Puspa Indhana, 2014
EFEKTIVITAS KONSELING TEMAN SEBAYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRAK
Puspa Indhana (2014). Efektivitas Konseling Teman Sebaya untuk Mengembangkan Kemandirian Siswa (Studi Pra Eksperimen terhadap Siswa Kelas VII SMP Plus Babussalam Kabupaten Bandung Tahun Ajaran 2013/2014).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas konseling teman sebaya untuk mengembangkan kemandirian siswa kelas VII SMP Plus Babussalam Kabupaten Bandung tahun ajaran 2013/2014. Desain penelitian yang digunakan adalah desain pra eksperimen. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Plus Babussalam Kabupaten Bandung tahun ajaran 2013/2014 sebanyak 79 siswa dan teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu Simple Random Sampling dengan perolehan sampel sebanyak 4 siswa. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan angket yang dibuat oleh peneliti berdasarkan teori Steinberg, untuk mengungkap kondisi kemandirian siswa. Siswa dengan kemandirian rendah selanjutnya mengikuti konseling teman sebaya yang dilakukan oleh siswa yang bertindak sebagai pembimbing teman sebaya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : (1) secara umum sebagian besar siswa kelas VII SMP Plus Babussalam memiliki memandirian pada kategori sedang; (2) hasil uji signifikansi antara data pre-test dengan post-test menunjukkan bahwa skor thitung lebih besar dari ttabel. Hal ini menunjukkan bahwa konseling teman sebaya efektif
digunakan untuk mengembangkan kemandirian siswa. Berikut rekomendasi dalam penelitian ini : (1) Pihak Sekolah. Dapat melakukan kolaborasi materi pengembangan kemandirian dalam layanan bimbingan dan konseling maupun pada situasi belajar mengajar. (2) Peneliti selanjutnya. Dapat mengembangkan kembali untuk melakukan penelitian dengan melakukan uji coba efektivitas penggunaan konseling teman sebaya untuk mengatasi permasalahan perkembangan selain kemandirian.
ii
Puspa Indhana, 2014
EFEKTIVITAS KONSELING TEMAN SEBAYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ABSTRACT
Puspa Indhana (2014). Effectiveness of Peer Counseling for Develop Autonomy of Students (Pre Experimental on Seventh Grade Students of SMP Plus Babussalam Bandung Academic Year 2013/2014).
This research aims to determine the effectiveness of peer counseling to develop autonomy on seventh grade students of SMP Plus Babussalam Bandung academic year 2013/2014. The research design used is pre experimental design. The population in this research were all students of class VII SMP Plus Babussalam Bandung academy year 2013/2014 as many as 79 students and the sampling technique used is simple random sampling with the acquisition of a sample is 4 students. Data collected by using a questionnaire prepared by the researchers based on the Steinberg theory, to reveal the condition of the autonomy of the student. Students with low autonomy subsequent peer counseling conducted by students who act as mentors to their peers. From this research, the following results: (1) in general, most the students of class VII SMP Plus Babussalam have autonomy in the medium category; (2) the results of tests significance between the data pre-test to post-test, showed that tcount scores greater than ttable. This
suggests that peer counseling effective to used develop autonomy students. The following recommendation in this research: (1) Teacher and Counselor. Can undertake collaborative development material autonomy in guidance and counseling services as well as the teaching and learning situation. (2) Researchers further. Can develop back to doing research with testing the effectiveness of the use of peer counseling to overcome the problems of development in addition to autonomy.
Puspa Indhana, 2014
EFEKTIVITAS KONSELING TEMAN SEBAYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Di Indonesia terdapat berbagai macam jenis pendidikan, salahsatunya pendidikan di pondok pesantren. Secara legalitas dalam pendidikan Nasional, pendidikan di pondok pesantren diakui oleh Undang-Undang RI No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Depdiknas, 2003).
Seperti halnya pendidikan di sekolah umum, pendidikan di pondok pesantren pun memiliki tujuan. Tujuan pendidikan di pondok pesantren tidak hanya menciptakan manusia yang cerdas secara intelektual atau hanya membentuk manusia yang beriman dan bertakwa, tetapi juga membentuk manusia yang mampu mengikuti perkembangan masyarakat dan memiliki keterampilan sehingga menjadi manusia yang berguna bagi masyarakat (Muthohar, 2007, hlm.32).
Pendidikan di pondok pesantren memiliki kekhasan yang hampir sama dengan sekolah berasrama atau yang lebih dikenal dengan istilah Boarding school di negara-negara barat. Kekhasan pendidikan di pondok pesantren yaitu siswa (sebutan siswa di pondok pesantren) tinggal di lingkungan pondok pesantren dan menjalankan berbagai aktivitas selain belajar selama kurun waktu tertentu. Tetapi ada pula hal yang membedakan antara pondok pesantren dengan sekolah berasrama yaitu terdapat muatan pendidikan agama yang lebih banyak di pondok pesantren.
Sistem tinggal di pondok menciptakan kondisi yang berbeda bagi siswa. Terutama siswa di jenjang pendidikan SMP yang baru menginjak usia remaja awal. Siswa tidak tinggal dengan orangtua, siswa harus mampu mengelola waktu untuk beribadah, belajar maupun istirahat secara mandiri. Sistem ini merupakan salahsatu bentuk pendidikan kemandirian di pondok pesantren.
Puspa Indhana, 2014
EFEKTIVITAS KONSELING TEMAN SEBAYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) No. 20 tahun 2003 pasal 3 disebutkan bahwa
Puspa Indhana, 2014
EFEKTIVITAS KONSELING TEMAN SEBAYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3
Esa, berakhlak mulai, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Depdiknas, 2003).
Memilih melanjutkan pendidikan di pondok pesantren, merupakan perwujudan harapan dari sebagian orangtua maupun siswa dalam mengembangkan kemandirian. Namun pada kondisi nyata tidak semua siswa memiliki kesiapan untuk menghadapi kondisi di pondok pesantren. Kondisi pondok pesantren yang berbeda dengan kondisi di rumah bagi sebagian siswa yang tidak terbiasa terpisah dari orangtua dapat menimbulkan berbagai masalah. Beberapa siswa mengungkapkan keinginannya untuk selalu menelepon orangtua, kurang bertanggung jawab terhadap pekerjaan, dan belum dapat memilih perilaku yang pantas dilakukan seperti mengolok-olok fisik teman, dan permasalahan lainnya.
Kondisi tersebut menurut Uci Sanusi (2012, hlm. 9) dapat menjadi faktor atau penyebab belum berkembangnya kemandirian pada siswa. Beberapa faktor tersebut adalah: siswa tidak tahan dengan kondisi lingkungan di pondok pesantren; b) siswa tidak senang dengan aturan pondok pesantren; dan c) pola asuh orangtua yang memanjakan anak, khususnya pada siswa muda yang baru datang ke pondok pesantren.
Penelitian mengenai permasalahan kemandirian remaja yang dilakukan oleh Aas Saomah (2006, hlm. 6) menunjukkan bahwa lebih dari 52% remaja masih memperlihatkan gejala-gejala belum mandiri, seperti gejala-gejala belum siap menghadapi masalah, kemampuan mengelola waktu, tanggung jawab terhadap tugas sekolah, tidak siap menghadapi ujian serta membuat pilihan yang kurang tepat dan masih bingung dalam menentukan keputusan.
Mengembangkan kemandirian bagi remaja merupakan salah satu tugas perkembangan mendasar dan sama pentingnya dengan mengembangkan identitas diri. Seperti disebutkan oleh Steinberg (1993, hlm. 286) :
Puspa Indhana, 2014
EFEKTIVITAS KONSELING TEMAN SEBAYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4
Menurut Steinberg (1993, hlm.289) terdapat tiga tipe kemandirian, yaitu (a) kemandirian emosional yang ditandai oleh kemampuan remaja memecahkan ketergantungannya (sifat kekanak-kanakannya) dari orangtua dan mereka dapat memuaskan kebutuhan kasih sayang dan keakraban di luar rumahnya; (b) kemandirian perilaku yang merupakan kemampuan remaja untuk mengambil keputusan tentang tingkah laku pribadinya, seperti dalam memilih pakaian, sekolah/ pendidikan, dan pekerjaan, dan (c) kemandirian nilai yang ditunjukkan remaja dengan dimilikinya seperangkat nilai-nilai yang dikonstruksikan sendiri oleh individu, menyangkut baik-buruk, benar-salah, atau komitmennya terhadap nilai-nilai agama.
Dari tipe-tipe kemandirian tersebut menunjukkan bahwa istilah kemandirian tidak terbatas pada kemampuan individu dalam melakukan berbagai hal secara sendiri atau bahkan memikul tanggung jawabnya sendiri, tetapi kemandirian adalah ketika individu mampu melepaskan ketergantungannya terhadap oranglain, mampu mengambil dan bertanggung jawab atas sebuah keputusan, dan memiliki prinsip yang kuat.
Belum berkembangnya kemandirian pada remaja dapat memberikan dampak kurang baik bagi perkembangan remaja. Tika Bisono (2012, 16 November 2012) menyebutkan bahwa belum berkembangnya kemandirian remaja sebagai penyebab utama meningkatnya penyalahgunaan narkotika, minuman keras, ekstasi dan obat-obatan terlarang. Hal ini sebagai akibat dari belum berkembangnya kemandirian perilaku dan nilai pada remaja.
Puspa Indhana, 2014
EFEKTIVITAS KONSELING TEMAN SEBAYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
5
Oleh karena itu, perlu strategi khusus untuk mengembangkan kemandirian siswa di pondok pesantren. Siswa memerlukan sosok yang bisa memberikan kepercayaan bahwa dirinya mampu menjadi individu yang mandiri dan bertanggung jawab. Salahsatunya dengan memanfaatkan teman sebaya dalam bentuk layanan konseling teman sebaya.
Penelitian yang dilakukan oleh Sukaesih (2011, hlm. 28) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dan positif antara interaksi sosial remaja dengan kemandirian, semakin baik interaksi yang dibentuk remaja dengan teman sebayanya maka tingkat kemandirian pun akan semakin tinggi.
Ifdil (2010, 20 Oktober 2013) menyatakan bahwa konseling teman sebaya merupakan usaha mempengaruhi atau memperbaiki tingkah laku yang dimiliki oleh siswa, seperti kemampuan individu untuk membedakan antara yang benar dan salah, meyakini prinsip atas dasar nilai-nilai yang baik, dan mampu memecahkan masalah merupakan bagian dari indikator perkembangan kemandirian yang dapat diperoleh melalui layanan konseling teman sebaya.
Selain itu, layanan konseling teman sebaya dapat menjadi solusi dalam mengembangkan kemandirian karena remaja lebih senang belajar pada teman sebayanya. Remaja lebih sering menjadikan teman-teman mereka sebagai sumber yang diharapkan dapat membantu memecahkan masalah yang dihadapi (Endang, 2009, hlm. 11).
Hal tersebut terjadi karena pada usia remaja terjadi perubahan perkembangan kehidupan sosial yang ditandai dengan gejala meningkatnya pengaruh teman sebaya dalam kehidupan remaja (Desmita, 2007, hlm. 219).
Puspa Indhana, 2014
EFEKTIVITAS KONSELING TEMAN SEBAYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
6
Sebelum kegiatan dimulai perlu dilaksanakan pelatihan bagi pembimbing teman sebaya. Pelatihan pada pembimbing teman sebaya perlu dilakukan agar para pembimbing teman sebaya memahami program yang akan dijalankan agar tujuan program tercapai dan keterampilan yang diperlukan.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Tindall & Gray (2008) :
For the trainees to be motivated to learn basic helping skills, they must first understand the program and have a baseline for their skills. They must be able to understand those who are different from themselves. It is essential for peer helpers to understand the whole concept of helping before actually starting the skills training.
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Dari studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Kelas VII SMP Plus Babussalam Kabupaten Bandung, ditemukan gejala yang menunjukkan bahwa siswa membutuhkan layanan untuk mengembangkan kemandirian. Situasi dan kondisi aktivitas pendidikan di pondok pesantren yang berbeda dengan situasi di rumah membuat sebagian siswa mengalami berbagai permasalahan seperi siswa menjadi tidak nyaman (tidak betah), perasaan tidak percaya diri (malu pada teman) karena belum mampu mempersiapkan alat belajar dan merapikan perlengkapan pribadi, mengganggu kenyamanan rekan-rekannya karena kondisi kamar yang digunakan bersama tidak rapi dan permasalahan lainnya merupakan sebagian gejala kurangnya kemandirian yang dapat terlihat.
Untuk mengembangkan kemandiriannya, remaja membutuhkan sosok yang bisa memberikan mereka kepercayaan bahwa mereka mampu menjadi individu yang mandiri dan bertanggung jawab.
Di pondok pesantren selain guru sebagai pengganti orangtua di rumah, juga terdapat teman yang memiliki cukup waktu yang lebih intensif untuk mendiskusikan berbagai hal. Dengan memanfaatkan kondisi tersebut, layanan konseling teman sebaya dapat menjadi salahsatu solusi untuk mengatasi permasalahan perkembangan kemandirian remaja.
Puspa Indhana, 2014
EFEKTIVITAS KONSELING TEMAN SEBAYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
7
untuk mengetahui efektivitas konseling teman sebaya terhadap perkembangan kemandirian remaja.
Berdasarkan identifikasi masalah dalam penelitian ini, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana kemandirian siswa kelas VII SMP Plus Babussalam Kabupaten Bandung?
2. Apakah konseling teman sebaya efektif untuk mengembangkan kemandirian emosi, perilaku dan nilai siswa kelas VII SMP Plus Babussalam Kabupaten Bandung?
C. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menguji efektivitas konseling teman sebaya untuk mengembangkan kemandirian siswa kelas VII SMP Plus Babussalam Kabupaten Bandung pada tiga tipe kemandirian, yaitu kemandirian emosional, perilaku dan nilai.
Secara khusus tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk untuk memperoleh
data mengenai :
1. Gambaran umum kemandirian siswa kelas VII SMP Plus Babussalam Kabupaten Bandung.
2. Efektivitas konseling teman sebaya untuk mengembangkan kemandirian siswa kelas VII SMP Plus Babussalam Kabupaten Bandung.
D. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk menguji efektivitas konseling teman sebaya untuk mengembangkan kemandirian siswa pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama.
Puspa Indhana, 2014
EFEKTIVITAS KONSELING TEMAN SEBAYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
8
dari masa anak ke masa remaja dan adanya tuntutan kemandirian di pendidikan pondok pesantren.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif dengan desain pre-eksperimen one group pre test-post test yaitu desain subjek yang dilakukan dengan cara melakukan satu kali pengukuran di awal sebelum dilakukan treatmen dan pengukuran kembali setelah dilakukan treatmen. Efektivitas konseling teman sebaya dapat terlihat dari perubahan kondisi kemandirian siswa sebelum dan setelah dilakukan treatmen (konseling teman sebaya).
E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini dapat memperkuat keilmuan bimbingan dan konseling dalam layanan peningkatan kemandirian di jenjang Sekolah Menengah Pertama dengan menggunakan konseling teman sebaya.
2. Manfaat Praktis a. Bagi Guru
Dari penelitian ini, guru akan mendapat pengetahuan mengenai karakteristik perkembangan kemandirian remaja dan khusus bagi guru bimbingan konseling dapat menggunakan layanan konseling teman sebaya sebagai strategi dalam mengembangkan kemandirian pada remaja.
b. Bagi Siswa
Siswa yang teridentifikasi memiliki kemandirian rendah akan dapat mengembangkan kemandirian berikut manfaat yang akan didapatkan dari penelitian ini, yaitu :
1) Berkembangnya kemandirian emosional siswa ditandai dengan terbukanya
cara berpikir siswa sehingga siswa dapat memahami bahwa orang tua bukan
sosok yang mengetahui segala hal sehingga seakan-akan hanya orang tua
yang dapat menyelesaikannya, siswa menjadi mampu untuk mengemukakan
Puspa Indhana, 2014
EFEKTIVITAS KONSELING TEMAN SEBAYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
9
posisi orang tua seperti orang dewasa lainnya yang memiliki kebutuhan dan
kepentingan pribadi, dan membekali siswa dengan kemampuan mengatasi
permasalahan-permasalahan yang sederhana.
2) Berkembangnya kemandirian perilaku siswa ditandai dengan siswa mampu
membuat keputusan yang matang dengan melakukan prediksi-prediksi masa
depan, tumbuh jiwa bertanggung jawab dalam diri siswa dan siap
menghadapi resiko yang akan terjadi akibat dari keputusan yang dibuat,
siswa memiliki pertahanan diri dalam menolak pengaruh teman atau orang
lain yang negatif, dan siswa mengenal potensi yang dimiliki serta memiliki
kepercayaan diri untuk menunjukkannya kepada orang lain.
3) Berkembangnya kemandirian nilai siswa ditandai dengan siswa memahami konsep berpikir abstrak seperti benar dengan salah, penting dengan tidak
penting, atau baik dengan buruk, siswa memahami prinsip diri dan
pentingnya memiliki prinsip, dan terbangunnya komitmen terhadap prinsip
dan nilai dalam diri siswa.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Dapat dijadikan sebagai bahan referensi atau rujukan untuk melakukan penelitian yang lebih berkembang pada subjek-subjek lainnya.
F. Struktur Organisasi Skripsi
Untuk memahami alur pikir dalam penelitian skripsi ini, maka perlu adanya struktur organisasi yang berfungsi sebagai pedoman penyusunan laporan penelitian, yaitu sebagai berikut :
Puspa Indhana, 2014
EFEKTIVITAS KONSELING TEMAN SEBAYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
10
dicapai setelah penelitian selesai dilakukan. Manfaat/ signifikansi penelitian menjelaskan mengenai manfaat dari hasil penelitian yang diharapkan dapat dirasakan oleh siswa, guru, peneliti sendiri dan bagi peneliti lain. Struktur organisasi skripsi berisi mengenai rincian urutan penulisan dari setiap bab dan bagian bab dalam skripsi.
Bab II berisi kajian pustaka. Kajian pustaka berfungsi sebagai landasan teoritik dalam menyusun rumusan masalah dan tujuan. Dari kajian pustaka dapat terlihat kedudukan atau posisi permasalahan yang dikaji dalam bidang ilmu yang diteliti.
Bab III berisi penjelasan yang rinci mengenai metode penelitian. Komponen dari bab yang menjelaskan mengenai metode penelitian terdiri dari lokasi dan subjek penelitian, desain penelitian berikut dengan metode penelitian yang akan digunakan, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, serta analisis data penelitian.
Bab IV berisi hasil penelitian dari analisis data untuk menghasilkan temuan berkaitan tentang masalah penelitian, serta pembahasan yang dikaitkan dengan kajian pustaka.
Bab V berisi tentang kesimpulan dan saran yang menyajikan tentang penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian. Penulisan kesimpulan untuk skripsi ini berupa butir demi butir hasil penelitian. Saran yang ditulis ditujukan kepada para pembuat kebijakan, pengguna hasil penelitian (siswa, guru atau pihak sekolah), atau untuk peneliti berikutnya.
Puspa Indhana, 2014
EFEKTIVITAS KONSELING TEMAN SEBAYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di SMP Plus Babussalam Kabupaten Bandung yang berlokasi di Jl. Ciburial Indah No. 2-6 RT. 01/ RW. 01 Desa Ciburial Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung.
Letak lokasi ini berada di kompleks pendidikan Babussalam. Di lokasi ini terdapat pula jenjang pendidikan lainnya seperti sekolah dasar, dan sekolah menengah atas. Di lokasi ini juga terdapat asrama (pondok) bagi siswa yang tidak tinggal dengan orang tua.
2. Populasi dan Sampel Penelitian
Peneliti menggunakan data populasi terbatas yaitu siswa kelas VII SMP Plus Babussalam Kabupaten Bandung. Populasi dalam penelitian ini ditentukan menurut kriteria berikut :
a. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Plus Babussalam Kabupaten Bandung;
b. Asumsi pemilihan siswa kelas VII SMP Plus Babussalam Kabupaten Bandung pada jenjang sekolah menengah pertama adalah :
1) Siswa kelas VII berada pada rentang usia 13-15 tahun, dalam psikologi perkembangan disebutkan bahwa usia tersebut berada pada rentang usia remaja awal (Desmita, 2007, hlm. 190);
29
Puspa Indhana, 2014
EFEKTIVITAS KONSELING TEMAN SEBAYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
kemandirian yang lebih besar karena ada perubahan pada situasi dan kondisi lingkungan yang baru sehingga terjadi peningkatan kebutuhan untuk bertahan hidup.
3) Sistem pendidikan pondok pesantren yang menyediakan fasilitas pondok (tempat tinggal) akan semakin menuntut siswa untuk memiliki kemandirian. Bagi siswa yang tidak tinggal dengan orangtua harus mengatur dirinya sendiri sesuai dengan aturan yang dibuat pondok pesantren. Begitu pun dengan siswa yang tidak tinggal di pondok, tetap terdapat aturan-aturan yang mungkin tidak didapatkan di rumah. Sedangkan, kondisi siswa tidak semua siap dengan aturan-aturan yang ada.
Penelitian dilakukan pada siswa kelas VII SMP Plus Babussalam Kabupaten Bandung yang memiliki tingkat perkembangan kemandirian rendah. Dengan menggunakan teknik sampling Simple Random Sampling, yaitu proses pengambilan sampel dilakukan dengan memberi kesempatan yang sama pada setiap anggota populasi untuk menjadi anggota sampel (Nasution, 2003).
Teknik sampling tersebut digunakan untuk menjaring siswa yang menunjukkan tingkat kemandirian yang rendah sebagai sampel, dengan memberikan peluang (pre-test) yang sama pada populasi.
Tabel 3.1
Populasi dan Sampel Penelitian
No Kelas Jumlah Siswa Sampel
1 VII A 26 4
2 VII B 28 3
Puspa Indhana, 2014
EFEKTIVITAS KONSELING TEMAN SEBAYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Total 79 8
Pada penelitian ini, sampel yang terjaring dari populasi sebanyak 79 siswa yaitu sebanyak 8 siswa, namun 4 siswa diantaranya melakukan mutasi saat penelitian belum berakhir, sehingga siswa yang menjadi sampel pada penelitian ini sebanyak 4 siswa.
B. Pendekatan dan Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kuantitatif. Pendekatan digunakan untuk menguji teori-teori tertentu dengan cara meneliti hubungan antar variabel. Variabel-variabel ini diukur (biasanya dengan instrumen penelitian) sehingga data yang terdiri dari angka-angka dapat dianalisis berdasarkan prosedur statistik (Noor, 2011, hlm. 38).
Dengan menggunakan pendekatan kuantitatif, maka akan didapatkan data berdasarkan prosedur statistik mengenai kondisi kemandirian siswa dan efektivitas layanan konseling teman sebaya untuk mengembangkan kemandirian siswa.
2. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini desain yang digunakan adalah desain eksperimen. Desain eksperimen adalah suatu rancangan percobaan dengan setiap langkah tindakan yang terdefinisikan, sehingga informasi yang berhubungan dengan atau diperlukan untuk persoalan yang akan diteliti dapat dikumpulkan secara faktual (Noor, 2011, hlm. 112).
Pada penelitian ini model penelitian eksperimen yang digunakan adalah model pre-eksperimen dengan desain subjek one group pre test-post test yaitu
31
Puspa Indhana, 2014
EFEKTIVITAS KONSELING TEMAN SEBAYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
desain subjek yang dilakukan dengan cara melakukan satu kali pengukuran di awal sebelum dilakukan treatmen dan pengukuran kembali setelah dilakukan treatmen.
(Noor, 2011, hlm. 115)
Keterangan :
O1 : Pengamatan atau pengukuran/ variabel terikat di awal sebelum ada
perlakuan.
X : Pelatihan (treatment/ perlakuan, variabel bebas). O2 : Hasil pengukuruan kembali setelah pelatihan.
C. Variabel dan Definisi Operasional Variabel 1. Variabel
Variabel adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari atau ditarik kesimpulannya. Dengan kata lain, dinamakan variabel karena ada variasinya (masing-masing dapat berbeda) (Noor, 2011, hlm. 48). Dalam penelitian ini, peneliti menetapkan dua variabel, yaitu :
Variabel bebas : Konseling Teman Sebaya.
Variabel terikat : Kemandirian Siswa Kelas VII SMP Plus Babussalam Kabupaten Bandung.
2. Definisi Operasional Variabel a. Variabel Konseling Teman Sebaya
Puspa Indhana, 2014
EFEKTIVITAS KONSELING TEMAN SEBAYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
mengenai konseling teman sebaya sebelumnya) untuk mengembangkan kemandirian konseli teman sebaya yaitu siswa yang teridentifikasi memiliki kemandirian pada kategori rendah. Layanan diberikan dalam suasana kelompok dengan pembimbing teman sebaya sebagai fasilitator. Langkah pertama memberikan materi seputar informasi perkembangan diri dan lingkungan, melakukan simulasi dalam permainan kelompok, dan melakukan laporan kepada peneliti dan guru BK terkait perkembangan kemandirian siswa selama layanan diberikan.
b. Variabel Kemandirian
Variabel kemandirian adalah kemampuan individu untuk mengelola emosi, perilaku dan nilai yang dimiliki. Dalam penelitian ini, kemandirian yang dimaksud adalah tiga aspek kemandirian, yaitu :
1) Kemandirian aspek emosi, yaitu ditandai dengan remaja tidak menjadikan orangtua sebagai sosok yang serba tahu dan memiliki kekuatan (De-idealized), remaja memposisikan orangtua sebagai orang pada umumnya (Parent as people), saat remaja menghadapi masalah tidak lekas meminta bantuan orangtua (Non-Dependency), dan remaja memiliki pemikiran yang berbeda dengan orang tua (Individuation).
2) Kemandirian aspek perilaku. Kemandirian berperilaku merupakan kemampuan siswa untuk mengambil keputusan (Decision Making), tidak rentan terhadap pengaruh orang lain (Not Conformity and Susceptible to Influence), dan perubahan pada kepercayaan diri untuk bertindak (Self Reliance).
33
Puspa Indhana, 2014
EFEKTIVITAS KONSELING TEMAN SEBAYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
belief), dan keyakinan akan nilai-nilai semakin terbentuk dalam diri remaja (Independent belief).
D. Instrumen Penelitian
Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah teknik non tes, yaitu dengan menggunakan instrumen berupa angket. Instrumen yang akan digunakan adalah Angket Kemandirian Siswa SMP.
Angket Kemandirian Siswa SMP digunakan untuk memperoleh data mengenai kondisi kemandirian siswa. Responden akan diberikan instrumen angket dengan cara memberikan silang sesuai dengan keadaan yang dirasakan siswa.
E. Langkah-langkah Pengembangan Instrumen Pengumpul Data 1. Kisi-kisi Instrumen Pengungkap Kemandirian Siswa SMP
Instrumen pengungkap kemandirian siswa SMP dalam penelitian ini memiliki tujuan untuk mengungkap kemandirian siswa SMP, disajikan dalam bentuk butir-butir pernyataan yang harus dijawab oleh siswa (responden). Aspek kemandirian dalam instrumen ini dibagi menjadi 3 bagian, yaitu : (a) Kemandirian emosional dibagi menjadi empat aspek ; (b) Kemandirian perilaku dibagi menjadi tiga aspek; dan (c) Kemandirian nilai dibagi menjadi tiga aspek.
Sehingga dalam penelitian ini terdapat sepuluh aspek yang merupakan variabel dari kemandirian siswa (variabel terikat). Dari setiap aspek dibuat indikator agar dapat lebih menghasilkan item pernyataan yang lebih mengungkap kemandirian siswa. Item pernyataan terdiri dari pernyataan positif dan negatif sehingga menghasilkan jumlah item keseluruhan instrumen sebanyak 52 pernyataan (setelah ditimbang oleh pakar).
Puspa Indhana, 2014
EFEKTIVITAS KONSELING TEMAN SEBAYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN SISWA
35
Puspa Indhana, 2014
EFEKTIVITAS KONSELING TEMAN SEBAYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Tabel 3.2
Kisi-kisi Instrumen Kemandirian Siswa (Sebelum Uji Kelayakan oleh Pakar)
Tipe Aspek Indikator
Item Pernyataan
+ -
Kemandirian Emosional Tidak menjadikan orang tua sebagai sosok yang serba tahu
dan memiliki kekuasaan
(De-Idealized).
Remaja tidak menjadikan orang tua sebagai tempat bertanya dalam hal-hal tertentu.
1, 2, 14 3
Remaja mulai berani
mengemukakan pendapat atas peraturan yang orang tua berikan.
4 5, 6, 13
Puspa Indhana, 2014
EFEKTIVITAS KONSELING TEMAN SEBAYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu sebagai orang pada umumnya
(Parent as People).
orang tua seperti mereka berinteraksi dengan orang dewasa lainnya.
Saat menghadapi masalah
tidak lekas meminta bantuan
orang tua (Non-Dependency).
Remaja terlebih dahulu mengatasi sendiri permasalahan yang dihadapi sebelum meminta bantuan orang tua.
7, 24, 26,
34
Memiliki pemikiran yang
berbeda dengan orang tua
(Individuation).
Remaja memiliki cara berpikir yang
berbeda dengan orang tuanya.
10 11, 12
Kemandirian Perilaku Mampu mengambil keputusan
(Decision Making Ability).
Remaja menyadari adanya resiko dari keputusan yang diambil.
17 19, 49
Remaja menyadari konsekuensi yang akan diterima di masa depan berdasarkan keputusan yang
37
Puspa Indhana, 2014
EFEKTIVITAS KONSELING TEMAN SEBAYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
diambil.
Remaja mempertimbangkan saran dari orang tua, teman dan orang lain yang dianggap memiliki
kemampuan dalam suatu bidang saat akan mengambil keputusan.
35 22
Tidak rentan terhadap
pengaruh orang lain (Not Conformity and Susceptible to Influence).
Remaja mampu menunjukkan
ketegasannya untuk tidak mudah
terpengaruh oleh orang lain.
23, 51 50
Remaja tidak mudah merubah sikap
saat berada pada situasi yang
menuntut konformitas.
37 25, 28
Puspa Indhana, 2014
EFEKTIVITAS KONSELING TEMAN SEBAYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
tindakan (Self Reliance). terhadap tindakannya. 38
Remaja berani menunjukkan sikap
yang dimiliki.
21, 32 33
Kemandirian Nilai Cara berpikir semakin abstrak
(Abstrack Belief).
Remaja memiliki cara berpikir yang
mampu membedakan antara benar
dan salah.
40, 41, 42 39
Memiliki keyakinan pada prinsip-prinsip umum yang memiliki dasar ideologis
(Principle Belief).
Remaja bertindak sesuai dengan
prinsip yang diyakini.
27 36, 43, 46
Memiliki keyakinan terhadap nilai-nilai yang terbentuk dalam diri
Dalam diri remaja telah terbentuk
nilai-nilai yang menjadi
keyakinannya.
39
Puspa Indhana, 2014
EFEKTIVITAS KONSELING TEMAN SEBAYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN SISWA
Puspa Indhana, 2014
EFEKTIVITAS KONSELING TEMAN SEBAYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2. Menyusun Butir Pernyataan
Proses selanjutnya yaitu penyusunan butir pernyataan. Penyusunan butir pernyataan dibuat berdasarkan tipe dan indikator kemandirian yang telah dibuat sehingga dapat mengungkap kemandirian siswa secara tepat.
3. Menimbang Butir Pernyataan oleh Pakar BK
Langkah selanjutnya setelah penyusunan butir-butir pernyataan adalah menimbang setiap butir pernyataan yang dilakukan oleh pakar bimbingan dan konseling. Penimbangan dilakukan untuk melihat kesesuaian antara pernyataan dengan indikator yang ingin diungkap.
Selama dilakukan penimbangan ini terjadi cukup banyak perbaikan. Perbaikan tidak hanya terjadi pada item pernyataan saja, tetapi juga terjadi pada indikator dan sub indikator.
Dari hasil penimbangan instrumen oleh 3 pakar BK, didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 3.3
Hasil Uji Kelayakan oleh Pakar
Keterangan No. Pernyataan Jumlah
Memadai 1, 4, 5, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 16, 17, 18, 20, 21, 22, 23, 25, 27, 29, 30, 32, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43.
31 item
Revisi 2, 3, 15, 28, 33. 5 item
Diganti 6, 14, 19, 24, 26, 31, 34, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51
15 item
41
Puspa Indhana, 2014
EFEKTIVITAS KONSELING TEMAN SEBAYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Tabel 3.4
Kisi-kisi Instrumen Kemandirian Siswa (Setelah dilakukan penimbangan oleh Pakar)
Tipe Aspek Indikator
Item Pernyataan
+ -
Kemandirian Emosional Tidak menjadikan orang tua sebagai sosok yang serba tahu
dan memiliki kekuasaan
(De-Idealized).
Remaja tidak menjadikan orang tua sebagai tempat bertanya dalam hal-hal tertentu.
1, 2, 3 14
Remaja mulai berani mengemukakan pendapat atas peraturan yang orang tua berikan.
4 5, 13
Memposisikan orang tua
sebagai orang pada umumnya
(Parent as People).
Remaja dapat berinteraksi dengan orang tua seperti mereka berinteraksi dengan orang dewasa lainnya.
Puspa Indhana, 2014
EFEKTIVITAS KONSELING TEMAN SEBAYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Saat menghadapi masalah
tidak lekas meminta bantuan
orang tua (Non-Dependency).
Remaja terlebih dahulu mengatasi sendiri permasalahan yang dihadapi sebelum meminta bantuan orang tua.
7 8, 9, 16
Memiliki pemikiran yang
berbeda dengan orang tua
(Individuation).
Remaja memiliki cara berpikir yang berbeda
dengan orang tuanya.
10 11, 12
Kemandirian Perilaku Mampu mengambil keputusan
(Decision Making Ability).
Remaja menyadari adanya resiko dari keputusan yang diambil.
17, 34, 49
19, 51
Remaja menyadari konsekuensi yang akan diterima di masa depan berdasarkan keputusan yang diambil.
20, 48, 52
-
Remaja mempertimbangkan saran dari orang tua, teman dan orang lain yang dianggap memiliki
43
Puspa Indhana, 2014
EFEKTIVITAS KONSELING TEMAN SEBAYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
kemampuan dalam suatu bidang saat akan mengambil keputusan.
Tidak rentan terhadap
pengaruh orang lain (Not Conformity and Susceptible to Influence).
Remaja mampu menunjukkan ketegasannya
untuk tidak mudah terpengaruh oleh orang lain.
23 24, 26
Remaja tidak mudah merubah sikap saat berada
pada situasi yang menuntut konformitas.
37 25, 28
Remaja percaya diri dalam
tindakan (Self Reliance).
Remaja memiliki keyakinan terhadap
tindakannya.
38 18, 29,
30
Remaja berani menunjukkan sikap yang dimiliki. 21, 32 33
Kemandirian Nilai Cara berpikir semakin abstrak
(Abstrack Belief).
Remaja memiliki cara berpikir yang mampu
membedakan antara benar dan salah.
40, 41, 42
39
Puspa Indhana, 2014
EFEKTIVITAS KONSELING TEMAN SEBAYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
prinsip-prinsip umum yang memiliki dasar ideologis
(Principle Belief).
diyakini.
Memiliki keyakinan terhadap nilai-nilai yang terbentuk dalam diri
(Independent Belief).
Dalam diri remaja telah terbentuk nilai-nilai yang
menjadi keyakinannya.
31, 44, 45
45
Puspa Indhana, 2014
EFEKTIVITAS KONSELING TEMAN SEBAYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4. Uji Keterbacaan Butir Pernyataan
Uji keterbacaan butir pernyataan dilakukan untuk mengetahui butir-butir pernyataan yang dapat dipahami oleh siswa. Uji keterbacaan dilakukan dengan cara memberikan instrumen kepada beberapa siswa SMP SMP Plus Babussalam Kabupaten Bandung (3-5 siswa) sebelum dilakukan uji validitas. Selanjutnya dilakukan revisi terhadap butir-butir pernyataan yang tidak dipahami oleh siswa.
Berdasarkan hasil uji keterbacaan didapatkan hasil bahwa hanya ada satu butir pernyataan yang kurang dipahami oleh siswa, yaitu butir soal nomor 42 yang didalamnya terdapat kata dianut dan diubah menjadi kata dipilih.
5. Uji Coba Instrumen
a. Uji Validitas Setiap Butir Item
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui ketepatan suatu alat tes. Sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur (Arikunto, 2011: 65).
[image:30.595.109.520.542.686.2]Pengolahan data menggunakan software SPSS 20.0 dan Microsoft Excel 2010. Uji validitas dilakukan dengan menggunakan rumus Spearman-Brown. Dari hasil olah data tersebut didapatkan hasil sebanyak 34 butir pernyataan valid dan 18 butir pernyataan tidak valid. Berikut tabel hasil uji validitas :
Tabel 3.5 Hasil Uji Validitas
Keterangan No. Pernyataan Jumlah
Memadai 5, 6, 7, 11, 14, 15, 16, 17, 20, 21, 23, 25, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 36, 37, 39, 40, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51
34
Puspa Indhana, 2014
EFEKTIVITAS KONSELING TEMAN SEBAYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
26, 35, 38, 41, 52
b. Uji Reliabilitas Instrumen Pengungkap Kemandirian Siswa SMP
Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui ketepatan atau konsistensi instrumen (Arikunto, 2011, hlm. 109). Suatu alat ukur dikatakan memiliki reabilitas yang baik jika sebuah alat ukur dapat menghasilkan data yang sama dalam waktu yang berbeda-beda sehingga alat ukur tersebut dapat digunakan secara berulang. Dalam uji reabilitas ini digunakan metode split half digunakan dengan menggunakan Microsoft Excel 2010 dan SPSS 20.0.
Untuk menentukan reabilitas dari sebuah alat ukur diperlukan pedoman sebagai tolak ukur koefesien reabilitas alat ukur. Berikut pada tabel 3.6 disajikan pedoman yang digunakan untuk mengetahui reabilitas instrumen Sugiyono (2006, hlm. 184).
Tabel 3.6
Pedoman Interpretasi Reliabilitas Instrumen Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00-0,199 Sangat rendah
0,20-0,399 Rendah
0,40-0,599 Sedang
0,60-0,799 Kuat
[image:31.595.108.516.486.613.2]0,80-1,000 Sangat kuat
Tabel 3.7 Hasil Uji Reliabilitas
47
Puspa Indhana, 2014
EFEKTIVITAS KONSELING TEMAN SEBAYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Cronbach's Alpha
N of Items
.745 34
Tabel 3.8
Kisi-kisi Instrumen Kemandirian Siswa SMP (Setelah Uji Validitas)
Tipe Aspek Indikator
Item Pernyataan
+ -
Kemandirian Emosional Tidak menjadikan orang tua sebagai sosok yang serba tahu
dan memiliki kekuasaan
(De-Idealized).
Remaja tidak menjadikan orang tua sebagai tempat bertanya dalam hal-hal tertentu.
- 5
Remaja mulai berani mengemukakan pendapat atas peraturan yang orang tua berikan.
- 1
Memposisikan orang tua
sebagai orang pada umumnya
(Parent as People).
Remaja dapat berinteraksi dengan orang tua seperti mereka berinteraksi dengan orang dewasa lainnya.
2, 6 -
46
tidak lekas meminta bantuan
orang tua (Non-Dependency).
permasalahan yang dihadapi sebelum meminta bantuan orang tua.
Memiliki pemikiran yang
berbeda dengan orang tua
(Individuation).
Remaja memiliki cara berpikir yang berbeda
dengan orang tuanya.
4
Kemandirian Perilaku Mampu mengambil keputusan
(Decision Making Ability).
Remaja menyadari adanya resiko dari keputusan yang diambil.
8, 20, 32 34
Remaja menyadari konsekuensi yang akan diterima di masa depan berdasarkan keputusan yang diambil.
9,31 -
Remaja mempertimbangkan saran dari orang tua, teman dan orang lain yang dianggap memiliki kemampuan dalam suatu bidang saat akan mengambil keputusan.
Tidak rentan terhadap
pengaruh orang lain (Not Conformity and Susceptible to Influence).
Remaja mampu menunjukkan ketegasannya
untuk tidak mudah terpengaruh oleh orang lain.
11 -
Remaja tidak mudah merubah sikap saat berada
pada situasi yang menuntut konformitas.
22 12, 14
Remaja percaya diri dalam
tindakan (Self Reliance).
Remaja memiliki keyakinan terhadap
tindakannya.
- 15, 16
Remaja berani menunjukkan sikap yang dimiliki. 10, 18 19
Kemandirian Nilai Cara berpikir semakin abstrak
(Abstrack Belief).
Remaja memiliki cara berpikir yang mampu
membedakan antara benar dan salah.
24, 25 23
Memiliki keyakinan pada prinsip-prinsip umum yang memiliki dasar ideologis
(Principle Belief).
Remaja bertindak sesuai dengan prinsip yang
diyakini.
48
Memiliki keyakinan terhadap nilai-nilai yang terbentuk dalam diri
(Independent Belief).
Dalam diri remaja telah terbentuk nilai-nilai yang
menjadi keyakinannya.
17, 28, 29
F. Teknik Analisis Data 1. Verifikasi Data
Verifikasi dilakukan untuk mendapatkan data yang layak dengan memeriksa kelengkapan data yang telah terkumpul. Selanjutnya data-data yang telah dinyatakan layak tersebut diolah menjadi data dalam bentuk statistik.
2. Penyekoran Data
[image:37.595.93.535.414.501.2]Dalam instrumen yang digunakan untuk mengungkap kategori kemandirian siswa digunakan tiga alternatif jawaban yaitu sangat sesuai, sesuai, kurang sesuai, dan tidak sesuai. Dengan pola skor sebagai berikut :
Tabel 3.8
Pola Skor Butir Pernyataan Instrumen Pengungkap Kemandirian Siswa
Pernyataan Jawaban
Sangat Sesuai Sesuai Kurang Sesuai Tidak Sesuai
Positif (+) 4 3 2 1
Negatif (-) 1 2 3 4
3. Analisis Data
Analisis data dilakukan untuk mendapatkan jawaban penelitian atas rumusan masalah dalam penelitian ini. Terdapat dua rumusan masalah yang terungkap dalam penelitian ini, berikut uraian analisis data untuk mendapatkan jawaban atas rumusan masalah dalam penelitian ini :
50
Untuk dapat melakukan pengelompokkan kategori dibutuhkan interval/ rentang skor. Berikut cara untuk memperoleh interval/ rentang skor :
Rentang = Xmaks - Xmin
=142 - 77 = 65
Kelompok interval = (Furqon, 2008)
=
= 21,67 = 22
Dari hasil perhitungan tersebut, didapatkan interval 121 - 142 untuk kategori tinggi; 99 - 120 untuk kategori sedang; dan 77 - 98 untuk kategori rendah. Setiap kategori tersebut memiliki pengertian sebagai berikut :
Rentang Kelompok
Tabel 3.10
Kategori Kemandirian Siswa
Rentang Skor Kategori Interpretasi
Kemandirian Emosional Kemandirian Perilaku Kemandirian Nilai 77 – 98 Rendah Siswa masih menganggap orang tua
sebagai sosok yang serba tahu dan
memiliki kekuasaan yang cukup
besar dalam kehidupannya; siswa masih memandang hanya orang tua
yang dapat menyelesaikan seluruh
permasalahan yang dihadapi; siswa
masih sering memaksakan
kehendak kepada orang tua dengan
menunjukkan ketidaksukaan saat
orang tua tidak mengikuti
Dalam membuat keputusan, siswa masih tergesa-gesa; prediksi konsekuensi dan resiko dari
keputusan di masa depan belum
akurat atau bahkan belum digunakan
dan rasa tanggung jawab terhadap
keputusan yang dibuat belum
muncul; siswa masih mudah
terpengaruh hal-hal negatif teman
atau lingkungan; dan siswa belum
menyadari potensi yang dimiliki
52
keinginannya;dan ketika ada
peraturan yang dirasa tidak sesuai,
siswa tidak berusaha untuk
memahami sehingga merasa tidak
adil.
serta cara mengembangkan potensi
tersebut.
99 – 120 Sedang Siswa sedang menuju kategori kemandirian tinggi. Artinya siswa mulai menjadikan orang tua sebagai sosok yang serba tahu dan memiliki
kekuasaan terhadap dirinya,
memposisikan orang tua sebagai orang yang sempurna, terkadang meminta bantuan orang tua untuk menangani masalah-masalah yang dapat ditangani sendiri, dan ketika ada peraturan yang dirasa tidak
Siswa sudah mampu mengambil keputusan namun masih memiliki keragu-raguan atau mampu mengambil keputusan namun kemampuan mempertimbangkan resiko belum memadai, terkadang keputusan masih mudah dipengaruhi orang lain, dan mengetahui potensi yang dimiliki namun belum ada keberanian untuk menunjukkannya pada orang lain.
sesuai, siswa berusaha untuk
memahami peraturan tersebut.
121 – 142 Tinggi Siswa sudah tidak menjadikan orang tua sebagai sosok yang serba
tahu dan memiliki kekuasaan, dapat
memposisikan orang tua seperti
orang dewasa pada umumnya,
dapat mengatasi masalah tanpa
terlebih dahulu meminta bantuan
orang tua, sudah membina
hubungan dengan orang lain.
Siswa mampu mengambil keputusan dengan mempertimbangkan segala resiko yang akan terjadi atas
keputusan yang diambil, tidak rentan terhadap pengaruh orang lain, dan mengetahui potensi yang dimiliki serta berani menunjukkan potensi atau kelebihannya tersebut.
54
b. Efektivitas konseling teman sebaya untuk mengembangkan kemandirian emosi, perilaku dan nilai siswa kelas VII SMP Plus Babussalam Kabupaten Bandung tahun ajaran 2013/2014 dapat dilihat dari perbandingan antara data hasil tes sebelum perlakuan (pre-test) dengan data hasil tes setelah perlakuan (post-test). Kedua data tersebut dibandingkan dengan melakukan uji signifikansi menggunakan uji t untuk membandingkan data pre test dengan data post test.
G. Langkah-Langkah Penelitian 1. Penyusunan Proposal Penelitian
Penyusunan proposal penelitian merupakan awal pengajuan tema penelitian kepada tim dosen mata kuliah Metode Riset Bimbingan dan Konseling. Untuk selanjutnya dari proposal tersebut dilakukan revisi dan pengembangan tema hingga proposal tersebut disahkan dan ditetapkannya dua dosen pembimbing sebagi pembimbing selama penelitian.
2. Perizinan Penelitian
Perizinan penelitian dilakukan dengan mengajukan permohonan izin penelitian terlebih dahulu kepada pihak-pihak yang berkaitan, seperti kepada pihak sekolah SMP SMP Plus Babussalam Kabupaten Bandung dengan sebelumnya mengajukan permohonan izin kepada pihak Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Direktorat Universitas Pendidikan Indonesia, dan pihak sekolah.
3. Studi Pendahuluan
Studi literatur dilakukan untuk memahami teori dan konsep mengenai kemandirian, konseling teman sebaya, dan mengetahui penelitian terdahulu. Sehingga didapatkan pemahaman bahwa kemandirian dapat dikembangkan dengan menggunakan layanan konseling teman sebaya.
Studi lapangan dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai : masalah yang sering muncul di SMP Plus Babussalam Kabupaten Bandung, penyebab munculnya masalah, dan cara penanganan masalah. Dari studi lapangan yang dilakukan dengan melakukan survey dan wawancara ditemukan bahwa masalah yang sering muncul erat kaitannya dengan kemandirian, seperti siswa tidak betah (sering meminta pulang), perasaan tidak percaya diri (malu pada teman) karena belum mampu mempersiapkan alat belajar dan merapikan perlengkapan pribadi, mengganggu kenyamanan rekan-rekannya karena tidak piket sehingga kondisi kamar yang digunakan bersama tidak rapi, dan permasalahan lainnya.
4. Uji Coba Instrumen
Langkah penelitian selanjutnya adalah melakukan uji coba instrumen. Terdapat kegiatan pada langkah ini yaitu menyusun butir pernyataan untuk instrumen, menimbang butir pernyataan oleh pakar BK, uji keterbacaan instrumen, dan uji validitas dan reabilitas.
5. Pengumpulan Data
56
treatment (tutor area) sebanyak 12 pertemuan Selanjutnya yaitu kegiatan post test yang dilaksanakan untuk mendapatkan data kemandirian siswa setelah treatment.
6. Pengolahan Data Akhir
Puspa Indhana, 2014
EFEKTIVITAS KONSELING TEMAN SEBAYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
i
Agustin, Risa. Kamus Bahasa Indonesia. Surabaya: Serba Jaya
Ali & Asrori. (2003). Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Bumi Aksara
Amdani, Sarjun. (2010). Program Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan Kemandirian Siswa: Studi Di SMA N 10 Kota Bandarlampung. Tesis S2 pada Jurusan Bimbingan Konseling Universitas Pendidikan Indonesia Anonim. (2008). Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem
Pendidikan Nasional. Jakarta: Grafika
Arikunto. (2011). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta Bisono, Tika. (2012). Gagalnya Kemandirian Remaja Sebagai Penyebab Utama
Meningkatnya Penyalahgunaan narkotika, Minuman Keras, Ekstasi, dan Obat-obatan Terlarang. Diambil dari www.indonesia bergegas.com pada 16 November 2012
Budiman, N. (2006). Perkembangan Kemandirian Pada Remaja. Diambil dari www.upi.edu pada 20 Oktober 2014
Desmita. (2007). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosda Karya Desmita (2011). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja
Rosda Karya
Endang. Busri. (2009). Konseling Teman Sebaya Pada Remaja di Era
Globalisasi.Jurnal Untan Vol 7, No 2. Diambil dari http://jurnal.untan.ac.id. pada 6 November 2012
Furqon. (2011). Statistika Terapan untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta
Puspa Indhana, 2014
EFEKTIVITAS KONSELING TEMAN SEBAYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
i
Ifdil. (2010). Konseling Teman Sebaya. Diambil dari www.konselingindonesia.com pada 20 Oktober 2013
Krumboltz, John. D. dan Thoresen, Carl. E. (1976). Counseling Methods. New York: Holt Rinehart and Winston.
Muthohar, Ahmad. (2007). Ideologi Pendidikan Pesantren. Semarang: Pustaka Rizki Putra
Nasution. (2003). Metode Research: Penelitian Ilmiah. Jakarta: PT. Bumi Aksara Noor. (2011) Metode Penelitian. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Prayitno, E. (2006). Psikologi Perkembangan Remaja. Padanng : Angkara Raya
Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan
Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal. (2008). Departemen Pendidikan Nasional
Permana, Muhammad Siddiq. (2011). Program Bimbingan dan konseling untuk Meningkatkan Kemandirian Siswa (Penelitian Pra-Eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII SMPN 3 Margahayu Tahun ajaran 2010/ 2011. Skripsi S1 pada FIP UPI Bandung
Rohayati, Iceu. (2011). Program Bimbingan Teman Sebaya untuk Meningkatkan Percaya Diri siswa (Studi Pre-Eksperimental pada siswa SMA Negeri 13 Bandung Kelas XI Tahun Pelajaran 2010-2011). Edisi Khusus No. 1, Agustus 2011
Russel, S,. & Bukken, R, J. (2002). Development of Autonomy in Adolescence. University of Nebraska Lincoln. Diambil dari www.ianrpubs.unl.edu pada 29 Oktober 2014
Santrock, J W. (2002). Life-Span Development Jilid II. (Damanik, Juda & Chusairi, Achmad, Trans.). Jakarta: Erlangga
Puspa Indhana, 2014
EFEKTIVITAS KONSELING TEMAN SEBAYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
i
Saomah, Aas (2006). Hubungan antara Gaya Pengasuhan Orangtua Authoritative, Authoritarian, Indulgent, dan Indifferent dengan Kemandirian Siswa (Studi pada Remaja Kelas I SMU Plus Muthahhari Bandung yang Tinggal di Asrama dan yang Tinggal dengan Orang Tua).
Sopian, Iklima Alhauda. (2011). Program Bimbingan Pribadi Sosial untuk Mengembangkan Kemandirian siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Margahayu. Skripsi S1 pada Jurusan Bimbingan dan Konseling.
Steinberg, Laurence. (1993). Adolescence International Edition. Newyork: Mc Graw Hill
Suherman, Uman. (2009). Manajemen Bimbingan dan Konseling. Bandung: Rizqi press
Sukaesih. (2011). Hubungan antara Interaksi Sosial Teman Sebaya dengan Kemandirian Remaja. Skripsi S1 pada Jurusan Bimbingan Konseling Universitas Pendidikan Indonesia. Diambil dari repository.upi.edu pada 14 November 2012
Sugiyono. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta
Supriatna, M. (2009). Layanan Bimbingan Kariir di Sekolah Menengah. Bandung: Depdiknas UPI
Suwarjo. (2008). Konseling Teman Sebaya (Peer Counseling) untuk Mengembangkan Resiliensi Remaja. disampaikan dalam Seminar Pengembangan Ilmu Pendidikan Negeri Yogyakarta tanggal 29 februari 2008. Diambil dari http://staff.uny.ac.id pada 8 November 2012
Tindall, J. A. (2008). Peer power, book one : strategies for the professional leader : becoming an effective peer helper and conflict mediator 4th edition.
Newyork: Routledge
Puspa Indhana, 2014
EFEKTIVITAS KONSELING TEMAN SEBAYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu