• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep dan Penalaran Matematis Siswa Sekolah Dasar.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep dan Penalaran Matematis Siswa Sekolah Dasar."

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumusan Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Batasan Masalah ... 10

D. Tujuan Penelitian ... 11

E. Definisi Operasional ... 12

F. Hipotesis Penelitian ... 13

BAB II KAJIAN TEORITIS A. Pembelajaran Matematika Konstruktivis ... 15

B. Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan... 18

C. Pemahaman Konsep ... 26

(2)

B. Subyek Penelitian ... 37

C. Waktu dan Tahapan Penelitian ... 38

D. Pengembangan Bahan Ajar ... 40

E. Instrumen Penelitian ... 40

F. Teknik Pengolahan Data ... 51

G. Prosedur Penelitian ... 56

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 57

B. Pembahasan ... 80

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 96

B. Saran ... 98

(3)

Halaman

Tabel 2.1. Komponen Penalaran Mullis ... 33

Tabel 3.1. Pedoman Penskoran Tes Pemahaman Konsep ... 42

Tabel 3.2. Pedoman Penskoran Tes Penalaran Matematis ... 42

Tabel 3.3. Patokan Koefisien Korelasi ... 44

Tabel 3.4. Perhitungan Validitas Kemampuan Pemahaman Konsep dan Penalaran Matematis ... 45

Tabel 3.5. Interpretasi Koefisien Reliabilitas ... 46

Tabel 3.6. Klasifikasi Daya Pembeda ... 40

Tabel 3.7. Daya Pembeda Butir Soal Pemahaman Konsep dan Penalaran ... 48

Tabel 3.8. Kategori Indeks Kesukaran ... 49

Tabel 3.9. Perhitungan Tingkat Kesukaran ... 49

Tabel 3.10. Rekapitulasi Analisis Uji Coba Tes ... 49

Tabel 4.1. Homogenitas Data Tes Awal Pemahaman Konsep ... 58

Tabel 4.2. Uji Normalitas Tes Akhir Pemahaman Konsep ... 60

Tabel 4.3. Uji Homogenitas Tes Akhir Pemahaman Konsep ... 61 Tabel 4.4. Rata-Rata Tes Awal, Tes Akhir dan Gain Pemahaman Konsep ... 61

Tabel 4.5. Uji-t Pemahaman Konsep ... 63

(4)

Tabel 4.8. Homogenitas Data Tes Awal Penalaran ... 68

Tabel 4.9. Uji Normalitas Data Tes Akhir Penalaran ... 69

Tabel 4.10. Homogenitas Data Tes Akhir Penalaran ... 70

Tabel 4.11. Rata-Rata Tes Awal, Tes Akhir dan Gain Penalaran Matematis ... 71

Tabel 4.12. Uji-t Kemampuan Penalaran ... 73

Tabel 4.13. Rata-Rata Gain Pemahaman Berdasarkan Level Sekolah dan Metode Pembelajaran ... 74

Tabel 4.14. Uji Anova Dua Jalur Pembelajaran dan Level Sekolah berkaitan Dengan Peningkatan Penalaran ... 75

Tabel 4.15. Pandangan Siswa terhadap Mata Pelajaran Matematika Penalaran Sebelum Menggunakan Metode Penemuan Terbimbing ... 77

Tabel 4.16. Pilihan Bentuk Belajar Matematika di Kelas ... 78

Tabel 4.17. Pandangan Siswa terhadap Pembelajaran dengan metode Penemuan Terbimbing ... 79

(5)

Halaman

Gambar 3.1. Prosedur Penelitian ... 56

Gambar 4.1. Penemuan Luas Trapesium dengan Bantuan Segitiga ... 82

Gambar 4.2. Penemuan Luas Trapesium dengan Bantuan Persegi Panjang ... 83

Gambar 4.3. Ilustrasi Interaksi Pada Pembelajaran Penemuan Terbimbing ... 84

(6)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Paradigma pembelajaran matematika terus mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan kebutuhan manusia. Awalnya pembelajaran matematika hanya ditekankan pada materi. Sehingga proses pembelajaran lebih menekankan pada hafalan dan kecepatan berhitung. Namun sekarang pendekatan baru dalam pembelajaran matematika adalah merupakan suatu keyakinan bahwa matematika harus diajarkan pada siswa untuk kemanfaatan yang dapat membawa ke arah peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan, mampu mengembangkan potensi secara utuh, melakukan pendekatan baru terhadap situasi untuk memecahkan masalah melalui pemikiran yang mendalam, dengan mengkombinasikan unsur-unsur kemampuan yang dimiliki yaitu kognitif, psikomotorik dan afektif.

(7)

kritis, dan cermat serta berpikir objektif dan terbuka yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari serta untuk menghadapi masa depan yang terus berubah.

Peraturan Mentri Pendidikan Nasional No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi menyatakan bahwa tujuan pembelajaran matematika di sekolah adalah agar peserta didik dapat:

1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep atau logaritma, secara luwes akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah 2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika

dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model matematika dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya dalam pemecahan masalah.

(8)

fluency), kompetensi strategis (strategic strategy), penalaran adatif (adatif reasoning), dan disposisi produktif (productive disposition). Lima kemahiran ini dapat merangkum segala aspek berkaitan dengan kemampuan matematika atau menjadi indikator keberhasilan siswa dalam matematika.

Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika yang diungkapkan di atas, terlihat jelas bahwa penguasaan terhadap standar proses sangat penting. Namun, kenyataan di lapangan belum menunjukkan apa yang diharapkan. Mengembangkan kemampuan siswa terutama di tingkat sekolah dasar sebagaimana tercantum dalam tujuan pembelajaran matematika di atas tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Hal ini disebabkan antara lain karena karakteristik matematika ditinjau dari segi objeknya bukanlah objek kongkrit tetapi merupakan benda pikiran (abstrak), dan ini bertentangan dengan karakteristik kemampuan kognitif siswa pada jenjang sekolah dasar yang masih berada pada tahap berfikir operasi kongkrit.

(9)

mengajarkan konsep luas guru langsung memberikan rumus bagaimana mencari luas, tanpa menanamkan pemahaman mengenai konsep luas secara real. Padahal menurut Fruedenthal (Markaban, 2008:1) “…. mathematics as a human activity. Education should give students the“guided” opportunity to“ re-invent” mathematics by doing it”. Jadi, seharusnya guru sekolah dasar dalam mengajarkan matematika harus memiliki strategi yang dapat menjembatani karakteristik matematika yang abstrak dengan karakteristik perkembangan kognitif siswa sekolah dasar yang masih pada tahap berpikir kongkrit.

Jika melihat gambaran singkat pembelajaran matematika di atas, maka tidak mengherankan jika kemampuan matematika siswa di Indonesia secara umum dianggap tertinggal dibandingkan Malaysia, Thailand dan terutama Singapura untuk tingkat ASEAN. Menurut laporan hasil TIMSS 1999 (Suryadi 2005:2) rahasia negara-negara yang siswanya mencapai prestasi tinggi dalam bidang matematika adalah karena pembelajaran matematika dilakukan dengan lebih menekankan pada aspek penalaran dan pemecahan masalah.

(10)

dilakukan Wahyudin (1999) menunjukkan bahwa kemampuan penalaran merupakan salah satu kelemahan siswa dalam menyelesaikan persoalan atau soal-soal matematik.

Namun, aspek penalaran dalam pembelajaran matematika tidak akan dapat diakukan dengan sempurna jika tidak dibekali dengan kemampuan pemahaman konsep yang kuat. Herman (2004:37) mengatakan, bahwa pemahaman dalam kegiatan pembelajaran matematika sudah sejak lama menjadi isu penting dan karena esensinya tidak akan pernah berhenti untuk dibicarakan. Hal ini karena memang matematika adalah ilmu yang tersusun dari konsep-konsep yang abstrak, hierarkis dan saling terkait. Jika siswa telah memahami konsep, maka untuk mempelajari konsep selanjutnya siswa akan merasa lebih mudah. Namun jika siswa tidak memahami satu konsep saja, maka akan menjadikan siswa kesulitan dalam memahami konsep yang lain.

Lebih lanjut, Herman (2004:39) menyatakan bahwa terdapat sejumlah konsekuensi sebagai dampak dari proses mental yang terjadi apabila pembelajaran difokuskan pada pemahaman dan pemaknaan. Konsekuensi tersebut adalah: menyokong daya ingat, mengurangi jumlah yang harus diingat, meningkatkan transfer, mempengaruhi beliefs siswa terhadap matematika.

(11)

matematika harus berdasarkan pada bagaimana siswa belajar. Kegiatan pembelajaran dirancang sedemikian rupa untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar siswa, siswa dengan guru, lingkungan dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar.

Menurut Cockroft (Turmudi, 2008:14-15) paradigma pembelajaran matematika hendaknya dilihat dari tig dimensi, yaitu : (1) matematika, sebagai bahan yang dipelajari, (2) metode, sebagai cara dan strategi penyampaian materi matematika, dan (3) siswa, sebagai subjek yang belajar. Dimensi matematika sebagai bahan yang dipelajari, matematika disajikan mulai dari konkrit sampai abstrak. Jadi guru perlu menyajikan matematika sesuai dengan tingakat berfikir siswa.

(12)

Proses pembelajaran matematika khususnya di tingkat sekolah dasar diharapkan mempertimbangkan relevansi ketiga dimensi di atas sehingga diharapkan dapat mengembangkan penguasaan fakta, prosedur, penguasaan konsep juga keterampilan proses. Keberhasilan proses pembelajaran matemati di tingkat sekolah dasar tentu akan menentukan keberhasilan proses pembelajaran matematika di tingkat yang lebih tinggi.

Salah satu metode dalam pembelajaran matematika yang dapat menanamkan konsep secara bermakna dan melatih keterampilan proses siswa adalah sebagai metode penemuan (discovery learning) yang merupakan sub ordinat dari inkuiri. Metode penemuan bukanlah metode baru, metode ini sudah lama diketahui dan digunakan. Orang yang dianggap sebagai pengguna pertama adalah Socrates (Ruseffendi, 1991:328). Namun tokoh yang lebih dikenal memperkenalkan metode penemuan melalui teorinya adalah Jarome S. Bruner. Dalam teorinya, Bruner menyarankan agar siswa hendaknya belajar melalui partisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, memperoleh pengalaman, dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri. Dengan demikian pengetahuan yang diperoleh oleh siswa benar-benar bermakna (Dahar, 1989:103).

(13)

mengira-ngira, dan coba-coba untuk sampai pada yang harus ditemukan. Lebih lanjut Russefendi (1991:329-330) mengatakan belajar penemuan dalam pembelajaran matematika sangat penting, sebab: (1) pada kenyataannya ilmu-ilmu diperoleh melalui penemuan, (2) objek matematika yang abstrak akan lebih melekat bila diperoleh melalui penemuan dengan jalan memanipulasi benda-benda kongkrit, (3) generalisasi yang diperoleh akan lebih mantap, (4) dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, (5) mengembangkan kreatifitas, karena tiap anak adalah kreatif, dan (6) menumbuhkan rasa percaya diri, meningkatkan motivasi dan sikap positif siswa terhadap matematika.

Metode penemuan yang mungkin dilaksanakan pada siswa sekolah dasar adalah metode penemuan terbimbing (guided discovery). Hal ini dikarenakan siswa sekolah dasar masih sangat memerlukan bantuan guru sebelum menjadi penemu murni. Oleh sebab itu metode penemuan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode penemuan terbimbing.

(14)

verbalisme menjadi lebih masuk akal bagi siswa sekolah dasar yang kemampuan berfikirnya masih pada tahap operasi kongkrit.

Berdasarkan uraian latar belakang, tampak bahwa pandangan mengenai metode penemuan terbimbing memiliki hubungan positif dengan peningkatan kemampuan pemahaman konsep dan penalaran dalam pembelajaran matematika khususnya untuk tingkat sekolah dasar. Oleh karena itu, kiranya sangat penting untuk dilakukan suatu penelitian berkaitan dengan hal tersebut dengan judul “Implementasi metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep dan Penalaran Siswa Sekolah Dasar”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah: “apakah pembelajaran matematika dengan metode penemuan penemuan dapat meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan penalaran matematis siswa sekolah dasar?”. Dalam penelitian ini level sekolah menjadi salah satu hal yang menjadi pertimbangan. Sehingga, rumusan masalah tersebut di atas dapat dijabarkan kembali dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan berikut:

(15)

2. Apakah kemampuan penalaran siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran biasa (konvensional) ditinjau dari level sekolah (sedang dan rendah)?

3. Apakah terdapat hubungan antara metode pembelajaran yang digunakan (Penemuan penemuan terbimbing dan konvensional) dan level sekolah (sedang dan kurang) dalam meningkatkan kemampuan pemahaman konsep siswa?

4. Apakah terdapat hubungan antara metode pembelajaran yang digunakan (penemuan penemuan terbimbing dan konvensional) dan level sekolah (sedang dan rendah) dalam meningkatkan penalaran matematis siswa?

5. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing?

6. Apakah terdapat perbedaan sikap siswa terhadap mata pelajaran matematika sebelum dan sesudah belajar matematika dengan metode penemuan terbimbing?

C. Batasan Masalah

Ruang lingkup permasalahan dari penelitian ini dibatasi pada hal-hal sebagai berikut:

1. Materi pelajaran dipilih berkenaan dengan geometri, yaitu: Luas Trapesium, Luas Layang-layang, Volume Kubus dan Volume Balok.

(16)

bisa menjelaskan hasilnya, serta menerapkan konsep yang sudah dipelajari pada keadaan baru yang berkaitan.

3. Indikator penalaran yang diukur adalah: kemampuan menarik kesimpulan logis; menggunakan penjelasan dengan menggunakan model, fakta, sifat-sifat, dan hubungan; menggunakan pola dan hubungan; untuk menganalisis situasi matematik, menarik analogi dan generalisasi.

D. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi secara objektif dan ilmiah mengenai peningkatan kemampuan pemahaman konsep dan penalaran matematis siswa sekolah dasar melalui pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing. Sedangkan secara rinci tujuan penelitian ini dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Mengkaji, membandingkan dan menddeskripsikan kemampuan pemahaman konsep siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing dan pembelajaran biasa (konvensional).

2. Mengkaji, membandingkan dan mendeskripsikan kemampuan penalaran siswa yang mengikuti pembelajaran matematika menggunakan metode penemuan penemuan dan pembelajaran biasa (konvensional).

(17)

E. Definisi Operasional

1. Metode penemuan terbimbing adalah metode penemuan dengan bimbingan guru, pada proses pembelajaran siswa diarahkan untuk menemukan konsep yang akan dipelajari dengan bantuan Lembar Aktivitas Siswa (LAS) objek langsung (media kongkrit ataupun ilustrasi yang menggambarkan suatu objek kongkrit). Dalam proses menemukan siswa dituntut untuk menggunakan kemampuan bernalarnya. 2. Metode konvensional (biasa) adalah pembelajaran matematika dengan

langkah-langkah guru menjelaskan dan memberi contoh kemudian siswa mengerjakan latihan soal atau pekerjaan rumah. Pembelajaran ini menekankan pada hapalan, keterampilan berhitung dan hasil.

3. Pemahaman konsep adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan siswa mampu memahami arti/konsep, situasi serta fakta yang diketahui, serta dapat menjelaskan dengan menggunakan kata-kata sendiri sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya dengan tidak mengubah arti.

4. Kemampuan penalaran adalah kemampuan proses berfikir logis dalam menarik kesimpulan berdasarkan fakta yang tesedia atau relevan.

(18)

F. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah di atas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman konsep yang signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing dengan siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan metode konvensional berdasarkan level sekolah sedang dan kurang.

(19)
(20)

36 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Disain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi eksperimen dengan desain “Kelompok Kontrol Non-Ekuivalen” yang merupakan bagian dari bentuk kuasi eksperimen.

Subjek yang diambil tidak dikelompokan secara acak, tetapi peneliti terima keadaan subjek apa adanya (Ruseffendi,1994:47). Penggunaan disain dilakukan

dengan pertimbangan bahwa pembentukan kelas baru akan menyebabkan kacaunya jadwal pelajaran yang telah ada.

Kelompok kontrol dan eksperimen pada penelitian ini dibagi-bagi lagi dalam

unit-unit penelitian yang ditentukan berdasar tingkat kategori sekolah yaitu kategori sedang dan rendah serta berdasarkan tingkat kemampuan siswa yaitu

tinggi, sedang dan kurang. Alasan pengkategorian adalah untuk lebih mengetahui secara mendalam apakah efektivitas pelaksanaan penelitian tergantung pada kategori sekolah atau tidak. Dari tiap unit penelitian diteliti bagaimana pengaruh

pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing terhadap pemahaman dan kemampuan penalaran siswa. Disain penelitian eksperimen yang

akan dilakukan digambarkan seperti berikut ini:

(21)

Keterangan:

O = tes (pretes dan postes)

X = Perlakuan (Pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing)

Maksud dari desain penelitian yang digambarkan di atas adalah sebelum

pembelajaran kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol dari dua kategori sekolah masing-masing diberi pretes (O) untuk mengetahui kemampuan awal siswa berkaitan dengan kesetaraan pemahaman konsep dan kemampuan penalaran

dari kedua kelompok. Kemudian pada kelas eksperimen diberi perlakuan khusus (X) yaitu pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing

sedangkan pada kelas kontrol dilakukan pembelajaran matematika dengan metode konvensional. Setelah pembelajaran pada kelas kontrol dan eksperimen cukup masing-masing diberi postes (O) untuk mengetahui hasil belajar siswa yang

menggambarkan kemampuan pemahaman konsep dan penalaran.

Untuk mengetahui pengaruh pembelajaran matematika dengan metode

penemuan terbimbing terhadap kemampuan pemahaman konsep dan penalaran siswa, maka penelitian ini melibatkan 2 (dua) faktor kemampuan siswa (tinggi, sedang, rendah) dan faktor level sekolah (sedang, kurang).

B. Subyek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD di kabupaten Serang. Alasan pembatasan populasi tersebut terkait dengan efektivitas

(22)

stabil, karena sudah ada pada jenjang kelas tinggi di sekolah dasar, dengan demikian para siswa diyakini lebih mampu mengikuti pelajaran serta

permasalahan-permasalahan yang diajukan dibandingkan dengan kelas-kelas sebelumnya.

Sampel dalam penelitian ini diambil berdasarkan teknik purposive sampling. Yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2005:54). Sampel yang diambil terdiri dari 4 kelas, yaitu 2 kelas

eksperimen dan 2 kelas kontrol. Penentuan sekolah untuk dijadikan kelompok kontrol dan eksperimen berdasarkan kondisi objektif sekolah dan siswanya. Untuk

level sekolah sedang, yang dijadikan kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah SDN 2 Serang dan SDN 3 Serang. Sedangkan Untuk level sekolah kurang, yang dijadikan kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah SDN Cilayang 1 dan SDN

Cilayang 2.

C. Waktu dan Tahapan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada rentang bulan April sampai dengan

Oktober 2009. Adapun tahapan-tahapan penelitian dalam kurun waktu tersebut meliputi beberapa tahap, yaitu:

1. Tahap Persiapan. Pada tahap persiapan kegiatan-kegiatan yang dilakukan

meliputi:

a. Seminar proposal, pada tanggal 20 April 2009

b. Perbaikan proposal yang telah diseminarkan mulai tanggal 21 April

(23)

c. Penyusunan bahan ajar dan instrumen penelitian mulai tanggal 16 Agustus

sampai dengan 30 Agustus 2009.

d. Pengujian instrumen dan perbaikan instrumen mulai tanggal 5 September

sampai dengan 10 September 2009.

e. Mengambil data sekolah-sekolah yang ada di Kabupaten serang dari Dinas

Pendidikan Kabupaten Serang pada tanggal 15 Sepember 2009.

f. Mengajukan ijin penelitian ke sekolah yang telah ditetapkan untuk

dijadikan tempat penelitian sekaligus melakukan wawancara dengan guru kelas yang akan dijadikan subjek penelitian mulai tanggal 17 – 29

September 2009.

g. Menyamakan persepsi guru-guru yang akan mengajar di kelas Eksperimen

dan kelas kontrol pada tanggal 1 Okotober 2009.

2. Tahap Pelaksanaan. Tahap pelaksanaan ini dilakukan mulai tanggal 3 Oktober

- 8 November 2009. Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi: a. Implementasi pembelajaran pada kelas eksperimen dan kelas kontrol b. Memberikan pre test dan post test pada kelas kontrol dan kelas eksperimen

c. Melakukan pengumpulan data tambahan berupa observasi proses

pembelajaran dan memberikan angket kepada kelas eksperimen.

3. Tahap Penulisan Laporan. Pada tahap penulisan laporan, kegiatan-kegiatan

(24)

D. Pengembangan Bahan Ajar

Pembelajaran yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pembelajaran

matematika dengan menggunakan metode penemuan terbimbing pada kelas eksperimen dan pembelajaran matematika dengan metode konvensional pada

kelas kontrol. Pengembangan bahan ajar diawali dengan memperhatikan standar kompetensi dan cakupan materi. Materi yang dikembangkan meliputi dua pokok bahasan yaitu Luas Trapesium dan Layang-Layang serta Volume Kubus dan

Balok.

Pada setiap pembelajaran guru pada kelas kontrol diberikan RPP dengan

pendekatan pembelajaran ekspositori. Sedangkan di kelas eksperimen, guru dibekali RPP dengan model pembelajaran penemuan terbimbing. Siswa pada kelas eksperimen pada setiap pertemuan diberikan lembar aktivitas (LAS). LAS

diberikan untuk memfasilitasi siswa dalam melakukan kegiatan-kegiatan yang sifatnya eksploratif melalui pertanyaan-pertanyan pengarah, benda-benda

manipulatif dan ilustrasi-ilustrasi yang mewakili objek matematika tertentu yang mengarahkan siswa pada proses pengkonstruksian pengetahuan (penemuan kembali konsep atau pengetahuan). Setelah siswa dapat menangkap pesan konsep

yang termuat dalam LAS, siswa mempresentasikan hasil penemuanya. Setelah penemuan mereka diperkuat oleh guru, siswa diberikan latihan soal atau tugas

untuk mengukur sejauh mana siswa memahami konsep yang telah dipelajari.

E. Instrumen Penelitian

(25)

ditetapkan yang meliputi instrumen tes dan non tes. Instrumen non tes meliputi: lembar observasi dan angket. Sedangkan instrumen tes meliputi soal pre tes dan

post tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman dan penalaran siswa.

1. Tes Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Siswa

Soal yang dibuat terdiri dari soal-soal tes awal dan tes akhir yang diharapkan mengungkap kemampuan pemahaman dan penalaran siswa sebelum perlakuan dan setelah perlakuan diberikan. Soal pemahaman dan penalaran

masing-masing dibuat sebanyak 3 buah yang disajikan dalam sebuah soal sekaligus. Soal dibuat dalam bentuk essay (uraian) agar pemahaman konsep siswa

dan kemampuan penalaran siswa dapat diidentifkasi melalui uraian jawaban siswa. Karena tujuan utama penelitian eksperimen adalah menganalisis peningkatan hasil belajar siswa dalam hal ini adalah pemahaman dan penalaran

siswa. Penyusunan soal diawali dengan pembuatan kisi-kisi soal yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar yang diukur, indikator pemahaman dan atau

penalaran, soal pemahaman dan penalaran serta kunci jawabannya. Setiap jawaban siswa atas soal yang diberikan diberikan skor dengan menggunakan rubrik, yaitu Holistic Scoring Rubrics skala 4. Holistic Scoring Rubrics

merupakan pedoman untuk menilai berdasarkan kesan keseluruhan atau kombinasi semua kriteria (Iryanti, 2004:13). Rubrik untuk mengukur tingkat

(26)

Tabel 3.1.

Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemahaman Konsep

Kriteria

Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Penalaran Matematika

(27)

Untuk mendapatkan soal tes yang baik, maka soal pre tes dan post tes diujicobakan untuk mengetahui validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat

kesukaranya. Uji coba perangkat tes dilaksanakan pada 27 orang siswa SD kelas VI dengan kategori sekolah sedang.

1.1. Validitas

Freser dan Gilam (Rusmini, 2008:54) menyatakan bahwa kriteria yang mendasar dari suatu tes yang baik adalah tes mampu mengukur hasil-hasil yang konsisten sesuai dengan tujuan tes itu sendiri. Kekonsistenan inilah yang disebut

sebagai validitas dari soal tersebut.

Validitas butir soal digunakan untuk mengetahui dukungan suatu butir soal

terhadap skor total. Untuk menguji validitas setiap butir soal, skor-skor yang ada pada butir soal yang dimaksud dikorelasikan dengan skor total. Sebuah soal akan memiliki validitas yang tinggi jika skor soal tersebut memiliki dukungan yang

besar terhadap skor total. Dukungan setiap butir soal dinyatakan dalam bentuk korelasi sehingga untuk mendapatkan validitas suatu butir soal digunakan rumus

(28)

Y = Nilai rata-rata harian rxy = Koefisien Validitas

Interpretasi besarnya koefisien korelasi dilakukan berdasarkan patokan disesuaikan nilai r menurut Arikunto (2005: 75) yaitu:

Tabel 3.3.

Signifikansi validitas diuji dengan uji-t dengan rumus berikut:

2

Uji dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan antara skor butir soal dan skor total. Hipotesis statistik yang diujikan adalah:

Ho : r = 0 : Tidak terdapat korelasi antara skor butir soal terhadap skor total,

(29)

Untuk taraf signifikansi α = 0,01, Ho diterima jika thitung < ttabel dengan dk

(n-2), dan untuk thitung ≥ ttabel kesimpulan yang diambil adalah Ho ditolak. Untuk

tes pemahaman konsep dan penalaran matematis masing-masing dengan n= 27 dan taraf kepercayaan 99% ttabel = 2,48 diperoleh hasil seperti pada Tabel 3.4.

berikut:

Tabel 3.4.

Perhitungan validitas Tes Kemampuan Representasi dan Penalaran Matematis

Jenis Tes Nomor

Artinya soal mempunyai korelasi terhadap hasil belajar yang dicapai seluruh siswa. Semua butir soal memiliki ketepatan untuk digunakan sebagai instrumen

penelitian.

1.2. Reliabilitas

Reliabilitas merujuk pada satu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen

tersebut sudah baik. Reliabilitas juga merujuk pada tingkat keterandalan sesuatu dan dapat dipercaya (Arikunto, 2006: 178). Untuk melihat reliabilitas tes, diawali

(30)

Perhitungan reliabilitas tes untuk tes yang berbentuk uraian digunakan rumus

r11 = reliabilitas instrumen

k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

2

Selanjutnya untuk menginterpretasikan harga koefisien reliabilitas tersebut digunakan kategori Guilford (Ruseffendi, 1991:197) dengan kriteria sebagai berikut.

Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh reliabilitas instrument tes pemahaman konsep secara keseluruhan sebesar r11 = 0.715 (kategori tinggi) dan

reliabilitas instrument penalaran matematis secara keseluruhan sebesar r11 = 0.447

(31)

1.3. Daya Pembeda

Analisis daya pembeda mengkaji butir-butir soal dengan tujuan untuk

mengetahui kesanggupan soal dalam membedakan siswa yang tergolong mampu (tinggi prestasinya) dengan siswa yang tergolong kurang atau lemah prestasinya.

Artinya, bila soal tersebut diberikan kepada anak yang mampu, hasilnya menunjukkan prestasi yang tinggi; dan bila diberikan kepada siswa yang lemah, hasilnya rendah (Sudjana, 2005:141). Untuk menentukan daya pembeda

digunakan rumus sebagai berikut:

B B A A

J B J B

D= − (Arikunto, 2005:213)

Keterangan:

BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar

BB = Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan salah

JA = Banyaknya peserta kelompok atas

JB = Banyaknya peserta kelompok bawah

Hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasikan dengan klasifikasi menurut Arikunto (2005: 210) yang disajikan pada Tabel 3.6. berikut:

Tabel 3.6.

Klasifikasi Daya Pembeda

Daya Pembeda Klasifikasi Soal

0,00 – 0,20

0,21 – 0,40

Kurang baik

(32)

0,41 – 0,70

0,71 – 1,00

Baik

Sangat baik

Dari hasil perhitungan, diperoleh daya pembeda tiap butir soal yang disajikan pada Tabel 3.7 berikut ini.

Tabel 3.7.

Daya Pembeda Butir Soal Pemahaman Konsep dan Penalaran Matematis

Jenis Tes Nomor Soal Daya Pembeda Interpretasi

Pemahaman Konsep

2 0,6429 Baik 3 0,5714 Baik 4 0,3929 Cukup

Penalaran Matematis

1 0,3929 Cukup 5 0,3571 Cukup 6 0,2500 Cukup

1.4. Tingkat Kesukaran

Untuk menganalisis tingkat kesukaran P dari setiap item soal dihitung

berdasarkan jawaban seluruh siswa yang mengikuti tes. Skor hasil yang diperoleh siswa diklasifikasikan atas dasar benar dan. Rumus yang digunakan untuk menentukan tingkat kesukaran soal adalah:

JS B

P= (Arikunto, 2005:208)

B = Banyaknya siswa yang menjawab benar

(33)

Klasifikasi tingkat kesukaran soal ditentukan menurut Tabel 3.8. berikut:

Tabel 3.8.

Kategori Indeks Kesukaran

Indeks kesukaran Kategori Soal

0,00 – 0,30

Dari hasil perhitungan, diperoleh tingkat kesukaran tiap butir soal yang disajikan pada Tabel 3.9 berikut ini.

Tabel 3.9.

Perhitungan Tingkat Kesukaran

Jenis Tes Nomor Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi

Pemahaman Konsep 2 0,6786 Sedang

Secara keseluruhan hasil analisis uji coba soal tes pemahaman konsep dan penalaran matematis disajikan pada Tabel 3.10 berikut ini.

(34)

Konsep 3 Tinggi Sedang Baik 4 Cukup Sukar Cukup

Penalaran Matematis

1 Cukup

0.447

Sedang Cukup 5 Cukup Sukar Cukup 6 Cukup Sukar Cukup

Berdasarkan hasil uji coba perangkat tes, menunjukkan 6 soal yang

diujikan yang terdiri dari tiga soal pemahaman konsep dan tiga soal penalaran matematis dianggap layak digunakan sehingga tidak perlu dirubah kembali ketika digunakan sebagai soal pretes dan postes pada penelitian. Karena semua soal

pemahaman konsep menunjukkan tingkat keterandalan atau kepercayaan tinggi, ketepatan untuk digunakan sebagai instrumen penelitian tinggi dan cukup, kemampuan soal dalam membedakan siswa memiliki interpretasi baik, dan

interpretasi tingkat kesukaran soal yaitu sedang dan sukar. Begitu pula untuk soal-soal penalaran matematis, secara keseluruhan menunjukkan tingkat keterandalan

atau kepercayaan cukup, ketepatan untuk digunakan sebagai instrumen penelitian cukup, kemampuan soal dalam membedakan siswa memiliki interpretasi cukup, dan interpretasi tingkat kesukaran soal yaitu sedang dan sukar.

2. Lembar Observasi

Lembar observasi adalah alat yang digunakan untuk memperoleh data atau informasi mengenai kegiatan/aktifitas siswa selama proses pembelajaran yang

(35)

pembelajaran. Sehingga dipembelajaran selanjutnya guru tahu apa yang harus dipertahankan dan apa yang harus diperbaiki.

3. Angket / Skala Sikap

Angket merupakan alat yang memuat pernyataan-pernyataan yang diberikan kepada siswa yang akan menggali informasi mengenai sikap, minat dan

pandangan siswa terhadap pembelajaran matematika secara umum dan pandangan siswa terhadap pembelajaran matematika yang dilakukan dengan metode penemuan terbimbing. Komponen yang dijaring melalui angket terdiri dari: 1)

pandangan siswa tentang mata pelajaran matematika sebelum mereka mengalami pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing, 2) cara belajar

matematika yan disukai, 3) respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing. Terhadap pernyataan yang ada dalam angket, siswa akan memberikan tanda (X) untuk jawaban yang dianggap sesuai

dengan pilihannya.

F. Teknik Pengolahan Data

Dari instrumen penelitian yang disebutkan di atas, maka data yang dihasilkan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis data yaitu berupa data

kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari angket dan lembar observasi dan data kuantitatif diperoleh dari hasil tes pemahaman dan penalaran.

(36)

1. Analisis Data Kualitatif

Analisis kualitatif, pada dasarnya untuk memperjelas atau melengkapi

hasil analisis kuantitatif. Data hasil observasi dianalisis tiap selesai proses pembelajaran untuk melihat kekurangan yang akan diperbaiki di pertemaun

selanjutnya, sedangkan data hasil angket diolah dengan cara menghitung presentase sebaran jawaban siswa.

2. Analisis Data Kuantitatif

Data-data kuantitatif diperoleh dalam bentuk data hasil pretes dan postes.

Data hasil pretes dan postes diolah dengan software SPSS versi 16 for wondows Pengolahan data kuantitatif diarahkan untuk menguji hipotesis penelitian yang

telah diungkapkan pada Bab I, yaitu:

1. Peningkatan pemahaman konsep siswa yang belajar dengan metode

pembelajaran penemuan terbimbing secara signifikan lebih baik dibandingkan

siswa yang belajar dengan metode konvensional.

2. Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang belajar dengan

metode pembelajaran penemuan terbimbing secara signifikan lebih baik dibandingkan siswa yang belajar dengan metode konvensional.

3. Interaksi antara metode pembelajaran dan kategori sekolah terhadap skor

perolehan kemampuan pemahaman konsep siswa.

4. Interaksi antara metode pembelajaran dan kategori sekolah terhadap skor

perolehan kemampuan penalaran matematis siswa.

(37)

(1) Uji normalitas dan homogenitas

Pada data hasil tes awal dilakukan uji homogenitas untuk mengetahui

kesetraan kemampuan pemahaman dan penalaran antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Uji normalitas dan homogenitas dilakukan pada data hasil

tes akhir dilakukan untuk memenuhi perhitungan statistik parametris. Jika data yang diolah ternyata berdistribusi normal dan homogen, maka uji statistik selanjutnya adalah uji statistik parametris. Sebaliknya, jika data yang diolah tidak

memenuhi distribusi normal dan homomogenitas, maka uji statistik selanjutnya adalah uji statistik nonparametris.

Untuk pengujian normalitas data, statistika yang diggunakan adalah uji kolmogorov-smirnov Z pada program SPSS 16 for windows, dimana hipotesis dan kriteria ujinya:

Ho : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1 : Sampel berada dari populasi yang tidak berdistribusi normal

Kriteria uji: Tolak Ho jika sig < α

sedangkan pengujian homogenitas variansi data dilakukan dengan Levenes Test pada SPSS 16, dimana hipotesis dan kriteria ujinya:

Ho : Variansi kedua populasi homogen

H1 : Variansi kedua populasi tidak homogen

Kriteria uji: Tolak Ho jika sig < α

(2) Menguji Perbedaan Dua Rata-rata (uji-t)

(38)

yang belajar matematika dengan metode pembelajaran penemuan terbimbing bila dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Secara umum hipotesisnya

dinyatakan dengan:

Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman

konsep yang signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing dengan siswa

yang mengikuti pembelajaran matematika dengan metode konvensional

Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman konsep

yang signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing dengan siswa

yang mengikuti pembelajaran matematika dengan metode konvensional

Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran yang

signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing dengan siswa yang mengikuti

pembelajaran matematika dengan metode konvensional

Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran yang signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran matematika

(39)

pembelajaran matematika dengan metode konvensional Kriteria uji: Ho ditolak jika sig < α

Peningkatan skor pemahaman dan penalaran pada tiap kelompok

penelitian dilihat berdasarkan gain yang ternormalkan dari skor pretes dan postes . Rumus untuk menentukan gain yang ternormalkan adalah sebagai berikut:

Normalized gain =

Uji ini dilakukan untuk melihat interaksi antara model pembelajaran

(penemuan terbimbing dan konvensional) dengan level sekolah (sedang dan kurang kurang) dalam meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran

siswa. Uji ini juga menggunakan bantuan program SPSS 16 for windows dengan hipotesis:

dengan bentuk pembelajaran (pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing dan konvensional) dalam peningkatan

penalaran.

Ada interaksi antara kategori sekolah (sedang dan kurang) dengan bentuk pembelajaran (pembelajaran dengan metode penemuan

terbimbing dan konvensional) dalam peningkatan penalaran.

(40)

G. Prosedur Penelitian

Untuk memperoleh gambaran secara keseluruhan mengenai

langkah-langkah penelitian ini, maka prosedur yang dilakukan dibuat dalam Diagram 2.1 berikut ini.

Identifikasi masalah dan tujuan penelitian

Penyusunan instrumen penelitian dan bahan ajar

Uji coba instrumen

Analisis hasil uji coba

Perbaikan instrumen Pretes

Perlakuan pada kelas kontrol (pembelajaran

konvensional)

Perlakuan pada kelas eksperimen (pembelajaran

penemuan terbimbing) Observasi

postes

Analisis data postes dan angket Angket

(41)

100 DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Dahar, W. R. (1996) Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga

Dahlan, J.A. (2004) Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematik Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Melalui Pendekatan Open-Ended. Disertasi UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Dasari, D. (2002) Pengembangan Pembelajaran Matematika Berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Proceding Seminar Nasional 5 Agustus 2002.

Gilstrap L. R. & Martin R. W. (1975). Current Strategies for Teachers: A

resource for personalizing Instruction. Santa Monica California: Good Year Publishing Company Inc.

Haji, S. (2005). Pengaruh Pendekatan Matematika Realistik Terhadap hasil Belajar Matematika Sekolah Dasar. Disertasi Doktor pada PPS UPI: Tidak diterbitkan.

Hamzah (2007) Pembelajaran Matematika dengan Teori Belajar Konstruktivisme. tersedia di www.pascasarjanagorontalo.com

Herwati. (2007). Mengembangkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematika Siswa Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Matematika Realistik dalam Kelompok Kecil. Tesis Sps UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Herman, T. (2005). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematika Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Desertasi PPS UPI Bandung. Tidak di Publikasikan.

Herman, T. (2004) Mengajar dan Belajar Matematika dengan Pemahaman, Jurnal Mimbar Pendidikan No.1 Tahun XXIII. Bandung: University Press UPI

Hirstein, J. (2007). The Impact of Zoltan Dienes on Mathematics Teaching in The United States [Online]. Tersedia:www.math.umt.edu/ TMME/ Monograph2/Hirstein_ article.pdf. [ 6 Juni 2009].

(42)

Hudoyo, H. (1998). Pembelajaran Matematika Menurut Pandangan Konstruktivistik. Makalah Disajikan dalam Seminar Nasional Upaya Meningkatkan Peran Pendidikan Matematika dalam Menghadapi Era Globaliasasi. PPS IKIP Malang: Tidak Diterbitkan.

Iryanti, P. (2004) Penilaian Unjuk Kerja. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Pusat Pengembangan Penataran Guru Matematika

Krulik, S and Reys, R.E. (1980). Problem Solving in School Mathematics. Virginia: NCTM.

Lutfan .(2008). Teknik Penyajian Discovery. Tersedia di www.indoskripsi.com Machmud, Tedy (2010). Pembelajaran Matematika Dengan Metode Penemuan

(Discovery). Makalah . FPMIPA UMG

Markaban (2008) Model Penemuan Terbimbing Pada Pembelajaran Matematika SMK. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika

NCTM (2000) Principles andd Strands for School Mathematics. USA

Novita (2011). Metode Penemuan Terbimbing dalam Pembelajaran Matematika. Tersedia di http://novitapioner.blogspot.com/2011/03/metode-penemuan-terbimbing-pada.html

Poedjiadi, A. 1999. Pengantar Filsafat Ilmu bagi Pendidik. Bandung: Yayasan Cendrawasih.

Post R. T. (1980). The Role of Manipulative Materials in The Learning of Mathematics Concepts. In Mary Montgomery Lindquist (Ed). Selected Issues in Mathematics Education. USA: McCutchan Publishing Corporation.

Priatna, N. (2003) Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematika Siswa Kelas 3 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri di Kota Bandung. Disertasi UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Puskur (2007). Kurikulum Matematika 2006. Tersedia di http://www.puskur.go.id Ramdani, Y. (2004). Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi

(43)

Ruseffendi, E.T. (1991) Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito

Sa’dijah, C. (2006). Pemahaman Konsep. Tersedia di:

http://nizland.wordpress.com/2007/11/01/pemahaman-konsep/

Shadiq, F. (2007) Empat Objek Langsung Matematika Menurut Gagne. Tersedia di www.fadjarp3g.wordpress.com

Shadiq, F. (2007) Penalaran atau Reasoning Mengapa Perlu Dipelajari Oleh Para Siswa di Sekolah tersedia?. Tersedia di www.fadjarp3g.wordpress.com

Sudjana. (1996). Metode Statistik. Bandung: Tarsito.

Sugiyono. (2007). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Suherman, E. Dkk (2003) Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer Common Textbook. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI.

Sukirwan .(2008). Kegiatan Pembelajaran Eksploratif Untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah Dasar. Tesis UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Sukmadinata, S.N. (2006). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematik Siswa Dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logis Siswa. Disertasi IKIP Bandung: Tidak diterbitkan.

Sumarjo. (1990). Pendekatan discovery dalam mengajar, Makalah: ITB Bandung Suryadi, D. (2005). Penggunan Pendekatan pembelajaran Tidak Lansung dan

Pendekatan Gabungan Lansung dan Tidak Lansung dalam Rangka meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematika Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Desertasi PPS UPI Bandung Tidak diterbitkan.

Suryadi, D. dan T. Herman. (2008). Eksplorasi Matematika Pembelajaran Pemecahan Masalah. Jakarta: Karya Duta Wahana.

(44)

Syaban, M. (2009) Menumbuhkembangkan Daya Matematis Siswa. Tersedia di http://educare.e-fkipunla.net

Walle De V. A. Jhon (2007) Matematika Sekolah Dasar dan Menengah Pengembangan Pengajaran. Jakarta: Erlangga.

Gambar

Gambar 3.1.   Prosedur Penelitian .......................................................................
Tabel 3.2.
Tabel 3.3.
Tabel 3.4.
+5

Referensi

Dokumen terkait

Studi Perbandingan Kemampuan Komunikasi Matematik dan Kemandirian Belajar Siswa pada Kelompok Siswa yang Belajar Reciprocal Teaching dengan Pendekatan Metakognitif

Data ini juga didukung oleh penelitian pada tahun 2009 di Genewa University Hospital yang mendapatkan bahwa morbiditas dan mortalitas bayi dengan kelahiran prematur

Mustika Ratu, yaitu dengan melihat nilai r adalah 0,982 dan dari persamaan y =2023,32 + 25,51x artinya besar kecilnya biaya distribusi yang dikeluarkan sangat mempengaruhi

Kepuasan pelanggan dapat tercermin dari mutu pelayanan yang diberikan oleh wisma gardenia kepada penghuni, sebagai upaya untuk mempertahakan penghuni kost yang sudah ada

Dengan penyedia layanannya atau yang disebut Intenet Service Provider dapat memenuhi kebutuhan setiap orang yang memerlukan suatu informasi kapan dan dimanapun dengan fasilitas

d) Penyusunan Pola Karir akan dilaksanakan mulai Januari s.d. e) Terlaksananya penyertaan Pegawai Negeri Sipil KESDM dalam diklat teknis dan fungsional serta

Teknologi informasi memegang peranan yang sangat penting dalam menunjang tugas pokok dan fungsi Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, khususnya dalam melaksanakan tugas

Aplikasi yang dibuat ini adalah sebuah aplikasi untuk memantau dan mengontrol data barang yang dijual sehinnga lebih mudah dan cepat dilakukan serta dapat mengetahui rugi