EFEKTIVITAS TEKNIK MODELING UNTUK MENINGKATKAN KESADARAN BERAGAMA
(Studi Eksperimen Kuasi Terhadap Siswa Kelas XI SMKN 2 Cimahi Tahun Ajaran 2014/2015)
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Bimbingan dan Konseling
Disusun oleh
Wiwin Winangsih 1302744
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH PASCASARJANA
EFEKTIFITAS TEKNIK MODELING UNTUK MENINGKATKAN KESADARAN BERAGAMA
(Studi Eksperimen Kuasi terhadap Siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Cimahi Tahun Ajaran 2014/2015)
Oleh
Wiwin Winangsih, S. Pd
Universitas Pendidikan Indonesia
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu Syarat Memperoleh Gelar
Magister Pendidikan pada Bidang Studi Bimbingan dan Konseling
Wiwin winangsih
Universitas Pendidikan Indonesia
Juli 2015
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang,
ABSTRAK
Wiwin Winangsih. 2015. Efektivitas teknik modeling untuk meningkatkan kesadaran beragama. Tesis. Dibimbing oleh : Prof. Dr. Syamsu Yusuf L.N, M.Pd. Program Studi Bimbingan dan Konseling, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji efektivitas teknik modeling untuk meningkatkan kesadaran beragama. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain eksperimen kuasi. Pengambilan sampel dilakukan secara non random. Penelitian ini terdiri dari beberapa langkah, yaitu studi teoritik dan empirik, penyusunan program dan uji coba layanan (pelaksanaan eksperimen). Hasil penelitian menunjukkan adanya keefektifan teknik modeling untuk meningkatkan kesadaran beragama, berdasarkan hasil uji Mann Witney. Efektifitas program BK dengan teknik modeling terbukti dengan peningkatan gain skor pada kelas eksperimen lebih besar dibandingkan dengan gain skor pada kelas kontrol. Rekomendasi penelitian ditujukan kepada program studi Bimbingan dan Konseling sebaiknya memberikan pemahaman konseptual dan praktis yang memadai kepada mahasiswa tentang konsep kesadaran beragama siswa, secara khusus dikaitkan dengan penggunaan teknik modeling. Guru Bimbingan dan Konseling sebaiknya menyiapkan kurikulum bimbingan dan konseling untuk meningkatkan kesadaran beragama. Adanya kurikulum bimbingan dan konseling yang terkait dengan kesadaran beragama siswa diharapkan dapat digunakan sebagai upaya preventif dan pengembangan, artinya semua siswa diberikan layanan bimbingan tentang kesadaran beragama dari sejak kelas awal, sehingga siswa dapat menjalankan kehidupannya berdasarkan nilai-nilai agama.
Wiwin Winangsih. 2015.. Tesis. The effectiveness of the modeling technique to develop students’religious awareness . Supervised by : Prof. Dr. Syamsu Yusuf L.N, M.Pd. study Program of Guidance and Counseling, Postgraduate School, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
ABSTRACT
The research objective is to examine the effectiveness of the modeling technique to develop students’religious awareness. This study uses a quantitative approach with quasi experimental design. The sampling is done in a non random with non-parametric statistical analysis. This study consists of several steps, namely the theoretical and empirical studies, preparation of the program and test services (implementation of the experiment). the results showed the effectiveness of modeling techniques to develop awareness of religion, based on the results of Mann witney. Effectiveness is proven modeling techniques with an increase in gain scores in the experimental class larger than the gain scores in the control class. research recommendations addressed to the department of educational psychology and guidance should provide conceptual and practical understanding of adequate for colleges about the concept of religious awareness of students, specifically associated with the use of modeling techniques .Guidance and counseling Teacher should prepare a guidance and counseling curriculum to develop students' awareness of religion. the curriculum guidance and counseling related to the religious awareness of students expected to be used as a preventive and development efforts, meaning that all students are given guidance about the religious awareness of the class since the beginning, so that students can run their lives based on religious values. Researchers can then conduct research on religious awareness on the other levels of education.
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iv
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GRAFIK ... x
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 9
1.3 Tujuan Penelitian ... 10
1.4 Manfaat Penelitian ... 10
1.5 Asumsi Penelitian ... 11
BAB II TEKNIK MODELING UNTUK MENINGKATKAN KESADARAN BERAGAMA 2.1 Kesadaran Beragama ... 13
2.1.1 Pengertian Kesadaran Beragama ... 14
2.1.2 Pengertian Kesadaran Beragama Islam ... 21
2.1.3 Hubungan Antar Dimensi Kesadaran Beragama ... 44
2.1.4 Integrasi Agama ke Dalam Program Bimbingan dan Konseling ... 46
2.1.6 Pertumbuhan Agama Remaja ... 52
2.1.7 Sikap Remaja Terhadap Agama ... 56
2.1.8 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Kesadaran Beragama ... 58
2.1.9 Fungsi Agama ... 60
2.2 Modeling sebagai sebuah teknik dalam bimbingan kelas (Classroom Guidance) ... 63
2.2.1 Pengertian Teknik Modeling ... 64
2.2.2 Posisi Teknik Modeling Dalam Bimbingan dan Konseling ... 65
2.2.3 Asumsi Dasar Teori Modeling ... 66
2.2.4 Tahapan-tahapan Belajar Modeling ... 71
2.2.5 Strategi Modeling ... 73
2.2.6 Prosedur Teknik Modeling Simbolis ... 76
2.3 Kerangka Teoretik Efektifitas Teknik Modeling untuk Meningkatkan Kesadaran Beragama ... 78
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Prosedur Penelitian ... 86
3.2 Pengembangan Instrumen Pengumpul Data ... 88
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 96
3.4 Prosedur Pengembangan Program Bimbingan dan Konseling Dengan Teknik Modeling ... 97
3.5 Teknik Analisis Data ... 102
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Profil Kesadaran Beragama Siswa Kelas XI SMKN 2 Cimahi ... 104
4.3 Uji Efektifitas Teknik Modeling Untuk Meningkatkan Kesadaran
Beragama ... 117
4.4 Pembahasan Efektivitas Teknik Modeling Untuk Meningkatkan Kesadaran
Beragama ... 135
4.5 Keterbatasan Penelitian ... 139
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1 Kesimpulan ... 141
5.2 Rekomendasi ... 142
DAFTAR PUSTAKA ... 144
LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini membahas hal - hal yang berkaitan dengan pokok penelitian.
Pembahasan meliputi latar belakang penelitian, rumusan penelitian, tujuan
penelitian, manfaat penelitian dan asumsi penelitian.
1.1 Latar Belakang Penelitian
Degradasi nilai-nilai agama pada remaja, selain sebagai implikasi dari
ketidakmampuan mensikapi perubahan/globalisasi, disebabkan juga oleh
pertumbuhan fisik dan perkembangan psikologi remaja. Secara fisik remaja
sudah berpenampilan dewasa, tetapi secara psikologi belum. Ketidakseimbangan
ini menempatkan remaja berada dalam suasana kehidupan batin terombang
ambing dan munculnya keraguan tentang nilai-nilai agama. Hal ini diperburuk
dengan model pendidikan agama yang buruk di lingkungan keluarga. (Jalaludin,
2010).
Dalam mengatasi kegelisahan batin, para remaja cenderung bergabung
dalam peer group (teman sebaya), untuk saling berbagi rasa pengalaman. Dalam
kondisi seperti ini sesungguhnya nilai-nilai agama akan membimbing remaja
untuk menjawab semua kegelisahan remaja. Secara umum terdapat dua kategori
remaja dalam mensikapi perubahan diri dan lingkungan. Hal ini diungkapkan oleh
Geldard, (2011, hlm. 6) bahwa tahap remaja melibatkan suatu proses yang
menjangkau suatu periode penting dalam kehidupan seseorang. Namun terdapat
perbedaan antara individu yang satu dengan yang lain, yang dibuktikan dengan
adanya fakta bahwa beberapa orang mengalami masa peralihan ini secara lebih
cepat dari yang lainnya. Masa remaja menghadirkan begitu banyak tantangan,
karena banyaknya perubahan yang harus dihadapi mulai dari perubahan fisik,
biologis, psikologis dan juga social. Proses-proses perubahan penting akan terjadi
pada remaja jika perubahan-perubahan ini mampu dihadapi secara adaptif dan
perubahan ini secara sukses, akan muncul berbagai konsekwensi psikologis,
emosional, dan perilaku yang merugikan.
Namun demikian, menurut Geldard, beberapa remaja lebih sukses
daripada yang lainnya dalam berhadapan dan mengatasi berbagai rintangan yang
mereka temui, mereka lebih ulet, tangguh serta memiliki strategi-strategi
mengatasi persoalan yang lebih baik dari teman-temannya. Kemampuan ini
sebagian terkait dengan karakteristik kepribadian dan sebagian terkait dengan
masa lalu dan lingkungan yang melingkupinya saat itu.
Remaja yang sukses digambarkan oleh Covey, S (2001, hlm. 27) sebagai
remaja yang memiliki kebiasaan efektif yaitu dapat mengendalikan diri,
menyelesaikan lebih banyak pekerjaan dalam waktu yang lebih sedikit,
meningkatkan hubungan dengan teman-teman, meningkatkan kepercayaan diri,
mengambil keputusan-keputusan yang lebih baik, merasa bahagia, dekat dengan
orang tua, menemukan keseimbangan antara waktu sekolah, bekerja, jalan-jalan
dengan teman dll, mengatasi kecanduan serta menemukan nilai-nilai yang dianut
dan yang paling penting dalam kehidupan.
Akan tetapi pada kenyataannya ada remaja yang mengalami konflik batin
dan kebingungan tentang nilai-nilai agama. Hal ini dikarenakan melihat
perbedaan antara nilai- nilai agama yang diterima dengan perilaku orang dewasa
yang seringkali melecehkan nilai-nilai agama, diantaranya melakukan korupsi,
kolusi, nepotisme dan pelecehan seksual. Orang dewasa yang seharusnya menjadi
contoh dan model yang baik dalam melaksanakan nilai-nilai agama, justru tampil
memberikan contoh atau model yang buruk.Willis, S ( 2010 ).
Pelaksanaan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari terkait dengan
istilah kesadaran beragama. Menurut Ancok (Kurnanto, 2015, hlm. 19) kesadaran
beragama (religiusitas) dimaknai sebagai tingkat konsepsi dan komitmen
seseorang terhadap agamanya, dalam pelaksanaannya meliputi lima dimensi yaitu
dimensi ideologi/keyakinan, intelektual, ritual, eksperiensial dan konsekuensial.
Apabila kebingungan tentang makna hidup dan keraguan remaja terus
berlangsung tanpa solusi, maka sangat mungkin remaja mengambil jalan pintas
biasanya peer group ikut berperan dalam menentukan pilihan. Pelarian ini
terkadang menjebak remaja pada perbuatan negatif dan merusak (Jalaludin, 2010
hlm. 82). kasus narkoba, kebrutalan maupun tindak kriminal lainnya merupakan
bagian dari kegagalan remaja menemukan jalan hidupnya.
Hasil Penelitian BNN bekerja sama dengan UI (2007) menunjukkan : (1)
Jumlah penyalahguna narkoba sebesar 1,5% dari populasi atau 3,2 juta orang,
terdiri dari 69% kelompok teratur pakai dan 31% kelompok pecandu dengan
proporsi laki-laki sebesar 79%, perempuan 21%. (2) Kelompok teratur pakai
terdiri dari penyalahguna ganja 71%, shabu 50%, ekstasi 42% dan obat penenang
22%. (3) Kelompok pecandu terdiri dari penyalahguna ganja 75%, heroin / putaw
62%, shabu 57%, ekstasi 34% dan obat penenang 25%. (4) Penyalahguna
Narkoba Dengan Suntikan (IDU) sebesar 56% (572.000 orang) dengan kisaran
515.000 sampai 630.000 orang. (5) Beban ekonomi terbesar adalah untuk
pembelian / konsumsi narkoba yaitu sebesar Rp. 11,3 triliun. (6) Angka kematian
(Mortality) pecandu 15.00 orang meninggal dalam 1 tahun.
Gambaran hasil penelitian BNN merupakan indikator yang sangat nyata
tentang adanya krisis kesadaran beragama di kalangan remaja. Data di atas
diperkuat dengan Penelitian tentang kesadaran beragama pada remaja salah
satunya dilakukan oleh syamsu yusuf pada tahun 1996/1997. Penelitian dilakukan
terhadap siswa SMK sejawa barat (kota dan kabupaten bandung, cirebon, bogor
dan bekasi) yang respondennya berjumlah 652 siswa. Salah satu hasil penelitian
adalah bahwa hampir setengahnya para siswa ; (1) Merasa malas untuk
mendengarkan ceramah keagamaan. (2) Kurang berminat untuk mengikuti
kegiatan keagamaan (3) Kurang senang membaca buku-buku agama. (4) Kurang
tertarik untuk mengikuti diskusi keagamaan. Selain itu 9 % siswa, sekitar 58
siswa berpendapat bahwa untuk memenuhi kebutuhan seksual tidak perlu
menikah terlebih dahulu.
Penelitian serupa dilakukan oleh Yustiana, Y (2013 ), berdasarkan studi
pendahuluan di SMA PGII I dan 2 menunjukkan bahwa peserta didik merasakan
permasalahan yang berhubungan dengan hubungan dengan Tuhan. Kompetensi
pada tingkatan perkembangan landasan hidup religius. Peserta didik kelas X SMA
PGII 1 Bandung tahun ajaran 2011/2012 menunjukkan rata-rata skor 3,583 berarti
berada pada tahap tiga (komformitas) dan tahap empat (sadar diri). Menurut
Kartadinata (dalam Yustiana, 2014) karakteristik perkembangan komformitas dan
sadar diri adalah sebagai berikut : belum memiliki tujuan hidup yang jelas,
menerima diri berkeyakinan islam karena orang tua, lingkungan sekolah
mengkondisikan sebagai orang islam; peduli terhadap penampilan diri sebagai
seorang yang menganut agama islam ; menunjukkan perilaku beribadah karena
secara umum orang melaksanakan dan merupakan aturan yang ditetapkan dan
atau dikondisikan oleh sekolah; mengetahui dan merasa berdosa jika melakukan
kesalahan tetapi belum ada upaya untuk mencegah melakukan perbuatan dosa
atau melakukan perubahan perilaku agar tidak berbuat dosa; toleransi untuk
berbuat dosa karena teman-teman atau lingkungan juga melakukan perbuatan
tersebut ; mulai memikirkan alternatif tindakan yang dapat dilakukan untuk
menghindari berbuat kesalahan; beberapa peserta didik mempergunakan
kesempatan untuk mengembangkan kapasitas diri baik karena ajakan teman
maupun karena berfikir tentang harapan masa depan; dan melakukan berbagai
upaya penyesuaian gaya remaja dengan aturan/ajaran islam.
Berkaitan dengan data perilaku merusak/negatif yang dilakukan oleh
remaja, Richard dan Bergin (dalam Yusuf, 2010 hlm. 253) menghadirkan suatu
data empirik tentang keterkaitan antara spiritualitas dengan fenomena kehidupan
manusia sebagai berikut : orang yang aktif dalam keagamaan (taat beribadah)
cenderung (1) memiliki tingkat yang sangat rendah untuk terserang penyakit hati,
jantung, hipertensi, disfungsi sistem kekebalan, dan kangker ; (usia hidupnya
lebih lama; dan (3) menjauhi perilaku yang tidak tidak sehat, seperti merokok,
meminum minuman keras, mengkonsumsi obat terlarang, dan berhubungan seks
di luar nikah.
Data lain dari penelitian yang dilakukan oleh Richard dan Bergin adalah
bahwa keyakinan beragama atau keterlibatan dalam kegiatan keagamaan
berkorelasi negatif dengan tindakan bunuh diri. Hal ini disebabkan karena
kepribadian seseorang yang dapat mencegahnya dari bunuh diri, seperti
kemampuan mengurangi depresi, memiliki perasaan berharga yang tinggi, dan
memiliki nilai - nilai moral. Lebih jauh Bergin (dalam Miller, 2003)
mengemukakan bahwa agama dapat menjauhkan individu dari perilaku merusak
diri, keluarga dan masyarakat, seperti mabuk, konsumsi narkoba dan perilaku
jahat lainnya. Secara lengkap dinyatakan sebagai berikut :
The positive relationship between religion, spirituality, and mental health stresses the importance of the integration of spiritual and religious concerns in counseling. Richards and Bergin (2000) summarize the findings of this positive relationship as follows. First, religious coping behaviors assist peo- ple during stress and illness. Second, religious people have a greater physi- cal health, life length, surgical recovery, and sense of well-being, as well as more life satisfaction, moral behavior, empathy, and altruism. Third, they have less anxiety related to death, worry, neurotic guilt, depression, and suicidal tendencies; are less likely to divorce, use or abuse alcohol or drugs, have premarital sex or teenage pregnancies (if the religion prohibits pre- marital sex), and delinquency. This summary indicates the powerful re- source religious beliefs and practices can be to clients in counseling and the importance of integrating this area in counseling.
Besarnya dampak agama bagi perkembangan individu disampaikan oleh
Dahlan (dalam Sunaryo, 2011, hlm. 25) bahwa apabila pendidikan bertujuan
untuk meningkatkan kualitas manusia yang bercirikan taqwa maka bimbingan dan
konseling tidak cukup hanya bertopang pada kaidah-kaidah psikologis dan sosio
kultural belaka, melainkan harus mampu menangkap eksistensi manusia sebagai
makhluk Allah Swt.
Tafsir (2012, hlm. 127) mengungkapkan bahwa kebanyakan siswa sudah
bisa mengetahui (knowing) dan melakukan (doing) ajaran agama, tetapi tidak
being (melakukan) dalam kehidupan nyata. Menurut Tafsir, guru agama
mengajarkan, murid mendengar dan mencatatnya. Diajarkan bahwa berbohong itu
jelek, kerugian bila berbohong, keuntungan bersikap jujur, kerugian boros,
keuntungan hemat,memuliakan orang tua karena syurga berada di bawah telapak
kaki ibu dan sebagainya. Banyak sekali materi akhlak dalam pelajaran agama
siswa telah mengetahui konsep sholat, juga terampil melaksanakan sholat, tetapi
dapatkah mereka melaksanakan sholat dalam kehidupan sehari-hari? (being).
Kondisi remaja yang digambarkan oleh Tafsir, tentu saja harus segera
ditanggulangi dengan solusi yang akurat dan menyeluruh. Andaikata kondisi
tersebut tidak segera diatasi, maka harapan untuk mewujudkan generasi emas
pada tahun 2045 hanya tinggal mimpi saja.
Keprihatinan dengan kondisi buruknya kesadaran beragama, mendorong
peneliti untuk mengembangkan program bimbingan dan konseling dengan
menggunakan teknik yang sesuai dengan kondisi fisik dan psikis siswa. Secara
spesifik, Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memfasilitasi
siswa untuk dapat mengintegrasikan pemahaman keagamaan ke dalam aspek
perasaan dan perilaku sehari-hari, hal ini disebut dengan proses internalisasi atau
personalisasi (Tafsir, 2012). Dengan demikian keseluruhan kegiatan sehari-hari
tidak lagi terpisah dari nilai-nilai agama. Kondisi ini akan menumbuhkan
kedekatan remaja kepada agama, karena mereka merasakan dampak positif
pelaksanaan agama.
Jalaludin (2010 hlm. 83) menyatakan bahwa para pemuka dan pendidik
juga perlu merumuskan paradigma baru dalam menjalankan tugas bimbingannya.
Setidaknya bimbingan keagamaan bagi remaja perlu dirumuskan dengan
berorientasi pada pendekatan psikologi, perkembangan yang serasi dengan
karakteristik yang dimiliki remaja. Dengan demikian, nilai-nilai ajaran agama
tidak lagi hanya terbatas pada informasi ajaran yang bersifat normatif dan hitam
putih. Ajaran agama tidak hanya menampilkan dosa dan pahala atau syurga dan
neraka, siksa dan ganjaran, akan tetapi tampil sebagai model bimbingan yang
dapat menghantarkan manusia kepada kesuksesan di dunia dan akhirat.
Upaya untuk membantu siswa dalam meningkatkan kesadaran beragama,
tentunya memerlukan teknik atau pendekatan yang kreatif, inovatif dan sesuai
dengan tugas perkembangan remaja. Kesalahan dalam memilih teknik bimbingan
dikhawatirkan akan mengakibatkan rendahnya motivasi siswa untuk mengenal,
memahami dan mengaktualisasikan nilai-nilai keagamaan. Secara ekstrim
dan kurang menarik, akan membuat remaja tidak tertarik bahkan meninggalkan
ajaran agama.
Lebih jauh Kartadinata, (2011, hlm. 28) menyatakan bahwa apabila
bertolak dari pandangan filosofis tentang manusia dan pandangan teoretik tentang
pendekatan (yang menyangkut makna, fungsi, proses dan teknik bimbingan dan
konseling), maka pendekatan bimbingan dan konseling dimaksud hendaknya
berorientasi pada pendekatan kekholifahan atau kemakhlukan manusia, sesuai
dengan esensi tugas manusia hidup di dunia ini sebagai khalifah dan berdasar
kepada sifat - sifat kemanusiaan di dalam implementasinya.
Bimbingan dan konseling yang memperhatikan esensi dan eksistensi
kemanusiaan sejalan dengan pendapat Dahlan (tanpa tahun) menggambarkan
secara visual tentang bimbingan dan konseling “tuntas” dalam posisinya sebagai
upaya pendidikan sebagai berikut :
bi
Gambar 1.1
Bimbingan dan Konseling sebagai Upaya Pendidikan
Bimbingan dan konseling merupakan aktifitas layanan yang
diperuntukkan untuk semua siswa. Berdasarkan sudut pandang Bimbingan dan
konseling komprehensif, aktifitas BK meliputi layanan dasar, layanan responsif,
perencanaan individual dan layanan dukungan sistem. Bimbingan
konseling sebagai upaya pendidikan
Mencakup perbuatan yang memanfaatkan psikologi-sosiologi
Mengarah pada maksud dan tujuan yang berbobot normatif etis untuk mencapai taqwa
Diwujudkan oleh pembimbing yang pada dasarnya adalah manusia mantap dan matang selaku hamba
Allah
Landasan penyusunan layanan dasar/kurikulum bimbingan dan konseling
antara lain adalah tugas-tugas perkembangan yang merupakan satu tugas yang
muncul pada periode tertentu dalam rentang kehidupan individu, Yang apabila
tugas itu dapat berhasil dituntaskan akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan
dalam menuntaskan tugas berikutnya; sementara apabila gagal, maka akan
mengakibatkan ketidakbahagiaan pada diri individu yang bersangkutan,
menimbulkan penolakan masyarakat dan kesulitan-kesulitan dalam menuntaskan
tugas-tugas berikutnya. Yusuf (2012, hlm. 65). Tugas perkembangan yang
pertama adalah terkait dengan peningkatan ketaqwaan terhadap Tuhan yang Maha
Esa, tugas perkembangan ini merupakan landasan kehidupan individu yang dapat
mewarnai tugas – tugas perkembangan lainnya secara positif dan bermakna.
Salah satu peran bimbingan dan konseling sebagai bagian integral dari
pendidikan nasional untuk membantu meningkatkan kesadaran beragama adalah
dengan mengaplikasikan teknik Bimbingan dan Konseling yang sesuai dengan
perkembangan siswa. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kurnanto, E
(2014) yang melakukan penelitian tentang peningkatan religiusitas siswa dengan
model bimbingan berbasis surat Al-Fatihah. Penelitian menggunakan desain
eksperimen kuasi di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 9 Pontianak.
Penelitian ini terdiri dari tiga dimensi utama religiusitas yaitu iman, islam dan
ihsan. Bimbingan berbasis surat Al-Fatihah dimaknai sebagai suatu proses
bantuan yang diberikan kepada individu, diberikan secara sistematis dan
berkesinambungan yang diberikan oleh tenaga terlatih agar individu mempunyai
perkembangan religiusitas yang optimal, dalam proses pelaksanaannya dilakukan
dengan menggunakan pedoman pada operasionalisasi ayat demi ayat dalam surat
Al-Fatihah.
Penelitian yang dilakukan oleh Kurnanto (2014) menggunakan
pendekatan penanaman nilai dan pembiasaan yang ditujukan untuk siswa SMP.
Berdasarkan studi literatur, peneliti menemukan data bahwa teknik bimbingan
yang digunakan untuk meningkatkan kesadaran beragama masih menggunakan
cara-cara konvensional yang seringkali kurang disenangi oleh remaja dan
modul, padahal remaja berada pada masa perkembangan seluruh aspek kehidupan,
termasuk kemampuan berfikir kritis dan keinginan untuk belajar dari lingkungan.
Fakta ini menjadi salah satu landasan penggunaan teknik modeling, khususnya
modeling simbolik yang memiliki tampilan yang menarik berupa tayangan film
pendek serta simulasi pelatihan perilaku yang diharapkan dengan tampilan yang
lebih sederhana dan utuh apabila dibandingkan dengan teknik konvensional
seperti ceramah atau system modul.
Layanan Bimbingan dan Konseling dengan teknik modeling didasari
oleh Bandura. Persfektif teori ini berfokus pada bagaimana individu belajar
dengan mengamati orang lain, dan bagaimana dalam proses tersebut, individu
mulai memegang kendali atas perilaku mereka sendiri (Ormrod, J, 2009 hlm. 3).
Dalam belajar sosial dengan teknik modeling, berasumsi bahwa tidak semua
perubahan perilaku dilakukan dengan trial and error, melainkan bisa dengan
melakukan modeling terhadap individu lain yang dianggap kompeten.
Menurut Bandura, individu dipengaruhi tidak hanya oleh apa yang
dilakukan model, tapi juga oleh konsekwensi dan non konsekwensi yang dialami
oleh model. Permodelan memiliki empat kemungkinan efek terhadap perilaku
individu sebagai berikut : (1) Efek pembelajaran observasional (observational
learning effect). Pengamat memperoleh suatu perilaku baru yang diperagakan
oleh model. (2) Efek memfasilitasi respon (response facilitation effect).
Pengamat menunjukkan perilaku yang telah dipelajari sebelumnya lebih sering
setelah melihat seseorang model diberikan penguatan karena menampilkan
perilaku tersebut (penguatan yang bersifat vicarious). (3) efek penghambat
respons (response inhibition effect). (4) response disinhibition effect. Pengamat
menunjukkan perilaku yang dilarang atau dihukum lebih sering setelah melihat
seorang model menunjukkan perilaku tersebut tanpa mendapatkan konsekwensi
yang merugikan. Empat dampak modeling dalam merubah perilaku merupakan
cirri khas sekaligus kelebihan teknik ini. Penggunaan teknik modeling
diperkirakan efektif untuk membantu meningkatkan kesadaran beragama.
Berdasarkan kajian teoritis dan beberapa data empirik di atas, peneliti
program Bimbingan dan Konseling dengan Teknik Modeling yang efektif untuk
meningkatkan kesadaran agama.
1.2Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang penelitian, maka masalah utama
penelitian ini adalah, apakah teknik modeling efektif untuk meningkatkan
kesadaran beragama ?”
Secara khusus masalah utama tersebut diuraikan dalam pertanyaan
penelitian sebagai berikut :
1. Seperti apakah profil kesadaran beragama siswa kelas XI SMKN 2 Cimahi
pada Tahun Ajaran 2014/2015 ?
2. Bagaimanakah rumusan Program Bimbingan dan Konseling dengan
menggunakan teknik modeling yang efektif untuk meningkatkan
kesadaran beragama siswa kelas XI SMKN 2 Cimahi siswa kelas XI
SMKN 2 Cimahi Tahun Ajaran 2014/2015?
3. Bagaimana gambaran keefektifan teknik modeling untuk meningkatkan
kesadaran beragama siswa kelas XI SMKN 2 Cimahi Tahun Ajaran
2014/2015?
1.3Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini ditujukan untuk menguji efektivitas teknik
modeling untuk meningkatkan kesadaran beragama. Secara khusus penelitian ini
ditujukan untuk memperoleh gambaran teoritis dan empiris mengenai hal – hal
berikut :
1. Profil kesadaran beragama siswa kelas XI SMKN 2 Cimahi Tahun Ajaran
2014/2015.
2. Gambaran Program Bimbingan dan Konseling dengan menggunakan
teknik modeling yang efektif untuk meningkatkan kesadaran beragama
siswa; dan
3. Gambaran keefektifan teknik modeling untuk meningkatkan kesadaran
1.4Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi dunia
pendidikan, khususnya prodi Bimbingan dan Konseling. Secara teoritis, hasil
penelitian ini dapat menambah khazanah teori tentang kesadaran beragama dan
penggunaan teknik modeling untuk meningkatkan kesadaran beragama.
Secara praktis, penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak sebagai
berikut :
1. Bagi Guru BK, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu
pertimbangan penyusunan program BK, baik yang terkait dengan aspek
kesadaran beragama maupun dalam penggunaan teknik modeling untuk
meningkatkan kesadaran beragama.
2. Bagi program studi Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, hasil Penelitian ini
dapat menambah kekayaan kerangka konseptual dalam mengembangkan
program Bimbingan dan Konseling dengan menggunakan teknik modeling
yang efektif untuk meningkatkan kesadaran beragama.
3. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian dapat dijadikan sebagai salah satu
landasan untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut.
1.5Asumsi Penelitian
Penelitian tentang efektivitas teknik modeling untuk meningkatkan
kesadaran beragama ini didasarkan atas asumsi-asumsi sebagai berikut :
1. Fitrah beragama merupakan disposisi (kemampuan dasar) yang mengandung
kemungkinan atau peluang untuk berkembang. Namun, mengenai arah dan
kualitas perkembangannya tergantung kepada proses pendidikan yang
diterimanya (faktor lingkungan). Syamsu Yusuf, (tanpa tahun, hlm. 37).
2. Apabila pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia yang
bercirikan taqwa, maka bimbingan dan konseling tidak cukup hanya bertopang
kepada kaidah-kaidah psikologis dan sosio-kultural belaka, melainkan harus
mampu menangkap eksistensi manusia sebagai makhluk Allah. Dahlan, MD
3. Dilihat dari sudut wilayah bimbingan dan konseling, kemandirian yang menjadi
fokus telaahan studi yang disebutkan berada pada segi tujuan yang esensinya
ialah tanggung jawab. Tanggung jawab, sebagai esensi tujuan bimbingan dan
konseling, bukan diajarkan sebagai pengetahuan melainkan sesuatu yang harus
dialami dan diwujudkan dalam tindakan. Tangung jawab adalah suatu konsep
totalitas yang menyangkut keterkaitan manusia baik dengan dirinya sendiri,
masyarakat maupun Tuhan. (Sunaryo, 2011 hlm. 26).
4. Bimbingan dan konseling harus merupakan proses penyiapan konseli untuk
dapat melaksanakan tugas hidupnya sebagai makhluk Alloh swt di muka bumi
ini. Dahlan, MD 1988. (Sunaryo, 2011 hlm. 28).
5. Ajaran agama mendorong dan mengajak para penganutnya untuk bekerja
produktif bukan saja untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi juga untuk
kepentingan orang lain. Penganut agama bukan saja disuruh bekerja secara
rutin dalam pola hidup yang sama, tetapi juga dituntut untuk melakukan inovasi
dan penemuan baru. ( Sauri, S, 2013 hlm. 19).
6. Universalisme Islam tampak pada penghargaan kepada kemanusiaan secara
universal yang berpihak kepada kebenaran, kebaikan dan keadilan dengan
mengedepankan kedamaian, menghindari pertentangan dan perselisihan, baik
ke dalam intern umat islam maupun keluar. Dengan demikian nampak bahwa
nilai-nilai ajaran islam menjadi dasar bagi hubungan antar manusia secara
universal dengan tidak mengenal suku, bangsa dan agama. ( Sauri,S, 2013
,hlm. 155).
7. Rendahnya kualitas keimanan dan ketaqwaan merupakan sumber yang paling
mendasar dalam pengembangan keberdayaan hidup. ( Surya, M 2011 hlm. 65).
8. Teori kognitif sosial menyatakan bahwa pembelajar tidak harus bereksperimen
dengan cara trial and error, melainkan mereka dapat menguasai banyak respon
baru hanya dengan mengamati perilaku orang lain atau model. Bandura (
Ormrod, 2008 hlm. 5).
9. Adanya hukum resiprokal dalam teori kognitif sosial menggambarkan saling
ketika ketiga faktor ini mempengaruhi pembelajaran dan perkembangan.
Bandura, A (Jeanne E. O, 2008 hlm. 6).
10. Dalam persfektif kognitif sosial, penguatan meningkatkan frekuensi suatu
perilaku hanya apabila pembelajar memikirkan dan mengetahui bahwa perilaku
itu sedang diberi penguatan. Bandura, A (1986) (dalam Jeanne E. O, 2008
hlm. 7).
11. Pembelajar membentuk ekspektasi mengenai konsekwensi-konsekwensi yang
mungkin dari tindakan-tindakan yang akan datang dan berperilaku sesuai
dengan hal itu ( Jeanne E. O, 2008 hlm. 7).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Bab III Membahas tentang pendekatan, metode, dan desain penelitian
yang digunakan, partisipan penelitian, instrumen penelitian. prosedur penelitian,
dan teknik analisis data penelitian.
3.1 Pendekatan dan Prosedur Penelitian
Pendekatan kuantitatif dalam hal ini digunakan untuk menguji efektivitas
teknik modeling untuk meningkatkan kesadaran beragama. dalam penelitian ini,
pendekatan kuantitatif ditujukan untuk mengetahui perubahan kesadaran
beragama siswa sebelum dan setelah adanya perlakuan layanan.
Metode penelitian yang akan digunakan adalah metode eksperimen kuasi.
Bentuk desain eksperimen kuasi merupakan pengembangan dari true
eksperimental design, yang sulit dilakukan. Desain ini mempunyai kelompok
kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol
variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen.
Untuk menguji efektifitas teknik modeling digunakan metode penelitian
eksperimen kuasi. Dalam eksperimen kuasi, peneliti menggunakan kelompok
kontrol dan kelompok eksperimen, pengambilan partisipan dari dua kelompok
tersebut tidak dilakukan secara random.
Penggunaan kuasi eksperimen dipandang dipandang sebagai pendekatan
yang sesuai, karena pengambilan responden tidak dilakukan secara acak. Hal ini
dipandang baik karena responden terpusat di kelas - kelas tertentu. Dengan
demikian dapat mengurangi dampak gangguan terhadap kegiatan belajar mengajar
di sekolah.
Adapun desain penelitian yang digunakan adalah (pre-test post-test)
non-equivalent control group design, yaitu dengan menggunakan kelas-kelas yang
diperkirakan memiliki kondisi yang sama. Masing-masing kelompok kontrol dan
kelompok eksperimen akan diberikan layanan bimbingan dengan menggunakan
teknik modeling (observational learning), Hal ini dilakukan untuk mengetahui
apakah perlakuan yang diberikan berpengaruh terhadap kesadaran beragama
siswa.
Borg dan Gall (1989 hlm. 679 dalam Creswell. 2013 hlm. 148)
menyimpulkan enam langkah yang digunakan dalam prosedur rancangan pre test
post test control group. Penelitian ini akan dilakukan sesuai dengan
langkah-langkah tersebut, yaitu: 1) persiapan; 2) melakukan pre test terhadap keseluruhan
partisipan penelitian; 3) menempatkan partisipan secara berpasangan berdasarkan
skor-skor pre test dalam ukuran yang telah ditetapkan; 4) melakukan treatment;
5) melakukan post test terhadap keseluruhan partisipan; 6) melakukan analisis
data. Keseluruhan prosedur penelitian digambarkan sebagai berikut.
Gambar 3.1
Rangkaian penelitian Program Bimbingan dan Konseling Dengan Teknik Modeling Untuk Meningkatkan Kesadaran Beragama
PENDAHULUAN PERENCANAAN PELAKSANAAN HASIL
STUDI PUSTAKA
STUDI LAPANGAN
MENYUSUN PROGRAM HIPOTETIK
JUDGEMENT PROGRAM
REVISI
UJI COBA
LAPANGAN
ANALISIS DAN REVISI
3.2Pengembangan Instrumen Pengumpul Data
Pada bagian ini diuraikan tentang deskripsi dan langkah-langkah
pengembangan instrumen yang meliputi penetapan definisi operasional kesadaran
beragama dan teknik modeling, penyusunan kisi-kisi instrumen, pengujian
kelayakan instrumen serta revisi dan finalisasi instrumen.
3.2.1 Definisi Operasional 1. Kesadaran beragama
Secara operasional yang dimaksud dengan kesadaran beragama pada
penelitian ini, adalah aktifitas peribadahan yang dilakukan siswa kelas XI Sekolah
Menengah Kejuruan dalam kehidupan sehari-hari pada dimensi ideologi, ritual,
eksperiensial, intelektual dan konsekuensial.
Dimensi keyakinan atau akidah islam menunjuk pada seberapa tingkat
keyakinan muslim terhadap kebenaran ajaran-ajaran agamanya, terutama terhadap
ajaran-ajaran yang bersifat fundamental dan dogmatik. Dalam ajaran islam isi
dimensi keimanan menyangkut keyakinan tentang Allah, para malaikat, Nabi atau
Rasul, kitab-kitab Allah, surga dan neraka, serta qadha dan qadar .
Dimensi peribadatan (paraktek agama) atau syariah menunjuk pada
seberapa tingkat kepatuhan muslim dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual
sebagaimana diperintahkan dan dianjurkan oleh agamanya. Dimensi peribadatan
menyangkut pelaksanaan shalat, puasa, zakat, haji, membaca Al-Qur’an, berdo’a,
berdzikir, ibadah qurban, i`tikaf di masjid.
Dimensi pengamalan atau akhlak menunjuk pada seberapa tingkatan
muslim berperilaku dimotivasi oleh ajaran-ajaran agama, yaitu bagaimana
individu berelasi dengan dunianya, teruta\ma dengan manusia lain. Dalam ajaran
islam dimensi ini meliputi perilaku suka menolong, bekerjasama, berderma,
menyejahterakan dan menumbuhkembangkan orang lain, menegakkan keadilan
amanat, tidak mencuri, tidak korupsi, tidak berjudi, tidak meminum minuman
yang memabukkan, mematuhi norma-nor\ma islam dalam perilaku seksual,
berjuang unuk hidup sukses.
Dimensi pengetahuan atau ilmu menunjuk pada seberapa tingkat
pengetahuan dan pemahaman muslim terhadap ajaran-ajaran agamanya, terutama
mengenai ajaran-ajaran pokok ajaran agamanya, sebagaimana termuat dalam kitab
sucinya. Dalam ajaran islam, dimensi ini menyangkut pengetahuan tentang isi
al-Qur’an, pokok-pokok ajaran yang harus diimani dan dilaksanakan (rukun islam dan rukun iman).
Dimensi pengalaman atau penghayatan adalah dimensi yang menyertai
keyakinan, pengamalan, dan peribadatan. Dimensi penghayatan menunjuk pada
seberapa jauh tingkat muslim dalam merasakan dan mengalami perasaan-perasaan
dan pengalaman-pengalaman religius. Dalam ajaran islam, dimensi ini terwujud
dalam perasaan dekat atau akrab dengan Allah, perasaan doa-doanya sering
terkabul, perasaan tenteram bahagia karena menuhankan Allah, perasaan
bertawakal (pasrah diri secara positif) kepada Allah, perasaan khusyu ketika
melaksanakan shalat, perasaan bergetar ketika mendengar ayat-ayat Al-Quran,
perasaan bersyukur kepada Allah, perasaan mendapatkan peringatan atau
pertolongan dari Allah.
2. Teknik modeling
Teknik modeling dalam penelitian ini didefinisikan sebagai suatu teknik
yang menggunakan proses belajar melalui pengamatan terhadap model dan
perubahan perilaku yang terjadi karena peniruan dalam adegan aktifitas
bimbingan kelas.
Secara operasional, teknik modeling yang digunakan dalam penelitian ini
adalah berupa model simbolik (symbolic models). Model simbolik yang
digunakan adalah berupa tayangan film yang terkait dengan kesadaran beragama.
Konsep tentang teknik modeling menggambarkan adanya empat proses
1. Perhatian (attention process): Sebelum meniru orang lain, perhatian harus
dicurahkan kepada individu yang hendak ditiru. Perhatian ini dipengaruhi
oleh asosiasi pengamat dengan modelnya, sifat model yang atraktif, dan
arti penting tingkah laku yang diamati bagi pengamat.
2. Representasi (representation process): Tingkah laku yang akan ditiru,
harus disimbolisasikan dalam ingatan. Baik dalam bentuk verbal maupun
dalam bentuk gambaran/imajinasi. Representasi verbal memungkinkan
orang mengevaluasi secara verbal tingkah laku yang diamati, dan
menentukan mana yang dibuang dan mana yang akan dicoba dilakukan.
Representasi imajinasi memungkinkan dapat dilakukannya latihan
simbolik dalam pikiran, tanpa benar – benar melakukannya secara fisik.
3. Peniruan tingkah laku model (behavior production process): sesudah
mengamati dengan penuh perhatian, dan memasukkannya ke dalam
ingatan, orang lalu bertingkah laku. Mengubah dari gambaran pikiran
menjadi tingkah laku menimbulkan kebutuhan evaluasi; “Bagaimana melakukannya?” “Apa yang harus dikerjakan?” “Apakah sudah benar?”
Berkaitan dengan kebenaran, hasil belajar melalui observasi tidak dinilai
berdasarkan kemiripan respons dengan tingkah laku yang ditiru, tetapi
lebih pada tujuan belajar dan efikasi dari pembelajaran.
4. Motivasi dan penguatan (motivation and reinforcement process): Belajar
melalui pengamatan menjadi efektif kalau pembelajaran memiliki motivasi
yang tinggi untuk dapat melakukan tingkah laku modelnya. Observasi
mungkin memudahkan orang untuk menguasai tingkah laku tertentu, tetapi
kalau motivasi untuk itu tidak ada, tidak akan terjadi proses tingkah laku
yang diharapkan.
3.2.2 Kisi – kisi instrumen
Data yang dibutuhkan untuk pengembangan program Bimbingan dan
Konseling dengan teknik modeling diperoleh melalui instrumen pengungkap
kesadaran beragama. Dengan demikian, instrumen dikembangkan berdasarkan
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dirancang berbentuk angket
berskala pengungkap kesadaran beragama. Skala yang digunakan pada angket
adalah skala likert dengan bentuk : (SS) Sangat Sesuai, (S) Sesuai, (TS) Tidak
Sesuai dan (STS) Sangat Tidak Sesuai, yang masing-masing diberi skor 4 (SS), 3
(S), 2 (TS), 1 (STS).
Pernyataan/item yang digunakan dalam instrumen ini berdasarkan
pertimbangan teoritis dan empiris. Secara teoritis mempertimbangkan
karakteristik perkembangan kesadaran beragama, khususnya remaja. Secara
empirik berdasarkan data dokumentasi kegiatan Bimbingan dan Konseling beserta
refleksi peneliti selama lima tahun menjadi guru Bimbingan dan Konseling di
Sekolah Menengah Kejuruan.
Tabel 3.1
Kisi-Kisi Instrumen Kesadaran Beragama Siswa
Dimensi Indikator Deskripsi No
1. Dimensi
Ideologi/keyakina n/rukun iman
1.Yakin kepada Allah
Berdasarkan kepada
beberapa Asma Ul husna: Allah Yang Maha Pencipta, Allah Yang Maha Pengatur
1,2
2.Yakin kepada malaikat
Berdasarkan kepada tugas malaikat sebagai pengawas amal manusia
3, 4
3.Yakin kepada Nabi dan rosul
Berdasarkan beberapa
karakteristik nabi yang bersungguh-sungguh dalam berda’wah
5, 6
4.Yakin kepada kitab Allah (Al-Qur`an)
Berdasarkan kepada
beberapa fungsi Al-Qur’an
sebagai sumber
penyelesaian semua urusan hidup
7, 8
5.Yakin kepada hari akhir
Berdasarkan kepada
beberapa karakteristik hari akhir dan kematian
9,10
6.Yakin kepada qadha dan qadar
Berdasarkan kepada
persepsi terhadap keadilan takdir Allah
2. Dimensi Intelektual/ilmu
Pengetahuan/wawas an tentang pokok-pokok ajaran Islam
Berdasarkan kepada
beberapa hikmah ibadah ritual (puasa)
13,15
3. Dimensi Ritual 1. Melaksanaka n shalat
Berdasarkan kepada
pelaksanaan sholat wajib
tepat waktu dan
melaksanakan sholat sunat
16,17
2. Berpuasa Berdasarkan pada
kemampuan mengendalikan emosi ketika puasa dan melaksanakan puasa sesuai ketentuan syariat
18, 19
3. Mengeluarka n zakat
Meniatkan zakat untuk
beribadah serta
mengeluarkan zakat sesuai aturan syariat
20, 21
4. Menunaikan ibadah haji
Memiliki niat untuk ibadah haji apabila memiliki kemampuan
22, 23
5. Membaca
al-qur’an Keistiqomahan Al-Qur’an setiap hari serta membaca mempelajari ilmu tajwid
24, 25
6. Berdo’a Berdoa sebelum melakukan aktifitas sehari-hari
26, 27
7. Berdzikir Mengucapkan dzikir pada kegiatan sehari-hari
28, 29
8. Berqurban Melakukan qurban
diniatkan untuk beribadah kepada Allah
30-32
9. Melakukan itikaf di masjid
Melaksanakan i-tikaf untuk mendekatkan diri serta memohon ampunan kepada Allah
33, 34
4. Dimensi
Eksperiensial/pen ghayatan
1. Merasa dekat atau akrab
dengan Allah
Senantiasa memohon
petunjuk Allah dalam semua urusan hidup
35-37
2. Merasa bahagia
dengan do’a
-do’a yang
sering terkabul
Kepuasan Allah senantiasa
3. Merasa tenteram bahagia karena menuhankan Allah
Hati tenang karena Allah penentu segala urusan
40-42
4. Bertawakal (pasrah diri secara
positif) kepada Allah
Memasrahkan segala usaha kepada Allah namun tetap melakukan ikhtiar
43-45
5. Khusyu ketika melaksanaka n sholat atau
berdo’a
Mengingat dengan baik jumlah rakaat dan bacaan sholat
46, 47
6. Hati bergetar ketika
mendengark an ayat-ayat Al-Quran
Merasa nyaman mendengar ayat Al-Qur’an
48-50
7. Bersyukur kepada Allah ketika mendapat kebahagiaan
Mensyukuri kesehatan dan harta yang dimiliki
51-53
8. Perasaan mendapatka n peringatan atau
pertolongan dari Allah
Merasa bersalah ketika melakukan dosa
54-56
5. Dimensi
konsekuensial/ak hlak
1. Suka menolong
Menolong teman
menjelaskan pelajaran serta menengok teman yang sakit
57-59
2. Bekerjasama Terlibat aktif dalam kegiatan sosial di sekolah
60-62
3. Berderma/be rinfak
Memberikan sebagian harta
untuk membantu
teman/tetangga yang tidak mampu
63, 64
4. Mensejahter akan dan Menumbuhk embangk
Memberikan perhatian kepada teman yang sedang
bermasalah serta
memberikan pelayanan
an orang lain yang baik kepada tamu
5. Menegakkan keadilan dan kebenaran
Menjadi saksi yang berkata benar
68-70
6. Berlaku jujur
Menepati janji serta menjadi saksi yang jujur dalam perselisihan dengan teman
71, 72
7. Menjaga lingkungan hidup
Menjaga kebersihan
lingkungan
73-75
8. Menjaga amanat
Memelihara semua amanat dengan baik, baik amanat lisan maupun berupa titipan barang
76-77
9. Tidak mencuri
Tidak mengambil milik orang lain tanpa ijin
78-79
10.Tidak korupsi
Mengambil hak orang lain untuk kepentingan diri
80,81
11.Tidak berjudi
Melakukan taruhan uang dalam permainan
82,83 12.Tidak meminum minuman yang memabukka n
Menjauhi mabuk 84, 85
13.Mematuhi
norma-norma islam dalam
perilaku seksual
Berbusana menutup aurat dan bergaul dengan lawan jenis sesuai etika islam
86, 87
14.Berjuang untuk hidup sukses
Belajar sebelum ujian 88, 89
15.Memaafkan orang lain
Berbuat baik kepada teman yang pernah menyakiti
90, 91
3.2.3 pengujian kelayakan Instrumen
Pengujian terhadap instrumen dilakukan untuk mendapatkan instrumen
pengujian validitas item dan reliabilitas instrumen. Secara rinci dijelaskan sebagai
berikut.
1. Uji Rasional
Uji rasional terhadap instrumen meliputi materi/isi, konstuk dan bahasa.
Penimbangan (uji rasional) dilakukan untuk memperoleh instrumen yang layak
pakai. Dimensi kesadaran beragama terdiri dari lima dimensi, dikembangkan
menjadi 135 item pernyataan. Instrumen penelitian ditimbang oleh tiga ahli
Bimbingan dan Konseling yang terdiri dari Dr. Nani M Sugandhi, M. Pd., Dr.
Yusi Riksa Yustiana, M.Pd, Dr. Ilfiandra, M.Pd.
2. Uji Validitas Item dan Reliabilitas Instrumen
Langkah uji validitas butir pernyataan dilakukan dengan menggunakan
rumus Spearman Rank. Dari 135 pernyataan/item diperoleh 91 pernyataan valid
dan 44 pernyataan tidak valid. Bagi pernyataan yang valid hal ini berarti bahwa
pernyataan tersebut mengukur kesadaran beragama dengan baik sedangkan bagi
pernyataan yang tidak signifikan hal ini berarti bahwa pernyataan tersebut tidak
dapat mengukur dengan baik kesadaran beragama siswa.
Setelah dilakukan uji validitas setiap item selanjutnya dilakukan uji
reliabilitas. Suatu alat ukur (instrumen) memiliki reliabilitas yang baik bila alat
ukur itu memiliki konsistensi yang handal walaupun dikerjakan oleh siapapun
(dalam level yang sama). Dimanapun dan kapanpun berada. Untuk mengukur
reliabilitas soal menggunakan rumus Alfa Cronbach (Sugiyono)
Proses pengujian reliabilitas dilakukan menggunakan bantuan perangkat
lunak MS Excel 2007. Merujuk pada pedoman koefisien korelasi dari Sugiyono
(2008, hlm.184), dapat ditarik kesimpulan bahwa reliabilitas instrumen kesadaran
beragama siswa sebesar 0,95 berada pada kategori sangat tinggi. Artinya,
instrumen tersebut memiliki tingkat reliabilitas yang sangat tinggi.
Hasil pengujian secara rasional instrumen penelitian dilanjutkan dengan
kegiatan revisi. Setelah instrumen memenuhi syarat validitas dan reliabilitas,
maka dilakukan finalisasi instrumen dengan penataan bentuk instrumen,
pembuatan pedoman pengerjaan, pembuatan lembar jawaban dan penggandaan
instrumen.
3.3Populasi dan Sampel penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut.(Sugiyono, 2013, hlm. 118). Teknik pengambilan sampel dalam
penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling.
Populasi penelitian ini adalah siswa kelas XI SMKN 2 Cimahi,
sedangkan sampel penelitian ini adalah siswa kelas XI RPL A (34 0rang) dan
kelas XI Animasi (32 orang). Secara lebih rinci, sampel penelitian disajikan
[image:32.596.113.517.507.729.2]sebagai berikut.
Tabel 3.2 Sampel Penelitian
Tahap penelitian
Kelas Jumlah
sampel
Jumlah Total
Studi
pendahuluan
Kelas XI Animasi 32 66
Kelas XI RPL 34
Uji coba program Kelompok eksperimen : Kelas XI RPL A
Kelompok Kontrol : Kelas XI Animasi
32 32
Penentuan kelompok untuk uji coba program sebagaimana tertera dalam
Tabel 3.1 didasarkan pada pertimbangan bahwa program Bimbingan dan
Konseling diberikan dalam adegan pendidikan psikologis (psychoeducational
group). Menurut Breadly (2011, hlm. 187) aktifitas bimbingan dalam adegan
psychoeducational dapat berbentuk clasroom guidance atau bimbingan kelas.
Lebih lanjut Breadly (2011, hlm. 5) menyatakan bahwa jumlah anggota dalam
bimbingan kelas berkisar antara 20 sampai 30 siswa. Berkaitan dengan jumlah
pendidikan psikologis, Glading (dalam Supriatna 2010, hlm. 86) mengungkapkan
kisaran siswa sebanyak 10 sampai 40 siswa. Penelitian ini mengambil kelompok
uji coba sebanyak 34 siswa.
Penggunaan adegan classroom guidance/psychoeducational terkait dengan
adanya fenomena perbandingan antara konselor dan siswa yang sangat tidak ideal.
Breadly mengungkapkan bahwa kelompok psychoeducational dalam bentuk
classroom guidance dapat berfungsi preventif, pengembangan maupun remedial.
3.4 Prosedur pengembangan Program Bimbingan dan Konseling dengan Teknik Modeling
Dalam penelitian ini, Program Bimbingan dan Konseling dengan teknik
modeling didefinisikan sebagai Layanan Bimbingan dan Konseling yang
dirumuskan berdasarkan profil kesadaran beragama siswa kelas XI SMKN 2
Cimahi yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran beragama yang meliputi
dimensi ideologi, intelektual, ritual, eksperiensial dan konsekuensial. Secara
spesifik, konten kesadaran beragama yang dimaksudkan dalam penelitian ini
meliputi : (1) Pengungkapan Awal; (2) Indahnya takdir Allah; (3) Mengapa saya
berpuasa? (4) Aku berdzikir ketika ujian; (5) Bekerjasama mempermudah
hidupku; (6) Nyaman dan khusyu bersama Allah; (7) Refleksi Akhir.
Secara operasional, teknik modeling yang digunakan dalam penelitian ini
[image:33.596.132.513.84.114.2]Wiwin Winangsih, 2015
EFEKTIVITAS TEKNIK MOD ELING UNTUK MENINGKATKAN KESAD ARAN BERAGAMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
digunakan adalah berupa tayangan film yang terkait dengan kesadaran beragama
yang dilakukan melalui empat tahap inti sebagai berikut.
5. Perhatian (attention process): Sebelum meniru orang lain, perhatian harus
dicurahkan kepada individu yang hendak ditiru. Perhatian ini dipengaruhi
oleh asosiasi pengamat dengan modelnya, sifat model yang atraktif, dan
arti penting tingkah laku yang diamati bagi pengamat.
6. Representasi (representation process): Tingkah laku yang akan ditiru,
harus disimbolisasikan dalam ingatan. Baik dalam bentuk verbal maupun
dalam bentuk gambaran/imajinasi. Representasi verbal memungkinkan
orang mengevaluasi secara verbal tingkah laku yang diamati, dan
menentukan mana yang dibuang dan mana yang akan dicoba dilakukan.
Representasi imajinasi memungkinkan dapat dilakukannya latihan
simbolik dalam pikiran, tanpa benar – benar melakukannya secara fisik.
7. Peniruan tingkah laku model (behavior production process): sesudah
mengamati dengan penuh perhatian, dan memasukkannya ke dalam
ingatan, orang lalu bertingkah laku. Mengubah dari gambaran pikiran
menjadi tingkah laku menimbulkan kebutuhan evaluasi; “Bagaimana melakukannya?” “Apa yang harus dikerjakan?” “Apakah sudah benar?”
Berkaitan dengan kebenaran, hasil belajar melalui observasi tidak dinilai
berdasarkan kemiripan respons dengan tingkah laku yang ditiru, tetapi
lebih pada tujuan belajar dan efikasi dari pembelajaran.
8. Motivasi dan penguatan (motivation and reinforcement process): Belajar
melalui pengamatan menjadi efektif kalau pembelajaran memiliki motivasi
yang tinggi untuk dapat melakukan tingkah laku modelnya. Observasi
mungkin memudahkan orang untuk menguasai tingkah laku tertentu, tetapi
kalau motivasi untuk itu tidak ada, tidak akan terjadi proses tingkah laku
yang diharapkan.
Secara visual, peningkatan kesadaran beragama melalui program
Bimbingan dan Konseling dengan teknik modeling tertera pada gambar berikut.
Kondisi awal kesadaran beragama :
1. Dimensi ideologi
2. Dimensi
intelektual
Layanan BK :
1. Indahnya takdir Allah;
2. Mengapa saya berpuasa?
Kondisi akhir :
peningkatan kesadaran beragama :
Gambar 3.2
Peningkatan Kesadaran Beragama Melalui Teknik Modeling
Berdasarkan tujuan, penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap
kegiatan, yaitu tahap persiapan, perancangan program hipotetik, uji kelayakan, uji
lapangan dan penyusunan rancangan program BK akhir. Rincian kegiatan setiap
tahap dijelaskan sebagai berikut.
Tahap pertama : Persiapan pengembangan program BK
Kegiatan penelitian pada tahap ini meliputi kajian konseptual dan dan
kajian empirik fenomena kesadaran beragama siswa. Studi pendahuluan dilakukan
untuk mendapatkan informasi awal sebagai dasar penyusunan program BK.
Kajian konseptual dilakukan untuk menelaah konsep kesadaran beragama dan
konsep program BK dengan teknik modeling. Sumber informasi yang digunakan
untuk mendapatkan data dan fakta tentang kesadaran beragama dan Bimbingan
dan Konseling dengan teknik modeling adalah buku teks, jurnal, dan artikel yang
sesuai di internet.
Kajian empiris dilakukan untuk mendapatkan gambaran kesadaran
beragama. Hal ini dilakukan dengan melakukan studi pendahuluan kepada siswa
kelas XI yang berjumlah 66 orang.
Tahap kedua : Merancang program BK
Berdasarkan kajian teoritik dan empirik, selanjutnya disusun program BK
dengan teknik modeling untuk meningkatkan kesadaran beragama siswa.
[image:35.596.110.526.64.395.2]Substansi program BK terdiri dari rumusan rasional, tujuan, asumsi, kompetensi
konselor, prosedur pelaksanaan, evaluasi dan indikator keberhasilan layanan BK.
Tahap ketiga : Uji kelayakan program
Tahap ini terdiri dari judgement pakar dan uji coba di lapangan.
Judgement dilakukan untuk mengetahui ketepatan program BK dengan teknik
konseling untuk meningkatkan kesadaran beragama. Judgement dilakukan oleh
ahli Bimbingan dan Konseling dari sekolah Pasacasarjana UPI, yaitu Dr. Yusi
Riksa Yustiana, M. Pd. Dari kegiatan judgement ahli, diperoleh informasi
ketepatan dan kelayakan layanan BK. Hasil judgement ahli Bimbingan dan
Konseling ditindaklanjuti dengan melakukan proses revisi Deskripsi hasil validasi
pakar dijelaskan sebagai berikut.
1. Pendahuluan dan Asumsi Program
Pendahuluan dan asumsi program merupakan pertimbangan teoritis dan
empiris yang dijadikan dasar penyusunan program. Hasil pertimbangan pakar
terhadap pendahuluan dan asumsi program menunjukkan bahwa pada bagian
pendahuluan terlalu banyak kajian teoritis yang tidak berhubungan secara
langsung dengan variabel penelitian, sehingga peneliti melakukan
penyederhanaan kajian teotitis pada pendahuluan.
2. Tujuan Program
Tujuan program merupakan gambaran perilaku yang diharapkan setelah
siswa mendapatkan layanan BK. Hasil pertimbangan pakar terhadap rumusan
tujuan program berada pada kriteria memadai.
3. Kompetensi Konselor
Kompetensi konselor yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah
kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh konselor untuk melaksanakan layanan
BK. Hasil pertimbangan pakar menunjukkan bahwa runusan kompetensi konselor
berada pada criteria memadai.
Struktur dan tahapan program BK berisi deskripsi singkat tentang langkah
kerja secara singkat yang dilakukan dalam pelaksanaan program BK. Hasil
pertimbangan pakar menunjukkan bahwa pada satuan layanan BK terdapat
kekurangan pada penggunaan istilah khas teknik modeling yaitu atensi, retensi,
reproduksi motorik dan motivasi. Peneliti melakukan revisi sesuai dengan hasil
pertimbangan pakar.
5. Evaluasi dan Indikator Keberhasilan
Rumusan evaluasi program berkenaan dengan kejelasan tentang aspek
teknik, alat, waktu evaluasi dan indikator keberhasilan program. Hasil penilaian
pakar menunjukkan bahwa pada aspek yang dievaluasi dan indikator keberhasilan
terdapat istilah yang tidak konsisten digunakan, yaitu istilah konseling dan
Bimbingan. Peneliti melakukan revisi dengan mengganti istilah keberhasilan
konseling dengan keberhasilan proses bimbingan kelompok.
Tahap keempat : Pengujian Lapangan
Selanjutnya dilakukan uji lapangan program BK dengan teknik modeling
untuk meningkatkan kesadaran beragama dengan desain nonequivalent pre
test-posttest control group design meliputi (1) Penyusunan rencana kegiatan uji
lapangan; (2) Pelaksanaan uji lapangan dengan desain eksperimen kuasi.
Rancangan penelitian digambarkan sebagai berikut.
Kelompok A O --- X --- O
_____________________________
Kelompok B O --- O
Gambar 3.3
[image:37.596.123.502.464.661.2]Keterangan:
A = Kelompok Eksperimen
B = Kelompok Kontrol
O = Pre test, Post Test (menggunakan instrumen kesadaran beragama)
X = Perlakuan (Program BKdengan teknik modeling)
Pada kedua kelompok (eksperimen dan kontrol) dilakukan pre test dan post test.
Proses pengujian lapangan dilakukan kepada kelas eksperimen sebanyak 34
siswa kelas XI SMK Negeri 2 Cimahi jurusan Rekayasa perangkat Lunak.
Program dilaksanakan sebanyak tujuh sesi, meliputi lima sesi utama dan dua sesi
digunakan untuk melakukan pre test dan post test.
Tahap kelima, melakukan analisis dan evaluasi berdasarkan hasil uji coba
lapangan sebagai bahan revisi dan perbaikan program.
3.5Teknik Analisis Data
Uji statistik dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian mengenai
adanya peningkatan kesadaran beragama setelah diberikan program Bimbingan
dan Konseling. Ketentuan dalam menggunakan uji statistik adalah cara
pengambilan sampel dan normalitas dari data yang digunakan. Apabila data
berdistribusi normal maka akan digunakan statistik parametrik, dan apabila data
tidak berdistribusi tidak normal, maka akan digunakan statistik non parametrik.
Pertimbangan lain yang digunakan dalam analisis data adalah teknik pengambilan
sampel yang dilakukan.
3.5.1 Profil Kesadaran beragama siswa
Profil kesadaran beragama siswa dilakukan melalui tahapan sebagai
berikut:
a. Menentukan Skor maksimal ideal yang diperoleh sampel:
Skor maksimal ideal = jumlah soal x skor tertinggi
Skor minimal ideal = jumlah soal x skor terendah
c. Mencari rentang skor ideal yang diperoleh sampel:
Rentang skor = Skor maksimal ideal – skor minimal ideal
d. Mencari standar deviasi Standar deviasi ( ) = Rentang skor / 6
e. Mencari rata-rata teoritis
Rata-rata teoritis ( )= 2,5 x jumlah pernyataan valid
[image:39.596.134.490.480.652.2]Dari langkah langkah diatas, kemudian didapat kriteria sebagai berikut:
Tabel 3.3
Kriteria Gambaran Umum Variabel
Kriteria Rentang
Sangat Baik
X ≥ + 1,5 Baik
+ 0.0 ≤ X < + 1,5
Kurang Baik
- 1,5 ≤X < + 0.0
Tidak Baik
X < - 1,5
(Azwar, 1996, hlm. 107-109)
3.5.2 Analisis Efektivitas Teknik Modeling untuk meningkatkan kesadaran beragama
Dalam menjawab pertanyaan penelitian tentang efektifitas teknik modeling
melalui analisis data kesadaran beragama siswa sebelum dan setelah mengikuti
teknik modeling. Teknik uji ini dilakukan dengan cara membandingkan data
normalized gain, antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Tujuan
uji ini adalah untuk memperoleh fakta empirik tentang efektifitas teknik modeling
(observational learning) untuk meningkatkan kesadaran beragama dibandingkan
dengan kelompok kontrol. Teknik pengujian tersebut dilakukan dengan
menggunakan bantuan software statistical product and service solutions (SPSS)
versi 18.0.
Prosedur pengujian pengaruh tersebut adalah sebagai berikut. Pertama
menghitung data normalized gain (N-Gain) dengan rumus sebagai berikut
(Coletta, V.P., Phillips, J.A., & Steinert, J.J., 2007).
postest-pretest g =
BAB V
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
Pada bagian ini dikemukakan simpulan dan rekomendasi penelitian.
Kesimpulan berkaitan dengan kajian teoritis, studi empirik dan hasil penelitian
sejenis yang dikaji berdasarkan pertanyaan penelitian. Rekomendasi penelitian
ditujukan untuk mengembangkan bidang Bimbingan dan Konseling baik untuk
lingkungan perguruan tinggi maupun lingkungan sekolah serta bahan masukan
untuk peneliti selanjutnya.
1.1Simpulan
Berdasarkan data penelitian tentang efektifitas teknik modeling untuk
meningkatkan kesadaran beragama dapat diambil beberapa simpulan sebagai
berikut :
1. Penelitian ini menghasilkan program Bimbingan dan Konseling dengan
teknik modeling untuk meningkatkan kesadaran beragama. Penelitian
dilakukan terhadap siswa SMK kelas XI SMK Negeri 2 Cimahi Tahun
Ajaran 2014/2015.
2. Hasil studi pendahuluan menunjukkan bahwa siswa dengan kategori
kesadaran beragama kurang baik dan tidak baik memiliki jumlah yang
cukup banyak, meliputi hampir seperdua dari jumlah sampel secara
keseluruhan. Ditinjau berdasarkan dimensi kesadaran beragama diperoleh
rerata tertinggi pada dimensi ritual dan rerata terendah pada dimensi
konsekuensial. Hasil pre test digunakan sebagai salah satu acuan untuk
menyusun layanan Bimbingan dan Konseling dengan teknik modeling
untuk meningkatkan kesadaran beragama. Pemetaan indikator terendah
dan tertinggi pada setiap dimensi dijadikan sebagai salah satu
3. Setelah penerapan layanan Bimbingan dan Konseling dengan teknik
modeling, peningkatan kesadaran beragama siswa kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol berbeda secara statistik. Jika dilihat dari rata-rata
peningkatan, maka peningkatan skor kelompok eksperimen lebih besar
dibandingkan kelompok kontrol. Hal ini berarti bahwa setelah penerapan
teknik modeling, peningkatan kesadaran beragama siswa kelompok
eksperimen lebih baik dibandingkan