• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PERGILIRAN PAKAN KANDUNGAN PROTEIN BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN, SINTASAN DAN PRODUKSI UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) SEMI-INTENSIF

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PERGILIRAN PAKAN KANDUNGAN PROTEIN BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN, SINTASAN DAN PRODUKSI UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) SEMI-INTENSIF"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PERGILIRAN PAKAN KANDUNGAN PROTEIN BERBEDA TERHADAP

PERTUMBUHAN, SINTASAN DAN PRODUKSI UDANG VANAME (

Litopenaeus vannamei

)

SEMI-INTENSIF

Abdul Mansyur dan Hidayat Suryanto Suwoyo Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan

E-mail: mansyurabdul@yahoo.co.id ABSTRAK

Riset ini bertujuan untuk pemantapan data dan informasi tentang pengaruh pergiliran pakan terhadap pertumbuhan, sintasan, rasio konversi pakan, dan produksi udang vaname (L. vannamei). Wadah yang digunakan adalah tambak ukuran 4.000 m2 sebanyak 6 petak. Hewan uji adalah udang vaname ditebar

dengan kepadatan 25 ekor/m2. Perlakuan yang diujikan adalah pergiliran pakan dengan kandungan protein

berbeda yaitu (A) Dua hari pakan protein rendah (28%) digilir dengan pakan protein tinggi (37%-39%) (B) pakan protein rendah, dan (C) pakan protein tinggi. Penelitian diset menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan dua ulangan. Lama pemeliharan 112 hari, udang diberi pakan dosis 100%-2% dari total bobot biomassa/hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pergiliran pakan dengan protein pakan yang berbeda secara periodik tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan, sintasan, dan produksi udang vaname. Penghematan penggunaan pakan untuk udang vaname dapat dilakukan dengan cara pergiliran pakan dua hari pakan protein rendah (28%) digilir dengan pakan protein tinggi (37%-39%) yang mampu meningkatkan efisiensi pakan sekitar 8,33%-19,07% dibandingkan perlakuan kontrol atau sekitar 85,59% dengan nilai rasio konversi pakan yang rendah 1,25; laju pertumbuhan 8,67% dan produksi 627 kg/ 4.000 m2. Kisaran parameter kualitas air selama pemeliharaan masih berada pada kisaran yang dapat

ditoleransi udang vaname meskipun kadar salinitas sempat mencapai 53 ppt dan pH 9,5. Kelimpahan plankton rata-rata 835 ind./L dan jumlah genus 26 genera. Plankton yang tumbuh dapat berfungsi sebagai pakan substitusi dalam perlakuan pergiliran pakan pada budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) pola semi-intensif di tambak.

KATA KUNCI: pergiliran pakan, udang vaname, produksi, tambak semi-intensif

PENDAHULUAN

Peningkatan produksi udang vaname berkorelasi dengan meningkatnya penggunaan pakan sebagai salah satu faktor produksi utama dalam kegiatan budidaya secara semi-intensif dan intensif. Alokasi biaya pakan pada budidaya udang dapat menyerap 60%-70% dari total biaya produksi udang (Palinggi & Atmomarsono, 1988; Padda & Mangampa, 1993). Pertumbuhan dan sintasan yang optimum perlu diupayakan melalui penggunaan pakan secara efisien namun udang dapat tumbuh optimal dan pakan yang terbuang seminimal mungkin.

Kandungan protein pada pakan untuk udang putih relatif rendah dibanding udang windu. Udang putih membutuhkan pakan dengan kadar protein 20%-35% (Briggs et al., 2004; Tahe & Mansyur, 2010). Hasil penelitian Tahe et al. (2010) tentang aplikasi pergiliran pakan komersil (pelet) protein rendah (28%) digilirkan dengan pakan udang vaname standar protein tinggi (37%) menunjukkan bahwa pertumbuhan bobot rata-rata udang diperoleh 13,35 g/ekor atau 75 ekor/kg dan produksi udang vaname mencapai 1.418 kg. Sedangkan sintasan udang termasuk tinggi sekitar 97%. Efisiensi pakan dicapai sekitar 14%-25%. Dengan menggunakan pakan yang berkadar protein rendah maka biaya untuk pembelian pakan lebih kecil sehingga dapat menekan biaya produksi. Oleh karena itu, diperlukan suatu pendekatan baru yang mampu mengatasi permasalahan dalam hal pengadaan pakan. Salah satu alternatif mengurangi biaya produksi adalah pergiliran pakan yaitu pakan yang berprotein tinggi (37%-39%) digilir dengan pakan berprotein rendah (28%) karena nilai protein yang terkandung dalam pakan merupakan salah satu komponen pakan yang paling mahal. Pengurangan

(2)

proporsi protein pada pakan tanpa mengurangi laju pertumbuhan pada spesies yang dibudidayakan dapat berpengaruh pada berkurangnya efesiensi biaya produksi sehingga marjin pendapatan yang didapat dari penjualan akan semakin tinggi.

BAHAN DAN METODE

Penelitian telah dilaksanakan di tambak percobaan Punaga, Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, menggunakan 6 petak tambak berukuran 4.000m2.

Hewan uji adalah pasca larva udang vaname ukuran 0,001 g yang ditebar dengan kepadatan 25 ekor/m2. Perlakuan yang diujikan dalam penelitian ini adalah (A) dua hari pakan protein rendah (28%)

digilir dengan pakan protein tinggi (37%-39%) (B) pakan protein rendah (28%), dan (C) pakan protein tinggi (37%-39%). Perlakuan A mengacu penelitian Tahe et al. (2010) yaitu dengan pola pemberian pakan protein tinggi diberikan selama umur pemeliharaan satu bulan (sampai hari ke-30) dan masuk pada bulan kedua dilakukan pergiliran pakan protein rendah dan protein tinggi, setiap selang 3 hari diberikan pakan standar vaname yang kadar proteinnya 37%–39%. Penelitian diset menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan diulang dua kali. Jenis pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pakan komersil (pelet). Ransum pakan yang diberikan sebanyak 100%-2% dari total biomassa. Perubahan jumlah pakan yang diberikan dilakukan 15 hari sekali sesuai dengan hasil pengukuran bobot biomassa udang uji. Pemeliharaan udang berlangsung selama 112 hari. Pengukuran bobot hewan uji dilakukan setiap dua minggu menggunakan timbangan elektrik dengan ketelitian 0,01 g. Parameter yang diamati adalah pertumbuhan mutlak, dan sintasan diukur menggunakan rumus Effendie (1979), laju pertumbuhan harian (Huisman, 1976), efisiensi pakan (Watanabe, 1988), rasio konversi pakan dan produksi menggunakan rumus Sedgwick (1979). Sebagai data dukung dilakukan pengukuran kualitas air seperti suhu, salinitas, oksigen terlarut, pH, amoniak, nitrit, nitrat, fosfat, dan BOT dilakukan dua minggu sekali. Pengaruh pergiliran pakan terhadap pertumbuhan, sintasan, produksi, FCR, dan efisiensi pakan dianalisis ragam dengan tingkat kepercayaan 95%, kemudian dilanjutkan dengan uji jarak ganda Duncan untuk mengetahui beda nyata antar perlakuan (Steel & Torrie, 1991). Sedangkan kualitas air dianalisis secara deskriptif. HASIL DAN BAHASAN

Pertumbuhan, Sintasan, dan Produksi Udang Vaname

Pertumbuhan udang vaname yang diperoleh selama pemeliharaan di tambak tampaknya berkembang baik seiring dengan meningkatnya waktu pemeliharaan. Peningkatan bobot udang dari waktu ke waktu disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Bobot rata-rata udang vaname, Litopenaeus vannamei selama penelitian 0 5 10 15 20 Awal 14 28 42 56 70 84 98 112 B ob ot b a da n ( g )

Waktu pengamatan (hari)

A = 2 hari protein rendah, 1 hari protein tinggi B = Protein rendah

(3)

Seperti pada Gambar 1 terlihat pada awal pemeliharaan sampai umur 56 hari, perlakuan A (dua hari pakan protein rendah satu hari pakan protein tinggi), masih menunjukkan tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi karena pada saat tersebut masih digunakan pakan berprotein tinggi yaitu 37%. Penggunaan pakan kadar protein rendah yaitu 28% digunakan setelah umur 30 hari sebagai pakan utama dan setiap selang 3 hari diberikan pakan standar vaname yang kadar proteinnya 37%–39%.

Setelah umur pemeliharaan mencapai 84 hari perlakuan C (100% protein tinggi) memperlihatkan tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi sampai akhir penelitian. Pertambahan bobot tertinggi diperoleh pada perlakuan C sebesar 19,57 g kemudian disusul dengan perlakuan B dan A masing-masing sebesar 17,58 g dan 16,88 g. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa aplikasi pergiliran pakan protein tinggi dan rendah terhadap pertumbuhan udang vaname tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata antar perlakuan (P>0,05) (Tabel 1). Hasil yang diperoleh pada percobaan ini lebih tinggi dengan hasil yang diperoleh Mangampa et al. (2009) pada penelitian penggunaan umur tokolan yang berbeda di tambak yang mendapatkan bobot rata-rata antara 12,85-14,88 g.

Rasio konversi pakan pada perlakuan B (protein rendah) adalah 1,55 dan C (protein tinggi) adalah 1,30 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan A (dua hari protein rendah, satu hari protein tinggi) yaitu 1,25. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa aplikasi pergiliran pakan tidak berpengaruh nyata terhadap rasio konversi pakan dan nilai efisiensi pakan (P > 0,05). Efektifitas pemanfaatan pakan pada penelitian ini sangat bagus karena meskipun kualitas pakan yang digunakan adalah pakan yang kandungan protein rendah sebagai pakan utama masih menunjukkan rasio konversi pakan lebih rendah dengan efisiensi pakan 8,33%-19,07%. Nilai rasio konversi pakan yang diperoleh pada penelitian ini tidak jauh berbeda dengan beberapa kajian budidaya udang vaname sebelumnya. Anonim (2003) mendapatkan FCR 1,3 untuk budidaya udang vaname dengan kepadatan 90 ekor/m2,

sintasan 70%-90%, dan bobot udang rata-rata saat panen 20 g/ekor dengan lama pemeliharaan 110 hari. Haliman & Adijaya (2005) melaporkan budidaya udang vaname di Situbondo, Jawa Timur dengan padat tebar 150 ekor/m2, sintasan 85%, bobot akhir 14,28 g/ekor; menghasilkan udang sebanyak

5.465 kg/3.000 m2 dengan FCR 1,5. Menurut Sutanto (2005), bahwa untuk meningkatkan efisiensi

dalam budidaya udang vaname salah satu hal yang perlu dilakukan yakni menggunakan pakan yang berkualitas baik dan berprotein rendah (30%) sehingga bisa mengurangi pencemaran/lebih ramah lingkungan, pengelolaan air lebih mudah, pertumbuhan lebih baik, FCR lebih rendah sehingga biaya pakan menjadi lebih rendah. Huet (1971) menyatakan bahwa konversi pakan dipengaruhi oleh sintasan, kepadatan, bobot individu, perbedaan persentase makanan harian, waktu, dan lokasi penelitian, serta pertumbuhan biomassa udang. Semakin rendah nilai konversi pakan semakin baik karena sedikit jumlah makanan yang dimanfaatkan untuk meningkatkan bobot udang.

Menurut Susilo et al. (2002), bahwa efisiensi pakan dapat dicapai apabila dalam pembesaran ikan/ udang memperhatikan manajemen pemberian pakan sebab pakan yang dikonsumsi organisme budidaya pada gilirannya akan digunakan untuk tumbuh.

Oleh karena itu, pakan yang kurang dari kebutuhan minimal organisme budidaya untuk mempertahankan bobot badan akan berakibat penurunan bobot akibat cadangan makanan dalam tubuh digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi akitivitasnya. Wyban & Sweeny (1991) mengemukakan bahwa pemberian pakan yang tepat baik kualitas maupun kuantitas dapat memberikan pertumbuhan yang optimum bagi udang. Efisiensi pakan merupakan perbandingan antara pertambahan bobot udang dengan bobot pakan yang diberikan selama masa pemeliharaan, yang dinyatakan dalam persen. Efisiensi pakan yang tinggi akan mengurangi biaya produksi sehingga marjin pendapatan yang didapat dari penjualan akan semakin tinggi, pada akhirnya akan berimbas pada peningkatan produksi udang. Menurut Hariati (1989), bahwa tingkat efisiensi penggunaan pakan yang terbaik akan dicapai pada nilai perhitungan konversi pakan terendah, di mana pada perlakuan pergiliran pakan tersebut kondisi kualitas pakan lebih baik dari perlakuan yang lain. Kondisi kualitas pakan yang baik mengakibatkan energi yang diperoleh pada udang vaname lebih banyak untuk pertumbuhan, sehingga udang vaname tersebut dengan pemberian pakan yang sedikit diharapkan laju pertumbuhan meningkat.

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa produksi udang vaname yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 627-820 kg/4.000 m2 atau 1.568–2.050 kg/ha selama 112 hari pemeliharaan. Produksi

(4)

tertinggi diperoleh pada perlakuan C yaitu 820 kg/4.000 m2, disusul perlakuan B yaitu 724 kg/4.000

m2 dan perlakuan A adalah 627 kg/4.000 m2. Namun hasil analisis ragam menunjukkan bahwa aplikasi

pergiliran pakan selama pemeliharaan udang vaname tidak berbeda nyata terhadap produksi udang (P>0,05). Menurut Utojo et al. (1989), bahwa tinggi rendahnya produksi yang dihasilkan tergantung pada sintasan, kecepatan laju pertumbuhan, makanan, dan padat penebaran udang yang dipelihara. Pada penelitian ini didapatkan sintasan berturut-turut yaitu perlakuan B adalah 49,67%; perlakuan C adalah 48,32%; dan perlakuan A sebesar 47,31%. Hal ini diduga bahwa benur vaname mengalami stres selama pengangkutan lebih dari 10 jam karena benur vaname didatangkan dari Situbondo, Jawa Timur. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa sintasan udang vaname pada perlakuan pergiliran pakan tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian pakan secara nomal/kontrol (P>0,05).

Kualitas Air

Kualitas air yang diperoleh pada penelitian ini secara umum masih dalam batas yang layak untuk pertumbuhan udang yang dipelihara (Tabel 2). Namun terdapat beberapa peubah kualitas air yang sedikit lebih tinggi dari nilai standar baku mutu untuk pertumbuhan udang, namun tampaknya masih dapat ditolerir hewan uji selama pemeliharaan. Menurut Anonim (2003), bahwa kualitas air yang layak untuk budidaya udang vaname adalah salinitas optimal 10–25 ppt (toleransi 50 ppt), suhu 28oC–31oC (toleransi 16oC–36oC), oksigen terlarut > 4 mg/L (toleransi minimum 0,8 mg/L), pH 7,5–8,2; alkalinitas 120–150 mg/L, amonia < 0,1 mg/L; dan fosfat 0,5–1 mg/L.

Menurut Suprapto (2005), temperatur dan kadar oksigen optimal untuk budidaya udang vaname berkisar 27oC–32oC dan > 3 mg/L dan bisa tahan sampai 10oC. Temperatur air yang diperoleh selama penelitian berkisar antara 26oC-30,5oC dan oksigen terlarut 2,7-8,15 mg/L. Suhu air mempunyai peranan penting dalam mengatur aktivitas udang seperti halnya hewan air lainnya. Haliman & Adijaya (2005) menambahkan bahwa suhu optimal pertumbuhan udang vaname antara 26oC-32oC.

Menurut Samocha & Lawrence (2001), udang vaname dapat tumbuh pada kisaran 15-20 ppt, bahkan beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada salinitas 5 ppt masih layak untuk pertumbuhannya. Menurut Mc Grow & Scarpa (2002), bahwa udang vaname dapat hidup pada kisaran yang lebar dari 0,5–45 ppt. Wyban & Sweeny (1991) mengemukakan bahwa kisaran pH air yang cocok untuk budidaya udang vaname secara intensif sebesar 7,4–8,9 dengan nilai optimum 8,0.

A) dua hari protein rendah satu hari protein tinggi, B) protein rendah, C) protein tinggi

Nilai dalam baris yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05) Tabel 1. Pertambahan bobot, laju pertumbuhan harian, rasio konversi pakan,

efisiensi pakan, sintasan, dan produksi udang vaname pada masing-masing perlakuan selama penelitian

A B C

Kepadatan (ekor/ m2) 25 25 25

Lama pemeliharaan (hari) 112 112 112

Bobot awal (g) 0,001 0,001 0,001

Bobot akhir (g) 16,88±4,56 17,58±3,34 19,57±0,97

Pertumbuhan mutlak (g) 16,88±4,56 17,58±3,34 19,57±0,97

Laju pertumbuhan harian (%) 8,67±0,25a 8,72±0,16a 8,82±0,04a

Sintasan (%) 47,31±20,8a 49,67±6,27a 48,32±4,51a

Rasio konversi pakan (FCR) 1,25±0,44a 1,55±0,36a 1,3±0,14 a

Efisiensi pakan (%) 85,59±30,2a 66,52±15,6a 77,26 ±8,69a

Produksi (kg/4.000 m2) 627±173,9a 724±12,73a 820 ±45,25a

Perlakuan aplikasi pergiliran pakan (% bobot badan/hari/14 hari) Peubah

(5)

Amonia merupakan salah satu hasil sampingan dari proses perombakan bahan organik di dalam air yang bersifat racun. Toksisitas amonia meningkat dengan menurunnya kadar oksigen terlarut. Konsentrasi amonia dalam penelitian ini mencapai 1,5061 mg/L. terutama pada perlakuan C apabila dibanding dengan perlakuan A dan B masing-masing 0,4147 mg/L dan 0,6629 mg/L.

Tingginya kosentrasi amonia yang diperoleh pada penelitian ini disebabkan karena akumulasi sisa pakan dan kotoran udang yang menyebabkan amoniak meningkat. Toksisitas peubah kualitas air tidak bekerja secara sendiri-sendiri artinya bahwa sekalipun kadar amoniak melebihi ambang batas kehidupan akan tetapi peubah lainnya masih pada tingkat optimal maka tidak akan mematikan udang. Konsentrasi NH3 yang relatif aman untuk udang Penaeus sp. adalah di bawah 0,1 mg/L (Liu, 1989). Lin & Chen (2001) melaporkan bahwa nilai LC50 amoniak untuk yuwana udang vaname pada perendaman 24, 48, 72, dan 96 jam, salinitas 35 ppt yakni 2,78; 2,18; 1,82; dan 1,60 mg/L. Selanjutnya Tsai (1989) dalam Hadie et al. (1995) menambahkan bahwa batas aman amonia pada udang adalah 0,1 mg/L. Kadar amonia mulai berpengaruh terhadap pertumbuhan 50% adalah pada kadar 0,45 mg/ L; sedangkan pada kadar 1,29 mg/L menyebabkan kematian. Adiwijaya et al. (2003) kisaran optimal nitrit untuk budidaya vaname yakni 0,01–0,05 mg/L sedangkan kisaran optimal bahan organik pada budidaya udang vaname < 55 mg/L. Menurut Clifford (1994), konsentrasi nitrat yang optimal untuk udang vaname berkisar 0,4–0,8 mg/L.

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Pergiliran pakan dengan kandungan protein yang berbeda secara periodik tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan, sintasan, dan produksi udang vaname.

2. Pergiliran pakan dengan kandungan protein yang berbeda secara periodik mampu meningkatkan efisiensi pakan sekitar 8,33%–19,07% dibandingkan perlakuan kontrol atau sekitar 85,59% dengan nilai rasio konversi pakan yang rendah 1,25.

3. Penghematan penggunaan pakan untuk udang vaname tanpa merugikan kehidupanya dapat dilakukan dengan cara pergiliran pakan dua hari protein rendah digilir satu hari pakan protein tinggi.

4. Kualitas air media dalam pergiliran pakan pada budidaya udang vaname, (L. vannamei) pola semi-intensif selama pemeliharaan masih dalam batas kelayakan.

5. Jumlah individu plankton ditemukan adalah rata-rata 835 ind./L, sedangkan jumlah genus adalah 26 genera yang terdiri atas 10 genera fitoplankton dan 16 genera zooplankton.

6. Rata-rata indeks keragaman plankton adalah 0,9763; indeks keseragaman 0,6427; dan indeks dominansi 0,5837; yang menunjukkan kondisi perairan kurang stabil, keseragaman genus relatif merata dan struktur komunitas plankton tidak terdapat genus yang secara ekstrim mendominasi genus lainnya.

Tabel 2. Kisaran nilai beberapa parameter kualitas air tambak budidaya udang vaname semi-intensif

A B C

Suhu air (oC) 25,5-30,0 26-31,0 25,5-30,5

Oksigen terlarut (DO) (mg/L) 2,7-7,55 3,0-7,75 3,4 -8,15

pH air 7,5-9,5 7,25-8,5 7,5-8,75 Salinitas (ppt) 33,0-49,5 34,0-52,0 33,0-50,5 NH4-N (amonia) (mg/L) 0,052-0,415 0,067-0,6629 0,069-1,506 NO2-N (nitrit) (mg/L) 0,006-0,052 0,007-0,1679 0,0058-0,056 NO3-N (nitrat) (mg/L) 0,059-0,181 0,043-0,38 0,0614-0,492 PO4-P (fosfat)(mg/L) 0,032-2,176 0,078-2,975 0,0332-1,472 BOT (mg/L) 31,095-8,49 32,195-49,7 26,97-49,145

(6)

7. Disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan padat penebaran yang lebih tinggi dengan kombinasi penambahan sumber karbon.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini dapat terlaksana berkat bantuan Sdr. Sapar, Ilham, Krisno, selaku teknisi lapangan dan Sdri. Sutrisyani, Rohani, Kurnia, Sarijanna, Irma, dan Gaffar atas bantuannya dalam menganalisis kualitas air dan plankton di laboratorium, untuk itu, diucapkan terima kasih, semoga penelitian ini dapat bermanfaat.

DAFTAR ACUAN

Adiwijaya, D., Sapto P.R., Sutikno, E., Sugeng, R., & Subiyanto, S. 2003. Budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) sistem tertutup yang ramah lingkungan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara, 29 hlm.

Amin, M. & Mansyur, A. 2011. Keragaman plankton pada budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) pola semi-intensif dengan pergiliran pakan protein berbeda. Laporan Balai Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya Air Payau, Maros, 10 hlm.

Anonim. 2003. Lithopenaeus vannamei sebagai alternatif budidaya udang saat ini. PT Central Protein Prima (Charoen Pokphand Group) Surabaya, 18 hlm.

Ali, I.M. 1994. Struktur Komunitas Ikan dan Aspek Biologi Ikan-ikan Dominan di Danau Sidenreng, Sulawesi Selatan. Tesis Sarjana. Fak. Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor, 130 hlm.

Basmi, H.J. 2000. Planktonologi: Plankton sebagai Indikator Kualitas Perairan. Fak. Perikanan dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor, 60 hlm.

Briggs, M., Smith, S.F., Subasinghe, R., & Phillips, M. 2004. Introduction and Movement of Penaeus vannamei and Penaeus stylirostis in Asia and the Pacific. RAP Publication 2004/10.

Boyd, C.E. & Clay, J.W. 2002. Evaluation of Belize Aquaculture LTD, A Superintensive Shrimp Aquacul-ture System. Report prepared under The Word Bank, NACA, and FAO Consorsium. Work in progress for Public Discussion. Published by The Consorsium, 17 pp.

Clifford, H.C. 1998. Management of ponds stocked with Blue Shrimp Litopenaeus stylirostris. In Print, Proceedings of the 1st Latin American Congress on Shrimp Culture, Panama City, Panama, p. 101-109.

Effendie, M.I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Cetakan Pertama. Penerbit Yayasan Dwi Sri Bogor, 112 hlm.

Grace, W.U. & Grace, R.U. 1985. Prawn farming. Manila, 163 pp.

Hadie, W., Rejeki, S., & Hadie, L.E. 1995. Pengaruh pemotongan tangkai mata (ablasi) terhadap pertumbuhan juvenil udang galah (Macrobrachium rosenbergii). J. Pen. Perik. Indonesia, 1(1): 37-44. Haliman, R.W. & Adijaya, D.S. 2005. Udang vaname, Pembudidayaan dan Prospek Pasar Udang Putih

yang Tahan Penyakit. Penebar Swadaya. Jakarta, 75 hlm.

Huet, M. 1971. Textbook of Fish Culture, Cyre, and Sportis Woode Ltd, London, 436 pp

Huisman, E.A. 1976. Food Conversion efficiencies at maintenance and production level of carp, Cyprinus carpio and rainbow trout, Salmo gairdneri. Aquaculture, 9: 259-273.

Lin, Y.C. & Chen, J.C. 2001. Acute toxicity of ammonia on Litopenaeus vannamei boone juveniles at different salinity levels. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology. Elsevier Science Ltd. ISSN 0022-0981.259 (1). 109–119 p.

Mangampa, M. 2009. Pengaruh umur tokolan terhadap pertumbuhan dan sintasan udang vaname (Litopenaeus vaname). Laporan Teknis Penelitian Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Maros, hlm. 15-20.

Mc Graw, W.J. & Scarpa, J. 2002. Determining ion concentration for Litopenaeus vannamei culture in freshwater. Global Aquaculture. Advocate, 5(3): 36-37.

Padda, H. & Mangampa, M. 1993. Analisis ekonomi percobaan pergantian air dan lama aerasi dalam budidaya udang windu secara intensif di tambak Marana, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Perikanan Budidaya Pantai Maros, 16–19 Juli 1993. 11: 161–168. Palinggi, N.N. & Atmomarsono, M. 1988. Pengaruh beberapa jenis bahan baku pakan terhadap

(7)

pertumbuhan udang windu (Penaeus monodon Fabr.) J. Pen. Budidaya Pantai, 1(4): 21–28.

Poernomo, A. 2004. Teknologi Probiotik Untuk Mengatasi Permasalahan Tambak Udang dan Lingkungan Budidaya. Makalah disampaikan pada Simposium Nasional Pengembangan Ilmu dan Inovasi Teknologi dalam Budidaya. Semarang, 27–29 Januari 2004, 24 hlm.

Samocha, T.M., Davis, A.D., Lawrence, A.L., Collin, C.R., & Van Wykk, P. 2001. Intensive and super-intensive production of the Pasific white Litopenaeus vannamei in green house-enclosed raceway, Book of Abstracts, Aquaculture 2001 Lake Buena Vista, FL.

Sedgwick, R.W. 1979. Influence of dietary protein and energy on growth, food consumption and food conversion efficiency in Penaeus merguensis de Man. Aquaculture, 16: 7-30.

Steel, R.G.D. & Torrie, J.H. 1991. Principles and Procedures of Statistics. London: McGraw-Hill, Book Company, INC. 487 pp.

Suprapto. 2005. Petunjuk teknis budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei). CV Biotirta. Bandar Lampung, 25 hlm.

Susilo, U., Hariyadi, B., & Rachmawati, F.N. 2002. Laju tumbuh harian, laju makan, pemeliharaan tubuh dan efisiensi pakan ikan patin, Pangasius spp., pada frekuensi pemberian pakan berbeda. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Sains Akuatik. J. Ilmu-Ilmu Perairan, 2(2): 33–37.

Sutanto, I. 2005. Kesuksesan budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) di Lampung dalam Sudradjat, A., Azwar, Z.I., Hadi, L.E., Haryanti. Giri, N.A., & Sumiarsa, G. 2005. Buku Perikanan Budidaya Berkelanjutan. Pusat Riset Perikanan Budidaya. Badan Riset Kelautan dan Perikanan, hlm. 67–72.

Tahe, S. & Mansyur, A. 2010. Pengaruh pergiliran pakan terhadap pertumbuhan, sintasan dan produksi udang vaname (L. vannamei) pada bak terkontrol. Laporan Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Maros, 12 hlm.

Tahe, S., Nawang, A., & Mansyur, A. 2010. Aplikasi pergiliran pakan terhadap pertumbuhan, sintasan dan produksi udang vaname (L. vannamei). dalam Taufiqurrohman, M., Winarno, A., & Hardianto, D. (ed.) 2011. Prosiding Seminar Nasional Kelautan VII. Inspiring Sea For Life: Tantangan dalam Pengelolaan Sumberdaya Secara Bijaksana dan Berkelanjutan, Univ. Hang Tuah, Surabaya, hlm. B3-96-102.

Utojo, Cholik, F., Mansyur, A., & Mangawe, A.G. 1989. Pengaruh padat penebaran terhadap pertumbuhan, daya kelulusan hidup dan produksi udang windu (Penaeus monodon) dalam keramba jaring apung di muara Sungai Binasangkara. J. Pen. Budidaya Pantai, 5(1): 95–101.

Watanabe, T. 1988. Fish nutrition and mariculture. JICA textbook. The General Aquaculture Course. Japan, 233 pp.

Wyban, J.A. & Sweeny, J.N. 1991. Intensive Shrimp Production Technology. The Oceanic Institute Makapuu Point. Honolulu, Hawai USA, 158 pp.

(8)

DISKUSI

1. Murdjani

Pertanyaan:

Dasar pemikiran untuk openenamabahan korbana

Tanggapan:

Pabrikan pakan selalua berusaha konsisten menjaga mutu karena itu merupakan slah satu faktor utama kepercayaan konsumen

2. Mimid. A.H

Pertanyaan:

Kondisi pakan di Jambi , Riau dan Sumsel dengan biaya produksi tinggi dan bahan baku langka dalama pembuatna opakan jadi diperlukan pakan jadi dari pabrikan namun demikian harganya kurang terjanhkau untuk budidaya patin

Tanggapan:

Apabila dibandingkan dengan kondisi pakan patin di viatanam masin banyak yang harus dibernahi dari beberapa faktor diantaranya low protein dan no waste feed

Gambar

Gambar  1. Bobot  rata-rata  udang  vaname,  Litopenaeus  vannamei selama  penelitian05101520Awal1428 42 56 70 84 98 112Bobot badan (g)
Tabel 1. Pertambahan bobot, laju pertumbuhan harian, rasio konversi pakan, efisiensi pakan, sintasan, dan produksi udang vaname pada  masing-masing  perlakuan  selama  penelitian
Tabel 2. Kisaran  nilai  beberapa  parameter  kualitas  air  tambak  budidaya  udang vaname  semi-intensif

Referensi

Dokumen terkait

Intensitas dan beban slamming yang terjadi pada badan kapal dapat ditentukan dari hasil respon spektrum relative bow motion [9].. Metode elemen hingga digunakan untuk

Sistem kerja pada alat ini adalah ketika sakelar pada helm ‘klik’, VCC mencatu mikrokontroler master, data yang terdapat dalam mikrokontroler akan dikirimkan

Melalui pengelolaan konflik dengan cara kolaborasi, diharapkan akan meningkatkan efektifitas baik untuk individu ataupun bagi tim, dimana efektifitas ini akan

Dermatitis seboroik adalah penyakit papuloskuamosa kronis yang dapat dengan mudah dikenali dan biasanya menyerang bayi dan orang dewasa, sering ditemukan pada

Disarankan agar perusahaan lebih memperhartikan kepuasan karyawan terhadap pemberian kompensasi finansial tidak langsung sehingga karyawan akan merasa aman karena

Pada pelaksanaan tindakan siklus I, ditemukan beberapa hal yang berkaitan dengan proses dan hasil pembelajaran. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap kinerja guru yang

Halaman judul berisi tulisan yang sama seperti sampul depan (Cover), diketik diatas kertas putih, dengan tambahan pada bagian bawah judul ditulis penjelasan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola penyebaran, besaran serta klasifikasi resiko terhadap bahaya eutrofikasi Danau Tondano; Mengetahui daya dukung