DAFTAR ISI
Pernyataan ……….. i
Abstrak ………... ii
Kata Pengantar ………... iii
Ucapan Terima Kasih ……… v
Daftar Tabel ………... x
Daftar Grafik ……….. xi
Daftar Bagan ……….. xii
BAB I PENDAHULUAN ……….. 1
A. Latar Belakang Penelitian ……….. 1
B. Identifikasi dan Rumusan Masalah Penelitian ……….. 9
C. Tujuan Penelitian ………... 11
D. Pertanyaan Penelitian ………. 11
E. Manfaat Penelitian ………. 12
F. Asumsi Dasar Penelitian ……… 13
G. Hipotesis Penelitian ……… 14
H. Metode Penelitian ……….. 14
BAB II BIMBINGAN KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGELOLA STRES SEKOLAH ………. 15
A. Stres Sekolah pada Siswa SMA/MA ………... 15
B. Pengelolaan Stres Sekolah pada Siswa SMA/MA ………... 32
C. Bimbingan Kelompok sebagai Upaya untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Mengelola Stres Sekolah ………... 39
BAB III METODE PENELITIAN …….……….. . 55
Yani Suryani, 2012
B. Populasi dan Sampel Penelitian ………. 56
C. Definisi Operasional Variabel ……… 57
D. Teknik Pengumpulan Data ……….. 60
E. Penyusunan Program Intervensi ……….. 66
F. Teknik Analisis Data ………... 68
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……… 71
A. Deskripsi Hasil Penelitian dan Pembahasan Profil Tingkat Stres Sekolah dan Coping Stres Siswa Kelas X MA Persis 99 Rancabango …………. 71
B. Rumusan Program Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Kelas X MA Mengelola Stres Sekolah ……… 91
C. Efektivitas Program Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Kelas X MA Mengelola Stres Sekolah ……… 111
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ……….. 120
A. Kesimpulan ……….. 120
B. Rekomendasi ………... 121
DAFTAR PUSTAKA………. 123
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pendidikan merupakan aset yang tak ternilai bagi individu dan masyarakat.
Pendidikan merupakan proses yang esensial untuk mencapai tujuan dan cita-cita
pribadi individu. Secara filosofis dan historis, pendidikan menggambarkan suatu
proses yang melibatkan berbagai faktor dalam upaya mencapai kehidupan yang
bermakna baik bagi individu sendiri maupun masyarakat pada umumnya.
Sekolah merupakan salah satu jalur pendidikan sebagai wahana yang
dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses
pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
Sekolah mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan dan
perkembangan peserta didik. Sekolah dipandang dapat memenuhi beberapa
kebutuhan peserta didik dan menentukan kualitas kehidupan mereka di masa
depan. Para peserta didik memandang sekolah sebagai lembaga yang dapat
mewujudkan cita-cita mereka. Sementara orang tua menaruh harapan kepada
sekolah untuk dapat mendidik anak agar menjadi orang yang pintar, terampil, dan
berakhlak mulia. Tetapi pada saat yang sama, sekolah ternyata juga dapat menjadi
sumber masalah, yang pada gilirannya memicu terjadinya stres di kalangan
peserta didik.
Bahkan, menurut Firmian&Cross (Desmita, 2010), sekolah, di samping
dapat dimengerti, sebab anak banyak menghabiskan waktunya di sekolah. Di
sekolah, anak merupakan anggota dari suatu masyarakat kecil sekolah yang
mempunyai tugas-tugas yang harus diselesaikan, orang-orang yang perlu dikenal
dan mengenal diri mereka, serta peraturan yang menjelaskan dan membatasi
perilaku, perasaan, dan sikap mereka, serta tuntutan ujian akhir sekolah dan ujian
nasional yang menuntut siswa harus lulus. Peristiwa-peristiwa yang dialami anak
di sekolah tersebut tidak jarang menimbulkan perasaan stres pada diri anak. Hal
ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Sri Hastuti (Wulandari, 2011):
Menjadi pelajar merupakan tugas berat, karena banyak tuntutan dan tugas yang dibebankan oleh sekolah kepadanya. Selain itu pelajar juga merupakan harapan keluarga dan masyarakat. Tuntutan dan harapan yang terlalu besar, dapat berbalik menjadi beban dan stres bagi siswa.
Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan Rainham (2004:2) bahwa
masa-masa sekolah menengah di satu sisi merupakan suatu pengalaman yang sangat
berharga bagi anak remaja, tetapi di sisi lain mereka dihadapkan pada banyak
tuntutan dan perubahan cepat yang membuat mereka mengalami masa-masa yang
penuh stres. Mereka dihadapkan pada pekerjaan rumah yang banyak, perubahan
kurikulum yang berlangsung dengan cepat, batas waktu tugas dan ujian,
kecemasan dan kebingungan dalam menentukan pilihan karier dan program
pendidikan lanjutan, membagi waktu untuk mengerjakan PR, olah raga, hobi, dan
kehidupan sosial.
Stres yang dialami siswa di sekolah bersumber dari tuntutan sekolah
(school demands) (Verma, dkk: 2002). Menurut (Desmita, 2010:291) sumber
meliputi: keadaan iklim ruangan kelas, temperatur yang tinggi (temperature
extremes), pencahayaan dan penerangan (lighting and illumination), perlengkapan
atau sarana/prasarana penunjang pendidikan, schedule atau daftar pelajaran,
kebersihan dan kesehatan sekolah, keamanan dan penjagaan (security and
maintenance) sekolah; (2) Task demands (tuntutan tugas) meliputi tugas-tugas
yang dikerjakan di sekolah (classwork) dan di rumah (homework), mengikuti
pelajaran, memenuhi tuntutan kurikulum, menghadapi ulangan atau ujian,
mematuhi disiplin sekolah, penilaian, dan mengikuti berbagai kegiatan
ekstrakurikuler; (3) Role demands (tuntutan peran) meliputi harapan memiliki
nilai yang bagus, mempertahankan nama baik dan keunggulan sekolah, memiliki
sikap dan tingkah laku yang baik; dan (4) Interpersonal demands (tuntutan
interpersonal) meliputi kemampuan berinisiatif membina hubungan interpersonal,
kemampuan membuka diri, kemampuan bersikap asertif, kemampuan
memberikan dukungan emosional, serta kemampuan mengelola dan mengatasi
konflik-konflik yang timbul dalam hubungan interpersonal.
Adanya tuntutan tugas sekolah ini, di satu sisi merupakan aktivitas sekolah
yang sangat bermanfaat bagi perkembangan dan kemajuan siswa, namun di sisi
lain tidak jarang tuntutan tugas tersebut menimbulkan perasaan tertekan dan
kecemasan. Temuan dari sejumlah penelitian tersebut menunjukkan bahwa remaja
yang menghabiskan banyak waktunya untuk melakukan PR, mengalami
perasaan-perasaan negatif, seperti merasa sedih, marah, dan bosan. Csikszentmihalyi &
Bahkan akibat stres ini, ada siswa yang sampai masuk rumah sakit jiwa.
Contohnya yang terdapat pada artikel Waspada Online dengan judul Remaja Stres
Akibat Pendidikan dengan ringkasan kutipannya yaitu “sekitar 8 persen penghuni
RS Jiwa Provsu Medan didominasi oleh kalangan remaja, dan menurut Dekan
Psikologi Universitas Medan Area, Irna Minauli, stres di kalangan remaja itu
kebanyakan akibat pendidikan, padahal tahun-tahun sebelumnya, penderita
kejiwaan biasanya hanya diderita pasien usia 30 tahunan. Saat ini anak remaja
menjadi penderita kejiwaan karena tekanan pendidikan yang sudah dimulai dari
sangat dini, hingga keinginan untuk berhasil ke sekolah atau perguruan tinggi
yang sangat besar, juga persaingan antar pelajar yang sangat tinggi.”
Apalagi untuk siswa kelas akhir, semua tuntutan sekolah tersebut ditambah
pula dengan diberlakukannya Ujian Nasional sebagai penentu kelulusan.
Kebijakan pemerintah berkaitan dengan UN-pun membuat para siswa, orang tua
bahkan pihak sekolah sendiri menjadi rentan untuk stres. Contohnya dalam salah
satu kutipan artikel yang memuat siswa SMA yang bunuh diri karena tidak lulus
UN yang dikutip dari harian umum Tribun Jambi tertanggal 28 April 2010 (dalam
Kompas.com) yang menyebutkan bahwa “Wahyu Ningsih (19), siswi sebuah
SMKN di Muaro Jambi tewas menelan racun jamur tanaman karena sangat syok
menerima amplop berisi keterangan kelulusan yang menyebutkan bahwa ia harus
mengulang tes Matematika pada bulan Mei nanti dan menjadi satu-satunya murid
Bahkan dengan dimasukannya nilai rapor kelas bawah (seperti nilai rapor
kelas X dan XI untuk SMA) yang berpengaruh sebesar 40% terhadap Nilai
Sekolah yang akhirnya menentukan Nilai Akhir untuk kelulusan maka dipastikan
akan membuat siswa menjadi ekstra keras dalam belajar agar dapat lulus dengan
nilai memuaskan.
Beberapa penelitian di Indonesia juga menunjukkan ada fenomena stres
siswa yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekolah. Misalnya
penelitian Desmita (2005) terhadap stres siswa sekolah unggulan (MAN Model
Bukittinggi), menunjukkan bahwa pelaksanaan program peningkatan mutu
pendidikan melalui penerapan kurikulum yang diperkaya, intensitas belajar yang
tinggi, rentang waktu belajar formal yang lebih lama, tugas-tugas sekolah yang
lebih banyak, dan keharusan menjadi pusat keunggulan (agent of excellent), dan
sebagainya telah menimbulkan stres di kalangan siswa.
Penelitian Gusniati, Uli (2002) terhadap siswa sekolah dengan
karakteristik yang sama, yakni siswa SMU Plus Jakarta, juga menemukan adanya
fenomena stres yang dialami siswa di sekolah. Sekitar 40,74% siswa merasa
terbebani dengan keharusan mempertahankan peringkat sekolah; 62,96% siswa
merasa cemas menghadapi ujian semester; 82,74% siswa merasa takut mendapat
nilai ulangan yang jelek; 80,25% merasa bingung menyelesaikan PR yang terlalu
banyak; dan 50,62% siswa merasa letih mengikuti perpanjangan waktu belajar di
Anak usia sekolah terutama siswa SMA telah memasuki masa remaja
pertengahan yang berkisar antara usia 15 – 18 tahun. Pada masa ini, remaja
dituntut untuk dapat menyesuaikan dirinya dengan tuntutan yang ada di
masyarakat seperti tuntutan norma dan nilai, tingkat ekspektasi yang tinggi dan
lain sebagainya ditambah lagi tuntutan dari sekolah yang meminta kesempurnaan
dalam penguasaan kompetensi.
Menurut Zakiah Darajat (Lestari:2010), faktor-faktor penting yang dapat
menyebabkan stres pada remaja adalah masa penyesuaian diri remaja dengan
situasi yang baru, karena setiap perubahan membutuhkan penyesuaian itu dilalui
oleh guncangan emosi, karena setiap percobaan mungkin gagal atau sukses.
Ketakutan akan kegagalan menyebabkan jiwanya terguncang. Semakin sering
penyesuaian dilakukan terhadap situasi dan suasana baru maka akan bertambah
pula kecemasan.
Kecemasan para siswa ini perlu diwaspadai, sebab kecemasan yang
berlebihan dapat menimbulkan stres yang nantinya akan berdampak serius.
Kasus-kasus tersebut menggambarkan betapa tuntutan sekolah dapat menimbulkan stres
yang akan memengaruhi psikis siswa yang salah satu indikasinya diperlihatkan
dengan munculnya gejala terganggunya fisik maupun psikis siswa.
Dalam tahap perkembangan anak, siswa tingkat SMA termasuk dalam
tahapan perkembangan usia sekolah menengah. Menurut Syamsu Yusuf (2006:23)
Masa usia sekolah menengah berkisar antara usia 12-18 tahun, yang bertepatan dengan usia remajanya (adolescence). Dalam melewati perkembangannya, usia remaja banyak mengalami benturan antara
kehidupannya karena masih lemahnya kemampuan untuk mereaksi terhadap masalah tersebut maka remaja sering mengalami stres.
Stres adalah cara alami kita dalam menanggapi tuntutan yang selalu
berubah di dunia. Meskipun kita semua mengalami perubahan, namun cara kita
menafsirkan perubahan internal dan eksternal secara langsung mempengaruhi
sejauh mana kita merasa stres. Akibatnya, tidak semua individu
menafsirkan peristiwa yang sama sebagai stres, apa yang mungkin tampak stres
bagi kita mungkin tidak sama untuk teman kita, dan sebaliknya.
Stres dapat menjadi hasil dari pengalaman baik positif dan negatif, dan itu
adalah bagian penting dari kehidupan kita sehari-hari termasuk di sekolah. Dari
sudut pandang evolusi, stres diperlukan untuk kelangsungan hidup dan
memotivasi kita untuk menyelesaikan tugas-tugas atau membuat perubahan. Kita
perlu merasakan tekanan lingkungan, salah satunya agar dapat menjadi motivator.
Namun terlalu banyak tekanan atau ketidakmampuan untuk mengatasi stressor
dapat menyebabkan gejala emosional dan fisik negatif, tidak hanya terbatas pada
kecemasan, iritabilitas, dan peningkatan denyut jantung.
Terus-menerus terkena situasi stres dapat menjadikan kita stress sehingga
kita tidak mampu mengelola masalah yang terjadi. Agar menghindari situasi di
mana kita merasa "kelebihan beban", pertama kita harus mengidentifikasi apa
yang menjadi tekanan bagi kita dan bagaimana kita dapat paling efektif mengelola
situasi stres.
Stres yang muncul pada individu akan membuat individu melakukan suatu
merupakan suatu usaha tingkah laku untuk mengatasi tuntutan internal atau
eksternal yang dinilai membebani atau melebihi sumber daya yang dimiliki
individu. Coping yang dilakukan ini berbeda dengan perilaku adaptif otomatis,
karena coping membutuhkan suatu usaha, yang mana hal tersebut akan menjadi
perilaku otomatis lewat proses belajar. Coping dipandang sebagai suatu usaha
untuk menguasai situasi tertekan, tanpa memperhatikan akibat dari tekanan
tersebut. Namun coping bukan merupakan suatu usaha untuk menguasai seluruh
situasi menekan, karena tidak semua situasi tersebut dapat benar-benar dikuasai.
Maka, coping yang efektif untuk dilakukan adalah coping yang membantu
seseorang untuk mentoleransi dan menerima situasi menekan dan tidak
merisaukan tekanan yang tidak dapat dikuasainya (Lazarus & Folkman, 1984).
Banyaknya tuntutan/tekanan sekolah, mendorong siswa untuk melakukan
coping yang efektif sehingga siswa tidak terus menerus merisaukan tekanan
sekolah yang tidak dapat dihadapinya.
Bimbingan sebagai salah satu komponen integral dari keseluruhan
penyelenggaraan pendidikan di sekolah sangat diperlukan keberadaannya dalam
mencapai tujuan pendidikan.
Layanan bimbingan kelompok merupakan salah salah satu layanan
bimbingan konseling yang biasa dilakukan di sekolah. Layanan bimbingan
kelompok ini sebagai upaya bantuan bagi siswa dengan memanfaatkan dinamika
kelompok yang terjadi. Metode bimbingan kelompok ini tentunya memiliki
sejumlah peserta didik secara bersama-sama melalui dinamika kelompok
memperoleh bahan dan nara sumber atau membahas secara bersama-sama suatu
topik yang berguna untuk perkembangan mereka baik sebagai individu maupun
sebagai anggota kelompok.
Program bimbingan kelompok ini dimaksudkan sebagai salah satu
alternatif konselor atau guru pembimbing dalam memfasilitasi siswa untuk
mengembangkan kemampuannya dalam mengelola stres sekolah. Oleh karena itu
agar peserta didik tidak merngalami fenomena stres sekolah dan mampu
melakukan coping stres yang efektif maka perlu dicari tahu gambaran tingkat stres
sekolah yang dialami siswa dan coping stres yang biasa dilakukan siswa untuk
selanjutnya disusun rancangan program bimbingan kelompok yang terencana di
sekolah. Hal ini tentunya diperlukan agar kemampuan siswa dalam mengelola
stres sekolah meningkat sehingga pada akhirnya siswa dapat mengalami
perkembangan pribadi yang optimal baik dari segi fisiologis, psikologis,
psikososial, maupun akademiknya.
B. Identifikasi dan Rumusan Masalah
Pengembangan diri siswa yang baik tidak hanya dapat dilihat dari
perkembangan fisiknya saja karena kematangan emosionalnya pun perlu
diperhitungkan. Berbagai macam masalah yang dihadapinya baik dalam bidang
dialami oleh siswa bila siswa tidak memiliki kemampuan dalam mengelolanya
dengan baik.
Selain keluarga, sekolah bisa menjadi salah satu sumber stres bagi siswa
sehingga di sekolah siswa bisa mengalami stres sekolah (school stress). Stres
sekolah ini khusus menggambarkan kondisi stres yang dialami oleh siswa akibat
tuntutan sekolah.
Konselor memiliki peran strategis dalam membantu siswa
mengembangkan kemampuan siswa dalam mengelola stres sekolah dengan salah
satu tugas dan tanggung jawab konselor sebagai pembimbing adalah membantu
siswa agar dapat melakukan coping stres yang tepat ketika menghadapi situasi
stres (stressor). Stres akan dirasakan individu bila menghadapi sebuah stimulus
yang membuatnya merasa tertekan dan tidak nyaman, stimulus tersebut akan
direspons oleh tubuh sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Oleh sebab
itu, pengembangan kemampuan siswa dalam mengelola stres sekolah merupakan
bagian dari program bimbingan dan konseling yang dibuat oleh konselor di
sekolah. Materi ini ditempatkan pada layanan dasar, yaitu proses pemberian
bantuan yang diberikan kepada semua siswa (for all) melalui kegiatan kelompok
yang disajikan secara sistematis.
Dalam penelitian ini, program pengembangan kemampuan siswa dalam
mengelola stres ini diberikan melalui layanan bimbingan kelompok dengan
berbagai teknik yang tepat mengacu pada coping stres menurut Lazarus &
memanfaatkan dinamika kelompok yang terjadi untuk mengembangkan
coping stres secara efektif.
Coping stres yang dilakukan ini terdiri dari problem-focused coping yaitu
usaha mengatasi stres dengan cara mengatur atau mengubah masalah yang
dihadapi dan lingkungan sekitar yang menjadi penyebab tekanan dan juga melalui
emotion-focused coping yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur respon
emosional dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan
ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang dianggap penuh tekanan.
Bagi individu yang memiliki kemampuan dalam mengelola stimulus yang
berupa tekanan tersebut, individu akan menjadikan tekanan (stres) tersebut dengan
meresponnya sebagai energi positif untuk berusaha bertahan hidup. Namun, bagi
individu yang tidak memiliki kemampuan mengelola, stimulus tersebut akan
membuatnya merespon secara negatif pada fisik maupun psikis yang akan
melemahkan diri dan potensi.
Berdasarkan pemaparan di atas maka diperoleh rumusan masalah sebagai
berikut: kemampuan mengelola stres sekolah penting dimiliki oleh siswa agar
mampu mengelola tuntutan (internal atau eksternal) yang ditaksir sebagai beban
karena di luar kemampuan dirinya.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk mendapatkan rumusan program bimbingan
D. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan identifikasi dan rumusan masalah diperoleh pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
a. Seperti apa profil stres sekolah siswa Madrasah Aliyah Persis 99
Rancabango.
b. Seperti apa profil coping stres siswa Madrasah Aliyah Persis 99 Rancabango.
c. Bagaimana bentuk program bimbingan kelompok yang dapat meningkatkan
kemampuan siswa mengelola stres sekolah siswa Madrasah Aliyah Persis 99
Rancabango.
d. Bagaimana efektivitas program bimbingan kelompok yang dapat
meningkatkan kemampuan siswa mengelola stres sekolah siswa Madrasah
Aliyah Persis 99 Rancabango.
E. Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini yaitu dapat memberi sumbangan secara
ilmiah bagi pengembangan dunia pendidikan, khususnya layanan bimbingan
kelompok di sekolah-sekolah setingkat SMA/Madrasah Aliyah.
2. Secara praktis
Secara praktis-empiris, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat dalam hal-hal berikut:
Dengan mengetahui kondisi stres sekolah serta bentuk coping stres yang
dilakukan siswa maka konselor sekolah dapat merumuskan layanan
bimbingan kelompok yang tepat untuk meningkatkan kemampuan siswa
mengelola stres yang dialami siswa di sekolah dilihat dari kondisi dan
sudut pandang sumber stres dan bentuk copingnya.
b. Bagi pihak sekolah dan para guru
Berdasarkan penelitian, dapat diketahui kondisi serta sumber stres sekolah
pada siswa, sehingga dengan demikian, pihak sekolah dan para guru dapat
menghindarinya dengan mencoba menciptakan kondisi lingkungan
sekolah yang kondusif.
F. Asumsi Penelitian
Dalam penelitian ini ada beberapa asumsi dasar yang dijadikan acuan,
diantaranya adalah:
1. Setiap individu akan mengalami stres bila tidak mampu menghadapi
tuntutan lingkungan, hal ini merupakan reaksi atas ketidakmampuannya
dalam menyikapi tuntutan lingkungan itu sendiri. (Gray Smeltzer dalam
2. Di samping keluarga, sekolah merupakan sumber stres yang utama bagi
anak. Peristiwa-peristiwa yang dialami anak di sekolah tersebut tidak
jarang menimbulkan perasaan stres pada diri anak (Firmian&Cross dalam
Desmita, 2010).
3. Masa-masa sekolah menengah di satu sisi merupakan suatu pengalaman
yang sangat berharga bagi anak remaja, tetapi di sisi lain mereka
dihadapkan pada banyak tuntutan dan perubahan cepat yang membuat
mereka mengalami masa-masa yang penuh stress. Mereka dihadapkan
pada pekerjaan rumah yang banyak, perubahan kurikulum yang
berlangsung dengan cepat, batas waktu tugas dan ujian, kecemasan dan
kebingungan dalam menentukan pilihan karier dan program pendidikan
lanjutan, membagi waktu untuk mengerjakan PR, olah raga, hobi, dan
kehidupan sosial (Rainham, 2004:2).
4. Coping dikatakan efektif apabila coping dapat membantu individu untuk
mentoleransi dan menerima situasi yang menekan dan tidak merisaukan
G. Hipotesis Penelitian
Program bimbingan kelompok efektif meningkatkan kemampuan siswa
mengelola stres sekolah.
H. Metode Penelitian
Pada penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
kuantitatif dengan metode kuasi eksperimen dan desain non-equivalent pretest
dan postest control group design. Populasi penelitian adalah siswa kelas X
Madrasah Aliyah Persis 99 Rancabango dan yang menjadi sampel penelitian ini
adalah kelompok siswa yang mengalami tingkat stres sekolah tinggi.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan angket tertutup untuk
mengungkap gambaran tingkat stres sekolah dan coping stres siswa. Analisis data
Yani Suryani, 2012
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan, Metode, dan Desain Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kuantitatif. Alasan penggunaan pendekatan kuantitatif adalah dimungkinkannya
dilakukan pencapaian data hasil penelitian secara nyata dalam bentuk angka
sehingga memudahkan proses analisis dan penafsiran dengan menggunakan
perhitungan statistik guna mengungkap kemampuan siswa mengelola stres
sekolah.
Sementara itu untuk mengujicobakan efektivitas program bimbingan
kelompok untuk meningkatkan kemampuan siswa mengelola stres sekolah
digunakan metode quasi experimental (eksperimen semu) dengan desain
non-equivalent pretest dan postest control group design. Desain ini mempunyai
kelompok kontrol tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol
variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen (Sugiyono,
2010:77). Desain ini hampir sama dengan pretest-postest control group design,
hanya pada desain ini kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol tidak
dipilih secara random (Sugiyono, 2010:79). Hal ini disebabkan penelitian kurang
memenuhi syarat sebagai penelitian eksperimental namun mengandung beberapa
ciri eksperimental dengan jumlah yang kecil. Penggunaan metode eksperimen
semu dilakukan agar dapat mencapai tujuan penelitian yaitu untuk mendapatkan
sesudah mendapatkan perlakuan (treatmen) melalui program bimbingan
kelompok.
Kelompok eksperimen O1 X O2
Kelompok kontrol O3 O4
(Sugiyono, 2010)
Keterangan:
X : Pemberian layanan bimbingan kelompok terhadap kelompok eksperimen
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas X tahun pelajaran
2011-2012 Madrasah Aliyah Persis 99 Rancabango Kabupaten Garut. Alasan pemilihan
populasi kelas X adalah: (1) siswa kelas X baru masuk SMA/MA sehingga
memerlukan adapatasi yang tinggi baik dari segi adaptasi materi/kurikulum
sekolah, teman sekolah maupun lingkungan sekolah yang baru mereka masuki
sehingga diprediksi mereka lebih rentan mengalami stres sekolah; (2) siswa kelas
X merupakan awal masuk SMA/MA sehingga di awal pembelajaran dapat
diberikan layanan intervensi melalui bimbingan kelompok untuk meningkatkan
kemampuan mengelola stres sekolah. Populasi penelitian yaitu kelas X MA
berjumlah 81 orang yang mencakup 4 kelas terdiri 2 kelas perempuan dan 2 kelas
Yani Suryani, 2012
Sampel dari penelitian ini diambil secara purposive sampling artinya
sampel dimbil dengan tujuan khusus. Sampel yang diambil untuk kelompok
eksperimen adalah 1 kelas yang memiliki rata-rata tingkat stres sekolah tinggi
berjumlah 20 orang. Sedangkan kelompok kontrol diambil juga 1 kelas yang
memiliki karakteristik yang sama atau kemiripan dalam tingkat stres sekolah
dengan kelompok eksperimen yang juga berjumlah 20 orang.
C. Definisi Operasional Variabel
a. Program bimbingan Kelompok
Yang dimaksud program bimbingan kelompok dalam penelitian ini yaitu
program pemberian bantuan dari konselor kepada individu (siswa kelas X
Madrasah Aliyah Persis 99 Rancabango) melalui kegiatan kelompok dengan
tujuan meningkatkan kemampuan siswa dalam mengelola stres sekolah.
b. Stres sekolah
Stres sekolah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kondisi stres atau
perasaan tidak nyaman yang dialami atau dipersepsikan oleh siswa akibat adanya
tuntutan sekolah yang meliputi physical demands, task demands, role demands,
dan interpersonal demands.
1. Physical demands (tuntutan fisik)
Yang dimaksud physical demands adalah stres siswa yang bersumber dari
lingkungan fisik sekolah. Dimensi-dimensi dari lingkungan fisik sekolah
kelas, perlengkapan sarana/prasarana penunjang pendidikan, keamanan atau
penjagaan sekolah, penerangan atau pencahayaan, temperatur yang tinggi,
dan kebersihan sekolah.
2. Task demands (tuntutan tugas)
Task demands atau tuntutan tugas dalam konsep stres sekolah diartikan
sebagai tugas-tugas pelajaran (academic work) yang harus dikerjakan atau
dihadapi oleh peserta didik yang dapat menimbulkan perasaan tertekan atau
stres. Aspek-aspek dari task demands ini meliputi: materi/tugas yang
dikerjakan di sekolah, PR (tugas di rumah), tuntutan mengikuti pelajaran,
menghadapi ulangan/ujian, memenuhi tuntutan kurikulum, memenuhi disiplin
sekolah, penilaian/evaluasi, dan mengikuti kegiatan sekolah/ekskul.
3. Role demands (tuntutan peran)
Role demands berhubungan dengan peran yang dipikul oleh siswa yang
berkaitan dengan harapan tingkah laku yang dikomunikasikan oleh pihak
sekolah (kepala sekolah, guru-guru, dan pegawai) serta oleh orang tua dan
masyarakat kepada siswa, mencakup harapan memiliki nilai yang bagus,
mempertahankan nama baik dan keunggulan sekolah, memiliki sikap dan
tingkah laku yang baik.
4. Interpersonal demands (tuntutan interpersonal)
Yang dimaksud dengan tuntutan interpersonal adalah tuntutan untuk
Yani Suryani, 2012
Dimensinya terdiri dari kemampuan membina hubungan interpersonal,
kemampuan memberikan dukungan emosional, kemampuan mengemukakan
pendapat serta kemampuan mengelola dan mengatasi konflik-konflik yang
timbul dalam hubungan interpersonal.
c. Kemampuan siswa mengelola stres sekolah
Mengelola stres (coping) adalah kemampuan siswa kelas X Madrasah Aliyah
Persis 99 Rancabango untuk melakukan proses merespon tuntutan sekolah melalui
upaya/strategi sebagai berikut:
A. Problem Focused Coping
1. Confrontive coping adalah usaha mengubah keadaan yang menekan dengan
cara yang agresif, tingkat kemarahan yang cukup tinggi dan pengambilan
resiko.
2. Seeking social support adalah usaha untuk mendapatkan kenyamanan
emosional dan bantuan informasi dari orang lain, terutama dari teman sebaya.
3. Planful problem solving adalah usaha untuk mengubah keadaan yang
dianggap menekan dengan cara yang hati-hati, bertahap, dan analitis.
B. Emotion Focused Coping
1. Self-control adalah usaha untuk mengatur perasaan ketika menghadapi situasi
2. Distancing adalah usaha untuk tidak terlibat dalam permasalahan dan
menganggap permasalahan yang dihadapi tidak penting dengan cara
menurunkan kadar permasalahan yang dihadapi.
3. Positive reappraisal adalah usaha mencari makna positif dari permasalahan
dengan terfokus pada pengembangan diri, biasanya juga melibatkan hal-hal
yang bersifat religius.
4. Accepting responsibility adalah usaha untuk mencari tanggung jawab diri
sendiri dalam permasalahan yang dihadapinya dan mencoba menerimanya
untuk membuat semuanya menjadi lebih baik.
5. Escape/avoidance adalah usaha untuk mengatasi situasi menekan dengan lari
dari situasi tersebut atau menghindarinya dengan beralih pada hal lainnya,
seperti makan, minum, atau merokok.
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Alat Ukur
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini, salah satunya menggunakan
angket tertutup. Angket tertutup ini digunakan untuk mengukur tingkat stres
sekolah dan coping stres siswa.
a. Penyusunan Kisi-Kisi
Instrumen yang disusun ditujukan untuk mengetahui tingkat stres sekolah
dan coping stres yang dimiliki siswa. Kisi-kisi yang disusun terdiri dari dua yaitu
Yani Suryani, 2012
Berikut kisi-kisi instrumen penelitian yang disusun.
Tabel 3.1
- Suhu atau temperatur kelas
- Penerangan atau pencahayaan
- Kebersihan sekolah
- Tuntutan mengikuti materi pelajaran
sekolah
- PR (tugas sekolah)
- Menghadapi ulangan/ujian
- Memenuhi disiplin sekolah
- Penilaian /evaluasi
- Mengikuti kegiatan sekolah /ekskul
2,8,14,18
- Tuntutan memiliki nilai yang bagus
- Tuntutan menjaga nama baik dan
keunggulan sekolah
- Tuntutan memiliki sikap dan tingkah
laku yang baik
- Kemampuan mengelola dan mengatasi
konflik yang timbul dalam hubungan interpersonal
- Kemampuan mengemukakan pendapat
Problem Focused Coping
- Confrontive coping 1,9,18,24 4 - Seeking social support 2,10,19,25 4 - Planful problem solving 3,11,26,33 4
Emotion Focused Coping
- Self-control 4,12,20,27 4 - Distancing 5,13,21,28 4 - Positive reappraisal 6,14,15,29,31 5 - Accepting responsibility 7,16,22,30 4 - Escape/avoidance 8,17,23,32 4
Total 33
b. Pedoman Skoring
Instrumen penelitian ini dibuat dalam bentuk pernyataan untuk mengetahui
tingkat stres sekolah dan coping stres yang dialami siswa. Variabel tingkat stres
sekolah siswa ini terdiri dari empat aspek yang dispesifikasikan oleh indikatornya
masing-masing sedangkan variabel coping stres terdiri dari dua aspek yang
diturunkan menjadi 8 sub aspek. Alternatif jawaban yang telah disediakan dengan
kriteria dapat dilihat pada tabel 3.3 berikut.
Tabel 3.3
Kriteria Penyekoran Angket Tingkat Stres Sekolah Siswa
Alternatif Jawaban Skor
Sangat tidak sesuai dengan yang dirasakan 1
Tidak sesuai dengan yang dirasakan 2
Sesuai dengan yang dirasakan 3
Sangat sesuai dengan yang dirasakan 4
Tabel 3.4
Kriteria Penyekoran Angket Coping Stres Siswa
Alternatif Jawaban Skor
Yani Suryani, 2012
Jarang dilakukan 2
Sering dilakukan 3
Sangat sering dilakukan 4
c. Penimbangan Instrumen
1. Uji validitas
Validitas menunjukkan bahwa hasil dari suatu pengukuran
menggambarkan segi atau aspek yang diukurnya tersebut (Sukmadinata,
2007:228). Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa
yang seharusnya diukur (Sugiyono:121). Dalam penelitian ini, uji validitas yang
dilakukan adalah uji validitas konstruk dan validitas isi.
Pelaksanaan validasi inventori dilakukan oleh ahli dari dosen Jurusan
Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yaitu Dr. Ilfiandra, M.Pd, Dr. Ipah Saripah,
M.Pd, dan Drs. Nurhudaya, M.Pd yang berkompeten untuk memvalidasi materi
instrumen tersebut. Koreksi meliputi telaah konstruk, konten, dan redaksi pada
masing-masing butir pernyataan yang telah dikembangkan.
Langkah selanjutnya dilakukan uji coba instrumen yang dilakukan kepada
siswa kelas X dengan sampel penelitian untuk melaksanakan uji keterbacaan. Uji
validitas menggunakan korelasi Product Moment dengan bantuan Mixrosoft Exel
dan SPSS.
Hasil dari uji validitas sebagai berikut:
Tabel 3.5 Hasil Uji Validitas
Item asal Item yang valid Hasil Jumlah item
Instrumen Coping Stres Sekolah
Item asal Item yang valid
Yani Suryani, 2012
Uji reliabilitas dilakukan setelah dilakukan uji validitas. Reliabilitas
berhubungan dengan masalah ketetapan atau konsistensi tes. Instrumen yang
reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur
obyek yang sama akan menghasilkan data yang sama. Dengan menggunakan
instrumen yang valid dan reliabel dalam pengumpulan data, maka diharapkan
hasil penelitian akan menjadi valid dan reliabel.
Dalam pengujian reliabilitas instrumen, penulis menggunakan bantuan
perhitungan program Ms. Excel 2007 dengan rumus statistika Alpa. Sebagai tolak
ukur koefisien reliabilitasnya, digunakan kriteria sebagai berikut:
0,00 - 0,19 : Derajat keterandalannya sangat rendah
0,20 – 0,39 : Derajat keterandalannya rendah
0,40 – 0,59 : Derajat keterandalannya sedang
0,60 – 0,79 : Derajat keterandalannya tinggi
0,80 – 1,00 : Derajat keterandalannya sangat tinggi
(Riduan, 2008 : 98)
Berikut hasil uji reliabilitasnya.
Tabel 3.7
Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Tingkat Stres Sekolah
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on
Standardized Items N of Items
.894 .896 50
Hasil uji reliabilitas untuk instrumen tingkat stres sekolah yaitu 0,894, artinya
derajat keterandalannya tergolong tinggi.
Yani Suryani, 2012
Program Bimbingan Kelompok Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Mengelola Stres Sekolah
Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Coping Stres Sekolah
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on
Standardized Items N of Items
.829 .829 33
Hasil uji reliabilitas untuk instrumen coping stres sekolah yaitu 0,829, artinya
derajat keterandalannya tergolong tinggi.
2. Wawancara
Teknik wawancara digunakan dalam pengumpulan data penelitian dengan
maksud untuk menggali berbagai informasi yang berkenaan dengan masalah
penelitian. Wawancara bersifat luwes, terbuka, dan tidak berstruktur sehingga
memungkinkan peneliti mengembangkan pertanyaan-pertanyaan secara mendalam
dengan rumusan kata-kata yang disusun sendiri sesuai dengan maksud dan tujuan
penelitian.
3. Observasi
Observasi dilakukan pada saat pemberian intervensi yang digunakan untuk
melihat aktivitas siswa selama mengikuti kegiatan bimbingan kelompok.
E. Penyusunan Program
Penyusunan program layanan dasar bimbingan kelompok ini dilakukan untuk
bahan materi intervensi yang akan diberikan kepada kelompok eksperimen.
Langkah-langkah penyusunan program dapat dilihat pada bagan 3.1 berikut ini.
Yani Suryani, 2012
Bagan 3.1
Desain Penyusunan Program Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Mengelola Stres Sekolah
1. Studi Pendahuluan
Studi Pendahuluan dilaksanakan dengan melakukan wawancara kepada
guru psikologi (BK) di Madrasah Aliyah Persis 99 Rancabango untuk mengetahui
gambaran keadaan stres sekolah yang dialami siswa serta stressor yang muncul di
sekolah. Selain wawancara dengan guru psikologi, peneliti juga melakukan
pendataan siswa kelas X, berupa biodata siwa, asal daerah tempat tinggal, tinggal
di asrama/tidak, alasan masuk MA (keinginan sendiri/keluarga), tujuan masuk
Madrasah Aliyah Persis 99 Rancabango, dan harapan orang tua memasukkan
sekolah ke MA. Selanjutnya dilakukan pre tes menggunakan angket tingkat stres
coping stres serta perencanaan desain program bimbingan kelompok untuk
meningkatkan kemampuan siswa mengelola stres sekolah.
2. Perencanaan
Setelah mendapatkan profil tingkat stres sekolah dan coping stres yang
dimiliki siswa selanjutnya dilakukan perencanaan penyusunan program
bimbingan kelompok yang efektif untuk meningkatkan kemampuan siswa
mengelola stres sekolah. Materi untuk bahan intervensi yang tercantum pada
program ini mengacu pada bentuk coping stres menurut Lazaruss & Folkman
berupa seeking social support, planful problem solving, self control, positive
reappraisal, dan accepting responsibility.
3. Desain Program
Desain program bimbingan kelompok untuk meningkatkan kemampuan
siswa mengelola stres sekolah dibagi ke dalam dua bagian, yaitu pedoman teoritik
dan pedoman pelaksanaan.
Pedoman Teoritik program bimbingan Program ini memuat a) rasional,
b) deskrispi masalah, c) tujuan, d) target layanan intervensi, e) prosedur
pelaksanaan intervensi, e) kompetensi konselor, f) indikator keberhasilan
g) mekanisme penilaian.
Pedoman Pelaksanaan program bimbingan kelompok untuk meningkatkan
kemampuan siswa kelas X mengelola stres sekolah dibuat dalam bentuk Satuan
Kegiatan Layanan Bimbingan dan Konseling (SKLBK). Pedoman pelaksanaan
Yani Suryani, 2012
4. Penimbangan Program Bimbingan Kelompok
Penimbangan program dilakukan oleh pakar atau ahli yaitu Dr. Ipah
Saripah, M.Pd dan Dr. H. Mubiar Agustin, M.Pd. Keduanya merupakan pakar/
dosen yang ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Masukan dari dosen
mencakup penguatan dari rasional pembuatan program, kesesuaian antara target
layanan intervensi dengan tujuan, dan revisi satuan kegiatan layanan bimbingan
dan konseling.
5. Revisi Program Bimbingan Kelompok
Revisi program dilakukan berdasarkan masukan dari dosen/pakar
penimbang. Selanjutnya program yang sudah direvisi diberikan kepada kelompok
eksperimen di lapangan untuk melihat efektifitasnya.
F. Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menjawab pertanyaan penelitian yang telah
disusun pada bab sebelumnya, yaitu:
1. Pertanyaan pertama mengenai profil tingkat stres pada siswa kelas X
Madrasah Aliyah Persis 99 Rancabango akan dijawab melalui distribusi skor
responden berdasarkan konversi yang telah ditentukan.
Penentuan kategori tinggi, sedang dan rendah menggunakan nilai standar
deviasi dan mean dari skor yang diperoleh siswa menurut Arikunto, 2006
dengan rumus sebagai berikut.
Kategori sedang : mean - standar deviasi ≤ X ≤ mean + standar deviasi
Kategori tinggi : X > mean + standar deviasi
2. Pertanyaan kedua mengenai profil coping stres sekolah pada peserta didik
kelas X Madrasah Aliyah Persis 99 Rancabango akan dijawab melalui
penentuan skor yang diperoleh siswa pada instrument coping stres sekolah
siswa. Penentuan skor dilakukan untuk menentukan persentase coping stres
sekolah yang dilakukan oleh siswa. Data yang telah terkumpul disajikan
dalam bentuk prosentase. Angka prosentase diperoleh dengan membagi skor
aktual terhadap skor ideal dikali 100% dengan rumusan sebagai berikut:
Prosentase = x 100%
3. Pertanyaan ketiga mengenai efektivitas penggunaan layanan bimbingan
kelompok untuk meningkatkan kemampuan siswa mengelola stres sekolah
siswa kelas X Madrasah Aliyah Persis 99 Rancabango dijawab dengan
melakukan pengujian hipotesis melalui statistik inferensial dengan teknik uji t
atau t-test. Sebelum data hasil program bimbingan kelompok untuk
meningkatkan kemampuan siswa mengelola stres sekolah MA Persis 99
Rancabango diolah lebih lanjut, maka terlebih dahulu dilakukan uji
normalitas dengan statistik uji Kolmogrov-Smirnov (p>0,05) dan uji
homogenitas varians (p>0,05). Hasil normalitas dan homogenitas varians
menunjukkan bahwa data tersebut memiliki distribusi normal dan varians
Yani Suryani, 2012
Hasil Uji Asumsi Statistik
1. Uji Normalitas Data Gain
Tabel 3.9
Uji Normalitas Data Kelompok Eksperimen Dan Kelompok Kontrol
Kelompok Z Nilai p Keterangan Eksperimen 0.087 0,200 Normal Kontrol 0.165 0.159 Normal
Berdasarkan tabel 3.9 di atas dapat dilihat bahwa semua data
berdistribusi normal karena mempunyai nilai p>0,05.
2. Uji Homogenitas Varians Data Gain
Tabel 3.10
Uji Homogenitas Varians Data Gain Kelompok Eksperimen dengan Kontrol
Data Levene Statistic
df1 df2 Sig. Ket
Eksperimen 0,138 1 37 0,713 Homogen Kontrol 0,748 1 37 0,393 Homogen
Tabel 3.10 tersebut menunjukkan varians data gain homogen karena
memiliki nilai p (sig) > 0,05.
Setelah dilakukan uji normalitas dan homogenitas sebagai syarat
melakukan uji t, maka selanjutnya dilakukan uji t atau t-test. Tujuan uji t dua
variabel bebas adalah untuk membandingkan apakah ada perbedaan hasil
tingkat gejala stres siswa sebelum (pre-test) dan sesudah (post-test)
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Tingkat stres sekolah yang dirasakan siswa kelas X MA Persis 99
Rancabango Tahun Pelajaran 2011/2012 mayoritas berada pada kategori sedang
artinya siswa dianggap sudah mampu menyesuaikan dirinya dengan tuntutan
sekolah namun masih ada beberapa faktor sumber stres sekolah yang menekan
dirinya. Faktor penyebab stres tertinggi yaitu dari sumber stres sekolah
interpersonal demands, kemudian physical demands, task demands dan yang
terendah yaitu role demands.
Dalam melakukan coping stres sekolah, siswa kelas X MA Persis 99
Rancabango Tahun Pelajaran 2011/2012 menggunakan lebih tinggi strategi
emotion focused coping dibandingkan problem focused coping artinya strategi
yang lebih banyak digunakan siswa untuk mengatasi stres sekolah yaitu dengan
cara mengatur respon emosional dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak
yang akan ditimbulkan dari tekanan/tuntutan sekolah. Setelah dilakukan intervensi
maka terjadi perubahan menjadi lebih tinggi menggunakan problem focused
coping yang berarti siswa melakukan usaha mengatasi stres dengan cara lebih
banyak mengatur atau mengubah masalah yang dihadapi dan lingkungan sekitar
yang menjadi penyebab tekanan.
Program layanan bimbingan kelompok yang diberikan kepada siswa
Yani Suryani, 2012
kelompok eksperimen karena dapat membantu siswa menurunkan tingkat stres
sekolah yang dirasakannya dan meningkatkan upaya coping stres yang
dilakukannya.
B. Rekomendasi
1. Bagi pihak sekolah
Program bimbingan kelompok ini hendaknya menjadi acuan dan pedoman
untuk membantu siswa dalam meningkatkan kemampuannya mengelola stres
sekolah.
2. Bagi Guru BK/Konselor Sekolah
Bagi guru BK atau konselor sekolah, program bimbingan kelompok ini
direkomendasikan untuk diimplementasikan di sekolah sebagai salah satu
program bimbingan untuk meningkatkan kemampuan siswa mengelola stres
sekolah, salah satunya dengan mengintegrasikan program bimbingan kelompok
ini menjadi bagian dari program bimbingan belajar di sekolah. Namun
pelaksanaan program bimbingan kelompok untuk meningkatkan kemampuan
siswa mengelola stres sekolah ini baru dilakukan pada strategi layanan dasar saja,
sehingga belum komprehensif dilakukan pada semua strategi layanan.
Berdasarkan keterbatasan penelitian tersebut maka direkomendasikan bagi
konselor sekolah agar hasil program bimbingan kelompok ini optimal maka perlu
dilaksanakan untuk semua strategi layanan yaitu layanan dasar, perencanaan
khusus dapat disertai dengan pemberian layanan dalam bentuk konseling
kelompok maupun konseling individual bagi siswa yang memiliki tingkat stres
sekolah tinggi.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas program bimbingan
kelompok untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengelola stres sekolah
yang dialaminya. Perlu kiranya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
penggunaan metode bimbingan kelompok lainnya yang lebih khusus yaitu strategi
bimbingan kelompok melalui metode permainan untuk meningkatkan kemampuan
siswa dalam mengelola stres sekolahnya. Hal ini berdasarkan hasil observasi di
lapangan yang menunjukkan siswa lebih antusias mengikuti kegiatan bimbingan
DAFTAR PUSTAKA
Agustian, Ary G, 2004. Rahasia Sukses membangkitkan ESQ Power. Jakarta. Penerbit Arga
Aisah, Heti. (2010). Program Bimbingan dan Konseling Komprehensif untuk Meningkatkan Keterampilan Siswa Mengelola Stres Ujian Nasional. Tesis. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta
Desmita. (2005). Hubungan antara Stress Sekolah dengan Derajat Stres dan Strategi Penanggulangan Stres pada siswa MAN Model Bukittinggi. Tesis. Bandung: Universitas Padjajaran.
_______. (tt.). (2006). Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
_______. (tt.). (2010). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Amti, Erman. (1992). Bimbingan Konseling. Jakarta: Depdikbud.
Griffith, M. AM., Dubow, E. F. & Ippolito, M. F. (2000). Developmental and Cross-Situational Differences in Adolescents Coping Strategies. Journal of
Youth and Adolescence, 29 (2), 183-205. Dari
http://proquest.umi.com/pqdweb.
Gusniarti, Uli. (2002). Hubungan Antara Persepsi Siswa Terhadap Tuntutan dan Harapan Sekolah Dengan Derajat Stress Siswa Sekolah Plus, Psikologia: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi, 13 (7), 53-68.
Herwina, Mila. (2006). Sumber Stres, Strategi Coping dan Tingkat Stres pada Remaja Awal dan Madya. Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia.
Kiselica, M. S., Baker, S-B., Thomas, R.N. &Reedy, S. (1994). Effects of Stress Inoculation Training on Anxiety, Stress, and Academic Performance Among Adolescents, Journal of Counseling Psychology, 3, 335-342.
Lazarus, S. Richard & Folkman, Susan. (1984). Stress, Appraisal, and Coping. New York: Springer Publishing Company.
Lestari, Myrna. A. (2010). Efektivitas Penggunaan Teknik Menulis Ekspresif dalam Mereduksi Stres Siswa Kelas X SMA. Skripsi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Magaya, L, Asner-Self, K & Schreiber, J.B. (2005). Stress and Coping Strategies among Zimbabwean Adolescents. British Journal of Educational Psychology, 74(4), 661-672. Dari http://proquest.umi.com/pqdweb.
Melly. (2008) Hubungan antara Kreativitas dan Stres pada Mahasiswa Tahun Pertama Jurusan Arsitektur Universitas Indonesia. Skripsi. Jakarta: Universitas Indonesia
Natawidjaya, Rochman. (1987). Pendekatan dalam Penyuluhan Kelompok. Jakarta: Depdikbud.
Prayitno. (1995). Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok (Dasar dan Profil). Jakarta: Ghalia Indonesia
Rainham. (2014). Stressed out-taking control of Student Stress: An Interactive
teacher’s guide and other student stress and coping materials. Tersedia: http://www.selfgrowth.com/articles/Rainham5.html.
Rusmana, Nandang. (2009). Bimbingan dan Konseling Kelompok di Sekolah (Metode, Tekni, dan Aplikasi). Bandung: Rizqi Press.
_______. (tt.). (2009). Konseling Kelompok Bagi Anak Berpengalaman Traumatis. Bandung: Rizqi Press.
Setiabudi, Prawira. (2010). Psikolog: Remaja Stres Akibat Pendidikan. Tersedia: http://www.waspada.co.id. (20 April 2010).
Sangabakti, Sangsang. (2011). Strategi Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Mengelola Stres. Tesis. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.
Syaodih, Nana. (2010). Metode Penelitian Pendidikan, Jakarta: Remaja Rosdakarya
Undang-Undang Republik Indonesia tentang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Verma, S., Sharma, D. & Larson, R.W. (2002). School Stress in India: Effects on Time and Daily Emotions, International Journal of Behavioral Development, 26 (6), 500-508.
Wulandari. (2010). Program Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Mengelola Stres. Tesis. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
Yusuf, Syamsu.(2004). Mental Hygene, Perkembangan Kesehatan Mental dalam Kajian Psikologi dan Agama. Bandung: Bani Quarisy.
_______. (tt.). (2006). Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: Rosda.
_______. (tt.). (2009). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung: Rizqi.