Mineral Seri Reaksi Bowen
Seri Reaksi Bowen (Bowen Reaction Series) menggambarkan proses pembentukan mineral pada saat pendinginan magma dimana ketika magma mendingin, magma tersebut mengalami reaksi yang spesifik. Dan dalam hal ini suhu merupakan faktor utama dalam pembentukan mineral.
Tahun 1929-1930, dalam penelitiannya Norman L. Bowen menemukan bahwa mineral-mineral terbentuk dan terpisah dari batuan lelehnya (magma) dan mengkristal sebagai magma mendingin (kristalisasi fraksional). Suhu magma dan laju pendinginan menentukan ciri dan sifat mineral yang terbentuk (tekstur, dll). Dan laju pendinginan yang lambat memungkinkan mineral yang lebih besar dapat terbentuk.
Dalam skema tersebut reaksi digambarkan dengan “Y”, dimana lengan bagian atas mewakili dua jalur/deret pembentukan yang berbeda. Lengan kanan atas merupakan deret reaksi yang berkelanjutan (continuous), sedangkan lengan kiri atas adalah deret reaksi yang terputus-putus/tak berkelanjutan (discontinuous).
1. Deret Continuous
Deret ini mewakili pembentukan feldspar plagioclase. Dimulai dengan feldspar yang kaya akan kalsium (Ca-feldspar, CaAlSiO) dan berlanjut reaksi dengan peningkatan bertahap dalam pembentukan natrium yang mengandung feldspar (Ca–Na-feldspar, CaNaAlSiO) sampai titik kesetimbangan tercapai pada suhu sekitar 9000C. Saat magma mendingin dan kalsium kehabisan ion, feldspar didominasi oleh pembentukan natrium feldspar (Na-Feldspar, NaAlSiO) hingga suhu sekitar 6000C feldspar dengan hamper 100% natrium terbentuk. 2. Deret Discontinuous
Pada deret ini mewakili formasi mineral ferro-magnesium silicate dimana satu mineral berubah menjadi mineral lainnya pada rentang temperatur tertentu dengan melakukan reaksi dengan sisa larutan magma. Diawali dengan pembentukan mineral Olivine yang merupakan satu-satunya mineral yang stabil pada atau di bawah 18000C. Ketika temperatur berkurang dan Pyroxene menjadi stabil (terbentuk). Sekitar 11000C, mineral yang mengandung kalsium (CaFeMgSiO) terbentuk dan pada kisaran suhu 9000C Amphibole terbentuk. Sampai pada suhu magma mendingin di 6000C Biotit mulai terbentuk.
Bila proses pendinginan yang berlangsung terlalu cepat, mineral yang telah ada tidak dapat bereaksi seluruhnya dengan sisa magma yang menyebabkan mineral yang terbentuk memiliki rim (selubung). Rim tersusun atas mineral yang telah terbentuk sebelumnya, misal Olivin dengan rim Pyroxene.
Deret ini berakhir dengan mengkristalnya Biotite dimana semua besi dan magnesium telah selesai dipergunakan dalam pembentukan mineral.
3. Apabila kedua jalur reaksi tersebut berakhir dan seluruh besi, magnesium, kalsium dan sodium habis, secara ideal yang tersisa hanya potassium, aluminium dan silica. Semua unsur sisa tersebut akan bergabung membentuk Othoclase Potassium Feldspar. Dan akan terbentuk mika muscovite apabila tekanan air cukup tinggi. Sisanya, larutan magma yang sebagian besar mengandung silica dan oksigen akan membentuk Quartz (kuarsa).
Versi 2
Deret kontinyu menggambarkan pembentukan feldspar plagioklas yang dimulai dari anorthite yang kaya akan Ca (kalsium) menjadi Oligoklas yang kaya akan Na(natrium). Pada deret ini disebut deret kontinyu karena pembentukan mineral yang satu dengan mineral yang lain dalam satu deret memiliki hubungan yang dekat seperti bitownite yang memiliki rumus kimia (Na, Ca) Al (Al,Si,)Si2O8 sangat berhubungan dengan pembentukan mineral andesin yang juga memiliki rumus kimia yang sama hanya saja nanti ada perbedaan dalam komposisi Na (natrium) dan Ca (kalsium) atau Al (aluminium) dan Si (silikon) yaitu (Na, Ca) Al, 2Si3, 2O8 . Pada deret diskontinyu menggambarkan pembentukan mineral-mineral seperti olivine, piroksen, amfibol, dan biotit. Pembentukan ini dimulai dari olivin kemudian semakin ke bawah menjadi biotit. Deret ini disebut deret diskontinyu dikarenakan tidak terdapat hubungan dalam pembentukan mineral-mineral ini dimana sebagai contoh olivin memiliki rumus kimia XSiO4 sedangkan mineral seperti biotit memiliki rumus kimia K(Mg, Fe2+)3(Al, Fe3+)Si3O10(OH,F)2 dapat dilihat bahwa perbedaan rumus kimia yang sangat mencolok, oleh karen itu deret ini disebut deret diskontinyu karena tidak terdapatnya hubungan antara mineral yang terbentuk pertama dan yang terbentuk setelahnya.
Akan tapi kedua deret ini bertemu pada satu titik dimana dalam deret ini membentuk huruf seperti (Y). Kedua deret ini bertemu pada pembentukan K-Feldspar, kemudian berlanjut ke pembentukan muscovite, dan kuarsa.
MINERAL PRIMER
Mineral primer adalah mineral tanah yang umumnya mempunyai ukuran
butir fraksi pasir (2 – 0,05 mm). Contoh dari mineral primer yang banyak terdapat di
Indonesia beserta sumbernya disajikan dalam .
Tabel 1. Beberapa jenis mineral primer
Mineral
Sumber utama
Olivin
Batuan volkan basis dan ultra
basis
Biotit
Batuan granit dan metamorf
Piroksen
Batuan volkan basis dan ultra
basis
Plagioklas
Amfibol
Batuan
volkan
intermedier hingga ultra basis
Muskovit
Batuan intermedier hingga basis
Orthoklas Batuan masam
Olivin
Batuan granit dan metamorf
MINERAL SEKUNDER
Yang dimaksud dengan mineral sekunder atau mineral liat adalah
mineral-mineral hasil pembentukan baru atau hasil pelapukan mineral-mineral primer yang terjadi
selama proses pembentukan tanah yang komposisi maupun strukturnya sudah berbeda
dengan mineral yang terlapuk. Jenis mineral ini berukuran halus (<2μ), sehingga untuk
identifikasinya digunakan alat XRD.
Contoh dari mineral sekunder yang banyak terdapat di Indonesia disajikan pada
Tabel 2. Beberapa jenis mineral sekunder
MINERAL
KETERANGAN
Kaolinit
Mineral utama pada tanah Oxisol dan Utisol
Haloisit
Mineral utama pada tanah Volkan Inceptisol
dan Entisol
Vermikulit
Mineral utama pada tanah yang berkembang
dari bahan kaya mika
Smektit
Mineral utama pada tanah Vertisol
Alofan
Mineral utama pada tanah Andisol
Goetit/Hematit
Mineral oksida besi pada tanah merah
Siklus Batuan
Sebelum masuk ke dalam penjelasan mengenai proses atau siklus batuan, alangkah lebih baik apabila kita mengetahui apa itu siklus batuan terlebih dahulu. Siklus batuan merupakan sebuah siklus yang menggambarkan batuan dari awal atau sebelum terbentu (berupa magma),
kemudian mengalami modifikasi, kemudian transportasi, dekomposisi, hingga berupah menjadi jenis batuan lain dan kembali berubah menjadi magma kembali, dan begitu seterusnya.
Seperti layaknya proses terjadinya hujan, batu pun juga demikian. Setidaknya ada beberapa proses dari siklus batuan ini. Proses atau siklus ini melibatkan tiga pokok jenis batuan, yakni batuan beku, batuan sedimen, dan batuan metamorf. Ketiga jenis batuan ini ternyata terjadi dalam satu siklus yang sama, dengan kata lain ketiga batuan ini terbentuk saling beriringan. Berikut ini dijelaskan mengenai proses siklus batuan.
1. Magma mengalami kristalisasi
Terjadinya batuan pertama kali diawali oleh adanya magma. Magma ini merupakan bahan pokok pembentuk batuan. Terbentuknya batuan pertama kali karena diawali oleh adanya magma yang mengalami proses kristalisasi. Magma ini tidak terdapat di semua area bumi, sebagian besar magma terbentuk di sepanjang batas lempeng bumi. Kemudian magma yang yang membeku akan membentuk sebuh kristal atau mineral (hal ini dinamakan kristalisasi). Magma yang membentuk kristal ini sma seperti air yang didinginkan menjadi es. Magma yang mengkristal ini akan banyak ditemukan pada gunung berapi yang mengalami erupsi. Magma yang keluar dari dalam gunung akan membeku setelah sampai ke permukaan bumi . Magma yang membeku ini akan membentuk sebuah jenis batuan, yakni batuan beku. Magma yang membekunya setelah sampai di permukaa bumi akan membentuk batuan beku yang jenisnya ekstrusif. Sementara magma yang membeku namun belum sampai ke
permukaan bumi ini membentuk sebuah batuan jenis intrusif. Namun, semua batuan yang dibentuk karena adanya pembekuan magma disebut dengan batuan beku.
2. Mengalami pengangkatan dan pelapukan
Kemudian batuan- batuan beku yang telah terbentuk tadi lama- kelamaan akan mengalami proses pelapukan. Batuan yang mengalami proses pelapukan paling cepat terutama adalah batuan yang membeku di permukaan bumi (batuan ekstrusif). Batuan ini lebih cepat
mengalami proses pelapukan karena terpapar secara langsung oleh cuaca di bumi dan juga atmosfer bumi, sehingga pelapukannya lebih cepat daripada yang berada di bawah
permukaan bumi.
Meskipun demikian, bukan berarti batuan yang berada di permukaan bumi ini tidak bisa mengalami pelapukan. Batuan yang berada di bawah permukaan tanah tetap bisa
mengalami pelapukan, namun harus mengalami proses pengangkatan ke permukaan tanah terlebih dahulu. Batuan yang berada di bawah permukaan bumi harus terangkat ke
permukaan bumi melalui proses tektonik, kemudian lapisan batuan yang berada di atasnya harus hilang terlebih dahulu oleh proses erosi. Setelah berada di permukaan bumi inilah proses pelapukan batuan dimulai.
Pelapukan yang terjadi pada batuan ini dapat terjadi karena adanya beberapa reaksi fisik dan kimia yang dapat disebabkan oleh interaksi udara, air, maupun organisme tertentu. Setelah batuan menjadi lapuk karena angin, air, es, gletser ataupun yang lainnya, maka akan menjadi material sedimen melalui sebuah proses yang disebut erosi.
3. Mengalami erosi
Setelah mengalami proses pengangkatan dan pelapukan, maka proses yang selanjutnya adalah erosi. Dalam proses erosi ini yang paling banyak berperan adalah air. Air yang mengalir misalnya dari sungai merupakan salah satu hal yang paling sepat menyebabkan proses erosi ini terjadi. Arus dari air ini pula yang akan mengangkut material- baterial pelapukan batu menuju ke tempat lain. Selain air, ada pula yang mengangkut meterial- material lainnya yakni angin ataupun gletser.
4. Pengendapan dan pembentukan batuan sedimen
Material- material dari pelapukan batuan beku yang telah terangkut oleh air, angin, ataupun gletser, lama kelamaan akan mengendap di suatu tempat dan kan berjumlah semakin banyak. Karena semakin banyak batuan yang mengendap ini, akibatnya semakin lama akan semakin mengeras dan mengeras . Karena proses pengerasan inilah membentuk terjadinya batuan yang disebut dengan batuan sedimen.
Penjelasan yang ilmiah mengenai pembentukan batuan sedimen yang lebih ilmiah, dalam material sedimen muda akan mengubur endapan yang lebih lama (tua). Kemudian tekanan yang dihasilkan akan membuat endapan lama ini menjadi kompak. Ketika air bergerak dan masuk ke dalam material sedimen, maka mineral kalsit dan silika yang terlarut akan terendap dan mengisi rongga antar butir yang bertindak sebagai semen yakni merekatkan butiran sedimen antar satu dengan yang lainnya.
5. Batuan sedimen berubah menjadi batuan metamorf
Batuan sedimen banyak terdapat di bawah permukaan bumi. Batuan beku intrusif juga berada di bawah permukaan bumi. Ketika batu yang berada di di bawah permukaan bumi ini tidak tersingkap ke atas permukaan bumi ketika proses pengangkatan, maka batuan tersebut akan terkubur lebih dalam lagi. Semakin dalam terkubur, maka akan semakin besar
tektonik dan energi panas yang berasal dari dalam bumi, yang pada akhirnya dapat mengubah batuan tersebut. Batuan yang telah berubah di bawah permukaan bumi akibat paparan suhu, tekanan, dan juga kontak magma ini disebut dengan batuan metamorf atau malihan.
6. Batuan metamorf atau malihan berubah lagi menjadi magma
Setelah batuan menjadi batuan malihan atau metamorf, lama kelamaan batuan metamorf atau malihan ini akan berubah menjadi magma kemballi. Dan dari magma inilah proses terjadinya batu bisa terjadi kembali.
Itulah proses atau siklus batuan yang menggambarkan terjadinya batuan dari awal hingga batuan tersebut lapuk, membentuk batuan baru dan akhirnya menjadi magma dan kembali menjadi batuan