PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH
MATEMATIS MELALUI PENDEKATAN PROBLEM BASED LEARNING
SKRIPSI
diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika
oleh
Nurul Ayu Muliawati
1103081
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
DEPARTEMEN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Nurul Ayu Muliawati, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS MELALUI PENDEKATAN PROBLEM BASED LEARNING
oleh
Nurul Ayu Muliawati
NIM. 1103081
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam
© Nurul Ayu Muliawati 2015
Universitas Pendidikan Indonesia 2015
Hak Cipta dilindungi undang-undang
NURUL AYU MULIAWATI
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS
MELALUI PENDEKATAN PROBLEM BASED LEARNING
disetujui dan disahkan oleh pembimbing:
Nurul Ayu Muliawati, 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang penting untuk dipelajari oleh
manusia. Hal ini karena matematika lahir dari fakta-fakta yang ada dalam
kehidupan manusia kemudian diterapkan kembali ke dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu, proses belajar matematika melatih kemampuan berpikir dan berperan
dalam penyelesaian suatu masalah yang dihadapi manusia. Karena pentingnya
untuk mempelajari matematika tersebut. Matematika perlu dipelajari di sekolah
mulai pendidikan tingkat dasar hingga pendidikan tingkat atas.
Pengembangan kemampuan pemecahan masalah merupakan bagian yang
sangat penting dalam pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan prinsip yang
ada pada kurikulum 2013 yang menyatakan bahwa bahwa pemecahan masalah
merupakan bagian penting dari pembelajaran matematika dan kemampuan
pemecahan masalah menjadi hal yang harus dicapai siswa. Jusra (2013)
mengungkapkan bahwa kemampuan pemecahan masalah juga digunakan pada
kurikulum dari negara-negara lain. Di Amerika Serikat sejak tahun 1970
pemecahan masalah telah menjadi fokus utama dalam penelitian pendidikan
matematika. Pembelajaran matematika di Jepang juga sebagian besar telah
dipengaruhi oleh penekanan pemecahan masalah sebagai aplikasi praktis yang baik
pada proses kegiatan belajar. Begitupun dengan Negara tetangga, yaitu Singapura
sejak tahun 1990 pemecahan masalah matematis telah menjadi tujuan utama dari
kurikulum sekolah matematika. Oleh karena itu, kemampuan pemecahan masalah
pada siswa dipandang perlu untuk dikembangkan.
Prabawanto (Mansyur, 2014) juga mengungkapkan bahwa pemecahan
masalah dapat memberikan keuntungan bagi siswa dalam belajar matematika.
Karena pemecahan masalah mendorong munculnya kreativitas, fleksibilitas, dan
berpikir metakognitif yang sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan profesional dan
kebutuhan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, dengan belajar
menyiapkan diri untuk menghadapi berbagai aspek kehidupannya setelah
menyelesaikan sekolah.
Dalam Kenyataan dilapangan, kemampuan pemecahan masalah matematis
siswa masih rendah. Andriatna (2012) mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil
dialog dengan pengajar matematika dan pengalaman mengajar di sekolah
menunjukan bahwa siswa masih merasa kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal
rutin apalagi dalam kemampuan pemecahan masalah matematisnya. Kondisi ini
menguatkan hasil penelitian yang dilakukan oleh OECD PISA (Fitriani, 2010:3)
terhadap 7.355 siswa usia 15 tahun dari 290 SLTP/SMA/SMK se-Indonesia tahun
2003 menujukan bahwa 7.070 siswa hanya mampu menguasai matematika sebatas
satu masalah sederhana, mereka belum mampu menyelesaikan masalah kompleks
dan rumit.
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Amalia (2011) terhadap siswa kelas
X dan XI pada tiga sekolah menunjukan bahwa siswa kelas X dan XI masih
tergolong rendah kempuan pemecahan masalahnya. Hal ini ditunjukan dengan
masih jauhnya skor yang diperoleh siswa kelas X dan XI dari skor maksimum yang
diharapkan. Siswa kelas X dari tiga sekolah masing-masing hanya mampu
mencapai skor maksimum 35, 17, dan 20 dari skor maksimum yang diharpakan
yaitu 60. Sedangkan untuk kelas XI dari tiga sekolah masing-masing hanya mampu
mencapai skor maksimum 33, 31, dan 27 dari skor maksimum yang diharapkan
yaitu 50.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan mengenai kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa kelas VIII di SMP Negeri 1 Cimahi tahun ajaran
2014/2015 dengan terhadap 40 orang, diperoleh nilai rata-rata kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa sebesar 19 dari SMI 100 dengan KKM di
sekolah tersebut adalah 67. Dari 40 orang siswa hanya 3 orang yang memiliki skor
di atas 67. Sedangkan, sisanya berada di bawah skor 67. Dari analisis jawaban
kemampuan pemecahan masalah matematis diperoleh 31% untuk menyelesaikan
soal matematis tertutup dengan konteks di dalam matematis, 36% untuk
menyelesaikan soal matematis tertutup dengan konteks di luar matematis, 16%
3
Nurul Ayu Muliawati, 2015
dan 17% untuk menyelesaikan soal matematis terbuka dengan konteks di luar
matematis.
Kemampuan mengidentifikasi kesulitan yang dialami siswa dan
mengidentifikasi rendahnya hasil belajar siswa, haruslah dimiliki oleh seorang guru
terutama guru di sekolah menengah. Hal ini sesuai dengan pendapat Ruseffendi
(Amalia, 2011) yang menyatakan bahwa kemampuan-kemampuan yang harus
dimiliki guru matematika sekolah menengah diantaranya mendiagnosis kesulitan
siswa dalam belajar matematika, merencanakan pengajaran remedial,
melaksanakan pengajaran remedialnya, dan harus mampu mengevaluasi
keberhasilan siswa. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Denig (Amalia, 2011: 7)
bahwa setiap siswa datang pada kita dengan cara-cara mereka yang berbeda dalam
memecahkan tugas-tugas pembelajaran dan pemecahan masalah.
Pengalaman peneliti melakukan dialog dan observasi video cara mengajar
salah satu guru di SMA bahwa cara mengajar di kelas, guru masih aktif
menerangkan materi kepada siswa, kemudian memberikan contoh penyelesaian
suatu soal, memberikan soal-soal untuk siswa selesaikan, dan guru mengecek
apakah siswa menyelesaiakan tugas dengan baik. sehingga siswa memperoleh
pengetahuan hanya sebatas apa yang diterangkan oleh gurunya. Hal ini sesuai
dengan pendapat Prabawanto (Mansyur, 2014) yang menyatakan bahwa
memberikan siswa dengan fakta-fakta dan prosedur-prosedur ternyata tidak cukup
untuk menghasilkan siswa yang mampu dalam pemecahan masalah.
Dari masalah yang diungkapkan di atas, perlu adanya upaya untuk
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Salah satu hal
yang dapat dilakukan untuk dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa adalah dengan menggunakan pendekatan pembelajaran
matematika yang menuntut siswa untuk dapat menguasai materi tanpa harus
berpusat pada guru dalam pembelajarannya.
Kurikulum 2013 yang menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam
pembelajaran menggunakan pendekatan ilmiah sebagai katalisator utamanya atau
perangkat atau apa pun itu namanya. Pendekatan ilmiah (saintifik) diyakini sebagai
pengetahuan peserta didik dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi
kriteria ilmiah. Dalam konsep pendekatan saintifik yang disampaikan oleh
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, dipaparkan minimal ada 7(tujuh) kriteria
dalam pendekatan saintifik. Ketujuh kriteria tersebut adalah sebagai berikut :
1. Adanya materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat
dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu ; bukan sebatas kira – kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.
2. Adanya materi pembelajaran berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris
yang dapat dipertanggungjawabkan.
3. Adanya penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru – siswa terbebas dari prasangka yang serta – merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
4. Adanya dorongan siswa berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam
mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan
materi pembelajaran.
5. Adanya dorongan siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat
perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran.
6. Adanya dorongan siswa dalam memahami, menerapkan, dan
mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon
materi pembelajaran.
7. Adanya tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, tetapi
menarik sistem penyajiannya.
Proses pembelajaran saintifik merupakan perpaduan antara proses
pembelajaran yang semula terfokus pada eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi
dilengkapi dengan mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan
mengkomunikasikan (Kemendikbud, 2013). Proses pembelajaran saintifik tebagi
beberapa bagian salah satu nya ialah pendekatan problem based learning.
Pendekatan problem based learning merupakan pembelajaran berbasis masalah
dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir
kritis dan keterampilan pemecahan masalah (Putra, 2013:66). Namun, tujuan dari
5
Nurul Ayu Muliawati, 2015
learning yaitu membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan
pemecahan masalah dengan cara memberikan masalah dan tugas yang akan
dihadapi dalam memecahkan masalah tersebut serta berfokus pada penyajian suatu
permasalahan terhadap siswa, kemudian ia diminta mencari pemecahan masalah
melalui serangkaian penelitian (Putra, 2013). Pendekatan problem based learning
merupakan upaya yang dapat dilakukan dalam pembelajaran.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis bermaksud melakukan penelitian
dengan judul “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis melalui Pendekatan Problem Based Learning”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka masalah dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang
memperoleh pembelajaran dengan pendekatan Problem Based Learning lebih
baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan
konvensional ?
2. Bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematis siswa setelah
memperoleh pembelajaran dengan pendekatan Problem Based Learning
ditinjau dari KKM di sekolah ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka
penelitian yang dilakukan bertujuan untuk:
1. Mengetahui apakah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang
memperoleh pembelajaran dengan pendekatan problem based learning lebih
baik dibandingkan siswa dengan pendekatan konvensional.
2. Mengetahui bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematis siswa
yang menggunakan pendekatan problem based learning ditinjau dari KKM
D. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya
pemahaman tentang pengaruh pendekatan pembelajaran problem based learning
dalam kemampuan pemecahan masalah.
b. Manfaat Praktis
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah
1) Bagi guru, pendekatan pembelajaran problem Based learning dapat
dijadikan alternatif dalam pembelajaran untuk meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.
2) Bagi siswa, pembelajaran matematika dengan pendekatan pembelajaran
problem Based learning dapat memotivasi sehingga diharapkan siswa
akan lebih aktif lagi dalam memecahkan permasalahan matematika
lainnya.
3) Bagi sekolah, untuk memberikan masukan dalam proses pengembangan
pembelajaran matematika dan dapat mengetahui peningkatan pemecahan
masalah yang ditinjau dari KKM disekolah.
E. Struktur Organisasi Skripsi
Struktur organisasi berisi rincian tentang urutan penulisan daari setiap babdan
bagian dari bab skripsi, mulai dari bab satu sampai dengan bab 5.
Bab I berisi uraian tentang pendahuluan dan merupakan bagian awal dari skripsi
yang terdiri dari :
A. Latar Belakang Penelitian
B. Rumusan Masalah Penelitian
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Peneltitian
E. Struktur Organisasi Skripsi
7
Nurul Ayu Muliawati, 2015
Bab II berisi uraian tentang kajian pustaka, kerangka pemikiran, dan hipotesis
penelitian. Kajian pustaka berfungsi sebagaia landasan teoritis dalam menyususn
pertanyaan penelitian, kerangka pemikiran, dan hipotesis penelitian. Bab II terdiri
dari :
A. Kemampuan Pemecahan Masalah
B. Pendekatan Problem Based Learning
C. Pendekatan Konvensional
D. Hubungan antara Pendekatan Problem Based Learning dengan
Kemampuan Pemecahan Masalah
E. Penelitian yang Relevan
F. Hipotesis Penelitian
Bab III berisi penjabaran yang rinci mengenai metode penelitian, termasuk
beberapa komponen lainnya. Bab III terdiri dari :
A. Metode dan Desain Penelitian
B. Populasi dan Sampel Penelitian
C. Pengembangan Instrumen
D. Prosedur Penelitian
E. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
a. Teknik Analisis Data Berkaitan dengan Peningkatan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis Siswa yang Menggunakan Pendekatan
Problem Based Learning dan Pendekatan Konvensional
b. Teknik Analisis Data Berkaitan dengan Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematis Siswa ditinjau dari KKM di sekolah
Bab IV Menyampaikan dua hal utama yaitu, pertama mengenai temuan
penelitian berdasarka hasil pengolahan data dan analisis data. Kedua pembahasan
temuan penelitian untuk menjawab pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan
sebelumnya. Bab IV terdiri dari :
A. Hasil Penelitian
B. Pembahasan Hasil Penelitian
Bab V berisi simpulan dan rekomendasi atau saran, yang menyajikan penafsiran
mengajukan hal-hal penting yang dapat dimanfaatkan dari hasil penelitian. Bab V
terdiri dari :
A. Kesimpulan
B. Saran
F. Definisi Operasional
Agar terdapat kesamaan persepsi istilah-istilah yang digunakan dalam makalah
ini, maka istilah-istilah tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1. Kemampuan pemecahan masalah (Problem Solving) adalah kemampuan siswa
dalam menyelesaikan berbagai masalah matematis tidak rutin dengan
menggunakan strategi yang tepat, indikator kemampuan pemecahan masalah
matematis yang digunakan dalam penelitian ini adalah indikator yang
diungkapkan oleh Prabawanto (Mansyur,2014:16) yaitu:
a. Menyelesaikan masalah matematis tertutup dengan konteks di dalam
matematika.
b. Menyelesaikan masalah matematis tertutup dengan konteks di luar
matematika.
c. Menyelesaikan masalah matematis terbuka dengan konteks di dalam
matematika.
d. Menyelesaikan masalah matematis terbuka dengan konteks di luar
matematika.
2. Pendekatan Problem Based learning adalah pembelajaran yang melibatkan
pemberian masalah oleh guru kepada siswa baik di awal pembelajaran
(apresepsi), selama kegiatan pembelajaran, hingga kegiatan akhir pembelajaran
3. Pembelajaran Konvensional adalah pembelajaran yang umum dilakukan di
lapangan yang merupakan pembelajaran biasa. Pembelajaran ini berpusat pada
guru, guru berperan sebagai pusat pengetahuan dan siswa sebagai penerima
informasi. Pembelajaran ini ditandai dengan guru menyampaikan materi,
memberikan contoh penyelesaian suatu soal, memberikan soal-soal untuk siswa
Nurul Ayu Muliawati, 2015
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode dan Desain Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah peningkatan kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa dengan pendekatan pembelajaran Problem
Based Learning lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran
konvensional, sehingga penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen yaitu
penelitian yang dilakukan melihat hubungan sebab akibat. Perlakuan yang kita
lakukan terhadap variabel bebas, hasilnya akan terlihat pada variabel terikatnya.
Dalam penelitian ini, variabel bebasnya adalah pendekatan pembelajaran Problem
Based Learning dan variabel terikatnya adalah kemampuan pemecahan masalah
matematis.
Desain penelitian ini adalah desain non-equivalent control. Kelompok
eksperimen diberikan perlakuan pembelajaran matematika dengan pendekatan
problem based learning dan kelompok kontrol diberikan pembelajaran secara
konvensional. Sebelum diberikan perlakuan, kedua kelompok ini diberikan pretes
untuk mengetahui kemampuan awal siswa. Kemudian, setelah diberikan perlakuan
kedua kelompok diberikan posttest. Soal yang diberikan untuk pretes dan posttest
merupakan soal yang serupa. Adapun desain penelitiannya adalah
O X O
---
O O
Keterangan:
O : Pretes dan posttest berupa tes kemampuan pemecahan masalah matematis
X : Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan
problem based learning
----: Pegambilan sampel tidak secara acak
(Ruseffendi, 2005:53)
Desain ini tidak berbeda dengan desain kelompok kontrol pretes-posttest.
Perbedaaannya terletak pada pengelompokkan subjek yang tidak secara acak.
intitusi pendidikan tidak mungkin mengizinkan apabila kelasya di kelompokkan
lagi secara acak.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII disalah satu SMP
NEGERI di Cimahi. Populasi ini dipilih dengan berbagai pertimbangan, salah
satunya adalah karena siswa kelas VIII sudah bisa berpikir abstrak, sehingga
kemampuan pemecahan masalah siswa berpotensi untuk ditingkatkan. Peneliti
tidak dapat membuat kelas baru, maka peneliti menggunakan kelas yang sudah
terbentuk yang ada di sekolah tersebut. Setelah berdiskusi dengan pihak sekolah
terpilih kelas 8.J sebagai kelas eksperimen yang mendapat pembelajaran
matematika dengan pendekatan problem based learning dan kelas 8.L sebagai kelas
kontrol yang mendapat pembelajaran matematika dengan metode konvensional.
C. Pengembangan Instrumen
Dalam penelitian ini, instrumen yang akan dikembangkan berupa instrumen
pembelajaran yang terdiri dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan
Lembar Kegiatan Siswa (LKS) serta instrumen penelitian hanya terdiri dari
intstrumen tes.
a. Instrumen Pembelajaran
1) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana kegiatan
pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP
dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran
peserta didik dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar (KD) (Kemendikbud,
2013). Dalam penelitian ini, RPP untuk kelas kontrol disesuaikan dengan
langkah-langkah pembelajaran konvensional. Sedangkan RPP untuk kelas
eksperimen disesuaikan dengan langkah-langkah pembelajaran dengan
pendekatan problem based learning.
24
Nurul Ayu Muliawati, 2015
LKS merupakan suatu bahan ajar cetak berupa lembar-lembar kertas yang
berisi materi, ringkasan, dan petunjuk-petunjuk pelaksanaan tugas
pembelajaran yang harus dikerjakan oleh siswa, yang mengacu pada
kompetensi dasar yang harus dicapai (Prastowo dalam Maya, 2012: 35).
Dalam penelitian ini, pada kelas eksperimen LKS disusun menyesuaikan
dengan langkah-langkah pendekatan problem based learning dan indikator
kemampuan pemecahan masalahi matematis, sedangkan kelas kontrol tidak
menggunakan LKS tetapi hanya menggunakan buku sumber.
b. Instrumen Penelitian
Instrumen tes adalah suatu alat pengumpulan data untuk mengevaluasi
kemampuan kognitif, afektif, dan psikmotor siswa. Instrumen tes berupa tes
kemampuan pemecahan masalah matematis. Dalam penelitian ini akan
dilaksanakan dua kali tes, yaitu pretes untuk mengetahui kemampuan awal siswa
dalam memahami konsep suatu materi matematika yang dipelajarinya sebelum
mendapatkan perlakuan dan posttest untuk mengetahui sejauh mana variabel
bebas berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa setelah mendapatkan perlakuan. Serta untuk melihat peningkatan
pemecahan masalah matematis apabila ditinjau dari KKM disekolah. Soal pretes
dan posttest ini merupakan soal yang sama, ini bertujuan agar terlihat ada atau
tidaknya peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa setelah
penelitian.
Jenis tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes tertulis dengan
bentuk uraian. Tes uraian dipilih karena dengan tes uraian akan terlihat sejauh
mana siswa dapat mencapai setiap indikator kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa. Menurut Suherman (2003:77) penyajian soal tipe subjektif
dalam bentuk uraian ini mempunyai beberapa kelebihan, yaitu: 1) pembuatan soal
bentuk uraian relatif lebih mudah dan bisa dibuat dalam kurun waktu yang tidak
terlalu lama, 2) hasil evaluasi lebih dapat mencerminkan kemampuan siswa
sebenarnya, dan 3) proses pengerjaan tes akan menimbulkan kreativitas dan
aktivitas positif siswa, karena tes tersebut menuntut siswa agar berpikir secara
sistematik, menyampaikan pendapat dan argumentasi, mengaitkan fakta-fakta
Adapun pemberian skor tes kemampuan pemecahan masalah matematis
diadaptasi dari (Charles, 1994) disajikan di dalam Tabel 3.1 berikut.
Tabel 3.1
Kriteria Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Respon Siswa Skor
Tidak ada penyelesaian dan tidak menunjukkan pemahaman
terhadap masalah 0
jawaban salah atau tidak ada penyelesaian tetapi
menunjukkan pemahaman terhadap masalah 2
jawaban salah atau tidak selesai, sebagian dari proses
penyelesaian menunjukan kearah benar 4
jawaban benar, proses penyelasaian tidak relevan 6
Jawaban benar, proses penyelesaian relevan, tetapi kurang
jelas. 8
Jawaban Benar, Proses penyelesaian relevan, dan jelas 10
Sebelum digunakan dalam penelitian, instrumen tes tersebut
dikonsultasikan kepada dosen pembimbing, lalu dilakukan uji keterbacaan atau
validasi muka kepada 4 orang yang sudah mempelajari materi yang akan
diujicobakan dan 2 siswa diluar sampel yang belum pernah mempelajari materi
yang akan diujicobakan hal ini bertujuan agar tidak ada salah presepsi terhadap
instrumen tes yang akan diujicobakan tersebut. Setelah setuju dan tidak ada salah
presepsi terhadap instrumen tes tersebut, instrumen tes diujicobakan pada siswa
di luar sampel penelitian yang pernah mempelajari materi yang akan diujikan.
Pengujian instrumen tes tersebut bertujuan untuk mengetahui kualitas dan
kelayakan instrumen tes. Perhitungan ini dilakukan menggunakan bantuan
Software SPSS 20 untuk validitas butir soal dan reliabilitas tes dan Software
Microsoft Excel 2013 untuk daya pembeda dan indeks kesukaran butir soal.
26
Nurul Ayu Muliawati, 2015
Suatu Alat Evaluasi disebut valid (sah) apabila alat tersebut mampu
mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi (Suherman, 2003:102). Untuk
menentukan
tingkat
(kriteria) validitas instrumen ini, akan digunakan koefisien korelasi. Koefisien
korelasi yang akan dihitung ini menggunakan rumus korelasi produk-moment dari
Pearson, adapun rumusnya adalah
Keterangan :
x y
r : koefisien korelasi antara X dan Y
N : banyaknya peserta tes
X : jumlah skor tiap butir soal
Y : skor total
Selanjutnya hasil r hitung dibandingkan dengan r tabel pada � = 0,01. Jika r
hitung > r tabel maka ada korelasi yang signifikan atau valid. Sebaliknya, jika r hitung <
r tabel maka tidak ada korelasi yang signifikan atau tidak valid (Sujarweni, 2007).
Adapun hasil uji validitas terhadap instrumen tes pemecahan masalah matematis
yang diujikan dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan bantuan Software
SPSS 20 disajikan di dalam tabel 3.2 berikut :
Tabel 3.2
Hasil Validitas Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah
Nomor Soal Koefisien korelasi
klasifikasi tingkat validitas instrumen menggunakan kriteria menurut Guilford
(Suherman, 2003). Adapun klasifikasi validitas disajikan pada table 3.3 berikut.
Tabel 3.3
Kriteria Validitas Instrumen
, � ≤ � < , � Tinggi
Berdasarkan Tabel 3.2 dan Tabel 3.3, diperoleh klasifikasi dengan kriteria validitas terhadap instrumen tes pemecahan masalah matematis di sajikan didalam tabel 3.4 berikut :
Tabel 3.4
Hasil Kriteria Validitas Instrumen
Nomor Soal Koefisien korelasi Kriteria
1 0,725 Validitas Tinggi
2 0,710 Validitas Tinggi
3 0,753 Validitas Tinggi
4 0,725 Validitas Tinggi
Dari hasil uji validitas, ternyata semua butir soal instrumen tes valid dengan
kriteria validitas yang tinggi. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada
lampiran C.2 (halaman 145).
2) Reliabilitas Tes
Reliabilitas suatu alat ukur atau alat evaluasi bertujuan sebagai suatu alat yang
memberikan hasil yang tetap sama (konsisten) meskipun dilakukan oleh orang
yang berbeda, waktu yang berbeda, dan tempat yang berbeda pula namun
diberikan pada subyek yang sama (Suherman, 2003:131). Alat ukur yang
reliabilitasnya tinggi disebut alat ukur yang reliabel. Untuk mengukur reliabilitas
instrumen tersebut, dapat digunakan nilai koefisien reliabilitas yang dihitung
dengan menggunakan rumus Alpha sebagai berikut:
r11 : koefisien reliabilitas alat evaluasi n : Banyaknya butir soal
2 i
28
Nurul Ayu Muliawati, 2015
2 t
s
: Varians skor total
Selanjutnya nilai alpa dibandingkan dengan r tabel. Jika nilai Cronbach’s
Alpha > rt elmaka reliabel. Sebaliknya jika Cronbach’s Alpha < rt el maka
tidak reliabel (Sujarweni, 2007). Berdasarkan hasil reliabilitas terhadap instrumen
tes pemecahan masalah matematis yang diujikan dalam penelitian ini diolah
dengan menggunakan bantuan Software SPSS 20 diperoleh koefisien reliabilitas
Cronbach’s Alpha untuk keseluruhan soal disajikan di dalam tabel 3.5 berikut.
Tabel 3.5
Hasil Analisis Koefisien Reliabilitas Instrumen
Koefisien Reliabilitas �� �� Interpretasi
0,746 0,345 Reliabilitas
Berdasarkan tabel 3.5 di atas diperoleh koefisien reliabilitas = 0,746, maka � �� � ℎ� > � ��di keseluruhan butir soal reliabel.
Tolak ukur untuk mengklasifikasi derajat reliabilitas alat evaluasi dapat
digunakan klasifikasi yang dibuat oleh J.P. Guilford (Suherman, 2003) sebagai
berikut :
Tabel 3.6
Kriteria Reliabilitas Instrumen
Koefisien relibilitas (� ) Kriteria
� ≤ , Sangat rendah
Berdasarkan Tabel 3.5 dan Tabel 3.6, diperoleh klasifikasi dengan kriteria
reliabilitas terhadap instrumen tes pemecahan masalah matematis adalah
reliabilitas tinggi. Dengan demikian intrumen tes pemecahan masalah matematis
konsisten meskipun dilakukan oleh orang yang berbeda, waktu yang berbeda dan
tempat yang berbeda. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran
C.3 (halaman 146).
3) Daya Pembeda
Daya pembeda (DP) dari sebuah butir soal menyatakan seberapa jauh
kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara tesi yang mengetahui
jawabannya dengan benar dengan tesi yang tidak dapat menjawab soal tersebut
(atau tesi yang menjawab salah). Dengan kata lain, daya pembeda sebuah butir
soal adalah kemampuan butir soal itu untuk membedakan antara tesi (siswa) yang
pandai atau berkemampuan tinggi dengan siswa yang kurang pandai (Suherman,
2003:159).
Proses penghitungan daya pembeda untuk kelompok atas dan kelompok
bawah, biasanya dilihat dari banyaknya subjek. Kelompok subjek dikatakan kecil
jika ≤ 30 dan untuk kelompok subjek yang dikatakan besar jika > 30.
Untuk jumlah subjek yang dikatakan kelompok besar dapat diambil sampel
sebesar 27% dari kelompok siswa kelas atas dan 27% kelompok siswa kelas
bawah. Banyak siswa yang mengikuti tes uji coba adalah 45 siswa, sehingga untuk
menentukan daya pembeda yang menggunakan teknik kelompok atas dan bawah
diambil sampel 27% dari kelompok atas dan 27% dari kelompok bawah, yaitu
masing-masing 12 orang siswa. Rumus menentukan daya pembeda soal uraian
(Suherman, 2003) sebagai berikut:
SMI
Setelah diperoleh hasil perhitungan daya pembeda setiap butir soal,
elanjutnya hasil perhitungan itu diinterpretasi dengan kriteria disajikan di dalam
30
Nurul Ayu Muliawati, 2015
Tabel 3.7
Kriteria Daya Pembeda Instrumen
(Sumber: Suherman, 2003)
Adapun hasil uji daya pembeda terhadap instrumen tes pemecahan masalah
matematis yang diujikan dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan bantuan
Software Microsoft Excel 2013 adalah sebagai berikut:
Tabel 3.8
Hasil Analisis Daya Pembeda Butir Soal
Nomor Soal Daya Pembeda Kriteria
1 0,37 Cukup
2 0,33 Cukup
3 0,37 Cukup
4 0,33 Cukup
Berdasarkan daya pembeda yang diperoleh, semua butir soal mampu
membedakan siswa yang bisa dan belum bisa. Hasil perhitungan selengkapnya
dapat dilihat pada lampiran C.4 (halaman 147).
4) Indeks Kesukaran
Indeks kesukaran suatu butir soal adalah suatu parameter yang dapat
mengidentifikasikan sebuah butir soal dikatakan mudah atau sukar untuk diujikan
kepada siswa. Suatu soal dikatakan baik apabila soal tersebut tidak terlalu mudah
dan tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah kurang membuat siswa merasa
tertantang dalam menyelesaikan soal tersebut sedangkan soal yang terlalu sukar
membuat siswa menjadi putus asa dan malas untuk menyelesaikan persoalan yang
diberikan.
Daya pembeda (DP) Kriteria
�� = , Sangat jelek
, ≤ �� < , Jelek
, ≤ �� < , Cukup
, ≤ �� < , � Baik
Untuk mengetahui tingkat atau indeks kesukaran setiap butir soal,
digunakan rumus sebagai berikut:
SM I X IK
Keterangan:
IK : Tingkat/indeks kesukaran
X
: Rata-rata skor setiap butir soalSMI : Skor maksimum ideal
Indeks kesukaran yang diperoleh dari hasil perhitungan dengan
menggunakan rumus di atas, selanjutnya diinterpretasikan dengan menggunakan
kriteria sebagai berikut Suherman (2003: 170).
Tabel 3.9
Kriteria Indeks Kesukaran Instrumen
Indeks kesukaran (IK) Kriteria
IK = 0,00 Soal terlalu sukar , < �� ≤ , Soal sukar , < �� ≤ , � Soal sedang , � < �� < , Soal mudah
�� = , Soal terlalu mudah (Sumber: Suherman, 2003)
Adapun hasil uji indeks kesukaran terhadap instrumen tes pemecahan
masalah matematis yang diujikan dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan
bantuan Software Microsoft Excel 2013 adalah sebagai berikut:
Tabel 3.10
Hasil Analisis Indeks Kesukaran Butir Soal
Nomor Soal Indeks Kesukaran Kriteria
1.a 0,64 Sedang
2.a 0,66 Sedang
3.a 0,30 Sukar
32
Nurul Ayu Muliawati, 2015
Berdasarkan tabel 3.10, terdapat tiga soal yang memiliki tingkat kesukaran
sedang dan satu soal yang memiliki tingkat kesukaran sukar. Hasil perhitungan
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.5 (halaman 148).
Berdasarkan analisis validitas, reliabilitas, daya pembeda dan indeks
kesukaran yang telah dilakukan, instrumen tes berupa soal kemampuan pemecahan
masalah matematis termasuk pada kriteria yang baik, sehingga soal ini akan
digunakan oleh peneliti sebagai soal instrumen tes kemampuan pemecahan masalah
matematis pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Adapun rekapitulasi hasil uji
Tabel 3.11
Rekapitulasi Instrumen Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
No.
pretasi Nilai Kriteria Nilai Kriteria
1. 0,725 0,000 Valid
Secara garis besar, prosedur penelitian ini dilakukan dengan tahap-tahap
sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
a. Melakukan studi pendahuluan
b. Mengidentifikasi masalah dan kajian pustaka
c. Membuat proposal penelitian
d. Menentukan materi ajar
e. Menyusun instrumen penelitian
f. Pengujian instrumen penelitian
g. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa
(LKS), dan lembar observasi
h. Perizinan untuk penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Pemilihan sampel penelitian sebanyak dua kelas, yang disesuaikan dengan
materi penelitian dan waktu pelaksaan penelitian
b. Pelaksanaan pretest kemampuan pemecahan masalah matematis untuk
kedua kelas
c. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan mengimplementasikan
pendekatan problem based learning untuk kelas eksperimen dan
pembelajaran konvensional untuk kelas kontrol
34
Nurul Ayu Muliawati, 2015
3. Tahap Pengumpulan dan Analisis Data
a. Mengumpulkan hasil data kuantitatif dan kualitatif
b. Mengolah dan menganalisis data kuantitatif berupa hasil pretest dan hasil
posttest
c. Mengolah dan menganalisis data kualitatif berupa lembar observasi.
4. Tahap Pembuatan Kesimpulan
Membuat kesimpulan dari data yang diperoleh, yaitu mengenai
Alur metodologi penelitian yang dilakukan disajikan pada gambar 3.1 berikut.
Gambar 3.1 Studi Kepustakaan
Penyusunan Proposal
Seminar Proposal dan
Penyusunan Instrumen dan Bahan Ajar
Uji Instrumen
Revisi Instrumen
Pretes
Kelas Kontrol: Pendekatan Konvensional Kelas Eksperimen:
Pendekatan Problem Based
Learning
Posttest
Pengumpulan Data
Analisis Data Pengolahan Data
36
Nurul Ayu Muliawati, 2015
E. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data kuantitatif yang berasal
dari tes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Semua analisis datanya
menggunakan bantuan Program SPSS Versi 20. Untuk menjawab rumusan masalah
dan hipotesis yang diajukan, yang meliputi bagaimana kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa setelah memperoleh pembelajaran dengan pendekatan
Problem Based Learning ditinjau dari KKM di sekolah dan apakah peningkatan
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran
dengan pendekatan Problem Based Learning lebih baik dari pada siswa yang
memperoleh pembelajaran dengan pendekatan konvensional.
a. Teknik Analisis Data Berkaitan dengan Peningkatan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis Siswa yang Menggunakan Pendekatan
Problem Based Learning dan Pendekatan Konvensional
Untuk menganalisis data apakah peningkatan kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa kelas eksperimen lebih baik dari pada kelas kontrol
dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Data Pretes
1.1Uji Normalitas Distribusi Data Kelas Eksperimen
Perumusan hipotesisnya adalah:
H0 : Kemampuan pemecahan masalah matematis awal siswa pada pendekatan problem based learning berasal dari populasi berdistribusi
normal.
H1 : Kemampuan pemecahan masalah matematis awal siswa pada pendekatan problem based learning berasal dari populasi berdistribusi
tidak normal.
Kriteria Pengujian:
Jika nilai signifikansi (Sig.) ≥ α, maka H0 diterima.
38
Nurul Ayu Muliawati, 2015
1.2Uji Normalitas Distribusi Data Kelas Kontrol
Perumusan hipotesisnya adalah:
H0 : Kemampuan pemecahan masalah matematis awal siswa pada pendekatan Konsvensional berasal dari populasi berdistribusi normal.
H1 : Kemampuan pemecahan masalah matematis awal siswa pada pendekatan Konsvensional berasal dari populasi berdistribusi tidak
normal.
Kriteria Pengujian:
Jika nilai signifikansi (Sig.) ≥ α, maka H0 diterima.
Jika nilai signifikansi (Sig.) < α, maka H0 ditolak.
Pengujian normalitas dilakukan dengan menggunakan uji statistik Saphiro-Walk.
Jika hasil pengujian menunjukkan kemampuan pemecahan masalah
matematis awal siswa pada pendekatan problem based learning dan pendekatan
Konsvensional berasal dari populasi berdis- tribusi normal, maka analisis datanya
dilanjutkan dengan pengujian homogenitas varians. Jika hasil pengujian
menunjukkan kemampuan pemecahan masalah matematis awal siswa pada
pendekatan problem based learning atau pendekatan Konsvensional atau kedua
pendekatan tersebut berasal dari populasi berdistribusi tidak normal, maka analisis
datanya dilanjutkan pengujian kesamaan dua rata-rata uji satu pihak secara
nonparametrik dengan uji Mann-Whitney. Jika dilakukan uji Mann-Whitney
maka yang dibandingkan adalah median. Karena median merupakan satuan
statistik pusat.
1.3Uji Homogenitas Varians
Perumusan hipotesisnya adalah:
H0 : Kemampuan pemecahan masalah matematis awal siswa pada pendekatan problem based learning dan pendekatan Konsvensional
mempunyai varians yang sama.
H1 : Kemampuan pemecahan masalah matematis awal siswa pada pendekatan problem based learning dan pendekatan Konsvensional
Kriteria Pengujian:
Jika nilai signifikansi (Sig.) ≥ α, maka H0 diterima.
Jika nilai signifikansi (Sig.) < α, maka H0 ditolak.
Pengujian homogenitas varians dilakukan dengan menggunakan uji statistik
Levene’s-Tes.
1.4Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Satu Pihak Kelas Eksperimen dan Kontrol
Perumusan hipotesisnya adalah:
H0 : Tidak terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis awal siswa antara pendekatan problem based learning dan pendekatan
Konsvensional.
H1 : Terdapat Perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis awal siswa antara pendekatan problem based learning dan pendekatan
Konvensional.
Kriteria Pengujian:
Jika nilai signifikansi (Sig.) ≥ α, maka H0 diterima.
Jika nilai signifikansi (Sig.) < α, maka H0 ditolak.
Jika kedua kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan homogen
maka, untuk pengujian hipotesis dilakukan uji t. Sedangkan Jika kedua kelas
berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan tidak homogen maka, untuk
pengujian hipotesis dilakukan uji ′ .
2. Data Posttest
2.1Uji Normalitas Distribusi Data Kelas Eksperimen
Perumusan hipotesisnya adalah:
H0 : Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada pendekatan
problem based learning berasal dari populasi berdistribusi normal.
H1 : Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada pendekatan
problem based learning berasal dari populasi berdistribusi tidak normal.
Kriteria Pengujian:
40
Nurul Ayu Muliawati, 2015
2.2Uji Normalitas Distribusi Data Kelas Kontrol
Perumusan hipotesisnya adalah:
H0 : Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada pendekatan Konsvensional berasal dari populasi berdistribusi normal.
H1 : Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada pendekatan Konsvensional berasal dari populasi berdistribusi tidak normal.
Kriteria Pengujian:
Jika nilai signifikansi (Sig.) ≥ α, maka H0 diterima.
Jika nilai signifikansi (Sig.) < α, maka H0 ditolak.
Pengujian normalitas dilakukan dengan menggunakan uji statistik Saphiro-Walk.
Jika hasil pengujian menunjukkan kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa pada pendekatan problem based learning dan pendekatan
Konsvensional berasal dari populasi berdistribusi normal, maka analisis datanya
dilanjutkan dengan pengujian homogenitas varians. Jika hasil pengujian
menunjukkan kemampuan pemecahan masalah matematis awal siswa pada
pendekatan problem based learning atau pendekatan konsvensional atau kedua
pendekatan tersebut berasal dari populasi berdistribusi tidak normal, maka analisis
datanya dilanjutkan pengujian kesamaan dua rata-rata secara nonparametrik
dengan uji Mann-Whitney. Jika dilakukan uji Mann-Whitney maka yang
dibandingkan adalah median. Karena median merupakan satuan statistik pusat.
2.3Uji Homogenitas Varians
Perumusan hipotesisnya adalah:
H0 : Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada pendekatan
problem based learning dan pendekatan Konsvensional mempunyai varians
yang sama.
H1 : Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada pendekatan
problem based learning dan pendekatan Konsvensional mempunyai varians
yang berbeda.
Kriteria Pengujian:
42
Nurul Ayu Muliawati, 2015
Jika nilai signifikansi (Sig.) < α, maka H0 ditolak.
Pengujian homogenitas varians dilakukan dengan menggunakan uji statistik
Levene’s-Tes.
2.4Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Satu Pihak Kelas Eksperimen dan Kontrol
Perumusan hipotesisnya adalah:
H0 : Tidak terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa antara pendekatan problem based learning dan pendekatan
Konsvensional.
H1 : Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa antara pendekatan
problem based learning lebih baik dari pada pendekatan Konsvensional.
Kriteria Pengujian:
Jika nilai signifikansi (Sig.) ≥ α, maka H0 diterima.
Jika nilai signifikansi (Sig.) < α, maka H0 ditolak.
Jika kedua kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan homogen
maka, untuk pengujian hipotesis dilakukan uji t. Sedangkan Jika kedua kelas
berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan tidak homogen maka, untuk
pengujian hipotesis dilakukan uji ′ .
Jika hasil pretest menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara siswa
pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, maka untuk mengetahui peningkatan
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dapat menggunakan data hasil
postest, gain atau gain ternormalisasi. Akan tetapi jika pada hasil pretest
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan Pemecahan masalah
matematis awal siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol maka
peningkatan kemampuan pemecahan maslah matematis siswa dapat diketahui
melalui data gain.
3. Analisis Data Indeks Gain
Analisis data gain dilakukan untuk mengetahui peningkatan kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa. Adapun indeks gain dihitung dengan rumus
menurut Hake (1999) sebagai berikut:
Tabel 3.12
Kriteria klasifikasi indeks gain disajikan dalam tabel berikut.
Indeks gain Kriteria
� > 0,70 Tinggi
0,30 < � ≤ 0,70 Sedang � ≤ 0,30 Rendah 3.1Uji Normalitas Distribusi Indeks Gain Kelas Eksperimen
Perumusan hipotesisnya adalah:
H0 : Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada pendekatan problem based learning berasal dari populasi berdistribusi
normal.
H1 : Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada pendekatan problem based learning berasal dari populasi berdistribusi
tidak normal.
Kriteria Pengujian:
Jika nilai signifikansi (Sig.) ≥ α, maka H0 diterima.
Jika nilai signifikansi (Sig.) < α, maka H0 ditolak.
3.2Uji Normalitas Distribusi Indeks Gain Kelas Kontrol
Perumusan hipotesisnya adalah:
H0 : Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada pendekatan konvensional berasal dari populasi berdistribusi normal.
H1 : Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada pendekatan konvensional berasal dari populasi berdistribusi tidak normal.
Kriteria Pengujian:
Jika nilai signifikansi (Sig.) ≥ α, maka H0 diterima.
Jika nilai signifikansi (Sig.) < α, maka H0 ditolak.
Pengujian normalitas dilakukan dengan menggunakan uji statistik Saphiro-Walk.
Jika hasil pengujian menunjukkan peningkatan kemampuan pemecahan
44
Nurul Ayu Muliawati, 2015
pendekatan konvensional berasal dari populasi berdistribusi normal, maka analisis
datanya dilanjutkan dengan pengujian homogenitas varians. Jika hasil pengujian
menunjukkan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis awal
siswa pada pendekatan problem based learning atau pendekatan konvensional
atau kedua pendekatan tsb berasal dari populasi berdistribusi tidak normal, maka
analisis datanya dilanjutkan pengujian kesamaan dua rata-rata secara
nonparametrik dengan uji Mann-Whitney.
3.3Uji Homogenitas Varians
Perumusan hipotesisnya adalah:
H0 : Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada pendekatan problem based learning dan pendekatan
Konvensional mempunyai varians yang sama.
H1 : Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada pendekatan problem based learning dan pendekatan
Konvensional mempunyai varians yang berbeda.
Kriteria Pengujian:
Jika nilai signifikansi (Sig.) ≥ α, maka H0 diterima.
Jika nilai signifikansi (Sig.) < α, maka H0 ditolak.
Pengujian homogenitas varians dilakukan dengan menggunakan uji statistik
Levene’s-Tes.
3.4Uji Indeks Gain Kelas Eksperimen dan Kontrol
Perumusan hipotesisnya adalah:
H0 : Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa antara pendekatan problem based learning dan
pendekatan Konsvensional.
H1 : Peningkatan Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa antara pendekatan problem based learning lebih baik dari pada
menggunakan pendekatan Konsvensional.
Kriteria Pengujian:
Jika nilai signifikansi (Sig.) ≥ α, maka H0 diterima.
Jika kedua kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan
homogen maka, untuk pengujian hipotesis dilakukan uji t. Sedangkan Jika
kedua kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan tidak
homogen maka, untuk pengujian hipotesis dilakukan uji ′ .
b. Teknik Analisis Data Berkaitan dengan Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematis Siswa ditinjau dari KKM di sekolah
Untuk menganalisis data bagaimana kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa setelah memperoleh pembelajaran dengan pendekatan Problem
Based Learning ditinjau dari KKM di sekolah dilakukan langkah-langkah seperti
berikut :
1. Uji Normalitas
Perumusan hipotesisnya adalah:
H0 : Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada pendekatan
problem based learning berasal dari populasi berdistribusi normal.
H1 : Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada pendekatan
problem based learning berasal dari populasi berdistribusi tidak normal.
Kriteria Pengujian:
Jika nilai signifikansi (Sig.) ≥ α, maka H0 diterima.
Jika nilai signifikansi (Sig.) < α, maka H0 ditolak.
Pengujian normalitas dilakukan dengan menggunakan uji statistik
Saphiro-Walk.
2. Uji Satu Rata – rata dengan Uji Satu Pihak
Perumusan hipotesisnya adalah:
H0 : Tidak terdapat perbedaan skor kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pendekatan problem based learning dengan skor
KKM di sekolah.
H1 : Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa lebih tinggi daripada KKM di sekolah.
Kriteria Pengujian:
46
Nurul Ayu Muliawati, 2015
Jika nilai signifikansi (Sig.) < α, maka H0 ditolak.
Jika hasil pengujian menunjukkan berasal dari populasi berdistribusi tidak normal,
maka analisis datanya dilanjutkan pengujian kesamaan satu rata-rata secara
nonparametrik dengan uji Runs Test.
Kaidah Uji Satu Pihak Dari Mean-mean dua Sampel
Nurul Ayu Muliawati, 2015
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan pada Bab
sebelumnya, terdapat beberapa hal yang penulis simpulkan, yaitu:
1. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang
mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan problem based learning lebih
baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional.
2. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh
pembelajaran dengan pendekatan problem based learning lebih tinggi daripada
KKM di sekolah.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang ingin penulis
sampaikan, yaitu:
1. Penerapan pendekatan problem based learning membutuhkan alokasi waktu
yang cukup lama. Hal ini menemui hambatan dengan terbatasnya waktu jam
pelajaran yang ada, sehingga terkadang guru tergesa-gesa memberikan
bantuan. Maka dari itu perlu pengoptimalan waktu secara efisien.
2. Penelitian ini mengahsilkan fakta bahwa peningkatan kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa dengan pendekatan problem based learning lebih
baik daripada pembelajaran konvensional. Diduga peningkatan ini karena
adanya interaksi sosial dan bantuan/scaffolding yang bersifat menyadarkan.
Untuk mengetahui lebih lanjut faktor utama yang menjadi penyebab
meningkatnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa maka
disarankan melakukan penelitianlebih lanjut.
3. Penelitian terhadap pembelajaran dengan pendekatan problem based learning
disarankan untuk dilanjutkan dengan karakteristik populasi yang berbeda serta
kompetensi matematis lainnya dengan materi atau pokok bahasan yang berbeda
4. Pembelajaran di kelas perlu membiasakan siswa belajar secara berkelompok
dan mengerjakan soal-soal pemecahan masalah dengan bentuk masalah
Nurul Ayu Muliawati, 2015
DAFTAR PUSTAKA
Abdurozak, Dedi (2013). Pembelajaran Berbasis Malasah Berbantuan Software
Geogebra untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung:
Tidak Diterbitkan.
Amalia, S. (2011). Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa
SMA (Penelitian Kualitatif yang dilakukan di tiga sekolah SMA yang berbeda kluster). Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung:
Tidak Diterbitkan.
Andriatna, R. (2012). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Siswa SMA Melalui Menulis Matematika Dalam Pembelajaran Berbasis Masalah. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung:
Tidak Diterbitkan.
Charles, R., Lester, F., dan O’Daffer, P. (1994). How to Evaluate Progress in Problem Solving. Virgina: NCTM.
Dahar, R. Wilis. (1989). Teori – Teori Belajar. Jakarta: Erlangga
Febianti, G. A. D. (2012). Perbandingan Peningkatan Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematis Antara Siswa yang Memperoleh Pembelajaran Melalui Pendekatan Anchored Intruction dan Pendekatan Problem Posing. Skripsi
Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
Fitriani, N (2010). Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Two Stay Two terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung: Tidak
Diterbitkan.
Hake, R. R. (1999). Analyzing Change-Gain Scores. [Online]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf.[31
Desember 2014].
Hudojo, Herman. (2005). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran
Matematika. Malang: UM Press.
Ibrahim, M dan Nur, M. (2000). Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: UNESA University Press.
Juhara, W. A. (2014). Implementasi Pendekatan Problem Based Learning
Berbantuan 3D Sketchup Untuk Meningkatkan Kemapuan Spatial Sense Siswa SMA. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung:
Jusra, Hella. (2013). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Dan Kemandirian Belajar Siswa Kelas VII SMP Melalui Pendekatan Metacognitive Inner Speech. Disertasi SPS UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.
Kemendikbud. (2009). Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal. [Online]. Tersedia: http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Dr.%20Endang%20Muly ani,%20M.Si./EVALUASI%20-%20Penetapan%20KKM.pdf. [6 Mei 2015].
Kemdikbud. (2012). Kamus Besar Bahasa Indonesia. [Online]. Tersedia: http://kbbi.web.id/ [31 Desember 2014].
Kemendikbud. (2013). Lampiran Permendikbud no.65 tahun 2013 tentang
Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. [Online]. Tersedia:
http://124.81.93.52/files/03.%20B.%20Salinan%20Lampiran%20Permendik bud%20No.%2065%20th%202013%20%20ttg%20Standar%20Proses.pdf. [15 November 2014].
Kemendikbud.(2013). Pembelajaran Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran
Matematika (Peminatan) Melalui Pendekatan Saintifik. [Online]. Tersedia:
https://urip.files.wordpress.com/2014/01/1-model-pembelajaran-saintifik-mp-matematika.docx. [ 4 Oktober 2014].
Kemendikbud. (2014). Materi Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 Tahun
2014. Jakarta: Tidak diterbitkan.
Mahmudin. (2015). Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan
Masalah Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) Melalui Metode GUIDED DISCOVERY. Tesis SPS UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.
Mansyur, M. Z. (2014). Penerapan Pendekatan Pembelajaran Metacognitive
Scaffolding untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Skripsi Jurusan Pendidikan
Matematika FPMIPA UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
Maya.(2012). Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Terpadu yang
Mengimplementasikan Model Horsley untuk Meningkatkan Keterampilan Proses dan Penguasaan Materi Belajar Siswa SMP.[Online]. Tersedia:
http://eprints.uny.ac.id/9272/3/BAB%202%20-%2008312244036.pdf. [4 Oktober 2014].
Prabawanto, Sufyani. (2013). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah,
Komunikasi dan Self-Efficacy Matematis Mahasiswa Melalui pembelajara dengan Pendekatan Metacognitive Scaffolding. Disertasi SPS UPI. Bandung:
64
Nurul Ayu Muliawati, 2015
Putra, S. R. (2013). Desain belajar mengajar kreatif berbasis sains. Cetakan Pertama, Jogjakarta: DIVA Press.
Russefendi. (2005). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.
Sabirin, Muhamad. (2011). Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap
Kemampuan Pemecahan Masalah, Komunikasi dan Representasi Matematis Siswa SMP. Desertasi SPS UPI. Bandung: Tidak diterbitkan
Suharto. (2009). Perbedaan Pengaruh Antara Pendekatan Kooperatif dan
Konvensional terhadap Prestasi Belajar Matematika Ditinjau Dari Kreativitas Siswa. Tesis Universitas Sebelas Maret. [Online]. Tersedia:
eprints.uns.ac.id/4844/1/143321208201003111.pdf [9 Oktober 2014]
Suherman, Erman. dkk. (2003). I ndividual Text Book; Evaluasi Pembelajaran
Matematika Bandung: JICA-FPMIPA.
Sujarweni, V. Wiratna. (2007). Panduan Mudah Menggunakan SPSS. Yogyakarta: Ardana Media.
Sumardyono, E., dkk. (2010). Hambatan dan Kesuitan Dalam Memecahkan
Masalah Matematika. [Online]. Tersedia :
http://problemsolving.p4tkmatematika.org/2010/02/hambatan-dan-kesulitan-dalam-pemecahan-masalah/ [10 November 2014]
Trianto. (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Trianto, M.Pd. (2011). Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.
Wahyudin. (2010). Peranan Problem Solving Dalam Matematika. Bandung: FPMIPA UPI.
Widjajanti, D. B. (2009). Kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa calon guru matematika apa dan bagaimana mengembangkannya. Prosding
Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Universitas
Negeri Yogyakarta. hlm. 402-413. [Online] Tersedia :