DAN TEKS BAHASA INGGRIS
THE IMPLEMENTATION OF CONCEPT CHECKING QUESTION (CCQ) IN INCREASING THE CADET’S UNDERSTANDING TOWARD GRAMMAR
VOCABULARY CONCEPTS AN ENGLISH TEXT
Deni Sapta Nugraha
Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia
Jalan Raya PLP Curug, Serdang Wetan, Legok, Tangerang, Banten Pos-el: stpi@stpicurug.ac.id.
(Makalah diterima tanggal 7 Maret 2017—Disetujui tanggal 6 Juni 2017)
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi Concept Checking Questions
(CCQs) sebagai sebuah teknik questioning dalam meningkatkan pemahaman taruna terhadap unsur-unsur bahasa seperti tata bahasa dan kosakata, selain meningkatkan pemahaman terhadap unsur-unsur bahasa, CCQ dalam penelitian ini juga digunakan dalam meningkatkan pemahaman membaca taruna terhadap teks bahasa Inggris. Instrumen dalam penelitian ini adalah lembar tes bahasa Inggris, kuesioner, dan observasi lapangan. Metode penelitian ini menggunakan rancangan classroom action
research (penelitian tindakan kelas) dimana proses implementasi CCQ ini dilakukan di dalam kelas
untuk melihat peningkatan pemahaman taruna terhadap unsure bahasa dan keterampilan bahasa terutama membaca. Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus. Hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan CCQ mampu meningkatkan pemahaman taruna terhadap konsep-konsep kosakata dan tata bahasa serta text, dengan capaian nilai rata-rata 82dari nilai yang telah ditentukan sebesar 75.
Kata Kunci: Concept Checking Questions (CCQ), kosakata, tata bahasa,membaca
Abstract: The aim of this research is to investigate the implementation of Concept Checking Questions (CCQs) as a teaching strategy to verify cadet’s comprehension on concept of language elements such as vocabulary and grammar. Besides that, CCQs was also used to see cadet’s comprehension on reading skill. In collecting the data, researcher used Test, questionnaire, and field notes. This research was conducted fully based on classroom action research in which the implementation of CCQs were taken place to focus on improving cadets’ comprehension on language elements and skills, particularly reading skills. The research was done in two cycles. Result revealed that the use of CCQs could enhance cadets’ mastery toward concept of language elements and reading. The findings showed that the average score of the students’ speaking performance could achieve 82 from the determined score 75.
Keywords: Concept Checking Questions (CCQ), vocabulary, grammar, reading PENDAHULUAN
Dalam proses belajar mengajar di kelas, pola umum yang sudah terbentuk untuk melalui proses tersebut terdiri dari kegiatan pembukaan, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Ketiga kegiatan tersebut mesti dilakukan dengan runut dan teliti karena bagian-bagian kegiatan
tersebut memiliki peran yang penting akan tercapainya proses pengajaran dan pembelajaran yang efektif (Biggs and Tang, 2011)
Para dosen menjelaskan sebuah konsep kepada taruna biasanya dilakukan pada awal kegiatan belajar. Jika diperhatikan, para taruna sering terlihat faham dan mengerti terhadap
penjelasan konsep yang dipaparkan oleh dosen atau guru. Diantara mereka ada yang menganggukan kepala, tersenyum, bahkan tatapan mata yang fokus pertanda mereka memahami
terhadap penjelasan yang
disampaikan. Namun, benarkah
mereka memahami atau mengerti terhadap penjelasan tersebut? Apakah
mereka setuju dan menerima
penjelasan dosennya? Kemudian, apakah tanda-tanda yang diperoleh berupa mimik atau gesture para taruna membuat dosen atau guru puas? Seringkali pada akhirnya dosen berasumsi bahwa para taruna telah memahami dan mengerti terhadap
penjelasan dalam proses
pembelajarannya, dosen tidak lagi melakukan penguatan konsep.
Inilah kenyataan yang terjadi di dalam kelas. seringkali dosen merasa puas dengan indikator-indikator tersebut yang belum terukur, kemudian para dosen secara otomatis memberikan materi latihan atau praktik tanpa mengonfirmasi terlebih dahulu. Bayangkan kita sedang menjelaskan sebuah kosa kata kepada taruna, sebuah kata “Landing Gear” dan kita menjelaskannya dengan mengatakan “It’s used for aircraft and it functions to support fuselage for taking off and landing” kemudian mereka mengangguk dan tersenyum, bahkan kita mungkin bertanya, “do you know it?” atau “Do you get the idea?” Setelah itu, kita menganggap semuanya berjalan dengan sempurna.
Pertanyaan lain yang sering diberikan kepada para peserta didik di dalam kelas misalnya adalah, “Baik, apakah anda mengerti? Apakah anda bisa mengikuti penjelasan saya? Oke gampang kan materinya? Apakah ada pertanyaan?” Setelah kita memberikan pertanyaan-pertanyaan tersebut, para taruna menjawab “ya saya mengerti”,
atau “siap bu/pak” atau mungkin “saya paham penjelasaanya”, atau taruna cukup menganggukan kepala dan bahkan mungkin diam. Lalu, apa kesimpulan dan rencana berikutnya, apakah melanjutkannya ke materi latihan dan praktik karena dosen berasumsi bahwa para taruna sudah mengerti dengan bukti jawaban-jawaban tersebut.
Penelitian mengungkapkan bahwa para peserta didik relatif tidak sepenuhnya memahami konsep atau materi yang kita jelaskan (Hiebert, 2010). Mereka bisa saja mengatakan
“ya, saya mengerti” padahal
kenyataannya mereka tidak. Mereka bisa saja menganggukkan kepala sebagai tanda memahami materi padahal sebenarnya tidak. Atau bahkan mereka akan mengatakan “yes” hanya karena merasa malu jika dikatakan tidak mengerti (Huy, 2016; Workman, 2008; darn & White, 2006). Dalam hal ini, dosen harus memiliki kemampuan untuk memastikan apakah para taruna telah memahami konsep atau belum terhadap materi yang disampaikan tanpa membuat mereka malu.
Workman (2008) menyatakan bahwa untuk memastikan para peserta
didik memahami konsep yang
diberikan, maka dosen perlu
mengajukan beberapa pertanyaan untuk mengkonfirmasi konsep terkait. Pertanyaan-pertanyaan tersebut disebut CCQ (concept checking question). CCQ berperan untuk
memberikan gambaran kepada
pengajar bahwa para peserta didik telah memahami konsep. Jika para peserta didik mampu menjawab CCQ tentunya konsep yang diberikan berhasil dipahami oleh mereka. Dengan demikian, membuat CCQ itu sendiri harus tepat dan akurat.
CCQ yang diberikan kepada para peserta didik menurut Huy (2016)
harus berbentuk
pertanyaan-pertanyaan yang sederhana, tidak rumit, menggunakan kosakata yang umum, dan berikanlah sebanyak-banyaknya untuk memastikan para peserta didik memahami konsep. Semakin banyak pertanyaan yang terjawab dengan benar, semakin bagus pula pemahaman mereka terhadap konsep yang diberikan. Berikut adalah contoh penggunaan CCQ dalam mengkonfirmasi sebuah kalimat bahasa Inggris dalam bentuk progressive tense (diambil dari Huy, 2016); Look! They're painting the wall. Pada kalimat tersebut konsep yang disampaikan kepada taruna adalah kalimat present progressive tense. Agar taruna mampu memahami konteks tensis tersebut maka diperlukan CCQ 1) Is it happening now?, kemungkinan jawabannya adalah yes, 2) Can you see it? Taruna menjawab yes, 3) is the painting finished? Jawabannya adalah No, 4) Are they painting now? Maka mereka menjawab yes 5) Is this in the past, present, or future? jawabanya adalah present. Jika taruna mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan CCQ dengan
benar artinya mereka sudah
memahami konsep mengenai tensis present progressive.
Pada penelitian ini, CCQ akan digunakan sebagai salah satu teknik untuk meningkatkan pemahaman taruna terhadap konsep-konsep tertentu yang diberikan dalam proses belajar mengajar bahasa inggris di dalam kelas. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya (Huy, 2016; Workmen, 2008, dan Darn and White 2006) yang memiliki temuan bahwa CCQ penting untuk para peserta didik dalam mengonfirmasi sebuah konsep dari perspektif
pengajar. Penelitian ini akan melihat pentingnya CCQ dilihat dari perspektif taruna sehingga CCQ benar-benar perlu digunakan oleh para pengajar dan lalu para pengajar diharapkan dapat membentuk pola penggunaaan CCQ yang tepat di dalam proses pembelajaran.
KAJIAN LITERATUR
Memberikan pertanyaan kepada siswa dalam proses pembelajaran merupakan salah satu cara untuk memastikan bahwa para siswa mengikuti proses tersebut dengan seksama (Nuttal, 1996; Nation, 2009; Tomlinson, & McTighe, 2006). Kemudian Barret (dalam Nugraha, 2013) menyebutkan beberapa tipologi pertanyaan yang bisa digunakan untuk membantu pemahaman siswa terhadap proses pembelajaran bahasa yakni dengan menggunkan pertanyaan-pertanyaan literal, inferensial, dan kritikal. Dalam penelitian ini, penggunaan
pertanyaan yang digunakan
merupakan jenis pertanyaan
inferensial dimana pertanyaan tersebut membutuhkan jawaban yang tidak secara ekplisit tercantum dalam teks
sehingga taruna harus mampu
menyimpulkan maksud yang tersirat dalam sebuah teks atau wacana (Kendeou et. al., 2007). Walaupun bentuk-bentuk pertanyaan yang diberikan sangat sederhana dan hanya bisa dijawab dengan jawaban “ya” atau “tidak.” Pertanyaan-pertanyaan tersebut digunakan untuk memastikan pemahaman konsep siswa terhadap sebuah konsep kebahasaaan yang baru diperkenalkan oleh guru. Para ahli bahasa (workman, 2008; Darn & white, 2005; Huy, 2016) kemudian menyebut pertanyaan tersebut dengan istilah CCQs (concept checking questions).
Menurut workman (2008), concept questions merupakan pertanyaan pertanyaan yang dirancang untuk
memferifikasi pemahaman
taruna/siswa terhadap makna yang dikandung pada sebuah susunan kalimat terutama yang berkaitan dengan tensis, serta memferivikasi
pemahaman siswa akan
pemahamannya terhadap kosa kata dan atau functional expression.
Istilah “concept/konsep” muncul untuk memaknai makna yang sebenarnya dari sebuah bahasa. Ketika seorang guru memperkenalkan konsep tatabahasa yang baru, dia mungkin memperkenalkannnya bisa melalui konteks penggunaan bahasa kemudian
memberikan definisi serta
menjelaskan bagaimana dan kenapa tatabahasa tersebut digunakan dalam konteks tertentu. Huy (2016) menambahkan penjelasan mengenai pertanyaan konsep (CCQ) bahwa pertanyaan-pertanyaan tersebut dirancang dan digunakan untuk memferifikasi pemahaman siswa terhadap pengetahuan bahasa yang baru diperkenalkan baik berupa kosa kata maupun struktur bahasa. Pertanyaan-pertanyan konsep akan sangat berguna dan membantu para guru dalam proses memperkenalkan komponen bahasa dan tatabahasa yang baru serta membantu para siswa dalam
mengarahkan pemahaman konsep
mereka pada pemahaman yang benar sesuai kaidah kebahasaan dan kontek kebahasaan yang bermakna.
CCQ sendiri seringkali sulit
untuk dirancang karena CCQ
melibatkan klarifikasi fungsi dan makna dengan menggunakan bentuk pertanyaan yang sangat sederhana. Namun demikian, CCQ membantu khususnya bagi para guru untuk memahami kompleksitas bentuk, fungsi dan makana dari sebuah bahasa
agar tersampaikan dengan baik kepada para siswanya.
Terkait sulitnya membuat CCQ dalam proses pembelajaran secara langsung, guru sebaiknya merancang terlebih dahulu CCQ yang akan
disampaikan dalam proses
pembelajaran di dalam kelas. Sehingga guru memiliki rencana yang baik dan matang untuk mencapai keberhasilan pengajaran bahasa, serta memiliki efektifitas waktu yang baik. Darn & white (2006) menjelaskan
bahwa CCQ harus dipastikan
menggunakan bahasa yang sederhana, jawaban terhadap pertanyaan tersebut berupa jawaban “ya” atau “tidak”, serta menggunakan kosa kata yang
mudah/familiar. Huy (2016)
menambahkan beberapa point penting dalam merancang CCQ diantaranya adalah bahwa CCQ mesti mencakup setiap aspek makna sebuah unsure bahasa, pertanyaan bukan pertanyaan bahasa target, CCQ harus mampu memferifikasi pemahaman konsep siswa terhadap item-item bahasa, pertanyaan yang digunakan tidak memerlukan jawaban yang kompleks. Rambu-rambu dalam merancang CCQ serta penggunaannya:
1. Breakdown item konsep menjadi kalimat-kalimat pernyataan
2. Pastikan kalimat pernyataan tersebut kalimat yang sederhana 3. Ubahlah kalimat statement
menjadi kalimat tanya
4. Pertanyaan harus jelas dan sederhana
5. Bahasa pertanyaan yang
digunakan harus lebih sederhana dari kalimat yang akan diferifikasi maknanya
6. Susun kalimat-kalimat tanya tersebut menurut alur logika yang benar
8. Jika jawaban tidak sesuai dengan harapan, berikan jawaban dan klarifikasi
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah Classroom Action Research atau Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Metode ini dipilih karena focus pada pemecahan masalah di kelas. Hal ini sesuai dengan pendapat Ary, dkk (2006: 538) bahwa tujuan dari penelitian tindakan kelas dalam pendidikan adalah untuk menciptakan inovasi pengajaran dimana proses
mengkritisasi cara mengajar
seharusnya menjadi budaya dalam pengajaran.
Metode penelitian tindakan kelas yang digunakan mengikuti siklus yang diajukan oleh Kemmis (lihat Ary dkk, 2006) yaitu terdiri dari 4 tahap: perencanaan, implementasi, observasi dan refleksi. Perencanaan berfokus pada masalah yang ingin dicapai dan merencanakan strategi pemecahannya. Pada tahapan implementasi, peneliti
mengimplementasikan strategi
tersebut. Tahap observasi mencakup perekaman data termasuk di dalamnya hasil implementasi serta menuliskan jurnal yang menuliskan secara detil bagaimana suasana kelas khususnya siswa pada saat tahap implementasi. Pada tahap akhir, peneliti melakukan refleksi untuk menyimpulkan hal-hal apa saja yang harus direvisi untuk perbaikan berikutnya. Setelah satu siklus selesai, peneliti memulai siklus baru merencanakan apa yang harus dikerjakan berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Prosedur Penelitian
Pada tahap perencanaan, peneliti merencanakan strategi pengajaran yang sesuai dengan masalah, membuat
rencana pengajaran, menentukan kriteria kesuksesan dan membuat instrumen penelitian yang menguji
kemampuan berbicara taruna.
Implementasi strategi langsung dilakukan oleh peneliti. Untuk menghindari kesalahan implementasi, peneliti juga menyiapkan daftar check list untuk mengobservasi seluruh tahapan implementasi serta menulis jurnal yang mendeskripsikan suasana kelas pada saat implementasi strategi. Tahap terakhir dilakukan dengan menganalisis seluruh data termasuk nilai test bahasa Inggris yang meliputi konsep-konsep tatabahasa (grammar), kosakata (vocabulary) dan teks bahasa Inggris dalam hal ini kemampuan membaca. Hasil refleksi kemudian
menentukan apakah penggunaan
CCQs sukses dalam meningkatkan pemahaman konsep taruna atau tidak.
Menentukan Kriteria Kesuksesan
Pada penelitian ini, kriteria kesuksesan mencakup hal-hal sebagai berikut: a. Nilai rata-rata test bahasa Inggris
yaitu 71. Setelah dilakukan
pembelajaran dengan
menggunakan teknik CCQs,
diharapkan nilai rata-rata
penguasaan konsep taruna
terhadap tatabahasa, vocabulary dan teks bahasa inggris mencapai 76 dari 100. Ini berarti siklus akan berlanjut dengan perbaikan tertentu jika kriteria ini belum tercapai.
b. 80 % taruna harus mencapai nilai rata-rata sama dengan atau lebih dari 75 dari 100. Jika persentase taruna tidak memenuhi kriteria tersebut, maka siklus akan berlanjut pada siklus berikutnya.
Hasil dan Pembahasan Observasi Implementasi CCQ
Berdasarkan hasil lembar observasi yang telah dipersiapkan sebelumnya, Concept Checking Questions pada saat kegiatan membaca atau reading dilakukan sepanjang pembelajaran untuk melakukan pengecekan terhadap pemahaman taruna akan bacaan yang diberikan.
Kegiatan membaca umumnya kegiatan yang membosankan karena di dalam teks seringkali terdapat kata-kata sulit yang maknanya tidak diketahui namun kegiatan ini harus dilakukan karena tidak hanya bermanfaat untuk meningkatkan kosa kata taruna tetapi juga menambah pengetahuan melalui teks yang diberikan. Ketika pengajar sedang melakukan eliciting the context di awal pembelajaran membaca, pengajar
sudah memberikan
pertanyaan-pertanyaan yang berupaya menggali pemahaman awal taruna akan topik bacaan yang akan diberikan. Ini
dilakukan untuk menyingkap
background knowledge (Blachowicz, C. & Ogle, D. 2008) atau pengetahuan dasar agar dapat digunakan untuk
membantu proses membaca
selanjutnya. Setelah melaukan proses ini kegiatan membaca terlihat tidak menyulitkan taruna. Pertanyaan-pertanyaan dasar yang diberikan adalah: “What do you see in the picture?”, “What comes up on your mind when you see the picture?”, dan “What does this picture relate to?”. Pertanyaan dasar ini diikuti pertanyaan lanjutan bergantung kepada jawaban taruna. Pembelajaran membaca dari awal sudah terlihat komunikatif tidak melulu soal teks yang biasanya membosankan.
Selanjutnya pengajar memberikan pertanyaan sepanjang proses membaca misal ketika teks iklan diberikan,
pengajar memberikan pertanyaan; “What kind of text is this?”, “To whom is this text intended?”, “What does the word ‘FREE’ mean?” and “Why is it made in capital letters?”. Setiap kali pertanyaan diberikan dan jawaban taruna kurang tepat, pengajar terlihat mengarahkannya dengan memberikan pertanyaan lain agar jawaban yang diharapkan keluar.
Pengajar kemudian memberikan
pertanyaan CCQs sebagai berikut “does the text give you new information?” untuk memacu fikiran mereka untuk mengenali apakah text
yang mereka baca memiliki
kandungan informasi yang baru atau tidak. Maka kebanyakan dari taruna menjawab “yes” dikarenakan text
yang mereka baca memberikan
informasi yang belum mereka ketahui.
Selanjutnya taruna diberikan
pertanyaan “Does the text talk about story ?” untuk memastikan mereka mengetahui jenis teks yang sedang mereka baca, maka seluruh taruna menjawab “No” karena text yang sedang mereka baca pada saat itu bukan merupakan teks dongeng
melainkan teks iklan. Untuk
mengarahkan fikiran taruna pada text tertentu, kemudian diberikan beberapa pertanyaan lanjutan agar taruna
mampu mendatangkan prior
knowledge nya terhadap jenis-jenis
teks. Beberapa pertanyaan -
pertanyaan berikut kemudian
diberikan kepada mereka, “ Does the text talk about product? Is the text designed to purse people to buy something? Is it an ads? Beberapa taruna ada yang menjawab “yes” ada juga yang menjawab “No.” Dengan demikian, pemahaman konsep taruna akan teks yang sedang mereka baca cukup bervariasi atau bersifat heterogen. Oleh karena itu, peneliti dalam hal ini perlu menanamkan
kembali konsep text type atau genre agar mereka memiliki kemampuan mebedakan jenis teks. Hal ini penting diketahui mereka karena akan berpengaruh pada strategi membaca apa yang mereka gunakan dalam kegiatan membaca teks bahasa
Inggris. Kemudian peneliti
menggunakan formulasi pertanyaan yang sedikit berbeda dengan CCQ yang telah digunakan pada kegiatan sebelumnya. Ketika pada pertanyaan is the text an announcement? taruna menjawab ‘yes’, pengajar bertanya kembali: “What is announced?” yang dijawab dengan, “layanan” yang diterjemahkan “service” oleh pengajar. Selanjutnya pengajar bertanya kembali “ does the text serve the reader to announce marketing?” yang dijawab “yes it does” oleh taruna. CCQ berikutnya yaitu “does the writer introduce the product to readers?”
yang dijawab dengan “yes”.
Kemudian pengajar berkata, “So, they offer something here, don’t they?” yang dijawab dengan serempak “yes, sir” sehingga pengajar bisa masuk kembali ke pertanyaan dasarnya “Ok, then when you offer something, what kind of text do you make to persuade people?”.
Setelah melalui proses panjang
dengan menggunakan CCQs,
pertanyaan selanjutnya diberikan untuk menggali sejauh mana mereka mengenali karakter teks yang sedang mereka baca. Ketika pengajar bertanya, “To whom is this text intended?”, dengan mudah taruna menjawab “manufacturers”. Tentunya pertanyaan pun masih berlanjut dengan, “Who are manufacturers here?” yang dijawab dengan “Anyone sir, yang mau menggunakan jasa”. Pengajar bertanya kembali, “How do you know that this text is intended to manufacturers?” yang dijawab dengan
“It is written in the beginning sir, with the word ‘ATTENTION’. “What does the word ‘FREE’ mean?” dijawab dengan mudah oleh taruna sehingga pertanyaan berikutnya langsung diberikan “Why is it made in capital letters?”. Taruna menjawab, “Agar mudah terbaca dan diingat”. Sebgian taruna lainnya menjawab “ in order the reader interested in using the service because it’s free”
Melalui implementasi CCQ ini taruna akhirnya mengetahui bahwa teks yang mereka baca adalah salah satu teks iklan, mereka memahami apa yang ada di dalam teks, sehingga pada akhirnya taruna tidak terlihat
mengalami kesulitan menjawab
pertanyaan-pertanyaan pemahaman yang diberikan setelahnya. Pada tahap akhir terlihat kalau pengajar fokus memberikan pertanyaan-pertanyaan
pemahaman atau post-reading
questions yang sudah diberikan di buku pegangan taruna. CCQ tidak terlihat di akhir pelajaran membaca.
Selanjutnya akan dibahas
implementasi CCQ pada proses pengajaran grammar atau struktur. Pada saat mengajar grammar atau structure, CCQ lebih terlihat pada proses akhir untuk memastikan bahwa taruna telah memahami konsep grammar yang diberikan. Pada saat,
misalnya, setelah pengajar
menjelaskan konsep future time clauses, pengajar tidak bertanya, “Do you understand?” tapi lebih memilih
memberikan CCQ dengan
memberikan pertanyaan seperti: “I will show you the report as soon as I finish writing it. Do you think the word ‘I’ here has given the report?” yang dijawab serempak dengan “No, sir”. Pertanyaan berlanjut kembali dengan, “Should they show the report first or finish writing first?” yang dijawab “Finishing writing”, dengan
serempak juga. CCQ berikutnya, “does the clause I will show you the report express future time clause?”
Taruna menjawab “yes” yang
dilanjutkan dengan pertanyaan “How do you know?”, kemudian dijawab dengan “there is a modal will sir”. Okay, “So, we can use only the modal will to show that it is future clause?” yang dijawab dengan yes oleh beberapa taruna, namun sebagian taruna lain ada yang menjawab “No, sir, we can also use present tense”. “Could you give me an example?” yang dijawab dengan benar oleh salah satu taruna “ I show you the report as soon as I finish writing it.”
Dalam petikan proses
pembelajaran tadi terlihat bahwa taruna telah memahami konsep future time clauses yang telah dijelaskan. Ketika mereka menjawab pertanyaan-pertanyaan grammar tentang topik ini yang diberikan setelah proses pembelajaran, mereka tidak lagi
mengalami kesulitan. Semua
pertanyaan dapat dijawab dengan benar oleh taruna walaupun diakhir pertanyaan masih ada yang salah dalam menjawab, hal ini menandakan bahwa beberapa taruna masih belum faham konsep future dan present. Dengan demikian, peneliti harus menjelaskan kembali konsep future tense dan present tense terutama bagaimana penggunaannya yang sama
sama bisa digunakan untuk
menunjukan waktu yang akan datang. Dari paparan hasil observasi
terhadap pembelajaran yang
dilakukan, peneliti menyimpulkan bahwa pada pengajaran membaca, CCQ lisan dapat dilakukan pada saat sebelum untuk melakukan eliciting context dan selama proses membaca untuk memastikan taruna memahami bacaan. Sedangkan pasca membaca, pengajar lebih memilih memberikan
pertanyaan literal dan inferential baik lisan maupun tertulis. Pada tahap akhir, taruna dengan mudah mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan literal dan inferensial, hal ini dapat disimpulkan bahwa CCQs yang diberikan pada awal kegiatan membaca dapat membantu taruna memahami bacaan.
Sedangkan pada saat
pembelajaran grammar, CCQ lebih efektif dilakukan di akhir penjelasan konsep walau mungkin saja dilakukan pada saat eliciting context. Setelah penjelasan konsep atau aktivitas pembelajaran lain untuk menanamkan konsep, pengajar dapat memberikan CCQ untuk mengecek pemahaman siswa. Proses ini penting dilakukan untuk mengetahui apakah perlu
memberikan penjelasan ulang,
mengganti kegiatan belajar atau
mungkin melanjutkan
pembelajarannya ke tahapan
selanjutnya.
Hasil Kuesioner Taruna
Untuk pernyataan pertama,
“Pertanyaan yang diberikan dosen pada saat membaca membantu saya memahami bacaan” dijawab dengan sempurna yaitu seluruh taruna mengatakan sangat setuju. Ini membuktikan bahwa pembelajaran
membaca tidak melulu soal
memberikan teks lalu menjawab pertanyaan tapi dapat dilakukan dengan memberikan CCQ sepanjang proses. CCQ atau pertanyaan ini membantu siswa memahami bacaan.
Untuk pertanyaan berikutnya, “Pertanyaan dari dosen memandu saya untuk memahami kata-kata sulit dalam
bacaan” dijawab dengan 16
mengatakan ‘setuju’, 4 orang mengatakan ‘sangat setuju’ dan 1 orang mengatakan ‘kurang setuju’.
Pernyataan berikutnya, “Pertanyaan yang diberikan membuat
pelajaran membaca tidak
membosankan” dijawab dengan 16 orang mengatakan sangat setuju dan 5 orang setuju. Kemudian pernyataan selanjutnya “CCQ membantu saya dalam memahami sebuah konsep dalam bahasa Inggris khusunya dalam memahami grammar” 18 menjawab setuju dan 3 menjawab kurang setuju. Ini artinya penggunaan CCQ dalam memahamkan konsep grammar sangat membantu taruna dalam memahami baik konsep dan penggunaannya.
Pernyataan selanjutnya adalah “CCQ membantu pola fikir logis saya dalam memahami sebuah konsep
khusunya dalam pembelajaran
grammar” 16 menjawab setuju, 4 menjawab kurang setuju, 1 menjawab tidak setuju. Hasil kuesioner ini menunjukan bahwa CCQ sebagian besar mampu membantu taruna dalam mengungkapkan fikiran logis bahasa Inggris mereka ketika mereka menuangkan gagasan atau ide dalam sebuah kalimat. Kemudian pernyataan yang hampir terkait dengan pernyataan sebelumnya bahwa “CCQ membantu saya dalam menghubungkan sebuah konsep dengan konteks real” 16 menjawab setuju, 4 menjawab sangat setuju, 1 menjawab kurang setuju. Hal
ini berarti bahwa dengan
menggunakan CCQ, pola pikir taruna terbantu dalam menghubungkan antara konsep dan dunia nyata, hal ini terkait dengan bagaimana mereka mampu menggunakan sebuah tensis dalam kondisi yang sebenarnya serta sesuai dengan gagasan yang benar-benar ingin disampaikan.
Kemudian pernyataan
selanjutnya adalah “Saya senang jika dosen menggunakan CCQ dengan kalimat yang sederhana” 20 taruna menjawab sangat setuju dan 1 taruna
menjawab setuju. Artinya bahwa CCQ harus menggunakan kalimat yang sederhana tidak rumit sehingga taruna mampu menjawab dengan mudah
maksud dari pertanyaan yang
diberikan dosen.
Pernyataan berikutnya adalah
“Semakin banyak CCQ yang diberikan terhadap suatu konsep, maka saya semakin mudah memahami konsep tersebut” 18 menjawab sangat setuju,
3 menjawab setuju. Hal ini
menunjukan bahwa, semakin banyak CCQ yang diberikan oleh dosen maka taruna memiliki kesempatan yang lebih untuk menghubungkan antara konsep yang sedang dipelajari dengan
bagaimana mereka menggunakan
konsep tersebut dalam bahasa yang
benar sesuai dengan kaidah
kebahasaan.
SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan sebelumnya dapat dirumuskan beberapa simpulan
sebagai berikut. Pertama,
pembelajaran dengan menggunakan CCQ dapat meningkatkan pemahaman konsep taruna terhadap unsur dan komponen bahasa Inggris. Namun untuk menjadi kegiatan belajar yang efektif, penerapan CCQ, dilakukan melalui tahap eliciting dan setting context. Setiap tahapan dilakukan
dengan benar karena akan
berpengaruh terhadap kelancaran tahap berikutnya. Tahap awal bersifat memberikan input dan persiapan untuk tahapan berikutnya. Selain itu CCQ yang dilakukan dengan benar dapat meningkatkan minat siswa dalam
pembelajaran bahasa Inggris.
Peningkatan minat ini terlihat dari respon positif taruna terhadap pembelajaran bahasa Inggris.
Para instruktur bahasa Inggris
disarankan agar mencoba
berbicara bahasa Inggris dengan
menggunakan CCQ, sehingga
pembelajaran menjadi lebih
menyenangkan dan mudah dalam memahami sebuah konsep. Dalam
pelaksanaanya, sebaiknya
memperhatikan pengembangan kosa kata dan ungkapan komunikatif yang dibutuhkan dalam kegiatan CCQ serta mengeksplorasi tipologi pertanyaan konsep (CCQ) yang efektif untuk memferifikasi pemahaman konsep taruna. Bagi peneliti lain yang tertarik untuk menggunakan CCQ dalam pengajaran bahasa Inggris agar melakukan pengajarannya dengan skills atau komponen bahasa Inggris yang lebih spesifik misalnya penggunaan CCQ dalam pemahaman konsep tensis atau vocabulary penerbangan.
DAFTAR PUSTAKA
Ary, D., Jacobs, L. C., Razavieh, A., & Sorensen, C. C. 2006. Introduction to Research in Education 7th ed. Belmont, CA: Thomson Wadsworth. Barret (dalam Nugraha, Deni Sapta,
2013) Helping EFL Students Understand Texts through Scaffolding. JEFL (Journal of
English as a Foreign
language). Pusat Bahasa IAIN Palangkaraya. 2013.
Biggs, John & Tang, Catherine.2011. Teaching for Quality Learning at University: What the students does, 4th ed. New York: McGraw-Hill Open University Press
Blachowicz, C. & Ogle, D. 2008. Reading Comprehension. New York: The Guilford Press. Darn, Steve & Ian White, Checking
Understanding.
http://www.teachingenglish.or
g.uk/think/methodology/check _understand.shtml#one
Hiebert, E. H. 2010.Understanding the Word-Level Features of Texts for Students Who Depend on Schools to Become Literate. In McKeown, Margaret G. & Kucan, Linda (Eds). Bringing Reading Research to Life (pp. 207- 231). New York: The Guilford Press
Huy, Nguyen Thanh. Using Timelines And Concept Questions In Teaching Present Tenses - A
Theoretical Research.
International Journal of Multidisciplinary Academic Research Vol. 4, No. 3, 2016 ISSN 2309-3218
Kendeou, P., Broek, P. V.D, White, M. J. & Lynch, J.
2007.Comprehension in
Preschool and Early
Elementary Children: Skill Development and Strategy Interventions. In McNamara, Danielle S. (Ed.) Reading Comprehension Strategies: Theories, Interventions, and Technologies (pp. 27-46).
Mahwah,NJ: Lawrence
Erlbaum Associates
Nation, I. S. P. 2009. Teaching
ESL/EFL Reading and
Writing. New York: Routledge Nuttal, C. 1996. Teaching Reading
Skills in a Foreign Language (New Ed). Oxford: Heinemann Education Book.
Tomlinson, C. A. & McTighe, J. 2006. Integrating Differentiated Instruction and Understanding
by Design: Connecting
Content and Kids. Alexandria,
VA: Association for
Supervision and Curriculum Development.
Workman, R 2008, Concept Questions
and TimeLines, Gem