DAFTAR ISI
B. Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah……… 9
C. Tujuan Penelitian ..……… 13
D. Manfaat Penelitian……… 13
E. Penjealsan Istilah ………...…….. 14
F. Prosedur Penelitia ……… 15
BAB II. PROFIL DAN LATAR BELAKANG SISWA DENGAN PRILAKU MENYIMPANG A. Pengertian Prilaku dan Prilaku Menyimpang ………...………….. 17
B. Latar Belakang Prilaku Menyimpang ………. 19
C. Profil Anak Berprilaku Menyimpang ………... 35
D. Cara Penanggulangan Untuk Mengurangi / Mengubah Prilaku Menyimpang ………. 36
E. Upaya Bimbingan Yang Telah Dilakukan di Sekolah Terhadap Siswa Berprilaku Menyimpang ………... 43
BAB III.PROSEDUR PENELITIAN A. Metode Penelitian ………...……… 48
B. Lokasi dan Subjek Penelitian ………... 49
C. Instrumen Penelitian ………... 50
D. Proses Pengembangan Instrumen ………..………. 54
E. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ………..………….. 61
F. Analisis dan Penafsiran Data ………..………… 62
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian ………..……. 65
B. Profil Prilaku Menyimpang Siswa dan Latar Belakang Kehidupan Keluarga ………... 75
C. Analisis ………... 86
D. Pembahasan Hasil Penelitian………... 88
E. Layanan Bimbingan Bagi Siswa Berprilaku Menyimpang………. 91
BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ……….97
B. Rekomendasi ………..98
Daftar Pustaka………....100 Lampiran-lampiran
DAFTAR TABEL
Tabel 3.2 Pedoman Wawancara
Tabel 3.3 Alternatif Jawaban Instrumen
Tabel 3.4 Kisi-kisi Angket Prilaku Menyimpang Siswa
Tabel 3.5 Kriteria Tingkat Kecenderungan Prilaku Menyimpang Siswa
Tabel 4.1 Prilaku Menyimpang Kategori Ringan Siswa SMPN 3 Kota Serang
Tabel 4.2 Prilaku Menyimpang Kategori Menengah Siswa SMPN 3 Kota Serang
Tabel 4.3 Prilaku Menyimpang Kategori Berat Siswa SMPN 3 Kota Serang
DAFTAR LAMPIRAN
1. Klasifikasi Perilaku Menyimpang
2. Instrument Angket
3. Skor Data Perilaku Menyimpang Kategori Ringan
5. Skor Data Perilaku Menyimpang Kategori Berat
6. Legger Klas, Data Prestasi Akademis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta semakin terbukanya
arus globalisasi memaksa kita untuk semakin mampu meningkatkan keterampilan
dan kecakapan hidup, menghargai informasi dan mampu berkompetisi secara
positif. Perubahan dan perkembangan informasi di bidang teknologi, industri,
politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang terjadi dengan sangat cepat akan
memberikan dampak yang positif juga negatif sehingga mempengaruhi
perkembangan prilaku dan gaya hidup sebagian manusia.
Dewasa ini salah satu yang sangat mempengaruhi masyarakat terutama
kemajuan di bidang teknologi informasi, yang lebih spesifik adalah media masa,
seakan merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan modern. Di satu sisi,
media merupakan salah satu sarana yang bisa menyajikan data dan informasi
secara cepat dan akurat, selain itu media juga bisa menjadi sumber inspirasi dan
gagasan. Sementara di sisi lain dampak yang ditimbulkannya juga cukup
menghawatirkan, terutama bagi para pendidik dan orang tua. Karena melalui
media semua informasi baik yang positif maupun yang negatif semuanya bisa
diakses dengan mudah oleh seluruh lapisan masyarakat, termasuk oleh para
remaja dan pelajar. Informasi mengenai kekerasan, anarkisme, gaya hidup
hedonis, materialistik, yang kadang disajikan secara pulgar oleh media di tengah
masyarakat yang heterogen, jelas akan memberikan dampak yang kurang baik
Hasil penelitian Aliansi Sekolah Anak (ASA) dan Yayasan Buah Hati tahun
2007 di daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang, dan Bekasi, terhadap 1750
pelajar SMP diperoleh data bahwa anak terbanyak mengakses pornografi melalui
handphone 25%, komik 15%, film layar lebar/televise/DVD/VCD 14%, majalah
13%, games 11%, situs internet 9%, dan Koran/tabloid 3% (‘Aini, Media
Komunikasi Guru-Guru PAI SMP, 2008: 6-11). Secara umum kegiatan
mengakses informasi dari berbagai media teknologi tersebut cenderung lebih
mengarah kepada informasi-informasi pornografi.
Menurut para pemerhati masalah media, pergeseran fungsi media dari yang
dulunya diharapkan mampu memberikan nilai positif bagi proses pencerdasan
bangsa, membantu meningkatkan taraf pendidikan rakyat, menjadi corong bagi
percepatan pembangunan peradaban yang arif dan bijaksana sekarang berubah
menyajikan hal-hal yang berbau konfrontatif, kontroversial, takhayul dan
kekerasan, serta gaya hidup hedonis.
Layden mengatakan bahwa media yang tidak mendidik adalah masalah utama
pada kesehatan jiwa penduduk dunia saat ini, efek media negatif (salah satunya
pornografi) bukan hanya memicu ketagihan serius, namun juga membentuk
pergeseran emosi dan prilaku sosial masyarakat.
Beranjak dari kenyataan diatas, timbul suatu pertanyaan mendasar, yaitu :
bagaimana upaya orang tua, guru, atau pendidik secara umum dalam
mempersiapkan generasi baru yang sehat dan dapat berkembang secara optimal,
serta dapat berinteraksi di tengah kehidupan masyarakat yang penuh dengan
Untuk mempersiapkan generasi yang tangguh, berkualitas dan mampu
berinteraksi dalam menghadapi tantangan zaman, pembangunan di bidang
pendidikan merupakan suatu upaya nyata untuk mencerdaskan kehidupan bangsa
dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang
dimaksud sejalan dengan fungsi pendidikan nasional sebagaimana termaktub
dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 Bab II, pasal 3 yaitu:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Fungsi dan tujuan pendidikan tersebut menunjukan karakter pribadi peserta
didik yang diharapkan terbentuk melalui proses pendidikan, yaitu sosok pribadi
yang dapat mengembangkan seluruh potensi yang ia miliki sehingga menjadi
individu yang mampu berkembang secara optimal melalui interaksi antara
perkembangan pribadi dan perubahan yang terjadi.
Pendukung utama bagi tercapainya pembangunan manusia Indonesia yang
bermutu adalah pendidikan yang bermutu. Pendidikan yang bermutu tidak cukup
dilakukan hanya melalui transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi tetapi juga
harus didukung oleh peningkatan profesionalisasi dan sistim manajemen tenaga
kependidikan serta pengembangan kemampuan peserta didik untuk menolong diri
(Yusuf, 2005:2). Dijelaskan pula bahwa pendidikan yang bermutu merupakan
pendidikan yang seimbang tidak hanya mampu menghantarkan peserta didik pada
pencapaian standar kemampuan akademis tetapi juga mampu membuat
perkembangan diri yang sehat dan produktif. Para peserta didik adalah
orang-orang yang sedang mengalami proses perkembangan yang memiliki karakteristik,
kebutuhan, dan tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhinya.
Havighurst (Yusuf, 2008:25), mengartikan: tugas perkembangan sebagai tugas
yang muncul pada periode tertentu dalam rentang kehidupan individu, yang
apabila tugas itu dapat berhasil dituntaskan akan membawa kebahagiaan dan
kesuksesan dalam menuntaskan tugas berikutnya; sementara apabila gagal, maka
akan menyebabkan ketidak bahagiaan pada diri individu yang bersangkutan,
menimbulkan penolakan masyarakat, dan kesulitan-kesulitan dalam menuntaskan
tugas-tugas berikutnya.
Sebagian besar siswa sekolah menengah pertama adalah termasuk masa
remaja awal (12-15 tahun) yang dalam rentang kehidupan individu masa ini
biasanya hanya berlangsung dalam waktu singkat. Seringkali masa ini disebut
masa negatif dengan gejalanya yang secara garis besar dapat diringkas sebagai
berikut: a). negatif dalam prestasi, baik prestasi jasmani maupun prestasi mental,
b). negatif dalam sikap sosial, baik dalam bentuk menarik diri dalam masyarakat
(negatif positif) maupun dalam bentuk agresif terhadap masyarakat (negatif aktif).
Adapun tugas perkembangan pada masa ini menurut Havighurst (Yusuf, 2008:
a. Menerima fisiknya sendiri berikut kematangan kualitasnya.
b. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau figure.
c. Mengembangkan ketrampilan komunikasi interpersonal dan bergaul dengan
teman sebaya
d. Menemukan manusia model yang dijadikan identitasnya
e. Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap kemampuannya
sendiri.
f. Memperkuat self-control (kemampuan mengendalikan diri).
g. Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri (sikap/perilaku
kekanak-kanakan)
Tugas-tugas perkembangan sebagaimana diuraikan di atas merupakan
kompetensi minimal yang harus dikuasai oleh mereka siswa sekolah menengah
pertama, sementara pada rentang kehidupan mereka sebagai remaja awal
seringkali menghadapi masalah-masalah yang sangat kompleks dan tidak dapat
diatasi oleh dirinya sendiri, sehingga membutuhkan bantuan dari guru untuk
mengatasi permasalahan tersebut. Dalam kondisi seperti ini siswa memerlukan
layanan khusus, dan penanganan masalah harus oleh guru bimbingan konseling
atau konselor sekolah, agar para siswa mampu menyelesaikan tugas
perkembangannya secara optimal.
Beberapa permasalahan siswa SMPN 3 Kota Serang, adalah belum bisa
dituntaskannya tugas perkembangan yaitu: memperkuat self-control (kemampuan
(sikap/perilaku kekanak-kanakan). Pada ke dua hal tersebut kompetensi sebagian
siswa masih sangat lemah, hal ini bisa terungkap bila diamati dari kelakuan
beberapa siswa yang umumnya: siswa banyak bolos, siswa suka merusak
barang-barang sekolah, siswa suka ribut/membuat keributan di kelas, dan sikap ingin
menonjolkan diri.
Latar belakang lingkungan siswa yang berasal dari lingkungan pasar dan
beberapa kampung sekitar, dan ada dari lingkungan komplek perumahan, dengan
kemampuan orang tua sebagian besar ekonomi lemah, sehingga banyak lulusan
dari sekolah tersebut yang tidak melanjutkan pendidikannya dengan alasan yang
klasik karena lemahnya ekonomi orang tua, juga karena motivasi belajar mereka
lemah dilihat dari faktor lingkungan yang kurang mendukung. Dengan
lingkungan sekitar yang tidak kondusif, interaksi mereka di sekolah dengan
berbagai latar belakang yang berbeda memunculkan prilaku yang berbeda pula.
Berbagai karakter siswa peserta didik yang diharapkan menjadi generasi
penerus sebagai manusia pembangunan yang beriman, dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab, sebagaimana
yang ditetapkan dalam tujuan pendidikan nasional,ini menjadi tugas yang berat
bagi dunia pendidikan karena berbagai faktor yang dapat menghambat pencapaian
tujuan tersebut, selain faktor ekksternal seperti pengaruh globalisasi dari
kemajuan teknologi informasi yang berdampak pada terserapnya badai informasi
yang positif ataupun negatif, juga dari faktor internal kondisi perserta didik itu
tradisi setempat dapat berpengaruh kuat pada karakter siswa ketika mereka
memanfaatkan waktunya untuk belajar. Mereka umumnya mengalami kesulitan
dalam mengikuti peraturan-peraturan atau norma-norma yang ditetapkan di
sekolah. Sebagai kompensasi dari kesulitan dan ketidak mampuan mereka untuk
beradaptasi menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan menyebabkan akan
muncul prilaku yang salah suai.
Secara umum prilaku menyimpang anak diklasifikasikan oleh Borich (1996)
dalam tiga tingkatan, yaitu: prilaku menyimpang ringan, menengah, berat.
Contoh-contoh perilaku menyimpang ringan, menengah, berat, dan beberapa
respon alternatifnya antara lain dijelaskan sebagai berikut:
Prilaku menyimpang ringan: merusak/mencoret-coret barang milik sekolah
atau milik orang lain, bertingkah/banyak tingkah, berbicara membelakangi.
Respon-respon alternatifnya: memberi peringatan, memberi balikan pada siswa,
pindah tempat duduk. Menengah: keluar kelas tanpa izin, mencaci-maki
sewenang-wenang pada yang lain, tidak patuh. Respon-respon alternatifnya:
penahanan, membuat perjanjian/kesepakatan, menelepon/menyurati orang tua.
Berat: mencuri, memiliki, atau menjual barang milik orang lain, bolos/mangkir
sekolah, menyerang atau mencaci-maki guru. Respon-respon alternatifnya:
penahanan, musyawarah dengan orang tua, penangguhan/pemecatan sekolah.
(Sumber : G. D Borich 1996 : 527)
Contoh-contoh di atas menggambarkan ragam perilaku menyimpang yang
dilakukan anak yang pada dasarnya dapat mengganggu dan menghambat kegiatan
Hubungannya dengan hasil studi penjajagan tentang ragam prilaku
menyimpang yang muncul dari siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Kota Serang
sangat relevan yaitu: 1). banyak bolos, 2). Suka merusak barang-barang
sekolah, 3). suka ribut /membuat keributan di kelas, 4). sikap ingin menonjolkan
diri.
Perilaku menyimpang pada poin 1 dan 2 menurut Borich termasuk
klasifikasi berat, alternatif pemecahan masalahnya dilakukan penahanan. Pada
poin 3 termasuk klasifikasi ringan (sepadan dengan bertingkah/banyak tingkah,
mengganggu yang lain), alternatif pemecahan masalahnya diistirahatkan,
menyurati orang tua. Pada poin 4 ini sangat relevan dengan penelitian tentang
pengelompokan prilaku menyimpang hasil penelitian Dreikurs dan Cassel,
khususnya mengenai power-seeking behavior (prilaku yang mencari kekuatan)
Selain itu anak yang berperilaku menyimpang tidak hanya mengganggu tetapi
juga dapat membahayakan anak lainnya. Oleh sebab itu, perilaku anak yang
menyimpang pada taraf ringan, sedang maupun berat mesti ditangani oleh guru
dengan cara-cara yang tepat.
Cara-cara penanganan yang dilakukan guru untuk meminimalisir bahkan
menghapus perilaku-perilaku anak yang menyimpang sehingga mampu
mengubahnya menjadi berperilaku positif dan produktif tentunya merupakan
suatu usaha yang cukup sulit. Tetapi diyakini bahwa terwujudnya
perilaku-perilaku positf pada diri anak merupakan salah satu prasyarat penting dalam
B. Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah
Sekolah Menengah Pertama (SMP) 3 tahun merupakan kelanjutan pendidikan
dari jenjang Sekolah Dasar (SD) 6 tahun. Diberlakukannya Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional No.2 tahun 1989 (UUSPN No.2 Th.1989) sekaligus
sebagai landasan hokum diberlakukannya Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9
Tahun (Wajar Dikdas 9 Tahun), dimana setiap warga negarta Indonesia usia
sekolah wajib mengikuti pendidikan dasar sampai tamat, yaitu pendidikan 6 tahun
di Sekolah Dasar dan 3 tahun di Sekolah Lanjutan Pertama atau yang sederajat.
Dengan demikian jenjang pendidikan SD dan SMP merupakan kesatuan dari
jenjang pendidikan dasar berdasarkan UUSPN No.2 Tahun1989.
Salah satu tugas dan tanggung jawab guru, termasuk guru SMP, adalah
membantu mewujudkan karakter atau kepribadian anak didik antara lain melalui
upaya menumbuhkan perilaku-perilaku anak ke arah yang positif. Pada
hakekatnya upaya guru dalam membimbing perilaku anak didik ke arah yang
positif merupakan salah satu implikasi dalam melaksanakan amanah dan
mewujudkan salah satu tujuan pendidikan nasional, seperti telah dikutif dan
dijelaskan pada bagian terdahulu sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang
No.20 Tahun 2003, Bab II pasal 3.
Hal-hal yang berkenaan dengan pembentukan watak anak didik, menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan
berakhlak mulia, sebagai bagian dari tujuan pendidikan nasional yang secara
lengkap termakktub dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2003, Bab II pasal 3
tanggung jawab guru dalam mewujudkan karakter anak melalui usaha bimbingan
ke arah perilaku yang positif. Pembentukan karakter anak ke arah
perilaku-perilaku positif tersebut merupakan bagian dari tugas guru setiap saat ketika
melaksanakan kegiatan pembelajaran, yaitu melalui pencapaian tujuan ranah
kognitif (pengetahuan), afektif (prilaku), dan psikomotor (ketrampilan). Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa pembentukan prilaku positif terhadap anak
merupakan ranah afektif sebagai salah satu pencapaian tujuan dalam kegiatan
pembelajaran yang dilakukan guru setiap saat.
Uraian di atas memberi kesimpulan bahwa secara umum hasil-hasil belajar
siswa dapat dilihat atau diukur dengan adanya perubahan pada diri anak dari
ketiga ranah tersebut, yaitu aspek kognitif (pengetahuan), afektif (prilaku), dan
psikomotor (keterampilan). Yang dimaksud perubahan pada diri anak berkaitan
dengan perubahan dalam kemampuan fisik maupun mental, misalnya: dari tidak
tahu menjadi tahu (mental), dari prilaku negative menjadi positif (mental), dan
dari tidak mampu berbuat menjadi mampu (fisik). Dalam hal ini maslah afektif
(prilaku) merupakan salah satu aspek yang menjadi tolok ukur kaitannya dengan
tujuan maupun hasil belajar yang mesti dicapai. Dengan demikian jika anak-anak
yang kita didik prilakunya negatif atau menyimpang, maka dalam hal ini bukan
hanya akan menghambat diri anak bersangkutan dalam bersosialisasi di
lingkungannya, tetapi juga akan menghambat diri anak dalam bersosialisasi dan
belajar di sekolah.
Dreikurs dan Cassel (1974: 32) memberi gambaran bahwa kita harus
discouraged child) dan mencoba menemukan tempatnya; dia berbuat dengan
logika yang salah bahwa prilakunya yang menyimpang akan memperoleh
pengakuan sosial yang dia inginkan.
Berdasarkan studi penjajagan terhadap siswa kelas 2 SMP Negeri 3 Kota
Serang sebanyak 8 kelas secara acak ditemukan adanya berbagai jenis prilaku
menyimpang, seperti: banyak bolos, suka merusak barang-barang sekolah, suka
ribut/membuat keributan di kelas, sikap ingin menonjolkan diri.
Ragam prilaku menyimpang ini memberi pengaruh negatif dan mengganggu
suasana baik dalam kehidupan sekolah maupun suasana kelas, terutama ketika
terjadinya kegiatan pembelajaran.
Hubungannya dengan hasil studi penjajagan tentang ragam prilaku
menyimpang yang muncul dari siswa kelas 2 SMP Negeri 3 Kota Serang, yaitu:
banyak bolos, suka merusak barang-barang sekolah, suka ribut/membuat
keributan di kelas, sikap ingin menonjolkan diri. Maka hasil-hasil penelitian yang
diungkap oleh Johnson dan Beny serta kesimpulan pengelompokkan jenis prilaku
yang dibuat oleh Dreikurs dan Cassel nampaknya dapat menjadi rujukan sesuai
permasalahan penelitian yang dilakukan oleh peneliti.
Penerapan bimbingan konseling untuk mengurangi kecenderungan prilaku
menyimpang siswa SMP menjadi topik yang sangat penting dalam penelitian ini,
mengingat masa perkembangannya sebagai remaja awal dalam rentang kehidupan
konseling dapat memberikan kontribsi yang cukup signifikan terhadap proses
perkembangan siswa secara optimal.
Berdasarkan hal tersebut, masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
“Bagaimana mengatasi kecenderungan prilaku menyimpang pada siswa kelas
VIII SMPN 3 Kota Serang?”
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah dalam penelitian yang
menyoroti upaya bimbingan untuk mengatasi kecenderungan prilaku
mmenyimpang siswa SMP, maka pertanyaan dalam penelitian ini dijabarkan
sebagai berikut :
1. Seperti apa kecenderungan perilaku menyimpang pada siswa SMPN 3 Kota
Serang?
2. Bagaimana profil dan latar belakang prilaku menyimpang pada siswa SMPN 3
Kota Serang?
3. Bagaimana upaya layanan bimbingan bagi siswa berperilaku menyimpang di
SMPN 3 Kota Serang?
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang:
1. Kecenderungan perilaku menyimpang siswa di SMPN 3 Kota Serang.
2. Profil dan latar belakang perilaku menyimpang pada siswa SMPN 3 Kota
3. Upaya layanan bimbingan bagi siswa berprilaku menyimpang di SMPN 3 Kota
Serang
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil dan latar
belakang prilaku menyimpang siswa SMP. Harapan kedepan, semoga hasil
penelitian ini dapat menjadi salah satu sumber data sebagai rujukan bagi para guru
dalam memahami permasalahan prilaku menyimpang siswa di SMP.
D. MANFAAT PENELITIAN
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah
keilmuan bimbingan dan konseling terutama yang berkaitan dengan profil dan
latar belakang prilaku menyimpang siswa SMP. Secara praktis, hasil penelitian ini
diharapkan dapat membantu para guru pembimbing di lingkungan SMP yang
sebagian besar dari mereka kebanyakan bukan dari basic pendidikan konselor
sekolah, agar mereka dapat memahami profil dan latar belakang prilaku
menyimpang siswa SMP.
E. PENJELASAN ISTILAH
Banyak istilah yang dipakai dalam bahasa asing untuk padanan istilah prilaku
menyimpang dalam bahasa Indonesia. Istilah-istilah yang sering muncul yang
bermakna prilaku menyimpang antara lain seperti : behavior disorder, trouble
Robert M. Goldenson (1984 : 91) menjelaskan pengertian prilaku
menyimpang sebagai berikut : “Behavior disorder is any form of behavior that is
considered inappropriate by members of social group” (Prilaku menyimpang
merupakan suatu bentuk prilaku yang dianggap tidak layak oleh kelompok
sosial/masyarakat).
Pengertian istilah secara operasional ini dimaksudkan untuk menyamakan
persepsi antara penulis dan pembaca sehingga ada pemahaman yang sama
terhadap istilah-istilah yang dimaksud. Dalam penelitian ini difokuskan pada satu
variabel, yaitu layanan bimbingan kelompok terhadap prilaku siswa yang
menyimpang.
Yang dimaksud profil antara lain dijelaskan sebagai berikut: a side view or
outline of an object; a graph or other visual representation of a person’s abilities
or traits ( William T. McLeod, 1986: 674; Thomas M. Paikeday, 1976: 551). Jadi
yang dimaksud profil adalah: sudut pandang atau gambaran tentang suatu objek;
suatu gambaran atau representasi visual lainnya tentang kemampuan-kemampuan
atau sifat-sifat seseorang.
F. PROSEDUR PENELITIAN
1. Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif,
penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang profil perilaku
diambil kesimpulan secara deskriftif sehingga diperoleh implikasi untuk
mengembangkan layanan bimbingan di SMP.
2. Metode
Berdasarkan masalah serta tujuan penelitian, metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode studi kasus, yaitu penelitian yang dirancang untuk
memperoleh informasi suatu gejala apa adanya pada saat penelitian itu dilakukan.
Metode studi kasus merupakan metode yang menggambarkan seadanya tentang
suatu variabel, gejala atau keadaan berdasarkan fakta yang tampak pada keadaan
sekarang. Hasil dan kesimpulan dari penelitian studi kasus pada umumnya hanya
mendeskripsikan konsep dan variabel yang diteliti, mendeskripsikan perbedaan
konsep dan variabel, menghubungkan variabel yang satu dengan yang lainnya.
3. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Kota Serang
sebanyak 8 kelas rombongan belajar. Maka dalam hal ini banyaknya subjek
penelitian sebagai sampel total untuk penelitian adalah sejumlah siswa kelas VIII
terdiri dari 310 siswa putra dan putri. Dari sejumlah siswa tersebut yang akan
menjadi fokus penelitian lebih mendalam adalah sekitar 6 orang siswa.
berdasarkkan hasil studi penjajagan tentang ragam prilaku menyimpang yang
2). Suka merusak barang-barang sekolah, 3). suka ribut /membuat keributan di
kelas, 4). sikap ingin menonjolkan diri.
4. Rancangan Teknik Dan Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh data penelitian, digunakan alat pengumpul data, yaitu
kuesioner yang memuat pertanyaan tentang prilaku siswa. Instrumen ini berupa
angket berbentuk daftar cek dengan lima pilihan jawaban yaitu: selalu, sering,
kadang-kadang, jarang, tidak pernah, berdasarkan keadaan yang di alami
responden. Jika data ini masih dirasa kurang memuaskan, tidak menutup
kemungkinan akan menggunakan pedoman observasi, pedoman wawancara, studi
dokumentasi, catatan anekdot sebagai instrumen tambahan.
5. Pengolahan Dan Penafsiran Data
Setelah seluruh data sampel terkumpul, selanjutnya akan dilakukan
pengolahan data dengan cara : triangulasi data, dan triangulasi analisis. Dengan
membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara dan data
hasil studi dokumentasi serta data lainnya untuk memperoleh derajat keabsahan
BAB III
PROSEDUR PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk
memperoleh gambaran obyektif tentang profil siswa dengan perilaku
menyimpang di SMP Negeri 3 Kota Serang.
Berkenaan dengan penelitian kualitatif Nana Syaodih Sukmadinata
(2004:60) menjelaskan sebagai berikut: Penelitian kualitatif mempunyai dua
tujuan utama, yaitu pertama menggambarkan dan mengungkap (to describe and
explore), kedua menggambarkan dan menjelaskan (to describe and explain).
Kebanyakan penelitian kualitatif bersifat deskriptif dan eksplanatori. Beberapa
penelitian memberikan deskripsi tentang situasi yang kompleks dan arah bagi
penelitian selanjutnya, penelitian lain memberikan eksplanasi (kejelasan) tentang
hubungan antara peristiwa dengan makna terutama menurut persepsi partisipan.
Dalam penelitian ini peneliti tidak melakukan manipulasi atau tidak
memberikan perlakuan-perlakuan tertentu terhadap objek penelitian, semua
kegiatan berjalan apa adanya. Dalam penelitian ini dapat digunakan pendekatan
kuantitatif berupa pengukuran data yang berupa angka-angka, atau pendekatan
kualitatif melalui penggambaran keadaan secara naratif kualitatif.
Dalam penelitian kualitatif ini untuk memperoleh gambaran obyektif
tentang profil dan latar belakang siswa dengan perilaku menyimpang di SMP
data antara lain melalui pengamatan dan tes. Kegiatan pengamatan dilaksanakan
dengan melakukan observasi, studi kasus, dan wawancara.
B. Lokasi dan Subjek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 3 Kota Serang, dengan subjek
penelitian siswa kelas VIII.
Jumlah siswa kelas VIII sebanyak 300 orang dengan jumlah rombongan
belajar ada 8 kelas. Mengingat jumlah populasi sangat besar yaitu 300 orang
siswa, peneliti hanya mengambil sebagian populasi saja, yaitu sebanyak 150
C. Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh data mengenai prilaku menyimpang siswa SMPN 3 Kota
Serang, dalam penelitian ini peneliti menggunakan alat pengumpul data berupa
angket, pedoman wawancara, dan studi dokumentasi.
1. Angket
Angket berupa pengerjaan isian tes oleh siswa. Angket atau kuesioner adalah
seperangkat pernyataan atau pertanyaan tertulis dalam lembaran kertas atau
sejenisnya dan disampaikan kepada responden penelitian untuk diisi olehnya
tanpa intervensi dari penelti atau pihak lain. Instrumen penelitian kualitatif dalam
bentuk angket bersifat terbuka dan tidak distandarisasikan seperti pada penelitian
kuantitatif. Angket untuk penelitian kualitatif umumnya tidak berstruktur.
Kuesioner tidak berstruktur adalah kuesioner yang berisi sejumlah pertanyaan,
yang jawabannya ditentukan oleh responden tanpa perlu campur tangan peneliti.
Peneliti tidak menentukan alternatif jawaban untuk setiap pertanyaan yang
diajukan. Sebuah kuesioner terbuka dikatakan memenuhi syarat jika memuat
kriteria sebagai berikut: 1. Dirumuskan secara singkat dan dapat dicerna isinya,
2. Mempunyai urutan yang logis meskipun tidak mutlak, 3. Jawaban yang
diminta mengacu kepada fokus, 4. Mengundang jawaban bebas dari subjek,
namun tetap objektif, 5. Hanya untuk tujuan menjaring data penelitian, 6.
Alternatif jawaban tidak dapat dipastikan, 7. Jawaban yang ada memungkinkan
ditafsirkan secara tepat, 8. Jumlahnya sesuai kebutuhan.
Angket yang telah disiapkan terdiri dari 74 pernyataan, dengan alternatif 5
2. Wawancara
Wawancara dilakukan terhadap beberapa orang siswa yang diindikasikan
berprilaku menyimpang. Adapun hasil wawancara ini diharapkan dapat
mengungkap aspek-aspek sebagai penyebab munculnya kecenderungan prilaku
menyimpang siswa, sesuai dengan acuan pedoman wawancara.
Wawancara merupakan sebuah percakapan antar dua orang atau lebih, yang
pertanyaannya diajukan oleh peneliti kepada subjek atau sekelompok subjek
penelitian untuk dijawab.
Tujuan wawancara sebagaimana dijelaskan oleh Guba dan Lincoln (1985,
dalam Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 1996:135) antara lain
mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan,
motivasi, tuntutan, kepedulian, dan lain-lain kebulatan; merekonstruksi
kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang dialami masa lalu; memproyeksikan
kebulatan-kebulatan sebagai yang telah diharapkan untuk dialami pada masa
yang akan datang; memverifikasi; mengubah, dan memperluas informasi yang
diperoleh dari orang lain, baik manusia maupun bukan manusia (triangulasi); dan
memverifikasi, mengubah dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh
peneliti sebagai pengecekan anggota.
Ada beberapa cara pembagian jenis wawancara yang dikemukakan dalam
kepustakaan, diantaranya dikemukakan sebagai berikut:
Cara pembagian pertama menurut Patton (1980, dalam Lexy J. Moleong,
pembicaraan informal, 2. pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara,
3. wawancara baku terbuka.
1. Wawancara pembicaraan informal
Pada jenis wawancara ini pertanyaan yang diajukan sangat bergantung pada
pewawancara sendiri, bergantung pada spontanitas dalam mengajukan
pertanyaan kepada yang diwawancarai. Wawancara demikian dilakukan pada
latar alamiah. Hubungan pewawancara dengan yang diwawancarai dalam
suasana biasa dan wajar, sedangkan pertanyaan dan jawabannya berjalan seperti
pembicaraan biasa saja. Mungkin saja orang yang diwawancarai tidak
menyadari bahwa ia sedang diwawancarai.
2. Pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara
Jenis wawancara ini mengharuskan pewawancara membuat kerangka dan
garis besar pokok-pokok yang ditanyakan dalam proses wawancara.
Pokok-pokok pertanyaan yang dirumuskan tidak perlu ditanyakan sesuai urutan.
Petunjuk wawancara hanya berisi petunjuk secara garis besar tentang proses dan
isi wawancara untuk menjaga agar pokok-pokok yang direncanakan dapat
tercakup seluruhnya. Petunjuk ini mendasarkan diri atas anggapan bahwa ada
jawaban yang secara umum akan sama diberikan oleh para responden, tetapi
yang jelas tidak ada perangkat pertanyaan baku yang disiapkan terlebih dulu.
Pelaksanaan wawancara dan pengurutan pertanyaan disesuaikan dengan keadaan
3. Wawancara baku terbuka
Jenis wawancara ini adalah wawancara yang menggunakan seperangkat
pertanyaan baku. Urutan pertanyaan, kata-katanya, dan cara penyajiannya pun
sama untuk setiap responden. Maksud pelaksanaan tidak lain merupakan usaha
untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya bias. Wawancara jenis ini
bermanfaat dilakukan apabila pewawancara ada beberapa orang dan yang
diwawancarai cukup banyak jumlahnya.
Berdasarkan pada pembagian wawancara sebagaimana dijelaskan diatas,
peneliti memilih jenis ke2, yaitu: Pendekatan menggunakan petunjuk umum
wawancara. Berikut ini disajikan pedoman wawancara untuk mendukung
kelengkapan instrument tersebut :
Tabel 3.2
Pedoman Wawancara
Tema : Tempat :
Waktu : Responden :
N0. Aspek Arah Pertanyaan Responden
1 Pribadi
Kemandirian, cita-cita, minat belajar,
nilai pelajaran, kesulitan di sekolah,
kasus yang dialami.
2 Keluarga
Perhatian dari orang tua dan saudara,
jumlah anggota keluarga, keharmonisan
keluarga, ekonomi keluarga.
3 Teman sebaya
Pergaulan dengan teman sebaya,
memilih teman bergaul, pengaruh teman
4 Lingkungan
Keadaan lingkungan masyarakat di
tempat tinggal, pengaruh dari
lingkungan.
5 Pendidikan orang
tua
Latar belakang pendidikan orang tua,
perhatian orang tua pada pendidikan
anak
3. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi dilakukan terhadap berbagai dokumen dalam upaya
menelusuri adanya kecenderungan prilaku menyimpang siswa SMPN 3 Kota
Serang.
Dalam penelitian ini peneliti dapat memanfaatkan dokumen pribadi dan
dokumen resmi untuk dijadikan sebagai studi dokumentasi, yang realisasinya
bisa bekerjasama dengan sekolah melalui wali kelas, guru bimbingan konseling,
dan pembina osis untuk meminta data-data tentang catatan siswa yang menjadi
subjek penelitian.
D. Proses Pengembangan Instrumen
Instrumen prilaku menyimpang siswa akan berbentuk skala Likert terdiri
atas sejumlah pernyataan yang semuanya menunjukkan sikap terhadap suatu
objek tertentu atau ciri tertentu mengenai prilaku menyimpang. Untuk setiap
pernyataan akan disediakan sejumlah alternatif tanggapan yang berjenjang atau
(SR), Kadang-kadang (KD), Jarang (JR), dan Tidak Pernah( TP). Untuk setiap
alternatif jawaban memiliki bobot nilai yang berbeda, yaitu: SL=5, SR=4,
KD=3, JR=2, TP=1.
Tabel 3.3
Alternatif Jawaban Instrumen
Alternatif Jawaban Skor
+ −
Selalu (SL) 1 5
Sering (SR) 2 4
Kadang-kadang (KD) 3 3
Jarang (JR) 4 2
Tidak Pernah (TP) 5 1
Nilai skala setiap pernyataan dalam skala sikap yang dikembangkan adalah
independen, artinya kesetujuan responden terhadap suatu pernyataan dapat
diartikan seakan-akan ia menempatkan dirinya dalam kontinum psikologis pada
suatu titik yang letaknya ditentukan oleh nilai pernyataan tersebut.
1. Pengembangan Kisi-Kisi Instrumen
Pengembangan kisi-kisi instrument prilaku menyimpang siswa diadaptasi
dari G.D Borich (1996:527) berbentuk bagan prilaku menyimpang ringan,
menengah, dan berat, dan beberapa respon alternatifnya. Kemudian
dikembangkan dalam bentuk pernyataan skala. Penelitian ini hanya memiliki
Berikut ini adalah rincian kisi-kisi serta komposisi pernyataan indikator
setelah dinilai oleh judger group (kelompok penilai) sebelum dilakukan uji coba.
Tabel 3.4
Kisi-kisi Angket Perilaku Menyimpang Siswa
Variabel Kategori Indikator Item soal
Perilaku
4. Berbicara tanpa angkat tangan
5. Keluar dari tempat duduk
6. Mengganggu yang lain
12. Mempertontonkan keakraban tidak
Berat
1. Merusak barang milik sekolah atau
orang lain
2. Mencuri, memiliki, atau menjual
barang milik orang lain
2. Uji Validitas Instrumen
Sugiyono (2008: 172-173) mengatakan perlu dibedakan antara hasil
penelitian yang valid dan reliable. Hasil penelitian yang valid bila terdapat
kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi
pada obyek yang diteliti. Hasil penelitian yang reliable, bila terdapat kesamaan
data dalam waktu yang berbeda.
Selanjutnya dijelaskan bahwa instrument yang valid berarti alat ukur yang
digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti
instrument tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya
diukur. Instrumen yang reliable adalah instrument yang digunakan beberapa kali
untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama.
Validiitas instrumen dapat didefinisikan sebagai sejauh mana instrumen itu
mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur. Arikunto (2003: 65)
menyebutkan bahwa sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur
Jadi instrument yang valid dan reliable merupakan syarat mutlak untuk
mendapatkan hasil penelitian yang valid dan reliable.
Agar dapat memperoleh data yang baik, maka alat untuk mengevaluasinya
harus valid. Penghitungan validitas alat pengumpul data ini menggunakan
bantuan
Pada tahap pengujian validitas konstruk berdasarkan teori tentang
aspek-aspek yang akan diukur, instrument penelitian ini dikonsultasikan kepada
beberapa orang ahli, kepada pembimbing dan 2 orang ahli lainnya untuk dimintai
pendapat dan koreksinya (judgement experts).
Hasil judgement dari 75 item pernyataan dibuang 1 item pernyataan yaitu
nomor 39 (Mencaci maki orang lain ketika marah), hal ini disebabkan secara
implisit pernyataan nomor 39 tersebut mempunyai makna yang sama dengan
nomor 41 (Memaki-maki/ membentak orang lain).
Selanjutnya disarankan agar setiap item pernyataan diawali dengan kata
“Saya” untuk menunjukan responden sebagai subjek.
Setelah instrument direvisi berdasarkan pendapat para ahli tersebut
selanjutnya diuji cobakan kepada 30 orang sampel responden. Setelah data
ditabulasikan maka pengujian konstruksi dilakukan dengan analisis factor
dengan mengkorelasikan antar skor item instrument dengan menggunakan rumus
Spearman-Brown (split-half) yang kemudian dihitung dengan bantuan program
Sebelum uji validitas, pada awalnya instrument angket berjumlah 74 item.
Namun setelah uji coba jumlah item pernyataan mengalami perubahan menjadi
56 item. Berdasarkan hasil uji coba validitas diketahui dari 74 item pernyataan
ada 18 item pernyataan yang dibuang sehingga tersisa 56 item pernyataan yang
dianggap memadai. Dari 18 item pernyataan yang dibuang ini meliputi 7 item
pada kategori prilaku menyimpang ringan, 3 item pada kategori prilaku
menyimpang menengah, dan 8 item pada kategori prilaku menyimpang berat.
3. Uji Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas berkenaan dengan tingkat keajegan atau ketetapan hasil
pengukuran (Syaodih, 2005: 229). Satu instrument memiliki tingkat reliabilitas
yang memadai apabila instrument yang digunakan mengukur aspek yang diukur
beberapa kali hasilnya sama atau relative sama. Instrumen yang dapat dipercaya
akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga.
Reliabilitas instrument merupakan penunjuk sejauh mana hasil pengukuran
dengan menggunakan instrument tersebut dapat dipercaya. Reliabilitas
instrument ditunjukan sebagai derajat keajegan (konsistensi) skor yang
diperoleh oleh subjek penelitian dengan instrument yang sama dalam kondisi
yang berbeda. Makin tinggi reliabilitas instrument, kemungkinan kesalahan yang
terjadi akan makin kecil.
Pada penelitian ini uji reliabilitas menggunakan rumus Spearman-Brown
Adapun langkah-langkah penghitungan manual yang ditempuh adalah sebagai
berikut:
1. Pertama, mengelompokan skor butir bernomor ganjil sebagai belahan
pertama dan kelompok bernomor genap sebagai belahan kedua, cara ini biasa
disebut dengan tehnik ganjil-genap.
2. Kedua, mengkorelasikan skor belahan pertama dengan skor belahan kedua
dan akan diperoleh harga
r
xy.3. Ketiga, indeks korelasi yang diperoleh baru menunjukan hubungan antara
dua belahan instrument.
4. Keempat, indeks reliabilitas soal akan diperoleh dengan rumus
Spearman-Brown yang dikutip dari Arikunto (2002: 156) sebagai berikut:
2 x
r
½½
r
11 =(
1 +r
½½)
Keterangan:r
11 = reliabilitas instrumenr
½½ =r
xy yang disebutkan sebagai indeks korelasi antara dua belahaninstrument
Semakin tinggi harga reliabilitas instrument, kemungkinan kesalahan yang
terjadi akan makin kecil.
Hasil penghitungan menggunakan rumus diatas, diperoleh nilai reliabilitas
sebesar 0,793. Adapun tolok ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas
Kriteria Koefisien Reliabilitas
0,90 ≤ r11≤ 1,00 reliabilitas sangat tinggi (sangat baik)
0,70 ≤ r11 < 0,90 reliabilitas tinggi
0,40 ≤r11 < 0,70 reliabilitas sedang
0,20 ≤r11 < 0,40 reliabilitas rendah
0,00 ≤ r11 < 0,20 reliabilitas sangat rendah
r11 < 0,00 tidak reliabel
(Suherman, 2003; Guilford dalam Rusefendi, 1998)
Dari hasil uji coba angket sesuai tabel di atas diketahui bahwa derajat
reliabilitas tinggi (0,793) yaitu berada pada 0,70 ≤ r11< 0,90. Dengan demikian
instrument tersebut reliable, artinya instrument yang digunakan memiliki tingkat
reliabilitas yang memadai pada derajat keterandalannya tinggi.
E. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data
Pelaksanaan pengumpulan data dilakukan secara serentak sehingga seluruh
responden dapat langsung mengisi kuesioner secara bersamaan dan diawasi
langsung oleh peneliti. Setelah data penelitian terkumpul kemudian diolah
dengan cara pemberian skor terhadap jawaban untuk dihitung skor totalnya.
Untuk pemberian bobot skor digunakan skala Likert dengan pola skor sebagai
berikut: (1) untuk respon jawaban SR diberi skor 1, (2) untuk respon jawaban SL
diberi skor 2, (3) untuk respon jawaban KD diberi skor 3, (4) untuk respon
data dilakukan berdasarkan kepada perolehan skor total setiap responden, baik
untuk seluruh kategorinya, maupun setiap kategorinya.
F. Analisis dan Penafsiran Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan
kualitatif. Analisis kuantitatif digunakan untuk memperoleh gambaran tentang
kecenderungan prilaku menyimpang siswa di SMPN 3 Kota Serang. Penafsiran
data analisis dilakukan dengan cara mmendeskripsikan makna yang terkandung
dibalik angka-angka. Tingkat kecenderungannya ditentukan dengan
menggunakan lima kategori penafsiraan dengan kriteria yang dirumuskan pada
tabel seperti berikut:
(rata-rata ideal + 1,5 SD) Sangat Tinggi
2
Antara (rata-rata ideal + 1,5 SD)
dan (rata-rata ideal + 0,5 SD) Tinggi
3
Antara (rata-rata ideal + 0,5 SD)
dan (rata-rata ideal - 0,5 SD)
Sedang
4
Antara (rata-rata ideal - 0,5 SD)
dan (rata-rata ideal - 0,5 SD) Rendah
5
Kurang dari
(rata-rata ideal - 1,5 SD) Sangat Rendah
Skor maksimal dari prilaku menyimpang siswa adalah 280, yang diperoleh
dengan cara mengalikan jumlah item soal sebanyak 56 item dengan skor
yaitu setengan dari jumlah skor maksimal, sebesar 140. Sementara hasil
perhitungan simpangan baku ideal yang diperoleh dengan menggunakan bantuan
program SPSS 13.0 diperoleh angka 13,674.
Penafsiran data kualitatif ini didasarkan kepada hasil observasi, wawancara
dan studi dokumentasi dari beberapa siswa yang berprilaku menyimpang.
Adapun perolehan pengumpulan data melalui pelaksanaan observasi, wawancara
dan studi dokumentasi dilakukan sebagai berikut:
1. Observasi
Observasi dilakukan berdasarkan fenomena yang dilihat peneliti untuk dapat
menggali informasi lebih jauh melalui orang-orang yang mengenalnya, teman
dekatnya, wali kelasnya, dan yang lainnya. Melalui observasi peneliti
melakukan pengamatan secara cermat terhadap perilaku subjek. Dengan
demikian melalui observasi sebagai langkah awal penelitian ini diharapkan
dapat diperoleh tentang data siswa yang berprilaku menyimpang.
2. Wawancara
Wawancara dilakukan terhadap siswa yang mempunyai kasus setelah
diketahui kecenderungan prilaku menyimpang siswa di SMPN 3 Kota Serang
berdasarkan hasil sebaran angket. Melalui wawancara diharapkan pendalaman
kasus prilaku menyimpang siswa akan makin terungkap. Pelaksanaannya
dilakukan secara kelompok maupun secara individu.
Studi dokumentasi dilakukan untuk menelusuri lebih jauh tentang prilaku
menyimpang siswa antara lain melalui masukan dari wali kelas (data siswa
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
1. Secara umum profil prilaku menyimpang siswa SMPN 3 Kota Serang memiliki
kecenderungan sangat rendah (tidak pernah).
2. Berdasarkan klasifikasinya diketahui bahwa kecenderungan perilaku
menyimpang kategori ringan indikasi yang banyak dilakukan siswa adalah:
bertingkah/banyak tingkah. Kecenderungan perilaku menyimpang kategori
menengah indikasi yang banyak dilakukan siswa adalah: berbohong, menipu,
menjiplak. Kecenderungan perilaku menyimpang kategori berat indikasi yang
banyak dilakukan siswa adalah: bolos, mangkir sekolah.
3. Profil prilaku menyimpang siswa SMPN 3 Kota Serang secara kualitatif
menunjukkan indikasi kecendrungan sebagai berikut: kasus yang dialami
responden secara umum adalah: sering bolos, kemampuan belajar kurang.
Siswa tersebut umumnya berasal dari latar belakang keluarga yang kurang
mampu.
4. Sebagai upaya tindak lanjut untuk siswa yang bermasalah perlu diupayakan
layanan bimbingan. Adapun sasaran yang ingin dicapai dari layanan tersebut
adalah: siswa memiliki sikap-sikap sosial yang bertanggung jawab, siswa
memiliki pemahaman tentang konsep diri dan kemampuan
mengembangkannya secara efektif, siswa memiliki sikap dan kebiasaan belajar
Layanan bimbingan yang harus diupayakan bisa menggunakan strategi bimbingan
kelompok untuk kategori ringan, sementara untuk kategori menengah dan berat
menggunakan strategi bimbingan kelompok dan individual.
B. Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan, beberapa rekomendasi yang
bisa dilakukan di sekolah dengan tujuan untuk memperbaiki prilaku siswa serta
meningkatkan disiplin mereka.
1. Bagi Kepala Sekolah
Kepala sekolah sebagai pimpinan perlu berpartisipasi aktif dalam menangani
permasalahan prilaku menyimpang siswa. Adapun hal-hal yang bisa dilakukan
antara lain sebagai berikut:
a. Penekanan yang kuat terhadap misi akademik sekolah.
b. Tata tertib dan standar disiplin yang jelas diterapkan secara tegas, adil, dan
konsisten.
c. Suatu etika kepedulian untuk mewujudkan hubungan antar personil di sekolah.
2. Bagi Guru Pembimbing.
a. Dengan kondisi prilaku siswa yang telah dijelaskan pada pembahasan
permasalahan, penting sekali bagi guru pembimbing untuk memberikan
layanan bimbingan yang bersifat preventif dengan tujuan agar siswa mampu
b. Program bimbingan selain dilaksanakan secara klasikal dapat juga
dilaksanakan secara terpadu dengan program sekolah yang ada seperti dengan
pembina kesiswaan dan Pembina kegiatan ekstra kurikuler.
c. Rekomendasi layanan bagi siswa yang berperilaku menyimpang kategori
ringan, menengah, dan berat, diupayakan agar siswa dapat memiliki
sikap-sikap sosial yang bertanggung jawab, dapat memiliki pemahaman tentang
konsep diri dan kemampuan mengembangkannya secara efektif, dapat
memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif.
3. Bagi peneliti selanjutnya.
Temuan di lapangan menunjukan adanya kecenderungan prilaku menyimpang
walaupun sangat rendah tapi berkaitan dengan kegagalan anak yang
bersangkutan di sekolah, antara lain tidak naik kelas. Penelitian yang sudah
dilakukan belum sampai kepada pengungkapan penyebab terjadinya perilaku
menyimpang pada diri siswa. Oleh karena itu penelitian ini diharapkan bisa
menjadi awal bagi peneliti selanjutnya, terutama dalam hal mengungkap
DAFTAR PUSTAKA
Arikonto Suharsimi (1997). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT.Reneka Cipta.
Borich, G. D. (1996). Effective Teaching Methods. New Jersey: Prentsie Hall.
Dimyati dan Mudjiono. (2006). Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta.
Dreikurs, R dan P. Cassel. (1974). Discipline Without Tears. New York: Hawthorn Books.
Gnagey, W.J. (1981). Motivating Classroom Disciplines. New York: Macmillan Publishing.
Goldenson, R. M. (1984). Longman Dictionary of Psychology and Psychiatry. New York: Longman.
Jones,V.F. dan L.S.Jones (1998). Comprehensive Classroom Management. Boston: Allyn and Bacon.
McLeod, W.T. (1986). The Collins Paperback English Dictionary. London: Collins Sons Ltd.
Nana Syaodih Sukmadinata (2004). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Natawijaya, Rochman. (1987). Pendekatan-Pendekatan Dalam Penyuluhan Kelompok I. Bandung: CV. Diponegoro.
Natawijaya, Rochman. (2009). Konseling Kelompok, Konsep Dasar &
Pendekatan. Bandung: Rizqi Press.
Nurihsan, Juntika. (2002). Pengantar Bimbingan dan Konseling. Bandung: UPI.
Paikeday, T.M. (1976). Compact Dictionary of Canadian English. Toronto: Holt, Rinehart and Winston.
Stevenson, H.W. dan J.W Stigler (1992). The Learning Gap. New York: A Touchstone Book.
Sugiyono (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Pendekatan Kuantitatif,
Tan Oon Seng, dkk (2003) Educational Psychology. Singapore: Seng Lee Press.
Undang-undang RI No. 2 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta. Depdikbud.
Undang-undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Walker, James E. dan Thomas M. Shea. (1986). Behavior Management: A
Practical Approach for Educator. Columbus: Merrill Publishing
Company.
Yusuf, Syamsu, LN (2009). Program Bimbingan & Konseling Di Sekolah. Bandung: Rizki Press.
Yusuf, Syamsu, LN dan A. Juntika Nurihsan (2008). Landasan Bimbingan dan
Konseling. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Yusuf, Syamsu, LN (2008) Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Yusuf, Syamsu, LN (2009) Psikologi Program Bimbingan & Konseling di