ANALISIS AKTIVITAS EKONOMI RUMAHTANGGA PEKERJA INDUSTRI KECIL SEPATU DI KECAMATAN TAMANSARI
KABUPATEN BOGOR
Oleh:
Sanggam Ernist B. Siahaan A08400008
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN
SANGGAM ERNIST B. SIAHAAN. Analisis Aktivitas Ekonomi Rumahtangga Pekerja Industri Kecil Sepatu di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor (dibawah bimbingan BONAR M. SINAGA).
Perkembangan industri kecil selalu menunjukkan peningkatan dalam perekonomian Indonesia, karena disebabkan oleh: (1) sebagian besar populasi industri kecil berlokasi di pedesaan, sehingga jika dikaitkan dengan kenyataan tenaga kerja yang semakin meningkat serta luas tanah garapan yang semakin berkurang maka industri kecil merupakan jalan keluarnya, (2) beberapa jenis kegiatan industri kecil banyak menggunakan bahan baku dari sumber lingkungan terdekat, tingkat upah yang rendah serta tingkat pendapatan yang rendah telah menyebabkan biaya produksi dapat ditekan, (3) harga jual yang relatif rendah serta tingkat pendapatan yang rendah sesungguhnya merupakan kondisi tersendiri yang memberi peluang bagi industri kecil untuk tetap bertahan, dan (4) tetap adanya permintaan terhadap beberapa komoditi yang tidak diproduksi secara maksimal juga merupakan salah satu pendukung yang sangat kuat. Berkaitan dengan keberadaan industri kecil dan industri pengolahan yang diperlukan saat ini, industri sepatu merupakan salah satu industri yang dapat dikembangkan dalam rangka peningkatan nilai tambah. Industri kecil sepatu di Kecamatan Tamansari mengalami penurunan permintaan yang disebabkan oleh serbuan sepatu impor ilegal asal Cina dan Vietnam.
Penelitian ini secara umum bertujua n untuk menganalisis aktivitas ekonomi rumahtangga pekerja industri kecil sepatu di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk menganalisis (1) pola curahan kerja, kontribusi pendapatan, dan pengeluaran rumahtangga pe kerja industri kecil sepatu, dan (2) faktor -faktor yang mempengaruhi dan keterkaitan antara curahan kerja, pendapatan, dan pengeluaran rumahtangga pekerja industri kecil sepatu. Penelitian ini menggunakan data primer. Jawaban untuk tujuan pertama digunakan analisis deskriptif dengan menggunakan metode tabulasi dan jawaban untuk tujuan kedua digunakan analisis model ekonometrika dalam bentuk
model persamaan simultan yang diduga dengan metode 2 SLS ( Two Stage Least
Squares) dan pengolahan data menggunakan software Microsoft Excel dan software Statistical Analysis System /Econometric Time Series (SAS/ETS).
Peubah endogen yang dipengaruhi oleh peubah penjelas pada model rumahtangga pekerja adalah (1) curahan kerja di luar industri (upah di luar industri dan pengalaman kerja di luar industri), (2) pendapatan dari dalam industri (harga jual per unit dan pengalaman kerja dari dalam industri), (3) pendapatan dari luar industri (curahan kerja di luar industri), (4) konsumsi pangan (pendapatan yang siap dibelanjakan, t abungan, dan jumlah tanggungan orang dewasa), (5) konsumsi non pangan (tabungan), (6) investasi pendidikan (pendapatan yang siap dibelanjakan, pengeluaran total selain pendidikan, tabungan, jumlah anak sekolah, dan umur pekerja), (7) investasi kesehatan (p endapatan yang siap dibelanjakan, investasi pendidikan, dan jumlah tanggungan keluarga), dan (8) tabungan (pendapatan yang siap dibelanjakan, pengeluaran total, dan tingkat pendidikan pekerja).
Pada rumahtangga pekerja industri kecil sepatu di Kecamatan Ta mansari, kelompok umur pekerja antara 20 -24 tahun memiliki persentase tertinggi dibandingkan dengan kelompok umur pekerja antara 25 -29 tahun dan kelompok umur pekerja antara 30-34 tahun. Jumlah tanggungan keluarga pekerja antara 1 -3 orang lebih tinggi diba ndingkan dengan jumlah tanggungan keluarga pekerja antara 4-6 orang. Jumlah tanggungan anak antara 0 -1 orang lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah tanggungan anak antara 2 -3 orang. Jumlah tanggungan dewasa antara 2 -3 orang lebih tinggi dibandingkan denga n jumlah tanggungan dewasa antara 0 -1 orang. Jumlah anak sekolah antara 0 -1 orang lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah anak sekolah antara 2 -3 orang. Tingkat pendidikan pekerja masih rendah karena jumlah pekerja tamat SD lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah pekerja tamat SLTP. Pengalaman kerja di dalam industri kecil sepatu masih rendah karena jumlah pekerja yang memiliki pengalaman kerja antara 1 -8 tahun lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah pekerja yang memiliki pengalaman kerja antara 9 -16 tahun.
Pekerja lebih banyak mengalokasikan waktu kerja di dalam industri kecil sepatu. Pendapatan total (pendapatan di dalam industri dan luar industri)
meningkat dengan bertambahnya curahan kerja total (curahan kerja di dalam industri dan luar industri). Pengel uaran untuk konsumsi pangan, konsumsi non pangan, investasi pendidikan, dan investasi kesehatan meningkat dengan bertambahnya pendapatan yang siap dibelanjakan dan jumlah tanggungan keluarga.
Curahan kerja di luar industri dipengaruhi oleh upah di luar ind ustri dan pengalaman kerja di luar industri. Pendapatan dari dalam industri dipengaruhi oleh harga jual per unit dan pengalaman kerja di dalam industri. Pendapatan dari luar industri dipengaruhi oleh curahan kerja di luar industri. Konsumsi pangan dipengaruhi oleh pendapatan yang siap dibelanjakan dan jumlah tanggungan dewasa. Investasi pendidikan dipengaruhi oleh jumlah anak sekolah. Investasi kesehatan dipengaruhi oleh pendapatan yang siap dibelanjakan, investasi pendidikan, dan jumlah tanggungan keluarga . Tabungan dipengaruhi oleh pendapatan yang siap dibelanjakan, pengeluaran total, dan tingkat pendidikan pekerja.
Keputusan untuk konsumsi pangan dan konsumsi non pangan terkait dengan keputusan untuk tabungan. Keputusan untuk investasi pendidikan terkait dengan keputusan untuk pengeluaran total selain pendidikan, pendapatan yang siap dibelanjakan, dan tabungan. Keputusan untuk investasi kesehatan terkait dengan keputusan untuk investasi pendidikan dan pendapatan yang siap dibelanjakan. Keputusan untuk tabu ngan terkait dengan keputusan untuk pengeluaran total dan pendapatan yang siap dibelanjakan.
ANALISIS AKTIVITAS EKONOMI RUMAHTANGGA PEKERJA INDUSTRI KECIL SEPATU DI KECAMATAN TAMANSARI
KABUPATEN BOGOR
Oleh:
Sanggam Ernist B. Siahaan A08400008
Skripsi
Sebagai Bagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
pada
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul : Analisis Aktivitas Ekonomi Rumahtangga Pekerja Industri Kecil Sepatu di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor
Nama : Sanggam Ernist B. Siahaan
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA NIP 130 517 561
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP 131 124 019
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR -BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERG URUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2008
Sanggam Ernist B. Siahaan A08400008
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 2 Februari 1983 di Pematang Siantar,
Propinsi Sumatera Utara. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara,
dari pasangan Bapak E. Siahaan dan Ibu N. Siagian.
Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Swasta Taman Asuha n Pematang
Siantar pada tahun 1994, kemudian melanjutkan pendidikan ke SLTP Swasta
Taman Asuhan Pematang Siantar dan lulus pada tahun 1997. Kemudian pada
tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan ke SMU Negeri 1 Pematang
Siantar dan lulus pada tahun 2000.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2000 melalui
jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Studi Ekonomi
Pertanian dan Sumberdaya, Jurusan Ilmu -ilmu Sosial Ekonomi Pertanian,
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan kasih
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Analisis
Aktivitas Ekonomi Rumahtangga Pekerja Industri Kecil Sepatu di Kecamatan
Tamansari Kabupaten Bogor sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
Sarjana Pertanian pada Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi, penulis banyak
memperoleh bantuan, dukungan, dan doa dari berbagai pihak, oleh karena itu
penulis mengucapkan terima kasih dan rasa penghargaan yang tulus kepada:
1. Bapak, Mama serta adik -adikku (Harry dan Erna), yang telah memberikan
kasih sayang, perhatian, dorongan moral dan materiil s erta doa yang tidak
pernah putus kepada penulis.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA selaku dosen pembimbing skripsi
yang telah memberikan bimbingan, arahan, kritikan dan saran yang berarti
dalam penyelesaian tulisan ini.
3. Bapak Ir. Nindyantoro, MSP selaku dosen penguji utama yang telah
memberikan masukan dan saran perbaikan yang berarti dalam penyelesaian
tulisan ini.
4. Bapak Adi Hadianto, SP selaku dosen penguji departemen yang telah
memberikan masukan dan saran perbaikan yang berarti dalam penyelesaian
5. Junita Irianti Situmorang yang senantiasa menemani, mendoakan, dan
memberi semangat untuk menyelesaikan tulisan ini.
6. Mas Roes, Rato, Royan, Rizal, Benil, Prast, Manto, Mora, Okto, Dimas,
Cendana, Saor, dan Stefanus yang telah membantu mengolah data serta
mengedit setiap kata dalam penyelesaian tulisan ini.
7. Mbak Pini, Pak Basir dan Pak Husein yang telah membantu dalam setiap
urusan administrasi.
8. Mbak Ruby, Mbak Shanty, Mbak Yani serta Aam yang selalu memberi
semangat.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih atas
bantuan dan dukungannya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada hal -hal yang kurang
sempurna. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Agustus 2008
Sanggam Ernist B. Siahaan
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 5
1.3. Tujuan Penelitian ... 7
1.4. Manfaat Penelitian ... 7
1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1. Peranan Industri Kecil untuk Meningkatkan Pendapatan dan Kesempatan Kerja ... 9
2.2. Tinjauan Studi Terdahulu ... 13
2.2.1. Curahan Kerja ... 13
2.2.2. Pendapatan ... 14
2.2.3. Konsumsi ... 16
2.2.4. Investasi ... 17
2.2.5. Tabungan ... 18
III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 20
3.1. Teori Alokasi Waktu ... 20
3.2. Model Dasar Ekonomi Rumahtangga ... 28
3.3. Model Ekonomi Rumahtangga Pekerja Industri Kecil Sepatu ... 32
IV. METODE PENELITIAN ... 36
4.1. Metode Analisis ... 36
4.3. Penentuan Sampel dan Metode Pengumpulan Data ... 37
4.3.1. Penentuan Sampel ... 37
4.3.2. Metode Pengumpulan Data ... 37
4.4. Perumusan Model Ekonomi Rumahtangga Pekerja Industri Kecil Sepatu ... 37
4.4.1. Curahan Kerja ... 38
4.4.2. Pendapatan ... 40
4.4.3. Pengeluaran ... 42
4.4.3. Tabungan ... 48
4.5. Identifikasi dan Pendugaan Model ... 48
4.6. Evaluasi Model ... 50
4.7. Pendugaan Elastisitas ... 53
4.8. Definisi Operasional ... 54
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 57
5.1. Letak dan Geografis ... 57
5.2. Keadaan Penduduk ... 57
5.3. Prasarana dan Sarana ... 60
5.4. Keadaan Industri Kecil Sepatu di Kecamatan Tamansari ... 61
5.5. Kegiatan Usaha ... 61
VI. KARAKTERISTIK DAN DESKRIPSI RUMAHTANGGA PEKERJA INDUSTRI KECIL SEPATU DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR ... 66
6.1. Karakteristik Rumahtangga Pekerja Industri Kecil Sepatu di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor ... 66
6.2. Deskripsi Rumahtangga Pekerja Industri Kecil Sepatu ... 70
6.2.1. Alokasi Waktu Rumahtangga Pekerja Industri Kecil Sepatu ... 70
6.2.2. Curahan Kerja ... 71
6.2.3. Pendapatan ... 73
6.2.4. Konsumsi Pangan dan Non Pangan ... 74
6.2.5. Investasi Pendidikan dan Kesehatan ... 76
VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN EKONOMI RUMAHTANGGA PEKERJA INDUSTRI KECIL
SEPATU ... 78
7.1. Hasil Dugaan Model Ekonomi Rumahtangga Pekerja Industri Kecil Sepatu ... 78
7.2. Keragaan Model Ekonomi Rumahtangga Pekerja Industri Kecil Sepatu ... 79
7.2.1. Curahan Kerja di Luar Industri ... 79
7.2.2. Pendapatan dari Dalam Industri ... 81
7.2.3. Pendapatan dari Luar Industri ... 83
7.2.4. Konsumsi Pangan ... 86
7.2.5. Konsumsi Non Pangan ... 88
7.2.6. Investasi Pendidikan ... 92
7.2.7. Investasi Kesehatan ... 95
7.2.8. Tabungan ... 97
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 99
8.1. Kesimpulan ... 99
8.2. Saran ... 101
8.2.1. Saran Kebijakan ... 101
8.2.2. Saran Peneliatian Lanjutan ... 101
DAFTAR PUSTAKA ... 102
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Struktur Umur dan Jenis Kelamin Penduduk di Kecamatan Tamansari, Tahun 2006 ... 58
2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kecamatan
Tamansari, Tahun 2006 ... 59
3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Kecamatan
Tamansari, Tahun 2006 ... 59
4. Karakteristik Rumahtangga Pekerja Industri Keci l Sepatu di
Kecamatan Tamansari, Tahun 2006 ... 66
5. Kelompok Umur Pekerja Industri Kecil Sepatu di Kecamatan
Tamansari, Tahun 2007 ... 67
6. Jumlah Tanggungan Anak Pekerja Industri Kecil Sepatu di
Kecamatan Tamansari, Tahun 2007 ... 67
7. Jumlah Tanggungan Dewasa Pekerja industri Kecil Sepatu di
Kecamatan Tamansari, Tahun 2007 ... 68
8. Jumlah Tanggungan Keluarga Pekerja Industri Kecil Sepatu di
Kecamatan Tamansari, Tahun 2007 ... 68
9. Jumlah Anak Sekolah Pekerja Industri Kecil Sepatu di Kecama tan
Tamansari, Tahun 2007 ... 68
10. Tingkat Pendidikan Pekerja Industri Kecil Sepatu di Kecamatan
Tamansari, Tahun 2007 ... 69
11. Pengalaman Kerja di Dalam Industri Kecil Sepatu di Kecamatan
Tamansari, Tahun 2007 ... 69
12. Rata-rata Alokasi Waktu Rumaht angga Pekerja Industri Kecil
Sepatu di Kecamatan Tamansari, Tahun 2007 ... 70
13. Rata-rata Curahan Kerja Rumahtangga Pekerja Industri Kecil
Sepatu di Kecamatan Tamansari, Tahun 2007 ... 71
14. Rata-rata Curahan Kerja Rumahtangga Pekerja Industri Kecil Sep atu Berdasarkan Kelompok Umur di Kecamatan Tamansari,
15. Rata-rata Curahan Kerja Rumahtangga Pekerja Pekerja Industri Kecil Sepatu Berdasarkan Pendapatan Total di Kecamatan Tamansari,
Tahun 2007 ... 72
16. Rata-rata Pendapatan Rumahtangg a Pekerja Industri Kecil Sepatu
di Kecamatan Tamansari, Tahun 2007 ... 73
17. Rata-rata Pendapatan Total Rumahtangga Pekerja Industri Kecil Sepatu Berdasarkan Curahan Kerja Total di Kecamatan Tamansari,
Tahun 2007 ... 74
18. Rata-rata Konsumsi Pangan dan N on Pangan Rumahtangga Pekerja Industri Kecil Sepatu Berdasarkan Pendapatan yang Siap
Dibelanjakan di Kecamatan Tamansari, Tahun 2007 ... 75
19. Rata-rata Konsumsi Pangan dan Non Pangan Rumahtangga Pekerja Industri Kecil Sepatu Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga di
Kecamatan Tamansari, Tahun 2007 ... 75
20. Rata-rata Investasi Pendidikan dan Investasi Kesehatan Rumahtangga Pekerja Industri Kecil Sepatu Berdasarkan Pendapatan yang Siap
Dibelanjakan di Kecamatan Tamansari, Tahun 2007 ... 76
21. Rata-rata Tabungan Rumahtangga Pekerja Industri Kecil Sepatu Berdasarkan Pendapatan yang Siap Dibelanjakan di Kecamatan
Tamansari, Tahun 2007 ... 77
22. Hasil Dugaan Parameter dan Nilai Elastisitas Persamaan Curahan
Kerja di Luar Industri ... 79
23. Hasil Dugaan Parameter dan Nilai Elastisitas Persamaan Pendapatan dari Dalam Industri ... 82
24. Hasil Dugaan Parameter dan Nilai Elastisitas Persamaan Pendapatan dari Luar Industri ... 84
25. Hasil Dugaan Parameter dan Ni lai Elastisitas Persamaan Konsumsi
Pangan ... 86
26. Hasil Dugaan Parameter dan Nilai Elastisitas Persamaan Konsumsi
Non Pangan ... 89
27. Hasil Dugaan Parameter dan Nilai Elastisitas Persamaan Investasi
Pendidikan ... 92
28. Hasil Dugaan Parameter dan Nilai Elastisitas Persamaan Investasi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Kurva Alokasi Waktu, Produksi, dan Konsumsi ... 25
2. Diagram Model Ekonomi Rumahtangga Pekerja Industri Kecil
Sepatu ... 39
3. Struktur Produksi I ... 63
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Data Rumahtangga Pekerja Industri Kecil Sepatu ... 106
2. Program Komputer Pendugaan Model Ekonomi Rumahtangga
Pekerja Industri Kecil Sepatu ... 111
3. Hasil Pendugaan Model Ekonomi Rumahtangga Pekerja
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat melalui peningkatan taraf hidup seluruh rakyat Indonesia.
Hasil dari pembangunan tersebut harus dapat mewujudkan kesejahteraan rakyat
agar semakin adil dan merata serta senantiasa harus ditingkatkan. Pembangunan
ekonomi bukan hanya bertujuan untuk melakukan modernisasi dalam masyarakat,
akan tetapi yang lebih pen ting lagi adalah untuk menciptakan tingkat kehidupan
dan kemakmuran yang lebih baik kepada seluruh lapisan masyarakat Indonesia.
Perkembangan industri kecil sebagai perwujudan pelaksanaan demokrasi
ekonomi untuk menciptakan kemakmuran seluruh rakyat Indone sia secara adil,
selaras, dan merata mempunyai misi sebagai berikut, yaitu: (1) menciptakan
kesempatan berusaha dan kesempatan kerja untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat, (2) memperluas struktur usaha industri dan menumbuhkan budaya
industri di kalangan masyarakat, dan (3) membina keberadaan serta kelangsungan
hidup industri yang berkaitan dengan nilai -nilai budaya bangsa.
Ciri-ciri perekonomian di negara -negara yang sedang berkembang adalah
adanya pergeseran struktur dari sektor pertanian ke sektor ind ustri. Industri kecil
menempati posisi strategis dalam kebijaksanaan pembangunan nasional karena
industri kecil mempunyai karakteristik yang lebih banyak menggunakan tenaga
kerja dibandingkan modal. Hal ini menempatkan industri kecil sebagai salah satu
Ketidakmampuan sektor informal dalam menyerap kelebihan tenaga kerja
menyebabkan banyak tenaga kerja mencari alternatif lain, yaitu bekerja di sektor
informal dimana salah satunya adalah sektor industri kecil. Sektor informal
menjadi salah satu alternatif lapangan kerja karena karakteristik yang dimilikinya,
yaitu aktivitas tidak hanya didasarkan pada kesempatan berinvestas i tetapi lebih
didasarkan pada dorongan untuk menciptakan kesempatan bagi diri sendiri.
Kehadiran industri kecil dalam skala besar yang mampu menyerap ribuan
tenaga kerja menjadi faktor yang menyebabkan aktivitas perekonomian tinggi.
Meskipun secara langsu ng belum memberikan nilai berarti bagi perkembangan
daerah, namun dengan tenaga kerja yang diserap telah memberikan andil
kemajuan ekonomi.
Peranan industri kecil di negara -negara yang sedang berkembang lebih
sering dikaitkan dengan masalah ekonomi dan sos ial di dalam negeri yang
bersangkutan, seperti masalah kemiskinan, jumlah pengangguran yang tinggi,
distribusi pendapatan nasional yang tidak merata, dan tingkat pembangunan
ekonomi di pedesaan yang masih terbelakang. Selain berfungsi sebagai
penyerapan tenaga kerja, industri kecil memiliki peranan yang strategis, yaitu
jumlah dan potensi yang besar serta terdapat dalam setiap sektor ekonomi,
memiliki kemampuan untuk menghasilkan barang ekspor serta memiliki
kemampuan untuk memanfaatkan bahan baku lokal unt uk menghasilkan barang
dan jasa yang diperlukan.
Perkembangan industri kecil selalu menunjukkan peningkatan dalam
perekonomian Indonesia, karena disebabkan oleh: (1) sebagian besar populasi
tenaga kerja yang semakin meningkat serta luas tanah garapan yang semakin
berkurang maka industri kecil merupakan jalan keluarnya, (2) beberapa jenis
kegiatan industri kecil banyak menggunakan bahan baku dari sumber lingkungan
terdekat, tingkat upah yang rendah serta tingkat pendapatan yang rendah telah
menyebabkan biaya produksi dapat ditekan, (3) harga jual yang relatif rendah
serta tingkat pendapatan yang rendah sesungguhnya merupakan kondisi tersendiri
yang memberi peluang bagi industri kec il untuk tetap bertahan, dan (4) tetap
adanya permintaan terhadap beberapa komoditi yang tidak diproduksi secara
maksimal juga merupakan salah satu pendukung yang sangat kuat
(Yurfelly, 1997).
Salah satu jenis industri kecil yang dapat dikembangkan salah satunya
adalah industri sepatu atau alas kaki. Industri sepatu pernah menjadi primadona
ekspor non migas, tetapi sekarang terseok -seok akibat terbentur pada masalah
daya saing.
Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik dalam lima bulan terakhir
(Januari sampai Mei), nilai ekpor sepatu turun dari US$ 557.6 juta pada tahun
2003 dan menjadi US$ 419.8 juta pada periode yang sama tahun 2004. Tiga tahun
berturut-turut laju ekspor tidak menggembirakan. Pada tahun 2001 ekspor sepatu
mencapai US$ 1.50 miliar dari sebelumnya US$ 1.67 miliar. Namun pada tahun
2002 turun menjadi US$ 1.15 miliar dan nilai itu stagnan hingga pada tahun 2003.
Ironisnya, industri sepatu atau alas kaki merupakan industri padat kar ya.
Dampak penurunan ekspor sepatu secara tidak langsung berakibat terhadap
Indonesia juga mengalami kekalahan persaingan dalam hal industri sepatu
dengan negara Cina dan Vietnam. Adapun hal -hal yang menyebabkan kekalahan
persaingan industri sepatu ini karena kemampuan tenaga kerja Indonesia lebih
rendah dibandingkan dengan negara Cina dan Vietnam. Selain itu, pengenaan
pajak dari suku bunga bank di Indonesia juga lebih tinggi. Komponen -komponen
yang berkaitan langsung dengan dunia usaha tidak mendukung iklim usaha.
Peluang pasar dunia akan sepatu mencapai nilai US$ 5 miliar untuk sepatu
olah raga dan US$ 33.19 miliar untuk sepatu formal. Indonesia baru mampu
memenuhi 15 persen untuk sepatu olah raga dan 2 persen untuk sepatu formal.
Selain itu, rasio pengguna alas kaki per orang di Indonesia rata -rata 1.8 juta
pasang per tahun sehingga potensi yang ada sekitar 396 juta pasang per tahun
dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta orang.
Menyusul terjadinya sengketa perdagangan negara Cina dan Vietnam
dengan Amerika Serikat dan Uni Eropa sejak bulan Oktober 2006 dimana kedua
negara maju tersebut mengenakan bea masuk anti dumping (BMAD) terhadap
sepatu impor dari negara Cina dan Vietnam selama dua tahu n sebesar 16.5 persen
yang menyebabkan harga sepatunya lebih mahal. Peluang tersebut dimanfaatkan
oleh para perajin alas kaki mengingat industri sepatu merupakan industri massal
yang banyak menyerap tenaga kerja. Selain itu, industri sepatu atau alas kaki
dapat memiliki masa depan yang relatif baik, terutama apabila komitmen
pemerintah menjadikan industri sepatu sebagai sumber devisa negara.
Para pelaku usaha industri sepatu mencoba mengangkat strategi baru untuk
mengangkat pamor ekspor sepatu, yaitu dengan melupakan cara untuk
ekspor sepatu formal. Sepatu formal tidak memerlukan tenaga kerja yang banyak,
modal besar, teknologi pembuatan tidak terlalu rumit dan ketersediaan bahan baku
cukup. Selain itu, industri sepatu formal cukup dikerjakan oleh industri
rumahtangga (home industry). Segmen pasar yang dibidik oleh para pelaku usaha
industri sepatu adalah kelas menengah ke bawah.
Melihat peranan sektor industri kecil dalam menampung keleb ihan tenaga
kerja serta sebagai sumber pendapatan, maka dianggap sangat perlu untuk
memahami serta mengkaji aspek -aspek yang terkait dengan sektor tersebut dan
hal-hal yang diperlukan dalam pengembangannya untuk menuju ke arah yang
lebih baik.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang seperti tersebut di atas, maka dapat dikatakan
bahwa untuk menampung kelebihan tenaga kerja dan sebagai sumber pendapatan,
sektor industi kecil dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam mengatasi
masalah lapangan ketidakseimbangan antara lapangan pekerjaan dengan jumlah
angkatan kerja yang ada.
Menurut Mangkuprawira (1985), pencerminan strategi rumahtangga untuk
hidup dan sejahtera ditunjukkan oleh kontribusi atau alokasi waktu anggota
keluarganya untuk menca ri nafkah, pekerjaan rumahtangga dan kegiatan lainnya.
Setiap kegiatan ekonomi rumahtangga ditujukan untuk mencapai nilai guna yang
akhirnya akan menghasilkan kesejahteraan.
Tenaga kerja selain berkedudukan sebagai faktor produksi, juga
keluarga. Sebagai sumberdaya manusia, artinya tenaga kerja dalam mencurahkan
waktu untuk setiap jenis kegiatan selalu berusaha memaksimalkan kepuasan, baik
untuk diri sendiri maupun bagi keluarganya. Sebag ai sumber pendapatan keluarga,
secara langsung tenaga kerja terlibat dalam arus lingkaran kegiatan ekonomi.
Tenaga kerja dalam hal ini mendapatkan upah yang akan menghasilkan
pendapatan, sehingga pada akhirnya akan mewujudkan kesejahteraan keluarga.
Waktu bekerja bagi rumahtangga mempunyai nilai ekonomi yang lebih
tinggi dibandingkan dengan nilai waktu luang. Setiap penambahan pendapatan
akibat melakukan kegiatan ekonomi rumahtangga akan menambah waktu bekerja
untuk menambah pendapatan keluarga. Pendapatan rumahtangga yang diperoleh
dari berbagai sumber akan dialokasikan untuk memenuhi berbagai macam
kebutuhan. Pendapatan selain dialokasikan untuk kebutuhan konsumsi, juga
dialokasikan untuk investasi dalam rangka meningkatkan pendapatan dan
tabungan untuk kebutuhan di masa yang akan datang.
Pentingnya keberadaan industri kecil pada saat ini khususnya industri kecil
sepatu diharapkan dapat menjadi alternatif dalam peningkatan nilai tambah dan
peningkatan pendapatan bagi sebagian besar masyarakat, terutama masy arakat
yang memiliki latar belakang kemampuan sumberdaya manusia yang terbatas,
baik dalam pengolahan maupun pengelolaan sumberdaya alam dan hasilnya.
Selain itu, jika industri kecil sepatu lebih diperhatikan oleh pemerintah dapat
menjadikan industri ini s ebagai penghasil devisa bagi negara, yakni dengan
menaikkan kembali pamor sepatu formal (non sport shoes) sebagai ekspor non
Berdasarkan uraian di atas, maka beberapa permasalahan yang menjadi
perhatian pada penelitian ini adalah sebagai b erikut:
1. Bagaimana karakteristik rumahtangga pekerja industri kecil sepatu meliputi
alokasi curahan kerja, pendapatan, dan pengeluaran rumahtangga?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keputusan rumahtangga pekerja
industri kecil sepatu dalam mengalokasikan curahan kerja, pendapatan, dan
pengeluaran rumahtangga?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai
pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis karakteristik rumahtangga pekerja industri kecil meliputi alokasi
curahan kerja, pendapatan, dan pengeluaran rumahtangga di Kecamatan
Tamansari Kabupaten Bogor.
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan rumahtangga
pekerja industri kecil sepatu dalam mengalokasikan curahan kerja,
pendapatan, dan pengeluaran rumahtangga di Kecamatan Tamansari
Kabupaten Bogor.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memb erikan informasi tentang
keadaan ketenagakerjaan dan kesempatan bekerja di sektor industri kecil
khususnya industri kecil sepatu. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat
khususnya di bidang ketenagakerjaan industri kecil sepatu. Selain itu, diharapkan
hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak yang akan melakukan penelitian
lanjutan atau penelitian lain yang berkaitan dengan ekonomi rumahtangga pekerja
industri kecil.
1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis aktivitas ekonomi
rumahtangga pekerja industri kecil sepatu di Kecamatan Tamansari Kabupaten
Bogor. Keterbatasan penelitian ini adalah penulis belum melakukan studi
kelayakan industri melalui analisis finansial pada industri kecil sepatu di
Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor, membahas masalah efisiensi produksi
dan pemasaran serta analisis yang dilakukan diperluas ruang lingkupnya untuk
mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang karakteristik rumahtangga
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Peranan Industri Kecil untuk Meningkatkan Pendapatan dan Kesempatan Kerja
Munculnya dilema ekonomi informal di Indonesia adalah sebagai dampak
dari semakin kuatnya proses modernisasi yang bergerak bias menuju sifat -sifat
yang dualistis. Bias pembangunan secara makro akan menghasilkan sistem
ekonomi lain, yaitu sektor informal kh ususnya sektor industri kecil yang sebagian
besar terjadi di negara -negara yang sedang berkembang. Fenomena dualisme
ekonomi yang melahirkan sektor informal khususnya sektor industri kecil
menunjukkan bukti adanya keterpisahan secara sistemis -empiris antara sektor
formal dan sektor informal pada sistem ekonomi nasional.
Perekonomian pada sektor industri kecil relatif dapat lebih mandiri. Hal ini
ditandai dengan pertumbuhan pada sektor industri kecil secara langsung yang
dapat memperbaiki kesejahteraan golon gan ekonomi lemah, sehingga kemajuan
dalam sektor industri kecil diharapkan dapat meningkatkan pendapatan nasional
(meskipun tidak besar) dan memperbaiki distribusi pendapatan.
Pada umumnya industri kecil termasuk dalam kategori sektor informal
karena memenuhi ciri-ciri dari sektor informal, yaitu: (1) pola kegiatan yang tidak
teratur, baik dalam arti waktu, permodalan, dan penerimaan, (2) kurang tersentuh
peraturan pemerintah, (3) modal, peralatan, dan perlengkapan maupun pendapatan
umumnya kecil dan dihit ung per hari, (4) umumnya dilakukan oleh masyarakat
berpenghasilan rendah, (5) tidak membutuhkan keahlian atau keterampilan
khusus, (6) jumlah tenaga kerja sedikit dan umumnya berasal dari keluarga, dan
Posisi industri kecil dalam perekonomian nasional yang sedemikian
penting dan memiliki posisi yang strategis harus diupayakan agar semakin efisien,
efektif serta memiliki daya saing yang tinggi. Hal ini dilakukan supaya dapat
menembus era pasar global dan semakin berperan untuk mempercepat tercapainya
kemakmuran masyarakat Indonesia, dalam rangka mengentaskan kemiskinan serta
meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.
Struktur perindustrian dibagi menjadi tiga sub sektor, diantaranya industri
kecil, industri menengah, dan industri besar. Perbedaan antara ketiga sub sektor
industri tersebut dapat dilihat berdasarkan besar kecilnya modal yang digunakan,
jumlah tenaga kerja yang dipakai, pengelolaan perusahaan, teknologi yang
digunakan serta jenis produk yang dihasilkan.
Seiring dengan perkembangan waktu, pengertian industri kecil mengalami
perubahan. Berdasarkan Undang -undang Nomor 9 tahun 1995 tentang Usaha
Kecil dalam Yaniprasetyanti (2002), industri kecil adalah kegiatan ekonomi yang
dilakukan oleh perseorangan, atau rumaht angga maupun suatu badan, yang
bertujuan untuk memproduksi barang atau jasa untuk diperniagakan secara
komersial, yang mempunyai kekayaan bersih paling banyak dua ratus juta rupiah,
dan mempunyai nilai penjualan per tahun sebesar satu milyar rupiah atau ku rang.
Departemen Perindustrian (1999) menyempurnakan batasan industri kecil
melalui Surat Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor
589/MPP/Kep/10/1999 tanggal 13 Oktober 1999, yang menyatakan bahwa
industri kecil merupakan suatu industri deng an nilai kekayaan perusahaan
seluruhnya tidak lebih dari satu milyar rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan
Ciri-ciri industri kecil menurut Direktorat Jenderal Industri Kecil (1999),
adalah:
1. Jumlahnya besar dan tersebar di seluruh pelosok tanah air.
2. Mencakup bagian terbesar dari kelompok masyarakat golongan ekonomi
lemah.
3. Mampu mendorong proses pemerataan dan penanggulangan kemiskinan
karena mudah diakses oleh rakyat kecil dan masyarakat yang tergolong
miskin.
4. Mampu menggali dan memanfaatkan keunggulan komparatif serta
ketersediaan tenaga kerja dan sumberdaya alam.
5. Dapat hidup walaupun dengan modal yang sangat terbatas.
Badan Pusat Statisik (1999) mengklasifikasikan penggolongan usa ha
industri pengolahan di Indonesia menjadi empat kategori berdasarkan jumlah
tenaga kerja yang dimiliki, yaitu:
1. Industri dan Dagang Mikro (ID -Mikro), adalah usaha industri pengolahan
yang memiliki tenaga kerja antara 1 sampai 4 orang.
2. Industri dan Dagang Kecil (ID-Kecil), adalah usaha industri pengolahan yang
memiliki tenaga kerja antara 5 sampai 19 orang.
3. Industri dan Dagang Menengah (ID -Menengah), adalah usaha industri
pengolahan yang memiliki tenaga kerja antara 20 sampai 99 orang.
4. Industri dan Dagang Besar (ID-Besar), adalah usaha industri pengolahan yang
Penggolongan industri kecil menurut Departemen Perindustrian (1999),
adalah sebagai berikut:
1. Industri pangan, yang meliputi: industri ikan ol ahan, kerupuk, dan makanan
ringan.
2. Industri kimia, agro non pangan, dan hasil hutan, yang meliputi: industri
minyak atsiri, arang kayu/tempurung, furnitur kayu, furnitur rotan, industri
vulkanisir ban, industri kayu, dan industri komponen karet.
3. Industri logam, mesin, dan elektronik yang meliputi: industri pengelolaan
logam, industri komponen, dan suku cadang.
4. Industri sandang, kulit, dan aneka, yang meliputi industri: barang jadi tekstil,
pakaian jadi, sepatu atau alas kaki, tenun adat, tenun ikat , dan bordir.
5. Industri kerajinan dan umum, yang meliputi: industri kerajinan anyaman,
perhiasan, sulaman bordir, batik, mainan anak, keramik/gerabah, dan kerajinan
kayu.
Ditinjau dari segi pengelolaan dan teknologi yang digunakan, industri
kecil dapat digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu:
1. Kelompok industri kecil tradisional, memiliki ciri penggunaan teknologi yang
sederhana berdasarkan dukungan unit pelayan teknis dan mempunyai
keterkaitan dengan sektor ekonomi lain secara regional. Pengelolaannya
bersifat sektoral dan dalam batas pembinaan administratif pemerintah.
2. Kelompok industri kerajinan, menggunakan t eknologi tepat guna tingkat
madya dan sederhana, merupakan perpaduan industri kecil yang menerapkan
mengemban misi pelestarian budaya bangsa yang erat kaitannya dengan seni
budaya bangsa.
3. Kelompok industri kecil moderen, menggunakan teknologi madya hingga
moderen dengan skala produksi terbatas, didasarkan atas dukungan penelitian
dan pengembangan di bidang teknik. Penanganannya lebih bersifat lintas
sektoral dan menggunakan peralatan atau mesin produksi khusus.
2.2. Tinjauan Studi Terdahulu 2.2.1. Curahan Kerja
Setiap individu sangat dipengaruhi oleh anggota rumahtangga yang lain
dalam keputusannya untuk mencari nafkah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Mangkuprawira (1985) di dua desa Kabupaten Sukabumi menunjukkan bahwa
dalam mengalokasikan waktunya untuk berbagai kegiatan, tiap anggota keluarga
dipengaruhi oleh faktorfaktor dari dalam keluarga dan dari luar keluarga. Faktor
-faktor dari dalam keluarga meliputi usia/umur, jumlah t anggungan keluarga,
pengalaman kerja, pengetahuan, keterampilan, pendapatan kepala keluarga, dan
jenis kelamin. Faktor-faktor dari luar keluarga meliputi tingkat upah, harga
barang-barang, jenis pekerjaan, dan struktur sosial.
Hasil penelitian Madirini (19 98) menunjukkan bahwa curahan kerja para
pekerja di dalam industri kecil pakaian jadi dipengaruhi secara nyata oleh umur
dan skala usaha. Curahan kerja di dalam industri pekerja tersebut tidak responsif
terhadap perubahan semua peubah penjelasnya.
Menurut Selometa (2000), tingkat pendidikan yang ditempuh seseorang
pendapatan karena memberikan kondisi yang sangat menunjang dalam
perkembangan segala aspek kepribadian manusia. Semakin ti nggi pendidikan
seseorang maka peluang untuk memperoleh kesempatan kerja terutama di sektor
non pertanian akan semakin besar. Hal ini tentunya dapat menyebabkan curahan
kerja di sektor pertanian akan berkurang.
Hasil penelitian Irani (1998), memperlihatkan bahwa pengalaman kerja,
jenis kelamin, angkatan kerja keluarga, dan biaya bahan baku berpengaruh nyata
terhadap curahan kerja di dalam industri tempe sedangkan pendapatan dari luar
berpengaruh nyata terhadap curahan kerja di luar industri. Pada rumahtangg a
pengusaha industri kecil tahu, curahan kerja di dalam industri dipengaruhi secara
nyata oleh umur, pengalaman, dan jumlah produksi sedangkan curahan kerja di
luar industri dipengaruhi secara nyata oleh penyerapan tenaga kerja di luar
keluarga. Pada rumahtangga pengusaha industri kecil tempe maupun tahu,
curahan kerja di dalam dan di luar industri tidak responsif terhadap perubahan
semua peubah penjelasnya.
2.2.2. Pendapatan
Hasil penelitian Indrawati (1997) menunjukkan bahwa faktor -faktor yang
berpengaruh nyata terhadap pendapatan rumahtangga industri kecil batik adalah
alokasi waktu membatik dan luas penggunaan lahan pertanian. Peningkatan
pendapatan per potong batik merupakan salah satu usaha untuk memotivasi
pembatik agar lebih banyak mencurahkan waktu pada kegiatan membatik.
Penambahan modal kerja pembatik dan alokasi waktu untuk membatik itu sendiri
Menurut Selometa (2000), pendapatan para nelayan juragan dan nelayan
pandega dipengaruhi ole h faktor jenis kelamin. Pada umumnya laki -laki
mempunyai kesempatan yang lebih besar daripada perempuan untuk mendapatkan
pekerjaan karena dianggap memiliki kondisi tubuh yang lebih kuat dibandingkan
perempuan. Selain itu, pekerja laki -laki mempunyai waktu yang lebih banyak bila
dibandingkan pekerja perempuan dimana sebagian waktunya dipakai untuk
mengurus rumahtangga dan anak.
Mangkuprawira (1985) menyatakan bahwa pendapatan tiap anggota
keluarga atau rumahtangga di dua desa Kabupaten Sukabumi dapat berasa l dari
upah, keuntungan usaha, dan dari bukan upah. Tergantung dari berbagai faktor
setiap anggota memperoleh pendapatannya bisa dari satu sumber atau lebih.
Krisnamurthi (1991) menyatakan bahwa faktor -faktor yang berpengaruh
positif terhadap pendapatan us ahatani adalah curahan tenaga kerja keluarga, luas
lahan dan luas efektif, modal, umur petani, dan pendidikan. Faktor -faktor yang
berpengaruh positif terhadap pendapatan non usahatani adalah curahan tenaga
kerja, pendidikan, dan tanggungan keluarga. Faktor umur dapat berpengaruh
positif atau negatif. Faktor lain yang diduga mempengaruhi pendapatan pekerja
adalah faktor jenis kelamin. Pekerja laki -laki pada umumnya memiliki
kesempatan lebih besar daripada pekerja perempuan untuk mendapatkan
pekerjaan karena dianggap memiliki kondisi tubuh yang lebih kuat. Selain itu,
pekerja laki-laki mempunyai waktu luang yang lebih banyak dibandingkan
pekerja perempuan dimana sebagian waktunya dipakai untuk mengurus
2.2.3. Konsumsi
Setiap rumahtangga akan memprioritaskan pendapatannya untuk konsumsi
pangan kemudian selanjutnya untuk investasi dan tabungan. Proporsi pendapatan
yang dibelanjakan untuk makanan dapat dipakai sebagai ukuran kesejahteraan
rumahtangga. Semakin baik tingkat kesejahteraan rumah tangga maka proporsi
pendapatan yang dibelanjakan untuk konsumsi di luar pangan akan semakin besar.
Selain itu, semakin baik tingkat kesejahteraan rumahtangga maka kualitas dan
kuantitas konsumsi rumahtangga akan semakin tinggi.
Hasil penelitian yang dilak ukan oleh Irani (1998) menunjukkan bahwa
pada industri kecil tempe, konsumsi rumahtangga pengusaha dipengaruhi secara
nyata oleh pendapatan yang siap dibelanjakan, investasi pendidikan, dan tabungan
tetapi konsumsi hanya responsif terhadap perubahan pendap atan yang siap
dibelanjakan. Sedangkan pada industri kecil tahu, konsumsi dipengaruhi secara
nyata oleh jumlah anggota keluarga, pendapatan yang siap dibelanjakan, dan
investasi pendidikan tetapi tidak responsif terhadap perubahan faktor -faktor
tersebut.
Mangkuprawira (1985) menyimpulkan bahwa faktor -faktor yang
mempengaruhi perilaku konsumsi dalam rumahtangga terdiri dari faktor di dalam
dan faktor di luar. Faktor -faktor di dalam rumahtangga diantaranya adalah jumlah
anggota rumahtangga, tingkat pendidikan rumahtangga, adat istiadat, dan tingkat
pendidikan ibu rumahtangga. Faktor -faktor di luar rumahtangga diantaranya
adalah harga-harga bahan makanan, reit upah, dan tempat tinggal.
Hasil penelitian Madirini (1998), menunjukkan bahwa konsumsi barang
nyata oleh investasi pendidikan, pendapatan yang siap dibelanjakan, dan jumlah
tanggungan keluarga.
Menurut Anggriani (1998), pola konsumsi pengusaha industri kecil kulit
dipengaruhi secara nyata oleh peubah pendapatan yang siap dibelanjakan,
investasi produksi, investasi pendidikan, dan tabungan.
2.2.4. Investasi
Investasi yang dilakukan oleh rumahtangga dapat berupa modal fisik dan
modal manusia. Invesatasi dalam modal manusia dapat di lakukan melalui
pendidikan, urbanisasi dan peningkatan kesehatan. Investasi dalam modal
manusia ini bertujuan untuk memperoleh tingkat penghasilan yang lebih tinggi
sehingga tingkat konsumsi yang lebih tinggi dapat tercapai (Simanjuntak, 1998).
Hasil penelitian Madirini (1998) menyatakan bahwa pada rumahtangga
industri kecil pakaian jadi, investasi dipengaruhi oleh pendapatan yang siap
dibelanjakan, jumlah anak sekolah, dan konsumsi. Pada rumahtangga karyawan
dan pegawai non staf di perkebunan, i nvestasi dipengaruhi oleh pendapatan yang
siap dibelanjakan, konsumsi, kredit, suku bunga tabungan, jumlah aset, dan
pendidikan (Purba, 1997).
Irani (1998) menyatakan bahwa pada rumahtangga pengusaha industri
kecil tempe dipengaruhi secara nyata oleh jumla h anak sekolah, pendapatan
disposabel, konsumsi, dan tabungan. Investasi pendidikan juga responsif terhadap
perubahan pendapatan disposabel, konsumsi, dan tabungan. Pada rumahtangga
pengusaha industri kecil tahu, investasi pendidikan dipengaruhi secara ny ata oleh
pendapatan disposabel, konsumsi, dan tabungan tetapi hanya responsif terhadap
Mangkuprawira (1985) menyatakan bahwa pengeluaran rumahtangga di
dua desa Kabupaten Sukabumi dalam sektor pendidikan, menci rikan adanya
investasi sumberdaya manusia dalam kegiatan ekonomi rumahtangga guna
meningkatkan kemampuan kerja dan tingkat penghasilan seseorang di masa yang
akan datang.
2.2.5. Tabungan
Tujuan masyarakat untuk menabung adalah untuk transaksi, berjaga -jaga,
dan spekulasi. Bagi masyarakat pedesaan tujuan menabung adalah untuk berjaga
-jaga. Hal ini terlihat dari kebiasaan mereka menabung masih bersifat tradisional,
misalnya menabung dalam bentuk perhiasan.
Variabel utama yang menentukan seseorang akan menabun g adalah
tingkat pendapatan. Semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang maka akan
semakin besar kemampuannya untuk menyisakan pendapatan yang akan
digunakan untuk menabung. Sebaliknya, apabila semakin rendah tingkat
pendapatan seseorang maka akan semakin kecil kemampuannya untuk
menyisakan pendapatan yang akan digunakan untuk menabung.
Selometa (2000) menyatakan bahwa tabungan berkorelasi negatif terhadap
konsumsi karena semakin besar proporsi pendapatan yang digunakan untuk
mengkonsumsi barang dan jasa ma ka proporsi yang digunakan untuk tabungan
semakin kecil.
Hasil penelitian Purba (1997), memperlihatkan bahwa tabungan
rumahtangga karyawan dan pegawai non staf di perkebunan dipengaruhi secara
Tabungan rumahtangga karyawan ternyata responsif terhadap perubahan
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Teori Alokasi Waktu
Berdasarkan teori tradisional, B ecker (1976) menyatakan bahwa
rumahtangga adalah produsen sekaligus konsumen. Adapun asumsi yang
digunakan dalam kegiatan konsumsi, bahwa kepuasan rumahtangga bukan hanya
dari barang dan jasa yang dapat diperoleh di pasar tetapi juga dari berbagai
komoditi yang dihasilkan oleh rumahtangga. Fungsi kepuasan rumahtangga dalam
memaksimalkan kepuasannya, dapat dirumuskan sebagai berikut:
U = U (X1, X2, X3, …, Xn) ... (1)
dimana:
U = total kepuasan
Xi = barang ke-i yang dikonsumsi, (i = 1, 2, 3, …, n)
Rumahtangga dalam memaksimalkan kepuasan menghadapi kendala
anggaran atau pendapatan untuk membeli barang dan jasa di pasar. Kendala
anggaran dapat dirumuskan sebagai berikut:
n i 1 PiXi = I = V + W ... (2) dimana:Pi = harga barang dan jasa X ke -i
Xi = barang dan jasa ke-i yang dibeli di pasar
I = pendapatan total
V = pendapatan lain selain hasil bekerja
Selanjutnya, Becker (1976) menyebutkan bahwa peningkatan tingkat upah
akan mengurangi rasio penggunaan waktu untuk menghasilkan berbagai barang.
Alokasi waktu untuk setiap kegiatan rumahtangga tidak saja ditentukan oleh
tingkat upah, tetapi juga oleh faktor -faktor lain seperti harga input. Beberapa
asumsi yang dipakai dalam teori ekonomi rumahtangga adalah sebagai berikut:
1. Waktu dan barang atau jasa merupakan unsur kepuasan.
2. Waktu dan barang atau jasa dapat dipakai sebagai input dalam fungsi produksi
rumahtangga.
3. Rumahtangga bertindak selain sebagai kon sumen juga sebagai produsen.
Bentuk sederhana fungsi kepuasan rumahtangga tersebut, dapat
dirumuskan sebagai berikut:
U = U (Zi, ..., Zm) ... (3)
dimana:
Zi = komoditi yang dihasilkan rumahtangga, (i = 1, 2, …, m)
Rumahtangga dalam proses memaksimalkan kepuasan tersebut dibatasi
oleh kendala produksi, waktu, dan pendapatan. Fungsi produksi rumahtangga
dapat dirumuskan sebagai berikut:
Zi = fi(Xi, Ti) ... (4)
dimana:
Xi = barang dan jasa ke-i yang dibeli di pasar
Ti = jumlah waktu yang dipakai untuk memproduksi barang Z ke -i
Kendala pendapatan untuk membeli barang dan jasa di pasar dapat
dirumuskan sebagai berikut:
n
i 1
dimana:
Pi = harga barang dan jasa X ke -i yang dibeli di pasar
TW= waktu yang digunakan untuk bekerja
W = upah per unit TW
Kendala waktu untuk membeli barang dan jasa di pasar dapat dirumuskan
sebagai berikut:
n i 1 Ti+ Tc= T - TW ... (6) dimana:Ti = jumlah waktu yang dipakai untuk memproduksi barang Z ke -i
Tc = jumlah waktu yang digunakan untuk konsumsi
T = total jumlah waktu yang tersedia
TW= waktu yang digunakan untuk bekerja
Bagi suatu rumahtangga, waktu keseluruhan (total) yang dimiliki anggota
rumahtangga adalah tetap. Waktu tersebut dapat digunakan untuk bekerja di pasar,
bekerja di rumahtangga, dan waktu luang.
Pada formulasi Becker (1976) di atas, tidak terlihat perbedaan anta ra
waktu luang dan waktu bekerja di rumahtangga. Menurut Gronau (1977) dalam
Selometa (2000) menyatakan bahwa teori tersebut tidak secara nyata menyentuh
tentang produksi rumahtangga. Gronau (1977) dalam Selometa (2000)
berpendapat bahwa terhapusnya waktu kerja di rumahtangga dalam formulasi
Becker (1976) disebabkan oleh kesulitan praktis dalam membedakan antara
pekerjaan rumahtangga ( work at home) atau waktu luang (leisure), dan asumsi
bahwa perilaku rumahtangga untuk kegiatan rumahtangga dan waktu luang
Beberapa penelitian tentang penggunaan waktu ( time budget atau time use)
memperoleh hasil bahwa waktu kerja di rumahtangga dan waktu luang
mempunyai reaksi yang berbeda terhadap lingkungan sosial ekonomi. Kemudia n
Gronau (1977) dalam Selometa (2000) memisahkan secara eksplisit antara waktu
luang dan waktu bekerja di rumahtangga.
Konsumsi barang dan jasa (X) serta waktu luang (L) secara maksimal di
rumahtangga merupakan indikator kepuasan (Z), yang dapat dirumuskan sebagai
berikut:
Z = Z (X, L) ... (7)
Barang dan jasa yang dikonsumsi (X) tersebut dapat dibeli di pasar atau
dapat diproduksi di rumahtangga tetapi tidak mempengaruhi tingkat kepuasan.
Bila Xm merupakan konsumsi barang yang dapat dibeli di pasar maka konsum si
total merupakan penjumlahan dari konsumsi barang yang dapat dibeli di pasar
dengan barang yang dapat diproduksi di rumahtangga (Xh), sehingga dapat
dirumuskan sebagai berikut:
X = Xm+ Xh ... (8)
dimana:
Xm= barang dan jasa yang dibeli di pasar
Xh = barang dan jasa yang diproduksi rumahtangga
Rumahtangga dalam hal ini tidak hanya berlaku sebagai konsumen tetapi
juga sebagai produsen, dimana Xh dihasilkan dari bekerja di rumahtangga (H).
Fungsi produksi untuk barang dan jasa yang diproduksi di rumahtangga dapat
dirumuskan sebagai berikut:
dimana:
H = waktu untuk bekerja di rumahtangga
Rumahtangga dalam memaksimalkan kepuasannya (Z) akan dihadapkan
pada dua kendala, yaitu kendala anggaran dan kendala waktu. Adapun kendala
anggaran dapat dirumuskan sebagai berikut:
Xm = W N + V ... (10)
dimana:
W = tingkat upah
N = waktu untuk bekerja di pasar
V = sumber penghasilan lainnya
Kendala waktu dapat dirumuskan sebagi berikut:
T = L + H + N ... (11)
Syarat yang diperlukan rumahtangga untuk memaksimalkan kepuasan
dapat dirumuskan sebagai berikut:
Z {[Xm+ f (H)], L} + λ (W N + V - Xm) + μ (T - L - H - N) ... (12)
dimana marjinal produk unt uk bekerja di rumahtangga sama dengan marjinal
substitusi antara konsumsi barang dan konsumsi waktu, serta sama dengan harga
bayangan (W*) yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
δZ/δL μ
= f ' = = W*
δZ/δX λ ...(13)
Jika individu bekerja di pasar tenaga kerja (N > 0) maka harga bayangan
(W*) akan sama dengan tingkat upah riil, yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
δZ/δL
= f ' = W* = W
Kondisi tersebut dapat ditunjukkan pada Gambar 1, dimana kurva
produksi dari Xhdigambarkan oleh kurva G1T1. Akibat penggunaan teknologi yag
dapat meningkatkan hasil produksi atau mendapatkan tambahan pendapatan dari
hasil tidak bekerja (T1V), maka kurva G1T1bergeser menjadi G2T2.
Gambar 1. Kurva Alokasi Waktu, Produksi, dan Konsumsi
Pada titik A, dengan tingkat upah W0anggota rumahtangga hanya bekerja
di rumah sebesar T1L1 serta memproduksi barang dan jasa sebesar 0 XH0. Pada
titik ini, rumahtangga tidak bekerja di pasar sehingga waktu yang digunakan
untuk istirahat sebesar 0 L0. Rumahtangga dengan tingkat upah W0 akan
T2 T1 L0 L2 L5 L4 L3 L1 0 Xn XH0=X0 XH2=X2 XH1 X1 G1 XH3 G2 X3 Waktu W0 W0 V A B C D E F Z1 Z2 Z3 Z0 W1 W1
mengkonsumsi barang dan jasa sama dengan yang diproduksinya (0 X0= 0 XH0),
sehingga rumahtangga tidak membeli barang dan jasa di pasar. Pada titik ini,
rumahtangga tidak mendapatkan tambahan pendapatan selain dari bekerja di
rumah.
Pada titik B, tingkat upah mengalami kenaikan menjadi W1. Anggota
rumahtangga selain bekerja di rumah (T1L4) dan memproduksi barang dan jasa
sebesar 0 1
H
X juga bekerja di pasar (L1L4), sehingga waktu luang berkurang jika
dibandingkan dengan titik A , yaitu sebesar 0 L1. Rumahtangga dengan tingkat
upah W1 akan mengkonsumsi barang dan jasa (0X1) lebih banyak dari
produksinya (titik E), sehingga rumahtangga dapat membeli barang dan jasa di
pasar sebesar 1
H
X X1. Pada titik ini, rumahtangga akan mendapatkan tambahan
pendapatan dari hasil bekerja di pasar (W1L1 L4) yang dapat digunakan untuk
membeli barang dan jasa di pasar tetapi tidak mendapatkan tambahan pendapatan
dari hasil tidak bekerja.
Pada titik C, dengan tingkat upah yang sama dengan titik A (W0),
rumahtangga juga hanya bekerja di rumah (T1 L2) dan tidak bekerja di pasar,
sehingga waktu yang digunakan untuk istirahat lebih besar dibandingkan dengan
titik A, yaitu sebesar 0 L2. Rumahtangga dengan tingkat upah W0 akan
mengkonsumsi barang dan jasa sama dengan yang diproduksinya (0 X2= 0
2
H
X ),
sehingga rumahtangga tidak membeli barang dan jasa di pasar. Pada titik ini,
rumahtangga akan mendapatkan tambahan lain dari hasil tidak bekerja (T1 V)
misalnya dari sewa rumah dan lain -lain.
Pada titik D, dengan tingkat upah yang sama dengan titik B (W1),
sebesar 0 3
H
X dan bekerja di pasar (L3L5). Waktu yang digunakan untuk istirahat
bertambah jika dibandingkan dengan titik B, yaitu 0 L3. Rumahtangga akan
memproduksi barang sebesar 0 3
H
X (titik F) dengan tingkat upah W1 tetapi
mengkonsumsi pada titik D (pada kondisi teknologi produksi yang lebih baik),
sehingga rumahtangga mendapatkan tambahan pendapatan sejumlah W1L3L5dari
hasil bekerja di pasar yang dapat digunakan untuk membeli barang dan jasa di
pasar.
Apabila antara titik A dengan titik B dibandingkan, maka perbedaan
tingkat upah akan menyebabkan perbedaan konsumsi barang dan jasa. Pada titik B
konsumsi barang dan jasa lebih banyak tetapi waktu yang digunakan untuk
beristirahat akan lebih sedikit. Begitu pula antara titik C dan titik D, konsumsi
barang pada titik D lebih banyak tetapi waktu untuk beristirahat lebih sedikit bila
dibandingkan pada titik C.
Pada tingkat upah yang sama pada ti tik A dan titik C, rumahtangga dapat
mengkonsumsi barang sama dengan yang diproduksinya. Pada titik C,
rumahtangga dapat mengkonsumsi barang lebih banyak dengan waktu untuk
beristirahat lebih besar dari titik A. Begitu pula antara titik B dan titik D,
konsumsi barang dan jasa serta waktu untuk beristirahat pada titik D lebih besar
daripada titik B.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa perubahan
teknologi dan tingkat upah akan mempengaruhi alokasi waktu, produksi, dan
konsumsi dimana antara keputusan alokasi waktu, produksi, dan konsumsi saling
3.2. Model Dasar Ekonomi Rumahtangga
Basic Model yang dikemukakan oleh Singh, et. al (1986) merupakan
model dasar dalam ekonomi rumahtangga. Pada model tersebut, setiap siklus
produksi rumahtangga diasumsikan untuk memaksimalkan kepuasan. Adapun
fungsi kepuasan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
U = U (Xa,Xm, Xl) ...(15)
dimana:
Xa = konsumsi barang yang dihasilkan rumahtangga
Xm= konsumsi barang yang dibeli di pasar
Xl = konsumsi waktu luang
Rumahtangga dalam mencapai kepuasannya dihadapkan pada kendala
pendapatan, kendala waktu, dan kendala produksi. Adapun kendala pendapatan
tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
PmXm = Pa(Q - Xa) - W (L - F) ... (16)
dimana:
Pa = harga barang yang dihasilkan rumahtangga
Pm = harga barang dan jasa yang dibeli di pasar
(Q-Xa) = surplus produksi untuk dipasarkan
W = upah tenaga kerja
L = total input tenaga kerja
F = input tenaga kerja rumahtangga
Pada persamaan di atas, jika L > F maka rumahtangga akan menyewa
rumahtangga akan menggunakan kelebihan tenaga kerja yang terdapat dalam
keluarga tersebut untuk mencari peker jaan atau kegiatan lain.
Selain itu juga, rumahtangga juga dihadapkan pada kendala waktu.
Rumahtangga tidak dapat mengalokasikan waktu lebih banyak dari total waktu
yang tersedia bagi rumahtangga. Adapun kendala waktu yang dihadapi oleh
rumahtangga tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
T = Xl+ F ... (17)
dimana:
T = total waktu rumahtangga
Xl = konsumsi waktu luang
Selain kendala pendapatan dan kendala waktu, rumahtangga juga
dihadapkan pada kendala produksi yang menggambarkan hubungan antara input
dan output yang dihasilkan. Adapun kendala produksi tersebut dapat dirumuskan
sebagai berikut:
Q = q (L, A) ... (18)
dimana:
Q = produksi rumahtangga
L = total input tenaga kerja
A = jumlah faktor produksi lainnya (lahan)
Ketiga kendala yang dihadapi rumahtangga tersebut di atas dapat
disatukan menjadi kendala tunggal. Proses substitusi kendala produksi dan
kendala waktu menjadi kendala pendapatan akan menghasilkan bentuk kendala
tunggal, yang dapat dirumuskan sebagai berik ut:
dimana:
π = PaQ (L, A) - W L, merupakan ukuran dari keuntungan produksi
Pada persamaan tersebut di atas, menyatakan bahwa sisi sebelah kiri
merupakan pengeluaran total rumahtangga untuk barang, baik yang dibeli di pasar
(Xm) maupun yang diproduksi di pasar (Xa), serta waktu yang dikonsumsi (X1).
Pada sisi sebelah kanan merupakan pengembangan dari konsep pendapatan penuh
yang dikemukakan oleh Becker (1976), dimana nilai waktu yang tersedia (WT)
yang dimiliki rumahtangga diperlihatkan secara eksplisit.
Model dasar tersebut di atas kemudian dikembangkan dengan
memasukkan pengukuran keuntungan (Pa Q - W L), dimana nilai tenaga kerja
dihitung berdasarkan upah pasar dan merupakan konsekuensi dari asumsi bahwa
rumahtangga merupakan penerima harga dalam pasar. Persamaan (15) dan
persamaan (19) merupakan inti dari model dasar ekonomi rumahtangga.
Model tersebut menyebutkan bahwa dalam memaksimalkan kepuasannya,
rumahtangga dapat memilih tingkat konsumsi dari barang (Xm dan Xa), waktu
luang (Xl), dan input tenaga kerja (L) yang digunakan untuk kegiatan produksi.
Kondisi syarat pertama (first order condition) untuk memaksimalkan penggunaan
input tenaga kerja dapat dirumuskan sebagai berikut:
Pa(δQ/δL ) = W ... (20)
Pada persamaan (20) berarti rumahtangga akan menyamakan penerimaan
marjinal produk dari tenaga kerja dengan upah pasar. Persamaan tersebut hanya
terdiri dari satu peubah endogen (L) sedangkan peubah endogen lainnya (Xa, Xm,
penggunaan input tenaga kerja (L) sebagai fungsi dari Pa, W, dan A, yang dapat
dirumuskan sebagai berikut:
L* = L* (W, Pa, A) ...(21)
Jika persamaan (21) disubstitusikan pada sisi sebelah kanan pada
persamaan (19), maka akan diperoleh persamaan yang dapat dirumuskan sebagai
berikut:
PmXm+ PaXa+ W Xl= Y* ...(22)
dimana:
Y* = pendapatan penuh pada saat keuntungan maksimal
Berdasarkan persamaan (22), dapat diturunkan persamaan permintaan
terhadap konsumsi barang yang dihasilkan rumahtangga (Xa), konsumsi barang
yang dapat dibeli di pasar (Xm), dan konsumsi waktu luang (X1) sesuai kondisi
syarat pertama (first order condition), yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
δU/δXm= λ Pm ... (23) δU/δXa= λ Pa ... (24) δU/δXl= λ W ... (25)
dan
PmXm+ PaXa+ W Xl= Y* ...(26)
Pada persamaan tersebut di atas, konsumsi barang yang dihasilkan
rumahtangga (Xa), konsumsi barang yang dibeli di pasar (Xm) dan konsumsi
waktu luang (Xl) dipengaruhi oleh harga, upah, dan pendapatan yang dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Xm= Xm(Pm, Pa, W, Y*) ...(27)
Xl= Xl(W, Pm, Pa, Y*) ...(29)
Pada persamaan tersebut di atas, permintaan tergantung pada harga,
tingkat upah, dan pendapatan. Pada rumahtangga petani, pendapatan ditentukan
oleh kegiatan produksi rumahtangga. Perubahan faktor -faktor yang
mempengaruhi produksi akan merubah Y* dan pada akhirnya akan merubah
perilaku konsumsi. Sehingga dengan demikian tingkah laku konsumsi baik barang
dan jasa maupun waktu, tidak lepas atau saling terkait dengan tingkah laku
produksi. Sesuai dengan kondisi tersebut, maka model analisis yang digunakan
adalah model analisis simultan seperti yang telah dikemukakan oleh Bagi dan
Singh (1974).
3.3. Model Ekonomi Rumahtangga Pekerja Industri Kecil Sepatu
Perumusan model ekonomi rumahtangga pada industri kecil sepatu ini
mengacu pada model dasar ekonomi rumahtan gga petani seperti yang telah
dikemukakan oleh Singh et. al. (1986), dimana model dasar ekonomi tersebut juga
dapat dikembangkan pada sektor -sektor lain. Pada rumahtangga industri kecil
sepatu, alokasi curahan pendapatan, alokasi waktu, dan pengeluaran mer upakan
hal yang terkait antara satu dengan yang lainnya. Hal ini dapat dirumuskan pada
model simultan sebagai berikut:
Salah satu strategi rumahtangga untuk mencapai tingkat pendapatan
tertentu adalah dengan mengalokasikan waktunya untuk berbagai pekerjaan , baik
di dalam industri maupun di luar industri. Fungsi dari curahan kerja tersebut dapat
dirumuskan sebagai berikut:
CKL = f (UPL, CKD, PKL, JTK, TPP) ...(31)
CKT = f (CKD, CKL) ...(32)
dimana:
CKD = curahan kerja di dalam industri
CKL = curahan kerja di luar industri
PDI = pendapatan dari dalam industri
PKD = pengalamana kerja di dalam industri
AKK = angkatan kerja keluarga
JTK = jumlah tanggungan keluarga
UPL = upah di luar industri
PKL = pengalaman kerja di l uar industri
JTK = jumlah tanggungan keluarga
TPP = tingkat pendidikan pekerja
CKT = curahan kerja total
Keputusan produksi meliputi s trategi untuk memperoleh tingkat
pendapatan tertentu. Pendapatan rumahtangga industri kecil sepatu secara umum
dapat digolongkan menjadi dua, yaitu pendapatan dari dalam industri dan
pendapatan dari luar industri. Pendapatan total adalah jumlah antara pend apatan
dari dalam industri dan pendapatan dari luar industri. Pendapatan yang siap
dibelanjakan (disposable income) adalah pendapatan total setelah dikurangi pajak
dan pungutan lainnya. Fungsi dari pendapatan tersebut dapat dirumuskan sebagai
berikut:
PDI = f (HJP, JPR, PKD) ...(33)
PTR = f (PDI, PLI) ...(35)
PDS = f (PTR, PJK) ...(36)
dimana:
PDI = pendapatan dari dalam industri
HJP = harga jual per unit
JPR = jumlah produksi
PKD = pengalaman kerja di dalam industri
PLI = pendapatan dari luar industri
UPL = upah di luar industri
CKL = curahan kerja di luar industri
PKL = pengalaman kerja di luar industri
PTR = pendapatan total
PDS = pendapatan yang siap dibelanjakan ( disposable income)
PJK = pajak, iuran, dan pungutan lain nya
Selanjutnya, pendapatan rumahtangga tersebut akan dialokasikan untuk
memperoleh kepuasan rumahtangga melalui pengeluaran. Pengeluaran
rumahtangga meliputi konsumsi dan investasi. Pengeluaran untuk konsumsi terdiri
dari konsumsi pangan dan konsumsi non pangan, sedangkan pengeluaran untuk
investasi terdiri dari investasi pendidikan, investasi kesehatan dan investasi
sumberdaya manusia. Fungsi dari pengeluaran untuk konsumsi dan investasi
tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
KPP = f (PDS, KNP, IVP, IVK, TAB, JTK) ...(37)
KNP = f (PDS, KPP, IVP, IVK, TAB, JTK) ...(38)
IVP = f (PDS, KPP, KNP, IVK, TAB, JAS, UMP) ... (40)
IVK = f (PDS, KPP, KNP, IVP, TAB, JTK) ...(41)
IVS = f (IVP, IVK) ...(42)
dimana:
KPP = konsumsi pangan
KNP = konsumsi non pangan
PDS = pendapatan yang siap dibelanjakan ( disposable income)
IVP = investasi pendidikan
IVK = investasi kesehatan
TAB = tabungan
JTK = jumlah tanggungan keluarga
KTP = konsumsi total
JAS = jumlah anak sekolah
UMP = umur pekerja
IVS = investasi sumberdaya manusia
Fungsi dari tabungan rumahtangga dapat dirumuskan sebagai berikut:
TAB = f (PTR, PDS, PTP, TPP) ... (43)
dimana:
TAB = tabungan
PTR = pendapatan total
PDS = pendapatan yang siap dibelanjakan ( disposable income)
PTP = pengeluaran total
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Metode Analisis
Tujuan penelitian pertama adalah menganalisis karakteristik rumahtangga
pekerja industri kecil meliputi alokasi curahan kerja, pendapatan, dan pengeluaran
rumahtangga di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor. Tujuan penelitian
pertama dianalisis secara deskriptif dengan tabulasi serta proses pengolahan data
menggunakan software Microsoft Excel . Analisis dalam penulisan digunakan
untuk memberikan penjelasan ser ta interpretasi atas informasi dan data hasil
penelitian. Tujuan penelitian kedua adalah menganalisis faktor -faktor yang
mempengaruhi keputusan rumahtangga pekerja industri kecil sepatu dalam
mengalokasikan curahan kerja, pendapatan, dan pengeluaran rumaht angga di
Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor. Tujuan penelitian kedua dianalisis
dengan menggunakan persamaan simultan dengan metode pendugaan 2 SLS ( Two
Stage Least Squares) serta proses pengolahan data menggunakan software
SAS/ETS (Statistical Analysis System/Econometric Time Series ) versi 6.1.
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada Februari 2007 sampai dengan Maret 2007 di
Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor. Penentuan lokasi penelitian ini
dilakukan secara sengaja ( purposive), dengan pertimbangan bahwa Kecamatan