• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS TEKNIK MODELING UNTUK MENINGKATKAN KESADARAN BERAGAMA (Studi Eksperimen Kuasi Terhadap Siswa Kelas XI SMKN 2 Cimahi Tahun Ajaran 2014/2015).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS TEKNIK MODELING UNTUK MENINGKATKAN KESADARAN BERAGAMA (Studi Eksperimen Kuasi Terhadap Siswa Kelas XI SMKN 2 Cimahi Tahun Ajaran 2014/2015)."

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS TEKNIK MODELING UNTUK MENINGKATKAN KESADARAN BERAGAMA

(Studi Eksperimen Kuasi Terhadap Siswa Kelas XI SMKN 2 Cimahi Tahun Ajaran 2014/2015)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Bimbingan dan Konseling

Disusun oleh

Wiwin Winangsih 1302744

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH PASCASARJANA

(2)

EFEKTIFITAS TEKNIK MODELING UNTUK MENINGKATKAN KESADARAN BERAGAMA

(Studi Eksperimen Kuasi terhadap Siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Cimahi Tahun Ajaran 2014/2015)

Oleh

Wiwin Winangsih, S. Pd

Universitas Pendidikan Indonesia

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu Syarat Memperoleh Gelar

Magister Pendidikan pada Bidang Studi Bimbingan dan Konseling

Wiwin winangsih

Universitas Pendidikan Indonesia

Juli 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang,

(3)
(4)

ABSTRAK

Wiwin Winangsih. 2015. Efektivitas teknik modeling untuk meningkatkan kesadaran beragama. Tesis. Dibimbing oleh : Prof. Dr. Syamsu Yusuf L.N, M.Pd. Program Studi Bimbingan dan Konseling, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji efektivitas teknik modeling untuk meningkatkan kesadaran beragama. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain eksperimen kuasi. Pengambilan sampel dilakukan secara non random. Penelitian ini terdiri dari beberapa langkah, yaitu studi teoritik dan empirik, penyusunan program dan uji coba layanan (pelaksanaan eksperimen). Hasil penelitian menunjukkan adanya keefektifan teknik modeling untuk meningkatkan kesadaran beragama, berdasarkan hasil uji Mann Witney. Efektifitas program BK dengan teknik modeling terbukti dengan peningkatan gain skor pada kelas eksperimen lebih besar dibandingkan dengan gain skor pada kelas kontrol. Rekomendasi penelitian ditujukan kepada program studi Bimbingan dan Konseling sebaiknya memberikan pemahaman konseptual dan praktis yang memadai kepada mahasiswa tentang konsep kesadaran beragama siswa, secara khusus dikaitkan dengan penggunaan teknik modeling. Guru Bimbingan dan Konseling sebaiknya menyiapkan kurikulum bimbingan dan konseling untuk meningkatkan kesadaran beragama. Adanya kurikulum bimbingan dan konseling yang terkait dengan kesadaran beragama siswa diharapkan dapat digunakan sebagai upaya preventif dan pengembangan, artinya semua siswa diberikan layanan bimbingan tentang kesadaran beragama dari sejak kelas awal, sehingga siswa dapat menjalankan kehidupannya berdasarkan nilai-nilai agama.

(5)

Wiwin Winangsih. 2015.. Tesis. The effectiveness of the modeling technique to develop students’religious awareness . Supervised by : Prof. Dr. Syamsu Yusuf L.N, M.Pd. study Program of Guidance and Counseling, Postgraduate School, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

ABSTRACT

The research objective is to examine the effectiveness of the modeling technique to develop students’religious awareness. This study uses a quantitative approach with quasi experimental design. The sampling is done in a non random with non-parametric statistical analysis. This study consists of several steps, namely the theoretical and empirical studies, preparation of the program and test services (implementation of the experiment). the results showed the effectiveness of modeling techniques to develop awareness of religion, based on the results of Mann witney. Effectiveness is proven modeling techniques with an increase in gain scores in the experimental class larger than the gain scores in the control class. research recommendations addressed to the department of educational psychology and guidance should provide conceptual and practical understanding of adequate for colleges about the concept of religious awareness of students, specifically associated with the use of modeling techniques .Guidance and counseling Teacher should prepare a guidance and counseling curriculum to develop students' awareness of religion. the curriculum guidance and counseling related to the religious awareness of students expected to be used as a preventive and development efforts, meaning that all students are given guidance about the religious awareness of the class since the beginning, so that students can run their lives based on religious values. Researchers can then conduct research on religious awareness on the other levels of education.

(6)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GRAFIK ... x

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Manfaat Penelitian ... 10

1.5 Asumsi Penelitian ... 11

BAB II TEKNIK MODELING UNTUK MENINGKATKAN KESADARAN BERAGAMA 2.1 Kesadaran Beragama ... 13

2.1.1 Pengertian Kesadaran Beragama ... 14

2.1.2 Pengertian Kesadaran Beragama Islam ... 21

2.1.3 Hubungan Antar Dimensi Kesadaran Beragama ... 44

2.1.4 Integrasi Agama ke Dalam Program Bimbingan dan Konseling ... 46

(7)

2.1.6 Pertumbuhan Agama Remaja ... 52

2.1.7 Sikap Remaja Terhadap Agama ... 56

2.1.8 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Kesadaran Beragama ... 58

2.1.9 Fungsi Agama ... 60

2.2 Modeling sebagai sebuah teknik dalam bimbingan kelas (Classroom Guidance) ... 63

2.2.1 Pengertian Teknik Modeling ... 64

2.2.2 Posisi Teknik Modeling Dalam Bimbingan dan Konseling ... 65

2.2.3 Asumsi Dasar Teori Modeling ... 66

2.2.4 Tahapan-tahapan Belajar Modeling ... 71

2.2.5 Strategi Modeling ... 73

2.2.6 Prosedur Teknik Modeling Simbolis ... 76

2.3 Kerangka Teoretik Efektifitas Teknik Modeling untuk Meningkatkan Kesadaran Beragama ... 78

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Prosedur Penelitian ... 86

3.2 Pengembangan Instrumen Pengumpul Data ... 88

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 96

3.4 Prosedur Pengembangan Program Bimbingan dan Konseling Dengan Teknik Modeling ... 97

3.5 Teknik Analisis Data ... 102

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Profil Kesadaran Beragama Siswa Kelas XI SMKN 2 Cimahi ... 104

(8)

4.3 Uji Efektifitas Teknik Modeling Untuk Meningkatkan Kesadaran

Beragama ... 117

4.4 Pembahasan Efektivitas Teknik Modeling Untuk Meningkatkan Kesadaran

Beragama ... 135

4.5 Keterbatasan Penelitian ... 139

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1 Kesimpulan ... 141

5.2 Rekomendasi ... 142

DAFTAR PUSTAKA ... 144

LAMPIRAN

(9)

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini membahas hal - hal yang berkaitan dengan pokok penelitian.

Pembahasan meliputi latar belakang penelitian, rumusan penelitian, tujuan

penelitian, manfaat penelitian dan asumsi penelitian.

1.1 Latar Belakang Penelitian

Degradasi nilai-nilai agama pada remaja, selain sebagai implikasi dari

ketidakmampuan mensikapi perubahan/globalisasi, disebabkan juga oleh

pertumbuhan fisik dan perkembangan psikologi remaja. Secara fisik remaja

sudah berpenampilan dewasa, tetapi secara psikologi belum. Ketidakseimbangan

ini menempatkan remaja berada dalam suasana kehidupan batin terombang

ambing dan munculnya keraguan tentang nilai-nilai agama. Hal ini diperburuk

dengan model pendidikan agama yang buruk di lingkungan keluarga. (Jalaludin,

2010).

Dalam mengatasi kegelisahan batin, para remaja cenderung bergabung

dalam peer group (teman sebaya), untuk saling berbagi rasa pengalaman. Dalam

kondisi seperti ini sesungguhnya nilai-nilai agama akan membimbing remaja

untuk menjawab semua kegelisahan remaja. Secara umum terdapat dua kategori

remaja dalam mensikapi perubahan diri dan lingkungan. Hal ini diungkapkan oleh

Geldard, (2011, hlm. 6) bahwa tahap remaja melibatkan suatu proses yang

menjangkau suatu periode penting dalam kehidupan seseorang. Namun terdapat

perbedaan antara individu yang satu dengan yang lain, yang dibuktikan dengan

adanya fakta bahwa beberapa orang mengalami masa peralihan ini secara lebih

cepat dari yang lainnya. Masa remaja menghadirkan begitu banyak tantangan,

karena banyaknya perubahan yang harus dihadapi mulai dari perubahan fisik,

biologis, psikologis dan juga social. Proses-proses perubahan penting akan terjadi

pada remaja jika perubahan-perubahan ini mampu dihadapi secara adaptif dan

(10)

perubahan ini secara sukses, akan muncul berbagai konsekwensi psikologis,

emosional, dan perilaku yang merugikan.

Namun demikian, menurut Geldard, beberapa remaja lebih sukses

daripada yang lainnya dalam berhadapan dan mengatasi berbagai rintangan yang

mereka temui, mereka lebih ulet, tangguh serta memiliki strategi-strategi

mengatasi persoalan yang lebih baik dari teman-temannya. Kemampuan ini

sebagian terkait dengan karakteristik kepribadian dan sebagian terkait dengan

masa lalu dan lingkungan yang melingkupinya saat itu.

Remaja yang sukses digambarkan oleh Covey, S (2001, hlm. 27) sebagai

remaja yang memiliki kebiasaan efektif yaitu dapat mengendalikan diri,

menyelesaikan lebih banyak pekerjaan dalam waktu yang lebih sedikit,

meningkatkan hubungan dengan teman-teman, meningkatkan kepercayaan diri,

mengambil keputusan-keputusan yang lebih baik, merasa bahagia, dekat dengan

orang tua, menemukan keseimbangan antara waktu sekolah, bekerja, jalan-jalan

dengan teman dll, mengatasi kecanduan serta menemukan nilai-nilai yang dianut

dan yang paling penting dalam kehidupan.

Akan tetapi pada kenyataannya ada remaja yang mengalami konflik batin

dan kebingungan tentang nilai-nilai agama. Hal ini dikarenakan melihat

perbedaan antara nilai- nilai agama yang diterima dengan perilaku orang dewasa

yang seringkali melecehkan nilai-nilai agama, diantaranya melakukan korupsi,

kolusi, nepotisme dan pelecehan seksual. Orang dewasa yang seharusnya menjadi

contoh dan model yang baik dalam melaksanakan nilai-nilai agama, justru tampil

memberikan contoh atau model yang buruk.Willis, S ( 2010 ).

Pelaksanaan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari terkait dengan

istilah kesadaran beragama. Menurut Ancok (Kurnanto, 2015, hlm. 19) kesadaran

beragama (religiusitas) dimaknai sebagai tingkat konsepsi dan komitmen

seseorang terhadap agamanya, dalam pelaksanaannya meliputi lima dimensi yaitu

dimensi ideologi/keyakinan, intelektual, ritual, eksperiensial dan konsekuensial.

Apabila kebingungan tentang makna hidup dan keraguan remaja terus

berlangsung tanpa solusi, maka sangat mungkin remaja mengambil jalan pintas

(11)

biasanya peer group ikut berperan dalam menentukan pilihan. Pelarian ini

terkadang menjebak remaja pada perbuatan negatif dan merusak (Jalaludin, 2010

hlm. 82). kasus narkoba, kebrutalan maupun tindak kriminal lainnya merupakan

bagian dari kegagalan remaja menemukan jalan hidupnya.

Hasil Penelitian BNN bekerja sama dengan UI (2007) menunjukkan : (1)

Jumlah penyalahguna narkoba sebesar 1,5% dari populasi atau 3,2 juta orang,

terdiri dari 69% kelompok teratur pakai dan 31% kelompok pecandu dengan

proporsi laki-laki sebesar 79%, perempuan 21%. (2) Kelompok teratur pakai

terdiri dari penyalahguna ganja 71%, shabu 50%, ekstasi 42% dan obat penenang

22%. (3) Kelompok pecandu terdiri dari penyalahguna ganja 75%, heroin / putaw

62%, shabu 57%, ekstasi 34% dan obat penenang 25%. (4) Penyalahguna

Narkoba Dengan Suntikan (IDU) sebesar 56% (572.000 orang) dengan kisaran

515.000 sampai 630.000 orang. (5) Beban ekonomi terbesar adalah untuk

pembelian / konsumsi narkoba yaitu sebesar Rp. 11,3 triliun. (6) Angka kematian

(Mortality) pecandu 15.00 orang meninggal dalam 1 tahun.

Gambaran hasil penelitian BNN merupakan indikator yang sangat nyata

tentang adanya krisis kesadaran beragama di kalangan remaja. Data di atas

diperkuat dengan Penelitian tentang kesadaran beragama pada remaja salah

satunya dilakukan oleh syamsu yusuf pada tahun 1996/1997. Penelitian dilakukan

terhadap siswa SMK sejawa barat (kota dan kabupaten bandung, cirebon, bogor

dan bekasi) yang respondennya berjumlah 652 siswa. Salah satu hasil penelitian

adalah bahwa hampir setengahnya para siswa ; (1) Merasa malas untuk

mendengarkan ceramah keagamaan. (2) Kurang berminat untuk mengikuti

kegiatan keagamaan (3) Kurang senang membaca buku-buku agama. (4) Kurang

tertarik untuk mengikuti diskusi keagamaan. Selain itu 9 % siswa, sekitar 58

siswa berpendapat bahwa untuk memenuhi kebutuhan seksual tidak perlu

menikah terlebih dahulu.

Penelitian serupa dilakukan oleh Yustiana, Y (2013 ), berdasarkan studi

pendahuluan di SMA PGII I dan 2 menunjukkan bahwa peserta didik merasakan

permasalahan yang berhubungan dengan hubungan dengan Tuhan. Kompetensi

(12)

pada tingkatan perkembangan landasan hidup religius. Peserta didik kelas X SMA

PGII 1 Bandung tahun ajaran 2011/2012 menunjukkan rata-rata skor 3,583 berarti

berada pada tahap tiga (komformitas) dan tahap empat (sadar diri). Menurut

Kartadinata (dalam Yustiana, 2014) karakteristik perkembangan komformitas dan

sadar diri adalah sebagai berikut : belum memiliki tujuan hidup yang jelas,

menerima diri berkeyakinan islam karena orang tua, lingkungan sekolah

mengkondisikan sebagai orang islam; peduli terhadap penampilan diri sebagai

seorang yang menganut agama islam ; menunjukkan perilaku beribadah karena

secara umum orang melaksanakan dan merupakan aturan yang ditetapkan dan

atau dikondisikan oleh sekolah; mengetahui dan merasa berdosa jika melakukan

kesalahan tetapi belum ada upaya untuk mencegah melakukan perbuatan dosa

atau melakukan perubahan perilaku agar tidak berbuat dosa; toleransi untuk

berbuat dosa karena teman-teman atau lingkungan juga melakukan perbuatan

tersebut ; mulai memikirkan alternatif tindakan yang dapat dilakukan untuk

menghindari berbuat kesalahan; beberapa peserta didik mempergunakan

kesempatan untuk mengembangkan kapasitas diri baik karena ajakan teman

maupun karena berfikir tentang harapan masa depan; dan melakukan berbagai

upaya penyesuaian gaya remaja dengan aturan/ajaran islam.

Berkaitan dengan data perilaku merusak/negatif yang dilakukan oleh

remaja, Richard dan Bergin (dalam Yusuf, 2010 hlm. 253) menghadirkan suatu

data empirik tentang keterkaitan antara spiritualitas dengan fenomena kehidupan

manusia sebagai berikut : orang yang aktif dalam keagamaan (taat beribadah)

cenderung (1) memiliki tingkat yang sangat rendah untuk terserang penyakit hati,

jantung, hipertensi, disfungsi sistem kekebalan, dan kangker ; (usia hidupnya

lebih lama; dan (3) menjauhi perilaku yang tidak tidak sehat, seperti merokok,

meminum minuman keras, mengkonsumsi obat terlarang, dan berhubungan seks

di luar nikah.

Data lain dari penelitian yang dilakukan oleh Richard dan Bergin adalah

bahwa keyakinan beragama atau keterlibatan dalam kegiatan keagamaan

berkorelasi negatif dengan tindakan bunuh diri. Hal ini disebabkan karena

(13)

kepribadian seseorang yang dapat mencegahnya dari bunuh diri, seperti

kemampuan mengurangi depresi, memiliki perasaan berharga yang tinggi, dan

memiliki nilai - nilai moral. Lebih jauh Bergin (dalam Miller, 2003)

mengemukakan bahwa agama dapat menjauhkan individu dari perilaku merusak

diri, keluarga dan masyarakat, seperti mabuk, konsumsi narkoba dan perilaku

jahat lainnya. Secara lengkap dinyatakan sebagai berikut :

The positive relationship between religion, spirituality, and mental health stresses the importance of the integration of spiritual and religious concerns in counseling. Richards and Bergin (2000) summarize the findings of this positive relationship as follows. First, religious coping behaviors assist peo- ple during stress and illness. Second, religious people have a greater physi- cal health, life length, surgical recovery, and sense of well-being, as well as more life satisfaction, moral behavior, empathy, and altruism. Third, they have less anxiety related to death, worry, neurotic guilt, depression, and suicidal tendencies; are less likely to divorce, use or abuse alcohol or drugs, have premarital sex or teenage pregnancies (if the religion prohibits pre- marital sex), and delinquency. This summary indicates the powerful re- source religious beliefs and practices can be to clients in counseling and the importance of integrating this area in counseling.

Besarnya dampak agama bagi perkembangan individu disampaikan oleh

Dahlan (dalam Sunaryo, 2011, hlm. 25) bahwa apabila pendidikan bertujuan

untuk meningkatkan kualitas manusia yang bercirikan taqwa maka bimbingan dan

konseling tidak cukup hanya bertopang pada kaidah-kaidah psikologis dan sosio

kultural belaka, melainkan harus mampu menangkap eksistensi manusia sebagai

makhluk Allah Swt.

Tafsir (2012, hlm. 127) mengungkapkan bahwa kebanyakan siswa sudah

bisa mengetahui (knowing) dan melakukan (doing) ajaran agama, tetapi tidak

being (melakukan) dalam kehidupan nyata. Menurut Tafsir, guru agama

mengajarkan, murid mendengar dan mencatatnya. Diajarkan bahwa berbohong itu

jelek, kerugian bila berbohong, keuntungan bersikap jujur, kerugian boros,

keuntungan hemat,memuliakan orang tua karena syurga berada di bawah telapak

kaki ibu dan sebagainya. Banyak sekali materi akhlak dalam pelajaran agama

(14)

siswa telah mengetahui konsep sholat, juga terampil melaksanakan sholat, tetapi

dapatkah mereka melaksanakan sholat dalam kehidupan sehari-hari? (being).

Kondisi remaja yang digambarkan oleh Tafsir, tentu saja harus segera

ditanggulangi dengan solusi yang akurat dan menyeluruh. Andaikata kondisi

tersebut tidak segera diatasi, maka harapan untuk mewujudkan generasi emas

pada tahun 2045 hanya tinggal mimpi saja.

Keprihatinan dengan kondisi buruknya kesadaran beragama, mendorong

peneliti untuk mengembangkan program bimbingan dan konseling dengan

menggunakan teknik yang sesuai dengan kondisi fisik dan psikis siswa. Secara

spesifik, Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memfasilitasi

siswa untuk dapat mengintegrasikan pemahaman keagamaan ke dalam aspek

perasaan dan perilaku sehari-hari, hal ini disebut dengan proses internalisasi atau

personalisasi (Tafsir, 2012). Dengan demikian keseluruhan kegiatan sehari-hari

tidak lagi terpisah dari nilai-nilai agama. Kondisi ini akan menumbuhkan

kedekatan remaja kepada agama, karena mereka merasakan dampak positif

pelaksanaan agama.

Jalaludin (2010 hlm. 83) menyatakan bahwa para pemuka dan pendidik

juga perlu merumuskan paradigma baru dalam menjalankan tugas bimbingannya.

Setidaknya bimbingan keagamaan bagi remaja perlu dirumuskan dengan

berorientasi pada pendekatan psikologi, perkembangan yang serasi dengan

karakteristik yang dimiliki remaja. Dengan demikian, nilai-nilai ajaran agama

tidak lagi hanya terbatas pada informasi ajaran yang bersifat normatif dan hitam

putih. Ajaran agama tidak hanya menampilkan dosa dan pahala atau syurga dan

neraka, siksa dan ganjaran, akan tetapi tampil sebagai model bimbingan yang

dapat menghantarkan manusia kepada kesuksesan di dunia dan akhirat.

Upaya untuk membantu siswa dalam meningkatkan kesadaran beragama,

tentunya memerlukan teknik atau pendekatan yang kreatif, inovatif dan sesuai

dengan tugas perkembangan remaja. Kesalahan dalam memilih teknik bimbingan

dikhawatirkan akan mengakibatkan rendahnya motivasi siswa untuk mengenal,

memahami dan mengaktualisasikan nilai-nilai keagamaan. Secara ekstrim

(15)

dan kurang menarik, akan membuat remaja tidak tertarik bahkan meninggalkan

ajaran agama.

Lebih jauh Kartadinata, (2011, hlm. 28) menyatakan bahwa apabila

bertolak dari pandangan filosofis tentang manusia dan pandangan teoretik tentang

pendekatan (yang menyangkut makna, fungsi, proses dan teknik bimbingan dan

konseling), maka pendekatan bimbingan dan konseling dimaksud hendaknya

berorientasi pada pendekatan kekholifahan atau kemakhlukan manusia, sesuai

dengan esensi tugas manusia hidup di dunia ini sebagai khalifah dan berdasar

kepada sifat - sifat kemanusiaan di dalam implementasinya.

Bimbingan dan konseling yang memperhatikan esensi dan eksistensi

kemanusiaan sejalan dengan pendapat Dahlan (tanpa tahun) menggambarkan

secara visual tentang bimbingan dan konseling “tuntas” dalam posisinya sebagai

upaya pendidikan sebagai berikut :

bi

Gambar 1.1

Bimbingan dan Konseling sebagai Upaya Pendidikan

Bimbingan dan konseling merupakan aktifitas layanan yang

diperuntukkan untuk semua siswa. Berdasarkan sudut pandang Bimbingan dan

konseling komprehensif, aktifitas BK meliputi layanan dasar, layanan responsif,

perencanaan individual dan layanan dukungan sistem. Bimbingan

konseling sebagai upaya pendidikan

Mencakup perbuatan yang memanfaatkan psikologi-sosiologi

Mengarah pada maksud dan tujuan yang berbobot normatif etis untuk mencapai taqwa

Diwujudkan oleh pembimbing yang pada dasarnya adalah manusia mantap dan matang selaku hamba

Allah

(16)

Landasan penyusunan layanan dasar/kurikulum bimbingan dan konseling

antara lain adalah tugas-tugas perkembangan yang merupakan satu tugas yang

muncul pada periode tertentu dalam rentang kehidupan individu, Yang apabila

tugas itu dapat berhasil dituntaskan akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan

dalam menuntaskan tugas berikutnya; sementara apabila gagal, maka akan

mengakibatkan ketidakbahagiaan pada diri individu yang bersangkutan,

menimbulkan penolakan masyarakat dan kesulitan-kesulitan dalam menuntaskan

tugas-tugas berikutnya. Yusuf (2012, hlm. 65). Tugas perkembangan yang

pertama adalah terkait dengan peningkatan ketaqwaan terhadap Tuhan yang Maha

Esa, tugas perkembangan ini merupakan landasan kehidupan individu yang dapat

mewarnai tugas – tugas perkembangan lainnya secara positif dan bermakna.

Salah satu peran bimbingan dan konseling sebagai bagian integral dari

pendidikan nasional untuk membantu meningkatkan kesadaran beragama adalah

dengan mengaplikasikan teknik Bimbingan dan Konseling yang sesuai dengan

perkembangan siswa. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kurnanto, E

(2014) yang melakukan penelitian tentang peningkatan religiusitas siswa dengan

model bimbingan berbasis surat Al-Fatihah. Penelitian menggunakan desain

eksperimen kuasi di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 9 Pontianak.

Penelitian ini terdiri dari tiga dimensi utama religiusitas yaitu iman, islam dan

ihsan. Bimbingan berbasis surat Al-Fatihah dimaknai sebagai suatu proses

bantuan yang diberikan kepada individu, diberikan secara sistematis dan

berkesinambungan yang diberikan oleh tenaga terlatih agar individu mempunyai

perkembangan religiusitas yang optimal, dalam proses pelaksanaannya dilakukan

dengan menggunakan pedoman pada operasionalisasi ayat demi ayat dalam surat

Al-Fatihah.

Penelitian yang dilakukan oleh Kurnanto (2014) menggunakan

pendekatan penanaman nilai dan pembiasaan yang ditujukan untuk siswa SMP.

Berdasarkan studi literatur, peneliti menemukan data bahwa teknik bimbingan

yang digunakan untuk meningkatkan kesadaran beragama masih menggunakan

cara-cara konvensional yang seringkali kurang disenangi oleh remaja dan

(17)

modul, padahal remaja berada pada masa perkembangan seluruh aspek kehidupan,

termasuk kemampuan berfikir kritis dan keinginan untuk belajar dari lingkungan.

Fakta ini menjadi salah satu landasan penggunaan teknik modeling, khususnya

modeling simbolik yang memiliki tampilan yang menarik berupa tayangan film

pendek serta simulasi pelatihan perilaku yang diharapkan dengan tampilan yang

lebih sederhana dan utuh apabila dibandingkan dengan teknik konvensional

seperti ceramah atau system modul.

Layanan Bimbingan dan Konseling dengan teknik modeling didasari

oleh Bandura. Persfektif teori ini berfokus pada bagaimana individu belajar

dengan mengamati orang lain, dan bagaimana dalam proses tersebut, individu

mulai memegang kendali atas perilaku mereka sendiri (Ormrod, J, 2009 hlm. 3).

Dalam belajar sosial dengan teknik modeling, berasumsi bahwa tidak semua

perubahan perilaku dilakukan dengan trial and error, melainkan bisa dengan

melakukan modeling terhadap individu lain yang dianggap kompeten.

Menurut Bandura, individu dipengaruhi tidak hanya oleh apa yang

dilakukan model, tapi juga oleh konsekwensi dan non konsekwensi yang dialami

oleh model. Permodelan memiliki empat kemungkinan efek terhadap perilaku

individu sebagai berikut : (1) Efek pembelajaran observasional (observational

learning effect). Pengamat memperoleh suatu perilaku baru yang diperagakan

oleh model. (2) Efek memfasilitasi respon (response facilitation effect).

Pengamat menunjukkan perilaku yang telah dipelajari sebelumnya lebih sering

setelah melihat seseorang model diberikan penguatan karena menampilkan

perilaku tersebut (penguatan yang bersifat vicarious). (3) efek penghambat

respons (response inhibition effect). (4) response disinhibition effect. Pengamat

menunjukkan perilaku yang dilarang atau dihukum lebih sering setelah melihat

seorang model menunjukkan perilaku tersebut tanpa mendapatkan konsekwensi

yang merugikan. Empat dampak modeling dalam merubah perilaku merupakan

cirri khas sekaligus kelebihan teknik ini. Penggunaan teknik modeling

diperkirakan efektif untuk membantu meningkatkan kesadaran beragama.

Berdasarkan kajian teoritis dan beberapa data empirik di atas, peneliti

(18)

program Bimbingan dan Konseling dengan Teknik Modeling yang efektif untuk

meningkatkan kesadaran agama.

1.2Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang penelitian, maka masalah utama

penelitian ini adalah, apakah teknik modeling efektif untuk meningkatkan

kesadaran beragama ?”

Secara khusus masalah utama tersebut diuraikan dalam pertanyaan

penelitian sebagai berikut :

1. Seperti apakah profil kesadaran beragama siswa kelas XI SMKN 2 Cimahi

pada Tahun Ajaran 2014/2015 ?

2. Bagaimanakah rumusan Program Bimbingan dan Konseling dengan

menggunakan teknik modeling yang efektif untuk meningkatkan

kesadaran beragama siswa kelas XI SMKN 2 Cimahi siswa kelas XI

SMKN 2 Cimahi Tahun Ajaran 2014/2015?

3. Bagaimana gambaran keefektifan teknik modeling untuk meningkatkan

kesadaran beragama siswa kelas XI SMKN 2 Cimahi Tahun Ajaran

2014/2015?

1.3Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini ditujukan untuk menguji efektivitas teknik

modeling untuk meningkatkan kesadaran beragama. Secara khusus penelitian ini

ditujukan untuk memperoleh gambaran teoritis dan empiris mengenai hal – hal

berikut :

1. Profil kesadaran beragama siswa kelas XI SMKN 2 Cimahi Tahun Ajaran

2014/2015.

2. Gambaran Program Bimbingan dan Konseling dengan menggunakan

teknik modeling yang efektif untuk meningkatkan kesadaran beragama

siswa; dan

3. Gambaran keefektifan teknik modeling untuk meningkatkan kesadaran

(19)

1.4Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi dunia

pendidikan, khususnya prodi Bimbingan dan Konseling. Secara teoritis, hasil

penelitian ini dapat menambah khazanah teori tentang kesadaran beragama dan

penggunaan teknik modeling untuk meningkatkan kesadaran beragama.

Secara praktis, penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak sebagai

berikut :

1. Bagi Guru BK, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu

pertimbangan penyusunan program BK, baik yang terkait dengan aspek

kesadaran beragama maupun dalam penggunaan teknik modeling untuk

meningkatkan kesadaran beragama.

2. Bagi program studi Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, hasil Penelitian ini

dapat menambah kekayaan kerangka konseptual dalam mengembangkan

program Bimbingan dan Konseling dengan menggunakan teknik modeling

yang efektif untuk meningkatkan kesadaran beragama.

3. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian dapat dijadikan sebagai salah satu

landasan untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut.

1.5Asumsi Penelitian

Penelitian tentang efektivitas teknik modeling untuk meningkatkan

kesadaran beragama ini didasarkan atas asumsi-asumsi sebagai berikut :

1. Fitrah beragama merupakan disposisi (kemampuan dasar) yang mengandung

kemungkinan atau peluang untuk berkembang. Namun, mengenai arah dan

kualitas perkembangannya tergantung kepada proses pendidikan yang

diterimanya (faktor lingkungan). Syamsu Yusuf, (tanpa tahun, hlm. 37).

2. Apabila pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia yang

bercirikan taqwa, maka bimbingan dan konseling tidak cukup hanya bertopang

kepada kaidah-kaidah psikologis dan sosio-kultural belaka, melainkan harus

mampu menangkap eksistensi manusia sebagai makhluk Allah. Dahlan, MD

(20)

3. Dilihat dari sudut wilayah bimbingan dan konseling, kemandirian yang menjadi

fokus telaahan studi yang disebutkan berada pada segi tujuan yang esensinya

ialah tanggung jawab. Tanggung jawab, sebagai esensi tujuan bimbingan dan

konseling, bukan diajarkan sebagai pengetahuan melainkan sesuatu yang harus

dialami dan diwujudkan dalam tindakan. Tangung jawab adalah suatu konsep

totalitas yang menyangkut keterkaitan manusia baik dengan dirinya sendiri,

masyarakat maupun Tuhan. (Sunaryo, 2011 hlm. 26).

4. Bimbingan dan konseling harus merupakan proses penyiapan konseli untuk

dapat melaksanakan tugas hidupnya sebagai makhluk Alloh swt di muka bumi

ini. Dahlan, MD 1988. (Sunaryo, 2011 hlm. 28).

5. Ajaran agama mendorong dan mengajak para penganutnya untuk bekerja

produktif bukan saja untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi juga untuk

kepentingan orang lain. Penganut agama bukan saja disuruh bekerja secara

rutin dalam pola hidup yang sama, tetapi juga dituntut untuk melakukan inovasi

dan penemuan baru. ( Sauri, S, 2013 hlm. 19).

6. Universalisme Islam tampak pada penghargaan kepada kemanusiaan secara

universal yang berpihak kepada kebenaran, kebaikan dan keadilan dengan

mengedepankan kedamaian, menghindari pertentangan dan perselisihan, baik

ke dalam intern umat islam maupun keluar. Dengan demikian nampak bahwa

nilai-nilai ajaran islam menjadi dasar bagi hubungan antar manusia secara

universal dengan tidak mengenal suku, bangsa dan agama. ( Sauri,S, 2013

,hlm. 155).

7. Rendahnya kualitas keimanan dan ketaqwaan merupakan sumber yang paling

mendasar dalam pengembangan keberdayaan hidup. ( Surya, M 2011 hlm. 65).

8. Teori kognitif sosial menyatakan bahwa pembelajar tidak harus bereksperimen

dengan cara trial and error, melainkan mereka dapat menguasai banyak respon

baru hanya dengan mengamati perilaku orang lain atau model. Bandura (

Ormrod, 2008 hlm. 5).

9. Adanya hukum resiprokal dalam teori kognitif sosial menggambarkan saling

(21)

ketika ketiga faktor ini mempengaruhi pembelajaran dan perkembangan.

Bandura, A (Jeanne E. O, 2008 hlm. 6).

10. Dalam persfektif kognitif sosial, penguatan meningkatkan frekuensi suatu

perilaku hanya apabila pembelajar memikirkan dan mengetahui bahwa perilaku

itu sedang diberi penguatan. Bandura, A (1986) (dalam Jeanne E. O, 2008

hlm. 7).

11. Pembelajar membentuk ekspektasi mengenai konsekwensi-konsekwensi yang

mungkin dari tindakan-tindakan yang akan datang dan berperilaku sesuai

dengan hal itu ( Jeanne E. O, 2008 hlm. 7).

(22)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Bab III Membahas tentang pendekatan, metode, dan desain penelitian

yang digunakan, partisipan penelitian, instrumen penelitian. prosedur penelitian,

dan teknik analisis data penelitian.

3.1 Pendekatan dan Prosedur Penelitian

Pendekatan kuantitatif dalam hal ini digunakan untuk menguji efektivitas

teknik modeling untuk meningkatkan kesadaran beragama. dalam penelitian ini,

pendekatan kuantitatif ditujukan untuk mengetahui perubahan kesadaran

beragama siswa sebelum dan setelah adanya perlakuan layanan.

Metode penelitian yang akan digunakan adalah metode eksperimen kuasi.

Bentuk desain eksperimen kuasi merupakan pengembangan dari true

eksperimental design, yang sulit dilakukan. Desain ini mempunyai kelompok

kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol

variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen.

Untuk menguji efektifitas teknik modeling digunakan metode penelitian

eksperimen kuasi. Dalam eksperimen kuasi, peneliti menggunakan kelompok

kontrol dan kelompok eksperimen, pengambilan partisipan dari dua kelompok

tersebut tidak dilakukan secara random.

Penggunaan kuasi eksperimen dipandang dipandang sebagai pendekatan

yang sesuai, karena pengambilan responden tidak dilakukan secara acak. Hal ini

dipandang baik karena responden terpusat di kelas - kelas tertentu. Dengan

demikian dapat mengurangi dampak gangguan terhadap kegiatan belajar mengajar

di sekolah.

Adapun desain penelitian yang digunakan adalah (pre-test post-test)

non-equivalent control group design, yaitu dengan menggunakan kelas-kelas yang

diperkirakan memiliki kondisi yang sama. Masing-masing kelompok kontrol dan

(23)

kelompok eksperimen akan diberikan layanan bimbingan dengan menggunakan

teknik modeling (observational learning), Hal ini dilakukan untuk mengetahui

apakah perlakuan yang diberikan berpengaruh terhadap kesadaran beragama

siswa.

Borg dan Gall (1989 hlm. 679 dalam Creswell. 2013 hlm. 148)

menyimpulkan enam langkah yang digunakan dalam prosedur rancangan pre test

post test control group. Penelitian ini akan dilakukan sesuai dengan

langkah-langkah tersebut, yaitu: 1) persiapan; 2) melakukan pre test terhadap keseluruhan

partisipan penelitian; 3) menempatkan partisipan secara berpasangan berdasarkan

skor-skor pre test dalam ukuran yang telah ditetapkan; 4) melakukan treatment;

5) melakukan post test terhadap keseluruhan partisipan; 6) melakukan analisis

data. Keseluruhan prosedur penelitian digambarkan sebagai berikut.

Gambar 3.1

Rangkaian penelitian Program Bimbingan dan Konseling Dengan Teknik Modeling Untuk Meningkatkan Kesadaran Beragama

PENDAHULUAN PERENCANAAN PELAKSANAAN HASIL

STUDI PUSTAKA

STUDI LAPANGAN

MENYUSUN PROGRAM HIPOTETIK

JUDGEMENT PROGRAM

REVISI

UJI COBA

LAPANGAN

ANALISIS DAN REVISI

(24)

3.2Pengembangan Instrumen Pengumpul Data

Pada bagian ini diuraikan tentang deskripsi dan langkah-langkah

pengembangan instrumen yang meliputi penetapan definisi operasional kesadaran

beragama dan teknik modeling, penyusunan kisi-kisi instrumen, pengujian

kelayakan instrumen serta revisi dan finalisasi instrumen.

3.2.1 Definisi Operasional 1. Kesadaran beragama

Secara operasional yang dimaksud dengan kesadaran beragama pada

penelitian ini, adalah aktifitas peribadahan yang dilakukan siswa kelas XI Sekolah

Menengah Kejuruan dalam kehidupan sehari-hari pada dimensi ideologi, ritual,

eksperiensial, intelektual dan konsekuensial.

Dimensi keyakinan atau akidah islam menunjuk pada seberapa tingkat

keyakinan muslim terhadap kebenaran ajaran-ajaran agamanya, terutama terhadap

ajaran-ajaran yang bersifat fundamental dan dogmatik. Dalam ajaran islam isi

dimensi keimanan menyangkut keyakinan tentang Allah, para malaikat, Nabi atau

Rasul, kitab-kitab Allah, surga dan neraka, serta qadha dan qadar .

Dimensi peribadatan (paraktek agama) atau syariah menunjuk pada

seberapa tingkat kepatuhan muslim dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual

sebagaimana diperintahkan dan dianjurkan oleh agamanya. Dimensi peribadatan

menyangkut pelaksanaan shalat, puasa, zakat, haji, membaca Al-Qur’an, berdo’a,

berdzikir, ibadah qurban, i`tikaf di masjid.

Dimensi pengamalan atau akhlak menunjuk pada seberapa tingkatan

muslim berperilaku dimotivasi oleh ajaran-ajaran agama, yaitu bagaimana

individu berelasi dengan dunianya, teruta\ma dengan manusia lain. Dalam ajaran

islam dimensi ini meliputi perilaku suka menolong, bekerjasama, berderma,

menyejahterakan dan menumbuhkembangkan orang lain, menegakkan keadilan

(25)

amanat, tidak mencuri, tidak korupsi, tidak berjudi, tidak meminum minuman

yang memabukkan, mematuhi norma-nor\ma islam dalam perilaku seksual,

berjuang unuk hidup sukses.

Dimensi pengetahuan atau ilmu menunjuk pada seberapa tingkat

pengetahuan dan pemahaman muslim terhadap ajaran-ajaran agamanya, terutama

mengenai ajaran-ajaran pokok ajaran agamanya, sebagaimana termuat dalam kitab

sucinya. Dalam ajaran islam, dimensi ini menyangkut pengetahuan tentang isi

al-Qur’an, pokok-pokok ajaran yang harus diimani dan dilaksanakan (rukun islam dan rukun iman).

Dimensi pengalaman atau penghayatan adalah dimensi yang menyertai

keyakinan, pengamalan, dan peribadatan. Dimensi penghayatan menunjuk pada

seberapa jauh tingkat muslim dalam merasakan dan mengalami perasaan-perasaan

dan pengalaman-pengalaman religius. Dalam ajaran islam, dimensi ini terwujud

dalam perasaan dekat atau akrab dengan Allah, perasaan doa-doanya sering

terkabul, perasaan tenteram bahagia karena menuhankan Allah, perasaan

bertawakal (pasrah diri secara positif) kepada Allah, perasaan khusyu ketika

melaksanakan shalat, perasaan bergetar ketika mendengar ayat-ayat Al-Quran,

perasaan bersyukur kepada Allah, perasaan mendapatkan peringatan atau

pertolongan dari Allah.

2. Teknik modeling

Teknik modeling dalam penelitian ini didefinisikan sebagai suatu teknik

yang menggunakan proses belajar melalui pengamatan terhadap model dan

perubahan perilaku yang terjadi karena peniruan dalam adegan aktifitas

bimbingan kelas.

Secara operasional, teknik modeling yang digunakan dalam penelitian ini

adalah berupa model simbolik (symbolic models). Model simbolik yang

digunakan adalah berupa tayangan film yang terkait dengan kesadaran beragama.

Konsep tentang teknik modeling menggambarkan adanya empat proses

(26)

1. Perhatian (attention process): Sebelum meniru orang lain, perhatian harus

dicurahkan kepada individu yang hendak ditiru. Perhatian ini dipengaruhi

oleh asosiasi pengamat dengan modelnya, sifat model yang atraktif, dan

arti penting tingkah laku yang diamati bagi pengamat.

2. Representasi (representation process): Tingkah laku yang akan ditiru,

harus disimbolisasikan dalam ingatan. Baik dalam bentuk verbal maupun

dalam bentuk gambaran/imajinasi. Representasi verbal memungkinkan

orang mengevaluasi secara verbal tingkah laku yang diamati, dan

menentukan mana yang dibuang dan mana yang akan dicoba dilakukan.

Representasi imajinasi memungkinkan dapat dilakukannya latihan

simbolik dalam pikiran, tanpa benar – benar melakukannya secara fisik.

3. Peniruan tingkah laku model (behavior production process): sesudah

mengamati dengan penuh perhatian, dan memasukkannya ke dalam

ingatan, orang lalu bertingkah laku. Mengubah dari gambaran pikiran

menjadi tingkah laku menimbulkan kebutuhan evaluasi; “Bagaimana melakukannya?” “Apa yang harus dikerjakan?” “Apakah sudah benar?”

Berkaitan dengan kebenaran, hasil belajar melalui observasi tidak dinilai

berdasarkan kemiripan respons dengan tingkah laku yang ditiru, tetapi

lebih pada tujuan belajar dan efikasi dari pembelajaran.

4. Motivasi dan penguatan (motivation and reinforcement process): Belajar

melalui pengamatan menjadi efektif kalau pembelajaran memiliki motivasi

yang tinggi untuk dapat melakukan tingkah laku modelnya. Observasi

mungkin memudahkan orang untuk menguasai tingkah laku tertentu, tetapi

kalau motivasi untuk itu tidak ada, tidak akan terjadi proses tingkah laku

yang diharapkan.

3.2.2 Kisi – kisi instrumen

Data yang dibutuhkan untuk pengembangan program Bimbingan dan

Konseling dengan teknik modeling diperoleh melalui instrumen pengungkap

kesadaran beragama. Dengan demikian, instrumen dikembangkan berdasarkan

(27)

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dirancang berbentuk angket

berskala pengungkap kesadaran beragama. Skala yang digunakan pada angket

adalah skala likert dengan bentuk : (SS) Sangat Sesuai, (S) Sesuai, (TS) Tidak

Sesuai dan (STS) Sangat Tidak Sesuai, yang masing-masing diberi skor 4 (SS), 3

(S), 2 (TS), 1 (STS).

Pernyataan/item yang digunakan dalam instrumen ini berdasarkan

pertimbangan teoritis dan empiris. Secara teoritis mempertimbangkan

karakteristik perkembangan kesadaran beragama, khususnya remaja. Secara

empirik berdasarkan data dokumentasi kegiatan Bimbingan dan Konseling beserta

refleksi peneliti selama lima tahun menjadi guru Bimbingan dan Konseling di

Sekolah Menengah Kejuruan.

Tabel 3.1

Kisi-Kisi Instrumen Kesadaran Beragama Siswa

Dimensi Indikator Deskripsi No

1. Dimensi

Ideologi/keyakina n/rukun iman

1.Yakin kepada Allah

Berdasarkan kepada

beberapa Asma Ul husna: Allah Yang Maha Pencipta, Allah Yang Maha Pengatur

1,2

2.Yakin kepada malaikat

Berdasarkan kepada tugas malaikat sebagai pengawas amal manusia

3, 4

3.Yakin kepada Nabi dan rosul

Berdasarkan beberapa

karakteristik nabi yang bersungguh-sungguh dalam berda’wah

5, 6

4.Yakin kepada kitab Allah (Al-Qur`an)

Berdasarkan kepada

beberapa fungsi Al-Qur’an

sebagai sumber

penyelesaian semua urusan hidup

7, 8

5.Yakin kepada hari akhir

Berdasarkan kepada

beberapa karakteristik hari akhir dan kematian

9,10

6.Yakin kepada qadha dan qadar

Berdasarkan kepada

persepsi terhadap keadilan takdir Allah

(28)

2. Dimensi Intelektual/ilmu

Pengetahuan/wawas an tentang pokok-pokok ajaran Islam

Berdasarkan kepada

beberapa hikmah ibadah ritual (puasa)

13,15

3. Dimensi Ritual 1. Melaksanaka n shalat

Berdasarkan kepada

pelaksanaan sholat wajib

tepat waktu dan

melaksanakan sholat sunat

16,17

2. Berpuasa Berdasarkan pada

kemampuan mengendalikan emosi ketika puasa dan melaksanakan puasa sesuai ketentuan syariat

18, 19

3. Mengeluarka n zakat

Meniatkan zakat untuk

beribadah serta

mengeluarkan zakat sesuai aturan syariat

20, 21

4. Menunaikan ibadah haji

Memiliki niat untuk ibadah haji apabila memiliki kemampuan

22, 23

5. Membaca

al-qur’an Keistiqomahan Al-Qur’an setiap hari serta membaca mempelajari ilmu tajwid

24, 25

6. Berdo’a Berdoa sebelum melakukan aktifitas sehari-hari

26, 27

7. Berdzikir Mengucapkan dzikir pada kegiatan sehari-hari

28, 29

8. Berqurban Melakukan qurban

diniatkan untuk beribadah kepada Allah

30-32

9. Melakukan itikaf di masjid

Melaksanakan i-tikaf untuk mendekatkan diri serta memohon ampunan kepada Allah

33, 34

4. Dimensi

Eksperiensial/pen ghayatan

1. Merasa dekat atau akrab

dengan Allah

Senantiasa memohon

petunjuk Allah dalam semua urusan hidup

35-37

2. Merasa bahagia

dengan do’a

-do’a yang

sering terkabul

Kepuasan Allah senantiasa

(29)

3. Merasa tenteram bahagia karena menuhankan Allah

Hati tenang karena Allah penentu segala urusan

40-42

4. Bertawakal (pasrah diri secara

positif) kepada Allah

Memasrahkan segala usaha kepada Allah namun tetap melakukan ikhtiar

43-45

5. Khusyu ketika melaksanaka n sholat atau

berdo’a

Mengingat dengan baik jumlah rakaat dan bacaan sholat

46, 47

6. Hati bergetar ketika

mendengark an ayat-ayat Al-Quran

Merasa nyaman mendengar ayat Al-Qur’an

48-50

7. Bersyukur kepada Allah ketika mendapat kebahagiaan

Mensyukuri kesehatan dan harta yang dimiliki

51-53

8. Perasaan mendapatka n peringatan atau

pertolongan dari Allah

Merasa bersalah ketika melakukan dosa

54-56

5. Dimensi

konsekuensial/ak hlak

1. Suka menolong

Menolong teman

menjelaskan pelajaran serta menengok teman yang sakit

57-59

2. Bekerjasama Terlibat aktif dalam kegiatan sosial di sekolah

60-62

3. Berderma/be rinfak

Memberikan sebagian harta

untuk membantu

teman/tetangga yang tidak mampu

63, 64

4. Mensejahter akan dan Menumbuhk embangk

Memberikan perhatian kepada teman yang sedang

bermasalah serta

memberikan pelayanan

(30)

an orang lain yang baik kepada tamu

5. Menegakkan keadilan dan kebenaran

Menjadi saksi yang berkata benar

68-70

6. Berlaku jujur

Menepati janji serta menjadi saksi yang jujur dalam perselisihan dengan teman

71, 72

7. Menjaga lingkungan hidup

Menjaga kebersihan

lingkungan

73-75

8. Menjaga amanat

Memelihara semua amanat dengan baik, baik amanat lisan maupun berupa titipan barang

76-77

9. Tidak mencuri

Tidak mengambil milik orang lain tanpa ijin

78-79

10.Tidak korupsi

Mengambil hak orang lain untuk kepentingan diri

80,81

11.Tidak berjudi

Melakukan taruhan uang dalam permainan

82,83 12.Tidak meminum minuman yang memabukka n

Menjauhi mabuk 84, 85

13.Mematuhi

norma-norma islam dalam

perilaku seksual

Berbusana menutup aurat dan bergaul dengan lawan jenis sesuai etika islam

86, 87

14.Berjuang untuk hidup sukses

Belajar sebelum ujian 88, 89

15.Memaafkan orang lain

Berbuat baik kepada teman yang pernah menyakiti

90, 91

3.2.3 pengujian kelayakan Instrumen

Pengujian terhadap instrumen dilakukan untuk mendapatkan instrumen

(31)

pengujian validitas item dan reliabilitas instrumen. Secara rinci dijelaskan sebagai

berikut.

1. Uji Rasional

Uji rasional terhadap instrumen meliputi materi/isi, konstuk dan bahasa.

Penimbangan (uji rasional) dilakukan untuk memperoleh instrumen yang layak

pakai. Dimensi kesadaran beragama terdiri dari lima dimensi, dikembangkan

menjadi 135 item pernyataan. Instrumen penelitian ditimbang oleh tiga ahli

Bimbingan dan Konseling yang terdiri dari Dr. Nani M Sugandhi, M. Pd., Dr.

Yusi Riksa Yustiana, M.Pd, Dr. Ilfiandra, M.Pd.

2. Uji Validitas Item dan Reliabilitas Instrumen

Langkah uji validitas butir pernyataan dilakukan dengan menggunakan

rumus Spearman Rank. Dari 135 pernyataan/item diperoleh 91 pernyataan valid

dan 44 pernyataan tidak valid. Bagi pernyataan yang valid hal ini berarti bahwa

pernyataan tersebut mengukur kesadaran beragama dengan baik sedangkan bagi

pernyataan yang tidak signifikan hal ini berarti bahwa pernyataan tersebut tidak

dapat mengukur dengan baik kesadaran beragama siswa.

Setelah dilakukan uji validitas setiap item selanjutnya dilakukan uji

reliabilitas. Suatu alat ukur (instrumen) memiliki reliabilitas yang baik bila alat

ukur itu memiliki konsistensi yang handal walaupun dikerjakan oleh siapapun

(dalam level yang sama). Dimanapun dan kapanpun berada. Untuk mengukur

reliabilitas soal menggunakan rumus Alfa Cronbach (Sugiyono)

Proses pengujian reliabilitas dilakukan menggunakan bantuan perangkat

lunak MS Excel 2007. Merujuk pada pedoman koefisien korelasi dari Sugiyono

(2008, hlm.184), dapat ditarik kesimpulan bahwa reliabilitas instrumen kesadaran

beragama siswa sebesar 0,95 berada pada kategori sangat tinggi. Artinya,

instrumen tersebut memiliki tingkat reliabilitas yang sangat tinggi.

(32)

Hasil pengujian secara rasional instrumen penelitian dilanjutkan dengan

kegiatan revisi. Setelah instrumen memenuhi syarat validitas dan reliabilitas,

maka dilakukan finalisasi instrumen dengan penataan bentuk instrumen,

pembuatan pedoman pengerjaan, pembuatan lembar jawaban dan penggandaan

instrumen.

3.3Populasi dan Sampel penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut.(Sugiyono, 2013, hlm. 118). Teknik pengambilan sampel dalam

penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling.

Populasi penelitian ini adalah siswa kelas XI SMKN 2 Cimahi,

sedangkan sampel penelitian ini adalah siswa kelas XI RPL A (34 0rang) dan

kelas XI Animasi (32 orang). Secara lebih rinci, sampel penelitian disajikan

[image:32.596.113.517.507.729.2]

sebagai berikut.

Tabel 3.2 Sampel Penelitian

Tahap penelitian

Kelas Jumlah

sampel

Jumlah Total

Studi

pendahuluan

Kelas XI Animasi 32 66

Kelas XI RPL 34

Uji coba program Kelompok eksperimen : Kelas XI RPL A

(33)

Kelompok Kontrol : Kelas XI Animasi

32 32

Penentuan kelompok untuk uji coba program sebagaimana tertera dalam

Tabel 3.1 didasarkan pada pertimbangan bahwa program Bimbingan dan

Konseling diberikan dalam adegan pendidikan psikologis (psychoeducational

group). Menurut Breadly (2011, hlm. 187) aktifitas bimbingan dalam adegan

psychoeducational dapat berbentuk clasroom guidance atau bimbingan kelas.

Lebih lanjut Breadly (2011, hlm. 5) menyatakan bahwa jumlah anggota dalam

bimbingan kelas berkisar antara 20 sampai 30 siswa. Berkaitan dengan jumlah

pendidikan psikologis, Glading (dalam Supriatna 2010, hlm. 86) mengungkapkan

kisaran siswa sebanyak 10 sampai 40 siswa. Penelitian ini mengambil kelompok

uji coba sebanyak 34 siswa.

Penggunaan adegan classroom guidance/psychoeducational terkait dengan

adanya fenomena perbandingan antara konselor dan siswa yang sangat tidak ideal.

Breadly mengungkapkan bahwa kelompok psychoeducational dalam bentuk

classroom guidance dapat berfungsi preventif, pengembangan maupun remedial.

3.4 Prosedur pengembangan Program Bimbingan dan Konseling dengan Teknik Modeling

Dalam penelitian ini, Program Bimbingan dan Konseling dengan teknik

modeling didefinisikan sebagai Layanan Bimbingan dan Konseling yang

dirumuskan berdasarkan profil kesadaran beragama siswa kelas XI SMKN 2

Cimahi yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran beragama yang meliputi

dimensi ideologi, intelektual, ritual, eksperiensial dan konsekuensial. Secara

spesifik, konten kesadaran beragama yang dimaksudkan dalam penelitian ini

meliputi : (1) Pengungkapan Awal; (2) Indahnya takdir Allah; (3) Mengapa saya

berpuasa? (4) Aku berdzikir ketika ujian; (5) Bekerjasama mempermudah

hidupku; (6) Nyaman dan khusyu bersama Allah; (7) Refleksi Akhir.

Secara operasional, teknik modeling yang digunakan dalam penelitian ini

[image:33.596.132.513.84.114.2]
(34)

Wiwin Winangsih, 2015

EFEKTIVITAS TEKNIK MOD ELING UNTUK MENINGKATKAN KESAD ARAN BERAGAMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

digunakan adalah berupa tayangan film yang terkait dengan kesadaran beragama

yang dilakukan melalui empat tahap inti sebagai berikut.

5. Perhatian (attention process): Sebelum meniru orang lain, perhatian harus

dicurahkan kepada individu yang hendak ditiru. Perhatian ini dipengaruhi

oleh asosiasi pengamat dengan modelnya, sifat model yang atraktif, dan

arti penting tingkah laku yang diamati bagi pengamat.

6. Representasi (representation process): Tingkah laku yang akan ditiru,

harus disimbolisasikan dalam ingatan. Baik dalam bentuk verbal maupun

dalam bentuk gambaran/imajinasi. Representasi verbal memungkinkan

orang mengevaluasi secara verbal tingkah laku yang diamati, dan

menentukan mana yang dibuang dan mana yang akan dicoba dilakukan.

Representasi imajinasi memungkinkan dapat dilakukannya latihan

simbolik dalam pikiran, tanpa benar – benar melakukannya secara fisik.

7. Peniruan tingkah laku model (behavior production process): sesudah

mengamati dengan penuh perhatian, dan memasukkannya ke dalam

ingatan, orang lalu bertingkah laku. Mengubah dari gambaran pikiran

menjadi tingkah laku menimbulkan kebutuhan evaluasi; “Bagaimana melakukannya?” “Apa yang harus dikerjakan?” “Apakah sudah benar?”

Berkaitan dengan kebenaran, hasil belajar melalui observasi tidak dinilai

berdasarkan kemiripan respons dengan tingkah laku yang ditiru, tetapi

lebih pada tujuan belajar dan efikasi dari pembelajaran.

8. Motivasi dan penguatan (motivation and reinforcement process): Belajar

melalui pengamatan menjadi efektif kalau pembelajaran memiliki motivasi

yang tinggi untuk dapat melakukan tingkah laku modelnya. Observasi

mungkin memudahkan orang untuk menguasai tingkah laku tertentu, tetapi

kalau motivasi untuk itu tidak ada, tidak akan terjadi proses tingkah laku

yang diharapkan.

Secara visual, peningkatan kesadaran beragama melalui program

Bimbingan dan Konseling dengan teknik modeling tertera pada gambar berikut.

Kondisi awal kesadaran beragama :

1. Dimensi ideologi

2. Dimensi

intelektual

Layanan BK :

1. Indahnya takdir Allah;

2. Mengapa saya berpuasa?

Kondisi akhir :

peningkatan kesadaran beragama :

(35)

Gambar 3.2

Peningkatan Kesadaran Beragama Melalui Teknik Modeling

Berdasarkan tujuan, penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap

kegiatan, yaitu tahap persiapan, perancangan program hipotetik, uji kelayakan, uji

lapangan dan penyusunan rancangan program BK akhir. Rincian kegiatan setiap

tahap dijelaskan sebagai berikut.

Tahap pertama : Persiapan pengembangan program BK

Kegiatan penelitian pada tahap ini meliputi kajian konseptual dan dan

kajian empirik fenomena kesadaran beragama siswa. Studi pendahuluan dilakukan

untuk mendapatkan informasi awal sebagai dasar penyusunan program BK.

Kajian konseptual dilakukan untuk menelaah konsep kesadaran beragama dan

konsep program BK dengan teknik modeling. Sumber informasi yang digunakan

untuk mendapatkan data dan fakta tentang kesadaran beragama dan Bimbingan

dan Konseling dengan teknik modeling adalah buku teks, jurnal, dan artikel yang

sesuai di internet.

Kajian empiris dilakukan untuk mendapatkan gambaran kesadaran

beragama. Hal ini dilakukan dengan melakukan studi pendahuluan kepada siswa

kelas XI yang berjumlah 66 orang.

Tahap kedua : Merancang program BK

Berdasarkan kajian teoritik dan empirik, selanjutnya disusun program BK

dengan teknik modeling untuk meningkatkan kesadaran beragama siswa.

[image:35.596.110.526.64.395.2]
(36)

Substansi program BK terdiri dari rumusan rasional, tujuan, asumsi, kompetensi

konselor, prosedur pelaksanaan, evaluasi dan indikator keberhasilan layanan BK.

Tahap ketiga : Uji kelayakan program

Tahap ini terdiri dari judgement pakar dan uji coba di lapangan.

Judgement dilakukan untuk mengetahui ketepatan program BK dengan teknik

konseling untuk meningkatkan kesadaran beragama. Judgement dilakukan oleh

ahli Bimbingan dan Konseling dari sekolah Pasacasarjana UPI, yaitu Dr. Yusi

Riksa Yustiana, M. Pd. Dari kegiatan judgement ahli, diperoleh informasi

ketepatan dan kelayakan layanan BK. Hasil judgement ahli Bimbingan dan

Konseling ditindaklanjuti dengan melakukan proses revisi Deskripsi hasil validasi

pakar dijelaskan sebagai berikut.

1. Pendahuluan dan Asumsi Program

Pendahuluan dan asumsi program merupakan pertimbangan teoritis dan

empiris yang dijadikan dasar penyusunan program. Hasil pertimbangan pakar

terhadap pendahuluan dan asumsi program menunjukkan bahwa pada bagian

pendahuluan terlalu banyak kajian teoritis yang tidak berhubungan secara

langsung dengan variabel penelitian, sehingga peneliti melakukan

penyederhanaan kajian teotitis pada pendahuluan.

2. Tujuan Program

Tujuan program merupakan gambaran perilaku yang diharapkan setelah

siswa mendapatkan layanan BK. Hasil pertimbangan pakar terhadap rumusan

tujuan program berada pada kriteria memadai.

3. Kompetensi Konselor

Kompetensi konselor yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah

kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh konselor untuk melaksanakan layanan

BK. Hasil pertimbangan pakar menunjukkan bahwa runusan kompetensi konselor

berada pada criteria memadai.

(37)

Struktur dan tahapan program BK berisi deskripsi singkat tentang langkah

kerja secara singkat yang dilakukan dalam pelaksanaan program BK. Hasil

pertimbangan pakar menunjukkan bahwa pada satuan layanan BK terdapat

kekurangan pada penggunaan istilah khas teknik modeling yaitu atensi, retensi,

reproduksi motorik dan motivasi. Peneliti melakukan revisi sesuai dengan hasil

pertimbangan pakar.

5. Evaluasi dan Indikator Keberhasilan

Rumusan evaluasi program berkenaan dengan kejelasan tentang aspek

teknik, alat, waktu evaluasi dan indikator keberhasilan program. Hasil penilaian

pakar menunjukkan bahwa pada aspek yang dievaluasi dan indikator keberhasilan

terdapat istilah yang tidak konsisten digunakan, yaitu istilah konseling dan

Bimbingan. Peneliti melakukan revisi dengan mengganti istilah keberhasilan

konseling dengan keberhasilan proses bimbingan kelompok.

Tahap keempat : Pengujian Lapangan

Selanjutnya dilakukan uji lapangan program BK dengan teknik modeling

untuk meningkatkan kesadaran beragama dengan desain nonequivalent pre

test-posttest control group design meliputi (1) Penyusunan rencana kegiatan uji

lapangan; (2) Pelaksanaan uji lapangan dengan desain eksperimen kuasi.

Rancangan penelitian digambarkan sebagai berikut.

Kelompok A O --- X --- O

_____________________________

Kelompok B O --- O

Gambar 3.3

[image:37.596.123.502.464.661.2]
(38)

Keterangan:

A = Kelompok Eksperimen

B = Kelompok Kontrol

O = Pre test, Post Test (menggunakan instrumen kesadaran beragama)

X = Perlakuan (Program BKdengan teknik modeling)

Pada kedua kelompok (eksperimen dan kontrol) dilakukan pre test dan post test.

Proses pengujian lapangan dilakukan kepada kelas eksperimen sebanyak 34

siswa kelas XI SMK Negeri 2 Cimahi jurusan Rekayasa perangkat Lunak.

Program dilaksanakan sebanyak tujuh sesi, meliputi lima sesi utama dan dua sesi

digunakan untuk melakukan pre test dan post test.

Tahap kelima, melakukan analisis dan evaluasi berdasarkan hasil uji coba

lapangan sebagai bahan revisi dan perbaikan program.

3.5Teknik Analisis Data

Uji statistik dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian mengenai

adanya peningkatan kesadaran beragama setelah diberikan program Bimbingan

dan Konseling. Ketentuan dalam menggunakan uji statistik adalah cara

pengambilan sampel dan normalitas dari data yang digunakan. Apabila data

berdistribusi normal maka akan digunakan statistik parametrik, dan apabila data

tidak berdistribusi tidak normal, maka akan digunakan statistik non parametrik.

Pertimbangan lain yang digunakan dalam analisis data adalah teknik pengambilan

sampel yang dilakukan.

3.5.1 Profil Kesadaran beragama siswa

Profil kesadaran beragama siswa dilakukan melalui tahapan sebagai

berikut:

a. Menentukan Skor maksimal ideal yang diperoleh sampel:

Skor maksimal ideal = jumlah soal x skor tertinggi

(39)

Skor minimal ideal = jumlah soal x skor terendah

c. Mencari rentang skor ideal yang diperoleh sampel:

Rentang skor = Skor maksimal ideal – skor minimal ideal

d. Mencari standar deviasi Standar deviasi ( ) = Rentang skor / 6

e. Mencari rata-rata teoritis

Rata-rata teoritis ( )= 2,5 x jumlah pernyataan valid

[image:39.596.134.490.480.652.2]

Dari langkah langkah diatas, kemudian didapat kriteria sebagai berikut:

Tabel 3.3

Kriteria Gambaran Umum Variabel

Kriteria Rentang

Sangat Baik

X ≥ + 1,5 Baik

+ 0.0 ≤ X < + 1,5

Kurang Baik

- 1,5 ≤X < + 0.0

Tidak Baik

X < - 1,5

(Azwar, 1996, hlm. 107-109)

3.5.2 Analisis Efektivitas Teknik Modeling untuk meningkatkan kesadaran beragama

Dalam menjawab pertanyaan penelitian tentang efektifitas teknik modeling

(40)

melalui analisis data kesadaran beragama siswa sebelum dan setelah mengikuti

teknik modeling. Teknik uji ini dilakukan dengan cara membandingkan data

normalized gain, antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Tujuan

uji ini adalah untuk memperoleh fakta empirik tentang efektifitas teknik modeling

(observational learning) untuk meningkatkan kesadaran beragama dibandingkan

dengan kelompok kontrol. Teknik pengujian tersebut dilakukan dengan

menggunakan bantuan software statistical product and service solutions (SPSS)

versi 18.0.

Prosedur pengujian pengaruh tersebut adalah sebagai berikut. Pertama

menghitung data normalized gain (N-Gain) dengan rumus sebagai berikut

(Coletta, V.P., Phillips, J.A., & Steinert, J.J., 2007).

postest-pretest g =

(41)

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

Pada bagian ini dikemukakan simpulan dan rekomendasi penelitian.

Kesimpulan berkaitan dengan kajian teoritis, studi empirik dan hasil penelitian

sejenis yang dikaji berdasarkan pertanyaan penelitian. Rekomendasi penelitian

ditujukan untuk mengembangkan bidang Bimbingan dan Konseling baik untuk

lingkungan perguruan tinggi maupun lingkungan sekolah serta bahan masukan

untuk peneliti selanjutnya.

1.1Simpulan

Berdasarkan data penelitian tentang efektifitas teknik modeling untuk

meningkatkan kesadaran beragama dapat diambil beberapa simpulan sebagai

berikut :

1. Penelitian ini menghasilkan program Bimbingan dan Konseling dengan

teknik modeling untuk meningkatkan kesadaran beragama. Penelitian

dilakukan terhadap siswa SMK kelas XI SMK Negeri 2 Cimahi Tahun

Ajaran 2014/2015.

2. Hasil studi pendahuluan menunjukkan bahwa siswa dengan kategori

kesadaran beragama kurang baik dan tidak baik memiliki jumlah yang

cukup banyak, meliputi hampir seperdua dari jumlah sampel secara

keseluruhan. Ditinjau berdasarkan dimensi kesadaran beragama diperoleh

rerata tertinggi pada dimensi ritual dan rerata terendah pada dimensi

konsekuensial. Hasil pre test digunakan sebagai salah satu acuan untuk

menyusun layanan Bimbingan dan Konseling dengan teknik modeling

untuk meningkatkan kesadaran beragama. Pemetaan indikator terendah

dan tertinggi pada setiap dimensi dijadikan sebagai salah satu

(42)

3. Setelah penerapan layanan Bimbingan dan Konseling dengan teknik

modeling, peningkatan kesadaran beragama siswa kelompok eksperimen

dan kelompok kontrol berbeda secara statistik. Jika dilihat dari rata-rata

peningkatan, maka peningkatan skor kelompok eksperimen lebih besar

dibandingkan kelompok kontrol. Hal ini berarti bahwa setelah penerapan

teknik modeling, peningkatan kesadaran beragama siswa kelompok

eksperimen lebih baik dibandingkan

Gambar

Gambar 1.1 Bimbingan dan Konseling sebagai Upaya  Pendidikan
Gambar 3.1 Rangkaian penelitian Program Bimbingan dan Konseling Dengan Teknik
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Instrumen Kesadaran Beragama Siswa
Tabel  3.2 Sampel Penelitian
+5

Referensi

Dokumen terkait

Model teoritis yang dibangun untuk menguji model kontrol sosial perilaku remaja berisiko penyalahguna NAPZA menggunakan structural equation modeling ( SEM). Hasil

Dalam Nebraska Astronomy Applet Project [Online]. Piaget and the radical constructivist

kesempatan dan kemampuan untuk dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul Posisi Indonesia dalam Penerapan ASEAN Political Security Community (Studi Analisis Realisme

[r]

Catu daya atau power supply merupakan suatu rangkaian elektronik yang.. mengubah arus listrik bolak-balik menjadi arus

Sejak itu mulailah era Duabelas Shio Binatang, dimulai dari yang pertama tahun Tikus, lalu Sapi, kemudian Harimau, Kelinci, Naga, Ular, Kuda,

Dalam Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana ( Strata-1) Jurusan Teknik Sipil Ekstensi Fakultas Teknik..

Tabel 6.42 Perhitungan hidrograf akibat hujan efektif Kali Tenggang