahtangga TEDK = total anak yang bersekolah

UMPROD = umur mesin atau alat-alat produksi TAB = nilai tabungan rumahtangga

Gambar

Gambar 1.   Maksimisasi Kepuasan: Pilihan Optimal antara Leisure       dan  Pendapatan
Gambar 2. Kurva Alokasi Waktu

Referensi

Dokumen terkait

• Lokasi pekerjaan, kebersihan tempat bekerja di lokasi pekerjaan ikut menentukan produktivitas kerja para pekerja konstruksi..

Kompensasi atau upah adalah hak pekerja atau buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada buruh

Peubah pendapatan dari luar usaha gula kelapa (PPL) dan pendidikan pengusaha (EP) berpengaruh positif terhadap curahan kerja keluarga di luar usaha, sedangkan

Jumlah anak hidup mempengaruhi pasangan usia subur dalam menentukan metode kontrasepsi yang akan digunakan..

Dampak negatif upah minimum ini secara signifikan lebih mempengaruhi kelompok dalam pasar tenaga kerja yang lebih rentan, yaitu perempuan pekerja, pekerja muda,

Berdasarkan pemikiran yang diuraikan pada bab ini, khususnya subbab tentang tinjauan studi terdahulu, maka studi ini melakukan analisis tentang keputusan ekonomi rumahtangga

a. Faktor eksternal, adalah beban kerja yang berasal dari luar tubuh pekerja. Yang termasuk beban kerja eksternal adalah: 1) tugas-tugas/task baik yang bersifat fisik (tata

Menurut Sutedi (2009:170), Keselamatan dan Kesehatan kerja (K3) adalah suatu program yang dibuat bagi pekerja/buruh maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan