THE IMPLEMENTATION OF CHARACTER EDUCATION IN KRISTEN PELITA NUSANTARA KASIH SENIOR HIGH SCHOOL
SURAKARTA
Eka Budhi Santosa, Samsi Haryanto, Joko Nurkamto
Program Studi Teknologi Pendidikan, Fakultas Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract
This research aimed to describe character education planning, implementation of character education, and the result of implementation of character education, as well as describe the supporting factors and inhibiting the implementation of character education. The methodology used was qualitative with descriptive approach, study case strategy and single case design. The result of analysis: (1) character education planning entailed school and family. (2) The implementation of character education integrates on co-curricular and extra curricular; also creating the condition which is supporting in school and home. (3) The result of implementation of character education can be shown from the improving of the student behavior and the enhancement of the student learning achievement. (4) The supporting factors of the implementation education character was infrastructure, the qualities of teacher and the attention of the parent to student; meanwhile the inhibiting factors was the attention of the teacher which not average, the environment which not conducive: as well as technology information being abused by student.
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan sebagai
proses pembelajaran yang simultan dan
terus menerus sepanjang hayat. Baik
pendidikan yang terjadi dalam keluarga,
diselenggarakan oleh sekolah, maupun
dalam lingkungan masyarakat luas
(Sutarjo Adisusilo: 2012, 4). Pendidikan
Nasional memiliki tujuan mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab (UU No 20 Thn
2003, Bab II, pasal 3). Dengan kata lain
tujuan pendidikan Nasional adalah
membentuk manusia seutuhnya. Bahkan
dalam pasal 3, UU Nomor 20 tahun 2003
tersebut jelas disebutkan bahwa
pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan
membentuk karakter serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dari penjelasan tentang pendidikan
di atas, dapat diketahui bahwa pendidikan
karakter secara eksplisit menjadi tujuan
pendidikan yang sangat mulia tersebut
saat ini belum menampakan hasil optimal.
Terutama implementasi pendidikan
karakter di sekolah-sekolah menengah
yang belum bersinergi baik dengan
program pembelajaran reguler. Asumsi
bahwa hanya dalam pelajaran agama dan
kewarganegaraan saja pendidikan
karakter diberikan tidaklah memadai.
Menurut I Ketut Sumarta, “Pendidikan nasional kita cenderung hanya menonjolkan pembentukan
kecerdasan berpikir dan menepikan
penempatan kecerdasan rasa, kecerdasan
budi, bahkan kecerdasan batin. Dari sini
lahirlah manusia manusia yang berotak
pintar, manusia berprestasi secara
kuantitatif akademik, namun tiada
berkecerdasan budi sekaligus sangat berkegantungan, tidak merdeka mandiri” (Djudjun Djaenudin Supriadi: 2009, 8).
Kata “karakter” secara etimologi berasal dari bahasa Yunani karasso yang
berarti cetak biru, format dasar atau sidik
jari (Doni Koesoema: 2010, 90). Thomas
Lickona (2004:14) menyatakan bahwa: “Karakter bersifat memancar dari dalam ke luar (inside-out), artinya kebiasaan
seseorang dilakukan bukan atas
permintaan atau tekanan dari orang lain
melainkan atas kesadaran dan kemauan
sendiri”. Gede Raka (2011:34) menyatakan bahwa dalam setiap kebajikan
teridentifikasi ada kekuatan karakter
(character strenght). Untuk mencapai
pertumbuhan integral dalam pendidikan
karakter, terdapat beberapa metode yang
mengakarkan dirinya pada konteks
sekolah. Menurut Doni Koesoema (2010:
212-217) metode tersebut terdiri dari
beberapa unsur, yaitu: mengajarkan,
keteladanan, menentukan prioritas, praksis
prioritas dan refleksi.
Bagus Mustakim (2011:29) mendefinisikan “Pendidikan karakter sebagai suatu proses internalisasi sifat-sifat
utama yang menjadi ciri khusus dalam
sebuah masyarakat ke dalam peserta didik
sehingga dapat tumbuh dan bekembang
menjadi manusia dewasa sesuai dengan
nilai-nilai tersebut”. Thomas Lickona (1991) dalam Adian Husaini (2010)
mendefinisikan bahwa: “Pendidikan karakter adalah pendidikan untuk
membentuk kepribadian seseorang melalui
pendidikan budi pekerti, yang hasilnya
terlihat dalam tindakan nyata seseorang,
yaitu tingkah laku yang baik, jujur
bertanggung jawab, menghormati hak
orang lain, kerja keras dan sebagainya”. Kemdiknas (2011:1) menyatakan bahwa: “Pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan
mana yang salah, lebih dari itu, pendidikan
karakter menanamkan kebiasaan
(habituation) tentang hal mana yang baik
sehingga peserta didik menjadi paham
salah, mampu merasakan (afektif) nilai
yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor)”. Soemarmo Soedarsono (2011) dalam Gede Raka (2011:xi) menyatakan bahwa: “Pendidikan karakter adalah proses yang tidak boleh berhenti.
Pemerintah boleh berganti dan raja boleh
turun takhta, namun pendidikan karakter harus berjalan terus”.Proses pendidikan karakter didasarkan pada totalitas
psikologis yang mencakup seluruh potensi
individu manusia (kognitif, afektif,
psikomotorik) dan fungsi totalitas
sosiokultural dalam konteks interaksi
dalam keluarga, satuan pendidikan, dan
masyarakat. (Tim Kemdiknas,2011:2).
Menurut M. Furqon (2010: 15)
fungsi pendidikan Karakter di Sekolah
adalah: (1) Pengembangan, pengembangan
potensi peserta didik untuk menjadi
pribadi yang berperilaku baik bagi
peserta didik yang telah memiliki sikap
dan perilaku yang mencerminkan
karakter bangsa; (2) Perbaikan,
memperkuat kiprah pendidikan nasional
untuk bertanggung jawab dalam
pengembangan potensi peserta didik yang
lebih bermartabat; (3) Penyaring, untuk
menyaring budaya bangsa sendiri dan
budaya bangsa lain yang tidak sesuai
dengan nilai-nilai budaya dan karakter
bangsa yang bermartabat.
Pengembangan metode pembelajaran
untuk pendidikan karakter tidak hanya
menekankan pada aktifitas seminar oleh
guru. Dalam konteks pendidikan karakter,
model konstruktivisme lebih sesuai.
Menurut faham konstruktivis pengetahuan
merupakan konstruksi (bentukan) dari
orang yang mengenal sesuatu (skemata).
Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru
kepada orang lain, karena setiap orang
mempunyai skema sendiri tentang apa
yang diketahuinya (Suparno, 1997).
Terdapat beberapa pendekatan atau
strategi dalam pemelajaran antara lain
eksperimental, pembelajaran kooperatif,
inkuiri, pendekatan SAVI dan pendekatan
pembelajaran berbasis masalah.
Metode pebelajaran experiment
merupakan metode pembelajaran aktif
yang mana peserta didik dapat terangsang
belajar secara terpusat dalam proses
stimulus-respons yang bersifat mekanis.
Secara langsung peserta didik dan
pendidik terlibat langsung secara aktif
dalam pembelajaran materi yang
dipelajari. (Suradji, 2008: 37). Menurut
Watson (Jufri, 2000:14) yang dikutip dari
Armi Perdana menyatakan bahwa
cooperatif learning (belajar kelompok)
merupakan suatu lingkungan belajar di
kelas, di mana para siswa bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil yang
mempunyai kemampuan yang
berbeda-beda untuk mencapai suatu tujuan umum.
Menurut Mulyani Sumantri (1999) Metode
pelajaran yang memberi kesempatan pada
siswa untuk menemukan informasi dengan
tanpa bantuan guru. Unsur-unsur yang ada
pada Pendekatan SAVI menurut Meir
(2003:90-100) adalah (1) Somatis adalah
belajar dengan bergerak dan berbuat, (2)
Auditori adalah belajar dengan berbicara
dan mendengar, (3) Visual adalah belajar
dengan mengamati dam menggambarkan,
(4) Intelektual adalah belajar dengan
memecahkan masalah dan merenung.
Pembelajaran Berbasis Masalah,
yang mendasarkan pada aktivitas
permasalahan, berpotensi memperluas dan
memperdalam pengetahuan konseptual dan
prosedural (Gagne. 1985:105). Menurut
Mayer (1992:10), dalam praktik
pendidikan, terutama setengah abad
terakhir, telah terjadi pergeseran teori-teori
belajar, dari aliran teori belajar
behavioristik ke kognitif, dari kognitif ke
konstruktivistik. Strategi pembelajaran
yang menonjol dalam pembelajaran
konstruktivistik antara lain adalah strategi
belajar kolaboratif, mengutamakan
aktivitas siswa daripada aktivitas guru,
mengenai kegiatan laboratorium,
pengalaman lapangan, studi kasus,
pemecahan masalah, panel diskusi,
diskusi, brainstorming, dan simulasi
(Ajeyalemi, 1993).
Tujuan penelitian ini adalah untuk
(1) Mendeskripsikan perencanaan
pendidikan karakter di SMA Kristen Pelita
Nusantara Kasih; (2) Mendeskripsikan
pelaksanaan pendidikan karakter di SMA
Kristen Pelita Nusantara Kasih Surakarta;
(3) Mendeskripsikan hasil pelaksanaan
pendidikan karakter di SMA Kristen Pelita
Nusantara Kasih Surakarta; (4)
Mendeskripsikan faktor-faktor apa saja
yang mendukung dan menghambat
pelaksanaan pendidikan karakter di SMA
Kristen Pelita Nusantara Kasih Surakarta.
METODE PENELITIAN
Penelitian berlokasi di SMA Kristen
Pelita Nusantara Kasih Surakarta yang
beralamat di Jl. Surya No. 54 - 56,
Surakarta. Sekolah ini memperoleh ijin
pendirian dan penyelenggaraan tertanggal
10 September 2007, nomor
525.1/5825/BP/2007. Nomor Identittas
Sekolah (NIS) 300450, yang tertuang
dalam sertifikat nomor:
045/04/NIS-SMA/BP/SEP/2007. Nomor Statistik
Sekolah (NSS) adalah 30-20-0361-04-079
yang tertuang dalam sertifikat nomor:
053/04/NSS-SMA/.BP/SEP/2007. Pada
bulan Oktober tahun 2011 Badan
Akreditasi Nasional Sekolah / Madrasah
(BAN-S/M) menetapkan SMA Kristen
Pelita Nusantara Kasih Surakarta
memperoleh akreditasi dengan peringkat
Terakreditas (B). Nilai akhir yang didapat
Akreditasi Sekolah / Madrasah tersebut
berlaku sampai tahun ajaran 2016 / 2017
terhitung sejak tanggal ditetapkan.
Penelitian ini direncanakan dalam
dua tahap, tahap pertama kurang lebih 4
bulan dan tahap kedua juga dalam empat
bulan. Penelitian ini berbentuk penelitian
kualitatif. Menurut Lexy J. Moleong
(2007:6) penelitian kualitatif yaitu
penelitian yang bermaksud untuk
memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subjek penelitian, pada suatu
konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode ilmiah.
Strategi penelitian kualitatif yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
studi kasus. Studi kasus merupakan
strategi menyelidiki fenomena
kontemporer di dalam konteks kehidupan
nyata, dengan ketentuan batas-batas antara
fenomena dan konteks tidak tampak
dengan tegas dan memanfaatkan
multisumber bukti (Robert K.Yin: 1997,
18). Sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah informan atau
narasumber, tempat dan permasalahan
serta arsip dan dokumen (HB.Sutopo:
2006, 56). Sugiyono (2006: 253)
menyatakan lima macam teknik
pengumpulan data yaitu observasi,
wawancara, kuesioner, dokumen dan
gabungan keempatnya. Pengumpulan data
pada penelitian ini dilakukan melalui
metode observasi, wawancara dan
mencatat dokumen. Model analisis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
model analisis interaktif. Penelitian
kualitatif di dalamnya terdapat beberapa
cara untuk mengembangkan validitas data
penelitian, antara lain teknik trianggulasi
dan review informan. Model analisis
interaktif terdiri dari pengumpulan data,
reduksi data, sajian data dan pengamabilan
kesimpulan atau verifikasi data. Penjelasan
secara rinci langkah-langkah penelitian
dari awal hingga akhir. Langkah-langkah
tersebut meliputi: (1) persiapan; (2)
pelaksanaan; (3) tahap analisis dan
pengolahan data; dan (4) Penyajian
Simpulan/Hasil.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Temuan Penelitian
Setelah dilakukan obervasi,
pengumpulan data dan analisa, maka dapat
diketahui hasil penelitian ini sebagai
berikut :
1. Perencanaan Pendidikan Karakter Di
SMA Kristen Pelita Nusantara Kasih
Surakarta
Berdasar penjelasan tim eksekutif
SKPNK, informan YO (CLHW-01/II),
Visi dari Sekolah Kristen Pelita Nusantara Kasih adalah “Membangun anak-anak bangsa yang berkualitas dan berkarakter”. Pendidikan karakter di SMA Kristen Pelita
institusi dijabarkan oleh tim eksekutif
berdasar filosofi yang dianut pendiri
sekolah yaitu Yayasan Pendidikan Pelita
Nusantara Kasih dan gereja GBI Keluarga
Allah. Adapun filosofi sekolah yang dianut
dapat dijelaskan dalam tiga prinsip dasar,
yaitu : pertama, Allah adalah sumber
segala kebenaran, pengetahuan dan
hikmat. Filosofi kedua, Manusia adalah
roh yang mempunyai jiwa (pikiran,
perasaan dan kehendak) serta tinggal di
dalam tubuh. Filosofi ketiga, Pendidikan
adalah pemuridan. Berdasar filosofi ketiga
ini pendidikan tidak semata mengisi
pikiran siswa dengan berbagai ilmu
pengetahuan, baik ilmu sains, bahasa,
agama maupun yang lainya. Akan tetapi
pendidikan sebagai usaha dalam membawa
siswa untuk bertumbuh dalam proses
pengenalan dirinya di hadapan Tuhan dan
mencapai potensi maksimal
masing-masing siswa sesuai dengan keunikan
masing-masing. Oleh karena itu
pendidikan karakter di Sekolah Kristen
Pelita Nusantara Kasih sangat ditekankan,
disamping pembelajaran sains, bahasa dan
ilmu pengetahuan lainnya.
Nilai karakter yang hendak dibangun
dalam diri siswa siswi SMA Kristen Pelita
Nusantara Kasih terdapat 12 nilai
karakter. Kesemua nilai karakter tersebut
akan diusahakan terbentuk selama 3 tahun
masa sekolah siswa. Tiap tahun siswa
mendapat 4 nilai karakter yang ditekankan.
Nilai-nilai itu adalah untuk kelas X nilai
yang mendapat penekanan adalah Penuh
perhatian (Attentiveness), Taat
(Obedience), Tertib (Orderliness), Jujur
(Truthfulness); kelas XI mendapat materi
penekanan Rajin (Diligence), Tepat waktu
(Punctuality), Bertanggung jawab
(Responsibility), Dapat diandalkan
(Dependability), sedangkan untuk kelas
XII ditekankan pada nilai Hormat (Honor),
Santun (Deference), Saleh (Virtue),
Pengendalian Diri (Self Control). Tiap
semester penekanan ada 2 karakter, jadi
setiap tahun ada 4 karakter yang mendapat
tekanan dalam kegiatan belajar mengajar
di sekolah. Tetapi bukan berarti karakter
lainnya tidak disinggung dalam KBM.
Spesifikasi tersebut dimaksudkan hanya
sebagai pedoman penekanan dalam rangka
perencanaan pendidikan karakter hingga
berhasil guna secara efektif.
Pendidikan karakter di SMA Kristen
Pelita Nusantara Kasih dilaksanakan
terintegrasi di dalam semua mata pelajaran
yang ada, baik ko-kurikuler maupun dalam
ekstra kurikuler. SMA Kristen Pelita
Nusantara Kasih menetapkan strategi
pembelajaran untuk mengembangkan
siswa yang berkualitas dan berkarakter
adalah : pertama, membangun karakter dan
kerohanian siswa berdasar pada nilai-nilai
Kristen yang humanis dan akomodatif.
Kedua, membangun proses belajar
perkembangan teknologi dan berkualitas
tinggi. Ketiga, menyediakan fasilitas yang
memadai dan modern.
Strategi Pendidikan Karakter di
SKPNK meliputi: pertama, membentuk
Karakter dan Kerohanian siswa melalui
kegiatan Devotional time; chapel; retreat;
perayaan hari besar Kristiani; acara-acara
sosial; Pelajaran agama Kristen; Character
Building; membuat Kerangka Perilaku dan
Tata Tertib Sekolah; Atmosfer sekolah
yang didesain untuk memfasilitasi
pengembangan disiplin, karakter dan
kerohanian. Kedua, Membentuk
kemampuan Akademik melalui Sumber
materi pembelajaran yang up to date dan
bervariasi, termasuk didalamnya melalui
internet; Pola pembelajaran dengan
pendekatan experential, cooperative ,
inquiry based learning; Pelajaran bahasa
Inggris yang intensif; Penyetaraan materi
TIK setingkat universitas dan integrasi
penggunaan teknologi informasi
komunikasi dalam pembelajaran lintas
bidang studi; Outing / Field trip; dan 5
hari sekolah (Senin – Jumat). Ketiga, menyediakan Fasilitas yang mendukung:
Ruang kelas ber-AC dan sarana
multimedia yang lengkap (komputer &
LCD projector); Mini class dengan jumlah
maksimum 24 orang per kelas; Lapangan
olah raga yang representatif;
Laboratorium Bahasa, Komputer & Sains;
Ruang musik dilengkapi instrumen sesuai
Pembelajaran; Internet dan free hot spot;
kamar mandi yang bersih, aula sekolah
yang memadai; serta Kantin sekolah yang
bersih.
Strategi pembelajaran di atas
merupakan bentuk perencanaan pimpinan
sekolah untuk mencapai visi sekolah, yaitu “Membangun anak-anak bangsa yang berkualitas dan berkarakter“.
Kegiatan belajar mengajar di dalam
kelas dilakukan terencana dengan baik. Di
SMA Kristen Pelita Nusantara Kasih
setiap guru diwajibkan untuk memasukkan
nilai-nilai karakter yang menjadi fokus
pembentukan pada semester tersebut ke
dalam RPP. Bahkan dianjurkan dalam
setiap kali pertemuan agar
mengulang-ulang, membicarakan atau mendiskusikan
nilai-nilai karakter tersebut secara luwes,
tidak terpaku pada urut-urutan yang telah
dibuat guru dalam RPP. Dalam praktek,
untuk memasukan nilai-nilai karakter yang
efektif kepada siswa membutuhkan situasi,
kondisi dan waktu yang tepat agar
maksimal, baik saat KBM maupun dalam
pergaulan dengan siswa di luar kelas.
Untuk itu, sekolah memberikan
pelatihan-pelatihan kepada guru untuk menyusun
RPP, dan cara mengimplementasikan RPP
berkarakter tersebut secara luwes dan
tepat.
2. Pelaksanaan Pendidikan Karakter di
SMA Kristen Pelita Nusantara Kasih
Pelaksanaan dari perencanaan
pendidikan karakter yang merupakan
usaha sekolah untuk membangun karakter
dan kerohanian siswa SMA Kristen Pelita
Nusantara Kasih dapat dijelaskan sebagai
berikut: pertama, membangun karakter dan
kerohanian siswa-siswi yang didasarkan
pada nilai-nilai Kristen yang humanis dan
akomodatif. Langkah-langkah yang
diambil adalah dengan: (1) Membangun
Kerohanian Siswa, melalui : Devotional
time, Chapel, Retreat dan Perayaan Hari
Besar Kristiani, (2) Membangun Kepekaan
Sosial, (3) Nilai-nilai Karakter Yang
Terintergrasi Dalam Semua Pelajaran, (4)
Memberikan pelajaran Character
Building, (5) Keteladanan Guru, (6)
Keluarga dan lingkungan, (7) Memberikan
Kerangka Perilaku Siswa di Sekolah, (8)
Mensosialisasikan tata tertib sekolah, (9)
evaluasi, dan (10) Membangun atmosfer
sekolah yang didesain untuk memfasilitasi
pengembangan disiplin, karakter dan
kerohanian.
Kedua, membangun proses belajar
mengajar yang dinamis, mengikuti
perkembangan teknologi dan berkualitas
tinggi. Langkah-langkah teknis yang
dilakukan adalah dengan cara sebagai
berikut:
a) Sumber materi pembelajaran yang up to
date dan bervariasi.
Pendidikan karakter di SKPNK tidak
hanya mengandalkan materi Pendidikan
Kewarganegaraan dan Agama Kristen,
tetapi juga memberikan materi khusus
tentang karakter dalam mata pelajaran
Characer Building.Sedangkan materi yang
digunakan dalam Character Buiding
adalah materi yang dikembangkan oleh “Character First”.
b) Pola pembelajaran dengan pendekatan
experential, cooperative dan inquiry
based learning.
Kegiatan belajar mengajar di
SKPNK lebih menekankan pada
experential, dimana pembelajaran melalui
pengalaman akan membuat siswa lebih
mudah memahami dibanding seminar.
Berbagai metode pembelajaran digunakan
dalam pembelajaran di SKPNK,
khususnya dalam konteks pendidikan
karakter, antara lain metode diskusi,
inkuiri, studi kasus, ceramah, visual/grafis,
simulasi maupun bermain peran. Metode
ini digunakan dalam materi pelajaran yang
banyak muatan pendidikan karakter,
seperti dalam pelajaran Pendidikan Agama
Kristen, Pendidikan Kewarganegaraan
maupun Character Building.
c) Mengadakan Outing atau Field trip
untuk mengaplikasikan teori
pembelajaran dalam kelas.
Dengan perencanaan pembelajaran
yang mengarah pada dunia kerja, maka
siswa akan belajar berdasar aspek praktis,
selain teoritis. Hal tersebut memberikan
mereka belajar tidak hanya untuk nilai,
tetapi apa yang dipelajari akan digunakan
dalam pekerjaan.
d) Pelajaran bahasa Inggris yang intensif.
e) Penyetaraan materi Teknologi
Informasi dan Komputer setingkat
universitas dan integrasi penggunaan
teknologi informasi– komunikasi dalam
pembelajaran lintas bidang studi.
f) Hari belajar adalah 5 hari bersekolah,
dari hari Senin sampai dengan Jumat.
Siswa wajib datang di sekolah pukul
7.30 WIB tepat dan selesai sekolah
pukul 14.30 WIB.
3. Hasil Pelaksanaan Pendidikan Karakter
di SMA Kristen Pelita Nusantara Kasih
Surakarta
a. Nilai-nilai Karakter menunjang
prestasi siswa SMA Kristen Pelita
Nusantara Kasih.
Dalam bidang akademis, nilai-nilai
karakter yang ditanamkan pada siswa siswi
SKPNK membawa dampak pada kelulusan
ujian nasional yang selalu berhasil lulus
100%. Siswa juga sering mendapat juara
dalam lomba Karya Ilmiah Remaja, pidato
bahasa Inggris dan lain-lain pada tingkat
lokal dan nasional. Hal tersebut terkait
dengan rasa tenang dalam batin siswa oleh
karena keberhasilan memajukan jenis
karakter etos rohani dan etos mutu para
siswanya.
b. Pendidikan Karakter di SMA Kristen
Pelita Nusantara Kasih Berhasil
Mengubahkan Sikap Siswa yang Buruk
Menjadi Lebih Baik.
Evaluasi sikap siswa rutin dilakukan
guru untuk mengetahui perkembangan
perubahan sikap siswa menuju kebaikan
dan dilaporkan ke orang tua secara
periodik. Rasia laptop dan alat-alat
elektronik juga rutin dilakukan. Hasil dari
pendidikan karakter di SMA Kristen Pelita
Nusantara Kasih Surakarta ini juga
nampak dalam hal tidak pernah terjadinya
perkelahian antar siswa, tidak ada
kata-kata jorok atau kasar yang terucap dalam
pergaulan antar siswa, minimnya kasus
pornografi dalam file laptop siswa.
4. Faktor-faktor Yang Mendukung Dan
MenghambatPelaksanaan Pendidikan
Karakter di SMA Kristen Pelita
Nusantara Kasih Surakarta
Faktor pendukung keberhasilannya
adalah sebagai berikut:
1) Visi dan Misi lembaga yang
menekankan pendidikan karakter.
2) Pelaksana pembelajaran (guru, staf dan
murid) bersepakat untuk melaksanakan
pendidikan karakter.
3) Lingkungan keluarga yang mendukung
pelaksanaan pendidikan karakter.
Hambatan dalam tahap pelaksanaan
analisa data lapangan adalah sebagai
berikut:
a) Kemampuan guru yang berbeda-beda
dalam menggunakan metodologi yang
tepat untuk pembelajaran yang
menekankan pendidikan karakter.
b) Ketidak seragaman kualitas
keteladanan guru dalam melaksanakan
nilai-nilai karkater yang hendak
dibangun dalam kegiatan belajar
mengajar.
c) Lingkungan rumah tempat tinggal
peserta didik yang tidak mendukung
upaya pendidikan karakter di Sekolah.
d) Teknologiinformasi yang
disalahgunakan oleh siswa terutama
hand phone, smart phone, blackberry
dan laptop atau net book.
B. Pembahasan
Dari uraian Deskripsi Temuan
Penelitian pada bagain A di atas, maka
dapat di konstruksi dua buah teori sebagai
berikut:
1. Karakter baik siswa dihasilkan dari
sinergi antara keluarga, sekolah, dan
gereja atau lingkungan lembaga
keagamaan.
Menurut Kelli Larson (2009:3-4)
segitiga lingkungan pendidikan karakter
yang tidak bisa dipisahkan adalah
keluarga, sekolah dan gereja. Ketiga
lembaga tersebut seyogianya bersepakat,
agar kemudian mampu bersinergi
membangun karakter anak. Lingkungan
masyarakat luas di luar ketiga lembaga
tersebut sulit untuk dikontrol dan
dimanipulasi untuk mendukung
keberhasilan pendidikan karakter anak.
Keluarga merupakan lingkungan
paling dini anak mengenal berbagai hal,
termasuk nilai-nilai baik dan buruk. Bila
keluarga sejak dari awal memahami
posisinya yang sangat penting tersebut,
maka keluarga perlu mempersiapkan diri.
Greenberg (2010:6) mengutip pernyataan
Berkowitz (2005) bahwa orang tua yang
efektif dan komunitas yang kondusif,
merupakan faktor pendukung
keberhasilan pendidikan karakter.
Dalam penelitian ini, penjelasan
teoritis di atas sangat terasa. Fakta bahwa
50% keluarga siswa siswi SMA Kristen
Pelita Nusantara Kasih berasal dari
keluarga broken home merupakan
penjelasan langsung dari wakil kepala
sekolah bidang kesiswaan (TY,
CLHW-04/04). Melihat kondisi itu siswa
kebanyakan memiliki ketidak seimbangan
psikologis, memiliki masalah sosial dan
mengalami kesulitan dalam
mengekspresikan pergolakan batin atau
emosi. Dengan model pelayanan inner
healing yang dikembangkan oleh SMA
Kristen Pelita Nusantara Kasih bekerja
sama dengan gereja, siswa dibantu untuk
gejolak batin yang berimplikasi pada
stabilitas emosi dengan metode spiritual
berpadu dengan psikologi. Gereja dalam
hal ini sebagai pihak yang dianggap
berkompeten menyelesaikan urusan
kerohanian yang digabungkan dengan
teknik-teknik psikologi menyembuhkan
trauma psikis. Dengan stabilitas emosi
pada anak, maka pendidikan karakter akan
lebih mudah diajarakan dan dipraktekan
kepada anak didik (Wolfgang Althof and
Marvin W. Berkowitz, 2006:499).
Setelah lingkungan keluarga,
sekolah adalah tempat berikutnya anak
mendapat pendidikan. Sekolah merupakan
lingkungan kedua setelah keluarga yang
sangat berperan dalam keberhasilan
pendidikan karakter. Unsur penting dalam
sekolah selain guru dan sarana prasarana,
juga perencanaan dan komitmen sekolah
untuk membangun pendidikan karakter
yang berhasil (Alex Agboola1 & Kaun
Chen Tsai, 2012:167).
Dalam implementasi pendidikan
karakter di SMA Kristen Pelita Nusantara
Kasih metode pendidikan yang dilakukan
secara menyeluruh baik dalam kegiatan
belajar mengajar, memberi teladan
pelaksanaan, menetapkan 12 karakter
sebagai prioritas, praksis prioritas dan
adanya evaluasi periodik oleh tim guru.
Menurut Doni Koesoema (2010: 212-217)
metode pendidikan karakter terdiri dari
beberapa unsur, yaitu: pertama,
mengajarkan. Perilaku berkarakter
mendasarkan diri pada tindakan sadar
subyek dalam melaksanakan nilai.
Sehingga pengetahuan teoritis tentang
konsep-konsep nilai menjadi penting.
Kedua, keteladanan. Anak lebih banyak
belajar dari apa yang mereka lihat. Indikasi
keteladanan dalam pendidikan karakter
adalah model peran dalam diri insan
pendidik, baik guru, staf, karyawan, kepala
sekolah dan lain-lain. Ketiga, menentukan
prioritas. Lembaga pendidikan perlu
memiliki prioritas dan tuntutan dasar atas
karakter yang ingin diterapkan di
lingkungan lembaga pendidikan. Keempat,
praksis prioritas. Hal ini berarti lembaga
pendidikan harus mampu memverifikasi
sejauh mana visi sekolah telah dapat
direalisasikan dalam lingkup pendidikan.
Kelima, refleksi. Karakter yang ingin
dibentuk oleh lembaga pendidikan melalui
berbagai macam program dan kebijakan
perlu dievaluasi dan direfleksi secara
berkesinambungan dan kritis.
Sutarjo Adisusilo (2012:79-80)
menyampaikan pendapat Daniel Goleman
yang menyebutkan bahwa pendidikan
karakter merupakan pendidikan nilai, yang
mencakup sembilan nilai dasar yang saling
terkait, yaitu responsibility (tanggung
jawab), respect (rasa hormat), fairness
(keadilan), courage (keberanian), honesty
(kejujuran), citizenship (rasa kebangsaan),
(peduli), dan perseverance (ketekunan).
Bila dalam pelaksanaan di SMA Kristen
Pelita Nusantara Kasih sasaran karaker
yang ingin dicapai 12 karakter.
Implementasi dari pendidikan karakter di
sekolah ini dapat dilihat dalam Tabel 7.
Sedangkan karakter yang diupayakan
dapat dilihat dalam Tabel 6.
2. Penghambat pendidikan karakter
adalah keteladanan sikap dan
kompetensi guru dalam pembelajaran,
serta keteladanan sikap orang tua
siswa di rumah.
Dalam pendidikan karakter guru
memegang peran penting. Menurut Galya
P. Greenberg (2010:4) guru dituntut
memiliki kompetensi khusus untuk
keberhasilan program pendidikan karakter
di sekolah. Greenberg mengutip
Berkowitz, et al. (2005) yang mengatkana
bahwa guru harus bisa menjadi teladan
dalam sikap, tetapi juga terampil sebagai
fasilitator dalam diskusi siswa, role play
dan kooperative learning seperti ketika
mengajar menyampaikan informasi dalam
kelas.
Evaluasi kepada guru di SMA
Kristen Pelita Nusantara Kasih
dilaksanakan oleh kepala sekolah melalui
tiga teknis evaluasi, yaitu pengecekan
dokumen pembelajaran berupa RPP yang
berkarakter secara berkala, laporan
observasi dari pemimpin kelompok
pemuridan guru dan pemberian quisioner
siswa setiap akhir semester. Kepala
sekolah juga mendapat evaluasi dari Tim
Eksekutif berdasar pantauan dalam
kelompok pemuridan dan masukan dari
dewan guru. Sedangkan evaluasi terhadap
orang tua di SMA KPNK belum memiliki
instrumen yang efektif, selain parents
meeting, laporan perilaku siswa dan
buletin. Masalah yang asaat ini banyak
dialami oleh orang tua adalah orang tua
mengharapkan sekolah sebagai
satu-satunya lembaga yang bertanggung jawab
terhadap pendidikan karakter anaknya
(Kelli Larson, 2009: 4). Dalam jurnal
tersebut Larson menjelaskan pentingnya
peran orang tua dalam keberhasilan
pendisikan karakter bagi anak-anak
mereka. Orang tua merupakan pendidik
utama dan pertama bagi anak mereka,
karena dari orang tualah anak mula-mula
menerima pendidikan, dengan demikan
bentuk pertama dari pendidikan dalam
kehidupan keluarga (James S. Leming,
2008: 18)
SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dan
pembahasan yang telah diuraikan pada
bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik
simpulan sebagai berikut:
1) Perencanaan pendidikan karakter di
cukup baik dan melibatkan semua aspek
kehidupan sekolah, baik guru dan
karyawan, seluruh murid, serta orang
tua murid.
2) Pelaksanaan pendidikan karakter di
SMA Kristen Pelita Nusantara Kasih
terimplemetasikan melalui: (1)
Nilai-nilai karakter terintegrasi dalam
Ko-kurikuler dan Ekstrakurikuler. (2)
Langkah-langkah teknis strategi dalam
pembelajaran adalah pertama,
menggunakan materi pembelajaran yang
up to date dan bervariasi. Kedua, pola
pembelajaran dengan pendekatan
experential, cooperative dan inquiry
based learning. Ketiga, Pelajaran bahasa
Inggris yang intensif. Keempat,
Penyetaraan materi Teknologi Informasi
dan Komputer setingkat universitas dan
integrasi penggunaan teknologi
informasi– komunikasi dalam pembelajaran lintas bidang studi.
Kelima, Mengadakan Outing atau Field
trip untuk mengaplikasikan teori
pembelajaran dalam kelas. Keenam, Hari
belajar adalah 5 hari bersekolah. (3)
Penciptaan kondisi sekolah yang
mendukung dan adanya teladan sikap
mulia di lingkungan sekolah. (4)
Pembinaan lingkungan keseharian siswa
di rumah dan masyarakat.
3) Hasil pelaksanaan pendidikan karakter
di SMA Kristen Pelita Nusantara Kasih
dapat dilihat dari hasil evaluasi perilaku
siswa berdasar observasi guru-guru, dan
kesaksian dari orang tua murid. Etos
spiritual dan etos mutu yang
tercermindalam karakter rajin,
bertanggung jawab, dan dapat
diandalkan. Dengan nilai-nilai baik
tersebut kelulusan ujian nasional di SMA
ini selalu 100%, siswa banyak menjuarai
berbagai loma Karya Ilmiah Remaja dan
pidato bahasa Inggris. Selain itu,
perubahan sikap yang nyata banyak
disaksikan baik oleh orang tua murid
maupun oleh murid sendiri yang muncul
dalam sesi wawancara.
4) Pelaksanaan pendidikan karakter di
SMA Kristen Pelita Nusantara Kasih
terdapat beberapa faktor yang
mendukung maupun menghambat.
Faktor yang mendukung pelaksanaan
pendidikan karakter di SMA Kristen
Pelita Nusantara Kasih adalah sarana
prasarana yang memadai, kualitas guru
yang baik dan kepedulian orang tua
murid terhadap keberhasilan pelaksanaan
pendidikan karakter anak-anak mereka di
SMA Kristen Pelita Nusantara
Kasih.Faktor yang menghambat
pelaksanaan pendidikan karakter di SMA
Kristen Pelita Nusantara Kasih adalah :
a. Kemampuan guru yang
berbeda-beda dalam menggunakan
metodologi yang tepat untuk
pembelajaran yang menekankan
b. Ketidak seragaman kualitas
keteladanan guru dalam
melaksanakan nilai-nilai karkater
yang hendak dibangun dalam
kegiatan belajar mengajar.
c. Lingkungan rumah tempat tinggal
peserta didik yang tidak
mendukung upaya pendidikan
karakter di Sekolah.
d. Teknologi informasi yang
disalahgunakan oleh siswa
terutama hand phone, smart phone,
black berry dan laptop atau net
book.
Sedangkan teori yang bisa dibangun
dalam penelitian ini adalah
1). Karakter Baik siswa dihasilkan
dari sinergi antara keluarga, sekolah, dan
gereja atau lingkungan lembaga
keagamaan.
2). Penghambat pendidikan karakter
adalah keteladanan sikap dan kompetensi
guru dalam pembelajaran, serta
keteladanan sikap orang tua siswa di
rumah.
REFERENSI
Adisusilo, Sutarjo, Pembelajaran Nilai Karakter. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Alex Agboola, Kaun Chen Tsai. 2012. Bring Character Education into Classroom, USA: European Journal Of Educational Research Vol. 1, No. 2, 163-170
Bagus Mustakim.2011. Pendidikan
Karakter, Membangun Delapan
Karakter Emas Menuju Indonesia Bermartabat. Yogyakarta : Samudera Biru.
Charlie Abourjilie. 2002, Character Education Informational: Handbook & Guide for Support and Implementation of the Student Citizen Act of 2001 (Character and Civic Education), USA: Public Schools of North Carolina.
Doni Koesoema A. 2007. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: Grasindo.
Furqon Hidayatullah. 2010. Guru Sejati : Membangun Insan Berkarakter Kuat dan Cerdas. Surakarta : Yuma Pustaka.
---,2010. Pendidikan
Karakter: Membangun Peradaban
Bangsa. Surakarta: UNS Press & Yuma Pustaka.
Galya P. Greenberg, 2010. Literature Review: Elements of Effective
Character Education. Boston:
Northeastern University, EDU 7200.
Gede Raka dkk. 2011. Pendidikan Karakter di Sekolah dari Gagasan ke Tindakan. Jakarta : Kompas Gramedia.
James S. Leming, 2008. Theory, Research, And Practice In The Early Twentieth
Century Character Education
Movement. USA, Journal of Research in Character Education, ISSN 1543-1223, Information Age Publishing, Inc.
Lickona, Thomas.2004. Character Matters. New York : A Touchstone Book.
Mayer, R.E. 1992. Cognition and Instruction: Their Historic Meeting Within Educational Psychology. Journal of Educational Psychology, 84(4), 405-412.
Meier, Dave. 2003. The Accelerated
Learning HandBook. Penterjemah
Rahmani Astuti : Bandung: Kaifa.
Moleong, J Lexy.2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Mulyasa. 2007. Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Nasution. S.. 2005. Kurikulum dan Pengajaran. Bandung: Bumi Aksara.
Paterson, Chistopher & Martin E.P.2004. Character Strenght and Virtues : A Handbook and Classification. Oxford University Press.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Alfabeta.
Sutopo, HB.2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta : UNS Pers.
Tim Kemdiknas.2011. Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter. http://pendikar.dikti.go.id/gdp/wp- content/uploads/NASKAH-RAN-KEMENDIKNAS-REV-2.pdf. Diakses tanggal 10 Januari 2013 Jam 5.14 WIB
---.2003. UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Citra Umbara.
---.2010. Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karakter Kementerian
Pendidikan Nasional 2010-2014.
http://luk.staff.ugm.ac.id/atur/Ringkasa nEksekutifSNP2010.pdf. Diakses tanggal 13 Januari 2013 pukul 15.54 WIB.
Wolfgang Althof and Marvin W. Berkowitz, 2006. Moral education and character education: their relationship and roles in citizenship education, USA: Vol. 35, No. 4, December 2006, pp. 495–518, Journal of Moral
Education Ltd, DOI:
10.1080/03057240601012204