• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Usia Menikah

1. Pengertian Usia Menikah

Usia menikah adalah “umur pada waktu memasuki ikatan sosial, atau dengan istilah perkawinan, usia konsumsi perkawinan (hubungan kelamin yang pertama kali dilakukan setelah menikah)” (Fadlyana dan Larasaty, 2009, p.3). Menurut Biro Pusat Statistik mendefinisikan umur perkawinan pertama sebagai “umur pada saat wanita melakukan perkawinan secara hukum dan biologis yang pertama kali” (Adhitya, 2012, p.1).

Pernikahan adalah “lembaga dimana pria dan wanita bergabung dalam sebuah kemandirian legal dan sosial dengan tujuan untuk mendirikan dan memelihara sebuah keluarga” (Bell, 2004, p.1).

Pernikahan menurut Undang-undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 adalah

“ikatan lahir batin antara seseorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Dalam masyarakat orang yang menikah memperoleh status baru, dimana status ini merupakan status sosial yang dianggap paling penting.

Seperti yang diketahui bahwa pada saat seseorang menikah pada usia yang relatif lebih muda, maka masa subur atau reproduksi akan lebih panjang

7

(2)

dalam ikatan perkawinan sehingga mempengaruhi peningkatan fertilitas (Fadlyana dan Larasaty, 2009, p.4).

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Usia Menikah

Pernikahan merupakan masalah sosial dan ekonomi, yang dipengaruhi dengan tradisi dan budaya dalam kelompok masyarakat.

Stigma sosial mengenai pernikahan setelah melewati masa pubertas yang dianggap aib pada kalangan tertentu (seperti cap perawan tua), meningkatkan angka kejadian pernikahan. Motif ekonomi, harapan tercapainya keamanan sosial dan finansial setelah menikah menyebabkan banyak pernikahan usia dini (Fadlyana dan Larasaty, 2009, p.3).

Menurut Adhitya (2012, p.1), faktor-faktor yang berpengaruh terhadap usia menikah adalah:

a. Faktor internal 1) Pendidikan

Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi, misalnya hal-hal

yang menunjang kesehatan, sehingga dapat meningkatkan kualitas

hidup. Menurut YB Mantra yang dikutip Notoatmodjo (2003),

pendidikan dapat mempengaruhi perilaku seseorang akan pola

hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta

dalam pembangunan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang,

maka ia akan berpikir lebih jauh lagi untuk memilih menikah atau

melanjutkan pendidikan. Sedangkan jika seseorang berpendidikan

rendah maka ia akan memilih untuk menjadi ibu rumah tangga saja

(3)

2) Pekerjaan

Pekerjaan menurut Thimas yang dikutip oleh Nursalam (2003) adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupan dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi merupakan cara untuk mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan. Bekerja umumnya yaitu kegiatan yang menyita waktu. Jika kesempatan kerja besar, maka wanita akan memilih untuk menunda pernikahan demi mengejar karier.

3) Umur

Usia yang dikutip Nursalam (2003) menurut Elisabeth B yaitu umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun.

b. Faktor eksternal

1) Interpretasi ajaran agama

Di dalam ajaran agama, jika seseorang sudah baligh (dewasa) maka ia dapat menikah, dikarenakan untuk mencegah perbuatan zina.

2) Keadaan sosial budaya

Ada suatu adat istiadat yang menikahkan anak perempuannya di

usia yang sangat muda. Contohnya, anak perempuan keturunan

Bugis yang orangtuanya masih berpikiran tradisional akan

menikahkan anaknya di usia kurang dari 20 tahun.

(4)

3) Ekonomi

Jika seseorang itu memiliki tingkat ekonomi yang rendah, maka ia akan menikahkan anak perempuannya di usia yang muda untuk mengurangi beban keluarga.

4) Pasangan yang sesuai

Orang yang ingin memiliki pasangan yang ideal, pasti ia akan lebih sulit dan membutuhkan waktu yang lama untuk mencari jodohnya dibandingkan dengan orang yang dijodohkan.

3. Pengukuran Usia Menikah

Menurut Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974,

“perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun (pasal 7, ayat1)”.

Selanjutnya dalam pasal 6 ayat 2 disebutkan bahwa “untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat ijin kedua orang tua”.

Menurut BKKBN (2011), usia menikah disarankan pada usia 20-35 tahun sebab merupakan usia reproduksi sehat. Usia reproduksi sehat adalah kurun waktu dimana seorang ibu sehat untuk melahirkan, antara usia 20 - 35 tahun (BKKBN, 2011).

Menurut Hanafi (2004, p.45), “usia 20-35 tahun dikategorikan dalam Pasangan Usia Subur (PUS)”. PUS ini dibedakan dengan perempuan usia subur yang berstatus janda atau cerai.

Berdasarkan undang-undang yang berlaku tersebut maka pengukuran

usia menikah yaitu:

(5)

a. Usia kawin muda: < 20 tahun b. Usia kawin ideal: ≥ 20 tahun

B. Alat Kontrasepsi

1. Pengertian Kontrasepsi

Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti ‘mencegah’ atau ‘melawan’

dan konsepsi yang berarti pertemuan antara sel telur yang matang dan sel sperma yang mengakibatkan kehamilan. Kontrasepsi adalah obat/alat untuk mencegah terjadinya konsepsi (kehamilan). Prinsip kerja kontrasepsi adalah meniadakan pertemuan sel telur dan sel sperma (BKKBN, 2011).

Dalam menggunakan kontrasepsi, keluarga pada umumnya mempunyai perencanaan atau tujuan yang ingin dicapai. Tujuan tersebut diklasifikasikan dalam tiga kategori, yaitu menunda/mencegah kehamilan, menjarangkan kehamilan, serta menghentikan/mengakhiri kehamilan.

2. Metode Kontrasepsi a. Metode Sederhana

Menurut Arum dan Sujiyatini (2011, p.57), metode sederhana meliputi dua macam, yaitu:

1) Tanpa Alat

a) Metode Amenorea Laktasi

Metode Amenorea Laktasi (MAL) adalah kontrasepsi yang

mengandalkan pemberian air susu ibu. MAL efektif sebagai

kontrasepsi apabila ibu menyusui secara penuh, belum haid dan

(6)

umur bayi kurang dari enam bulan (Yetty dan Martini, 2012, p.151).

b) Keluarga Berencana Alamiah

Menurut Arum dan Sujiyatini (2011, p.57), keluarga berencana alamiah terdiri dari empat macam, yaitu:

(1) Metode Lendir Serviks/Metode Ovulasi Billings (MOB)

Dasar metode billing adalah pengenalan ovulasi dengan memperhatikan perubahan pada jumlah dan konsistensi mukus serviks sebagai reaksi terhadap perubahan kadar hormon- hormon ovarium yang ada di dalam darah. Wanita yang ingin menghindari kehamilan harus menghindari hubungan seksual sejak saat dia menyadari akan terjadinya ovulasi sampai tiga hari setelah ovulasi.

Pengamatan dilakukan pada lendir yang melindungi

serviks dari bakteri penyebab penyakit dan dari sperma pada

masa subur. Pada saat menjelang ovulasi lendir ini akan

mengandung banyak air (encer) sehingga mudah dilalui oleh

sperma. Setelah ovulasi, lendir akan kembali menjadi lebih

padat. Tiga hari setelah puncak masa subur dapat dilakukan

senggama tanpa alat kontrasepsi (Arum dan Sujiyatini, 2011,

p.57).

(7)

(2) Sistem Kalender (Pantang Berkala)

Sistem ini berdasarkan perhitungan hari yang sederhana sejak periode haid terakhir. Senggama dihindari pada masa subur yaitu dekat dengan pertengahan siklus haid atau terdapat tanda-tanda adanya kesuburan (Saifuddin, 2010, p.7).

(3) Metode Temperatur

Metode ini berdasarkan kenaikan suhu tubuh setelah ovulasi sampai sehari sebelum menstruasi sebelumnya. Untuk mengetahui bahwa suhu tubuh benar-benar naik, maka harus selalu diukur dengan termometer yang sama dan pada tempat yang sama (mulut, anus, vagina) setiap pagi setelah bangun tidur. Syaratnya tidur malam paling sedikit 5-6 jam secara berturut-turut, suhu rendah (36,4

o

C – 36,7

o

C), kemudian 3 hari berturut-turut suhu lebih tinggi (36,9

o

C – 37,5

o

C), maka setelah itu dapat melakukan sanggama tanpa menggunakan alat kontrasepsi (Arum dan Sujiyatini, 2011, p.73).

(4) Metode Simtomtermal

Metode ini harus mendapat instruksi untuk metode lendir serviks dan suhu basal, ibu dapat menentukan masa subur dengan mengamati suhu tubuh pada pagi hari dan lendir serviks (Arum dan Sujiyatini, 2011, p.75).

Setelah darah haid berhenti, ibu dapat bersenggama pada

malam hari kering dengan berselang sehari selama masa tak

(8)

subur. Masa subur dimulai pada saat ada perasaan basah atau munculnya lendir, pada masa ini harus pantang senggama sampai masa subur berakhir (Saifuddin, 2010, p.14).

c) Sanggama Terputus

Sanggama terputus adalah metode keluarga berencana tradisional, dimana pria mengeluarkan alat kelaminnya (penis) dari vagina sebelum pria mencapai ejakulasi, sehingga sperma tidak masuk ke dalam vagina dan tidak ada pertemuan antara sperma dan ovum dan kehamilan dapat dicegah (Saifuddin, 2010, p.15).

2) Dengan Alat

Menurut Arum dan Sujiyatini (2011, p.77), ada tiga macam metode kontrasepsi sederhana dengan alat, yaitu:

a) Kondom

Kondom merupakan selubung/sarung karet yang dapat terbuat dari berbagai bahan diantaranya lateks (karet), plastik (vinil) atau bahan alami (produksi hewani) yang dipasang pada penis saat hubungan seksual. Kondom terbuat dari karet sintetis yang tipis, berbentuk silinder, dengan muaranya berpinggir tebal, yang bila digulung berbentuk rata.

Kondom wanita dirancang khusus dengan bentuk tabung

silinder yang dimasukan ke dalam vagina. Kondom ini memiliki

dua ujung di mana salah satu ujung dimasukan ke arah rahim

tertutup dengan busa untuk menyerap sperma dan ujung lain ke

(9)

arah luar dinding vagina. Kondom wanita memiliki panjang sekitar 17 cm dan diameter 6 hingga 7 cm dengan bahan yang terbuat dari polyurethane.

Kondom menghalangi terjadinya pertemuan sperma dan sel telur dengan cara mengemas sperma. Kondom tidak hanya mencegah kehamilan, tetapi juga mencegah IMS termasuk HIV/AIDS. Kondom dapat dipakai bersama kontrasepsi lain untuk mencegah IMS (Yetty dan Martini, 2012, p.105).

b) Diafragma

Diafragma adalah kap berbentuk bulat cembung, terbuat dari lateks (karet) yang diinsersikan ke dalam vagina sebelum berhubungan seksual dan menutup serviks. Beberapa jenis diafragma yaitu flat spring (flat metal band), coil spring (coiled wire) dan arching spring (kombinasi metal spring). Cara kerja dari diafragma yaitu menahan sperma agar tidak mendapatkan akses mencapai saluran alat reproduksi bagian atas (uterus dan tuba falopii) dan sebagai alat tempat spermisida (Arum dan Sujiyatini, 2011, p.85).

c) Spermisida

Spermisida adalah bahan kimia (biasanya non oksinol-9)

digunakan untuk menonaktifkan atau membunuh sperma. Dikemas

dalam bentuk aerosol (busa), tablet vaginal, suppositoria atau

dissolvable film dan krim. Spermisida dapat menyebabkan sel

(10)

membran sperma terpecah, memperlambat pergerakan sperma dan menurunkan kemampuan pembuahan sel telur (Arum dan Sujiyatini, 2011, p.90).

b. Metode Modern

Menurut Arum dan Sujiyatini (2011, p.98), ada beberapa macam kontrasepsi dengan metode modern, antara lain:

1) Kontrasepsi Hormonal

Merupakan cara pencegahan terjadinya kehamilan dengan menggunakan obat yang mengandung hormonal (Yetty dan Martini, 2012, p.133).

a) Pil Kombinasi

Pil kombinasi merupakan pil kontrasepsi yang sampai saat ini dianggap paling efektif, karena selain mencegah terjadinya ovulasi juga mempunyai efek lain terhadap traktus genitalis, seperti menimbulkan perubahan-perubahan pada lendir serviks sehingga menjadi kental, yang menyebabkan sperma tidak dapat masuk ke cavum uteri (Yetty dan Martini, 2012, p.142).

Menurut Saifuddin, 2010, p.28-29, ada tiga jenis pil kombinasi yaitu:

(1) Monofasik: pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet memiliki

kandungan hormon aktif estrogen/progestin (E/P) dalam dosis

yang sama, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif .

(11)

(2) Bifasik: pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet memiliki kandungan hormon aktif estrogen/progestin (E/P) dengan dua dosis yang berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif .

(3) Trifasik: pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet memiliki kandungan hormon aktif estrogen/progestin (E/P) dengan tiga dosis yang berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif (Saifuddin, 2010, p.28-29).

Efek samping dari pil kombinasi ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu efek samping ringan dan efek samping berat. Efek samping ringan berupa pertambahan berat badan, perdarahan di luar haid, depresi dan gangguan gastrointestinal. Sedangkan efek samping berat adalah tromboemboli yang terjadi adanya peningkatan aktivitas faktor pembekuan dan dapat juga disebabkan pengaruh vaskuler secara langsung (Arum dan Sujiyatini, 2011, p.103).

b) Suntikan Kombinasi

Jenis suntikan kombinasi adalah 25 mg Depo

Medroksiprogesteron Asetat dan 5 mg Estrogren Sipionat yang

diberikan injeksi L.M. Sebelum sekali (Cylofem) dan 50 mg

Noretindron Enantat dan 5 mg Estrodiol Valerat yang diberikan

injeksi I.M. sebulan sekali. Efek dari suntikan kombinasi membuat

lendir serviks menjadi kental sehingga penetrasi sperma terganggu,

dan menekan adanya ovulasi (Saifuddin, 2010, p.34).

(12)

Suntikan kombinasi tidak mengganggu hubungan seksual, risiko terhadap kesehatan kecil, tidak diperlukan pemeriksaan dalam jangka panjang, mengurangi nyeri saat haid dan mengurangi jumlah perdarahan. Efek samping yang ditimbulkan adalah terjadi perdarahan bercak atau spotting, mual, pusing, nyeri payudara ringan, penambahan berat badan dan dapat mengakibatkan efak samping yang serius seperti serangan jantung, stroke, adanya bekuan darah dalam paru atau otak dan dapat menyebabkan timbulnya tumor hati (Arum dan Sujiyatini, 2011, p.118).

c) Kontrasepsi Progestin

Kontrasepsi progestin terdiri dari tiga macam, yaitu:

(1) Suntikan Progestin

Suntikan progestin seperti Depo-Provera dan Noris-terat mengandung hormon progestin saja. Suntikan ini sangat baik bagi wanita yang menyusui dan suntikan diberikan setiap dua bulan atau tiga bulan sekali. Suntikan ini mengentalkan lendir serviks dan menurunkan kemampuan penetrasi sperma, menjadikan selaput lendir rahim tipis dan strofi sehingga menghambat transportsi gamet oleh tuba. Penyuntikan harus dilakukan secara teratur sesuai jadwal yang telah ditentukan (Saifuddin, 2010, p.41).

Suntikan ini sangat efektif dalam mencegah kehamilan

jangka panjang, tidak mengganggu hubungan seksual, tidak

(13)

mengandung estrogen sehingga tidak berdampak serius terhadap penyakit jantung dan gangguan pembekuan darah.

Efek samping yang ditimbulkan adalah perdarahan yang tidak teratur atau bercak-bercak darah, berat badan meningkat dan pada penggunaan jangka panjang dapat munurunkan kepadatan tulang, kekeringan pada vagina, menurunkan libido dan sakit kepala (Saifuddin, 2010, p.41).

(2) Pil Progestin (Minipil)

Mini pil tidak mengandung estrogen dan hanya mengandung progestin saja, sehingga mini pil lebih aman bagi wanita yang tidak cocok menggunakan pil kombinasi. Mini pil ini baik bagi ibu yang sedang menyusui karena tidak mengandung zat yang menyebabkan pengurangan produksi ASI dan digunakan mulai hari pertama sampai hari kelima masa haid. Minipil diminum pada malam hari (Saifuddin, 2010, p.49).

Mini pil tidak mengganggu hubungan seksual, tidak mempengaruhi produksi ASI, nyaman dan mudah digunakan, mengurangi nyeri haid, dan kesuburan cepat kembali.

Sedangkan kekurangannya adalah mengalami gangguan haid,

peningkatan atau penurunan berat badan, resiko kehamilan

ektopik cukup tinggi dan apabila lupa satu pil saja, kegagalan

menjadi lebih besar (Saifuddin, 2010, p.49).

(14)

(3) Implan

Implan merupakan alat kontrasepsi yang dipasang di bawah kulit di lengan kiri atas penggunanya. Metode ini dapat dipakai oleh semua wanita dalam usia reproduksi dan aman dipakai pada masa menyusui. Pemasangan dan pencabutan kembali metode ini hanya dapat dilakukan oleh petugas kesehatan yang terlatih. Metode ini membuat lendir serviks menjadi kental, mengganggu proses pembentukan endometrium, mengurangi transportasi sperma sehingga menekan ovulasi (Arum dan Sujiyatini, 2011, p.136).

Menurut Saifuddin (2010, p.53-54), implan terdiri atas tiga jenis yaitu:

(a) Norplant, terdiri dari 6 batang silastik lembut berongga dengan penjang 3,4 cm,diameter 2,4 mm, dan diisi dengan 36 mg Levonogestrel. Jenis norplant ini efektif untuk penggunaan selama 5 tahun.

(b) Implanon, terdiri dari satu batang putih lentur dengan panjang kira-kira 40 mm, diameter 2 mm yang diisi dengan 68 mg 3-keto-desogestrel dan lama kerjanya 3 tahun.

(c) Jadena dan indoplant, terdiri dari 2 batang yang diisi dengan 75 mg Levonorgestrel dengan lama kerja 3 tahun.

Implan efektif dalam menunda kehamilan jangka panjang

(5 tahun), bebas dari pengaruh estrogen, tidak mengggangu

(15)

hubungan seksual, tidak mengganggu produksi ASI dan dapat dicabut setiap saat sesuai dengan kebutuhan. Waktu yang paling baik untuk pemasangan implan adalah sewaktu haid berlangsung atau masa pra-evolusi dari masa haid. Efek samping yang ditimbulkannya adalah nyeri kepala, peningkatan atau penurunan berat badan, nyeri payudara, mual, pening, mengalami gangguan haid (terjadinya spotting, perdarahan haid memanjang atau lebih sering berdarah) (Yetty dan Martini, 2012, p.193).

2) Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)

AKDR merupakan alat kontrasepsi yang dimasukkan ke dalam rahim yang terbuat dari bahan plastik dan tembaga yang hanya boleh dipasang oleh dokter atau bidan terlatih. Setelah di rahim, AKDR akan mencegah sperma pria bertemu dengan sel telur wanita. Pemakaian AKDR dapat sampai 10 tahun (tergantung kepada jenisnya) dan dapat dipakai oleh semua wanita umur reproduksi (Arum dan Sujiyatini, 2011, p.153).

a) AKDR Non-hormonal

Pada saat ini AKDR telah memasuki generasi ke-4. Karena itu

berpuluh-puluh macam AKDR telah dikembangkan. Mulai dari

generasi pertama yang terbuat dari benang sutra dan logam sampai

generasi plastik (polietilen) baik yang ditambah obat atau tidak.

(16)

Macam-macam AKDR:

- Misalnya: Lippes Loop, CUT, Cu-7.Marguiles, Spring Coil, Multiload, Nova-T.

- Misalnya: Ota-Ring, Altigon, dan Graten Ber Ring.

Menurut Tambahan atau Metal

- Medicated IUD: Misalnya: Cu T 200 (daya kerja 3 tahun), Cu T 220 (daya kerja 3 tahun), Cu T 300 (daya kerja 3 tahun), Cu T 380 A (daya kerja 8 tahun), Cu-7, Nova T (daya kerja 5 tahun), ML-Cu 375 (daya kerja 3 tahun).

- Un Medicated IUD: Misalnya: Lippes Loop, Marguiles, Saf-T Coil, Antigon.

b) IUD yang mengandung hormonal (1) Progestasert –T = Alza T

- Panjang 36 mm, labar 32 mm, dengan 2 lembar benang ekor warna hitam.

- Mengandung 38 mg progesteron dan barium sulfat, melepaskan 65 µg progesteron setiap hari.

(2) LNG 20

- Mengandung 46-60 mg Levonolgestrel, dengan pelepasan 20µg per hari.

- Angka kegagalan /kehamilan angka terendah: <0,5 per 100

wanita per tahun.

(17)

Pemasangan AKDR sebaiknya dilakukan pada masa haid, untuk mengurangi rasa sakit dan memudahkan insersi melalui kanalis servikalis. Segera setelah pemasangan AKDR, rasa nyeri atau kejang di perut dapat terjadi. Biasanya rasa nyeri ini dapat berangsur-angsur hilang dengan sendirinya. Rasa nyeri dapat dikurangi atau dihilangkan dengan pemberian analgetika. Jika keluhan berlangsung terus, sebaiknya AKDR dikeluarkan dan diganti dengan AKDR yang mempunyai ukuran yang lebih kecil (Yetty dan Martini, 2012, p.161).

AKDR mempunyai efektivitas yang tinggi dan merupakan metode jangka panjang, tidak mengganggu hubungan seksual, tidak mempengaruhi produksi ASI, dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus. Efek samping yang ditimbulkannya adalah perubahan siklus haid, haid menjadi lebih banyak dan lama, adanya perdarahan berat saat haid sehingga memungkinkan menyebabkan anemia (Saifuddin, 2010, p.63).

3) Kontrasepsi Mantap (Kontap)

Menurut Arum dan Sujiyatini (2011, p.169), kontap merupakan kontrasepsi yang “cost effective” yang mempunyai keunggulan yaitu:

 Kontap merupakan salah satu metode kontrasepsi yang sangat efektif bagi pria dan perempuan, tidak memiliki efek samping klinis (bersifat non hormonal), pengaruhnya lama dengan sekali tindakan saja.

 Pelayanan kontap sudah berlangasung sekitar 30 tahun dan menjadi

alternatif pilihan masyarakat dalam pengaturan kehamilan.

(18)

 Permintaan masyarakat terhadap kontap masih rendah dan belum merata sehingga merupakan peluang yang bisa ditingkatkan.

 Telah dikembangkan system pelayanan kontap yang terintegrasi dengan sistem pelayanan kesehatan reproduksi.

Kontap sangat efektif mencegah kehamilan, aman dan sederhana serta tidak ada efek samping jangka panjang.

Kontrasepsi mantap dibagi menjadi dua, yaitu:

a) Tubektomi

Tubektomi atau MOW (Medis Operatif Wanita) adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertiliitas (kesuburan) seorang perempuan. Mekanisme kerjanya yaitu dengan mengoklusi tuba falopii (mengikat dan memotong atau memasang cincin), sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum (Saifuddin, 2010, p.81).

Ada 4 cara tindakan untuk mencapai tuba uterin yaitu laparotomi biasa, laprotomi mini, kolpotomi posterior, dan laparoskopi. Ada 6 cara melakukan tubektomi yaitu cara pomeroy, kroemer, irving, pemasangan cincin Falope, klip filshie dan elektro-koagulasi disertai pemutusan tuba.

Tubektomi sangat efektif mencegah kehamilan, tidak

mempengaruhi proses menyusui, tidak bergantung pada faktor

sanggama, pembedahan sederhana, tidak ada efek samping dan

tidak ada perubahan dalam fungsi seksual. Wanita yang tidak

(19)

diperkenankan menjalani tubektomi yaitu wanita hamil, perdarahan vaginal yang belum terjelaskan, infeksi sistemik atau pelvic akut (Saifuddin, 2010, p.83).

b) Vasektomi

Vasektomi atau MOP (Medis Operatif Pria) adalah prosedur klinik untuk menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vasa deferensia. Vasektomi merupakan upaya untuk menghentikan fertilitas (Yetty dan Martini, 2012,p.213).

Vasektomi melibatkan insisi kecil ke dalam skrotum dan melalui luka insisi ini, masing-masing vasa deferensia sepanjang sekitar 6 cm diangkat dan kemudian ujung yang terpotong diputar balik serta disegel dengan diatermi. Efek kontrasepsi pada tindakan ini baru tercapai setelah semua sperma yang tertinggal di atas bagian vasa deferensia yang dipotong itu sudah terdorong keluar dalam tubuh. (Saifuddin, 2010, p.85).

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pemakaian Alat Kontrasepsi Menurut BKKBN (2007) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaian alat kontrasepsi, antara lain:

a. Pengaruh faktor individu dan sosial (karakteristik individu) 1) Umur

Umur berhubungan dengan potensi reproduksi dan menentukan

perlu tidaknya seseorang menggunakan alat kontrasepsi.

(20)

2) Pendidikan

Semakin meningkatnya pendidikan semakin tinggi proporsi mereka yang mengetahui dan menggunakan kontrasepsi untuk membatasi jumlah anaknya.

3) Jumlah anak

Jumlah anak hidup mempengaruhi pasangan usia subur dalam menentukan metode kontrasepsi yang akan digunakan.

4) Pendapatan

Tingkat pendapatan suatu keluarga sangat berpengaruh terhadap kesertaan seseorang dalam berKB.

b. Pengaruh nilai anak dan keinginan memilikinya

Anak dapat memberikan kebahagiaan kepada orang tuanya selain itu akan merupakan jaminan di hari tua dan dapat membantu ekonomi keluarga. Pandangan orang tua mengenai nilai anak dan jumlah anak dalam keluarga merupakan faktor keberhasilan program KB.

c. Permintaan KB

Pelayanan KB yang siap tersedia tidak hanya dapat memenuhi permintaan untuk mengatur jarak atau membatasi kelahiran, tetapi juga menciptakan suatu permintaan jasa dalam menyediakan pelayanan alternatif untuk meneruskan childbearing dan keberhasilan pencegahan kehamilan.

d. Faktor intermediate lain (umur menarchea, umur kawin, mati haid,

postpartum in fecundability, fecundabilitas, anak lahir mati, aborsi

disengaja).

(21)

e. Faktor pelayanan (akses, kualitas pelayanan, image)

Menurut Maryatun (2009, p.159), pengaruh pelayanan terhadap pemakaian alat kontrasepsi meliputi tiga hal, yaitu akses, kualitas pelayanan dan image atau penerimaan alat kontrasepsi.

1) Akses pelayanan

Pelayanan kesehatan tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial, budaya, organisasi atau hambatan bahasa. Keterjangkauan dalam memperoleh informasi yang memadai dan pelayanan KB yang memuaskan dapat meningkatkan penggunaan alat kontrasepsi.

2) Kualitas pelayanan

Rendahnya pemakaian kontrasepsi dikarenakan ketidaktahuan akseptor tentang kelebihan metode tersebut. Ketidaktahuan akseptor tentang kelebihan metode kontrasepsi disebabkan informasi yang disampaikan petugas pelayanan KB kurang lengkap.

3) Image (penerimaan KB)

Rendahnya pemakaian kontrasepsi karena tiga hal: adanya rumor

dan mitos tentang metode kontrasepsi tersebut; tidak cukupnya

perhatian terhadap metode tersebut selama pelayanan keluarga

berencana dan tidak cukupnya jumlah pemberi pelayanan terhadap

metode tersebut.

(22)

f. Pemanfaatan pelayanan

Adanya kemudahan dan ketersediaan sarana pelayanan berdampak positif terhadap penggunaan suatu alat kontarsepsi

4. Pengukuran Pemakaian Alat Kontrasepsi

Pengukuran pemakaian alat kontrasepsi berdasarkan penggunaan alat kontrasepsi pada masyarakat, yaitu:

a. Tidak memakai alat kontrasepsi b. Memakai alat kontrasepsi

C. Jumlah Anak

1. Pengertian Jumlah Anak

Anak adalah harapan atau cita-cita dari sebuah perkawinan. Berapa jumlah yang diinginkan, tergantung dari keluarga itu sendiri. Apakah satu, dua, tiga dan seterusnya. Menurut BKKBN (2011), jumlah anak adalah jumlah anak yang dilahirkan seorang wanita selama masa reproduksi.

Dalam merencanakan jumlah anak dalam keluarga, suami dan istri perlu mempertimbangkan aspek kesehatan dan kemampuan untuk memberikan pendidikan dan kehidupan yang layak.

Jumlah anak biasanya dilandasi oleh masih kuatnya ikatan sosial

budaya terkait dengan nilai anak bagi keluarga yang kini masih menjadi

pedoman dan tradisi kehidupannya. Seperti masih adanya pandangan anak

sebagai karunia Tuhan yang tidak bisa ditolak, jaminan hari tua, ikatan

perkawinan, anak sebagai pelanjut keturunan, penerus sejarah keluarga,

(23)

pewaris nama, kepuasan batin, anak sebagai tanda keberhasilan perkawinan, yang semua ini merupakan warisan nilai-nilai budaya leluhurnya yang kini tetap dipedomani dalam kehidupannya sehari-hari.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Jumlah Anak

Menurut Hartoyo, dkk (2011, p.2), fenomena adanya peningkatan jumlah anak dalam keluarga dipengaruhi:

a. Kecenderungan orang tua dalam memaknai kehadiran anak ataupun alasan orang tua untuk memiliki anak. Pada masyarakat perdesaan, anak merupakan sumber daya ekonomi dan aset masa kini, sehingga kehadiran anak sangat diharapkan dalam keluarga

b. Kecenderungan jumlah anak yang diinginkan orang tua. Keluarga yang merasa khawatir dengan kondisi kesepian (loneliness) di masa tua akan mendorong keluarga untuk memiliki anak dalam jumlah yang lebih banyak.

c. Keikutsertaan keluarga dalam program KB. Penggunaan alat kontrasepsi sangat efektif dalam menurunkan fertilitas sehingga anak yang terlahir berjumlah sedikit.

3. Pengukuran Jumlah Anak

Pengukuran jumlah anak berdasarkan jumlah anak ideal dari BKKBN (2011) yaitu:

a) Kurang: < 2 anak

b) Ideal: 2 anak

c) Banyak: > 2 anak

(24)

D. Fertilitas

Istilah fertilitas digunakan di dalam bidang demografi untuk menggambarkan jumlah anak-anak yang benar-benar dilahirkan hidup.

Fertilitas adalah hasil reproduksi yang nyata dari seorang perempuan atau sekelompok perempuan yang dicerminkan oleh banyaknya kelahiran atau anak yang dilahirkan (BKKBN, 2011, p.11). Fertilitas adalah kemampuan pasangan untuk bereproduksi dengan baik dan normal.

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya angka kelahiran yang dibagi menjadi dua bagian yaitu: faktor demografi dan faktor non demografi. Faktor demografi diantaranya adalah struktur umur, status perkawinan, umur kawin dan jumlah anak, sedangkan faktor non demografi adalah terdiri dari keadaan ekonomi penduduk, tingkat pendidikan, perbaikan status wanita, dan lain-lain (Mantra, 2003, p.167).

E. Pasangan Usia Subur (PUS)

Pasangan Usia Subur (PUS) adalah pasangan suami istri yang telah berumah tangga dan masih menjalankan fungsi reproduksi dan menghasilkan keturunan yang dibatasi pada istri usia 20-35 tahun. Menurut BKKBN (2011).

“Pasangan Usia Subur merupakan pasangan suami istri yang istrinya berumur

antara 20-35 tahun, dan secara operasional pula pasangan suami istri yang istri

berumur kurang dari 20 tahun dan telah kawin atau istri berumur lebih dari 35

tahun tetapi belum menopause”. Menurut Hanafi (2004, p.45), usia 20-35

tahun dikategorikan dalam Pasangan Usia Subur (PUS). PUS ini dibedakan

(25)

dengan perempuan usia subur yang berstatus janda atau cerai. Batasan umur suami tidak menjadi indikator, karena umumnya laki-laki mampu menghasilkan sperma sampai akhir hidupnya.

F. Kerangka Teori

Dengan memperhatikan uraian yang telah dipaparkan di atas, maka pada bagian ini akan diuraikan beberapa hal yang dijadikan penulis sebagai landasan berpikir. Untuk itu maka penulis menguraikan landasan berpikir yang dijadikan pegangan dalam penelitian ini.

Sumber: Mantra (2003, p.167)

Bagan 2.1. Kerangka Teori Faktor Demografi

a. Umur

b. Umur pernikahan c. Lama pernikahan d. Jumlah anak

Faktor Non Demografi a. Kondisi ekonomi b. Pendidikan c. Pendapatan d. Status wanita e. Urbanisasi

f. Penggunaan alat kontrasepsi

g. Pengetahuan tentang KB

FERTILITAS

Referensi

Dokumen terkait

tindakan – tindakan progresif yang berpihak kepada masyarakat dan bahkan ramah bagi para pelajar pelaku tindak pidana kekerasan tersebut.Pihak kepolisian tidak

Berdasarkan Keputusan Panitia Nasional Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2016 Nomor 6/Kep.SNMPTN/2016 tentang Peserta Lulus SNMPTN Tahun 2016, tanggal

Industri musik di indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan yang cukup pesat. Band dengan label musik nasional maupun lokal mulai banyak bermunculan. Persaingan

Penelitian ini berawal dari rendahnya Keterampilan berhitung siswa mata pelajaran matematika di SDI Sabilil Falah Sukodono Sidoarjo. Proses pembelajaran yang kurang

DAFTAR URUT PRIORITAS (LONG LIST)CALON PESERTA SERTIFIKASI BAGI GURU RA/MADRASAH DALAM JABATAN UNTUK MATA PELAJARAN KEAGAMAAN (QUR'AN HADIST, AKIDAH AKHLAK, FIQH, SKI), BAHASA

Adapun saran yang ingin dikemukakan penulis sehubung dengan sistem pakar identifikasi penyakit pada tanaman pisang, diharapkan dapat bermanfaat bagi masarakat

mengoptimalkan hal tersebut, pemerintah Jateng dapat mengawinkan tren pariwisata syari’ah dengan basis pariwisata religi.. Namun realitasnya, walaupun kuantitas okupasi

Berdasar uraian di atas, akan dilakukan kajian prosedur perangkingan berdasarkan jumlah dominasi pada metode ELECTRE II dengan pembobotan kriteria menggunakan metode