• Tidak ada hasil yang ditemukan

Andria Permatasari 1), Ns. Wahyu Rima Agustin, M.Kep 2) dan Ns. Isnaini Rahmawati, MAN 2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Andria Permatasari 1), Ns. Wahyu Rima Agustin, M.Kep 2) dan Ns. Isnaini Rahmawati, MAN 2)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Hiperoksigenasi Terhadap Status Oksigenasi Pada Pasien Kritis Yang Dilakukan Tindakan Suction Endotracheal Tube

di ICU RSUD Dr. Soediran Mangun Sumarso

Andria Permatasari1) , Ns. Wahyu Rima Agustin, M.Kep2) dan Ns. Isnaini Rahmawati, MAN2)

1)

Mahasiswa Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

2)

Dosen STIKes Kusuma Husada Surakarta

ABSTRAK

Salah satu intervensi aiway management yang dilakukan oleh perawat di pelayanan intensif adalah tindakan suction. Namun apabila tindakan suction tidak dilakukan dengan tepat maka pasien tersebut akan mengalami hipoksemia. Cara untuk mengatasi hipoksemia dapat dilakukan dengan pemberian hiperoksigenasi. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh hiperoksigenasi terhadap status oksigenasi pada pasien kritis yang dilakukan tindakan suction Endotracheal Tube (ETT) di ICU RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.

Desain penelitian menggunakan metode quasi eksperimen dengan pre-post without control design. Pengukuran dengan lembar observasi untuk menilai Heart Rate (HR), Respiratory Rate (RR) dan saturasi oksigen (SaOଶ) sebelum dan sesudah diberikan hiperoksigenasi. Pengambilan sampel dengan cara consecutive sampling, sejumlah 16 responden.

Hasil analisis bivariat didapatkan tidak ada perbedaan bermakna antara Heart Rate (HR), Respiratory

Rate (RR) sebelum dan sesudah pemberian hiperoksigenasi dengan p value 0,083 dan p value 0,173 (p >

0,05), sedangkan ada perbedaan yang bermakna antara saturasi oksigen (SaOଶ) sebelum dan sesudah pemberian hiperoksigenasi dengan p value 0,000 (p < 0,05). Hasil penelitian ini menyarankan pemberian hiperoksigenasi pada pasien kritis yang dilakukan tindakan suction Endotracheal Tube (ETT) untuk meningkatkan saturasi oksigen (SaOଶ) dan menghindari terjadinya hipoksemia.

Kata kunci : Hiperoksigenasi, Suction, Endotracheal tube, Status Oksigenasi ABSTRACT

One of airway management intervention done by a nurse in intensive care is suction. However, when suction is not performed properly, patient will suffer from hypoxemia. In order to handle hypoxemia, hyperoxygenation is provided. This study aims at investigating the influence of hyperoxygenation on the oxygenation status of patients with serious condition receiving suction endotracheal tube (ETT) in ICU at dr. Soediran Mangun Sumarso Regional Public Hospital (RSUD) of Wonogiri.

This study applied quasi experimental method with pre-post without control design. Measurements of Heart Rate (HR), Respiratory Rate (RR) and Oxygen saturation (Saܱ) were carried out before and after hyperoxygenation. Samples were taken using consecutive sampling, with 16 respondents.

The results of bivariate analysis show that there is no significant difference found between Heart Rate (HR) and Respiratory Rate (RR) before and after hyperoxygenation with p value of 0.083 and 0.173 (p>0.05), while there is significant difference found between oxygen saturation (Saܱ) before and after hyperoxygenation with p value of 0.000 (p<0.05). The research results suggest that hyperoxygenation is provided to patients with serious condition which is treated with suction endotracheal tube (ETT) to improve oxygen saturation (Saܱ) and avoid hypoxemia.

(2)

PENDAHULUAN

Pasien dengan fase kritis merupakan pasien dengan satu atau lebih gangguan fungsi sistem organ vital manusia yang dapat mengancam kehidupan serta memiliki morbiditas dan mortalitas tinggi, sehingga membutuhkan suatu penanganan khusus dan pemantauan secara intensif (Kemenkes RI, 2011). Pasien kritis memiliki kerentanan yang berbeda. Kerentanan itu meliputi ketidakberdayaan, kelemahan dan ketergantungan terhadap alat pembantu (Sunatrio, 2010). Alat-alat pembantu termasuk alat bantu nafas (ventilator, humidifiers, terapi oksigen, Endotracheal Tube, resusitator otomatik) hemodialisa dan berbagai alat lainnya termasuk defebrilator (Suryani, 2012).

Penggunaan Endotracheal Tube (ETT) sebagai konektor ventilator mengakibatkan, fungsi saluran pernafasan atas untuk penghangatan dan kelembaban akan tidak dapat berfungsi, selain itu pasien yang terpasang Endotracheal Tube (ETT) secara umum memiliki respon tubuh yang kurang baik untuk mengeluarkan benda asing sehingga pasien akan mengalami peningkatan dan penumpukan sekret. (Andarmoyo, 2012). Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran napas untuk mempertahankan bersihan jalan napas akan muncul diagnosa keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas (Herdman, 2012). Intervensi untuk mengatasi masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas sesuai dengan NIC (Nursing intervention classification), menggunakan Airway management (Bulechek et al, 2013).

Salah satu intervensi aiway management yang dilakukan oleh perawat di pelayanan intensif adalah tindakan suction (Perry & Potter, 2006). Namun apabila tindakan suction tidak dilakukan dengan tepat maka pasien tersebut akan mengalami

kekurangan suplai O2 (hipoksemia), dan apabila suplai O2 tidak terpenuhi dalam waktu 4 menit maka dapat menyebabkan kerusakan otak yang permanen (Wiyoto, 2010). Cara untuk mengatasi hipoksemia dapat dilakukan hiperoksigenasi.

Hiperoksigenasi dapat dilakukan dengan menggunakan kantong resusitasi manual atau melalui ventilator dan dilakukan dengan meningkatkan aliran oksigen, biasanya sampai 100% sebelum penghisapan dan ketika jeda antara setiap penghisapan (Kozier & Erb, 2008). Pada akhirnya hiperoksigenasi diharapkan berdampak terhadap peningkatan status oksigenasi. Alat ukur yang digunakan untuk menilai keberhasilan status oksigenasi dapat dinilai dari Respiratory Rate (RR), Heart Rate (HR) dan saturasi oksigen (SaO2) dengan menggunakan oksimetri (Santos, 2009).

Hasil studi di Amerika melaporkan prevalensi pasien kritis selama 2004-2009 terdapat 3.235.741 pasien yang mendapat perawatan ICU dan 246.151 (7,6%) merupakan pasien kritis kronis. Pasien kritis kronis dengan sepsis (63,7%) dan yang lainnya seperti stroke, luka parah, cidera kepala dan tracheostomy (Kahn et al, 2015). Berdasarkan hasil studi pendahuluan di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri selama bulan Oktober-Desember 2015, pasien yang mendapatkan perawatan ICU terdapat 105 pasien, diantaranya pasien stroke, penyakit jantung dan diabetes mellitus. Pasien dengan stroke paling banyak yang menggunakan Endotracheal Tube (ETT).

Hasil penelitian dari Moraveji (2012) mengatakan bahwa hiperoksigenasi dapat mencegah hipoksia, meningkatkan PaCo2 dan mengurangi Ph. Selain itu hiperoksigenasi dapat meningkatkan saturasi oksigen, seperti hasil penelitian dari Widiyanto & Hudijono (2013) mengatakan nilai rata-rata saturasi oksigen setelah

(3)

suction endotrakheal tanpa preoksigenasi O2 100 % adalah 97,2941 % dan nilai rata-rata saturasi oksigen setelah suction endotrakheal dengan preoksigenasi O2 100 % adalah 99,7647 %, terdapat pengaruh peningkatan yang signifikan pemberian preoksigenasi sebelum dilakukan tindakan suction endotrakheal terhadap saturasi oksigen.

Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui adakah pengaruh pemberian hiperoksigenasi terhadap status oksigenasi pasien kritis yang dilakukan tindakan suction Endotracheal Tube (ETT) di ICU RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.

METODOLOGI

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain Quasi Eksperimental pre and post test without control. Penelitian ini berlangsung dari bulan April-Juli 2016 di ICU RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. Peneliti menggunakan 16 responden. Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini ialah consecutive sampling. Peneliti menggunakan lembar observasi untuk menilai Heart Rate (HR), Respiratory Rate (RR) dan saturasi oksigen (SaOଶ)

dengan melihat monitor sebelum dan sesudah suction. Hiperoksigenasi diberikan 100% selama 2 menit melalui bag valve atau ventilator sebelum tindakan suction Endotracheal Tube (ETT) dilakukan. Analisis data yang digunakan ialah analisa uji Paired sample t-test pada data Heart Rate (HR), Respiratory Rate (RR) dan uji wilxocon pada data saturasi oksigen (SaO). HASIL DAN PEMBAHASAN

Berikut ini adalah data dari gambaran umum responden pasien kritis yang dilakukan tindakan suction Endotracheal Tube (ETT) di ICU RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri

a. Karakteriktik Responden Menurut Umur Tabel 1 Karakteristik Responden Menurut

Umur (N=16)

Karakteristik menurut umur menunjukan sebagian besar responden berumur 40-59 sebanyak 9 responden (56,25%) dengan total 16 responden.

Kisaran usia tersebut menggambarkan bahwa kegagalan pernafasan dapat terjadi merata pada semua usia, dari usia muda sampai lanjut usia dengan berbagai faktor resiko/penyebab. Martin, et al (2011) mengatakan bahwa klien dengan usia lebih muda membutuhkan perawatan lebih singkat dan memiliki survival lebih tinggi, sedangkan usia lebih tua memiliki ketergantungan terhadap ventilator lebih tinggi.

b. Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin

Tabel 2 Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin (N=16)

Jenis kelamin responden pada penelitian ini menunjukan sebagian besar responden memiliki jenis kelamin perempuan sebanyak 10 responden (62,5%) dan jenis kelamin laki-laki sebanyak 6 responden (37,5%) dengan total 16 responden. Menurut Martin et al. (2011) kejadian gagal pernafasan pada perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki, karena secara fisiologis kemampuan compliance paru laki-laki lebih tinggi.

Klasifikasi Jenis Kelamin Responden Frekuensi % Perempuan 10 62,5 Laki-laki 6 37,5 Total 16 100 Klasifikasi Umur Responden Frekuensi % 40-59 9 56,25 60-79 7 43,75 Total 16 100

(4)

c. Analisis Rerata Status Oksigenasi Pada Tindakan Suction Sebelum Pemberian Hiperoksigenasi

Tabel 3 Analisis Rerata Status Oksigenasi Pada Tindakan Suction Sebelum Pemberian

Hiperoksigenasi (N=16)

Rerata Heart Rate (HR) pada tindakan suction sebelum pemberian hiperoksigenasi adalah 81,75 dengan SD=8,87. Rerata respiratory rate (RR) pada tindakan suction sebelum pemberian hiperoksigenasi adalah 21,4 dengan SD=4,33. Rerata saturasi oksigen (SaO2) pada tindakan suction

sebelum pemberian hiperoksigenasi adalah 97,68 dengan SD=0,87. Responden pada penelitian ini sebagian besar menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas normal, tetapi pencatatan menunjukkan peningkatan tanda-tanda vital (terutama denyut jantung dan frekuensi pernafasan) akibat adanya sekresi pada saluran nafas (indikasi suction) yang menyebabkan rangsangan batuk dan penurunan saturasi oksigen. Pada saat suction endotracheal dapat terjadi tekanan negatif di trakea sehingga menimbulkan risiko kerusakan paru parsial yang dapat menyebabkan penurunan saturasi oksigen dan hilangnya volume paru-paru (Almgren dkk, 2006). Komplikasi yang paling sering terjadi akibat tindakan suction adalah terjadinya hipoksemia. Pengaruh dari kejadian hipoksemia akan menyebabkan terjadinya keadaan hipoksia, di mana pasien yang sedang dalam kondisi kritis ditambah dengan kejadian hipoksia akan memperburuk kondisi pasien (Lindgren, 2007).

d. Analisis Rerata Status Oksigenasi Pada Tindakan Suction Sesudah Pemberian Hiperoksigenasi

Tabel 4 Analisis Rerata Status Oksigenasi Pada Tindakan Suction Sesudah Pemberian

Hiperoksigenasi (N=16)

Tabel 4 menunjukan rerata Heart Rate (HR) pada tindakan suction sesudah pemberian hiperoksigenasi adalah 81,9 dengan SD=8,93. Rerata Respiratory Rate (RR) pada tindakan suction sesudah pemberian hiperoksigenasi adalah 21,7 dengan SD=4,07. Rerata saturasi oksigen (SaO2) pada tindakan suction sesudah

pemberian hiperoksigenasi adalah 99,3 dengan SD=0,48.

Menunjukan saturasi oksigen sebelum tindakan suction pada pasien yang diberikan hiperoksigenasi yang paling dominan adalah 100%. Hal tersebut didukung oleh pendapat Light, dkk (2009) bahwa saturasi oksigen sebelum tindakan suction sebagian besar adalah 100%. Kondisi tersebut disebabkan karena pasien diberikan hiperoksigenasi sebelumnya dengan memberikan fraksi oksigen 100% pada ventilator selama dua menit.

Pemberian oksigenasi ini bertujuan untuk mempercepat dan memperlama transportasi oksigen ke jaringan sehingga diharapkan saat tindakan suction pasien tidak mengalami penurunan saturasi oksigen yang drastis (Hudak & Gallo, 2010). Hiperoksigenasi sebelum dilakukan suction antara pemberian FiO2 100% pada ventilator dan pemberian 10 liter/menit dengan menggunakan bag valve mask pada

Variabel

Rerata Pada Tindakan Suction Sebelum Pemberian Hiperoksigenasi Mean Median Modus SD Min Max

Heart Rate (HR) 81,8 84 85 8,87 67 97 Respiratory Rate (RR) 21,4 21,5 22 4,33 16 33 Saturasi Oksigen (SaOଶ) 97,7 98 97 0,87 96 99 Variabel

Rerata Pada Tindakan Suction Sesudah Pemberian Hiperoksigenasi

Mean Median Modus SD Min Max

Heart Rate (HR) 81,9 84 85 8,9 67 98 Respiratory Rate (RR) 21,7 21 20 4,07 17 32 Saturasi Oksigen (SaOଶ) 99,3 99 99 0,47 99 100

(5)

pasien yang terpasang ventilator, dimana kedua protokol tersebut dapat meningkatkan saturasi hingga 100 % yang dapat mencegah hipoksemia pasca suctioning (Hahn, 2010). e. Analisis Perubahan Status Oksigenasi

Pada Tindakan Suction Sebelum dan Sesudah Pemberian Hiperoksigenasi

Tabel 5 Uji Bivariat Paired Sample t-test dan wilxocon Status Oksigenasi

Sebelum dan Sesudah Pemberian Hiperoksigenasi

Variabel N Mean SD Standar Eror P value Heart Rate (HR) - Sebelum 16 81,7 8,87 2,21 0,083 - Sesudah 16 81,9 8,93 2,23 Respiratory Rate (RR) - Sebelum 16 21,4 4,33 1,08 0,173 - Sesudah 16 21,7 4,07 1,02 Saturasi Oksigen (SaOଶ) - Sebelum 16 97,7 0,87 0,22 0,000∗ - Sesudah 16 99,3 0,48 0,12

Menurut hasil uji statistik yang dilakukan didapatkan hasil tidak ada perbedaan Heart Rate (HR) dan Respiratory Rate (RR) pada tindakan suction sebelum dan sesudah pemberian hiperoksigenasi (p > 0,05) sedangkan pada saturasi oksigen (SaO2) uji statistik

menunjukkan ada perbedaan yang bermakna antara saturasi oksigen (SaO2)

pada tindakan suction sebelum dan sesudah pemberian hiperoksigenasi (p > 0,05).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Bourgault (2006) mengatakan pada pasien yang dilakukan tindakan suction yang diberikan hiperoksigenasi akan mengalami peningkatan Heart Rate (HR) sama halnya dengan pasien yang tidak diberikan hiperoksigenasi akan tetapi hipeoksigenasi dapat mempertahankan tingkat tekanan partial oksigen (PaO2). Terkait Respiratory Rate (RR) hasil penelitian Mohammad (2014) mengatakan Suctiong mengakibatkan peningkatan pada frekuensi

pernapasan walaupun diberi hiperoksigenasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Superdana & Sumara (2015) mengatakan hiperoksigenasi efektif pada saturasi oksigen (SaO2) dalam prosedur suctioning pada pasien dengan ventilasi mekanik di ruang ICU Rumah Sakit Husada Utama Surabaya.

Menurut Overend, et al (2009) hiperoksigenasi harus digunakan sebelum suction untuk mencegah desaturasi oksigen pada pasien ventilasi mekanik yang mengalami trauma, gangguan jantung atau penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Hiperoksigenasi dapat meningkatkan saturasi oksigen aterial (SaO2) dan tekanan oksigen arteri (PaO2) tanpa efek samping. Tindakan hiperoksigenasi sebelum suctioning dapat menurunkan angka kejadian hipoksemia akibat suction sebesar 32 %, sedangkan tindakan hiperoksigenasi yang dilakukan sebelum dan setelah suctioning dapat menurunkan angka kejadian hipoksemia akibat dari suctioning sebesar 49 % (Hendy, 2015).

Ada banyak penyebab terjadinya hipoksia jaringan yang mengakibatkan ketidakcukupan oksigen. Salah satu cara untuk mengetahui ada atau tidaknya hipoksia atau hipoksemia adalah dengan mengukur saturasi oksigen. Saturasi oksigen dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang masuk paru-paru (ventilasi), kecepatan difusi, dan kapasitas hemoglobin dalam membawa oksigen. Kapasitas darah membawa oksigen dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang larut dalam plasma. Jumlah dan kecenderungan hemoglobin untuk berikatan oksigen (Widiyanto & Hudijono, 2013). Menurut (Rupii, 2005) saturasi oksigen adalah kemampuan hemoglobin mengikat oksigen. Ditunjukkan sebagai derajat kejenuhan atau saturasi (SaO2).

Pemberian oksigenasi yang adekuat pada pasien yang mengalami hipoksia atau

(6)

pasien yang tidak mendapatkan ventilasi dan oksigen akan sangat bermanfaat karena terapi oksigen pada keadaan ini dapat meningkatkan oksigenasi di arteri perifer dan alveoli paru-paru. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat langsung kadar saturasi oksigen pada monitor dan hasil analisis gas darah (Guyton & Hall, 2008). SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pengaruh hiperoksigenasi terhadap status oksigenasi pada pasien kritis yang dilakukan tindakan suction Endotracheal Tube (ETT) di ICU RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Umur pasien kritis yang terpasang Endotracheal Tube (ETT) rata-rata 58,31 tahun, sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan 62,5% dan laki-laki 37,5%.

2. Rerata Heart Rate (HR) pada tindakan suction sebelum pemberian hiperoksigenasi adalah 81,75, rerata Respiratory Rate (RR) pada tindakan suction sebelum pemberian hiperoksigenasi adalah 21,37 dan rerata saturasi oksigen (SaOଶ) pada tindakan suction sebelum pemberian hiperoksigenasi adalah 97,68

3. Rerata Heart Rate (HR) pada tindakan suction sesudah pemberian hiperoksigenasi adalah 81,93, rerata Respiratory Rate (RR) pada tindakan suction sesudah pemberian hiperoksigenasi adalah 21,68 dan rerata saturasi oksigen (SaOଶ) pada tindakan suction sesudah pemberian hiperoksigenasi adalah 99,31

4. Tidak ada perbedaan rerata antara Heart Rate (HR) dan Respiratory Rate (RR) pada pasien kritis yang dilakukan tindakan suction Endotracheal Tube (ETT) sebelum dan sesudah pemberian hiperoksigenasi.

5. Ada perbedaan bermakna antara rerata saturasi oksigen (SaOଶ) pada pasien

kritis yang dilakukan tindakan suction Endotracheal Tube (ETT) sebelum dan sesudah pemberian hiperoksigenasi. SARAN

1. Bagi Pelayanan Keperawatan

Mengembangkan program seminar dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien kritis yang mendapatkan perawatan diruang intensif care unit (ICU) sesuai perkembangan penelitian jurnal terbaru.

Menerapkan standar operasional prosedur (SOP) suction dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien kritis untuk meminimalkan efek samping dari suction.

2. Bagi Pendidikan Keperawatan

Penelitian ini dapat dijadikan kajian mahasiswa tentang manfaat dan efektivitas pemberian hiperoksigenasi pada pasien kritis yang dilakukan tindakan suction Endotracheal Tube (ETT).

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Perlunya penelitian lebih lanjut dengan metode yang berbeda yaitu pemberian hiperoksigenasi terhadap status oksigenasi dengan mengontrol faktor lain yang dapat mempengaruhi status oksigenasi seperti kedalam suction, durasi suction, tekanan suction dan mode ventilator.

DAFTAR PUSTAKA

Almgren, B., Wickerts, CJ., Heinonen, E., & Hogman, M. 2006. Side Effects of Endotracheal Suction in Pressure and Volume Controlled Ventilation. Chestjournal. org. Melalui http://www.google.co.id.

chestjournal.chest diakses pada 18/07/16

(7)

Andarmoyo Sulistyo. 2012. Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi). Yogyakarta : Graha Ilmu.

Bourgault AM , Brown CA , Hains SM , Parlow JL.2006. Effects of endotracheal tube suctioning on arterial oxygen tension and heart rate variability. Biol Res Nurs. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubm ed/16581897

Bulechek, G.M., Butcher, H & Dochterman, J M. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC) sixth edition.United States of America. Elsevier.

Martin Daniel, Barbara K Smith, et al.2011. Inspiratory muscle strength training improves weaning outcome in failure to wean patients: a randomized trial. Critical Care. http://ccforum.com/content/15/2/R8 4

Guyton, C.A & Hall, E,J. 2008. Buku ajar fisiologi kedokteran (Edisi ke-11). Jakarta: EGC.

Hahn, M. 2010. 10 Consideration for Endotracheal Suctioning. rtmagazine.com. Melalui http://web.ebscohost.com/ehost/ pdfviewer/19. Diakses pada tanggal 18/7/16.

Hendy dkk. (2015). Analisis Dampak Penggunaan Varian Tekanan Suction Terhadap Pasien Cedera Kepala Berat. Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran

Herdman, T.H. 2012. NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2012–2014, First Edition, Blackwell Publishing Ltd. Hudak, C.M. & Gallo, B.M. (2010).

Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Vol. 2. Terjemahan Allenidekania, Betty Susanto,

Teresa, Yasmin, & Monica Ester. Jakarta: PT. EGC.

Kahn JM et al. 2015. The epidemiology of chronic critical illness in the United States. Crit Care Med Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia.2011. Profil Kesehatan

Indonesia 2010.

http://www.depkes.go.id.

Kozier, B., & Erb, G. 2008. Kozier and Erb's Techniques in Clinnical Nursing 8th Edition. New Jersey: Pearson Education.

Light RW. (2009).Physiology of the pleural. In: Light RW editor. Pleural diseases. Philadelphia; Lippincott Williams & Wilkins

Lindgren, R.M. (2007). Open and closed endotracheal suctioning: Experimental and human studies (Doktoral thesis,. Institute of Clinical Sciences, Department of Anaesthesiology and Intensive Care, Goteborg University, Sweden). Diakses dari http://gupea.ub.gu.se/bitstream/207 7/3325/2/

Spikblad%20Sophie%20Lindgren.p df

Mohammad Abbasinia , Alireza Irajpour , Atye Babaii , Mehdi Shamali and Jahanbakhsh Vahdatnezhad.2014. Comparison the Effects of Shallow and Deep Endotracheal Tube Suctioning on Respiratory Rate, Arterial Blood Oxygen Saturation and Number of Suctioning in Patients Hospitalized in the Intensive Care Unit: A Randomized Controlled Trial.Journal of Caring Sciences

Potter & Perry. 2006. Fundamental of nursing fundamental keperawatan 1, Edisi 7. Jakarta: Salemba Medika.

(8)

Rupi’i. 2006. Kumpulan makalah pelatihan PPGD,RSUP dr. Karyadi, Semarang: tidak dipublikasikan. Santos, C. I. S. Et al. 2009. Respiratory

physiotherapy in children with community acquired pnemonia. Revue candienne de la therapie respiratoire

Sunatrio. 2010. Penentuan mati/ pengakhiran resusitasi dan euthanasia pasif di ICU. PKGDI.

Available from:

http://www.freewebs.com/penentua nmati/daftarpustaka.htm

Superdana & Sumara .(2015). Efektifitas Hiperoksigenasi Pada Proses Suctioning Terhadap Saturasi Oksigen Pasien Dengan Ventilator Mekanik Di Icu Rumah Sakit Husada Utama Surabaya. Universitas Muhammadiyah Surabaya

Suryani. 2012. Aspek Psikososial Dalam Merawat Pasien Kritis. Fakultas Ilmu Keperawatan UNPAD

TJ Overend, CM Anderson, D Brooks, et al. (2009) Updating the evidence base for suctioning adult patients: A systematic review. Can Respir J Vol 16 No 3 May/June 2009

Wiyoto. 2010, April. Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Prosedur Suction Dengan Perilaku Perawat Dalam Melakukan Tindakan Suction di ICU Rumah Sakit dr. Kariadi Semarang

Gambar

Tabel 5 Uji Bivariat  Paired Sample t- t-test dan wilxocon Status Oksigenasi

Referensi

Dokumen terkait

No Judul Jenis Karya Penyelenggara/ Penerbit/Jurnal Tanggal/ Tahun Ketua/ Anggota Tim Sumber Dana Keterangan 1 NA NA NA NA NA NA NA GL. KEGIATAN

Kita dapat memperkirakan bahwa pada saat itu, Nazaret telah sedemikian rupa diabaikan sehingga tidak ada hal baik yang dapat diharapkan muncul dari mereka yang tinggal di

(20) Diisi nomor urut dari Buku Rekening Barang Kena Cukai Minuman yang Mengandung Etil Alkohol dalam angka.. (21) Diisi kantor yang mengawasi pengusaha pabrik minuman yang

Mengingat pentingnya kolaborasi virtual dengan multimedia dalam peningkatan kualitas belajar mengajar, maka penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan aplikasi media

Hare (1991, 2003) menyatakan bahwa kepribadian psikopatik juga memiliki kaitan yang erat dengan emosi yang dangkal, ditunjukkan dari kurangnya rasa empati dan

Metode ini memanfaatkan arus listrik bervoltase kecil yang dihubungkan ke benda yang akan dites, dengan memindahkan secara elektrolisis sejumlah kecil sampel ke kertas

Karena ada beberapa faktor yang membatasi produksi optimal seperti (bahan baku, kapasitas mesin, tenaga kerja, modal/dana dan jumalah permintaan atau jumlah penjualan) maka

Sebagaimana kita tau pasar adalah sebuah tempat bertemunya pembeli dengan penjual guna melakukan transaksi ekonomi yaitu untuk menjual atau membeli suatu barang