• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL DAN LATAR BELAKANG SISWA DENGAN PRILAKU MENYIMPANG : Studi kearah Pengembangan Layanan Bimbingan dan Konseling bagi Siswa Kelas VIII SMPN 3 Kota Serang.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PROFIL DAN LATAR BELAKANG SISWA DENGAN PRILAKU MENYIMPANG : Studi kearah Pengembangan Layanan Bimbingan dan Konseling bagi Siswa Kelas VIII SMPN 3 Kota Serang."

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

B. Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah……… 9

C. Tujuan Penelitian ..……… 13

D. Manfaat Penelitian……… 13

E. Penjealsan Istilah ………...…….. 14

F. Prosedur Penelitia ……… 15

BAB II. PROFIL DAN LATAR BELAKANG SISWA DENGAN PRILAKU MENYIMPANG A. Pengertian Prilaku dan Prilaku Menyimpang ………...………….. 17

B. Latar Belakang Prilaku Menyimpang ………. 19

C. Profil Anak Berprilaku Menyimpang ………... 35

D. Cara Penanggulangan Untuk Mengurangi / Mengubah Prilaku Menyimpang ………. 36

E. Upaya Bimbingan Yang Telah Dilakukan di Sekolah Terhadap Siswa Berprilaku Menyimpang ………... 43

BAB III.PROSEDUR PENELITIAN A. Metode Penelitian ………...……… 48

B. Lokasi dan Subjek Penelitian ………... 49

C. Instrumen Penelitian ………... 50

D. Proses Pengembangan Instrumen ………..………. 54

E. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ………..………….. 61

F. Analisis dan Penafsiran Data ………..………… 62

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian ………..……. 65

B. Profil Prilaku Menyimpang Siswa dan Latar Belakang Kehidupan Keluarga ………... 75

C. Analisis ………... 86

D. Pembahasan Hasil Penelitian………... 88

E. Layanan Bimbingan Bagi Siswa Berprilaku Menyimpang………. 91

BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ……….97

B. Rekomendasi ………..98

Daftar Pustaka………....100 Lampiran-lampiran

DAFTAR TABEL

(2)

Tabel 3.2 Pedoman Wawancara

Tabel 3.3 Alternatif Jawaban Instrumen

Tabel 3.4 Kisi-kisi Angket Prilaku Menyimpang Siswa

Tabel 3.5 Kriteria Tingkat Kecenderungan Prilaku Menyimpang Siswa

Tabel 4.1 Prilaku Menyimpang Kategori Ringan Siswa SMPN 3 Kota Serang

Tabel 4.2 Prilaku Menyimpang Kategori Menengah Siswa SMPN 3 Kota Serang

Tabel 4.3 Prilaku Menyimpang Kategori Berat Siswa SMPN 3 Kota Serang

DAFTAR LAMPIRAN

1. Klasifikasi Perilaku Menyimpang

2. Instrument Angket

3. Skor Data Perilaku Menyimpang Kategori Ringan

(3)

5. Skor Data Perilaku Menyimpang Kategori Berat

6. Legger Klas, Data Prestasi Akademis

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta semakin terbukanya

arus globalisasi memaksa kita untuk semakin mampu meningkatkan keterampilan

dan kecakapan hidup, menghargai informasi dan mampu berkompetisi secara

positif. Perubahan dan perkembangan informasi di bidang teknologi, industri,

politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang terjadi dengan sangat cepat akan

memberikan dampak yang positif juga negatif sehingga mempengaruhi

perkembangan prilaku dan gaya hidup sebagian manusia.

Dewasa ini salah satu yang sangat mempengaruhi masyarakat terutama

kemajuan di bidang teknologi informasi, yang lebih spesifik adalah media masa,

seakan merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan modern. Di satu sisi,

media merupakan salah satu sarana yang bisa menyajikan data dan informasi

secara cepat dan akurat, selain itu media juga bisa menjadi sumber inspirasi dan

gagasan. Sementara di sisi lain dampak yang ditimbulkannya juga cukup

menghawatirkan, terutama bagi para pendidik dan orang tua. Karena melalui

media semua informasi baik yang positif maupun yang negatif semuanya bisa

diakses dengan mudah oleh seluruh lapisan masyarakat, termasuk oleh para

remaja dan pelajar. Informasi mengenai kekerasan, anarkisme, gaya hidup

hedonis, materialistik, yang kadang disajikan secara pulgar oleh media di tengah

masyarakat yang heterogen, jelas akan memberikan dampak yang kurang baik

(5)

Hasil penelitian Aliansi Sekolah Anak (ASA) dan Yayasan Buah Hati tahun

2007 di daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang, dan Bekasi, terhadap 1750

pelajar SMP diperoleh data bahwa anak terbanyak mengakses pornografi melalui

handphone 25%, komik 15%, film layar lebar/televise/DVD/VCD 14%, majalah

13%, games 11%, situs internet 9%, dan Koran/tabloid 3% (‘Aini, Media

Komunikasi Guru-Guru PAI SMP, 2008: 6-11). Secara umum kegiatan

mengakses informasi dari berbagai media teknologi tersebut cenderung lebih

mengarah kepada informasi-informasi pornografi.

Menurut para pemerhati masalah media, pergeseran fungsi media dari yang

dulunya diharapkan mampu memberikan nilai positif bagi proses pencerdasan

bangsa, membantu meningkatkan taraf pendidikan rakyat, menjadi corong bagi

percepatan pembangunan peradaban yang arif dan bijaksana sekarang berubah

menyajikan hal-hal yang berbau konfrontatif, kontroversial, takhayul dan

kekerasan, serta gaya hidup hedonis.

Layden mengatakan bahwa media yang tidak mendidik adalah masalah utama

pada kesehatan jiwa penduduk dunia saat ini, efek media negatif (salah satunya

pornografi) bukan hanya memicu ketagihan serius, namun juga membentuk

pergeseran emosi dan prilaku sosial masyarakat.

Beranjak dari kenyataan diatas, timbul suatu pertanyaan mendasar, yaitu :

bagaimana upaya orang tua, guru, atau pendidik secara umum dalam

mempersiapkan generasi baru yang sehat dan dapat berkembang secara optimal,

serta dapat berinteraksi di tengah kehidupan masyarakat yang penuh dengan

(6)

Untuk mempersiapkan generasi yang tangguh, berkualitas dan mampu

berinteraksi dalam menghadapi tantangan zaman, pembangunan di bidang

pendidikan merupakan suatu upaya nyata untuk mencerdaskan kehidupan bangsa

dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang

dimaksud sejalan dengan fungsi pendidikan nasional sebagaimana termaktub

dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 Bab II, pasal 3 yaitu:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar

menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

Fungsi dan tujuan pendidikan tersebut menunjukan karakter pribadi peserta

didik yang diharapkan terbentuk melalui proses pendidikan, yaitu sosok pribadi

yang dapat mengembangkan seluruh potensi yang ia miliki sehingga menjadi

individu yang mampu berkembang secara optimal melalui interaksi antara

perkembangan pribadi dan perubahan yang terjadi.

Pendukung utama bagi tercapainya pembangunan manusia Indonesia yang

bermutu adalah pendidikan yang bermutu. Pendidikan yang bermutu tidak cukup

dilakukan hanya melalui transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi tetapi juga

harus didukung oleh peningkatan profesionalisasi dan sistim manajemen tenaga

kependidikan serta pengembangan kemampuan peserta didik untuk menolong diri

(7)

(Yusuf, 2005:2). Dijelaskan pula bahwa pendidikan yang bermutu merupakan

pendidikan yang seimbang tidak hanya mampu menghantarkan peserta didik pada

pencapaian standar kemampuan akademis tetapi juga mampu membuat

perkembangan diri yang sehat dan produktif. Para peserta didik adalah

orang-orang yang sedang mengalami proses perkembangan yang memiliki karakteristik,

kebutuhan, dan tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhinya.

Havighurst (Yusuf, 2008:25), mengartikan: tugas perkembangan sebagai tugas

yang muncul pada periode tertentu dalam rentang kehidupan individu, yang

apabila tugas itu dapat berhasil dituntaskan akan membawa kebahagiaan dan

kesuksesan dalam menuntaskan tugas berikutnya; sementara apabila gagal, maka

akan menyebabkan ketidak bahagiaan pada diri individu yang bersangkutan,

menimbulkan penolakan masyarakat, dan kesulitan-kesulitan dalam menuntaskan

tugas-tugas berikutnya.

Sebagian besar siswa sekolah menengah pertama adalah termasuk masa

remaja awal (12-15 tahun) yang dalam rentang kehidupan individu masa ini

biasanya hanya berlangsung dalam waktu singkat. Seringkali masa ini disebut

masa negatif dengan gejalanya yang secara garis besar dapat diringkas sebagai

berikut: a). negatif dalam prestasi, baik prestasi jasmani maupun prestasi mental,

b). negatif dalam sikap sosial, baik dalam bentuk menarik diri dalam masyarakat

(negatif positif) maupun dalam bentuk agresif terhadap masyarakat (negatif aktif).

Adapun tugas perkembangan pada masa ini menurut Havighurst (Yusuf, 2008:

(8)

a. Menerima fisiknya sendiri berikut kematangan kualitasnya.

b. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau figure.

c. Mengembangkan ketrampilan komunikasi interpersonal dan bergaul dengan

teman sebaya

d. Menemukan manusia model yang dijadikan identitasnya

e. Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap kemampuannya

sendiri.

f. Memperkuat self-control (kemampuan mengendalikan diri).

g. Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri (sikap/perilaku

kekanak-kanakan)

Tugas-tugas perkembangan sebagaimana diuraikan di atas merupakan

kompetensi minimal yang harus dikuasai oleh mereka siswa sekolah menengah

pertama, sementara pada rentang kehidupan mereka sebagai remaja awal

seringkali menghadapi masalah-masalah yang sangat kompleks dan tidak dapat

diatasi oleh dirinya sendiri, sehingga membutuhkan bantuan dari guru untuk

mengatasi permasalahan tersebut. Dalam kondisi seperti ini siswa memerlukan

layanan khusus, dan penanganan masalah harus oleh guru bimbingan konseling

atau konselor sekolah, agar para siswa mampu menyelesaikan tugas

perkembangannya secara optimal.

Beberapa permasalahan siswa SMPN 3 Kota Serang, adalah belum bisa

dituntaskannya tugas perkembangan yaitu: memperkuat self-control (kemampuan

(9)

(sikap/perilaku kekanak-kanakan). Pada ke dua hal tersebut kompetensi sebagian

siswa masih sangat lemah, hal ini bisa terungkap bila diamati dari kelakuan

beberapa siswa yang umumnya: siswa banyak bolos, siswa suka merusak

barang-barang sekolah, siswa suka ribut/membuat keributan di kelas, dan sikap ingin

menonjolkan diri.

Latar belakang lingkungan siswa yang berasal dari lingkungan pasar dan

beberapa kampung sekitar, dan ada dari lingkungan komplek perumahan, dengan

kemampuan orang tua sebagian besar ekonomi lemah, sehingga banyak lulusan

dari sekolah tersebut yang tidak melanjutkan pendidikannya dengan alasan yang

klasik karena lemahnya ekonomi orang tua, juga karena motivasi belajar mereka

lemah dilihat dari faktor lingkungan yang kurang mendukung. Dengan

lingkungan sekitar yang tidak kondusif, interaksi mereka di sekolah dengan

berbagai latar belakang yang berbeda memunculkan prilaku yang berbeda pula.

Berbagai karakter siswa peserta didik yang diharapkan menjadi generasi

penerus sebagai manusia pembangunan yang beriman, dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,

menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab, sebagaimana

yang ditetapkan dalam tujuan pendidikan nasional,ini menjadi tugas yang berat

bagi dunia pendidikan karena berbagai faktor yang dapat menghambat pencapaian

tujuan tersebut, selain faktor ekksternal seperti pengaruh globalisasi dari

kemajuan teknologi informasi yang berdampak pada terserapnya badai informasi

yang positif ataupun negatif, juga dari faktor internal kondisi perserta didik itu

(10)

tradisi setempat dapat berpengaruh kuat pada karakter siswa ketika mereka

memanfaatkan waktunya untuk belajar. Mereka umumnya mengalami kesulitan

dalam mengikuti peraturan-peraturan atau norma-norma yang ditetapkan di

sekolah. Sebagai kompensasi dari kesulitan dan ketidak mampuan mereka untuk

beradaptasi menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan menyebabkan akan

muncul prilaku yang salah suai.

Secara umum prilaku menyimpang anak diklasifikasikan oleh Borich (1996)

dalam tiga tingkatan, yaitu: prilaku menyimpang ringan, menengah, berat.

Contoh-contoh perilaku menyimpang ringan, menengah, berat, dan beberapa

respon alternatifnya antara lain dijelaskan sebagai berikut:

Prilaku menyimpang ringan: merusak/mencoret-coret barang milik sekolah

atau milik orang lain, bertingkah/banyak tingkah, berbicara membelakangi.

Respon-respon alternatifnya: memberi peringatan, memberi balikan pada siswa,

pindah tempat duduk. Menengah: keluar kelas tanpa izin, mencaci-maki

sewenang-wenang pada yang lain, tidak patuh. Respon-respon alternatifnya:

penahanan, membuat perjanjian/kesepakatan, menelepon/menyurati orang tua.

Berat: mencuri, memiliki, atau menjual barang milik orang lain, bolos/mangkir

sekolah, menyerang atau mencaci-maki guru. Respon-respon alternatifnya:

penahanan, musyawarah dengan orang tua, penangguhan/pemecatan sekolah.

(Sumber : G. D Borich 1996 : 527)

Contoh-contoh di atas menggambarkan ragam perilaku menyimpang yang

dilakukan anak yang pada dasarnya dapat mengganggu dan menghambat kegiatan

(11)

Hubungannya dengan hasil studi penjajagan tentang ragam prilaku

menyimpang yang muncul dari siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Kota Serang

sangat relevan yaitu: 1). banyak bolos, 2). Suka merusak barang-barang

sekolah, 3). suka ribut /membuat keributan di kelas, 4). sikap ingin menonjolkan

diri.

Perilaku menyimpang pada poin 1 dan 2 menurut Borich termasuk

klasifikasi berat, alternatif pemecahan masalahnya dilakukan penahanan. Pada

poin 3 termasuk klasifikasi ringan (sepadan dengan bertingkah/banyak tingkah,

mengganggu yang lain), alternatif pemecahan masalahnya diistirahatkan,

menyurati orang tua. Pada poin 4 ini sangat relevan dengan penelitian tentang

pengelompokan prilaku menyimpang hasil penelitian Dreikurs dan Cassel,

khususnya mengenai power-seeking behavior (prilaku yang mencari kekuatan)

Selain itu anak yang berperilaku menyimpang tidak hanya mengganggu tetapi

juga dapat membahayakan anak lainnya. Oleh sebab itu, perilaku anak yang

menyimpang pada taraf ringan, sedang maupun berat mesti ditangani oleh guru

dengan cara-cara yang tepat.

Cara-cara penanganan yang dilakukan guru untuk meminimalisir bahkan

menghapus perilaku-perilaku anak yang menyimpang sehingga mampu

mengubahnya menjadi berperilaku positif dan produktif tentunya merupakan

suatu usaha yang cukup sulit. Tetapi diyakini bahwa terwujudnya

perilaku-perilaku positf pada diri anak merupakan salah satu prasyarat penting dalam

(12)

B. Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah

Sekolah Menengah Pertama (SMP) 3 tahun merupakan kelanjutan pendidikan

dari jenjang Sekolah Dasar (SD) 6 tahun. Diberlakukannya Undang-Undang

Sistem Pendidikan Nasional No.2 tahun 1989 (UUSPN No.2 Th.1989) sekaligus

sebagai landasan hokum diberlakukannya Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9

Tahun (Wajar Dikdas 9 Tahun), dimana setiap warga negarta Indonesia usia

sekolah wajib mengikuti pendidikan dasar sampai tamat, yaitu pendidikan 6 tahun

di Sekolah Dasar dan 3 tahun di Sekolah Lanjutan Pertama atau yang sederajat.

Dengan demikian jenjang pendidikan SD dan SMP merupakan kesatuan dari

jenjang pendidikan dasar berdasarkan UUSPN No.2 Tahun1989.

Salah satu tugas dan tanggung jawab guru, termasuk guru SMP, adalah

membantu mewujudkan karakter atau kepribadian anak didik antara lain melalui

upaya menumbuhkan perilaku-perilaku anak ke arah yang positif. Pada

hakekatnya upaya guru dalam membimbing perilaku anak didik ke arah yang

positif merupakan salah satu implikasi dalam melaksanakan amanah dan

mewujudkan salah satu tujuan pendidikan nasional, seperti telah dikutif dan

dijelaskan pada bagian terdahulu sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang

No.20 Tahun 2003, Bab II pasal 3.

Hal-hal yang berkenaan dengan pembentukan watak anak didik, menjadi

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan

berakhlak mulia, sebagai bagian dari tujuan pendidikan nasional yang secara

lengkap termakktub dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2003, Bab II pasal 3

(13)

tanggung jawab guru dalam mewujudkan karakter anak melalui usaha bimbingan

ke arah perilaku yang positif. Pembentukan karakter anak ke arah

perilaku-perilaku positif tersebut merupakan bagian dari tugas guru setiap saat ketika

melaksanakan kegiatan pembelajaran, yaitu melalui pencapaian tujuan ranah

kognitif (pengetahuan), afektif (prilaku), dan psikomotor (ketrampilan). Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa pembentukan prilaku positif terhadap anak

merupakan ranah afektif sebagai salah satu pencapaian tujuan dalam kegiatan

pembelajaran yang dilakukan guru setiap saat.

Uraian di atas memberi kesimpulan bahwa secara umum hasil-hasil belajar

siswa dapat dilihat atau diukur dengan adanya perubahan pada diri anak dari

ketiga ranah tersebut, yaitu aspek kognitif (pengetahuan), afektif (prilaku), dan

psikomotor (keterampilan). Yang dimaksud perubahan pada diri anak berkaitan

dengan perubahan dalam kemampuan fisik maupun mental, misalnya: dari tidak

tahu menjadi tahu (mental), dari prilaku negative menjadi positif (mental), dan

dari tidak mampu berbuat menjadi mampu (fisik). Dalam hal ini maslah afektif

(prilaku) merupakan salah satu aspek yang menjadi tolok ukur kaitannya dengan

tujuan maupun hasil belajar yang mesti dicapai. Dengan demikian jika anak-anak

yang kita didik prilakunya negatif atau menyimpang, maka dalam hal ini bukan

hanya akan menghambat diri anak bersangkutan dalam bersosialisasi di

lingkungannya, tetapi juga akan menghambat diri anak dalam bersosialisasi dan

belajar di sekolah.

Dreikurs dan Cassel (1974: 32) memberi gambaran bahwa kita harus

(14)

discouraged child) dan mencoba menemukan tempatnya; dia berbuat dengan

logika yang salah bahwa prilakunya yang menyimpang akan memperoleh

pengakuan sosial yang dia inginkan.

Berdasarkan studi penjajagan terhadap siswa kelas 2 SMP Negeri 3 Kota

Serang sebanyak 8 kelas secara acak ditemukan adanya berbagai jenis prilaku

menyimpang, seperti: banyak bolos, suka merusak barang-barang sekolah, suka

ribut/membuat keributan di kelas, sikap ingin menonjolkan diri.

Ragam prilaku menyimpang ini memberi pengaruh negatif dan mengganggu

suasana baik dalam kehidupan sekolah maupun suasana kelas, terutama ketika

terjadinya kegiatan pembelajaran.

Hubungannya dengan hasil studi penjajagan tentang ragam prilaku

menyimpang yang muncul dari siswa kelas 2 SMP Negeri 3 Kota Serang, yaitu:

banyak bolos, suka merusak barang-barang sekolah, suka ribut/membuat

keributan di kelas, sikap ingin menonjolkan diri. Maka hasil-hasil penelitian yang

diungkap oleh Johnson dan Beny serta kesimpulan pengelompokkan jenis prilaku

yang dibuat oleh Dreikurs dan Cassel nampaknya dapat menjadi rujukan sesuai

permasalahan penelitian yang dilakukan oleh peneliti.

Penerapan bimbingan konseling untuk mengurangi kecenderungan prilaku

menyimpang siswa SMP menjadi topik yang sangat penting dalam penelitian ini,

mengingat masa perkembangannya sebagai remaja awal dalam rentang kehidupan

(15)

konseling dapat memberikan kontribsi yang cukup signifikan terhadap proses

perkembangan siswa secara optimal.

Berdasarkan hal tersebut, masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

“Bagaimana mengatasi kecenderungan prilaku menyimpang pada siswa kelas

VIII SMPN 3 Kota Serang?”

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah dalam penelitian yang

menyoroti upaya bimbingan untuk mengatasi kecenderungan prilaku

mmenyimpang siswa SMP, maka pertanyaan dalam penelitian ini dijabarkan

sebagai berikut :

1. Seperti apa kecenderungan perilaku menyimpang pada siswa SMPN 3 Kota

Serang?

2. Bagaimana profil dan latar belakang prilaku menyimpang pada siswa SMPN 3

Kota Serang?

3. Bagaimana upaya layanan bimbingan bagi siswa berperilaku menyimpang di

SMPN 3 Kota Serang?

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang:

1. Kecenderungan perilaku menyimpang siswa di SMPN 3 Kota Serang.

2. Profil dan latar belakang perilaku menyimpang pada siswa SMPN 3 Kota

(16)

3. Upaya layanan bimbingan bagi siswa berprilaku menyimpang di SMPN 3 Kota

Serang

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil dan latar

belakang prilaku menyimpang siswa SMP. Harapan kedepan, semoga hasil

penelitian ini dapat menjadi salah satu sumber data sebagai rujukan bagi para guru

dalam memahami permasalahan prilaku menyimpang siswa di SMP.

D. MANFAAT PENELITIAN

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah

keilmuan bimbingan dan konseling terutama yang berkaitan dengan profil dan

latar belakang prilaku menyimpang siswa SMP. Secara praktis, hasil penelitian ini

diharapkan dapat membantu para guru pembimbing di lingkungan SMP yang

sebagian besar dari mereka kebanyakan bukan dari basic pendidikan konselor

sekolah, agar mereka dapat memahami profil dan latar belakang prilaku

menyimpang siswa SMP.

E. PENJELASAN ISTILAH

Banyak istilah yang dipakai dalam bahasa asing untuk padanan istilah prilaku

menyimpang dalam bahasa Indonesia. Istilah-istilah yang sering muncul yang

bermakna prilaku menyimpang antara lain seperti : behavior disorder, trouble

(17)

Robert M. Goldenson (1984 : 91) menjelaskan pengertian prilaku

menyimpang sebagai berikut : “Behavior disorder is any form of behavior that is

considered inappropriate by members of social group” (Prilaku menyimpang

merupakan suatu bentuk prilaku yang dianggap tidak layak oleh kelompok

sosial/masyarakat).

Pengertian istilah secara operasional ini dimaksudkan untuk menyamakan

persepsi antara penulis dan pembaca sehingga ada pemahaman yang sama

terhadap istilah-istilah yang dimaksud. Dalam penelitian ini difokuskan pada satu

variabel, yaitu layanan bimbingan kelompok terhadap prilaku siswa yang

menyimpang.

Yang dimaksud profil antara lain dijelaskan sebagai berikut: a side view or

outline of an object; a graph or other visual representation of a person’s abilities

or traits ( William T. McLeod, 1986: 674; Thomas M. Paikeday, 1976: 551). Jadi

yang dimaksud profil adalah: sudut pandang atau gambaran tentang suatu objek;

suatu gambaran atau representasi visual lainnya tentang kemampuan-kemampuan

atau sifat-sifat seseorang.

F. PROSEDUR PENELITIAN

1. Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif,

penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang profil perilaku

(18)

diambil kesimpulan secara deskriftif sehingga diperoleh implikasi untuk

mengembangkan layanan bimbingan di SMP.

2. Metode

Berdasarkan masalah serta tujuan penelitian, metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode studi kasus, yaitu penelitian yang dirancang untuk

memperoleh informasi suatu gejala apa adanya pada saat penelitian itu dilakukan.

Metode studi kasus merupakan metode yang menggambarkan seadanya tentang

suatu variabel, gejala atau keadaan berdasarkan fakta yang tampak pada keadaan

sekarang. Hasil dan kesimpulan dari penelitian studi kasus pada umumnya hanya

mendeskripsikan konsep dan variabel yang diteliti, mendeskripsikan perbedaan

konsep dan variabel, menghubungkan variabel yang satu dengan yang lainnya.

3. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Kota Serang

sebanyak 8 kelas rombongan belajar. Maka dalam hal ini banyaknya subjek

penelitian sebagai sampel total untuk penelitian adalah sejumlah siswa kelas VIII

terdiri dari 310 siswa putra dan putri. Dari sejumlah siswa tersebut yang akan

menjadi fokus penelitian lebih mendalam adalah sekitar 6 orang siswa.

berdasarkkan hasil studi penjajagan tentang ragam prilaku menyimpang yang

(19)

2). Suka merusak barang-barang sekolah, 3). suka ribut /membuat keributan di

kelas, 4). sikap ingin menonjolkan diri.

4. Rancangan Teknik Dan Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh data penelitian, digunakan alat pengumpul data, yaitu

kuesioner yang memuat pertanyaan tentang prilaku siswa. Instrumen ini berupa

angket berbentuk daftar cek dengan lima pilihan jawaban yaitu: selalu, sering,

kadang-kadang, jarang, tidak pernah, berdasarkan keadaan yang di alami

responden. Jika data ini masih dirasa kurang memuaskan, tidak menutup

kemungkinan akan menggunakan pedoman observasi, pedoman wawancara, studi

dokumentasi, catatan anekdot sebagai instrumen tambahan.

5. Pengolahan Dan Penafsiran Data

Setelah seluruh data sampel terkumpul, selanjutnya akan dilakukan

pengolahan data dengan cara : triangulasi data, dan triangulasi analisis. Dengan

membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara dan data

hasil studi dokumentasi serta data lainnya untuk memperoleh derajat keabsahan

(20)

BAB III

PROSEDUR PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk

memperoleh gambaran obyektif tentang profil siswa dengan perilaku

menyimpang di SMP Negeri 3 Kota Serang.

Berkenaan dengan penelitian kualitatif Nana Syaodih Sukmadinata

(2004:60) menjelaskan sebagai berikut: Penelitian kualitatif mempunyai dua

tujuan utama, yaitu pertama menggambarkan dan mengungkap (to describe and

explore), kedua menggambarkan dan menjelaskan (to describe and explain).

Kebanyakan penelitian kualitatif bersifat deskriptif dan eksplanatori. Beberapa

penelitian memberikan deskripsi tentang situasi yang kompleks dan arah bagi

penelitian selanjutnya, penelitian lain memberikan eksplanasi (kejelasan) tentang

hubungan antara peristiwa dengan makna terutama menurut persepsi partisipan.

Dalam penelitian ini peneliti tidak melakukan manipulasi atau tidak

memberikan perlakuan-perlakuan tertentu terhadap objek penelitian, semua

kegiatan berjalan apa adanya. Dalam penelitian ini dapat digunakan pendekatan

kuantitatif berupa pengukuran data yang berupa angka-angka, atau pendekatan

kualitatif melalui penggambaran keadaan secara naratif kualitatif.

Dalam penelitian kualitatif ini untuk memperoleh gambaran obyektif

tentang profil dan latar belakang siswa dengan perilaku menyimpang di SMP

(21)

data antara lain melalui pengamatan dan tes. Kegiatan pengamatan dilaksanakan

dengan melakukan observasi, studi kasus, dan wawancara.

B. Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 3 Kota Serang, dengan subjek

penelitian siswa kelas VIII.

Jumlah siswa kelas VIII sebanyak 300 orang dengan jumlah rombongan

belajar ada 8 kelas. Mengingat jumlah populasi sangat besar yaitu 300 orang

siswa, peneliti hanya mengambil sebagian populasi saja, yaitu sebanyak 150

(22)

C. Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh data mengenai prilaku menyimpang siswa SMPN 3 Kota

Serang, dalam penelitian ini peneliti menggunakan alat pengumpul data berupa

angket, pedoman wawancara, dan studi dokumentasi.

1. Angket

Angket berupa pengerjaan isian tes oleh siswa. Angket atau kuesioner adalah

seperangkat pernyataan atau pertanyaan tertulis dalam lembaran kertas atau

sejenisnya dan disampaikan kepada responden penelitian untuk diisi olehnya

tanpa intervensi dari penelti atau pihak lain. Instrumen penelitian kualitatif dalam

bentuk angket bersifat terbuka dan tidak distandarisasikan seperti pada penelitian

kuantitatif. Angket untuk penelitian kualitatif umumnya tidak berstruktur.

Kuesioner tidak berstruktur adalah kuesioner yang berisi sejumlah pertanyaan,

yang jawabannya ditentukan oleh responden tanpa perlu campur tangan peneliti.

Peneliti tidak menentukan alternatif jawaban untuk setiap pertanyaan yang

diajukan. Sebuah kuesioner terbuka dikatakan memenuhi syarat jika memuat

kriteria sebagai berikut: 1. Dirumuskan secara singkat dan dapat dicerna isinya,

2. Mempunyai urutan yang logis meskipun tidak mutlak, 3. Jawaban yang

diminta mengacu kepada fokus, 4. Mengundang jawaban bebas dari subjek,

namun tetap objektif, 5. Hanya untuk tujuan menjaring data penelitian, 6.

Alternatif jawaban tidak dapat dipastikan, 7. Jawaban yang ada memungkinkan

ditafsirkan secara tepat, 8. Jumlahnya sesuai kebutuhan.

Angket yang telah disiapkan terdiri dari 74 pernyataan, dengan alternatif 5

(23)

2. Wawancara

Wawancara dilakukan terhadap beberapa orang siswa yang diindikasikan

berprilaku menyimpang. Adapun hasil wawancara ini diharapkan dapat

mengungkap aspek-aspek sebagai penyebab munculnya kecenderungan prilaku

menyimpang siswa, sesuai dengan acuan pedoman wawancara.

Wawancara merupakan sebuah percakapan antar dua orang atau lebih, yang

pertanyaannya diajukan oleh peneliti kepada subjek atau sekelompok subjek

penelitian untuk dijawab.

Tujuan wawancara sebagaimana dijelaskan oleh Guba dan Lincoln (1985,

dalam Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 1996:135) antara lain

mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan,

motivasi, tuntutan, kepedulian, dan lain-lain kebulatan; merekonstruksi

kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang dialami masa lalu; memproyeksikan

kebulatan-kebulatan sebagai yang telah diharapkan untuk dialami pada masa

yang akan datang; memverifikasi; mengubah, dan memperluas informasi yang

diperoleh dari orang lain, baik manusia maupun bukan manusia (triangulasi); dan

memverifikasi, mengubah dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh

peneliti sebagai pengecekan anggota.

Ada beberapa cara pembagian jenis wawancara yang dikemukakan dalam

kepustakaan, diantaranya dikemukakan sebagai berikut:

Cara pembagian pertama menurut Patton (1980, dalam Lexy J. Moleong,

(24)

pembicaraan informal, 2. pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara,

3. wawancara baku terbuka.

1. Wawancara pembicaraan informal

Pada jenis wawancara ini pertanyaan yang diajukan sangat bergantung pada

pewawancara sendiri, bergantung pada spontanitas dalam mengajukan

pertanyaan kepada yang diwawancarai. Wawancara demikian dilakukan pada

latar alamiah. Hubungan pewawancara dengan yang diwawancarai dalam

suasana biasa dan wajar, sedangkan pertanyaan dan jawabannya berjalan seperti

pembicaraan biasa saja. Mungkin saja orang yang diwawancarai tidak

menyadari bahwa ia sedang diwawancarai.

2. Pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara

Jenis wawancara ini mengharuskan pewawancara membuat kerangka dan

garis besar pokok-pokok yang ditanyakan dalam proses wawancara.

Pokok-pokok pertanyaan yang dirumuskan tidak perlu ditanyakan sesuai urutan.

Petunjuk wawancara hanya berisi petunjuk secara garis besar tentang proses dan

isi wawancara untuk menjaga agar pokok-pokok yang direncanakan dapat

tercakup seluruhnya. Petunjuk ini mendasarkan diri atas anggapan bahwa ada

jawaban yang secara umum akan sama diberikan oleh para responden, tetapi

yang jelas tidak ada perangkat pertanyaan baku yang disiapkan terlebih dulu.

Pelaksanaan wawancara dan pengurutan pertanyaan disesuaikan dengan keadaan

(25)

3. Wawancara baku terbuka

Jenis wawancara ini adalah wawancara yang menggunakan seperangkat

pertanyaan baku. Urutan pertanyaan, kata-katanya, dan cara penyajiannya pun

sama untuk setiap responden. Maksud pelaksanaan tidak lain merupakan usaha

untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya bias. Wawancara jenis ini

bermanfaat dilakukan apabila pewawancara ada beberapa orang dan yang

diwawancarai cukup banyak jumlahnya.

Berdasarkan pada pembagian wawancara sebagaimana dijelaskan diatas,

peneliti memilih jenis ke2, yaitu: Pendekatan menggunakan petunjuk umum

wawancara. Berikut ini disajikan pedoman wawancara untuk mendukung

kelengkapan instrument tersebut :

Tabel 3.2

Pedoman Wawancara

Tema : Tempat :

Waktu : Responden :

N0. Aspek Arah Pertanyaan Responden

1 Pribadi

Kemandirian, cita-cita, minat belajar,

nilai pelajaran, kesulitan di sekolah,

kasus yang dialami.

2 Keluarga

Perhatian dari orang tua dan saudara,

jumlah anggota keluarga, keharmonisan

keluarga, ekonomi keluarga.

3 Teman sebaya

Pergaulan dengan teman sebaya,

memilih teman bergaul, pengaruh teman

(26)

4 Lingkungan

Keadaan lingkungan masyarakat di

tempat tinggal, pengaruh dari

lingkungan.

5 Pendidikan orang

tua

Latar belakang pendidikan orang tua,

perhatian orang tua pada pendidikan

anak

3. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi dilakukan terhadap berbagai dokumen dalam upaya

menelusuri adanya kecenderungan prilaku menyimpang siswa SMPN 3 Kota

Serang.

Dalam penelitian ini peneliti dapat memanfaatkan dokumen pribadi dan

dokumen resmi untuk dijadikan sebagai studi dokumentasi, yang realisasinya

bisa bekerjasama dengan sekolah melalui wali kelas, guru bimbingan konseling,

dan pembina osis untuk meminta data-data tentang catatan siswa yang menjadi

subjek penelitian.

D. Proses Pengembangan Instrumen

Instrumen prilaku menyimpang siswa akan berbentuk skala Likert terdiri

atas sejumlah pernyataan yang semuanya menunjukkan sikap terhadap suatu

objek tertentu atau ciri tertentu mengenai prilaku menyimpang. Untuk setiap

pernyataan akan disediakan sejumlah alternatif tanggapan yang berjenjang atau

(27)

(SR), Kadang-kadang (KD), Jarang (JR), dan Tidak Pernah( TP). Untuk setiap

alternatif jawaban memiliki bobot nilai yang berbeda, yaitu: SL=5, SR=4,

KD=3, JR=2, TP=1.

Tabel 3.3

Alternatif Jawaban Instrumen

Alternatif Jawaban Skor

+ −

Selalu (SL) 1 5

Sering (SR) 2 4

Kadang-kadang (KD) 3 3

Jarang (JR) 4 2

Tidak Pernah (TP) 5 1

Nilai skala setiap pernyataan dalam skala sikap yang dikembangkan adalah

independen, artinya kesetujuan responden terhadap suatu pernyataan dapat

diartikan seakan-akan ia menempatkan dirinya dalam kontinum psikologis pada

suatu titik yang letaknya ditentukan oleh nilai pernyataan tersebut.

1. Pengembangan Kisi-Kisi Instrumen

Pengembangan kisi-kisi instrument prilaku menyimpang siswa diadaptasi

dari G.D Borich (1996:527) berbentuk bagan prilaku menyimpang ringan,

menengah, dan berat, dan beberapa respon alternatifnya. Kemudian

dikembangkan dalam bentuk pernyataan skala. Penelitian ini hanya memiliki

(28)

Berikut ini adalah rincian kisi-kisi serta komposisi pernyataan indikator

setelah dinilai oleh judger group (kelompok penilai) sebelum dilakukan uji coba.

Tabel 3.4

Kisi-kisi Angket Perilaku Menyimpang Siswa

Variabel Kategori Indikator Item soal

Perilaku

4. Berbicara tanpa angkat tangan

5. Keluar dari tempat duduk

6. Mengganggu yang lain

12. Mempertontonkan keakraban tidak

(29)

Berat

1. Merusak barang milik sekolah atau

orang lain

2. Mencuri, memiliki, atau menjual

barang milik orang lain

2. Uji Validitas Instrumen

Sugiyono (2008: 172-173) mengatakan perlu dibedakan antara hasil

penelitian yang valid dan reliable. Hasil penelitian yang valid bila terdapat

kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi

pada obyek yang diteliti. Hasil penelitian yang reliable, bila terdapat kesamaan

data dalam waktu yang berbeda.

Selanjutnya dijelaskan bahwa instrument yang valid berarti alat ukur yang

digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti

instrument tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya

diukur. Instrumen yang reliable adalah instrument yang digunakan beberapa kali

untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama.

Validiitas instrumen dapat didefinisikan sebagai sejauh mana instrumen itu

mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur. Arikunto (2003: 65)

menyebutkan bahwa sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur

(30)

Jadi instrument yang valid dan reliable merupakan syarat mutlak untuk

mendapatkan hasil penelitian yang valid dan reliable.

Agar dapat memperoleh data yang baik, maka alat untuk mengevaluasinya

harus valid. Penghitungan validitas alat pengumpul data ini menggunakan

bantuan

Pada tahap pengujian validitas konstruk berdasarkan teori tentang

aspek-aspek yang akan diukur, instrument penelitian ini dikonsultasikan kepada

beberapa orang ahli, kepada pembimbing dan 2 orang ahli lainnya untuk dimintai

pendapat dan koreksinya (judgement experts).

Hasil judgement dari 75 item pernyataan dibuang 1 item pernyataan yaitu

nomor 39 (Mencaci maki orang lain ketika marah), hal ini disebabkan secara

implisit pernyataan nomor 39 tersebut mempunyai makna yang sama dengan

nomor 41 (Memaki-maki/ membentak orang lain).

Selanjutnya disarankan agar setiap item pernyataan diawali dengan kata

“Saya” untuk menunjukan responden sebagai subjek.

Setelah instrument direvisi berdasarkan pendapat para ahli tersebut

selanjutnya diuji cobakan kepada 30 orang sampel responden. Setelah data

ditabulasikan maka pengujian konstruksi dilakukan dengan analisis factor

dengan mengkorelasikan antar skor item instrument dengan menggunakan rumus

Spearman-Brown (split-half) yang kemudian dihitung dengan bantuan program

(31)

Sebelum uji validitas, pada awalnya instrument angket berjumlah 74 item.

Namun setelah uji coba jumlah item pernyataan mengalami perubahan menjadi

56 item. Berdasarkan hasil uji coba validitas diketahui dari 74 item pernyataan

ada 18 item pernyataan yang dibuang sehingga tersisa 56 item pernyataan yang

dianggap memadai. Dari 18 item pernyataan yang dibuang ini meliputi 7 item

pada kategori prilaku menyimpang ringan, 3 item pada kategori prilaku

menyimpang menengah, dan 8 item pada kategori prilaku menyimpang berat.

3. Uji Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas berkenaan dengan tingkat keajegan atau ketetapan hasil

pengukuran (Syaodih, 2005: 229). Satu instrument memiliki tingkat reliabilitas

yang memadai apabila instrument yang digunakan mengukur aspek yang diukur

beberapa kali hasilnya sama atau relative sama. Instrumen yang dapat dipercaya

akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga.

Reliabilitas instrument merupakan penunjuk sejauh mana hasil pengukuran

dengan menggunakan instrument tersebut dapat dipercaya. Reliabilitas

instrument ditunjukan sebagai derajat keajegan (konsistensi) skor yang

diperoleh oleh subjek penelitian dengan instrument yang sama dalam kondisi

yang berbeda. Makin tinggi reliabilitas instrument, kemungkinan kesalahan yang

terjadi akan makin kecil.

Pada penelitian ini uji reliabilitas menggunakan rumus Spearman-Brown

(32)

Adapun langkah-langkah penghitungan manual yang ditempuh adalah sebagai

berikut:

1. Pertama, mengelompokan skor butir bernomor ganjil sebagai belahan

pertama dan kelompok bernomor genap sebagai belahan kedua, cara ini biasa

disebut dengan tehnik ganjil-genap.

2. Kedua, mengkorelasikan skor belahan pertama dengan skor belahan kedua

dan akan diperoleh harga

r

xy.

3. Ketiga, indeks korelasi yang diperoleh baru menunjukan hubungan antara

dua belahan instrument.

4. Keempat, indeks reliabilitas soal akan diperoleh dengan rumus

Spearman-Brown yang dikutip dari Arikunto (2002: 156) sebagai berikut:

2 x

r

½½

r

11 =

(

1 +

r

½½

)

Keterangan:

r

11 = reliabilitas instrumen

r

½½ =

r

xy yang disebutkan sebagai indeks korelasi antara dua belahan

instrument

Semakin tinggi harga reliabilitas instrument, kemungkinan kesalahan yang

terjadi akan makin kecil.

Hasil penghitungan menggunakan rumus diatas, diperoleh nilai reliabilitas

sebesar 0,793. Adapun tolok ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas

(33)

Kriteria Koefisien Reliabilitas

0,90 ≤ r11≤ 1,00 reliabilitas sangat tinggi (sangat baik)

0,70 ≤ r11 < 0,90 reliabilitas tinggi

0,40 ≤r11 < 0,70 reliabilitas sedang

0,20 ≤r11 < 0,40 reliabilitas rendah

0,00 ≤ r11 < 0,20 reliabilitas sangat rendah

r11 < 0,00 tidak reliabel

(Suherman, 2003; Guilford dalam Rusefendi, 1998)

Dari hasil uji coba angket sesuai tabel di atas diketahui bahwa derajat

reliabilitas tinggi (0,793) yaitu berada pada 0,70 ≤ r11< 0,90. Dengan demikian

instrument tersebut reliable, artinya instrument yang digunakan memiliki tingkat

reliabilitas yang memadai pada derajat keterandalannya tinggi.

E. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

Pelaksanaan pengumpulan data dilakukan secara serentak sehingga seluruh

responden dapat langsung mengisi kuesioner secara bersamaan dan diawasi

langsung oleh peneliti. Setelah data penelitian terkumpul kemudian diolah

dengan cara pemberian skor terhadap jawaban untuk dihitung skor totalnya.

Untuk pemberian bobot skor digunakan skala Likert dengan pola skor sebagai

berikut: (1) untuk respon jawaban SR diberi skor 1, (2) untuk respon jawaban SL

diberi skor 2, (3) untuk respon jawaban KD diberi skor 3, (4) untuk respon

(34)

data dilakukan berdasarkan kepada perolehan skor total setiap responden, baik

untuk seluruh kategorinya, maupun setiap kategorinya.

F. Analisis dan Penafsiran Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan

kualitatif. Analisis kuantitatif digunakan untuk memperoleh gambaran tentang

kecenderungan prilaku menyimpang siswa di SMPN 3 Kota Serang. Penafsiran

data analisis dilakukan dengan cara mmendeskripsikan makna yang terkandung

dibalik angka-angka. Tingkat kecenderungannya ditentukan dengan

menggunakan lima kategori penafsiraan dengan kriteria yang dirumuskan pada

tabel seperti berikut:

(rata-rata ideal + 1,5 SD) Sangat Tinggi

2

Antara (rata-rata ideal + 1,5 SD)

dan (rata-rata ideal + 0,5 SD) Tinggi

3

Antara (rata-rata ideal + 0,5 SD)

dan (rata-rata ideal - 0,5 SD)

Sedang

4

Antara (rata-rata ideal - 0,5 SD)

dan (rata-rata ideal - 0,5 SD) Rendah

5

Kurang dari

(rata-rata ideal - 1,5 SD) Sangat Rendah

Skor maksimal dari prilaku menyimpang siswa adalah 280, yang diperoleh

dengan cara mengalikan jumlah item soal sebanyak 56 item dengan skor

(35)

yaitu setengan dari jumlah skor maksimal, sebesar 140. Sementara hasil

perhitungan simpangan baku ideal yang diperoleh dengan menggunakan bantuan

program SPSS 13.0 diperoleh angka 13,674.

Penafsiran data kualitatif ini didasarkan kepada hasil observasi, wawancara

dan studi dokumentasi dari beberapa siswa yang berprilaku menyimpang.

Adapun perolehan pengumpulan data melalui pelaksanaan observasi, wawancara

dan studi dokumentasi dilakukan sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi dilakukan berdasarkan fenomena yang dilihat peneliti untuk dapat

menggali informasi lebih jauh melalui orang-orang yang mengenalnya, teman

dekatnya, wali kelasnya, dan yang lainnya. Melalui observasi peneliti

melakukan pengamatan secara cermat terhadap perilaku subjek. Dengan

demikian melalui observasi sebagai langkah awal penelitian ini diharapkan

dapat diperoleh tentang data siswa yang berprilaku menyimpang.

2. Wawancara

Wawancara dilakukan terhadap siswa yang mempunyai kasus setelah

diketahui kecenderungan prilaku menyimpang siswa di SMPN 3 Kota Serang

berdasarkan hasil sebaran angket. Melalui wawancara diharapkan pendalaman

kasus prilaku menyimpang siswa akan makin terungkap. Pelaksanaannya

dilakukan secara kelompok maupun secara individu.

(36)

Studi dokumentasi dilakukan untuk menelusuri lebih jauh tentang prilaku

menyimpang siswa antara lain melalui masukan dari wali kelas (data siswa

(37)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

1. Secara umum profil prilaku menyimpang siswa SMPN 3 Kota Serang memiliki

kecenderungan sangat rendah (tidak pernah).

2. Berdasarkan klasifikasinya diketahui bahwa kecenderungan perilaku

menyimpang kategori ringan indikasi yang banyak dilakukan siswa adalah:

bertingkah/banyak tingkah. Kecenderungan perilaku menyimpang kategori

menengah indikasi yang banyak dilakukan siswa adalah: berbohong, menipu,

menjiplak. Kecenderungan perilaku menyimpang kategori berat indikasi yang

banyak dilakukan siswa adalah: bolos, mangkir sekolah.

3. Profil prilaku menyimpang siswa SMPN 3 Kota Serang secara kualitatif

menunjukkan indikasi kecendrungan sebagai berikut: kasus yang dialami

responden secara umum adalah: sering bolos, kemampuan belajar kurang.

Siswa tersebut umumnya berasal dari latar belakang keluarga yang kurang

mampu.

4. Sebagai upaya tindak lanjut untuk siswa yang bermasalah perlu diupayakan

layanan bimbingan. Adapun sasaran yang ingin dicapai dari layanan tersebut

adalah: siswa memiliki sikap-sikap sosial yang bertanggung jawab, siswa

memiliki pemahaman tentang konsep diri dan kemampuan

mengembangkannya secara efektif, siswa memiliki sikap dan kebiasaan belajar

(38)

Layanan bimbingan yang harus diupayakan bisa menggunakan strategi bimbingan

kelompok untuk kategori ringan, sementara untuk kategori menengah dan berat

menggunakan strategi bimbingan kelompok dan individual.

B. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan, beberapa rekomendasi yang

bisa dilakukan di sekolah dengan tujuan untuk memperbaiki prilaku siswa serta

meningkatkan disiplin mereka.

1. Bagi Kepala Sekolah

Kepala sekolah sebagai pimpinan perlu berpartisipasi aktif dalam menangani

permasalahan prilaku menyimpang siswa. Adapun hal-hal yang bisa dilakukan

antara lain sebagai berikut:

a. Penekanan yang kuat terhadap misi akademik sekolah.

b. Tata tertib dan standar disiplin yang jelas diterapkan secara tegas, adil, dan

konsisten.

c. Suatu etika kepedulian untuk mewujudkan hubungan antar personil di sekolah.

2. Bagi Guru Pembimbing.

a. Dengan kondisi prilaku siswa yang telah dijelaskan pada pembahasan

permasalahan, penting sekali bagi guru pembimbing untuk memberikan

layanan bimbingan yang bersifat preventif dengan tujuan agar siswa mampu

(39)

b. Program bimbingan selain dilaksanakan secara klasikal dapat juga

dilaksanakan secara terpadu dengan program sekolah yang ada seperti dengan

pembina kesiswaan dan Pembina kegiatan ekstra kurikuler.

c. Rekomendasi layanan bagi siswa yang berperilaku menyimpang kategori

ringan, menengah, dan berat, diupayakan agar siswa dapat memiliki

sikap-sikap sosial yang bertanggung jawab, dapat memiliki pemahaman tentang

konsep diri dan kemampuan mengembangkannya secara efektif, dapat

memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif.

3. Bagi peneliti selanjutnya.

Temuan di lapangan menunjukan adanya kecenderungan prilaku menyimpang

walaupun sangat rendah tapi berkaitan dengan kegagalan anak yang

bersangkutan di sekolah, antara lain tidak naik kelas. Penelitian yang sudah

dilakukan belum sampai kepada pengungkapan penyebab terjadinya perilaku

menyimpang pada diri siswa. Oleh karena itu penelitian ini diharapkan bisa

menjadi awal bagi peneliti selanjutnya, terutama dalam hal mengungkap

(40)

DAFTAR PUSTAKA

Arikonto Suharsimi (1997). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT.Reneka Cipta.

Borich, G. D. (1996). Effective Teaching Methods. New Jersey: Prentsie Hall.

Dimyati dan Mudjiono. (2006). Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta.

Dreikurs, R dan P. Cassel. (1974). Discipline Without Tears. New York: Hawthorn Books.

Gnagey, W.J. (1981). Motivating Classroom Disciplines. New York: Macmillan Publishing.

Goldenson, R. M. (1984). Longman Dictionary of Psychology and Psychiatry. New York: Longman.

Jones,V.F. dan L.S.Jones (1998). Comprehensive Classroom Management. Boston: Allyn and Bacon.

McLeod, W.T. (1986). The Collins Paperback English Dictionary. London: Collins Sons Ltd.

Nana Syaodih Sukmadinata (2004). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Natawijaya, Rochman. (1987). Pendekatan-Pendekatan Dalam Penyuluhan Kelompok I. Bandung: CV. Diponegoro.

Natawijaya, Rochman. (2009). Konseling Kelompok, Konsep Dasar &

Pendekatan. Bandung: Rizqi Press.

Nurihsan, Juntika. (2002). Pengantar Bimbingan dan Konseling. Bandung: UPI.

Paikeday, T.M. (1976). Compact Dictionary of Canadian English. Toronto: Holt, Rinehart and Winston.

Stevenson, H.W. dan J.W Stigler (1992). The Learning Gap. New York: A Touchstone Book.

Sugiyono (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Pendekatan Kuantitatif,

(41)

Tan Oon Seng, dkk (2003) Educational Psychology. Singapore: Seng Lee Press.

Undang-undang RI No. 2 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta. Depdikbud.

Undang-undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Walker, James E. dan Thomas M. Shea. (1986). Behavior Management: A

Practical Approach for Educator. Columbus: Merrill Publishing

Company.

Yusuf, Syamsu, LN (2009). Program Bimbingan & Konseling Di Sekolah. Bandung: Rizki Press.

Yusuf, Syamsu, LN dan A. Juntika Nurihsan (2008). Landasan Bimbingan dan

Konseling. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Yusuf, Syamsu, LN (2008) Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Yusuf, Syamsu, LN (2009) Psikologi Program Bimbingan & Konseling di

Gambar

Tabel 3.1   Populasi dan Sampel Penelitian
Tabel 4.1   Prilaku Menyimpang Kategori Ringan Siswa SMPN 3 Kota Serang
Tabel 3.1 Populasi dan Sampel Penelitian
Tabel 3.2 Pedoman Wawancara
+4

Referensi

Dokumen terkait

SHT11 memberikan keluaran data kelembaban dan temperatur pada pin Data secara bergantian sesuai dengan clock yang diberikan oleh mikrokontroller pada Port D pin7

subjek penelitian dari kelompok penderita jantung koroner yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi berjumlah 42 orang, sehingga total data subjek penelitian yang dapat diolah

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi. Dengan cara mengorganisasikan data

Temuan selama implementasi Lesson Study sejak sosialisasi, kajian akademik, workshop penyusunan perangkat pembelajaran ( plan ), observasi pelaksanaan pembelajaran

Pada penulisan ilmiah ini, yang berjudul Aplikasi Ensiklopedia Tentang Habitat dan Pola Tingkah Laku Burung Menintin menjelaskan serta menyajikan tentang berbagai pengetahuan

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. © Hanny Fitriani Yusuf 2016

Pada penelitian ini terdapat 119 pasien yang didiagnosis dengan kandidiasis oral yang dirawat inap serta rawat jalandi RSUP Haji Adam Malik Medan.Pasien

Sama dengan pengelolaan resiko operasional, lembaga keuangan dapat meminimalisir resiko kredit pada kontrak Musyarakah permanen dengan cara terlibat langsung dalam