• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM BIMBINGAN KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA MENGELOLA STRES SEKOLAH : Studi Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas X Madrasah Aliyah 99 Persis Rancabango Tahun Pelajaran 2011/2012.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PROGRAM BIMBINGAN KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA MENGELOLA STRES SEKOLAH : Studi Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas X Madrasah Aliyah 99 Persis Rancabango Tahun Pelajaran 2011/2012."

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

Pernyataan ……….. i

Abstrak ………... ii

Kata Pengantar ………... iii

Ucapan Terima Kasih ……… v

Daftar Tabel ………... x

Daftar Grafik ……….. xi

Daftar Bagan ……….. xii

BAB I PENDAHULUAN ……….. 1

A. Latar Belakang Penelitian ……….. 1

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah Penelitian ……….. 9

C. Tujuan Penelitian ………... 11

D. Pertanyaan Penelitian ………. 11

E. Manfaat Penelitian ………. 12

F. Asumsi Dasar Penelitian ……… 13

G. Hipotesis Penelitian ……… 14

H. Metode Penelitian ……….. 14

BAB II BIMBINGAN KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGELOLA STRES SEKOLAH ………. 15

A. Stres Sekolah pada Siswa SMA/MA ………... 15

B. Pengelolaan Stres Sekolah pada Siswa SMA/MA ………... 32

C. Bimbingan Kelompok sebagai Upaya untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Mengelola Stres Sekolah ………... 39

BAB III METODE PENELITIAN …….……….. . 55

(2)

Yani Suryani, 2012

B. Populasi dan Sampel Penelitian ………. 56

C. Definisi Operasional Variabel ……… 57

D. Teknik Pengumpulan Data ……….. 60

E. Penyusunan Program Intervensi ……….. 66

F. Teknik Analisis Data ………... 68

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……… 71

A. Deskripsi Hasil Penelitian dan Pembahasan Profil Tingkat Stres Sekolah dan Coping Stres Siswa Kelas X MA Persis 99 Rancabango …………. 71

B. Rumusan Program Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Kelas X MA Mengelola Stres Sekolah ……… 91

C. Efektivitas Program Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Kelas X MA Mengelola Stres Sekolah ……… 111

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ……….. 120

A. Kesimpulan ……….. 120

B. Rekomendasi ………... 121

DAFTAR PUSTAKA………. 123

(3)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pendidikan merupakan aset yang tak ternilai bagi individu dan masyarakat.

Pendidikan merupakan proses yang esensial untuk mencapai tujuan dan cita-cita

pribadi individu. Secara filosofis dan historis, pendidikan menggambarkan suatu

proses yang melibatkan berbagai faktor dalam upaya mencapai kehidupan yang

bermakna baik bagi individu sendiri maupun masyarakat pada umumnya.

Sekolah merupakan salah satu jalur pendidikan sebagai wahana yang

dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses

pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.

Sekolah mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan dan

perkembangan peserta didik. Sekolah dipandang dapat memenuhi beberapa

kebutuhan peserta didik dan menentukan kualitas kehidupan mereka di masa

depan. Para peserta didik memandang sekolah sebagai lembaga yang dapat

mewujudkan cita-cita mereka. Sementara orang tua menaruh harapan kepada

sekolah untuk dapat mendidik anak agar menjadi orang yang pintar, terampil, dan

berakhlak mulia. Tetapi pada saat yang sama, sekolah ternyata juga dapat menjadi

sumber masalah, yang pada gilirannya memicu terjadinya stres di kalangan

peserta didik.

Bahkan, menurut Firmian&Cross (Desmita, 2010), sekolah, di samping

(4)

dapat dimengerti, sebab anak banyak menghabiskan waktunya di sekolah. Di

sekolah, anak merupakan anggota dari suatu masyarakat kecil sekolah yang

mempunyai tugas-tugas yang harus diselesaikan, orang-orang yang perlu dikenal

dan mengenal diri mereka, serta peraturan yang menjelaskan dan membatasi

perilaku, perasaan, dan sikap mereka, serta tuntutan ujian akhir sekolah dan ujian

nasional yang menuntut siswa harus lulus. Peristiwa-peristiwa yang dialami anak

di sekolah tersebut tidak jarang menimbulkan perasaan stres pada diri anak. Hal

ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Sri Hastuti (Wulandari, 2011):

Menjadi pelajar merupakan tugas berat, karena banyak tuntutan dan tugas yang dibebankan oleh sekolah kepadanya. Selain itu pelajar juga merupakan harapan keluarga dan masyarakat. Tuntutan dan harapan yang terlalu besar, dapat berbalik menjadi beban dan stres bagi siswa.

Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan Rainham (2004:2) bahwa

masa-masa sekolah menengah di satu sisi merupakan suatu pengalaman yang sangat

berharga bagi anak remaja, tetapi di sisi lain mereka dihadapkan pada banyak

tuntutan dan perubahan cepat yang membuat mereka mengalami masa-masa yang

penuh stres. Mereka dihadapkan pada pekerjaan rumah yang banyak, perubahan

kurikulum yang berlangsung dengan cepat, batas waktu tugas dan ujian,

kecemasan dan kebingungan dalam menentukan pilihan karier dan program

pendidikan lanjutan, membagi waktu untuk mengerjakan PR, olah raga, hobi, dan

kehidupan sosial.

Stres yang dialami siswa di sekolah bersumber dari tuntutan sekolah

(school demands) (Verma, dkk: 2002). Menurut (Desmita, 2010:291) sumber

(5)

meliputi: keadaan iklim ruangan kelas, temperatur yang tinggi (temperature

extremes), pencahayaan dan penerangan (lighting and illumination), perlengkapan

atau sarana/prasarana penunjang pendidikan, schedule atau daftar pelajaran,

kebersihan dan kesehatan sekolah, keamanan dan penjagaan (security and

maintenance) sekolah; (2) Task demands (tuntutan tugas) meliputi tugas-tugas

yang dikerjakan di sekolah (classwork) dan di rumah (homework), mengikuti

pelajaran, memenuhi tuntutan kurikulum, menghadapi ulangan atau ujian,

mematuhi disiplin sekolah, penilaian, dan mengikuti berbagai kegiatan

ekstrakurikuler; (3) Role demands (tuntutan peran) meliputi harapan memiliki

nilai yang bagus, mempertahankan nama baik dan keunggulan sekolah, memiliki

sikap dan tingkah laku yang baik; dan (4) Interpersonal demands (tuntutan

interpersonal) meliputi kemampuan berinisiatif membina hubungan interpersonal,

kemampuan membuka diri, kemampuan bersikap asertif, kemampuan

memberikan dukungan emosional, serta kemampuan mengelola dan mengatasi

konflik-konflik yang timbul dalam hubungan interpersonal.

Adanya tuntutan tugas sekolah ini, di satu sisi merupakan aktivitas sekolah

yang sangat bermanfaat bagi perkembangan dan kemajuan siswa, namun di sisi

lain tidak jarang tuntutan tugas tersebut menimbulkan perasaan tertekan dan

kecemasan. Temuan dari sejumlah penelitian tersebut menunjukkan bahwa remaja

yang menghabiskan banyak waktunya untuk melakukan PR, mengalami

perasaan-perasaan negatif, seperti merasa sedih, marah, dan bosan. Csikszentmihalyi &

(6)

Bahkan akibat stres ini, ada siswa yang sampai masuk rumah sakit jiwa.

Contohnya yang terdapat pada artikel Waspada Online dengan judul Remaja Stres

Akibat Pendidikan dengan ringkasan kutipannya yaitu “sekitar 8 persen penghuni

RS Jiwa Provsu Medan didominasi oleh kalangan remaja, dan menurut Dekan

Psikologi Universitas Medan Area, Irna Minauli, stres di kalangan remaja itu

kebanyakan akibat pendidikan, padahal tahun-tahun sebelumnya, penderita

kejiwaan biasanya hanya diderita pasien usia 30 tahunan. Saat ini anak remaja

menjadi penderita kejiwaan karena tekanan pendidikan yang sudah dimulai dari

sangat dini, hingga keinginan untuk berhasil ke sekolah atau perguruan tinggi

yang sangat besar, juga persaingan antar pelajar yang sangat tinggi.”

Apalagi untuk siswa kelas akhir, semua tuntutan sekolah tersebut ditambah

pula dengan diberlakukannya Ujian Nasional sebagai penentu kelulusan.

Kebijakan pemerintah berkaitan dengan UN-pun membuat para siswa, orang tua

bahkan pihak sekolah sendiri menjadi rentan untuk stres. Contohnya dalam salah

satu kutipan artikel yang memuat siswa SMA yang bunuh diri karena tidak lulus

UN yang dikutip dari harian umum Tribun Jambi tertanggal 28 April 2010 (dalam

Kompas.com) yang menyebutkan bahwa “Wahyu Ningsih (19), siswi sebuah

SMKN di Muaro Jambi tewas menelan racun jamur tanaman karena sangat syok

menerima amplop berisi keterangan kelulusan yang menyebutkan bahwa ia harus

mengulang tes Matematika pada bulan Mei nanti dan menjadi satu-satunya murid

(7)

Bahkan dengan dimasukannya nilai rapor kelas bawah (seperti nilai rapor

kelas X dan XI untuk SMA) yang berpengaruh sebesar 40% terhadap Nilai

Sekolah yang akhirnya menentukan Nilai Akhir untuk kelulusan maka dipastikan

akan membuat siswa menjadi ekstra keras dalam belajar agar dapat lulus dengan

nilai memuaskan.

Beberapa penelitian di Indonesia juga menunjukkan ada fenomena stres

siswa yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekolah. Misalnya

penelitian Desmita (2005) terhadap stres siswa sekolah unggulan (MAN Model

Bukittinggi), menunjukkan bahwa pelaksanaan program peningkatan mutu

pendidikan melalui penerapan kurikulum yang diperkaya, intensitas belajar yang

tinggi, rentang waktu belajar formal yang lebih lama, tugas-tugas sekolah yang

lebih banyak, dan keharusan menjadi pusat keunggulan (agent of excellent), dan

sebagainya telah menimbulkan stres di kalangan siswa.

Penelitian Gusniati, Uli (2002) terhadap siswa sekolah dengan

karakteristik yang sama, yakni siswa SMU Plus Jakarta, juga menemukan adanya

fenomena stres yang dialami siswa di sekolah. Sekitar 40,74% siswa merasa

terbebani dengan keharusan mempertahankan peringkat sekolah; 62,96% siswa

merasa cemas menghadapi ujian semester; 82,74% siswa merasa takut mendapat

nilai ulangan yang jelek; 80,25% merasa bingung menyelesaikan PR yang terlalu

banyak; dan 50,62% siswa merasa letih mengikuti perpanjangan waktu belajar di

(8)

Anak usia sekolah terutama siswa SMA telah memasuki masa remaja

pertengahan yang berkisar antara usia 15 – 18 tahun. Pada masa ini, remaja

dituntut untuk dapat menyesuaikan dirinya dengan tuntutan yang ada di

masyarakat seperti tuntutan norma dan nilai, tingkat ekspektasi yang tinggi dan

lain sebagainya ditambah lagi tuntutan dari sekolah yang meminta kesempurnaan

dalam penguasaan kompetensi.

Menurut Zakiah Darajat (Lestari:2010), faktor-faktor penting yang dapat

menyebabkan stres pada remaja adalah masa penyesuaian diri remaja dengan

situasi yang baru, karena setiap perubahan membutuhkan penyesuaian itu dilalui

oleh guncangan emosi, karena setiap percobaan mungkin gagal atau sukses.

Ketakutan akan kegagalan menyebabkan jiwanya terguncang. Semakin sering

penyesuaian dilakukan terhadap situasi dan suasana baru maka akan bertambah

pula kecemasan.

Kecemasan para siswa ini perlu diwaspadai, sebab kecemasan yang

berlebihan dapat menimbulkan stres yang nantinya akan berdampak serius.

Kasus-kasus tersebut menggambarkan betapa tuntutan sekolah dapat menimbulkan stres

yang akan memengaruhi psikis siswa yang salah satu indikasinya diperlihatkan

dengan munculnya gejala terganggunya fisik maupun psikis siswa.

Dalam tahap perkembangan anak, siswa tingkat SMA termasuk dalam

tahapan perkembangan usia sekolah menengah. Menurut Syamsu Yusuf (2006:23)

Masa usia sekolah menengah berkisar antara usia 12-18 tahun, yang bertepatan dengan usia remajanya (adolescence). Dalam melewati perkembangannya, usia remaja banyak mengalami benturan antara

(9)

kehidupannya karena masih lemahnya kemampuan untuk mereaksi terhadap masalah tersebut maka remaja sering mengalami stres.

Stres adalah cara alami kita dalam menanggapi tuntutan yang selalu

berubah di dunia. Meskipun kita semua mengalami perubahan, namun cara kita

menafsirkan perubahan internal dan eksternal secara langsung mempengaruhi

sejauh mana kita merasa stres. Akibatnya, tidak semua individu

menafsirkan peristiwa yang sama sebagai stres, apa yang mungkin tampak stres

bagi kita mungkin tidak sama untuk teman kita, dan sebaliknya.

Stres dapat menjadi hasil dari pengalaman baik positif dan negatif, dan itu

adalah bagian penting dari kehidupan kita sehari-hari termasuk di sekolah. Dari

sudut pandang evolusi, stres diperlukan untuk kelangsungan hidup dan

memotivasi kita untuk menyelesaikan tugas-tugas atau membuat perubahan. Kita

perlu merasakan tekanan lingkungan, salah satunya agar dapat menjadi motivator.

Namun terlalu banyak tekanan atau ketidakmampuan untuk mengatasi stressor

dapat menyebabkan gejala emosional dan fisik negatif, tidak hanya terbatas pada

kecemasan, iritabilitas, dan peningkatan denyut jantung.

Terus-menerus terkena situasi stres dapat menjadikan kita stress sehingga

kita tidak mampu mengelola masalah yang terjadi. Agar menghindari situasi di

mana kita merasa "kelebihan beban", pertama kita harus mengidentifikasi apa

yang menjadi tekanan bagi kita dan bagaimana kita dapat paling efektif mengelola

situasi stres.

Stres yang muncul pada individu akan membuat individu melakukan suatu

(10)

merupakan suatu usaha tingkah laku untuk mengatasi tuntutan internal atau

eksternal yang dinilai membebani atau melebihi sumber daya yang dimiliki

individu. Coping yang dilakukan ini berbeda dengan perilaku adaptif otomatis,

karena coping membutuhkan suatu usaha, yang mana hal tersebut akan menjadi

perilaku otomatis lewat proses belajar. Coping dipandang sebagai suatu usaha

untuk menguasai situasi tertekan, tanpa memperhatikan akibat dari tekanan

tersebut. Namun coping bukan merupakan suatu usaha untuk menguasai seluruh

situasi menekan, karena tidak semua situasi tersebut dapat benar-benar dikuasai.

Maka, coping yang efektif untuk dilakukan adalah coping yang membantu

seseorang untuk mentoleransi dan menerima situasi menekan dan tidak

merisaukan tekanan yang tidak dapat dikuasainya (Lazarus & Folkman, 1984).

Banyaknya tuntutan/tekanan sekolah, mendorong siswa untuk melakukan

coping yang efektif sehingga siswa tidak terus menerus merisaukan tekanan

sekolah yang tidak dapat dihadapinya.

Bimbingan sebagai salah satu komponen integral dari keseluruhan

penyelenggaraan pendidikan di sekolah sangat diperlukan keberadaannya dalam

mencapai tujuan pendidikan.

Layanan bimbingan kelompok merupakan salah salah satu layanan

bimbingan konseling yang biasa dilakukan di sekolah. Layanan bimbingan

kelompok ini sebagai upaya bantuan bagi siswa dengan memanfaatkan dinamika

kelompok yang terjadi. Metode bimbingan kelompok ini tentunya memiliki

(11)

sejumlah peserta didik secara bersama-sama melalui dinamika kelompok

memperoleh bahan dan nara sumber atau membahas secara bersama-sama suatu

topik yang berguna untuk perkembangan mereka baik sebagai individu maupun

sebagai anggota kelompok.

Program bimbingan kelompok ini dimaksudkan sebagai salah satu

alternatif konselor atau guru pembimbing dalam memfasilitasi siswa untuk

mengembangkan kemampuannya dalam mengelola stres sekolah. Oleh karena itu

agar peserta didik tidak merngalami fenomena stres sekolah dan mampu

melakukan coping stres yang efektif maka perlu dicari tahu gambaran tingkat stres

sekolah yang dialami siswa dan coping stres yang biasa dilakukan siswa untuk

selanjutnya disusun rancangan program bimbingan kelompok yang terencana di

sekolah. Hal ini tentunya diperlukan agar kemampuan siswa dalam mengelola

stres sekolah meningkat sehingga pada akhirnya siswa dapat mengalami

perkembangan pribadi yang optimal baik dari segi fisiologis, psikologis,

psikososial, maupun akademiknya.

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah

Pengembangan diri siswa yang baik tidak hanya dapat dilihat dari

perkembangan fisiknya saja karena kematangan emosionalnya pun perlu

diperhitungkan. Berbagai macam masalah yang dihadapinya baik dalam bidang

(12)

dialami oleh siswa bila siswa tidak memiliki kemampuan dalam mengelolanya

dengan baik.

Selain keluarga, sekolah bisa menjadi salah satu sumber stres bagi siswa

sehingga di sekolah siswa bisa mengalami stres sekolah (school stress). Stres

sekolah ini khusus menggambarkan kondisi stres yang dialami oleh siswa akibat

tuntutan sekolah.

Konselor memiliki peran strategis dalam membantu siswa

mengembangkan kemampuan siswa dalam mengelola stres sekolah dengan salah

satu tugas dan tanggung jawab konselor sebagai pembimbing adalah membantu

siswa agar dapat melakukan coping stres yang tepat ketika menghadapi situasi

stres (stressor). Stres akan dirasakan individu bila menghadapi sebuah stimulus

yang membuatnya merasa tertekan dan tidak nyaman, stimulus tersebut akan

direspons oleh tubuh sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Oleh sebab

itu, pengembangan kemampuan siswa dalam mengelola stres sekolah merupakan

bagian dari program bimbingan dan konseling yang dibuat oleh konselor di

sekolah. Materi ini ditempatkan pada layanan dasar, yaitu proses pemberian

bantuan yang diberikan kepada semua siswa (for all) melalui kegiatan kelompok

yang disajikan secara sistematis.

Dalam penelitian ini, program pengembangan kemampuan siswa dalam

mengelola stres ini diberikan melalui layanan bimbingan kelompok dengan

berbagai teknik yang tepat mengacu pada coping stres menurut Lazarus &

(13)

memanfaatkan dinamika kelompok yang terjadi untuk mengembangkan

coping stres secara efektif.

Coping stres yang dilakukan ini terdiri dari problem-focused coping yaitu

usaha mengatasi stres dengan cara mengatur atau mengubah masalah yang

dihadapi dan lingkungan sekitar yang menjadi penyebab tekanan dan juga melalui

emotion-focused coping yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur respon

emosional dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan

ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang dianggap penuh tekanan.

Bagi individu yang memiliki kemampuan dalam mengelola stimulus yang

berupa tekanan tersebut, individu akan menjadikan tekanan (stres) tersebut dengan

meresponnya sebagai energi positif untuk berusaha bertahan hidup. Namun, bagi

individu yang tidak memiliki kemampuan mengelola, stimulus tersebut akan

membuatnya merespon secara negatif pada fisik maupun psikis yang akan

melemahkan diri dan potensi.

Berdasarkan pemaparan di atas maka diperoleh rumusan masalah sebagai

berikut: kemampuan mengelola stres sekolah penting dimiliki oleh siswa agar

mampu mengelola tuntutan (internal atau eksternal) yang ditaksir sebagai beban

karena di luar kemampuan dirinya.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk mendapatkan rumusan program bimbingan

(14)

D. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan identifikasi dan rumusan masalah diperoleh pertanyaan

penelitian sebagai berikut:

a. Seperti apa profil stres sekolah siswa Madrasah Aliyah Persis 99

Rancabango.

b. Seperti apa profil coping stres siswa Madrasah Aliyah Persis 99 Rancabango.

c. Bagaimana bentuk program bimbingan kelompok yang dapat meningkatkan

kemampuan siswa mengelola stres sekolah siswa Madrasah Aliyah Persis 99

Rancabango.

d. Bagaimana efektivitas program bimbingan kelompok yang dapat

meningkatkan kemampuan siswa mengelola stres sekolah siswa Madrasah

Aliyah Persis 99 Rancabango.

E. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini yaitu dapat memberi sumbangan secara

ilmiah bagi pengembangan dunia pendidikan, khususnya layanan bimbingan

kelompok di sekolah-sekolah setingkat SMA/Madrasah Aliyah.

2. Secara praktis

Secara praktis-empiris, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

manfaat dalam hal-hal berikut:

(15)

Dengan mengetahui kondisi stres sekolah serta bentuk coping stres yang

dilakukan siswa maka konselor sekolah dapat merumuskan layanan

bimbingan kelompok yang tepat untuk meningkatkan kemampuan siswa

mengelola stres yang dialami siswa di sekolah dilihat dari kondisi dan

sudut pandang sumber stres dan bentuk copingnya.

b. Bagi pihak sekolah dan para guru

Berdasarkan penelitian, dapat diketahui kondisi serta sumber stres sekolah

pada siswa, sehingga dengan demikian, pihak sekolah dan para guru dapat

menghindarinya dengan mencoba menciptakan kondisi lingkungan

sekolah yang kondusif.

F. Asumsi Penelitian

Dalam penelitian ini ada beberapa asumsi dasar yang dijadikan acuan,

diantaranya adalah:

1. Setiap individu akan mengalami stres bila tidak mampu menghadapi

tuntutan lingkungan, hal ini merupakan reaksi atas ketidakmampuannya

dalam menyikapi tuntutan lingkungan itu sendiri. (Gray Smeltzer dalam

(16)

2. Di samping keluarga, sekolah merupakan sumber stres yang utama bagi

anak. Peristiwa-peristiwa yang dialami anak di sekolah tersebut tidak

jarang menimbulkan perasaan stres pada diri anak (Firmian&Cross dalam

Desmita, 2010).

3. Masa-masa sekolah menengah di satu sisi merupakan suatu pengalaman

yang sangat berharga bagi anak remaja, tetapi di sisi lain mereka

dihadapkan pada banyak tuntutan dan perubahan cepat yang membuat

mereka mengalami masa-masa yang penuh stress. Mereka dihadapkan

pada pekerjaan rumah yang banyak, perubahan kurikulum yang

berlangsung dengan cepat, batas waktu tugas dan ujian, kecemasan dan

kebingungan dalam menentukan pilihan karier dan program pendidikan

lanjutan, membagi waktu untuk mengerjakan PR, olah raga, hobi, dan

kehidupan sosial (Rainham, 2004:2).

4. Coping dikatakan efektif apabila coping dapat membantu individu untuk

mentoleransi dan menerima situasi yang menekan dan tidak merisaukan

(17)

G. Hipotesis Penelitian

Program bimbingan kelompok efektif meningkatkan kemampuan siswa

mengelola stres sekolah.

H. Metode Penelitian

Pada penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan

kuantitatif dengan metode kuasi eksperimen dan desain non-equivalent pretest

dan postest control group design. Populasi penelitian adalah siswa kelas X

Madrasah Aliyah Persis 99 Rancabango dan yang menjadi sampel penelitian ini

adalah kelompok siswa yang mengalami tingkat stres sekolah tinggi.

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan angket tertutup untuk

mengungkap gambaran tingkat stres sekolah dan coping stres siswa. Analisis data

(18)

Yani Suryani, 2012

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan, Metode, dan Desain Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kuantitatif. Alasan penggunaan pendekatan kuantitatif adalah dimungkinkannya

dilakukan pencapaian data hasil penelitian secara nyata dalam bentuk angka

sehingga memudahkan proses analisis dan penafsiran dengan menggunakan

perhitungan statistik guna mengungkap kemampuan siswa mengelola stres

sekolah.

Sementara itu untuk mengujicobakan efektivitas program bimbingan

kelompok untuk meningkatkan kemampuan siswa mengelola stres sekolah

digunakan metode quasi experimental (eksperimen semu) dengan desain

non-equivalent pretest dan postest control group design. Desain ini mempunyai

kelompok kontrol tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol

variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen (Sugiyono,

2010:77). Desain ini hampir sama dengan pretest-postest control group design,

hanya pada desain ini kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol tidak

dipilih secara random (Sugiyono, 2010:79). Hal ini disebabkan penelitian kurang

memenuhi syarat sebagai penelitian eksperimental namun mengandung beberapa

ciri eksperimental dengan jumlah yang kecil. Penggunaan metode eksperimen

semu dilakukan agar dapat mencapai tujuan penelitian yaitu untuk mendapatkan

(19)

sesudah mendapatkan perlakuan (treatmen) melalui program bimbingan

kelompok.

Kelompok eksperimen O1 X O2

Kelompok kontrol O3 O4

(Sugiyono, 2010)

Keterangan:

X : Pemberian layanan bimbingan kelompok terhadap kelompok eksperimen

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas X tahun pelajaran

2011-2012 Madrasah Aliyah Persis 99 Rancabango Kabupaten Garut. Alasan pemilihan

populasi kelas X adalah: (1) siswa kelas X baru masuk SMA/MA sehingga

memerlukan adapatasi yang tinggi baik dari segi adaptasi materi/kurikulum

sekolah, teman sekolah maupun lingkungan sekolah yang baru mereka masuki

sehingga diprediksi mereka lebih rentan mengalami stres sekolah; (2) siswa kelas

X merupakan awal masuk SMA/MA sehingga di awal pembelajaran dapat

diberikan layanan intervensi melalui bimbingan kelompok untuk meningkatkan

kemampuan mengelola stres sekolah. Populasi penelitian yaitu kelas X MA

berjumlah 81 orang yang mencakup 4 kelas terdiri 2 kelas perempuan dan 2 kelas

(20)

Yani Suryani, 2012

Sampel dari penelitian ini diambil secara purposive sampling artinya

sampel dimbil dengan tujuan khusus. Sampel yang diambil untuk kelompok

eksperimen adalah 1 kelas yang memiliki rata-rata tingkat stres sekolah tinggi

berjumlah 20 orang. Sedangkan kelompok kontrol diambil juga 1 kelas yang

memiliki karakteristik yang sama atau kemiripan dalam tingkat stres sekolah

dengan kelompok eksperimen yang juga berjumlah 20 orang.

C. Definisi Operasional Variabel

a. Program bimbingan Kelompok

Yang dimaksud program bimbingan kelompok dalam penelitian ini yaitu

program pemberian bantuan dari konselor kepada individu (siswa kelas X

Madrasah Aliyah Persis 99 Rancabango) melalui kegiatan kelompok dengan

tujuan meningkatkan kemampuan siswa dalam mengelola stres sekolah.

b. Stres sekolah

Stres sekolah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kondisi stres atau

perasaan tidak nyaman yang dialami atau dipersepsikan oleh siswa akibat adanya

tuntutan sekolah yang meliputi physical demands, task demands, role demands,

dan interpersonal demands.

1. Physical demands (tuntutan fisik)

Yang dimaksud physical demands adalah stres siswa yang bersumber dari

lingkungan fisik sekolah. Dimensi-dimensi dari lingkungan fisik sekolah

(21)

kelas, perlengkapan sarana/prasarana penunjang pendidikan, keamanan atau

penjagaan sekolah, penerangan atau pencahayaan, temperatur yang tinggi,

dan kebersihan sekolah.

2. Task demands (tuntutan tugas)

Task demands atau tuntutan tugas dalam konsep stres sekolah diartikan

sebagai tugas-tugas pelajaran (academic work) yang harus dikerjakan atau

dihadapi oleh peserta didik yang dapat menimbulkan perasaan tertekan atau

stres. Aspek-aspek dari task demands ini meliputi: materi/tugas yang

dikerjakan di sekolah, PR (tugas di rumah), tuntutan mengikuti pelajaran,

menghadapi ulangan/ujian, memenuhi tuntutan kurikulum, memenuhi disiplin

sekolah, penilaian/evaluasi, dan mengikuti kegiatan sekolah/ekskul.

3. Role demands (tuntutan peran)

Role demands berhubungan dengan peran yang dipikul oleh siswa yang

berkaitan dengan harapan tingkah laku yang dikomunikasikan oleh pihak

sekolah (kepala sekolah, guru-guru, dan pegawai) serta oleh orang tua dan

masyarakat kepada siswa, mencakup harapan memiliki nilai yang bagus,

mempertahankan nama baik dan keunggulan sekolah, memiliki sikap dan

tingkah laku yang baik.

4. Interpersonal demands (tuntutan interpersonal)

Yang dimaksud dengan tuntutan interpersonal adalah tuntutan untuk

(22)

Yani Suryani, 2012

Dimensinya terdiri dari kemampuan membina hubungan interpersonal,

kemampuan memberikan dukungan emosional, kemampuan mengemukakan

pendapat serta kemampuan mengelola dan mengatasi konflik-konflik yang

timbul dalam hubungan interpersonal.

c. Kemampuan siswa mengelola stres sekolah

Mengelola stres (coping) adalah kemampuan siswa kelas X Madrasah Aliyah

Persis 99 Rancabango untuk melakukan proses merespon tuntutan sekolah melalui

upaya/strategi sebagai berikut:

A. Problem Focused Coping

1. Confrontive coping adalah usaha mengubah keadaan yang menekan dengan

cara yang agresif, tingkat kemarahan yang cukup tinggi dan pengambilan

resiko.

2. Seeking social support adalah usaha untuk mendapatkan kenyamanan

emosional dan bantuan informasi dari orang lain, terutama dari teman sebaya.

3. Planful problem solving adalah usaha untuk mengubah keadaan yang

dianggap menekan dengan cara yang hati-hati, bertahap, dan analitis.

B. Emotion Focused Coping

1. Self-control adalah usaha untuk mengatur perasaan ketika menghadapi situasi

(23)

2. Distancing adalah usaha untuk tidak terlibat dalam permasalahan dan

menganggap permasalahan yang dihadapi tidak penting dengan cara

menurunkan kadar permasalahan yang dihadapi.

3. Positive reappraisal adalah usaha mencari makna positif dari permasalahan

dengan terfokus pada pengembangan diri, biasanya juga melibatkan hal-hal

yang bersifat religius.

4. Accepting responsibility adalah usaha untuk mencari tanggung jawab diri

sendiri dalam permasalahan yang dihadapinya dan mencoba menerimanya

untuk membuat semuanya menjadi lebih baik.

5. Escape/avoidance adalah usaha untuk mengatasi situasi menekan dengan lari

dari situasi tersebut atau menghindarinya dengan beralih pada hal lainnya,

seperti makan, minum, atau merokok.

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Alat Ukur

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini, salah satunya menggunakan

angket tertutup. Angket tertutup ini digunakan untuk mengukur tingkat stres

sekolah dan coping stres siswa.

a. Penyusunan Kisi-Kisi

Instrumen yang disusun ditujukan untuk mengetahui tingkat stres sekolah

dan coping stres yang dimiliki siswa. Kisi-kisi yang disusun terdiri dari dua yaitu

(24)

Yani Suryani, 2012

Berikut kisi-kisi instrumen penelitian yang disusun.

Tabel 3.1

- Suhu atau temperatur kelas

- Penerangan atau pencahayaan

- Kebersihan sekolah

- Tuntutan mengikuti materi pelajaran

sekolah

- PR (tugas sekolah)

- Menghadapi ulangan/ujian

- Memenuhi disiplin sekolah

- Penilaian /evaluasi

- Mengikuti kegiatan sekolah /ekskul

2,8,14,18

- Tuntutan memiliki nilai yang bagus

- Tuntutan menjaga nama baik dan

keunggulan sekolah

- Tuntutan memiliki sikap dan tingkah

laku yang baik

- Kemampuan mengelola dan mengatasi

konflik yang timbul dalam hubungan interpersonal

- Kemampuan mengemukakan pendapat

(25)

Problem Focused Coping

- Confrontive coping 1,9,18,24 4 - Seeking social support 2,10,19,25 4 - Planful problem solving 3,11,26,33 4

Emotion Focused Coping

- Self-control 4,12,20,27 4 - Distancing 5,13,21,28 4 - Positive reappraisal 6,14,15,29,31 5 - Accepting responsibility 7,16,22,30 4 - Escape/avoidance 8,17,23,32 4

Total 33

b. Pedoman Skoring

Instrumen penelitian ini dibuat dalam bentuk pernyataan untuk mengetahui

tingkat stres sekolah dan coping stres yang dialami siswa. Variabel tingkat stres

sekolah siswa ini terdiri dari empat aspek yang dispesifikasikan oleh indikatornya

masing-masing sedangkan variabel coping stres terdiri dari dua aspek yang

diturunkan menjadi 8 sub aspek. Alternatif jawaban yang telah disediakan dengan

kriteria dapat dilihat pada tabel 3.3 berikut.

Tabel 3.3

Kriteria Penyekoran Angket Tingkat Stres Sekolah Siswa

Alternatif Jawaban Skor

Sangat tidak sesuai dengan yang dirasakan 1

Tidak sesuai dengan yang dirasakan 2

Sesuai dengan yang dirasakan 3

Sangat sesuai dengan yang dirasakan 4

Tabel 3.4

Kriteria Penyekoran Angket Coping Stres Siswa

Alternatif Jawaban Skor

(26)

Yani Suryani, 2012

Jarang dilakukan 2

Sering dilakukan 3

Sangat sering dilakukan 4

c. Penimbangan Instrumen

1. Uji validitas

Validitas menunjukkan bahwa hasil dari suatu pengukuran

menggambarkan segi atau aspek yang diukurnya tersebut (Sukmadinata,

2007:228). Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa

yang seharusnya diukur (Sugiyono:121). Dalam penelitian ini, uji validitas yang

dilakukan adalah uji validitas konstruk dan validitas isi.

Pelaksanaan validasi inventori dilakukan oleh ahli dari dosen Jurusan

Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yaitu Dr. Ilfiandra, M.Pd, Dr. Ipah Saripah,

M.Pd, dan Drs. Nurhudaya, M.Pd yang berkompeten untuk memvalidasi materi

instrumen tersebut. Koreksi meliputi telaah konstruk, konten, dan redaksi pada

masing-masing butir pernyataan yang telah dikembangkan.

Langkah selanjutnya dilakukan uji coba instrumen yang dilakukan kepada

siswa kelas X dengan sampel penelitian untuk melaksanakan uji keterbacaan. Uji

validitas menggunakan korelasi Product Moment dengan bantuan Mixrosoft Exel

dan SPSS.

Hasil dari uji validitas sebagai berikut:

Tabel 3.5 Hasil Uji Validitas

(27)

Item asal Item yang valid Hasil Jumlah item

Instrumen Coping Stres Sekolah

Item asal Item yang valid

(28)

Yani Suryani, 2012

Uji reliabilitas dilakukan setelah dilakukan uji validitas. Reliabilitas

berhubungan dengan masalah ketetapan atau konsistensi tes. Instrumen yang

reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur

obyek yang sama akan menghasilkan data yang sama. Dengan menggunakan

instrumen yang valid dan reliabel dalam pengumpulan data, maka diharapkan

hasil penelitian akan menjadi valid dan reliabel.

Dalam pengujian reliabilitas instrumen, penulis menggunakan bantuan

perhitungan program Ms. Excel 2007 dengan rumus statistika Alpa. Sebagai tolak

ukur koefisien reliabilitasnya, digunakan kriteria sebagai berikut:

0,00 - 0,19 : Derajat keterandalannya sangat rendah

0,20 – 0,39 : Derajat keterandalannya rendah

0,40 – 0,59 : Derajat keterandalannya sedang

0,60 – 0,79 : Derajat keterandalannya tinggi

0,80 – 1,00 : Derajat keterandalannya sangat tinggi

(Riduan, 2008 : 98)

Berikut hasil uji reliabilitasnya.

Tabel 3.7

Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Tingkat Stres Sekolah

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized Items N of Items

.894 .896 50

Hasil uji reliabilitas untuk instrumen tingkat stres sekolah yaitu 0,894, artinya

derajat keterandalannya tergolong tinggi.

(29)

Yani Suryani, 2012

Program Bimbingan Kelompok Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Mengelola Stres Sekolah

Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Coping Stres Sekolah

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized Items N of Items

.829 .829 33

Hasil uji reliabilitas untuk instrumen coping stres sekolah yaitu 0,829, artinya

derajat keterandalannya tergolong tinggi.

2. Wawancara

Teknik wawancara digunakan dalam pengumpulan data penelitian dengan

maksud untuk menggali berbagai informasi yang berkenaan dengan masalah

penelitian. Wawancara bersifat luwes, terbuka, dan tidak berstruktur sehingga

memungkinkan peneliti mengembangkan pertanyaan-pertanyaan secara mendalam

dengan rumusan kata-kata yang disusun sendiri sesuai dengan maksud dan tujuan

penelitian.

3. Observasi

Observasi dilakukan pada saat pemberian intervensi yang digunakan untuk

melihat aktivitas siswa selama mengikuti kegiatan bimbingan kelompok.

E. Penyusunan Program

Penyusunan program layanan dasar bimbingan kelompok ini dilakukan untuk

bahan materi intervensi yang akan diberikan kepada kelompok eksperimen.

Langkah-langkah penyusunan program dapat dilihat pada bagan 3.1 berikut ini.

(30)

Yani Suryani, 2012

Bagan 3.1

Desain Penyusunan Program Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Mengelola Stres Sekolah

1. Studi Pendahuluan

Studi Pendahuluan dilaksanakan dengan melakukan wawancara kepada

guru psikologi (BK) di Madrasah Aliyah Persis 99 Rancabango untuk mengetahui

gambaran keadaan stres sekolah yang dialami siswa serta stressor yang muncul di

sekolah. Selain wawancara dengan guru psikologi, peneliti juga melakukan

pendataan siswa kelas X, berupa biodata siwa, asal daerah tempat tinggal, tinggal

di asrama/tidak, alasan masuk MA (keinginan sendiri/keluarga), tujuan masuk

Madrasah Aliyah Persis 99 Rancabango, dan harapan orang tua memasukkan

sekolah ke MA. Selanjutnya dilakukan pre tes menggunakan angket tingkat stres

(31)

coping stres serta perencanaan desain program bimbingan kelompok untuk

meningkatkan kemampuan siswa mengelola stres sekolah.

2. Perencanaan

Setelah mendapatkan profil tingkat stres sekolah dan coping stres yang

dimiliki siswa selanjutnya dilakukan perencanaan penyusunan program

bimbingan kelompok yang efektif untuk meningkatkan kemampuan siswa

mengelola stres sekolah. Materi untuk bahan intervensi yang tercantum pada

program ini mengacu pada bentuk coping stres menurut Lazaruss & Folkman

berupa seeking social support, planful problem solving, self control, positive

reappraisal, dan accepting responsibility.

3. Desain Program

Desain program bimbingan kelompok untuk meningkatkan kemampuan

siswa mengelola stres sekolah dibagi ke dalam dua bagian, yaitu pedoman teoritik

dan pedoman pelaksanaan.

Pedoman Teoritik program bimbingan Program ini memuat a) rasional,

b) deskrispi masalah, c) tujuan, d) target layanan intervensi, e) prosedur

pelaksanaan intervensi, e) kompetensi konselor, f) indikator keberhasilan

g) mekanisme penilaian.

Pedoman Pelaksanaan program bimbingan kelompok untuk meningkatkan

kemampuan siswa kelas X mengelola stres sekolah dibuat dalam bentuk Satuan

Kegiatan Layanan Bimbingan dan Konseling (SKLBK). Pedoman pelaksanaan

(32)

Yani Suryani, 2012

4. Penimbangan Program Bimbingan Kelompok

Penimbangan program dilakukan oleh pakar atau ahli yaitu Dr. Ipah

Saripah, M.Pd dan Dr. H. Mubiar Agustin, M.Pd. Keduanya merupakan pakar/

dosen yang ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Masukan dari dosen

mencakup penguatan dari rasional pembuatan program, kesesuaian antara target

layanan intervensi dengan tujuan, dan revisi satuan kegiatan layanan bimbingan

dan konseling.

5. Revisi Program Bimbingan Kelompok

Revisi program dilakukan berdasarkan masukan dari dosen/pakar

penimbang. Selanjutnya program yang sudah direvisi diberikan kepada kelompok

eksperimen di lapangan untuk melihat efektifitasnya.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menjawab pertanyaan penelitian yang telah

disusun pada bab sebelumnya, yaitu:

1. Pertanyaan pertama mengenai profil tingkat stres pada siswa kelas X

Madrasah Aliyah Persis 99 Rancabango akan dijawab melalui distribusi skor

responden berdasarkan konversi yang telah ditentukan.

Penentuan kategori tinggi, sedang dan rendah menggunakan nilai standar

deviasi dan mean dari skor yang diperoleh siswa menurut Arikunto, 2006

dengan rumus sebagai berikut.

(33)

Kategori sedang : mean - standar deviasi ≤ X ≤ mean + standar deviasi

Kategori tinggi : X > mean + standar deviasi

2. Pertanyaan kedua mengenai profil coping stres sekolah pada peserta didik

kelas X Madrasah Aliyah Persis 99 Rancabango akan dijawab melalui

penentuan skor yang diperoleh siswa pada instrument coping stres sekolah

siswa. Penentuan skor dilakukan untuk menentukan persentase coping stres

sekolah yang dilakukan oleh siswa. Data yang telah terkumpul disajikan

dalam bentuk prosentase. Angka prosentase diperoleh dengan membagi skor

aktual terhadap skor ideal dikali 100% dengan rumusan sebagai berikut:

Prosentase = x 100%

3. Pertanyaan ketiga mengenai efektivitas penggunaan layanan bimbingan

kelompok untuk meningkatkan kemampuan siswa mengelola stres sekolah

siswa kelas X Madrasah Aliyah Persis 99 Rancabango dijawab dengan

melakukan pengujian hipotesis melalui statistik inferensial dengan teknik uji t

atau t-test. Sebelum data hasil program bimbingan kelompok untuk

meningkatkan kemampuan siswa mengelola stres sekolah MA Persis 99

Rancabango diolah lebih lanjut, maka terlebih dahulu dilakukan uji

normalitas dengan statistik uji Kolmogrov-Smirnov (p>0,05) dan uji

homogenitas varians (p>0,05). Hasil normalitas dan homogenitas varians

menunjukkan bahwa data tersebut memiliki distribusi normal dan varians

(34)

Yani Suryani, 2012

Hasil Uji Asumsi Statistik

1. Uji Normalitas Data Gain

Tabel 3.9

Uji Normalitas Data Kelompok Eksperimen Dan Kelompok Kontrol

Kelompok Z Nilai p Keterangan Eksperimen 0.087 0,200 Normal Kontrol 0.165 0.159 Normal

Berdasarkan tabel 3.9 di atas dapat dilihat bahwa semua data

berdistribusi normal karena mempunyai nilai p>0,05.

2. Uji Homogenitas Varians Data Gain

Tabel 3.10

Uji Homogenitas Varians Data Gain Kelompok Eksperimen dengan Kontrol

Data Levene Statistic

df1 df2 Sig. Ket

Eksperimen 0,138 1 37 0,713 Homogen Kontrol 0,748 1 37 0,393 Homogen

Tabel 3.10 tersebut menunjukkan varians data gain homogen karena

memiliki nilai p (sig) > 0,05.

Setelah dilakukan uji normalitas dan homogenitas sebagai syarat

melakukan uji t, maka selanjutnya dilakukan uji t atau t-test. Tujuan uji t dua

variabel bebas adalah untuk membandingkan apakah ada perbedaan hasil

tingkat gejala stres siswa sebelum (pre-test) dan sesudah (post-test)

(35)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Tingkat stres sekolah yang dirasakan siswa kelas X MA Persis 99

Rancabango Tahun Pelajaran 2011/2012 mayoritas berada pada kategori sedang

artinya siswa dianggap sudah mampu menyesuaikan dirinya dengan tuntutan

sekolah namun masih ada beberapa faktor sumber stres sekolah yang menekan

dirinya. Faktor penyebab stres tertinggi yaitu dari sumber stres sekolah

interpersonal demands, kemudian physical demands, task demands dan yang

terendah yaitu role demands.

Dalam melakukan coping stres sekolah, siswa kelas X MA Persis 99

Rancabango Tahun Pelajaran 2011/2012 menggunakan lebih tinggi strategi

emotion focused coping dibandingkan problem focused coping artinya strategi

yang lebih banyak digunakan siswa untuk mengatasi stres sekolah yaitu dengan

cara mengatur respon emosional dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak

yang akan ditimbulkan dari tekanan/tuntutan sekolah. Setelah dilakukan intervensi

maka terjadi perubahan menjadi lebih tinggi menggunakan problem focused

coping yang berarti siswa melakukan usaha mengatasi stres dengan cara lebih

banyak mengatur atau mengubah masalah yang dihadapi dan lingkungan sekitar

yang menjadi penyebab tekanan.

Program layanan bimbingan kelompok yang diberikan kepada siswa

(36)

Yani Suryani, 2012

kelompok eksperimen karena dapat membantu siswa menurunkan tingkat stres

sekolah yang dirasakannya dan meningkatkan upaya coping stres yang

dilakukannya.

B. Rekomendasi

1. Bagi pihak sekolah

Program bimbingan kelompok ini hendaknya menjadi acuan dan pedoman

untuk membantu siswa dalam meningkatkan kemampuannya mengelola stres

sekolah.

2. Bagi Guru BK/Konselor Sekolah

Bagi guru BK atau konselor sekolah, program bimbingan kelompok ini

direkomendasikan untuk diimplementasikan di sekolah sebagai salah satu

program bimbingan untuk meningkatkan kemampuan siswa mengelola stres

sekolah, salah satunya dengan mengintegrasikan program bimbingan kelompok

ini menjadi bagian dari program bimbingan belajar di sekolah. Namun

pelaksanaan program bimbingan kelompok untuk meningkatkan kemampuan

siswa mengelola stres sekolah ini baru dilakukan pada strategi layanan dasar saja,

sehingga belum komprehensif dilakukan pada semua strategi layanan.

Berdasarkan keterbatasan penelitian tersebut maka direkomendasikan bagi

konselor sekolah agar hasil program bimbingan kelompok ini optimal maka perlu

dilaksanakan untuk semua strategi layanan yaitu layanan dasar, perencanaan

(37)

khusus dapat disertai dengan pemberian layanan dalam bentuk konseling

kelompok maupun konseling individual bagi siswa yang memiliki tingkat stres

sekolah tinggi.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas program bimbingan

kelompok untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengelola stres sekolah

yang dialaminya. Perlu kiranya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai

penggunaan metode bimbingan kelompok lainnya yang lebih khusus yaitu strategi

bimbingan kelompok melalui metode permainan untuk meningkatkan kemampuan

siswa dalam mengelola stres sekolahnya. Hal ini berdasarkan hasil observasi di

lapangan yang menunjukkan siswa lebih antusias mengikuti kegiatan bimbingan

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Agustian, Ary G, 2004. Rahasia Sukses membangkitkan ESQ Power. Jakarta. Penerbit Arga

Aisah, Heti. (2010). Program Bimbingan dan Konseling Komprehensif untuk Meningkatkan Keterampilan Siswa Mengelola Stres Ujian Nasional. Tesis. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta

Desmita. (2005). Hubungan antara Stress Sekolah dengan Derajat Stres dan Strategi Penanggulangan Stres pada siswa MAN Model Bukittinggi. Tesis. Bandung: Universitas Padjajaran.

_______. (tt.). (2006). Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

_______. (tt.). (2010). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Amti, Erman. (1992). Bimbingan Konseling. Jakarta: Depdikbud.

Griffith, M. AM., Dubow, E. F. & Ippolito, M. F. (2000). Developmental and Cross-Situational Differences in Adolescents Coping Strategies. Journal of

Youth and Adolescence, 29 (2), 183-205. Dari

http://proquest.umi.com/pqdweb.

Gusniarti, Uli. (2002). Hubungan Antara Persepsi Siswa Terhadap Tuntutan dan Harapan Sekolah Dengan Derajat Stress Siswa Sekolah Plus, Psikologia: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi, 13 (7), 53-68.

Herwina, Mila. (2006). Sumber Stres, Strategi Coping dan Tingkat Stres pada Remaja Awal dan Madya. Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia.

Kiselica, M. S., Baker, S-B., Thomas, R.N. &Reedy, S. (1994). Effects of Stress Inoculation Training on Anxiety, Stress, and Academic Performance Among Adolescents, Journal of Counseling Psychology, 3, 335-342.

(39)

Lazarus, S. Richard & Folkman, Susan. (1984). Stress, Appraisal, and Coping. New York: Springer Publishing Company.

Lestari, Myrna. A. (2010). Efektivitas Penggunaan Teknik Menulis Ekspresif dalam Mereduksi Stres Siswa Kelas X SMA. Skripsi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Magaya, L, Asner-Self, K & Schreiber, J.B. (2005). Stress and Coping Strategies among Zimbabwean Adolescents. British Journal of Educational Psychology, 74(4), 661-672. Dari http://proquest.umi.com/pqdweb.

Melly. (2008) Hubungan antara Kreativitas dan Stres pada Mahasiswa Tahun Pertama Jurusan Arsitektur Universitas Indonesia. Skripsi. Jakarta: Universitas Indonesia

Natawidjaya, Rochman. (1987). Pendekatan dalam Penyuluhan Kelompok. Jakarta: Depdikbud.

Prayitno. (1995). Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok (Dasar dan Profil). Jakarta: Ghalia Indonesia

Rainham. (2014). Stressed out-taking control of Student Stress: An Interactive

teacher’s guide and other student stress and coping materials. Tersedia: http://www.selfgrowth.com/articles/Rainham5.html.

Rusmana, Nandang. (2009). Bimbingan dan Konseling Kelompok di Sekolah (Metode, Tekni, dan Aplikasi). Bandung: Rizqi Press.

_______. (tt.). (2009). Konseling Kelompok Bagi Anak Berpengalaman Traumatis. Bandung: Rizqi Press.

Setiabudi, Prawira. (2010). Psikolog: Remaja Stres Akibat Pendidikan. Tersedia: http://www.waspada.co.id. (20 April 2010).

Sangabakti, Sangsang. (2011). Strategi Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Mengelola Stres. Tesis. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

(40)

Syaodih, Nana. (2010). Metode Penelitian Pendidikan, Jakarta: Remaja Rosdakarya

Undang-Undang Republik Indonesia tentang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Verma, S., Sharma, D. & Larson, R.W. (2002). School Stress in India: Effects on Time and Daily Emotions, International Journal of Behavioral Development, 26 (6), 500-508.

Wulandari. (2010). Program Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Mengelola Stres. Tesis. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

Yusuf, Syamsu.(2004). Mental Hygene, Perkembangan Kesehatan Mental dalam Kajian Psikologi dan Agama. Bandung: Bani Quarisy.

_______. (tt.). (2006). Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: Rosda.

_______. (tt.). (2009). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung: Rizqi.

Gambar

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian
Tabel 3.3 Kriteria Penyekoran Angket Tingkat Stres Sekolah Siswa
Tabel 3.5 Hasil Uji Validitas
Tabel 3.6 Hasil Uji Validitas
+3

Referensi

Dokumen terkait

senyawa kimia yang terdiri dari alkana, seperti metana atau etana dengan satu atau lebih unsur halogen yang terikat, seperti klor atau fluor.... Back

Ada pengaruh antara motivasi dengan kepuasan kerja rekam medik dan bidang pelayanan RSUD Banjarbaru, kemudian diketahui bahwa responden yang menilai motivasi kurang baik tujuh

Dapat digunakan untuk berbagai macam aplikasi, seperti pengaturan waktu lamanya penyinaran PCB, Waktu kerja ditentukan oleh data sebanyak tiga digit bilangan biner yang terdiri dari

Website Forum Kaulamuda Islam dibuat untuk kaulamuda islam yang berguna untuk memberikan berbagai macam informasi serta dapat memudahkan para kaulamuda untuk berinteraktif

*** Biaya penyalinan (fotokopi atau disket) dan/atau biaya pengiriman (khusus kurir dan pos) sesuai dengan standar biaya yang telah ditetapkan. **** Jika ada penghitaman

OGC specification has a discrepancy between kml:north/south element description and associated type/default value such that the default value is not in the valid range and violates

If the property element has no child elements, the right column contains the value (“.”), otherwise the value is treated as another structured data type and contains a nested table

Keluaran Tersedianya Laporan Keuangan Akhir Tahun 1 dokumen Hasil Meningkatnya sistem pelaporan capaian kinerja