• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS MELALUI PENDEKATAN PROBLEM BASED LEARNING.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS MELALUI PENDEKATAN PROBLEM BASED LEARNING."

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

MATEMATIS MELALUI PENDEKATAN PROBLEM BASED LEARNING

SKRIPSI

diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

oleh

Nurul Ayu Muliawati

1103081

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

DEPARTEMEN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

Nurul Ayu Muliawati, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS MELALUI PENDEKATAN PROBLEM BASED LEARNING

oleh

Nurul Ayu Muliawati

NIM. 1103081

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam

© Nurul Ayu Muliawati 2015

Universitas Pendidikan Indonesia 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang

(3)

NURUL AYU MULIAWATI

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS

MELALUI PENDEKATAN PROBLEM BASED LEARNING

disetujui dan disahkan oleh pembimbing:

(4)

Nurul Ayu Muliawati, 2015

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang penting untuk dipelajari oleh

manusia. Hal ini karena matematika lahir dari fakta-fakta yang ada dalam

kehidupan manusia kemudian diterapkan kembali ke dalam kehidupan sehari-hari.

Selain itu, proses belajar matematika melatih kemampuan berpikir dan berperan

dalam penyelesaian suatu masalah yang dihadapi manusia. Karena pentingnya

untuk mempelajari matematika tersebut. Matematika perlu dipelajari di sekolah

mulai pendidikan tingkat dasar hingga pendidikan tingkat atas.

Pengembangan kemampuan pemecahan masalah merupakan bagian yang

sangat penting dalam pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan prinsip yang

ada pada kurikulum 2013 yang menyatakan bahwa bahwa pemecahan masalah

merupakan bagian penting dari pembelajaran matematika dan kemampuan

pemecahan masalah menjadi hal yang harus dicapai siswa. Jusra (2013)

mengungkapkan bahwa kemampuan pemecahan masalah juga digunakan pada

kurikulum dari negara-negara lain. Di Amerika Serikat sejak tahun 1970

pemecahan masalah telah menjadi fokus utama dalam penelitian pendidikan

matematika. Pembelajaran matematika di Jepang juga sebagian besar telah

dipengaruhi oleh penekanan pemecahan masalah sebagai aplikasi praktis yang baik

pada proses kegiatan belajar. Begitupun dengan Negara tetangga, yaitu Singapura

sejak tahun 1990 pemecahan masalah matematis telah menjadi tujuan utama dari

kurikulum sekolah matematika. Oleh karena itu, kemampuan pemecahan masalah

pada siswa dipandang perlu untuk dikembangkan.

Prabawanto (Mansyur, 2014) juga mengungkapkan bahwa pemecahan

masalah dapat memberikan keuntungan bagi siswa dalam belajar matematika.

Karena pemecahan masalah mendorong munculnya kreativitas, fleksibilitas, dan

berpikir metakognitif yang sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan profesional dan

kebutuhan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, dengan belajar

(5)

menyiapkan diri untuk menghadapi berbagai aspek kehidupannya setelah

menyelesaikan sekolah.

Dalam Kenyataan dilapangan, kemampuan pemecahan masalah matematis

siswa masih rendah. Andriatna (2012) mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil

dialog dengan pengajar matematika dan pengalaman mengajar di sekolah

menunjukan bahwa siswa masih merasa kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal

rutin apalagi dalam kemampuan pemecahan masalah matematisnya. Kondisi ini

menguatkan hasil penelitian yang dilakukan oleh OECD PISA (Fitriani, 2010:3)

terhadap 7.355 siswa usia 15 tahun dari 290 SLTP/SMA/SMK se-Indonesia tahun

2003 menujukan bahwa 7.070 siswa hanya mampu menguasai matematika sebatas

satu masalah sederhana, mereka belum mampu menyelesaikan masalah kompleks

dan rumit.

Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Amalia (2011) terhadap siswa kelas

X dan XI pada tiga sekolah menunjukan bahwa siswa kelas X dan XI masih

tergolong rendah kempuan pemecahan masalahnya. Hal ini ditunjukan dengan

masih jauhnya skor yang diperoleh siswa kelas X dan XI dari skor maksimum yang

diharapkan. Siswa kelas X dari tiga sekolah masing-masing hanya mampu

mencapai skor maksimum 35, 17, dan 20 dari skor maksimum yang diharpakan

yaitu 60. Sedangkan untuk kelas XI dari tiga sekolah masing-masing hanya mampu

mencapai skor maksimum 33, 31, dan 27 dari skor maksimum yang diharapkan

yaitu 50.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan mengenai kemampuan pemecahan

masalah matematis siswa kelas VIII di SMP Negeri 1 Cimahi tahun ajaran

2014/2015 dengan terhadap 40 orang, diperoleh nilai rata-rata kemampuan

pemecahan masalah matematis siswa sebesar 19 dari SMI 100 dengan KKM di

sekolah tersebut adalah 67. Dari 40 orang siswa hanya 3 orang yang memiliki skor

di atas 67. Sedangkan, sisanya berada di bawah skor 67. Dari analisis jawaban

kemampuan pemecahan masalah matematis diperoleh 31% untuk menyelesaikan

soal matematis tertutup dengan konteks di dalam matematis, 36% untuk

menyelesaikan soal matematis tertutup dengan konteks di luar matematis, 16%

(6)

3

Nurul Ayu Muliawati, 2015

dan 17% untuk menyelesaikan soal matematis terbuka dengan konteks di luar

matematis.

Kemampuan mengidentifikasi kesulitan yang dialami siswa dan

mengidentifikasi rendahnya hasil belajar siswa, haruslah dimiliki oleh seorang guru

terutama guru di sekolah menengah. Hal ini sesuai dengan pendapat Ruseffendi

(Amalia, 2011) yang menyatakan bahwa kemampuan-kemampuan yang harus

dimiliki guru matematika sekolah menengah diantaranya mendiagnosis kesulitan

siswa dalam belajar matematika, merencanakan pengajaran remedial,

melaksanakan pengajaran remedialnya, dan harus mampu mengevaluasi

keberhasilan siswa. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Denig (Amalia, 2011: 7)

bahwa setiap siswa datang pada kita dengan cara-cara mereka yang berbeda dalam

memecahkan tugas-tugas pembelajaran dan pemecahan masalah.

Pengalaman peneliti melakukan dialog dan observasi video cara mengajar

salah satu guru di SMA bahwa cara mengajar di kelas, guru masih aktif

menerangkan materi kepada siswa, kemudian memberikan contoh penyelesaian

suatu soal, memberikan soal-soal untuk siswa selesaikan, dan guru mengecek

apakah siswa menyelesaiakan tugas dengan baik. sehingga siswa memperoleh

pengetahuan hanya sebatas apa yang diterangkan oleh gurunya. Hal ini sesuai

dengan pendapat Prabawanto (Mansyur, 2014) yang menyatakan bahwa

memberikan siswa dengan fakta-fakta dan prosedur-prosedur ternyata tidak cukup

untuk menghasilkan siswa yang mampu dalam pemecahan masalah.

Dari masalah yang diungkapkan di atas, perlu adanya upaya untuk

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Salah satu hal

yang dapat dilakukan untuk dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa adalah dengan menggunakan pendekatan pembelajaran

matematika yang menuntut siswa untuk dapat menguasai materi tanpa harus

berpusat pada guru dalam pembelajarannya.

Kurikulum 2013 yang menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam

pembelajaran menggunakan pendekatan ilmiah sebagai katalisator utamanya atau

perangkat atau apa pun itu namanya. Pendekatan ilmiah (saintifik) diyakini sebagai

(7)

pengetahuan peserta didik dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi

kriteria ilmiah. Dalam konsep pendekatan saintifik yang disampaikan oleh

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, dipaparkan minimal ada 7(tujuh) kriteria

dalam pendekatan saintifik. Ketujuh kriteria tersebut adalah sebagai berikut :

1. Adanya materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat

dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu ; bukan sebatas kira – kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.

2. Adanya materi pembelajaran berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris

yang dapat dipertanggungjawabkan.

3. Adanya penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru – siswa terbebas dari prasangka yang serta – merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.

4. Adanya dorongan siswa berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam

mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan

materi pembelajaran.

5. Adanya dorongan siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat

perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran.

6. Adanya dorongan siswa dalam memahami, menerapkan, dan

mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon

materi pembelajaran.

7. Adanya tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, tetapi

menarik sistem penyajiannya.

Proses pembelajaran saintifik merupakan perpaduan antara proses

pembelajaran yang semula terfokus pada eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi

dilengkapi dengan mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan

mengkomunikasikan (Kemendikbud, 2013). Proses pembelajaran saintifik tebagi

beberapa bagian salah satu nya ialah pendekatan problem based learning.

Pendekatan problem based learning merupakan pembelajaran berbasis masalah

dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir

kritis dan keterampilan pemecahan masalah (Putra, 2013:66). Namun, tujuan dari

(8)

5

Nurul Ayu Muliawati, 2015

learning yaitu membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan

pemecahan masalah dengan cara memberikan masalah dan tugas yang akan

dihadapi dalam memecahkan masalah tersebut serta berfokus pada penyajian suatu

permasalahan terhadap siswa, kemudian ia diminta mencari pemecahan masalah

melalui serangkaian penelitian (Putra, 2013). Pendekatan problem based learning

merupakan upaya yang dapat dilakukan dalam pembelajaran.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis bermaksud melakukan penelitian

dengan judul “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis melalui Pendekatan Problem Based Learning”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka masalah dalam

penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang

memperoleh pembelajaran dengan pendekatan Problem Based Learning lebih

baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan

konvensional ?

2. Bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematis siswa setelah

memperoleh pembelajaran dengan pendekatan Problem Based Learning

ditinjau dari KKM di sekolah ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka

penelitian yang dilakukan bertujuan untuk:

1. Mengetahui apakah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang

memperoleh pembelajaran dengan pendekatan problem based learning lebih

baik dibandingkan siswa dengan pendekatan konvensional.

2. Mengetahui bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematis siswa

yang menggunakan pendekatan problem based learning ditinjau dari KKM

(9)

D. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya

pemahaman tentang pengaruh pendekatan pembelajaran problem based learning

dalam kemampuan pemecahan masalah.

b. Manfaat Praktis

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah

1) Bagi guru, pendekatan pembelajaran problem Based learning dapat

dijadikan alternatif dalam pembelajaran untuk meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

2) Bagi siswa, pembelajaran matematika dengan pendekatan pembelajaran

problem Based learning dapat memotivasi sehingga diharapkan siswa

akan lebih aktif lagi dalam memecahkan permasalahan matematika

lainnya.

3) Bagi sekolah, untuk memberikan masukan dalam proses pengembangan

pembelajaran matematika dan dapat mengetahui peningkatan pemecahan

masalah yang ditinjau dari KKM disekolah.

E. Struktur Organisasi Skripsi

Struktur organisasi berisi rincian tentang urutan penulisan daari setiap babdan

bagian dari bab skripsi, mulai dari bab satu sampai dengan bab 5.

Bab I berisi uraian tentang pendahuluan dan merupakan bagian awal dari skripsi

yang terdiri dari :

A. Latar Belakang Penelitian

B. Rumusan Masalah Penelitian

C. Tujuan Penelitian

D. Manfaat Peneltitian

E. Struktur Organisasi Skripsi

(10)

7

Nurul Ayu Muliawati, 2015

Bab II berisi uraian tentang kajian pustaka, kerangka pemikiran, dan hipotesis

penelitian. Kajian pustaka berfungsi sebagaia landasan teoritis dalam menyususn

pertanyaan penelitian, kerangka pemikiran, dan hipotesis penelitian. Bab II terdiri

dari :

A. Kemampuan Pemecahan Masalah

B. Pendekatan Problem Based Learning

C. Pendekatan Konvensional

D. Hubungan antara Pendekatan Problem Based Learning dengan

Kemampuan Pemecahan Masalah

E. Penelitian yang Relevan

F. Hipotesis Penelitian

Bab III berisi penjabaran yang rinci mengenai metode penelitian, termasuk

beberapa komponen lainnya. Bab III terdiri dari :

A. Metode dan Desain Penelitian

B. Populasi dan Sampel Penelitian

C. Pengembangan Instrumen

D. Prosedur Penelitian

E. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

a. Teknik Analisis Data Berkaitan dengan Peningkatan Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematis Siswa yang Menggunakan Pendekatan

Problem Based Learning dan Pendekatan Konvensional

b. Teknik Analisis Data Berkaitan dengan Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis Siswa ditinjau dari KKM di sekolah

Bab IV Menyampaikan dua hal utama yaitu, pertama mengenai temuan

penelitian berdasarka hasil pengolahan data dan analisis data. Kedua pembahasan

temuan penelitian untuk menjawab pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan

sebelumnya. Bab IV terdiri dari :

A. Hasil Penelitian

B. Pembahasan Hasil Penelitian

Bab V berisi simpulan dan rekomendasi atau saran, yang menyajikan penafsiran

(11)

mengajukan hal-hal penting yang dapat dimanfaatkan dari hasil penelitian. Bab V

terdiri dari :

A. Kesimpulan

B. Saran

F. Definisi Operasional

Agar terdapat kesamaan persepsi istilah-istilah yang digunakan dalam makalah

ini, maka istilah-istilah tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1. Kemampuan pemecahan masalah (Problem Solving) adalah kemampuan siswa

dalam menyelesaikan berbagai masalah matematis tidak rutin dengan

menggunakan strategi yang tepat, indikator kemampuan pemecahan masalah

matematis yang digunakan dalam penelitian ini adalah indikator yang

diungkapkan oleh Prabawanto (Mansyur,2014:16) yaitu:

a. Menyelesaikan masalah matematis tertutup dengan konteks di dalam

matematika.

b. Menyelesaikan masalah matematis tertutup dengan konteks di luar

matematika.

c. Menyelesaikan masalah matematis terbuka dengan konteks di dalam

matematika.

d. Menyelesaikan masalah matematis terbuka dengan konteks di luar

matematika.

2. Pendekatan Problem Based learning adalah pembelajaran yang melibatkan

pemberian masalah oleh guru kepada siswa baik di awal pembelajaran

(apresepsi), selama kegiatan pembelajaran, hingga kegiatan akhir pembelajaran

3. Pembelajaran Konvensional adalah pembelajaran yang umum dilakukan di

lapangan yang merupakan pembelajaran biasa. Pembelajaran ini berpusat pada

guru, guru berperan sebagai pusat pengetahuan dan siswa sebagai penerima

informasi. Pembelajaran ini ditandai dengan guru menyampaikan materi,

memberikan contoh penyelesaian suatu soal, memberikan soal-soal untuk siswa

(12)

Nurul Ayu Muliawati, 2015

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah peningkatan kemampuan

pemecahan masalah matematis siswa dengan pendekatan pembelajaran Problem

Based Learning lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran

konvensional, sehingga penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen yaitu

penelitian yang dilakukan melihat hubungan sebab akibat. Perlakuan yang kita

lakukan terhadap variabel bebas, hasilnya akan terlihat pada variabel terikatnya.

Dalam penelitian ini, variabel bebasnya adalah pendekatan pembelajaran Problem

Based Learning dan variabel terikatnya adalah kemampuan pemecahan masalah

matematis.

Desain penelitian ini adalah desain non-equivalent control. Kelompok

eksperimen diberikan perlakuan pembelajaran matematika dengan pendekatan

problem based learning dan kelompok kontrol diberikan pembelajaran secara

konvensional. Sebelum diberikan perlakuan, kedua kelompok ini diberikan pretes

untuk mengetahui kemampuan awal siswa. Kemudian, setelah diberikan perlakuan

kedua kelompok diberikan posttest. Soal yang diberikan untuk pretes dan posttest

merupakan soal yang serupa. Adapun desain penelitiannya adalah

O X O

---

O O

Keterangan:

O : Pretes dan posttest berupa tes kemampuan pemecahan masalah matematis

X : Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan

problem based learning

----: Pegambilan sampel tidak secara acak

(Ruseffendi, 2005:53)

Desain ini tidak berbeda dengan desain kelompok kontrol pretes-posttest.

Perbedaaannya terletak pada pengelompokkan subjek yang tidak secara acak.

(13)

intitusi pendidikan tidak mungkin mengizinkan apabila kelasya di kelompokkan

lagi secara acak.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII disalah satu SMP

NEGERI di Cimahi. Populasi ini dipilih dengan berbagai pertimbangan, salah

satunya adalah karena siswa kelas VIII sudah bisa berpikir abstrak, sehingga

kemampuan pemecahan masalah siswa berpotensi untuk ditingkatkan. Peneliti

tidak dapat membuat kelas baru, maka peneliti menggunakan kelas yang sudah

terbentuk yang ada di sekolah tersebut. Setelah berdiskusi dengan pihak sekolah

terpilih kelas 8.J sebagai kelas eksperimen yang mendapat pembelajaran

matematika dengan pendekatan problem based learning dan kelas 8.L sebagai kelas

kontrol yang mendapat pembelajaran matematika dengan metode konvensional.

C. Pengembangan Instrumen

Dalam penelitian ini, instrumen yang akan dikembangkan berupa instrumen

pembelajaran yang terdiri dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan

Lembar Kegiatan Siswa (LKS) serta instrumen penelitian hanya terdiri dari

intstrumen tes.

a. Instrumen Pembelajaran

1) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana kegiatan

pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP

dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran

peserta didik dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar (KD) (Kemendikbud,

2013). Dalam penelitian ini, RPP untuk kelas kontrol disesuaikan dengan

langkah-langkah pembelajaran konvensional. Sedangkan RPP untuk kelas

eksperimen disesuaikan dengan langkah-langkah pembelajaran dengan

pendekatan problem based learning.

(14)

24

Nurul Ayu Muliawati, 2015

LKS merupakan suatu bahan ajar cetak berupa lembar-lembar kertas yang

berisi materi, ringkasan, dan petunjuk-petunjuk pelaksanaan tugas

pembelajaran yang harus dikerjakan oleh siswa, yang mengacu pada

kompetensi dasar yang harus dicapai (Prastowo dalam Maya, 2012: 35).

Dalam penelitian ini, pada kelas eksperimen LKS disusun menyesuaikan

dengan langkah-langkah pendekatan problem based learning dan indikator

kemampuan pemecahan masalahi matematis, sedangkan kelas kontrol tidak

menggunakan LKS tetapi hanya menggunakan buku sumber.

b. Instrumen Penelitian

Instrumen tes adalah suatu alat pengumpulan data untuk mengevaluasi

kemampuan kognitif, afektif, dan psikmotor siswa. Instrumen tes berupa tes

kemampuan pemecahan masalah matematis. Dalam penelitian ini akan

dilaksanakan dua kali tes, yaitu pretes untuk mengetahui kemampuan awal siswa

dalam memahami konsep suatu materi matematika yang dipelajarinya sebelum

mendapatkan perlakuan dan posttest untuk mengetahui sejauh mana variabel

bebas berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa setelah mendapatkan perlakuan. Serta untuk melihat peningkatan

pemecahan masalah matematis apabila ditinjau dari KKM disekolah. Soal pretes

dan posttest ini merupakan soal yang sama, ini bertujuan agar terlihat ada atau

tidaknya peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa setelah

penelitian.

Jenis tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes tertulis dengan

bentuk uraian. Tes uraian dipilih karena dengan tes uraian akan terlihat sejauh

mana siswa dapat mencapai setiap indikator kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa. Menurut Suherman (2003:77) penyajian soal tipe subjektif

dalam bentuk uraian ini mempunyai beberapa kelebihan, yaitu: 1) pembuatan soal

bentuk uraian relatif lebih mudah dan bisa dibuat dalam kurun waktu yang tidak

terlalu lama, 2) hasil evaluasi lebih dapat mencerminkan kemampuan siswa

sebenarnya, dan 3) proses pengerjaan tes akan menimbulkan kreativitas dan

aktivitas positif siswa, karena tes tersebut menuntut siswa agar berpikir secara

sistematik, menyampaikan pendapat dan argumentasi, mengaitkan fakta-fakta

(15)

Adapun pemberian skor tes kemampuan pemecahan masalah matematis

diadaptasi dari (Charles, 1994) disajikan di dalam Tabel 3.1 berikut.

Tabel 3.1

Kriteria Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Respon Siswa Skor

Tidak ada penyelesaian dan tidak menunjukkan pemahaman

terhadap masalah 0

jawaban salah atau tidak ada penyelesaian tetapi

menunjukkan pemahaman terhadap masalah 2

jawaban salah atau tidak selesai, sebagian dari proses

penyelesaian menunjukan kearah benar 4

jawaban benar, proses penyelasaian tidak relevan 6

Jawaban benar, proses penyelesaian relevan, tetapi kurang

jelas. 8

Jawaban Benar, Proses penyelesaian relevan, dan jelas 10

Sebelum digunakan dalam penelitian, instrumen tes tersebut

dikonsultasikan kepada dosen pembimbing, lalu dilakukan uji keterbacaan atau

validasi muka kepada 4 orang yang sudah mempelajari materi yang akan

diujicobakan dan 2 siswa diluar sampel yang belum pernah mempelajari materi

yang akan diujicobakan hal ini bertujuan agar tidak ada salah presepsi terhadap

instrumen tes yang akan diujicobakan tersebut. Setelah setuju dan tidak ada salah

presepsi terhadap instrumen tes tersebut, instrumen tes diujicobakan pada siswa

di luar sampel penelitian yang pernah mempelajari materi yang akan diujikan.

Pengujian instrumen tes tersebut bertujuan untuk mengetahui kualitas dan

kelayakan instrumen tes. Perhitungan ini dilakukan menggunakan bantuan

Software SPSS 20 untuk validitas butir soal dan reliabilitas tes dan Software

Microsoft Excel 2013 untuk daya pembeda dan indeks kesukaran butir soal.

(16)

26

Nurul Ayu Muliawati, 2015

Suatu Alat Evaluasi disebut valid (sah) apabila alat tersebut mampu

mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi (Suherman, 2003:102). Untuk

menentukan

tingkat

(kriteria) validitas instrumen ini, akan digunakan koefisien korelasi. Koefisien

korelasi yang akan dihitung ini menggunakan rumus korelasi produk-moment dari

Pearson, adapun rumusnya adalah

Keterangan :

x y

r : koefisien korelasi antara X dan Y

N : banyaknya peserta tes

X : jumlah skor tiap butir soal

Y : skor total

Selanjutnya hasil r hitung dibandingkan dengan r tabel pada � = 0,01. Jika r

hitung > r tabel maka ada korelasi yang signifikan atau valid. Sebaliknya, jika r hitung <

r tabel maka tidak ada korelasi yang signifikan atau tidak valid (Sujarweni, 2007).

Adapun hasil uji validitas terhadap instrumen tes pemecahan masalah matematis

yang diujikan dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan bantuan Software

SPSS 20 disajikan di dalam tabel 3.2 berikut :

Tabel 3.2

Hasil Validitas Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Nomor Soal Koefisien korelasi

klasifikasi tingkat validitas instrumen menggunakan kriteria menurut Guilford

(Suherman, 2003). Adapun klasifikasi validitas disajikan pada table 3.3 berikut.

Tabel 3.3

Kriteria Validitas Instrumen

(17)

, � ≤ � < , � Tinggi

Berdasarkan Tabel 3.2 dan Tabel 3.3, diperoleh klasifikasi dengan kriteria validitas terhadap instrumen tes pemecahan masalah matematis di sajikan didalam tabel 3.4 berikut :

Tabel 3.4

Hasil Kriteria Validitas Instrumen

Nomor Soal Koefisien korelasi Kriteria

1 0,725 Validitas Tinggi

2 0,710 Validitas Tinggi

3 0,753 Validitas Tinggi

4 0,725 Validitas Tinggi

Dari hasil uji validitas, ternyata semua butir soal instrumen tes valid dengan

kriteria validitas yang tinggi. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada

lampiran C.2 (halaman 145).

2) Reliabilitas Tes

Reliabilitas suatu alat ukur atau alat evaluasi bertujuan sebagai suatu alat yang

memberikan hasil yang tetap sama (konsisten) meskipun dilakukan oleh orang

yang berbeda, waktu yang berbeda, dan tempat yang berbeda pula namun

diberikan pada subyek yang sama (Suherman, 2003:131). Alat ukur yang

reliabilitasnya tinggi disebut alat ukur yang reliabel. Untuk mengukur reliabilitas

instrumen tersebut, dapat digunakan nilai koefisien reliabilitas yang dihitung

dengan menggunakan rumus Alpha sebagai berikut:

r11 : koefisien reliabilitas alat evaluasi n : Banyaknya butir soal

2 i

(18)

28

Nurul Ayu Muliawati, 2015

2 t

s

: Varians skor total

Selanjutnya nilai alpa dibandingkan dengan r tabel. Jika nilai Cronbach’s

Alpha > rt elmaka reliabel. Sebaliknya jika Cronbach’s Alpha < rt el maka

tidak reliabel (Sujarweni, 2007). Berdasarkan hasil reliabilitas terhadap instrumen

tes pemecahan masalah matematis yang diujikan dalam penelitian ini diolah

dengan menggunakan bantuan Software SPSS 20 diperoleh koefisien reliabilitas

Cronbach’s Alpha untuk keseluruhan soal disajikan di dalam tabel 3.5 berikut.

Tabel 3.5

Hasil Analisis Koefisien Reliabilitas Instrumen

Koefisien Reliabilitas �� �� Interpretasi

0,746 0,345 Reliabilitas

Berdasarkan tabel 3.5 di atas diperoleh koefisien reliabilitas = 0,746, maka � �� � ℎ� > � ��di keseluruhan butir soal reliabel.

Tolak ukur untuk mengklasifikasi derajat reliabilitas alat evaluasi dapat

digunakan klasifikasi yang dibuat oleh J.P. Guilford (Suherman, 2003) sebagai

berikut :

Tabel 3.6

Kriteria Reliabilitas Instrumen

Koefisien relibilitas (� ) Kriteria

� ≤ , Sangat rendah

Berdasarkan Tabel 3.5 dan Tabel 3.6, diperoleh klasifikasi dengan kriteria

reliabilitas terhadap instrumen tes pemecahan masalah matematis adalah

reliabilitas tinggi. Dengan demikian intrumen tes pemecahan masalah matematis

(19)

konsisten meskipun dilakukan oleh orang yang berbeda, waktu yang berbeda dan

tempat yang berbeda. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran

C.3 (halaman 146).

3) Daya Pembeda

Daya pembeda (DP) dari sebuah butir soal menyatakan seberapa jauh

kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara tesi yang mengetahui

jawabannya dengan benar dengan tesi yang tidak dapat menjawab soal tersebut

(atau tesi yang menjawab salah). Dengan kata lain, daya pembeda sebuah butir

soal adalah kemampuan butir soal itu untuk membedakan antara tesi (siswa) yang

pandai atau berkemampuan tinggi dengan siswa yang kurang pandai (Suherman,

2003:159).

Proses penghitungan daya pembeda untuk kelompok atas dan kelompok

bawah, biasanya dilihat dari banyaknya subjek. Kelompok subjek dikatakan kecil

jika ≤ 30 dan untuk kelompok subjek yang dikatakan besar jika > 30.

Untuk jumlah subjek yang dikatakan kelompok besar dapat diambil sampel

sebesar 27% dari kelompok siswa kelas atas dan 27% kelompok siswa kelas

bawah. Banyak siswa yang mengikuti tes uji coba adalah 45 siswa, sehingga untuk

menentukan daya pembeda yang menggunakan teknik kelompok atas dan bawah

diambil sampel 27% dari kelompok atas dan 27% dari kelompok bawah, yaitu

masing-masing 12 orang siswa. Rumus menentukan daya pembeda soal uraian

(Suherman, 2003) sebagai berikut:

SMI

Setelah diperoleh hasil perhitungan daya pembeda setiap butir soal,

elanjutnya hasil perhitungan itu diinterpretasi dengan kriteria disajikan di dalam

(20)

30

Nurul Ayu Muliawati, 2015

Tabel 3.7

Kriteria Daya Pembeda Instrumen

(Sumber: Suherman, 2003)

Adapun hasil uji daya pembeda terhadap instrumen tes pemecahan masalah

matematis yang diujikan dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan bantuan

Software Microsoft Excel 2013 adalah sebagai berikut:

Tabel 3.8

Hasil Analisis Daya Pembeda Butir Soal

Nomor Soal Daya Pembeda Kriteria

1 0,37 Cukup

2 0,33 Cukup

3 0,37 Cukup

4 0,33 Cukup

Berdasarkan daya pembeda yang diperoleh, semua butir soal mampu

membedakan siswa yang bisa dan belum bisa. Hasil perhitungan selengkapnya

dapat dilihat pada lampiran C.4 (halaman 147).

4) Indeks Kesukaran

Indeks kesukaran suatu butir soal adalah suatu parameter yang dapat

mengidentifikasikan sebuah butir soal dikatakan mudah atau sukar untuk diujikan

kepada siswa. Suatu soal dikatakan baik apabila soal tersebut tidak terlalu mudah

dan tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah kurang membuat siswa merasa

tertantang dalam menyelesaikan soal tersebut sedangkan soal yang terlalu sukar

membuat siswa menjadi putus asa dan malas untuk menyelesaikan persoalan yang

diberikan.

Daya pembeda (DP) Kriteria

�� = , Sangat jelek

, ≤ �� < , Jelek

, ≤ �� < , Cukup

, ≤ �� < , � Baik

(21)

Untuk mengetahui tingkat atau indeks kesukaran setiap butir soal,

digunakan rumus sebagai berikut:

SM I X IK

Keterangan:

IK : Tingkat/indeks kesukaran

X

: Rata-rata skor setiap butir soal

SMI : Skor maksimum ideal

Indeks kesukaran yang diperoleh dari hasil perhitungan dengan

menggunakan rumus di atas, selanjutnya diinterpretasikan dengan menggunakan

kriteria sebagai berikut Suherman (2003: 170).

Tabel 3.9

Kriteria Indeks Kesukaran Instrumen

Indeks kesukaran (IK) Kriteria

IK = 0,00 Soal terlalu sukar , < �� ≤ , Soal sukar , < �� ≤ , � Soal sedang , � < �� < , Soal mudah

�� = , Soal terlalu mudah (Sumber: Suherman, 2003)

Adapun hasil uji indeks kesukaran terhadap instrumen tes pemecahan

masalah matematis yang diujikan dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan

bantuan Software Microsoft Excel 2013 adalah sebagai berikut:

Tabel 3.10

Hasil Analisis Indeks Kesukaran Butir Soal

Nomor Soal Indeks Kesukaran Kriteria

1.a 0,64 Sedang

2.a 0,66 Sedang

3.a 0,30 Sukar

(22)

32

Nurul Ayu Muliawati, 2015

Berdasarkan tabel 3.10, terdapat tiga soal yang memiliki tingkat kesukaran

sedang dan satu soal yang memiliki tingkat kesukaran sukar. Hasil perhitungan

selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.5 (halaman 148).

Berdasarkan analisis validitas, reliabilitas, daya pembeda dan indeks

kesukaran yang telah dilakukan, instrumen tes berupa soal kemampuan pemecahan

masalah matematis termasuk pada kriteria yang baik, sehingga soal ini akan

digunakan oleh peneliti sebagai soal instrumen tes kemampuan pemecahan masalah

matematis pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Adapun rekapitulasi hasil uji

(23)

Tabel 3.11

Rekapitulasi Instrumen Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

No.

pretasi Nilai Kriteria Nilai Kriteria

1. 0,725 0,000 Valid

Secara garis besar, prosedur penelitian ini dilakukan dengan tahap-tahap

sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

a. Melakukan studi pendahuluan

b. Mengidentifikasi masalah dan kajian pustaka

c. Membuat proposal penelitian

d. Menentukan materi ajar

e. Menyusun instrumen penelitian

f. Pengujian instrumen penelitian

g. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa

(LKS), dan lembar observasi

h. Perizinan untuk penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Pemilihan sampel penelitian sebanyak dua kelas, yang disesuaikan dengan

materi penelitian dan waktu pelaksaan penelitian

b. Pelaksanaan pretest kemampuan pemecahan masalah matematis untuk

kedua kelas

c. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan mengimplementasikan

pendekatan problem based learning untuk kelas eksperimen dan

pembelajaran konvensional untuk kelas kontrol

(24)

34

Nurul Ayu Muliawati, 2015

3. Tahap Pengumpulan dan Analisis Data

a. Mengumpulkan hasil data kuantitatif dan kualitatif

b. Mengolah dan menganalisis data kuantitatif berupa hasil pretest dan hasil

posttest

c. Mengolah dan menganalisis data kualitatif berupa lembar observasi.

4. Tahap Pembuatan Kesimpulan

Membuat kesimpulan dari data yang diperoleh, yaitu mengenai

(25)

Alur metodologi penelitian yang dilakukan disajikan pada gambar 3.1 berikut.

Gambar 3.1 Studi Kepustakaan

Penyusunan Proposal

Seminar Proposal dan

Penyusunan Instrumen dan Bahan Ajar

Uji Instrumen

Revisi Instrumen

Pretes

Kelas Kontrol: Pendekatan Konvensional Kelas Eksperimen:

Pendekatan Problem Based

Learning

Posttest

Pengumpulan Data

Analisis Data Pengolahan Data

(26)

36

Nurul Ayu Muliawati, 2015

(27)

E. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data kuantitatif yang berasal

dari tes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Semua analisis datanya

menggunakan bantuan Program SPSS Versi 20. Untuk menjawab rumusan masalah

dan hipotesis yang diajukan, yang meliputi bagaimana kemampuan pemecahan

masalah matematis siswa setelah memperoleh pembelajaran dengan pendekatan

Problem Based Learning ditinjau dari KKM di sekolah dan apakah peningkatan

kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran

dengan pendekatan Problem Based Learning lebih baik dari pada siswa yang

memperoleh pembelajaran dengan pendekatan konvensional.

a. Teknik Analisis Data Berkaitan dengan Peningkatan Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematis Siswa yang Menggunakan Pendekatan

Problem Based Learning dan Pendekatan Konvensional

Untuk menganalisis data apakah peningkatan kemampuan pemecahan

masalah matematis siswa kelas eksperimen lebih baik dari pada kelas kontrol

dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Data Pretes

1.1Uji Normalitas Distribusi Data Kelas Eksperimen

Perumusan hipotesisnya adalah:

 H0 : Kemampuan pemecahan masalah matematis awal siswa pada pendekatan problem based learning berasal dari populasi berdistribusi

normal.

 H1 : Kemampuan pemecahan masalah matematis awal siswa pada pendekatan problem based learning berasal dari populasi berdistribusi

tidak normal.

Kriteria Pengujian:

 Jika nilai signifikansi (Sig.) ≥ α, maka H0 diterima.

(28)

38

Nurul Ayu Muliawati, 2015

1.2Uji Normalitas Distribusi Data Kelas Kontrol

Perumusan hipotesisnya adalah:

 H0 : Kemampuan pemecahan masalah matematis awal siswa pada pendekatan Konsvensional berasal dari populasi berdistribusi normal.

 H1 : Kemampuan pemecahan masalah matematis awal siswa pada pendekatan Konsvensional berasal dari populasi berdistribusi tidak

normal.

Kriteria Pengujian:

 Jika nilai signifikansi (Sig.) ≥ α, maka H0 diterima.

 Jika nilai signifikansi (Sig.) < α, maka H0 ditolak.

Pengujian normalitas dilakukan dengan menggunakan uji statistik Saphiro-Walk.

Jika hasil pengujian menunjukkan kemampuan pemecahan masalah

matematis awal siswa pada pendekatan problem based learning dan pendekatan

Konsvensional berasal dari populasi berdis- tribusi normal, maka analisis datanya

dilanjutkan dengan pengujian homogenitas varians. Jika hasil pengujian

menunjukkan kemampuan pemecahan masalah matematis awal siswa pada

pendekatan problem based learning atau pendekatan Konsvensional atau kedua

pendekatan tersebut berasal dari populasi berdistribusi tidak normal, maka analisis

datanya dilanjutkan pengujian kesamaan dua rata-rata uji satu pihak secara

nonparametrik dengan uji Mann-Whitney. Jika dilakukan uji Mann-Whitney

maka yang dibandingkan adalah median. Karena median merupakan satuan

statistik pusat.

1.3Uji Homogenitas Varians

Perumusan hipotesisnya adalah:

 H0 : Kemampuan pemecahan masalah matematis awal siswa pada pendekatan problem based learning dan pendekatan Konsvensional

mempunyai varians yang sama.

 H1 : Kemampuan pemecahan masalah matematis awal siswa pada pendekatan problem based learning dan pendekatan Konsvensional

(29)

Kriteria Pengujian:

 Jika nilai signifikansi (Sig.) ≥ α, maka H0 diterima.

 Jika nilai signifikansi (Sig.) < α, maka H0 ditolak.

Pengujian homogenitas varians dilakukan dengan menggunakan uji statistik

Levene’s-Tes.

1.4Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Satu Pihak Kelas Eksperimen dan Kontrol

Perumusan hipotesisnya adalah:

 H0 : Tidak terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis awal siswa antara pendekatan problem based learning dan pendekatan

Konsvensional.

 H1 : Terdapat Perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis awal siswa antara pendekatan problem based learning dan pendekatan

Konvensional.

Kriteria Pengujian:

 Jika nilai signifikansi (Sig.) ≥ α, maka H0 diterima.

 Jika nilai signifikansi (Sig.) < α, maka H0 ditolak.

Jika kedua kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan homogen

maka, untuk pengujian hipotesis dilakukan uji t. Sedangkan Jika kedua kelas

berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan tidak homogen maka, untuk

pengujian hipotesis dilakukan uji ′ .

2. Data Posttest

2.1Uji Normalitas Distribusi Data Kelas Eksperimen

Perumusan hipotesisnya adalah:

 H0 : Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada pendekatan

problem based learning berasal dari populasi berdistribusi normal.

 H1 : Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada pendekatan

problem based learning berasal dari populasi berdistribusi tidak normal.

Kriteria Pengujian:

(30)

40

Nurul Ayu Muliawati, 2015

(31)

2.2Uji Normalitas Distribusi Data Kelas Kontrol

Perumusan hipotesisnya adalah:

 H0 : Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada pendekatan Konsvensional berasal dari populasi berdistribusi normal.

 H1 : Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada pendekatan Konsvensional berasal dari populasi berdistribusi tidak normal.

Kriteria Pengujian:

 Jika nilai signifikansi (Sig.) ≥ α, maka H0 diterima.

 Jika nilai signifikansi (Sig.) < α, maka H0 ditolak.

Pengujian normalitas dilakukan dengan menggunakan uji statistik Saphiro-Walk.

Jika hasil pengujian menunjukkan kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa pada pendekatan problem based learning dan pendekatan

Konsvensional berasal dari populasi berdistribusi normal, maka analisis datanya

dilanjutkan dengan pengujian homogenitas varians. Jika hasil pengujian

menunjukkan kemampuan pemecahan masalah matematis awal siswa pada

pendekatan problem based learning atau pendekatan konsvensional atau kedua

pendekatan tersebut berasal dari populasi berdistribusi tidak normal, maka analisis

datanya dilanjutkan pengujian kesamaan dua rata-rata secara nonparametrik

dengan uji Mann-Whitney. Jika dilakukan uji Mann-Whitney maka yang

dibandingkan adalah median. Karena median merupakan satuan statistik pusat.

2.3Uji Homogenitas Varians

Perumusan hipotesisnya adalah:

 H0 : Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada pendekatan

problem based learning dan pendekatan Konsvensional mempunyai varians

yang sama.

 H1 : Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada pendekatan

problem based learning dan pendekatan Konsvensional mempunyai varians

yang berbeda.

Kriteria Pengujian:

(32)

42

Nurul Ayu Muliawati, 2015

 Jika nilai signifikansi (Sig.) < α, maka H0 ditolak.

Pengujian homogenitas varians dilakukan dengan menggunakan uji statistik

Levene’s-Tes.

2.4Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Satu Pihak Kelas Eksperimen dan Kontrol

Perumusan hipotesisnya adalah:

 H0 : Tidak terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa antara pendekatan problem based learning dan pendekatan

Konsvensional.

 H1 : Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa antara pendekatan

problem based learning lebih baik dari pada pendekatan Konsvensional.

Kriteria Pengujian:

 Jika nilai signifikansi (Sig.) ≥ α, maka H0 diterima.

 Jika nilai signifikansi (Sig.) < α, maka H0 ditolak.

Jika kedua kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan homogen

maka, untuk pengujian hipotesis dilakukan uji t. Sedangkan Jika kedua kelas

berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan tidak homogen maka, untuk

pengujian hipotesis dilakukan uji ′ .

Jika hasil pretest menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara siswa

pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, maka untuk mengetahui peningkatan

kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dapat menggunakan data hasil

postest, gain atau gain ternormalisasi. Akan tetapi jika pada hasil pretest

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan Pemecahan masalah

matematis awal siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol maka

peningkatan kemampuan pemecahan maslah matematis siswa dapat diketahui

melalui data gain.

3. Analisis Data Indeks Gain

Analisis data gain dilakukan untuk mengetahui peningkatan kemampuan

pemecahan masalah matematis siswa. Adapun indeks gain dihitung dengan rumus

menurut Hake (1999) sebagai berikut:

(33)

Tabel 3.12

Kriteria klasifikasi indeks gain disajikan dalam tabel berikut.

Indeks gain Kriteria

> 0,70 Tinggi

0,30 < ≤ 0,70 Sedang � ≤ 0,30 Rendah 3.1Uji Normalitas Distribusi Indeks Gain Kelas Eksperimen

Perumusan hipotesisnya adalah:

 H0 : Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada pendekatan problem based learning berasal dari populasi berdistribusi

normal.

 H1 : Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada pendekatan problem based learning berasal dari populasi berdistribusi

tidak normal.

Kriteria Pengujian:

 Jika nilai signifikansi (Sig.) ≥ α, maka H0 diterima.

 Jika nilai signifikansi (Sig.) < α, maka H0 ditolak.

3.2Uji Normalitas Distribusi Indeks Gain Kelas Kontrol

Perumusan hipotesisnya adalah:

 H0 : Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada pendekatan konvensional berasal dari populasi berdistribusi normal.

 H1 : Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada pendekatan konvensional berasal dari populasi berdistribusi tidak normal.

Kriteria Pengujian:

 Jika nilai signifikansi (Sig.) ≥ α, maka H0 diterima.

 Jika nilai signifikansi (Sig.) < α, maka H0 ditolak.

Pengujian normalitas dilakukan dengan menggunakan uji statistik Saphiro-Walk.

Jika hasil pengujian menunjukkan peningkatan kemampuan pemecahan

(34)

44

Nurul Ayu Muliawati, 2015

pendekatan konvensional berasal dari populasi berdistribusi normal, maka analisis

datanya dilanjutkan dengan pengujian homogenitas varians. Jika hasil pengujian

menunjukkan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis awal

siswa pada pendekatan problem based learning atau pendekatan konvensional

atau kedua pendekatan tsb berasal dari populasi berdistribusi tidak normal, maka

analisis datanya dilanjutkan pengujian kesamaan dua rata-rata secara

nonparametrik dengan uji Mann-Whitney.

3.3Uji Homogenitas Varians

Perumusan hipotesisnya adalah:

 H0 : Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada pendekatan problem based learning dan pendekatan

Konvensional mempunyai varians yang sama.

 H1 : Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada pendekatan problem based learning dan pendekatan

Konvensional mempunyai varians yang berbeda.

Kriteria Pengujian:

 Jika nilai signifikansi (Sig.) ≥ α, maka H0 diterima.

 Jika nilai signifikansi (Sig.) < α, maka H0 ditolak.

Pengujian homogenitas varians dilakukan dengan menggunakan uji statistik

Levene’s-Tes.

3.4Uji Indeks Gain Kelas Eksperimen dan Kontrol

Perumusan hipotesisnya adalah:

 H0 : Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa antara pendekatan problem based learning dan

pendekatan Konsvensional.

 H1 : Peningkatan Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa antara pendekatan problem based learning lebih baik dari pada

menggunakan pendekatan Konsvensional.

Kriteria Pengujian:

 Jika nilai signifikansi (Sig.) ≥ α, maka H0 diterima.

(35)

Jika kedua kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan

homogen maka, untuk pengujian hipotesis dilakukan uji t. Sedangkan Jika

kedua kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan tidak

homogen maka, untuk pengujian hipotesis dilakukan uji ′ .

b. Teknik Analisis Data Berkaitan dengan Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis Siswa ditinjau dari KKM di sekolah

Untuk menganalisis data bagaimana kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa setelah memperoleh pembelajaran dengan pendekatan Problem

Based Learning ditinjau dari KKM di sekolah dilakukan langkah-langkah seperti

berikut :

1. Uji Normalitas

Perumusan hipotesisnya adalah:

 H0 : Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada pendekatan

problem based learning berasal dari populasi berdistribusi normal.

 H1 : Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada pendekatan

problem based learning berasal dari populasi berdistribusi tidak normal.

Kriteria Pengujian:

 Jika nilai signifikansi (Sig.) ≥ α, maka H0 diterima.

 Jika nilai signifikansi (Sig.) < α, maka H0 ditolak.

Pengujian normalitas dilakukan dengan menggunakan uji statistik

Saphiro-Walk.

2. Uji Satu Rata – rata dengan Uji Satu Pihak

Perumusan hipotesisnya adalah:

 H0 : Tidak terdapat perbedaan skor kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pendekatan problem based learning dengan skor

KKM di sekolah.

 H1 : Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa lebih tinggi daripada KKM di sekolah.

Kriteria Pengujian:

(36)

46

Nurul Ayu Muliawati, 2015

 Jika nilai signifikansi (Sig.) < α, maka H0 ditolak.

Jika hasil pengujian menunjukkan berasal dari populasi berdistribusi tidak normal,

maka analisis datanya dilanjutkan pengujian kesamaan satu rata-rata secara

nonparametrik dengan uji Runs Test.

(37)

Kaidah Uji Satu Pihak Dari Mean-mean dua Sampel

(38)

Nurul Ayu Muliawati, 2015

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan pada Bab

sebelumnya, terdapat beberapa hal yang penulis simpulkan, yaitu:

1. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang

mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan problem based learning lebih

baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional.

2. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh

pembelajaran dengan pendekatan problem based learning lebih tinggi daripada

KKM di sekolah.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang ingin penulis

sampaikan, yaitu:

1. Penerapan pendekatan problem based learning membutuhkan alokasi waktu

yang cukup lama. Hal ini menemui hambatan dengan terbatasnya waktu jam

pelajaran yang ada, sehingga terkadang guru tergesa-gesa memberikan

bantuan. Maka dari itu perlu pengoptimalan waktu secara efisien.

2. Penelitian ini mengahsilkan fakta bahwa peningkatan kemampuan pemecahan

masalah matematis siswa dengan pendekatan problem based learning lebih

baik daripada pembelajaran konvensional. Diduga peningkatan ini karena

adanya interaksi sosial dan bantuan/scaffolding yang bersifat menyadarkan.

Untuk mengetahui lebih lanjut faktor utama yang menjadi penyebab

meningkatnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa maka

disarankan melakukan penelitianlebih lanjut.

3. Penelitian terhadap pembelajaran dengan pendekatan problem based learning

disarankan untuk dilanjutkan dengan karakteristik populasi yang berbeda serta

kompetensi matematis lainnya dengan materi atau pokok bahasan yang berbeda

(39)

4. Pembelajaran di kelas perlu membiasakan siswa belajar secara berkelompok

dan mengerjakan soal-soal pemecahan masalah dengan bentuk masalah

(40)

Nurul Ayu Muliawati, 2015

DAFTAR PUSTAKA

Abdurozak, Dedi (2013). Pembelajaran Berbasis Malasah Berbantuan Software

Geogebra untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung:

Tidak Diterbitkan.

Amalia, S. (2011). Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa

SMA (Penelitian Kualitatif yang dilakukan di tiga sekolah SMA yang berbeda kluster). Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung:

Tidak Diterbitkan.

Andriatna, R. (2012). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Siswa SMA Melalui Menulis Matematika Dalam Pembelajaran Berbasis Masalah. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung:

Tidak Diterbitkan.

Charles, R., Lester, F., dan O’Daffer, P. (1994). How to Evaluate Progress in Problem Solving. Virgina: NCTM.

Dahar, R. Wilis. (1989). Teori – Teori Belajar. Jakarta: Erlangga

Febianti, G. A. D. (2012). Perbandingan Peningkatan Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis Antara Siswa yang Memperoleh Pembelajaran Melalui Pendekatan Anchored Intruction dan Pendekatan Problem Posing. Skripsi

Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Fitriani, N (2010). Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Two Stay Two terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung: Tidak

Diterbitkan.

Hake, R. R. (1999). Analyzing Change-Gain Scores. [Online]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf.[31

Desember 2014].

Hudojo, Herman. (2005). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran

Matematika. Malang: UM Press.

Ibrahim, M dan Nur, M. (2000). Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: UNESA University Press.

Juhara, W. A. (2014). Implementasi Pendekatan Problem Based Learning

Berbantuan 3D Sketchup Untuk Meningkatkan Kemapuan Spatial Sense Siswa SMA. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung:

(41)

Jusra, Hella. (2013). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Dan Kemandirian Belajar Siswa Kelas VII SMP Melalui Pendekatan Metacognitive Inner Speech. Disertasi SPS UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Kemendikbud. (2009). Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal. [Online]. Tersedia: http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Dr.%20Endang%20Muly ani,%20M.Si./EVALUASI%20-%20Penetapan%20KKM.pdf. [6 Mei 2015].

Kemdikbud. (2012). Kamus Besar Bahasa Indonesia. [Online]. Tersedia: http://kbbi.web.id/ [31 Desember 2014].

Kemendikbud. (2013). Lampiran Permendikbud no.65 tahun 2013 tentang

Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. [Online]. Tersedia:

http://124.81.93.52/files/03.%20B.%20Salinan%20Lampiran%20Permendik bud%20No.%2065%20th%202013%20%20ttg%20Standar%20Proses.pdf. [15 November 2014].

Kemendikbud.(2013). Pembelajaran Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran

Matematika (Peminatan) Melalui Pendekatan Saintifik. [Online]. Tersedia:

https://urip.files.wordpress.com/2014/01/1-model-pembelajaran-saintifik-mp-matematika.docx. [ 4 Oktober 2014].

Kemendikbud. (2014). Materi Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 Tahun

2014. Jakarta: Tidak diterbitkan.

Mahmudin. (2015). Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan

Masalah Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) Melalui Metode GUIDED DISCOVERY. Tesis SPS UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Mansyur, M. Z. (2014). Penerapan Pendekatan Pembelajaran Metacognitive

Scaffolding untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Skripsi Jurusan Pendidikan

Matematika FPMIPA UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Maya.(2012). Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Terpadu yang

Mengimplementasikan Model Horsley untuk Meningkatkan Keterampilan Proses dan Penguasaan Materi Belajar Siswa SMP.[Online]. Tersedia:

http://eprints.uny.ac.id/9272/3/BAB%202%20-%2008312244036.pdf. [4 Oktober 2014].

Prabawanto, Sufyani. (2013). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah,

Komunikasi dan Self-Efficacy Matematis Mahasiswa Melalui pembelajara dengan Pendekatan Metacognitive Scaffolding. Disertasi SPS UPI. Bandung:

(42)

64

Nurul Ayu Muliawati, 2015

Putra, S. R. (2013). Desain belajar mengajar kreatif berbasis sains. Cetakan Pertama, Jogjakarta: DIVA Press.

Russefendi. (2005). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.

Sabirin, Muhamad. (2011). Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap

Kemampuan Pemecahan Masalah, Komunikasi dan Representasi Matematis Siswa SMP. Desertasi SPS UPI. Bandung: Tidak diterbitkan

Suharto. (2009). Perbedaan Pengaruh Antara Pendekatan Kooperatif dan

Konvensional terhadap Prestasi Belajar Matematika Ditinjau Dari Kreativitas Siswa. Tesis Universitas Sebelas Maret. [Online]. Tersedia:

eprints.uns.ac.id/4844/1/143321208201003111.pdf [9 Oktober 2014]

Suherman, Erman. dkk. (2003). I ndividual Text Book; Evaluasi Pembelajaran

Matematika Bandung: JICA-FPMIPA.

Sujarweni, V. Wiratna. (2007). Panduan Mudah Menggunakan SPSS. Yogyakarta: Ardana Media.

Sumardyono, E., dkk. (2010). Hambatan dan Kesuitan Dalam Memecahkan

Masalah Matematika. [Online]. Tersedia :

http://problemsolving.p4tkmatematika.org/2010/02/hambatan-dan-kesulitan-dalam-pemecahan-masalah/ [10 November 2014]

Trianto. (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Trianto, M.Pd. (2011). Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.

Wahyudin. (2010). Peranan Problem Solving Dalam Matematika. Bandung: FPMIPA UPI.

Widjajanti, D. B. (2009). Kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa calon guru matematika apa dan bagaimana mengembangkannya. Prosding

Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Universitas

Negeri Yogyakarta. hlm. 402-413. [Online] Tersedia :

Gambar

Tabel 3.1
Tabel 3.2
Tabel 3.4
Tabel 3.6
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 4.7 Grafik perbandingan hasil peramalan GRNN, RBFNN dan data aktual menggunakan 3 input hari libur nasional tahun 2014

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam varian (ANOVA) menunjukan bahwa pada permen jelly dengan perlakuan konsentrasi rumput laut menunjukan adanya pengaruh yang nyata

(C) Sebagian faktor produksi adalah faktor produksi tetap dan dimulai dari titik belok pada kurva produk marginal (D) Sejak proses produksi dimulai serta. adanya marginal

Pengaruh Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan, Kualitas Aparatur Pemerintah daerah dan Good Governance Terhadap Kualitas Laporan Keuangan di Kota Semarang (Studi Kasus pada

PENENTUAN KADAR PROTEIN PADA TAUCO DENGAN METODE KJELDAHL DIBALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN MEDAN..

Panel yang pertama digunakan untuk pengecekan Panel Karakteristik yang meliputi Luminance, Color Temperature dan White Variation dengan posisi view angle yang berbeda-beda

1, Acara dibuka oleh Kepala B/dang Penanaman Modal OPMPTSP Provinsi Jawa Tengah dengan peserta perwakilan Oinas Penanaman Modal dan PTSP Provinsi Bali dan juga dihadiri

Hasil penelitian al-Farghani buku yang berjudul harakat as-Samawiyya wa jawami Ilm an-Nujum (Asas-asas Ilmu bintang) yang berisi kajian bintang- bintang. Buku tersebut